HAEMONCHIASIS 2

4
 HAEMONCHIASIS Haemonchiasis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing haemonchus yang paling serin g men yerang ruminan sia, terutama sapi, domba dan kamb ing. Dan meru pakan genus dari nemato da (Levine, 1977). Soulsb y (1987) mengatakan bah wa cacing nemato da adalah sek elompok cac ing yang berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya meruncing dan menginfeksi saluran pencernaan ternak ruminansia. Kepalanya berdiameter kurang dari 50 mikron, dengan kapsula bukal yang kecil berisi gigi yang ramping atau lanset di dasarnya, dan tiga bibir yang tida k menarik perhatian. Terdapat papilla servikal yang  jelas menyerupai bentuk duri. Spikulum relatif pendek dan terdapat sebuah gubernakulum. Vulva terdapat di bagi an post er ior tubuh dan seri ng di tutupi ol eh cupi ng. Si kl us hi dup haemonchus mi ri p de ngan siklusTrichostrongylus. Menurut Levi ne (1977), Ad a beberap a species haemonchu s yang bisa menyerang sapi yaitu Haemonchus placei, Haemonchus similis, Haemonchus contortus. Haemonchus placei merupakan cacing perut yang besar pada sapi. Yang jantan mempunyai panjang 10-20 mm dan berdiameter 400 mikron, dengan spikulum yang panjangnya kurang dari 440 mikron dan gubernakulum dengan panjang sekitar 200 mikron. Betinanya 18-30 mm dan berdiameter 500 mikron, dengan telur berukuran 62-90 x 39-50 mikron. Ovarium yang putih membelit secara spiral mengelilingi usus yang berwarna merah, menyebabkan cacing betina mirip barperpole. Cacing ini terdapat pada abomasum sapi, tetapi dapat menginfeksi domba dan ruminansia lain. Pada dasarnya mirip dengan H.contortus, tetapi spikulum pada cacing jantan lebih panjang dan mempunyai kait-kait terminal yang panjang. Cuping vulva cacing betina biasanya mengecil menjadi bintil, dan larva lebih panjang dan lebih kuat. Biasanya spikulum panjangnya lebih dari 440 mikron. Telur berukuran 69-95 x 35-54 mikron. Haemonchus contortus merupakan cacing lambung yang besar, disebut juga cacing yang berperpole, cacing lambung berpilin, atau cacing kawat pada ruminansia. Cacing ini disamping terdapat pada abomasum domba, kambing juga terdapat pada abomasum sapi, bahkan bisa juga terdapat pada ruminansia lain dan telah dilaporkan pada manusia cacing ini ditemukan di seluruh dunia, dan merupakan parasit paling penting pada domba di berbagai daerah, terutama penting untuk daerah yang beriklim panas, lembab. Haemonchus similis disamping terdapat pada abomasum domba juga terdapat pada abomasum sapi di beberapa negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia dan Fiji. Di AS telah ditemukan hanya negara-negera bagian di sebelah selatan. Cacing ini lebih kecil daripada H,contortus. Cacing jantan 8-13 mm dengan spi kulum 310 -380 mikron dan gub ern akulum den gan pan jan g 148 -210 mi kron. Cac ing betina panjangnya 12-17 mm, dengan telur 64-82 x 39-49 mikron. Etiologi Hamonchiasis disebabkan oleh haemonchus sp, cacing ini tinggal di dalam lambung asam (abomasum) ternak. Cacin g dewasa yang tinggal dalam lambun g asam akan menghasilkan telu r-telur. Kemudian telu r dikeluarkan bersama tinja. Di alam yang kondisinya sesuai, telr tersebut akan menetasda meghasilkan larva. Larva cacing ini menempel pada rumput. Selanjutnya infeksi akan terjadi apabila ternak yang sehat makan rumput yang tercemar oleh larva cacing tersebut. Patogenesa Cacing lambung ini sanga t berbahaya, karena selai n menghisap darah, daya berkembangbia kannya san gat ti ngg i. Kad ang-kad ang hewan bis a ma ti. Anemia ter jad i aki bat perdarahan aku t di mana cac ing menghisap darah 0,05 ml perhari. Pada haemonchasis aku t anemia kelihatan dua mi ngg u setelah inf eksi yan g ditandai den gan penurunan yang cepat dan dramatis volume sel-sel darah merah. Minggu-minggu selanjutnya hematokritnya

Transcript of HAEMONCHIASIS 2

Page 1: HAEMONCHIASIS 2

5/14/2018 HAEMONCHIASIS 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/haemonchiasis-2 1/4

HAEMONCHIASIS

Haemonchiasis merupakan penyakit parasiter yang disebabkan oleh cacing haemonchus yang paling

sering menyerang ruminansia, terutama sapi, domba dan kambing. Dan merupakan genus dari nematoda

(Levine, 1977). Soulsby (1987) mengatakan bahwa cacing nematoda adalah sekelompok cacing yang

berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya meruncing dan menginfeksi saluran pencernaan ternak

ruminansia. Kepalanya berdiameter kurang dari 50 mikron, dengan kapsula bukal yang kecil berisi gigi yang

ramping atau lanset di dasarnya, dan tiga bibir yang tidak menarik perhatian. Terdapat papilla servikal yang

 jelas menyerupai bentuk duri. Spikulum relatif pendek dan terdapat sebuah gubernakulum. Vulva terdapat di

bagian posterior tubuh dan sering ditutupi oleh cuping. Siklus hidup haemonchus mirip dengan

siklusTrichostrongylus.

Menurut Levine (1977), Ada beberapa species haemonchus yang bisa menyerang sapi

yaitu Haemonchus placei, Haemonchus similis, Haemonchus contortus. Haemonchus placei merupakan cacing

perut yang besar pada sapi. Yang jantan mempunyai panjang 10-20 mm dan berdiameter 400 mikron, dengan

spikulum yang panjangnya kurang dari 440 mikron dan gubernakulum dengan panjang sekitar 200 mikron.

Betinanya 18-30 mm dan berdiameter 500 mikron, dengan telur berukuran 62-90 x 39-50 mikron. Ovarium

yang putih membelit secara spiral mengelilingi usus yang berwarna merah, menyebabkan cacing betina mirip

barperpole.

Cacing ini terdapat pada abomasum sapi, tetapi dapat menginfeksi domba dan ruminansia lain. Pada

dasarnya mirip dengan H.contortus, tetapi spikulum pada cacing jantan lebih panjang dan mempunyai kait-kait

terminal yang panjang. Cuping vulva cacing betina biasanya mengecil menjadi bintil, dan larva lebih panjang

dan lebih kuat. Biasanya spikulum panjangnya lebih dari 440 mikron. Telur berukuran 69-95 x 35-54 mikron.

Haemonchus contortus merupakan cacing lambung yang besar, disebut juga cacing yang berperpole,

cacing lambung berpilin, atau cacing kawat pada ruminansia. Cacing ini disamping terdapat pada abomasum

domba, kambing juga terdapat pada abomasum sapi, bahkan bisa juga terdapat pada ruminansia lain dan

telah dilaporkan pada manusia cacing ini ditemukan di seluruh dunia, dan merupakan parasit paling penting

pada domba di berbagai daerah, terutama penting untuk daerah yang beriklim panas, lembab.

Haemonchus similis disamping terdapat pada abomasum domba juga terdapat pada abomasum sapi

di beberapa negara di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia dan Fiji. Di AS telah ditemukan hanya

negara-negera bagian di sebelah selatan. Cacing ini lebih kecil daripada H,contortus. Cacing jantan 8-13 mm

dengan spikulum 310-380 mikron dan gubernakulum dengan panjang 148-210 mikron. Cacing betina

panjangnya 12-17 mm, dengan telur 64-82 x 39-49 mikron.

Etiologi

Hamonchiasis disebabkan oleh haemonchus sp, cacing ini tinggal di dalam lambung asam (abomasum)

ternak. Cacing dewasa yang tinggal dalam lambung asam akan menghasilkan telur-telur. Kemudian telur 

dikeluarkan bersama tinja. Di alam yang kondisinya sesuai, telr tersebut akan menetasda meghasilkan larva.

Larva cacing ini menempel pada rumput. Selanjutnya infeksi akan terjadi apabila ternak yang sehat makan

rumput yang tercemar oleh larva cacing tersebut.

Patogenesa

Cacing lambung ini sangat berbahaya, karena selain menghisap darah, daya berkembangbiakannya

sangat tinggi. Kadang-kadang hewan bisa mati. Anemia terjadi akibat perdarahan akut dimana cacing

menghisap darah 0,05 ml perhari.

Pada haemonchasis akut anemia kelihatan dua minggu setelah infeksi yang ditandai dengan

penurunan yang cepat dan dramatis volume sel-sel darah merah. Minggu-minggu selanjutnya hematokritnya

Page 2: HAEMONCHIASIS 2

5/14/2018 HAEMONCHIASIS 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/haemonchiasis-2 2/4

tetap rendah karena eritropoisis bekerja 2-3 kali lebih banyak untuk menutupi anemia akut ini. Akan tetapi

karena kehilangan zat besi dan protein secara teru-menerus mengakibatkan eritropoisis tidak mampu

menandingi sehingga angka hematokrit terus menurunsebelum hewan mati.

Haemonchiasis hiperakut terjadi bila 30.000 ekor cacing menginfeksi ternak. Ternak yang kelihatan

sehat tiba-tiba mati mendadak karena radang lambung dan perdarahan yang hebat. (hal ini jarang terjadi).

Yang sering terjadi dan kurang diketahui kehadirannya adalah haemonchosis kronis yang terjadi karenamusim kering yang panjang dan re-infeksi dapat diabaikan akan tetapi makanan tidak mencukupi. Selama

periode tersebut kehilangan darah walaupun sedikit namun terus-menerus cukup untuk menghasilkan gejala-

gejala klinis yang terutama ditampakkan umumnya dengan kehilangan berat badan , lemah dan kehilanga

nafsu makan.

Gejala klinis

Gejala klinis yang tampak pada ternak yang mengidap cacing ini adalah:

a). Pada tingkat infeksi berat, ternak akan terserang anemia yang sangat cepat sehingga akan menimbulkan

kematian.

b). Pada tingkat infeksi yang agak ringan, ternak akan menunjukkan gejala lemah, pucat bagian selaput lendir 

mata, bulunya suram, nafsu makan berkurang, jalannya sempoyongan dan akhirnya tak mampu lagi berjalan.Gejala diare jarang terjadi karena cacing ini tinggal dalam abomasum. Apabila dijumpai gejala diare ada

kemungkinan hewan mengalami komplikasi dengan penyakit lainnya.

Epidemiologi

Tergantung pada daerah tropis atau subtropis dan sedang.

Tropis dan subtropis

Karena perkembangan larva Haemonchus terjadi secara optimal pada temperatur yang relatif tinggi,

haemonchiasis praktis merupakan satu penyakit ternak pada daerah-daerah yang beriklim panas. Akan tetapi,

karena kelembaban yang tinggi paling kurang pada lingkungan mikro feses dan rumput juga penting untuk

perkembangan dan keselamatan larva. Frekuensi da keparahan penyakit ni sangat tergantung pada curah

hujan pada daerah tertentu.

Dengan kondisi iklim ini kejadian haemonchosis akut yang tiba-tiba kelihatannya tergantung pada dua

faktor:

1. tingginya ttgt (telur tiap gram tinja) yang mengakibatkan tingginya jumlah L3 di padang pengembalaan

dengan cepat

2. tidak adanya kekebalan dapatan pada ternak yang terdapat di daerah endemik.

Di beberapa daerah tropis dan subtropis seperti Australia, Brazil, Timur tengah dan Nigeria

kelangsungan hidup parasit juga berhubungan kemampuan larva untuk mengalami hipobiosis. Hipobiosis

terjadi pada saat awal musim kering yang panjang dan membuat parasit bertahan dalam tubuh induk semang

sebagai L4 dari pada dewasa dan menghasilkan telur yang tidak akan mampu berkembang di padang rumput.

Permulaan perkembangan terjadi sesaat sebelum musim hujan dimulai.

Iklim Sedang 

Berbeda dari tropis dan subtropis. L3 tertelan oleh ternak pada awal musim panas dan sebagian besar 

dari L4 akan terhenti perkembangannya di abomasum dan tidak komplit perkembangannya sampai musim

semi berikutnya. Selam masa pendewasaan larva hipobiosis ini gejala klinis haemonchosis akut dapat terjadi.

Page 3: HAEMONCHIASIS 2

5/14/2018 HAEMONCHIASIS 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/haemonchiasis-2 3/4

Kerugian Ekonomi

  Penyakit cacing pada ternak memberikan kerugian ekonomi yang sangat berarti. Dimana DITKESWAN

(1980) menyampaikan bahwa kerugian akibat cacing nematoda saluran pencernaan ditaksir dapat mencapai

milyaran rupiah setiap tahun. Dan pada tahun 1985 saja perkiraan kerugian akibat haemonchiasis mencapai

4,7 juta dollar USA per tahunnya (Ronohardjo et al., 1985).

Diagnosa

Diagnosis penyakit selain didasarkan atas pengamatan gejala klinis, perlu juga disertai pemeriksaan

laboratorium (mikroskopis) untuk mengidentifikasi telur cacing. Dimana bahan pemeriksaan yang diperlukan

adalah tinja (faeses) ternak yang bersangkutan.

Pemeriksaan telur cacing dalam faeses dapat dilakukan dengan metode natif dan metode apung.

Menurut anonimus (2003) bahwa dalam satu daerah ada satu kemungkinan besar bahwa sekelompok

cacing terdapat pada sekelompok umur hewan pada waktu tertentu dalam tahun tertentu pula.oleh karena itu,

anemia yang terjadi pada pertengahan musim gembala, maka haemonchus patu dicurigai sebagai

penyebabnya.

Jika hewan mati atau merana, pemeriksaan paska mati beberapa hewan tersebut merupakan cara

yang paling meyakinkan untuk menentukan spesies cacing apa penyebabnya dan berapa jumlahnya. Turunnyaberat badan dan diare, dan anemia adalah gejala yang tipikal dari helminosis pada ruminansia, akan tetapi

agen infeksius yang lain dan beberapa kasus keracunan dapat juga menyebabkan gejala yang sama. Oleh

karena itu, perlu tetap diingat kemungkinan adanya agen penyakit lain sewaktu melakukan pemeriksaan paska

mati.

Pengobatan

Menurut Anonimus (2003) bahwa penyakit cacing (Helmintosis) pada hewan ternak merupakan

masalah kelompok dan sebaiknyalah diperlakukan begitu. Antelmentika yang biasanya digunakan untuk

membasmi cacing nematoda saluran pencernaan adalah:

1. organofosfat seperti trikhlorfon, coumaphos, reulene dan lain-lain

2. benzimidazole seperti thiabendazole, mebendazole, cambendazole, fembendazole, oxfendazole3. methyridine

4. thiazole seperti tetramisole, levamisole

5. microcyclic lactone seperti avermectin, doramectin dan milbemicine.

Semua obat ini pemakaiannya melalui oral akan tetapi tetramisol, levamisol dan golongan

macrocyclic lactone dapat digunakan melalui suntikan. Dua antelmemtika pertama telah digunakan sejak tahun

1960, umumnya mempunyai spektru yang luas dan kurang efektif terhadap larva cacing dalam jaringan.

Umumnya batasan amannya antara dosis terapis dan dosis toksik lebar kecuali beberapa antelmentika dari

golongan organofosfat. Cacing yang resisten terhadap benzimidazole sudah sering dilaporkan sebagai akibat

pemakaian antelmentika ini secara berulang-ulang.

Pengendalian dan Pencegahan

Disamping pemberian antelmentika, pengendalian haemonchosis dapat dilakukan dengan menekan

  jumlah larva infektif melalui pengeringan lapangan tempat ternak merumput, melakukan penghitungan telur 

cacing per gram tinja induk semang sampai batas patogen yaitu 300 butir telur per gram tinja (t.p.g) serta

melakukan pencegahan yaitu menyapih pedet seawal mungkin karena ternak dewasa merupakan sumber 

infeksi bagi hewan muda, mencegah pencemaran pakan dan minuman dari tinja dan menyediakan tempat

yang telah didesinfeksi atau padang rumput yang tidak terinfeksi cacing untuk melahirkan (Levine, 1990).

Page 4: HAEMONCHIASIS 2

5/14/2018 HAEMONCHIASIS 2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/haemonchiasis-2 4/4

Anonimus (2006) menambahkan bahwa tindakan yang dapat diambil yaitu memisahkan hewan yang

muda dengan yang dewasa. Karena hewan yang muda sangat rentan terhadap infeksi parasit cacing. Selain

itu harus dijaga kebersihan kandang dan menghindari tempat yang basah atau becek. Salah satu hal yang

termasuk usaha pencegahan adalah dengan memberikan makanan yang bernilai gizi tinggi. Terutama

terhadap ternak yang masih muda. Pemeriksaan kesehatan ternak perlu dilakukan secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA

  Anonimus. 2006. Manual Pengobatan Hewan Bagi Paramedik Veteriner dan Pelaksana Teknis Peternakan. Dinas

Pertanian dan Peternakan.

  Anonimus. 2006. Penuntun Praktikum Penyakit Parasitik. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala,

Darussalam, Banda Aceh.

 Anonimus. 2003. Buku Ajar Parasitologi Veteriner. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Darussalam,

Banda Aceh.

DITKESWAN. 1980. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid II. Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen

Peternakan, Departemen Pertanian Indonesia.

Levine, N.D. 1977. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press.

Saulsby, E.J.L. 1987. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. The English Language Book Society

and Bailliere, Tindall, London.