hafsa.doc

150
KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, DAN PERANAN WANITA

Transcript of hafsa.doc

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL,

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL,DAN PERANAN WANITA

BAB XVIII

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIALDAN PERANAN WANITA

A. KESEHATAN

1. Pendahuluan

Pembangunan di bidang kesehatan merupakan unsur yang amat penting dalam pembangunan nasional karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988, dicantumkan bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat. Sebagai penjabaran dari GBHN maka prioritas pembangunan kesehatan dalam Repelita V ditekankan pada peningkatan kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit, dengan tidak mengabaikan

XVIII/3

upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Sasaran pokok pembangunan kesehatan, diarahkan untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kematian anak balita, angka kematian ibu hamil, peningkatan umur harapan hidup dan peningkatan status gizi masyarakat.

Pada dasarnya pembangunan kesehatan dalam Repelita V merupakan kelanjutan dan peningkatan dari pembangunan kesehatan yang dilaksanakan sejak Repelita I sampai dengan akhir Repelita IV.

Selama Repelita V pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui program-program kesehatan yang meliputi program-program upaya pelayanan kesehatan masyarakat melalui Puskesmas, program upaya kesehatan rujukan, program pemberantasan penyakit menular, program perbaikan gizi, program penyediaan air bersih, program penyehatan lingkungan pemukiman, program penyuluhan kesehatan masyarakat, program pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat makanan, program pendidikan, latihan dan pendayagunaan, serta program penyempurnaan efisiensi aparatur kesehatan dan pengawasan.

2. Pelaksanaan Program Pembangunan

a. Program Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Program upaya pelayanan kesehatan masyarakat bertujuan untuk melakukan pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit menular serta memberikan pelayanan kesehatan dasar terutama bagi ibu dan anak yang dilaksanakan oleh lembaga pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas pembantu, Puskesmas perawatan, Puskesmas keliling atau terapung. Pelayanan tersebut diberikan oleh tenaga medis dan para medis di Puskesmas dibantu oleh tenaga bidan atau paramedis lainnya di desa melalui kegiatan di pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang di kelola oleh masyarakat. Dalam upaya lebih memeratakan pelayanan kesehatan terutama di daerah-dearah yang

XVIII/4

sulit dijangkau sarana transportasi, pelayanan kesehatan diberikan melalui Puskesmas Keliling Jalan Kaki. Dengan demikian tenaga medis dan paramedis di daerah-daerah tersebut memberikan pelayanan kesehatan dari satu lokasi ke lokasi terpencil lainnya dengan berjalan kaki berhari-hari. Selain itu mulai tahun kedua Repelita V sejumlah desa sudah dilayani oleh seorang tenaga bidan yang khusus ditempatkan di desa. Dengan menempatkan bidan di desa diharapkan kegiatan pelayanan kesehatan yang mempunyai dampak langsung terhadap penurunan angka kematian bayi, anak balita dan ibu melahirkan seperti kegiatan KIA, KB, gizi, dan imunisasi dapat lebih ditingkatkan.

(1) Peningkatan Lembaga Pelayanan Kesehatan

Peningkatan jumlah, mutu serta penyebaran institusi upaya kesehatan terutama diarahkan bagi penduduk di daerah-daerah terpencil, pemukiman baru, Perkebunan Inti Rakyat (PIR), transmigrasi dan perbatasan serta kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, baik di kota maupun di desa. Selain pembangunan baru dilakukan juga perbaikan ringan atau berat secara bertahap terhadap Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di dasarkan pada prioritas setempat.

Untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terutama bagi daerah-daerah terpencil, kepulauan, dan daerah perbatasan dilaksanakan pelayanan dokter terbang dan penempatan dokter sebagai pegawai tidak tetap (Dokter PTT). Mulai tahun 1992/93 khusus di Propinsi Irian Jaya dan di Maluku dilaksanakan paket pelayanan Puskesmas jalan kaki dan paket pelayanan kesehatan gugus pulau. Dengan paket pelayanan tersebut petugas Puskesmas berkeliling dari satu desa ke desa lainnya untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau pedalaman serta masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil.

XVIII/5

Pada tahun 1992/93 jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu baru yang dibangun masing-masing 166 dan 1.545 buah. Lokasi dan fasilitas yang baru dibangun tersebar di seluruh Dati II. Selain itu, pada tahun 1992/93 juga dilaksanakan perbaikan ringan dan berat atas 1.943 Puskesmas dan 3.088 Puskesmas Pembantu (Tabel XVIII - IA). Jika dibandingkan dengan tahun 1991/92 maka jumlah perbaikan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu mengalami penurunan. Penurunan jumlah perbaikan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu diimbangi dengan peningkatan perbaikan rumah dokter dan rumah paramedis, dari 708 buah pada tahun 1991/92 menjadi 3.613 buah pada tahun 1992/93 atau kenaikan sebesar 5 kali lipat.

Berdasarkan jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang dilaporkan dalam tahun 1991/92 ditambah dengan pembangunan baru dalam tahun 1992/93 maka secara kumulatif seharusnya tercatat 6.749 Puskesmas dan 22.715 Puskesmas Pembantu. Tetapi setelah diadakan sensus sarana pelayanan kesehatan pada tahun 1992 ditemukan jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang ada dan berfungsi masing-masing 6.277 dan 18.946 (Tabel XVIII - 1B). Perbedaan data ini disebabkan antara lain oleh: (1) pada Repelita I dan II, sebagian besar bangunan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu masih berstatus disewa atau dipinjam, tetapi sementara itu berdasarkan kemampuan keuangan yang ada, secara bertahap oleh pemerintah dibangun gedung baru dan statusnya dialihkan menjadi Puskesmas Pemerintah, sementara bangunan yang lama masih dihitung dalam pencatatan; (2) penambahan pembangunan Puskesmas dan Puskesmas pembantu baru sering dibangun di atas lokasi yang bangunannya masih ada tapi tidak berfungsi sehingga terjadi penghitungan ganda; (3) Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang rusak total akibat bencana alam masih dihitung sedangkan yang lama tidak di "putihkan" atau dihilangkan dari pencatatan; dan (4) beberapa Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang dibangun di daerah sangat terisolir atau jauh dari daerah pemukiman, karena keterbatasan aktivitas akhirnya oleh pemerintah daerah setempat tidak difungsikan lagi.

XVIII/6

TABEL XVIII - 1A

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PUSKESMAS

1988/89 - 1992/93

1) Kegiatan ini baru dimulai Tahun 1992/93

XVIII/7TABEL XVIII - IB

1)

PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS,

1988/89 - 1992/93

1) Angka kumulatif sejuk Repelite I2) Angka diperbaiki

XVIII/8

GRAFIK XVIII 1

PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS,1988/89 - 1992/93

XVIII/9(2)Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Peningkatan pelayanan KIA merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya pencegahan penyakit, perawatan, dan pemulihan serta peningkatan kesehatan ibu dan anak. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya yang cukup penting untuk menurunkan angka kematian bayi, balita, dan ibu melahirkan.

Pelayanan KIA terutama dilaksanakan oleh tenaga bidan dan tenaga dukun yang telah dilatih. Dalam tahun 1992/93 telah ditempatkan lagi 6.400 bidan atau mengalami kenaikan sebesar 50,4% dari tahun 1991/92. Dengan demikian jumlah keseluruhan tenaga bidan di desa sampai akhir tahun 1992/93 adalah sebanyak 19.400 orang. Namun karena jumlah bidan yang dibutuhkan untuk melayani seluruh penduduk desa masih sulit dicapai, maka peran dukun bayi masih diperlukan. Untuk itu pada tahun 1992/93 pelatihan dukun bayi tetap dilanjutkan dan ditingkatkan. Jumlah dukun bayi yang telah dilatih dan dibina dalam tahun 1992/93 sebanyak 7.500, berarti meningkat 4% dibanding tahun 1991/92. Dengan makin meningkatnya jumlah bidan di desa dan jumlah dukun terlatih yang juga terus bertambah, maka pelayanan KIA menjadi semakin efektif dan efisien terutama dalam mendukung peran serta masyarakat di Posyandu yang jumlahnya pada tahun 1992/93 telah mencapai 241.236 buah dan tersebar di hampir seluruh desa.

Efektifitas dan efisiensi pelayanan KIA tersebut antara lain terlihat dari cakupan pelayanan KIA yang terus meningkat. Bila pada tahun 1991/92 program imunisasi baru mencakup bayi 88,6%, dan ibu hamil 59,9%, maka pada tahun 1992/93 cakupan program meningkat menjadi 89,9% pada bayi, dan 63,6% pada ibu hamil. Sementara itu pertolongan persalinan dan perawatan. bayi oleh tenaga terlatih juga meningkat masing-masing dari 60% dan 70% pada tahun 1991/92 menjadi 65% dan 72% pada tahun 1992/93.

XVIII/10

Berkat makin meningkatnya jumlah fasilitas, jenis dan mutu pelayanan kesehatan yang tersedia di Puskesmas, yang ditunjang pula oleh peran serta masyarakat melalui Posyandu, maka kegiatan imunisasi pada tahun 1992/93 secara nasional Indonesia telah berhasil mencapai sasaran "Universal Child Immunization (UCI)" dengan cakupan sebesar 89,9%. Artinya sebanyak 89,9% dari jumlah bayi yang ada telah mendapat imunisasi lengkap yang meliputi vaksinasi BCG, DPT, Polio dan Campak. Besarnya cakupan ini telah melampaui besarnya cakupan yang ditetapkan oleh WHO sebagai target nasional, yaitu 80%. Pencapaian UCI, yang ditunjang dengan perbaikan gizi anak balita, telah menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan mutu kehidupan anak-anak balita.

(3) Pemeliharaan Kesehatan Usia Sekolah

Kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) ditujukan terutama untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan anak sekolah mulai dari SD sampai dengan SMTA termasuk sekolah agama. Kegiatan pelayanan yang diberikan antara lain meliputi penyuluhan kesehatan kepada anak sekolah melalui pengembangan konsep dokter kecil, pemeriksaan kesehatan berkala, pemberian bimbingan dan pedoman kepada guru tentang kesehatan, pemeliharaan kebersihan lingkungan, dan perbaikan gizi termasuk pengawasan atas masing-masing sekolah. Pada tahun 1992/93 jumlah sekolah yang dibina dalam kegiatan UKS mencakup 22.846 sekolah.

Pada tahun 1992/93, selain dilaksanakan berbagai kegiatan UKS di 27 propinsi, juga telah dilaksanakan pemeriksaan kesehatan untuk anak sekolah dari 22.841 sekolah di 25 propinsi. Tujuan pemeriksaan kesehatan anak sekolah adalah untuk mengetahui secara dini kemungkinan adanya kelainan fisik dan rohani anak sekolah dasar kelas I. Jika terdapat kelainan, dapat segera ditangani oleh Puskesmas atau dirujuk ke rumah sakit.

Bagi anak yang mempunyai kelainan atau Anak Luar Biasa (ALB) dilakukan pelayanan kesehatan khusus, berupa pelayanan

XVIII/11

kesehatan yang sesuai dengan kelainannya dan dilaksanakan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit. Pada tahun 1992/93 pelayanan kesehatan khusus ALB telah dilaksanakan oleh 150 Puskesmas di 12 propinsi. Pada tahun 1991/92 pelayanan tersebut baru terbatas di 6 propinsi.

(4) Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Untuk meningkatkan dan meratakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut maka dalam tahun 1992/93 telah ditempatkan 750 orang tenaga dokter gigi baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit yang disertai pula dengan pengadaan peralatannya. Dibanding dengan jumlah yang ditempatkan pada tahun 1991/92, maka dalam tahun 1992/93 terdapat penambahan sebanyak 101 orang dokter gigi. Pada tahun 1992/93 cakupan pelayanan kesehatan gigi sekolah meliputi 113.780 SD atau meningkat lebih 2 kali lipat dari keadaan tahun 1991/92. Dengan makin bertambahnya dokter gigi di daerah-daerah, maka kegiatan pelayanan kesehatan gigi di sekolah makin dapat ditingkatkan.

Demikian juga pelayanan kesehatan gigi untuk masyarakat desa pada tahun 1992/93 juga meningkat meliputi 7.965 desa atau bertambah banyak lebih dari 700 desa pelayanan tahun 1991/92.

Untuk mendukung pelayanan kesehatan mulut dan gigi, pada tahun 1992/93 telah diadakan penambahan peralatan gigi sebanyak 36 set untuk RSU kelas D dan 2.238 set untuk Puskesmas. Dengan penambahan peralatan gigi ini secara bertahap kebutuhan peralatan dokter gigi dan perawat gigi sudah mulai terpenuhi. Untuk pertama kali dalam tahun 1992/93 perumahan bagi Dokter Gigi dibangun sebanyak 200 unit.

(5) Pelayanan Kesehatan Jiwa

Peningkatan dan perluasan pelayanan kesehatan jiwa bagi masyarakat dilaksarakan dengan mengintegrasikan pelayanan

XVIII/12

kesehatan jiwa di Rumah Sakit dan Puskesmas. Tujuannya adalah agar Puskesmas dapat menangani masalah kesehatan jiwa yang terdapat di masyarakat dengan bimbingan dan pembinaan dari Rumah Sakit. Pada tahun 1992/93 pelayanan kesehatan jiwa mencakup 145 Puskesmas dan 94 Rumah Sakit Umum di 20 propinsi atau sedikit lebih meluas dari pelayanan tahun 1991/92. Salah satu kegiatan pelayanan ini adalah mengadakan penjaringan gelandangan yang berpenyakit jiwa (psikotik) yang dilaksanakan secara terpadu oleh berbagai instansi.

Kegiatan penting lainnya dalam pelayanan kesehatan jiwa adalah penyuluhan kesehatan. Penyuluhan ini ditujukan kepada masyarakat umum terutama keluarga penderita mengenai cara-cara mencegah dan mengatasi gangguan kejiwaan. Kegiatan penyuluhan ini pada tahun 1992/93 tercatat sebanyak 2.280 kegiatan, sedikit lebih meningkat dari kegiatan tahun 1991/92. Selain itu diadakan pula kunjungan rumah para bekas penderita penyakit jiwa sebagai upaya untuk terus memantau perkembangan kesehatan jiwa penderita setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa .

Pada tahun 1992/93 juga telah dilaksanakan penyelesaian pembangunan rumah sakit jiwa di Lampung, Bengkulu dan Solo, serta melanjutkan penyediaan biaya Operasional dan Pemeliharaan Rumah Sakit (OPRS) yang dimulai tahun 1991/92.

(6) Laboratorium Kesehatan

Peningkatan kemampuan pelayanan Laboratorium kesehatan diperlukan untuk mendukung pelayanan kesehatan baik di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Dalam tahun 1992/93 telah dilaksanakan perluasan gedung, rehabilitasi sarana di 12 Balai Laboratorium Kesehatan (BLK), dan pengadaan alat-alat laboratorium sebanyak 196 unit. Di samping itu juga dilaksanakan pendidikan dan latihan teknis tenaga Laboratorium terdiri dari 149 orang dari BLK, 160 orang dari Rumah Sakit dan 585 orang dari Puskesmas. Kegiatan tersebut di atas dilengkapi dengan pemeriksaan dan pengambilan

XVIII/13

spesimen di lapangan yang meliputi 161 lokasi dengan jumlah spesimen sebanyak 3.220 buah.

Dalam tahun 1992/93 juga telah ditingkatkan kemampuan BLK untuk memeriksa virus HIV/AIDS di 27 BLK, 34 Rumah Sakit dan 129 Laboratorium PMI. Pemeriksaan awal virus HIV/AIDS ini didukung oleh laboratorium rujukan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Untuk meningkatkan kemampuan pelayanan laboratorium di Rumah Sakit pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan bimbingan teknis terhadap 294 Laboratorium RSU. Selain itu pelayanan laboratorium kesehatan di klinik swasta juga meningkat dengan bertambahnya jumlah laboratorium klinik swasta sebanyak 541 laboratorium pada tahun 1992/93 atau bertambah dengan 24 laboratorium baru.

b. Program Upaya Kesehatan Rujukan

Program ini terutama diarahkan untuk meningkatkan fungsi dan mutu pelayanan di unit-unit pelayanan rujukan dimulai dari Puskesmas Perawatan, Rumah Sakit kelas D, C, B dan kelas A. Sebagai pusat rujukan rumah sakit kelas A mempunyai kemungkinan memberikan berbagai bidang pelayanan spesialisasi yang sangat lengkap. Upaya peningkatan pelayanan rujukan antara lain meliputi kegiatan: peningkatan biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit, penambahan dan pemerataan persebaran tenaga dokter ahli, pengadaan peralatan medis berdasarkan standar pelayanan di masing-masing unit pelayanan rujukan, bantuan obat-obatan dan peningkatan keterampilan petugas.

Sampai dengan tahun 1992/93, secara kumulatif jumlah Rumah Sakit seluruhnya tercatat 1.638 buah dengan 123.441 tempat tidur yang terdiri dari 802 Rumah Sakit Umum dengan 95.323 tempat tidur dan 836 Rumah Sakit Khusus dengan 28.118 tempat

XVIII/14

tidur. Berdasarkan kepemilikan dan tipe rumah sakit maka jumlah tersebut terdiri dari 208 RSU Pusat milik Departemen Kesehatan, 317 RSU milik Pemda, 277 RSU Swasta, 109 RSU ABRI, 83 RSU Departemen lain dan 725 Rumah Sakit Khusus Swasta, 20 RSK ABRI dan 10 RSK Departemen lain (Tabel XVIII-2).

Sesuai dengan kebijaksanaan Repelita V, pelayanan Rumah Sakit ditingkatkan melalui peningkatan jenis dan mutu pelayanan terutama di Rumah Sakit kelas C dan D. Untuk itu, selama tahun 1992/93 telah ditempatkan 275 orang dokter ahli dari empat keahlian pokok yaitu ahli bedah, ahli anak, ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan-kandungan di berbagai Rumah Sakit kelas C dan D. Pada tahun yang sama telah dilaksanakan pula pengadaan peralatan bagi dokter ahli terutama di Rumah Sakit yang sudah dilayani tenaga dokter ahli tapi belum memiliki peralatan untuk itu. Dalam tahun 1992/93 juga telah dilaksanakan pengadaan alat bagi empat keahlian dasar (ahli penyakit dalam, ahli bedah, ahli kebidanan dan kandungan, ahli anak) sebanyak 140 paket; kemudian untuk tiga keahlian penunjang (ahli anestesi, ahli radiologi, ahli laboratorium) sebanyak 124 paket dan peralatan untuk dokter spesialis lainnya sebanyak 267 paket. Jika dibandingkan dengan tahun 1991/92, pengadaan peralatan tahun 1992/93 naik dua kali lipat.

Seperti halnya tahun 1991/92, maka pada tahun 1992/93 bantuan peralatan dan obat-obatan selain diberikan kepada RSU Pemerintah kelas C dan D, juga diberikan terhadap Rumah Sakit Swasta. Untuk tahun 1992/93 bantuan tersebut diberikan kepada 221 RSU Pemerintah dan 12 Rumah Sakit Swasta.

Untuk meningkatkan kemampuan pelayanan di Rumah Sakit pada tahun 1992/93 telah diberikan tambahan 837 unit peralatan medik dan 1.383 unit peralatan non medik.

Dalam tahun 1992/93 dilanjutkan pembangunan RSUP Ujung Pandang, Purwokerto, Banjarmasin, dan Mataram. Sementara itu sedang dipersiapkan pembangunan baru Rumah Sakit Balikpapan,

XVIII/15

TABEL XVIII 2

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS) DAN TEMPAT TIDUR (T1),

1988/89 - 1992/93

1) Angka kumulatif sejak sebelum Repelita I

XVIII/16dan rehabilitasi fisik, prasarana dan sarana di 92 Rumah Sakit tersebar di 27 propinsi.

c. Program Pemberantasan Penyakit Menular

Program ini bertujuan untuk meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit terutama terhadap penyakit yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) angka kesakitan dan atau angka kematian yang tinggi; (2) dapat menimbulkan wabah; (3) menyerang bayi, anak dan penduduk golongan usia produktif.

Program ini dilaksanakan secara terpadu melalui pelayanan kesehatan di Puskesmas dan rujukan kesehatan, bekerja sama dengan sektor terkait dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

(1) Penyakit Malaria

Pemberantasan penyakit malaria diprioritaskan pada daerah-daerah yang rawan terhadap penyakit ini, yaitu di daerah-daerah tansmigrasi, pemukiman baru di luar Pulau Jawa-Bali, dan daerah perbatasan. Kegiatan pemberantasan penyakit malaria terdiri dari pengumpulan dan pemeriksaan sediaan darah untuk menemukan penderita, pengobatan penderita dan penyemprotan rumah. Penyemprotan rumah dengan DDT di daerah rawan malaria di Jawa-Bali diganti dengan insektisida alternatif yang mudah terurai yaitu Fenetrothion, Karbamat dan L-sihalothrin.

Dalam tahun 1992/93 telah dilaksanakan pengumpulan dan pemeriksaan sediaan darah tersangka penderita sebanyak 5,2 juta sediaan, pengobatan terhadap tersangka malaria 4,6 juta orang, dan kegiatan penyemprotan yang mencakup sekitar 1,6 juta rumah (Tabel XVIII-3). Jumlah pengumpulan dan pemeriksaan sediaan darah pada tahun 1992/93 menurun jika dibandingkan dengan tahun 1991/92. Hal ini disebabkan karena pengumpulan dan pemeriksaan sediaan darah untuk mencari penderita secara aktif (Active Case Finding) mulai dikurangi dan peranan Puskesmas dalam menemukan penderita secara pasif ditingkatkan.

XVIII/17

TABEL XVIII 3

PERKEMBANGAN USAHA PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR,

1988/89 - 1992/93

(ribuan)

1) Angka kumulatif sejak sebelum Repelita I

XVIII/18

Dengan semakin intensifnya kegiatan ini, maka terjadi penurunan angka kesakitan malaria yang diukur dengan API (Annual Parasite Index). Pada tahun 1992/93 API di Jawa dan Bali tercatat 0,13 per 1000 penduduk, yang lebih rendah dari API tahun 1991/92 sebesar 0,14 per 1000 penduduk. Artinya di Jawa-Bali terjadi penurunan angka kesakitan karena malaria. Tetapi sebaliknya di luar Jawa-Bali pada periode tahun yang sama API meningkat dari 3,2 per 1000 penduduk menjadi 6,8 per 1000 penduduk. Peningkatan terutama terjadi di daerah-daerah transmigrasi yang baru dibuka.

(2) Penyakit Diare dan atau Kholera

Penyebab berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat yang kurang mendukung hidup sehat. Sampai tahun 1992/93 prinsip utama dalam pemberantasan penyakit ini diarahkan untuk mencegah kematian penderita dengan cara menggiatkan pencarian dan pengobatan penderita diare atau kholera sedini mungkin. Pada tahun 1992/93 upaya pencarian dan pengobatan penderita menemukan 41.000 orang tersangka kholera dan 6,2 juta orang penderita diare (Tabel XVIII-3).

Upaya pemberantasan penyakit diare dan atau kholera secara intensif ditunjang dengan pemanfaatan berbagai hasil kemampuan teknologi dan penggunaan oralit yang semakin meluas oleh masyarakat. Hasil kegiatan Puskesmas panduan menunjukkan angka penggunaan oralit pada golongan umur balita adalah 71%, sedangkan untuk seluruh golongan umur sebanyak 70%. Penggunaan infus di Puskesmas untuk penderita diare untuk semua umur hanya 1%. Penggunaan infus yang rendah ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat untuk pencegahan diare antara lain dengan penggunaan oralit semakin baik. Proporsi penggunaan antibiotika masih tinggi yaitu 68% pada penderita diare balita dan 71% untuk semua umur. Penggunaan antibiotik ini seharusnya tidak terlalu tinggi dan penggunaannya harus selektif. Program Pengembangan Pemberantasan Penyakit Diare kecamatan (P4D), semakin luas

XVIII/19

XVIII/20

jangkauannya. Jika pada tahun 1991/92 jumlah Puskesmas yang tercakup dalam PAD sebanyak 5.100 Puskesmas maka pada tahun 1992/93 meningkat menjadi 5.400 Puskesmas.

Berkat peningkatan intensitas dan perluasan program diare maka angka kematian akibat diare dari tahun ke tahun terus ditekan. Apabila pada tahun 1991/92 angka kematian diare dan atau kholera tercatat 24 per 100.000 penduduk, maka pada tahun 1992/93 turun menjadi 11,1 per 100.000 penduduk.

(3) Penyakit Demam Berdarah (Arbovirosis)

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), pada mulanya dikenal sebagai penyakit di daerah perkotaan, tetapi dengan adanya kemajuan transportasi dan mobilitas penduduk penyakit ini telah menyebar ke daerah pedesaan. Sampai saat ini penyakit DBD merupakan penyakit yang endemis di 19 propinsi yang mencakup 122 Daerah Tingkat 11. Peningkatan jumlah penderita yang mencolok secara epidemiologis ditingkat nasional terjadi setiap 5 tahunan (1968, 1973, 1983 dan 1988). Pada tahun 1992/93 angka kejadian penyakit ini tercatat 2,45 per 100.000 penduduk atau terjadi penurunan sebesar tiga kali lipat dari angka penyakit tahun 1991/92. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai hal antara lain pelaporan petugas makin baik, kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan penyakit semakin baik, dilaksanakan pemantauan tempat perindukan jentik nyamuk secara berkala dan dilakukannya tindakan pencegahan secara dini.

Pemberantasan dan pencegahan penyakit ini terutama dilakukan dengan cara abatisasi massal. Selain itu dilakukan penyemprotan rumah untuk membasmi nyamuk pembawa DBD. Pada tahun 1992/93 dilakukan kegiatan abatisasi massal yang mencakup sekitar 2,3 juta rumah, atau meningkat sekitar 53% dari kegiatan tahun 1991/92. Selain dengan metoda abatisasi massal, kegiatan pemberantasan nyamuk dilakukan pula dengan metode biologis di tempat-tempat pembiakan nyamuk. Dalam metode biologis

XVIII/21

dilaksanakan pengendalian lingkungan yang bertujuan mengurangi atau menghilangkan vektor antara lain dengan penebaran ikan kepala timah dan penyaluran air tergenang yang menjadi tempat perindukan vektor. Metode ini lebih baik karena mengurangi pencemaran lingkungan, lebih murah dan lebih efektif.

Selain dengan abatisasi dan penyemprotan, untuk memberantas nyamuk pembawa DBD dilakukan juga pengasapan (fogging) di rumah-rumah yang tersangka menjadi sarang nyamuk pembawa DBD. Kegiatan pengasapan (fogging) rumah pada tahun 1992/93 mencakup 3,4 juta rumah atau meningkat 48% dari tahun 1991/92.

Meskipun sudah ada berbagai upaya pemberantasan dan pencegahan, tetapi angka kematian penyakit ini belum berhasil diturunkan. Jika pada tahun 1991/92 angka kematiannya sekitar 2,7% maka pada tahun 1992/93 hanya berubah sedikit menjadi sekitar 2,9 %.

(4) Penyakit Tuberculosa Paru

Sampai saat ini, penyakit Tuberculosa paru merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena prevalensinya masih cukup tinggi dan terutama menyerang masyarakat berpenghasilan rendah terutama di daerah pedesaan. Kegiatan pemberantasan penyakit ini berupa penemuan penderita, pemeriksaan bakteriologis dan pengobatan penderita. Sejak Repelita V perhatian terhadap pencegahan dan pemberantasan penyakit ini terus meningkat, sejalan dengan peningkatan anggaran. Upaya itu didukung pula oleh keberadaan organisasi Perkumpulan Pemberantasan Tuberculosa Indonesia (PPTI) dan dikembangkannya pendekatan program Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Pada tahun 1992/93 telah disediakan 100.455 paket obat bagi 3.200 Puskesmas yang melaksanakan program PKMD. Sedangkan pemeriksaan bakteriolo-gis mencakup 792 ribu orang., atau meningkat lebih dua kali lipat dari cakupan tahun 1991/92.

XVIII/22

Untuk meningkatkan kualitas kegiatan pemberantasan penyakit ini telah dilaksanakan pelatihan khusus tentang deteksi Penyakit Tuberculosa paru tahun 1992/93 pada 605 orang paramedis, baik ditingkat kabupaten maupun kecamatan.

(5) Penyakit Kaki Gajah dan Demam Keong

Penyakit kaki gajah, yang masih diderita oleh sebagian penduduk pedesaan di wilayah-wilayah tertentu, dapat mengakibatkan turunnya produktivitas kerja. Atas dasar suatu survai yang diadakan pada tahun 1991/92 di daerah endemis diketahui bahwa angka kesakitan penyakit kaki gajah (Filariasis) adalah sekitar 43 per 1.000 penduduk. Sebagai tindak lanjut dari survai tersebut pada tahun 1992/93 dilakukan pengobatan massal terhadap 131 ribu orang, dari 964 desa yang endemis penyakit filariasis di 21 propinsi.

Pemberantasan penyakit demam keong (Schistosomiasis) terutama dilaksanakan di daerah-daerah endemis yaitu di Propinsi Sulawesi Tengah di sekitar Lembah Lindu, Kabupaten Donggala dan Lembah Napu, Kabupaten Poso. Berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan faktor lingkungan sebagai habitat vektor penyakit demam keong. Kegiatan penanggulangan penyakit ini antara lain berupa pemeriksaan tinja dan pengobatan penderita, di samping pengelolaan lingkungan berupa mengubah lingkungan setempat menjadi daerah irigasi pertanian sehingga tidak menguntungkan lagi bagi tempat hidup binatang/vektor penyakit ini. Pengobatan massal terhadap penduduk dilaksanakan dengan menggunakan obat praziquantel secara rutin setiap 6 bulan. Kegiatan ini diikuti dengan pengamatan penyakit, dan pemberantasan fokus keong penular.

Dengan cara ini angka kesakitan penyakit ini cenderung menurun. Jika pada tahun 1991/92 angka kesakitan penyakit schistosomiasis di daerah endemis berkisar 21 per 1.000 penduduk maka pada tahun 1992/93 berubah menjadi 15 per 1.000 penduduk.

XVIII/23

(6) Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu program prioritas dalam rangka mempercepat penurunan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak balita. Cakupan imunisasi, sesuai harapan KTT Anak Sedunia (World Summit for Children) pada tahun 2000 adalah 80 - 80 - 80. Artinya sasaran cakupan imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio, Campak) pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten masing-masing minimal harus mencakup 80% bayi. Sasaran yang ditetapkan oleh KTT Anak Sedunia tersebut dikenal dengan sasaran UCI (Universal Child Immunization).

Jumlah bayi yang dicakup dalam kegiatan imunisasi pada tahun 1992/93 meningkat dari cakupan tahun 1991/92 (Tabel XVIII - 3). Jika pada tahun 1991/92 cakupan imunisasi dasar adalah 88,6% maka pada tahun 1992/93 cakupan ditingkat nasional telah mencapai 89,9% yang berarti telah melewati UCI yang artinya minimal 80% dari seluruh bayi sudah dicakup oleh imunisasi dasar.

Di tingkat propinsi dan kabupaten angka cakupan imunisasi masih bervariasi. Dari 27 Propinsi yang telah mencapai UCI adalah sebanyak 25 propinsi, dengan variasi cakupan antara 81-100%. Dua propinsi yang belum mencapai UCI adalah Propinsi Irian Jaya dan propinsi Maluku, berturut-turut baru mencapai 75% dan 79% pada tahun 1992/93. Belum tercapainya UCI dikedua propinsi tersebut terutama disebabkan karena hambatan geografis dan kesulitan operasional kegiatan.

Cakupan imunisasi anti tetanus (TT) bagi ibu hamil secara nasional juga meningkat. Bila tahun 1991/92 cakupannya baru sebesar 59,9% maka pada tahun 1992/93 sudah meningkat menjadi 63,9 % .

Untuk mendukung upaya imunisasi maka pengadaan sarana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program ini terus ditingkatkan,

XVIII/24

antara lain berupa pengadaan vaksin, alat sterilisator, cold chain, pelatihan petugas, dan sarana pendukung operasional.

(7) Penyakit Kusta

Penanggulangan penyakit kusta terutama diprioritaskan bagi daerah-daerah yang prevalensinya cukup tinggi yaitu Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Sulawesi Tenggara, Irian Jaya, Nusa Tenggara timur dan Sulawesi Selatan. Kegiatan penanggulangannya berupa pencarian penderita, pemantauan kasus dan pengobatan penderita. Pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan pemantauan kasus di 8.711 desa, pemeriksaan kontak terhadap 436 ribu orang, pemeriksaan terhadap 3,1 juta anak sekolah dasar, dan pengobatan teratur terhadap 33.831 orang.

(8) Penyakit Frambusia

Pemberantasan penyakit Frambusia terutama dilakukan di daerah endemis yaitu di Propinsi Jawa Timur, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur. Pada tahun 1992/93 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 21,9 ribu orang, dan pengobatan terhadap 247 ribu orang. Dibandingkan dengan kegiatan tahun 1991/92, maka jumlah penderita yang diperiksa 44,7 ribu dan yang diobati sebanyak 248 ribu. Dengan demikian jumlah penderita semakin menurun.

(9) Karantina dan Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengamatan penyakit di pelabuhan-pelabuhan dengan prioritas pelabuhan yang jumlah keluar-masuknya wisatawan asing cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh WHO dalam International Health Regulation, yang mengatur tentang pemantauan dan pengamatan terhadap penyakit menular tertentu di pelabuhan-pelabuhan. Kegiatan utama berupa pelatihan petugas dan pengadaan peralatan penunjang. Upaya tersebut selanjutnya

XVIII/25

ditingkatkan dengan kegiatan pemberantasan terhadap vektor nyamuk. Pada tahun 1992/93, telah dilakukan pemberantasan vektor nyamuk di lingkungan 10 KKP, yang meliputi seluas kurang lebih 7.155 ha. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan KKP dalam tahun 1992/93 dilanjutkan kegiatan rehabilitasi dan pembangunan KKP seluas 1.820 m2 dan pengadaan peralatan serta pengadaan mobil ambulans sebanyak 21 unit untuk 10 daerah.KKP.

d. Program Perbaikan Gizi

Salah satu indikator untuk mengukur keadaan kesehatan masyarakat dan kualitas hidup bangsa adalah status gizi. Makin baik status gizi masyarakat makin tinggi pula keadaan kesehatan dan mutu hidup masyarakat. Keberhasilan program gizi akan mempunyai dampak terhadap penurunan angka kematian bayi, anak balita dan kematian ibu melahirkan serta akan meningkatkan produktivitas nasional.

Program perbaikan gizi sektor kesehatan pada tahun 1992/93 merupakan kelanjutan dari program gizi tahun-tahun sebelumnya. Kegiatannya berupa: Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), penanggulangan kekurangan Vitamin A, penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), penanggulangan anemia gizi besi dan Pengembangan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) merupakan salah satu kegiatan utama program gizi, yang dilaksanakan secara lintas sektor, didukung oleh partisipasi masyarakat. Komponen kegiatannya berupa penyuluhan gizi masyarakat, pelayanan gizi di Posyandu dan pemanfaatan pekarangan. Kegiatan UPGK pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan di 27 propinsi, mencakup 60.841 desa binaan dan 744 desa baru. Dengan demikian jumlah seluruh desa yang melaksanakan UPGK dalam tahun 1992/93 telah tercatat sebanyak 61.766 desa.

XVIII/26

Sebagai bagian dari program penanggulangan kemiskinan, UPGK juga mendukung dengan kegiatan pemanfaatan pekarangan bagi keluarga-keluarga petani yang tidak mampu. Kegiatan ini dilaksanakan oleh sektor pertanian yang pada tahun 1992/93 dilaksanakan di 125 kecamatan dan 23 propinsi. Tujuan kegiatan ini terutama untuk meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan sekaligus menambah pendapatan petani. Di samping itu pada tahun 1992/93 dilanjutkan pelaksanaan percobaan pemberian makanan tambahan yang telah dimulai sejak tahun 1991/92 untuk murid-murid SD di daerah miskin dan terpencil, yang meliputi 19.420 orang murid dan 124 buah SD di 28 kabupaten, meliputi 7 propinsi yaitu Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya, Maluku, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Timor Timur. Hasil evaluasi sementara menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan dapat mengurangi murid yang absen dan perhatian murid terhadap pelajaran lebih baik. Kegiatan ini dilaksanakan bersama dengan PKK dan dengan orang tua murid.

Salah satu kegiatan UPGK yang juga terus ditingkatkan adalah pelayanan gizi di Posyandu, berupa penimbangan bulanan anak balita, penyuluhan gizi perorangan dan kelompok, dan pemberian paket pertolongan gizi. Pada tahun 1992/93 jumlah Posyandu yang melaksanakan kegiatan UPGK tercatat kurang lebih 241.236 buah Posyandu atau bertambah dengan lebih 3.158 buah dari jumlah pada tahuti 1991/92. Dalam rangka penanggulangan kekurangan Vitamin A, pada tahun 1991/92 telah didistribusikan Vitamin A dosis tinggi terhadap 7,6 juta anak.balita melalui Posyandu dan sarana pelayanan kesehatan lainnya.

Penelitian kekurangan Vitamin A yang dilaksanakan pada tahun 1992, menunjukkan bahwa prevalensi kekurangan Vitamin A yang ditandai dengan bercak bitot (XIB) telah menunjukkan angka 0,35%. Dengan menggunakan kriteria WHO dengan angka prevalensi tersebut, maka masalah kebutaan akibat kekurangan Vitamin A bukan lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Walaupun demikian penelitian itu juga menunjukkan bahwa kadar

XVIII/27

Vitamin A dalam serum darah anak balita masih rendah. Keadaan ini berpengaruh terhadap daya tahan tubuh anak sehingga lebih mudah dijangkiti penyakit infeksi. Oleh karena itu penanggulangan kekurangan Vitamin A terus dilanjutkan dan ditingkatkan terutama bukan untuk menanggulangi kebutaan, tetapi lebih banyak untuk mendukung upaya menurunkan kematian bayi dan balita.

Masalah kekurangan zat besi itu atau anemia gizi masih merupakan masalah gizi yang memerlukan perhatian lebih besar terutama pada ibu hamil. Menurut hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga dan SUSENAS tahun 1992, prevalensi anemia gizi masih tinggi yaitu 55,1% pada ibu hamil dan 46,5% pada balita. Karena anemia gizi dapat membawa risiko kematian pada ibu yang melahirkan serta mengganggu pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak balita, maka penanggulangan anemia terus ditingkatkan. Kegiatan utama penanggulangan anemia gizi adalah pemberian tablet besi pada ibu hamil dan penyuluhan gizi tentang pentingnya makanan yang bergizi seimbang. Sedangkan bagi bayi sumber zat besi utama adalah Air Susu Ibu (ASI).

Pada tahun 1992/93 tablet besi yang dibagikan kepada ibu hamil melalui Puskesmas dan Posyandu jumlahnya sangat menurun yaitu hanya mencakup 1,4 juta ibu hamil atau hanya separuh dari cakupan tahun 1991/92. Keadaan ini tentu mengecewakan dan dapat merugikan kesehatan ibu hamil. Menurunnya distribusi tablet besi tersebut terutama karena banyak ibu hamil yang menolak minum tablet besi karena adanya efek samping berupa rasa mual, rasa tidak enak dan sebagainya. Di samping itu dirasakan masih belum memadainya kegiatan penyuluhan, pengawasan distribusi dan monitoring dari program ini.

Sampai dengan tahun 1991/92 penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) antara lain dilakukan dengan iodisasi garam dan penyuntikan iodium dalam minyak (lipiodol) serta distribusi kapsul iodium di daerah endemik gondok. Mulai tahun 1992/93 penyuntikan lipiodol secara keseluruhan diganti dengan

XVIII/28

pemberian kapsul iodium. Penggantian tersebut dilakukan oleh karena pemberian suntikan lipiodol kurang efektif mencapai sasaran karena berbagai alasan tehnis dan logistik. Sedang pemberian kapsul secara operasional lebih murah dan lebih aman jika dibandingkan dengan penyuntikan lipiodol. Untuk tahun 1992/93 pemberian kapsul iodium telah mencakup 7,6 juta penduduk di daerah endemik atau meningkat 3 kali lebih banyak dari penyuntikan lipiodol tahun 1991/92.

Pelaksanaan kegiatan iodisasi garam dilanjutkan dengan lebih ditekankan pada aspek penyuluhan agar masyarakat secara sadar dapat mengkonsumsi garam beriodium untuk mencegah penyakit gondok. Kegiatan iodisasi garam selain dilaksanakan oleh pemerintah juga oleh perusahaan-perusahaan swasta.

Sementara ini dalam tahun 1992/93 juga dilanjutkan uji coba iodisasi air dibeberapa propinsi yaitu di Sumatera Barat, Jambi, Bali dan Sulawesi Tengah. Kegiatan ini diharapkan memberikan alternatif lain yang lebih efektif dan murah untuk menanggulangi GAKI.

Kegiatan lain dari program perbaikan gizi adalah Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Seperti halnya pada tahun 1991/92, kegiatan SKPG ditekankan pada Pemantauan Status Gizi (PSG) anak balita. PSG dalam tahun 1992/93 dilakukan di 7.835 Posyandu dari 977 kecamatan, 77 kabupaten dan 6 propinsi (Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan.Bali). Sedang untuk kegiatan pemantauan perubahan pola konsumsi pangan di desa-desa rawan pangan, pada tahun 1992/93 dilanjutkan kegiatan pelatihan petugas SKPG di 2.077 desa dari 112 kabupaten dan 16 propinsi terutama propinsi-propinsi di Jawa (kecuali DKI dan DIY), Bali dan Nusa Tenggara Timur.

XVIII/29

e. Program Penyediaan Air Bersih

Program ini terutama diarahkan untuk mencukupi kebutuhan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat bagi seluruh masyarakat terutama bagi penduduk di daerah pedesaan dan daerah perkotaan yang kurang mampu. Kegiatan pokok dari program ini meliputi: peningkatan peran serta masyarakat, penyuluhan kesehatan dan peningkatan kualitas air, pengembangan institusi pengelola air, pembangunan sarana penyediaan air bersih dan pengawasan kualitas air.

Pada tahun 1992/93 kegiatan pengawasan kualitas air meliputi monitoring kualitas air sebanyak 9.700 sampel, survai kualitas air bersih sebanyak 100 sampel dan pengawasan kualitas air pada badan-badan air sebanyak 300 sampel. Kegiatan ini didukung dengan pengadaan paket alat laboratorium untuk pemeriksaan kualitas bakteriologis air. Pada tahun 1992/93 telah dialokasikan sebanyak 221 paket peralatan yang tersebar di 27 propinsi meliputi 214 Dati II. Untuk daerah terpencil telah disediakan paket alat laboratorium untuk tingkat Puskesmas (water test kit) sebanyak 79 buah.

Hasil pengumpulan data dalam rangka penyusunan profil penyediaan air di 20 desa menunjukkan bahwa 30% sarana air bersih menghasilkan air yang secara fisik tidak nememthi syarat kesehatan.

Agar penduduk terhindar dari bahaya air bersih yang membahayakan kesehatan tidak ada jalan lain kecuali membangun sarana air bersih sebanyak mungkin dan meningkatkan kegiatan penyuluhan. Selain itu harus pula diperhatikan agar air bersih tersebut harganya terjangkau oleh daya beli rakyat dan oleh rakyat di daerah terpencil. Pada tahun 1992/93 telah dibangun berbagai sarana penyediaan air bersih yang terdiri dari penampungan air bersih dengan sistem perpipaan (PP) 45 buah, penampungan air hujan (PAH) 429 bak, perlindungan mata air 11.5 buah, sumur pompa tangan dangkal (SPTDK) 1.117 buah, sumur Pompa Tangan Dalam (SPTDL) 225 buah, sumur gali 2.087 buah dan Hidran Umum 4.702 buah (Tabel XVIII-4).

XVIII/30

TABEL XVIII 4

JUMLAH SARANA PENYEDIAAN AIR BERSIH DAN

SARANA PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN,

1988/89 1992/93

1) Angka diperbaiki

XVIII/31

Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam program ini telah diutamakan penyuluhan penyehatan air, peningkatan kegiatan kelompok pemakai air, dan pembentukan desa percontohan kesehatan lingkungan. Sampai saat ini kegiatannya telah mencakup sekitar 100 kabupaten, 195 kecamatan dan 200 desa.

f. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman

Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman bertujuan untuk mewujudkan lingkungan pemukiman yang sehat, terutama bagi kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit dan gangguan akibat lingkungan yang kurang sehat. Kegiatannya berupa pembangunan sarana kesehatan perumahan dan lingkungan, penyehatan perumahan dan lingkungan, penyehatan daerah industri dan wisata, penyehatan makanan serta pengawasan dan pengendalian pestisida.

Pada tahun 1992/93 kegiatan tersebut dilaksanakan di 500 lokasi yang berarti meningkat kurang lebih lima kali lipat dari kegiatan tahun 1991/92. Selain itu selama tahun 1992/93 telah dilaksanakan pula penyehatan perumahan dan lingkungan di 200 lokasi, penyehatan makanan di 1.500 tempat pengelolaan makanan, dan pengawasan dan pengendalian pestisida disekitar 200 lokasi. Dalam tahun yang sama telah pula dibangun jamban keluarga sebanyak 24.137 buah dan sarana pembuangan air limbah sebanyak 634 buah.

Di samping kegiatan pengawasan kualitas lingkungan, upaya lain yang dilakukan adalah melaksanakan program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) yang dilaksanakan secara lintas sektor. Pada tahun 1992/93 telah dikembangkan upaya penyehatan rumah di 6.458 desa dengan pemugaran 65.836 rumah.

XVIII/32

g. Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Program ini diarahkan untuk merubah perilaku individu, keluarga maupun masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Kegiatan program ini meliputi penyebarluasan informasi kesehatan, pengembangan keterampilan penyuluhan, pelayanan penyuluhan pada berbagai program kesehatan, dan pengembangan kelompok potensial serta pengembangan metodologi penyuluhan.

Selama tahun 1992/93 telah dilaksanakan penyebarluasan informasi kesehatan antara lain melalui radio sebanyak 102 ribu kali, siaran televisi 620 kali, pengadaan berbagai media penyuluhan sebanyak 2,2 juta lembar dan pembuatan film 3 judul. Dibandingkan dengan tahun 1991/92, pengadaan media penyuluhan meningkat hampir dua kali lipat.

Pada tahun 1992/93 pelayanan penyuluhan seperti halnya tahun 1991/92 lebih banyak ditekankan pada penyuluhan pemanfaatan obat generik melalui berbagai cara antara lain dengan memproduksi dan menyebarkan poster, leaflet dan stiker tentang anjuran pemakaian obat generik.

Kegiatan penyuluhan kesehatan juga memberi perhatian pada penyuluhan berbagai kelompok masyarakat seperti organisasi wanita, pemuda dan keagamaan. Pada tahun 1992/93 kepada berbagai kelompok masyarakat ini telah dilakukan penyuluhan kurang lebih 12.000 kali atau meningkat lebih dari 50% dari kegiatan penyuluhan tahun 1991/92.

Di samping penyuluhan di masyarakat, juga dilakukan penyuluhan kesehatan di rumah-rumah sakit, baik bagi keluarga penderita maupun pada penderitanya sendiri terutama yang berobat jalan. Pada tahun 1992/93 kegiatan ini telah dilaksanakan di 338 Rumah Sakit berbagai kelas.

XVIII/33

Untuk mendukung kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat telah dikembangkan metodologi penyuluhan dalam kampanye KB-Kesehatan di 27 propinsi dan kampanye upaya rehidrasi oral di 4 propinsi. Pengembangan keterampilan penyuluhan bagi petugas kesehatan di Dati I, Dati II dan Puskesmas dilaksanakan melalui pelatihan petugas yang pada tahun 1992/93 berjumlah 604 orang.

h.Program Pengendalian, Pengadaan dan Pengawasan Obat, Makanan dan sebagainya

Upaya pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan antara lain dilaksanakan melalui program pengendalian, pengadaan dan pengawasan obat, makanan, minuman dan perbekalan kesehatan. Beberapa kegiatan penting dari program ini selama tahun 1992/93 adalah sebagai berikut:

(1) Kampanye pemanfaatan Obat Generik Berlogo (OGB) yang telah dimulai sejak tahun 1989 terus ditingkatkan. Pada tahun 1992 nilai peredaran obat generik berlogo meningkat menjadi Rp 60,6 miliar, atau meningkat hampir satu setengah kali lipat dari nilai peredaran tahun 1991/92. Bila pada tahurr awal dilaksanakan program OGB jumlah OGB baru berjumlah 109 jenis, maka pada tahun 1992 meningkat menjadi 194 jenis. Jumlah Apotek yang menyediakan OGB pada tahun 1992 meningkat menjadi 408 Apotek yang tersebar di seluruh Dati II.

(2) Kegiatan penilaian dan pengujian keamanan, mutu dan khasiat obat, makanan dan perbekalan farmasi sebelum beredar di masyarakat terus ditingkatkan. Dalam tahun 1992/93 kegiatan penilaian dan pengujian telah mencapai 1.600 obat, 3.000 makanan dan minuman, 1.250 obat tradisional dan 2.700 kosmetika dan alat kesehatan.

(3) Kemampuan laboratorium pengujian makin dikembangkan. Di semua Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di 27

XVIII/34

Propinsi dan pada pusat pemeriksaan obat dan makanan di Jakarta telah dikembangkan suatu jaringan laboratorium pengujian obat dan makanan nasional. Dalam rangka ini kemampuan laboratorium ditingkatkan antara lain dengan melengkapi peralatan, pelatihan petugas serta pengembangan metoda analisis yang lebih akurat. Selain itu juga dilatih petugas laboratorium sebanyak 34 orang.

Selanjutnya, pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan operasi pemeriksaan sarana produksi. dan distribusi sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan terhadap 9.465 unit. Selain itu telah pula dilaksanakan penyidikan terhadap peredaran produk gelap, palsu dan substandard serta pelanggaran lainnya. Jumlah kasus yang ditangani pada tahun ini sebanyak 125 kasus di bidang obat, dan 28 kasus di bidang makanan. Untuk memperkuat aparat penyidikan telah dilakukan pendidikan PPNS sebanyak 30 orang bekerja sama dengan POLRI.

Dalam rangka pengawasan mutu sediaan farmasi, makanan dan alat kesehatan telah diambil contoh di lapangan dan kemudian dilakukan analisis laboratorium terhadap 42.480 sampel yang diuji di 27 propinsi.

Pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan pembangunan gudang farmasi Dati IT sebanyak 34 unit di 9 propinsi, sehingga jumlah gudang seluruhnya pada tahun 1992/93 menjadi 294 unit. Dengan jumlah gudang obat tersebut, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat ke Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi makin lancar dan tertib serta lebih tepat waktu. Untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan obat khususnya di bidang perencanaan obat telah dilaksanakan pelatihan terhadap 374 orang petugas pengelola obat Dati II di 13 propinsi dan bimbingan teknis terhadap petugas pengelola obat di Puskesmas pada 294 Dati II.

XVIII/35

Dalam rangka penerapan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), telah dilakukan bimbingan dan pembinaan secara intensif terhadap industri farmasi. Sampai dengan bulan Januari 1993 telah dikeluarkan 480 sertifikat CPOB dan telah disetujui 128 Rencana Induk Perbaikan (RIP) pabrik farmasi. Penerapan CPOB berdampak langsung terhadap peningkatan potensi ekonomi dari industri farmasi di Indonesia.

Pada tahun 1992/93 dilanjutkan juga kegiatan pembinaan dan pengembangan obat tradisional. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu, kemanfaatan dan keamanan obat tradisional, dengan cara penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Sampai dengan akhir 1992 jumlah produsen obat tradisional telah terdaftar sebanyak 456 perusahaan, dimana 452 perusahaan merupakan industri kecil yang telah diizinkan oleh Kanwil Depkes.

i.. Program Pendidikan, Latihan dan Pendayagunaan

Dalam Repelita V, program ini diarahkan untuk meningkatkan mutu lulusan dan pemerataan hasil lulusan. Untuk mempercepat penambahan jumlah tenaga kesehatan sesuai kebutuhan program maka selama tahun 1992/93 telah dibangun tambahan institusi pendidikan paramedis perawatan sebanyak 19 buah dan institusi pendidikan paramedis non perawatan sebanyak 12 institusi. Dengan demikian jumlah institusi pendidikan tenaga kesehatan meningkat menjadi 474 buah yang terdiri dari institusi paramedis perawatan 300 buah dan non perawatan 174 buah. Dengan bertambahnya jumlah sarana pendidikan kesehatan, maka jumlah peserta didik yang dapat tertampung juga meningkat. Jika pada tahun 1991/92 jumlah peserta didik 71.485 orang, maka pada tahun 1992/93 meningkat menjadi 87.320 orang atau meningkat 22%. Penambahan peserta didik terutama untuk pendidikan SPK dan bidan yang merupakan prioritas untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di pedesaan.

Jumlah lulusan tenaga kesehatan pada tahun 1992/93 seluruhnya 29.298 orang, terdiri dari 21.718 orang tenaga

XVIII/36

paramedis perawatan dan 7.580 paramedis non perawatan. Dibandingkan dengan tahun 1991/92 jumlah lulusan ini meningkat dari 19.862 orang menjadi 29.298 orang atau naik sekitar 47%.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, selama tahun 1992/93 telah diangkat tenaga guru sebanyak 441 orang. Selain itu telah dilaksanakan pula program akta mengajar III dan IV bagi para pendidik yang telah diikuti oleh 376 guru dan pendalaman bidang studi yang diikuti oleh 1.111 orang.

Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap bagi tenaga kesehatan, telah dilaksanakan berbagai kegiatan pelatihan. Selama tahun 1992/93 telah dilaksanakan latihan prajabatan sebanyak 9.199 orang, latihan teknis fungsional 19.035 orang, latihan administrasi manajemen 3.615 orang dan latihan bagi pelatih/widyaiswara 1.750 orang. Untuk mendukung kegiatan pelatihan, telah dilaksanakan pembangunan dan rehabilitasi gedung Pusat Diklat Pegawai, Kursus Latihan Kesehatan Masyarakat (KLKM) dan Balai Latihan Kesehatan Masyarakat (BLKM). Jika pada tahun 1991/92 telah dibangun dan direhabilitasi 4 BLKM dan 9 KLKM maka pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan rehabilitasi gedung kantor Pusdiklat seluas 2.045 m2 lengkap dengan peralatannya, termasuk buku-buku untuk perpustakaan.

Selama tahun 1992/93 telah pula diangkat dan ditempatkan 16.050 orang tenaga kesehatan yang terdiri dari 2.604 dokter, 520 dokter gigi, 9.655 paramedik keperawatan, 1.904 paramedis non perawatan, dan 1.367 tenaga akademi bidang kesehatan (Tabel XVIII-5).

j.Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Kesehatan dan Pengawasan.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan manajemen aparatur kesehatan agar pembangunan kesehatan dapat terlaksana secara makin berhasil guna

TABEL XVIII 5

PERKEMBANGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN,

1988/89 1992/93

1) Angka diperbaiki

2) Mulai tahun 1976/77 Perawat dan Bidan ditingkatkan menjadi tenaga Perawat Kesehatan

XVIII/37XVIII/38

dan berdaya guna. Kegiatan program ini mencakup peningkatan fungsi perencanaan, administrasi keuangan, organisasi dan tata laksana, penyebarluasan informasi kesehatan, pengawasan dan pengendalian serta peningkatan prasarana fisik gedung kantor.

Di bidang perencanaan telah dirintis desentralisasi perencanaan dan pengelolaan program kesehatan ke Dati II. Selain itu Departemen Kesehatan telah menyusun profil kesehatan untuk tingkat Kabupaten, Propinsi dan tingkat Pusat setiap tahunnya.

Di bidang organisasi dan tata laksana telah dilaksanakan kegiatan analisis jabatan untuk perumusan jabatan fungsional maupun jabatan struktural dan penataan organisasi. Selain itu bekerja sama dengan MENPAN telah dilembagakan 22 unit KLKM/BLKM, Sekolah Pengatur Rawat Gigi 6 unit, Sekolah Menengah Analisis Kesehatan 11 unit, Sekolah Menengah Farmasi 6 unit dan Sekolah Perawat Kesehatan 15 unit.

Dalam tahun 1992/93 telah berhasil diundangkan UndangUndang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang merupakan pegangan bagi sistem pelayanan kesehatan di masa depan. Selain itu juga telah diterbitkan buku peraturan di bidang kesehatan sebanyak 2.500 buku, buku pedoman yang berkaitan dengan kesehatan sebanyak 30.000 eksemplar, pengadaan buku/majalah untuk perpustakaan bidang kesehatan sebanyak 622 judul.

Di bidang pengawasan telah dilaksanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan menjamin pencapaian tujuan program secara efektif dan efisien yaitu berupa kegiatan pemeriksaan terhadap 110 satuan kerja dan 274 proyek pembangunan.

Untuk meningkatkan penyediaan sarana kerja, telah direhabilitasi gedung kantor seluas 9.850 m2, perluasan kantor 1.374 m2 dan pembangunan 3 Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten.

XVIII/39

B. KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Pendahuluan

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial merupakan salah satu upaya menuju terciptanya keadilan sosial di kalangan masyarakat Indonesia. Sesuai dengan amanat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988, pembangunan bidang kesejahteraan sosial dalam Repelita V diarahkan untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesejahteraan sosial dalam rangka meningkatkan kesadaran, tanggung jawab serta kemampuan setiap warga negara untuk ikut serta dalam pembangunan. Peningkatan pelayanan tersebut bertujuan untuk membantu kelompok-kelompok masyarakat kurang mampu dan kurang beruntung agar dapat hidup layak, mandiri, produktif dan dapat ikut berperan serta dalam pembangunan.

Kegiatan-kegiatan pembangunan bidang kesejahteraan sosial diutamakan pada kegiatan yang bersifat perbaikan, peningkatan dan perluasan pelayanan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat, lanjut usia yang tidak mampu, anak terlantar, anak nakal dan korban narkotika, fakir miskin, gelandangan, pengemis, wanita tuna susila, dan korban bencana alam. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan bersama organisasi-organisasi sosial dan lembaga-lembaga masyarakat, termasuk lembaga-lembaga keagamaan yang melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

a. Program Pembinaan dan Pengembangan Kesejah-teraan Sosial

Tujuan utama program ini adalah membina dan mengembangkan swadaya masyarakat dengan menggerakkan segenap potensi dan sumber daya yang dimiliki masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Dengan demikian diharapkan

XVIII/40

taraf kehidupan masyarakat meningkat, sehingga dapat dicegah atau diperkecil timbulnya kerawanan sosial di dalam masyarakat. Dalam melaksanakan program ini Pemerintah dibantu oleh para Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), yaitu para pekerja sosial yang berasal dari masyarakat yang dibina oleh Departemen Sosial melalui bimbingan dan pelatihan, dan pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna serta organisasi-organisasi masyarakat lainnya.

Dalam tahun 1992/93 berbagai kegiatan dan hasil-hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan program ini antara lain sebagai berikut:

(1)Penyuluhan Sosial dan Pembinaan Pekerja Sosial Masyarakat

Penyuluhan sosial merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan kondisi sosial masyarakat agar dapat lebih menerima dan mendukung nilai-nilai pembaharuan yang diamanatkan oleh pembangunan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Masyarakat (PSM) bekerja sama dengan tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal. Untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas kegiatan penyuluhan sosial, PSM terus dibina dan ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui berbagai pelatihan.

Dalam tahun 1992/93 telah dilatih dan dibina sebanyak 12.900 PSM. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah PSM yang dilatih dan dibina pada tahun sebelumnya (Tabel XVIII-6).

Di samping pembinaan PSM, melalui kegiatan ini dilakukan pula penyuluhan keliling (PENYULING) dengan menggunakan Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK) yang pelaksanaannya melibatkan instansi terkait seperti Departemen Kesehatan, BKKBN, Departemen Pertanian, Departemen Koperasi, Departemen Tenaga Kerja dan Departemen Penerangan.

TABEL XVIII 6

PEMBINAAN PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (PSM)

MENURUT DAERAH TINGKAT I,

1988/89 1992/93

(orang)

XVIII/41

1) Angka terakhir tidak berubah dari angka Desember 1992 sampai 31 Maret 1993

XVIIII/42

Sejalan dengan kegiatan ini telah dilaksanakan pelatihan bagi pemuda potensial lulusan SMTA yang ditugaskan sebagai PSM Satuan Tugas Sosial (PSM SATGASOS). Mereka yang telah dibina dan dilatih ditempatkan di daerah terpencil dan perbatasan tempat kantong-kantong masyarakat terasing. Tujuan utama tenaga PSM SATGASOS adalah mendidik, membina dan memberikan dorongan pada masyarakat daerah terpencil dan terasing untuk dapat membangun sendiri keluarga dan masyarakatnya melalui kegiatan pertanian, peternakan, pertukangan dan lain sebagainya yang sesuai dengan lingkungannya.

Dalam tahun 1992/93 telah dilatih PSM SATGASOS sebanyak 600 orang dan telah ditempatkan di berbagai propinsi yang membutuhkannya yaitu Jambi, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sula-wesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, NTB, NTT, dan Timor Timur. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pelatihan PSM SATGASOS bertambah dengan 200 orang (33,3%). Dengan semakin bertambahnya tenaga SATGASOS maka jangkauan dan mutu pembinaan bagi masyarakat terasing menjadi makin besar dan baik.

(2) Pembinaan Swadaya Masyarakat Bidang Perumahan dan Lingkungan

Kegiatan ini terutama ditujukan kepada masyarakat pedesaan, agar mereka memiliki kesadaran akan pentingnya rumah dan Lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga secara gotong royong dan berantai mereka mau dan mampu memugar rumah dan memperbaiki lingkungannya yang kurang memenuhi syarat.

Kegiatan yang dilakukan meliputi pembinaan swadaya masyarakat melalui penyuluhan, pembuatan rumah-rumah contoh, rehabilitasi fisik rumah, perbaikan jalan lingkungan, pengadaan sarana Mandi Cuci Kakus (MCK), pengadaan air bersih dan pemberian stimulan usaha produksi bahan bangunan. Sejak

permulaan Repelita IV pembinaan swadaya masyarakat di bidang perumahan dan lingkungan dilaksanakan secara terpadu dan dikoordinasikan oleh Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat. Instansi-instansi yang terlibat dalam program Pemugaran Perumahan dan Lingkungan Desa Terpadu (P2LDT) adalah Departemen Sosial, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Kesehatan.

Dalam tahun 1992/93 telah berhasil diperbaiki dan dipugar sekitar 65.836 rumah di 6.458 desa yang tersebar di semua propinsi. Jika dibandingkan dengan tahun 1991/92 jumlah rumah yang diperbaiki dan dipugar pada tahun 1992/93 bertambah dengan 16.858 rumah atau sebesar 34,4% (Tabel XVIII-7). Hasil pelaksanaan tersebut termasuk usaha masyarakat sendiri melalui kegiatan perantaian dan/atau peniruan.Sejalan dengan kegiatan P2LDT, sejak tahun pertama Repe-lita V telah dirintis kegiatan perbaikan perumahan dan lingkungan kumuh di wilayah perkotaan yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dengan bantuan pemerintah. Kegiatan ini merupakan salah satu dari kegiatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN). Bila pada tahun-tahun sebelumnya kegiatan ini baru dilaksanakan di beberapa kota besar, pada tahun 1992/93 kegiatan ini diperluas dan telah dilaksanakan di seluruh ibu kota propinsi diperluas dan telah dilaksanakan di seluruh ibu kota propinsi.(3) Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing

Kegiatan ini terutama ditujukan untuk membantu "membuka jalan" masyarakat terasing kearah cara hidup bermasyarakat yang lebih maju seperti yang telah dinikmati oleh masyarakat di desa-desa sekitarnya.

Dalam Repelita V kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam penanganan pembinaan masyarakat terasing meliputi penyuluhan dan bimbingan sosial, perintisan perkampungan, dan penyediaan sarana sosial yang dilengkapi dengan penyediaan lahan, rumah, jaminan

XVIII/43

XVIII/44

TABEL XVIII - 7

PELAKSANAAN PEMBINAAN SWADAYA MASYARAKATBIDANG PERUMAHAN DAN LINGKUNGANMENURUT DAERAH TINGKAT I,1988/89 - 1992/93(rumah)

1) Jumlah selama 4 th Repelita V = 201.178 rumah dan 17.762 desa.

2) Angka diperbaiki

XVIII/45

hidup, pemberian bimbingan keterampilan praktis, bibit pertanian dan peternakan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengikutsertakan instansi terkait seperti Departemen Agama, Kesehatan, Pendidikan dan Kebudayaan dan Pertanian, Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional dan lembaga sosial masyarakat termasuk lembaga keagamaan.

Dalam tahun 1992/93 masyarakat terasing yang telah berhasil dibina adalah sejumlah 4.970 KK yang berarti meningkat sebanyak kurang lebih 1.000 KK (24,7%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan demikian selama 4 tahun Repelita V masyarakat terasing yang telah dibina adalah sejumlah sekitar 14 ribu KK (Tabel XVIII-8).

Keberhasilan pembinaan masyarakat terasing dapat dilihat pada beberapa lokasi penanganan seperti di Pulau Bertam di Propinsi Riau dengan pembudidayaan rumput laut; pemukiman masyarakat terasing di kepulauan Mentawai Sumatera Barat yang anak-anaknya telah bersekolah sampai tingkat SLTP; pemukiman masyarakat terasing Rissau di Propinsi Kalimantan Barat dimana mereka telah ikut serta dalam program PIR-Perkebunan kelapa sawit; pemukiman Long Merah di Propinsi Kalimantan Timur merupakan desa budaya sebagai obyek tujuan wisata; pemukiman Sumarorong di Propinsi Sulawesi Selatan sebagai penghasil sayur mayur untuk masyarakat sekitarnya; pemukiman Tainsala di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebagai penghasil gula lontar dan kain tenun Timor; dan pemukiman Kemiri Sentani di Propinsi Irian Jaya yang merupakan lokasi Pondok Taruna menampung anak-anak masyarakat pedalaman yang bersekolah di SD sampai dengan Perguruan Tinggi.

(4)Pembinaan Nilai-nilai Kepahlawanan dan Keperintisan

Kegiatan ini bertujuan untuk pelestarian, pewarisan dan penyebarluasan nilai-nilai kepahlawanan dan keperintisan para pahlawan Pejuang dan Perintis Kemerdekaan agar selalu dihargai dan makin dihayati oleh masyarakat, khususnya generasi muda, dan

TABEL XVIII - 8

1)

PEMBINAAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERASING

MENURUT DAERAH TINGKAT I,1988/89 - 1992193

(kk)

1) Angka kumulatif

2) Angka terakhir tidak berubah dari Desember 1992 sampai 31 Maret 1993

XVIII/46generasi-generasi masa yang akan datang. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain adalah pemugaran dan pembangunan Taman-taman Makam Pahlawan (TMP), Makam Pahlawan Nasional (MPN), dan Makam Perintis Kemerdekaan (MPK) yang terdapat dihampir semua daerah.

Dalam tahun 1992/93 jumlah TMP di MPN/MPK yang diperbaiki dan dipugar lebih banyak dari tahun 1991/92 yaitu 40 buah TMP, dan 101 buah MPN/MPK yang tersebar di 8 propinsi. Sedangkan pada tahun 1991/92 jumlah yang diperbaiki dan dipugar berjumlah 31 buah TMP dan 98 MPN/MPK. Selain itu pada tahun 1992/93 dilakukan pengabadian nilai-nilai sejarah kepahlawanan nasional, berupa perbaikan perpustakaan kejuangan di TMP "Kusuma Negara" Padang-Sumatera Barat, dan pencetakan serta penyebaran lebih dari 55.700 eksemplar buku otobiografi dan sejarah perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan yang disebarluaskan ke sekolah-sekolah SLTP dan SLTA seluruh Indonesia.

(5) Pembinaan Organisasi Sosial Masyarakat

Organisasi Sosial Masyarakat adalah yayasan atau lembaga sosial yang bergerak dalam usaha kesejahteraan sosial. Sebagian dari ORSOS Masyarakat berbentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Untuk memperluas jangkauan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan peran serta masyarakat, telah dilakukan pembinaan terhadap organisasi-organisasi sosial (ORSOS) masyarakat. Pembinaan tersebut dilaksanakan melalui berbagai macam pelatihan, antara lain pelatihan manajemen organisasi sosial, pelatihan profesional pekerja sosial, dan penyelenggaraan forum komunikasi antar warga mampu dengan para pengurus organisasi sosial.

Seperti halnya tahun 1991/92, dalam tahun 1992/93 terdapat 687 ORSOS yang mendapatkan bantuan sarana panti, termasuk perbaikan gedung. Di samping itu diadakan pelatihan manajemen bagi 1.950 pengurus ORSOS dan pelatihan profesi pekerjaan sosial

XVIII/47

bagi 1.410 pengurus ORSOS. Jumlah ini merupakan peningkatan dari tahun yang lalu dimana bantuan untuk ORSOS diberikan pada 637 ORSOS, pelatihan manajemen untuk 1.410 pengurus ORSOS, dan latihan profesi untuk 390 orang.

b. Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Upaya pelayanan dan Rehabilitasi Sosial merupakan satu bentuk pelayanan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial para penyandang masalah sosial yang tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya secara wajar. Dengan pelayanan ini diharapkan para penyandang masalah dapat pulih harga diri mereka dan kepercayaan diri mereka serta dapat hidup mandiri secara layak, sehingga mereka dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan dapat berperan aktif dalam pembangunan.

Pelayanan ini diberikan bagi para lanjut usia terlantar, anak terlantar dan yatim piatu, penyandang cacat, fakir miskin, anak nakal, dan para korban bencana alam.

Hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan program ini pada tahun 1992/93 adalah sebagai berikut

(1)Penyantunan Lanjut Usia, Anak Terlantar dan Yatim Piatu

Seperti halnya tahun-tahun yang lalu, untuk tahun 1992/93 bantuan penyantunan terhadap lanjut usia atau jompo diberikan kepada yang tidak mampu, baik yang tinggal sendiri ataupun bersama keluarganya yang tidak mampu maupun yang tinggal di panti-panti. Bantuan yang diberikan pada lanjut usia di dalam panti berupa jaminan hidup termasuk jaminan kesehatari dan rasa aman. Bentuk bantuan bagi yang di luar panti berupa sarana usaha agar mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Pada tahun 1992/93 diberikan bantuan kepada kurang lebih 19 ribu orang lanjut usia, baik yang tinggal di dalam panti-panti Lanjut usia maupun yang

di keluarga-keluarga. Jumlah ini hampir sama dengan tahun sebelumnya, oleh karena kapasitas tampung panti pemerintah maupun swasta tidak bertambah (Tabel XVIII-9). Di samping itu dilaksanakan pula perbaikan 27 buah panti lanjut usia (Panti Tresna Werdha) milik pemerintah dan 1 buah milik swasta.

Sementara itu kegiatan pelayanan bagi anak terlantar dan yatim piatu diberikan berupa bimbingan dan motivasi, serta pemberian pelatihan berbagai jenis keterampilan. Pelatihan keterampilan ini dilaksanakan dengan kerja sama Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) Departemen Tenaga Kerja. Dalam tahun 1992/93 telah dibina dan dientaskan sejumlah 107.706 anak terlantar yang merupakan kenaikan sebesar 20.962 anak (24,2%) dibandingkan dengan pelayanan bagi anak terlantar tahun 1991/92 (Tabel XVIII-9). Makin banyaknya anak terlantar yang dapat dibantu dalam tahun 1992/93 disebabkan karena makin besarnya peran serta masyarakat terutama dalam bentuk pelayanan dalam panti. Dalam tahun 1992/93 juga telah dilaksanakan perbaikan dan pembangunan 35 buah panti milik pemerintah dan 122 buah panti swasta.

(2) Penyantunan dan Pengentasan Penyandang Cacat

Upaya ini dilaksanakan melalui pemberian motivasi, rehabilitasi fisik, bimbingan mental dan sosial, serta pelatihan keterampilan kerja. Kegiatan tersebut dilakukan melalui panti-panti cacat yang didahului dengan santunan awal di luar panti oleh Unit Rehabilitasi Sosial Keliling (URSK), Loka Bina Karya (LBK), dan Praktek Belajar Kerja (PBK) pada unit-unit usaha tertentu.

Dalam tahun 1992/93 telah diberikan pelayanan bagi sekitar 28 ribu orang penyandang cacat. Jumlah ini meningkat sekitar 3.856 orang (15,9%) dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel XVIII-10).

Di samping itu juga dibangun dan direhabilitasi panti-panti penyantunan cacat sebanyak 29 buah panti pemerintah dan swasta,

XVIII/49

TABEL XVIII 9

PELAKSANAAN PENYANTUNAN KEPADA PARA LANJUT USIA DAN ANAK TERLANTARMENURUT DAERAH TINGKAT I,1988189 - 1992/93(orang)

1) Angka terakhir tidak berubah dari Desember 1992 sampai 31 Maret 1993

XVIII/50

TABEL XVIII 10

PELAKSANAAN PENYANTUNAN DAN PENGENTASAN PARA CACATMENURUT DAERAH TINGKAT I,1988/89 - 1992/93(orang)

1) Angka terakhir tidak berubah dari Desember 1992 sampai 31 Maret 1993XVIII/51pembangunan Loka Bina Karya sebanyak 49 buah, rehabilitasi gedung Loka Bina Karya sebanyak 55 buah, dan pengadaan mobil Unit Rehabilitasi Sosial Keliling sebanyak 5 unit.

Sejalan dengan kegiatan itu dalam tahun 1992/93 telah diberikan bantuan pengasramaan kepada sekitar 2.630 murid yang tidak mampu di 144 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) milik pemerintah daerah. Pada tahun sebelumnya jumlah murid yang dibantu adalah sebanyak 2.100 orang pada 121 SDLB. Dengan demikian dalam tahun 1992/93 terdapat tambahan 530 anak dan 23 SDLB yang dibantu.

Beberapa contoh keberhasilan pembinaan potensi penyandang cacat yang dilakukan selama ini antara lain dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan Panti Cacat Tubuh (PRPCP) Prof. Dr. Soeharso di Surakarta, Palembang dan Bangil (Jawa Timur), yang telah dapat menghasilkan alat bantu seperti kaki dan tangan palsu (prothese) dan kursi roda yang harganya relatif murah. Di samping itu ketiga panti tersebut telah pula berhasil memproduksi bahan-bahan kerajinan rotan untuk diekspor. Contoh lain adalah beberapa LBK, seperti di Jakarta, Palembang, Bandar Lampung, Balikpapan, Banjarmasin, Lamongan dan Gianyar, yang telah berhasil memproduksi kerajinan kulit, kain songket, kain jumputan, kain sasirangan dan lukisan, yang hasil-hasilnya telah diekspor oleh pihak ketiga ke Jepang, Malaysia dan Amerika Serikat. Balai Penerbitan Braille Indonesia di Bandung telah pula berhasil menerbitkan berbagai buku pengetahuan keterampilan dalam huruf Braille. Buku-buku tersebut telah dikirim ke panti/sasana cacat netra yang tersebar di berbagai daerah.

Sementara itu bekas penyandang penyakit kusta yang sudah bermukim di daerah Maluku, Suhwesi Tenggara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat pada tahun 1992/93 telah menempati lokasi pemukiman khusus bekas penyandang penyakit kusta dan berbaur dengan masyarakat.

XVIII/52

(3) Penyantunan Tuna Sosial, Anak Nakal dan Korban Narkotika

Kegiatan ini bertujuan untuk menyantun dan mengentaskan para tuna sosial, yaitu gelandangan, pengemis, tuna susila, bekas narapidana, anak nakal dan korban narkotika agar mereka dapat hidup sebagai anggota masyarakat secara baik dan layak. Kegiatan rehabilitasi sosial bagi tuna sosial terutama bimbingan sosial dan motivasi, pembinaan mental dan spiritual dan pelatihan keterampilan untuk dapat memanfaatkan kesempatan kerja yang ada. Kegiatan rehabilitasi untuk anak nakal dan korban narkotika ditekankan pada upaya pencegahan yang dilakukan dalam bentuk penyuluhan tentang bahaya narkotika melalui pertemuan dengan warga masyarakat dan penyebaran selebaran berisi informasi tentang hal tersebut. Bagi para penderita diupayakan rehabilitasi sosial baik dalam panti maupun luar panti melalui bimbingan mental, sosial dan fisik serta pelatihan keterampilan.

Dalam tahun 1992/93 telah berhasil direhabilitasi dan diresosialisasi sebanyak 960 orang tuna susila, 1.428 orang gelandangan dan pengemis, serta 1.983 orang anak nakal dan korban narkotika. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kegiatan tahun 1992/93, khusus untuk anak nakal dan korban narkotika, jumlah yang disantun meningkat sebanyak 183 orang (10,2%). Hal ini tidak berarti bahwa jumlah anak nakal dan korban narkotika pada tahun 1992/93 makin meningkat, tetapi mungkin disebabkan karena kegiatan rehabilitasi dan resosialisasi yang ditingkatkan cakupannya.

Untuk menunjang kegiatan ini pada tahun 1992/93 telah diperbaiki 19 Panti Tuna Susila, 11 Panti Rehabilitasi Anak Nakal dan Korban Narkotika dan 5 buah Lingkungan Pondok Sosial (LIPOSOS) di beberapa daerah.

(4) Bantuan Pengentasan Fakir Miskin

Kegiatan ini bertujuan untuk membantu meningkatkan taraf XVIII/53

kesejahteraan sosial kelompok masyarakat yang sangat miskin di daerah pedesaan melalui pemberian motivasi, pembentukan kelom-pok usaha dan pemberian paket usaha-usaha produktif. Semuanya diawali dengan pelatihan keterampilan sesuai dengan paket bantu-annya. Paket usaha produktif dikelola secara berkelompok yang masing-masing terdiri dari 10 KK. Di setiap desa miskin yang terpilih rata-rata disantun 3-5 Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Pada tahun 1992/93 jumlah KK yang dibantu ditingkatkan menjadi 16.630 KK miskin yang tersebar di 480 desa di 22 propinsi, atau bertambah dengan 4.509 KK (37,2%) bila dibandingkan dengan yang menerima bantuan pada tahun 1991/92 yaitu sebesar 12.121 KK di 400 desa (Tabel XVIII-11). Disadari bahwa jumlah KK miskin yang memerlukan bantuan jauh masih banyak lagi. Oleh karena itu dalam kegiatan ini diupayakan agar makin besar peran serta masya-rakat dalam bentuk kesetiakawanan sosial.

Contoh bantuan tersebut antara lain adalah di desa Giriwungu kecamatan Panggang kabupaten Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogyakarta), bantuan berupa sejumlah ternak sapi yang dalam beberapa tahun jumlahnya menjadi berlipat sehingga dapat dimanfaatkan untuk keperluan mendesak seperti biaya pendidikan anak, pembuatan bak penampungan air, dan sebagainya. Di desa Kompol kabupaten Bangkalan (Jawa Timur) sejumlah KK miskin menerima bantuan bahan dan peralatan untuk pembuatan batu bata. Dari peralatan tersebut setiap KK dapat memperoleh penghasilan antara Rp 60.000,- - Rp 80.000,- sebulan. Bentuk-bentuk bantuan lain disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan setempat.

(5) Bantuan Rehabilitasi Korban Bencana Alam

Tujuan kegiatan ini adalah untuk memberi bantuan guna meringankan beban masyarakat, khususnya masyarakat tidak mampu yang tertimpa bencana alam seperti gunung api meletus, gempa bumi, tanah longsor, angin topan dan banjir. Upaya yang dilakukan adalah pemberian bantuan dalam bentuk bahan makanan,

XVIII/54

TABEL XVIII - 1

PENYANTUNAN DAN PENGENTASAN FAKIR MISKINMENURUT DAERAH TINGKAT I,1988/89 - 1992/93(desa dan kepala keluarga)

1) Angka diperbaiki

XVIII/55

obat-obatan dan bahan bangunan rumah untuk memperbaiki rumah mereka yang rusak atau hancur akibat bencana.

Dalam tahun 1992/93 tercatat serangkaian kejadian bencana alam yang relatif besar yaitu bencana banjir yang melanda kabupaten dan kotamadya seperti Brebes, Tegal, Kendal, Pekalongan, Sema-rang, Kudus, Pati, Demak, Jepara, Grobogan, dan Tulung Agung. Selain itu terjadi pula bencana banjir yang diikuti dengan tanah longsor melanda kabupaten-kabupaten Lampung Selatan dan Lumajang. Sedang bencana terbesar tahun 1992/93 adalah terjadinya bencana nasional berupa gempa bumi tektonik dengan kekuatan gempa 6,8 skala Richter yang diikuti dengan gelombang pasang yang terjadi di beberapa kabupaten NTT (Ende, Sikka, Ngada, Flores Timur, Manggarai, Sumba Timur dan Alor).

Berhubung dengan adanya bencana-bencana tersebut tahun 1992/93, khusus untuk bencana nasional di NTT telah diberikan bantuan darurat berupa penyediaan beras, lauk pauk, tenda dan selimut yang pemberiannya dilaksanakan oleh Satlak PB Tingkat II. Di samping itu masyarakat membantu menyediakan rumah sebanyak 5.000 unit yang dibangun dengan bantuan bakti ABRI, dan penyediaan dana untuk menyelesaikan sertifikat tanah untuk 2.000 KK.

Untuk memulihkan kembali sumber nafkah keluarga-keluarga yang ditimpa bencana di NTT, diberikan pula bantuan perahu nelayan lengkap dengan peralatannya untuk 400 KK, peralatan pertanian untuk 400 KK dan modal Koperasi untuk 2.000 KK. Sementara itu untuk bencana banjir di Jawa Tengah telah diberikan bantuan darurat berupa penyediaan beras, lauk pauk, tenda dan selimut yang pemberiannya juga dilaksanakan oleh Satlak PB Tingkat II. Seperti halnya di NTT, di Jawa Tengah masyarakat juga memberi bantuan berupa rumah sederhana sebanyak 599 unit dan bantuan bahan rumah sebanyak 2.292 unit.

Dalam rangka kesiapsiagaan penanggulangan bencana alam, dalam tahun 1992/93 telah dilatih Satuan Tugas Sosial Penang-

XVIII/56gulangan Bencana (SATGASOS PB) sebanyak 1.920 orang, pelatihan instruktur sebanyak 340 orang dan pengadaan peralatan penyelamatan korban.

c. Program Pembinaan Generasi Muda

Upaya pembinaan generasi muda di bidang kesejahteraan sosial dipusatkan pada peningkatan pembinaan Karang Taruna, sebagai satu-satunya organisasi sosial kepemudaan di tingkat desa. Agar Karang Taruna dapat berfungsi sebagai wadah pencegahan timbulnya kenakalan remaja dan penanggulangannya serta dapat mengatasi masalah sosial di lingkungannya, Karang Taruna. dibina agar mereka dapat memiliki keterampilan yang handal sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya dan lingkungannya. Kegiatan yang dilakukan dititikberatkan pada peningkatan mutu organisasi antara lain melalui kegiatan pelatihan berbagai keterampilan seperti pertanian dan industri dan pemberian bantuan paket Sarana Usaha Karang Taruna.Pada tahun 1992/93 telah diberikan bantuan paket Sarana Karang Taruna kepada 2.853 Karang Taruna yang tersebar di seluruh kabupaten. Jumlah bantuan ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena bantuan paket tersebut telah ditingkatkan nilainya agar dapat lebih bermanfaat bagi usaha-usaha ekonomis produktif mereka (Tabel XVIII-12).Untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan keterampilan Karang Taruna pada tahun yang sama telah dilaksanakan pelatihan-pelatihan, bekerja sama dengan Pusat Pendidikan Zeni Angkatan Darat (Pusdikzi AD) di Bogor dan Balai Pelatihan Pertanian di Ciawi, Tasikmalaya, Jepara dan Tapos. Di samping itu telah diselenggarakan temu karya, bakti sosial dan tukar menukar informasi dan pengalaman antar Karang Taruna dari berbagai propinsi.

Keberhasilan pembinaan Karang Taruna antara lain dapat

XVIII/57

TABEL XVIII - 12

BANTUAN PAKET SARANA USAHA KARANG TARUNAMENURUT DAERAH TINGKAT I,1988/89 1992/93(Karang Taruna)

1) Angka terakhir tidak berubah dari Desember 1992 sampai 31 Maret 1993

XVIII/58dilihat di Purwodadi (Kabupaten Pasuruan), desa Kedai Durian (Kabupaten Deli Serdang), desa Legasa (Kabupaten Muna), desa Sidodadi (Kabupaten Lampung Selatan), desa Karang Banjar (Kabupaten Banyumas) yang telah berhasil mengembangkan usaha budi daya ikan, udang, kerang, tripang, peternakan kodok untuk ekspor dan pertanian. Di samping itu beberapa Karang Taruna di desa Ambarawa (Kabupaten Lampung Selatan) dan desa Rantau Kapas Mudo (Kabupaten Batanghari) telah mengembangkan usaha pertukangan kayu dan kerajinan rotan sedangkan di desa Kathua (Kabupaten Kupang) dan desa Tumatangtang (Kabupaten Minahasa) juga telah berhasil mengembangkan produksi bahan bangunan dari semen dan pembuatan genteng.

d. Program Peningkatan Peranan Wanita

Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran serta wanita desa dalam pembangunan melalui peningkatan keterampilan kaum wanita yang rawan sosial ekonominya. Hal ini dilakukan antara lain dengan memberikan bimbingan usaha swadaya wanita desa dan mengadakan usaha pencegahan urbanisasi wanita usia muda ke daerah perkotaan. Di samping itu dilaksanakan pula pelatihan kepemimpinan sosial wanita untuk dapat menanggulangi dan mencegah masalah kenakalan remaja, masalah tuna karya dan tuna susila.

Dalam tahun 1992/93 telah. dilaksanakan pelatihan kepemimpinan sosial wanita bagi 355 pimpinan organisasi wanita di 12 kabupaten, dan peningkatan keterampilan kaum wanita yang rawan sosial ekonomi melalui bimbingan Usaha Swadaya Wanita Desa (USDW) di 66 desa dari 15 propinsi untuk kurang lebih 1.050 orang.

Di samping itu dilakukan pula usaha-usaha penyuluhan pencegahan urbanisasi wanita muda usia di desa-desa yang rawan sosial ekonominya. Kegiatan ini telah dapat menjangkau sekitar 865

XVIII/59

orang di 56 desa, termasuk pemberian bantuan sarana usaha produktif untuk meningkatkan pendapatan mereka.

e.Program Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesejah-teraan Sosial

Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan, keahlian dan keterampilan tenaga-tenaga pelaksana pembangunan di bidang kesejahteraan sosial baik pegawai Pemerintah maupun masyarakat, melalui berbagai pelatihan penjenjangan dan pelatihan profesi pekerjaan sosial.

Untuk meningkatkan kemampuan administrasi pegawai, dalam tahun 1992/93 telah dilaksanakan Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Madya (SEPADYA) diikuti oleh 30 orang, dan Sekolah Pimpinan Administrasi Tingkat Lanjutan (SEPALA) diikuti oleh 60 orang. Di samping itu untuk meningkatkan kemampuan profesional pegawai telah dilaksanakan Pelatihan Keahlian Pekerjaan Sosial (PKPS) untuk 30 orang dan dalam rangka meningkatkan kemampuan perencanaan program telah pula dilaksanakan Pelatihan Perencanaan Program Pembangunan untuk 351 orang petugas perencana baik di tingkat Pusat maupun daerah.

Melalui program ini telah pula dilatih PSM SATGASOS sebanyak 600 orang dan telah ditempatkan di propinsi-propinsi Jambi, Sumatra Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur. Di samping itu telah pula diberikan biaya hidup untuk 1.420 orang PSM SATGASOS yang menjalani tugas di daerah terpencil.

f.Program Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan

XVIII/60

efektifitas pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Untuk itu penelitian yang dilaksanakan diarahkan untuk langsung menunjang kegiatan operasional agar kebijaksanaan dan sistem pelayanan sosial benar-benar sesuai dengan keadaan dan perkem-bangan masalah sosial yang ada.

Bila pada tahun 1991/92 penelitian dalam bidang kesejah-teraan sosial diarahkan pada topik-topik kemiskinan, masyarakat terasing dan potensi partisipasi masyarakat di bidang kesejahteraan sosial, pada tahun 1992/93 kegiatan penelitian di bidang ini terutama diarahkan untuk penyiapan konsep PJP II dan evaluasi pelaksanaan program. Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan meliputi:

(1) Penelitian Evaluasi Penyantunan dan Pengentasan Anak Nakal dan Korban Narkotik;

(2) Penelitian Evaluasi bantuan Terhadap Anak tidak mampu melalui Program Orang Tua Asuh;

(3) Penelitian Evaluasi Program Peranan Wanita Miskin dalam upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial;

(4) Penelitian Evaluasi Peningkatan Potensi Peranan SosialEkonomi Wanita dalam Rumah Tangga Nelayan Miskin;

(5) Penelitian Pembinaan Potensi Kesejahteraan Sosial dalam Penanganan Masalah Sosial;

(6) Penelitian Masalah Sosial Keterlantaran Anak di beberapa Kota Besar di Indonesia.

g.Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Peme-rintah dan Pengawasan Pembangunan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu proses perencanaan dan memantapkan kegiatan pengendalian dan peng-awasan pelaksanaan pembangunan agar pelaksanaan proyek-proyek pembangunan berjalan lancar.

Dalam tahun 1992/93 telah dilaksanakan "Konsultasi Peren-canaan Program (KKP)" di dua tempat yaitu di Palembang untuk

XVIII/61

propinsi-propinsi di P. Sumatera, P. Kalimantan dan DKI Jakarta, dan di Malang untuk propinsi-propinsi di P. Sulawesi, P. Jawa, Bali, NTT, NTB, Timor Timur, Maluku dan Irian Jaya. Untuk meningkatkan kemampuan perencana baik di Pusat, Propinsi dan Kabupaten pada tahun yang sama telah pula dilatih 351 perencana di seluruh propinsi. Di samping itu dilaksanakan pula kegiatan-kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan pemba-ngunan.

h.Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Peme-rintah

Program ini bertujuan untuk mendukung kelancaran pelak-sanaan program melalui penyempurnaan dan penyediaan sarana dan prasarana kerja bagi aparat Departemen Sosial di pusat dan daerah.

Dalam tahun 1992/93 telah dibangun dan direhabilitasi 9 buah gedung kantor Wilayah, 8 buah gedung kantor Departemen Sosial Kabupaten/Kotamadya, di samping pengadaan peralatan perkantoran sebanyak 462 unit. Dalam tahun yang sama telah pula diadakan sarana mobilitas baik roda 4 maupun roda 2 untuk memperlancar operasional kegiatan bagi daerah-daerah yang sarana transportasinya masih belum memadai.

C. PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN

1. Pendahuluan

Sesuai dengan petunjuk Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988, wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber insani bagi pembangunan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan pria di segala bidang dan kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan itu maka kedudukan wanita dalam pembangunan perlu semakin dimantapkan.

XVIII/62

Program peningkatan peranan wanita dalam pembangunan dilaksanakan melalui program khusus untuk wanita. Di samping itu ada pula program-program di berbagai sektor pembangunan yang mengikutsertakan peranan, kepentingan, dan aspirasi wanita dalam setiap kegiatan pembangunan nasional.

Berbagai data tentang wanita menunjukkan kemajuan yang besar. HaI ini nyata terlihat dari data Sensus Penduduk 1980 (SP80) dan 1990 (SP90). Dalam kurun 1980-1990 tersebut data buta aksara di kalangan wanita usia 10-44 tahun telah mengalami penurunan dari 26,2% pada tahun 1980 menjadi 10,9% pada tahun 1990. Sebaliknya, persentase penduduk wanita yang dapat berbahasa Indonesia telah meningkat dari 62,5% pada tahun 1980 menjadi 78,9% pada tahun 1990. Pertambahan sebesar 16,4% ini relatif lebih besar daripada penambahan persentase penduduk laki-laki yang dapat berbahasa Indonesia, yaitu sebesar 12,3%.

Persentase penduduk wanita yang dapat membaca dan menulis pada tahun 1980 adalah 62,7%, sedangkan pada tahun 1990 angka ini telah bertambah 16,0% atau menjadi 78,7%. Keadaan serupa juga terjadi di kalangan penduduk laki-laki, yaitu dari 79,8% pada tahun 1980 menjadi 89,6% di tahun 1990, suatu pertambahan sebanyak 10%. Dengan demikian peningkatan kemampuan baca tulis di kalangan penduduk wanita nampak jauh lebih pesat dibandingkan penduduk laki-laki.

Persentase penduduk wanita usia 10 tahun ke atas yang pernah bersekolah di Sekolah Dasar pada tahun 1980 adalah 40,4%. Angka ini telah meningkat menjadi 78,2% pada tahun 1990. Penduduk laki-laki yang pernah bersekolah juga meningkat, yaitu dari 45,9% pada tahun 1980 menjadi 89,4% pada tahun 1990. Dengan demikian, nampak bahwa kesempatan memperoleh pendidikan formal dari tahun ke tahun tidak hanya meningkat di kalangan penduduk laki-laki tetapi juga bagi penduduk wanita.

XVIII/63

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

a. Kegiatan Pelatihan

(1) Latihan Kepemimpinan Wanita (LKW)

Penyelenggaraan kegiatan LKW sejak Pelita IV, bertujuan un-tuk meningkatkan jumlah pemimpin wanita yang berkualitas. Dalam tahun 1992/93, telah dilatih 525 wanita dalam kegiatan LKW. Dengan demikian secara keseluruhan, pada tahun 1992/93 telah dilatih sebanyak 2.809 wanita atau bertambah dengan 23,0% dari 2.284 orang yang dilatih dalam kegiatan LKW pada tahun 1991/92. Selain itu, sampai tahun 1992/93 pelatihan Pelatih Latihan Kepemimpinan Wanita (PLKW) telah melatih sebanyak 290 wanita, atau bertambah 13,3% dari jumlah 256 wanita yang pernah dilatih sampai tahun 1991/92.

Kegiatan serupa juga diselenggarakan oleh Kowani dan Badan Kerja sama Organisasi Wanita (BKOW), serta 4 instansi pemerintah yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Sosial, Departeman Kesehatan, dan Departemen Agama. Pada tahun 1992/93 sebanyak 6.833 wanita ikut dalam kegiatan LKW sektoral, sehingga keseluruhan jumlah wanita telah dilatih dalam kegiatan LKW sektoral adalah 15.633 orang.

(2) Pelatihan Teknik Analisis Gender

Peningkatan peranan wanita dalam pembangunan memerlukan perencanaan program yang didasarkan atas analisis data menurut jenis kelamin atau analisis gender. Oleh karena itu salah satu bentuk kegiatan program ini adalah pelatihan teknik analisis gender kepada para perencana dan pengelola program. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan mereka akan lebih memahami permasalahan yang berkaitan dengan peranan wanita yang tercermin dalam data dan informasi tentang berbagai sektor pembangunan.

XVIII/64

Dalam tahun 1992/93 Pelatihan Analisis Gender telah diikuti oleh 351 orang peserta, yang antara lain terdiri dari para perencana dan peneliti dari perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian dan departemen. Dengan demikian, pada tahun 1992/93 seluruhnya tercatat 882 orang telah mengikuti pelatihan tersebut.

b.Peningkatan Peranan Wanita Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS)

Kegiatan P2WKSS antara lain meliputi pelaksanaan memasyarakatkan P-4, pemberantasan tiga buta, penyuluhan di bidang pertanian, gizi dan p