Hadits Menanam Pohon Kel 3
-
Upload
anadwi-peni-safitri -
Category
Documents
-
view
332 -
download
17
description
Transcript of Hadits Menanam Pohon Kel 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara istilah, takhrij hadits berarti penjelasan keberadaan sebuah hadits
dalam berbagai referensi hadits utama dan penjelasan otentisitas serta
validitasnya. Kegunaan takhrij hadits sangat kompleks, salah satu diantaranya
yaitu untuk mengetahui otentisitas hadits. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa
universitas islam, setidaknya kita mengetahui apa itu takhrij hadits dan
mampu melakukan takhrij hadits.
Sebagai mahasiswa teknik lingkungan, kita dituntut untuk dapat mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terjadi di alam ini. Salah satu permasalahan
yang terjadi yaitu kasus penebangan hutan secara liar. Pohon-pohon ditebang
tanpa diadakan penanaman kembali. Tindakan tersebut mengakibatkan
kerusakan hutan dan timbulnya bencana alam yang mengancam kehidupan
manusia.
Dalam islam, terdapat sebuah hadits yang mengatakan bahwa menanam
pohon merupakan amalan yang senilai dengan sedekah. Sebagai muslim, kita
harus selektif dalam memilih hadits untuk dijadikan pedoman hidup. Kita
perlu mengetahui beberapa hal, diantaranya otentisitas dari hadits tersebut,
siapa saja yang mengeluarkan hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits
utamanya, serta mengetahui kredibilitas dari perawinya. Untuk mengetahui
nya perlu dilakukan pengujian. Metode pengujian yang sering digunakan yaitu
metode takhrij hadits.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana menanam pohon menurut islam?
2. Bagaimana Asbabul Wurud dari hadits menanam pohon?
3. Bagaimana takhrij hadits menanam pohon?
4. Mengapa menanam pohon dapat dikatakan sebagai sedekah?
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang menanam pohon menurut islam
2. Untuk mengetahui Asbabul Wurud hadits menanam pohon
3.Untuk mengetahui takhrij hadits menanam pohon
4. Untuk mengetahui apakah menanam pohon dapat dikatakan sedekah
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hadits Menanam Pohon
�ا �ن د�ث ح� ك� �ار� �م�ب ال �ن� ب ح�م�ن� الر� �د� ع�ب �ي �ن ح�د�ث و ح �ة� ع�و�ان �و �ب أ �ا �ن ح�د�ث �ع�يد س� �ن� ب �ة� �ب �ي ق�ت �ا �ن ح�د�ث
ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ق�ال� ق�ال� �ه� ع�ن �ه� الل ض�ي� ر� �م�ال�ك �ن� ب �س� �ن أ ع�ن� �اد�ة� ق�ت ع�ن� �ة� ع�و�ان �و �ب أ
و� � أ �ر- ط�ي �ه� م�ن �ل� �ك �أ ف�ي ع3ا ر� ز� ع� ر� �ز� ي و�
� أ ا س3 غ�ر� �غ�ر�س� ي � �م ل م�س� م�ن� م�ا �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل
�ا �ن د�ث ح� �اد�ة� ق�ت �ا �ن ح�د�ث �ان� �ب أ �ا �ن ح�د�ث �م- ل م�س� �ا �ن ل و�ق�ال� ص�د�ق�ة- �ه� ب �ه� ل �ان� ك �ال� إ �ه�يم�ة- ب و�� أ ان- �س� �ن إ
�م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى Aي� �ب الن ع�ن� �س- �ن أ
Artinya :
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah. Dan diriwayatkan pula telah
menceritakan kepada saya 'Abdurrahman bin Al Mubarak telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas bin Malik radliallahu
'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah
seorang muslimpun yang bercocok tanam atau menanam satu tanaman lalu
tanaman itu dimakan oleh burung atau manusia atau hewan melainkan itu
menjadi shadaqah baginya". Dan berkata, kepada kami Muslim telah
menceritakan kepada saya Aban telah menceritakan kepada kami Qatadah
telah menceritakan kepada kami Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2320)1
Adapun beberapa hadits yang menguatkannya yaitu:
�م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى Aي� �ب الن ع�ن� ��س �ن أ ع�ن� �اد�ة� ق�ت ع�ن� �ة� ع�و�ان �و �ب أ �ا �ن ح�د�ث �ة� �ب �ي ق�ت �ا �ن ح�د�ث
�ه�يم�ة- ب و�� أ �ر- ط�ي و�
� أ ان- �س� �ن إ �ه� م�ن �ل� �ك �أ ف�ي ع3ا ر� ز� ع� ر� �ز� ي و�� أ ا س3 غ�ر� �غ�ر�س� ي � �م ل م�س� م�ن� م�ا ق�ال�
��د ال خ� �ن� ب �د� ي و�ز� �ر Aش� م�ب Aم� و�أ ��ر اب و�ج� Gوب� �ي أ �ي ب� أ ع�ن� �اب �ب ال و�ف�ي ق�ال� ص�د�ق�ة- �ه� ل �ت� �ان ك �ال� إ
ص�ح�يح- ح�س�ن- ح�د�يث- ��س �ن أ ح�د�يث� ع�يس�ى �و �ب أ ق�ال�
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang
menanam tanaman atau menabur benih lalu (hasilnya) dimakan oleh
3
manusia, burung
1. Abu ‘Isa Muhammad bin Saurah ibn al-Dahhak al-Sulami al-Bughi al-Turmudzi,
Sunan al-Turmudzi (Beirut: Dar al-Fiqr, 2005), 91
atau binatang ternak melainkan hal tersebut menjadi sedekah baginya." Ia
mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Ayyub, Jabir, Ummu
Mubasysyir dan Zaid bin Khalid. Abu Isa berkata; Hadits Anas adalah
hadits hasan shahih.” (HR. Tirmidzi hadits no.1303)
�و �ب أ �ي ن �ر� ب �خ� أ ��ج ي ج�ر� �ن� اب �ا �ن د�ث ح� و�ح- ر� �ا �ن ح�د�ث ق�اال� �خ�ل�ف �ي ب� أ �ن� و�اب � �م ات ح� �ن� ب م�ح�م�د� �ي �ن ح�د�ث و
�م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� م�ع�ت� س� �ق�وال� ي �ه� الل �د� ع�ب �ن� ب �ر� اب ج� م�ع� س� �ه� ن� أ �ر� �ي ب Gالز
�ال� إ ي�ء- ش� و�� أ �ر- ط�ائ و�
� أ �ع- ب س� �ه� م�ن �ل� �ك �أ ف�ي ع3ا ر� ز� و�ال� ا س3 غ�ر� �م- ل م�س� ج�ل- ر� �غ�ر�س� ي ال� �ق�ول� ي
ي�ء ش� �ر- ط�ائ �خ�ل�ف �ي ب� أ �ن� اب ق�ال� و �ج�ر- أ ف�يه� �ه� ل �ان� ك
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim dan Ibnu
Abu Khalaf keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Rauh telah
menceritakan kepada kami Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu
Zubair bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah dia berkata, "Saya
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah
seorang Muslim yang menanam sebatang pohon atau tanaman, lalu tanaman
tersebut dimakan oleh binatang buas, burung atau sesuatu yang lain, kecuali
hal itu bernilai sesekah baginya." (HR. Muslim hadits no.2902)
Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa hadits-hadits
tersebut merupakan dalil-dalil yang jelas mengenai anjuran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam
terdapat 2 manfaat yaitu manfaat dunia dan manfaat agama.
Pertama: Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok
tanam akan menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena
dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu
sendiri juga masyarakat dan negerinya. Dapat dilihat setiap orang
mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian
maupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan manusia. Maka
4
orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan manfaat dengan
menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil tanamannya
menjadi manfaat untuk masyarakat dan memperbanyak kebaikan-
kebaikannya.
Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan bagi orang lain
saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan menjadi
lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman
menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan.
Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang
yang berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya.
Tanaman juga menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah
dipandang. Lihatlah hamparan tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman
tentunya hati dibuat senang melihatnya, perasaan pun menjadi damai berada di
dekatnya. Adapun bila melihat hamparan tanah yang kering dan gersang dari
tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh perasaan yang sebaliknya.
Kedua: Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala
atau ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh
manusia, binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu
biji saja, sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama
saja apakah dia kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan
bahwa seseorang itu ketika menanamnya tidak memperdulikan perkara ini
(perkara tentang apa yang dimakan dari tanamannya merupakan sedekah)
kemudian apabila terjadi tanamannya dimakan maka itu tetap merupakan
sedekah baginya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang muslim akan mendapat
pahala dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat dia
tetap bersabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’ala.
Dari ketiga hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan yang
dilakukan seorang muslim yang pada hakekatnya hanya berupa sebuah hal
5
yang mubah, yaitu bercocok tanam tetapi pelakunya dapat memperoleh
pahala. Walaupun itu asalnya bukan suatu ibadah tapi bisa bernilai ibadah dan
akan mendapat pahala.
Sesungguhnya segala perkara perkara bagi seorang muslim adalah bisa
bernilai ibadah dan mempunyai kebaikan sebagaiman hadits dari Abu Yahya
Shuhaib bin Sinan Rodhiyallohu ‘Anhu dia berkata, telah bersabda
Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:
: إ�ن� ؤ�م�ن� ل�ل�م� إ�ال� د� أل�ح� ذ�ل�ك� ل�ي�س� و� ي�ر� خ� ك�ل�ه� ه� ر� م�أ� إ�ن� ؤ�م�ن� ال�م� ر� أل�م� ب!ا ع�ج�
, ا ي�ر! خ� ك�ان� ف� ب�ر� ص� اء� ر� ض� اب�ت�ه� ص�أ� إ�ن� و� ل�ه� ا ي�ر! خ� ك�ان� ف� ك�ر� ش� اء� ر� س� اب�ت�ه� ص�
أ�
ل�ه�
Artinya:
“Menakjubkan pada perkara seorang mukmin sesungguhnya
perkaranya semuanya baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan
melainkan oleh seorang mukmin: jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat)
dia bersyukur maka itu adalah kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah)
menimpanya kemudian dia bersabar maka itu adalah kebaikan baginya.”(HR.
Imam Muslim lihat kitab Riyadhush Shalihin hadits no.27)
Syaikh Utsaimin rohimahulloh juga menambahkan bahwa perkara ini
memang menakjubkan. Yaitu seandainya ada seorang pencuri mencuri
tanaman seseorang, misalnya ada seorang datang ke sebatang pohon kurma
kemudian mencuri kurma. Maka bagi si pemilik kurma justru memperoleh
pahala atas peristiwa pencurian kurma tersebut. Meskipun di sisi lain
sekiranya dia mengetahui siapa pencurinya maka dia harus dilaporkan ke
pihak berwajib.
Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan
sedekah? Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu
kaidah bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau
ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya
seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Maka kalau kita perhatikan
6
tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik yang akan menjadi sedekah
walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.
2.2 Takhrij Hadits
2.2.1 Kritik Sanad
Para perawi dalam hadis sunan Al-Bukhari no 2320 dapat dikatakan
memenuhi persyaratan sebagai perawi hadis sahih. Sanadnya muttasil dari al-
Bukhari sampai dengan kepada Rasulullah SAW, pada perawi yang pertama,
yaitu Anas bin Malik yang statusnya adalah sahabat Nabi, maka dalam hal ini
tidak perlu dipersoalkan dan diragukan lagi bahwa sanadnya muttasil, dan
Anas bin Malik wafat pada tahun 93 H, sedangkan muridnya yang bernama
Qatadah Ibn Diamah meninggal pada tahun 117 H. Antara keduanya memiliki
selisih 24 tahun dari kematiannya, dan diperkirakan bahwa mereka pernah
bertemu dengan selisih kematian yang terpaut 24 tahun. Murid dari Qatadah
ibn diamah adalah al-Waddah ibn Abdillah al-Yaskuri yang meninggal pada
tahun 175 H dan selisih antara keduanya adalah 58 tahun sehingga ada
indikasi pertemuan antara Qatadah ibn diamah dan al-Waddah ibn Abdillah al-
Yaskuri. Maka kemungkinan mereka untuk bertemu antara guru dengan murid
sangatlah besar, jadi antara keduanya tidak dipersoalkan. Qutaibah Ibn Sa’id
adalah murid dari al-Waddah ibn Abdillah al-Yaskuri, Qutaibah meninggal
pada tahun 145 H, sedangkan jarak antara Qutaibah dengan al-Waddah adalah
66 tahun, hal ini adalah selisih yang jauh dari riwayat yang lain, dengan
lambang periwayatan haddasna maka sanad hadis tersebut muttasil, dan yang
terakhir adalah Bukhori, dari lambang periwayatan yang didapatkan dari
gurunya adalah haddasana maka disimpulkan bahwa sanadnya tidak terputus.
a. jalur sanad
7
Anas bin Malik bin AnNadlir bin Dlamdlom bin
Zaid bin Haram
Qatadah bin Da'amah binQatadah
"Wadldloh bin 'Abdullah,maula Yazid bin 'Atha'
Qutaibah bin Sa'id binJamil bin Tharif bin
'Abdullah
b. Biografi Sanad
1). Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram
Nama Lengkap : Anas bin
Malik bin An Nadlir bin
Dlamdlom bin Zaid bin
Haram
Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu Hamzah
Negeri semasa hidup :
Bashrah
Wafat : 93 H
2). Qatadah bin Da'amah bin
Qatadah
ULAMA KOMENTAR
Ibnu Hajar al
'AsqalaniShahabat
Nama Lengkap : Qatadah
bin Da'amah bin Qatadah
Kalangan : Tabi'in kalangan
biasa
Kuniyah : Abu Al
Khaththab
Negeri semasa hidup :
Bashrah
Wafat : 117 H
ULAMA KOMENTAR
Yahya bin Ma'in Tsiqah
Muhammad bin
Sa'dtsiqah ma`mun
Ibnu Hajar al
'Asqalanitsiqah tsabat
Adz Dzahabi Hafizh
3). Wadloh bin 'Abdullah, maula Yazid bin 'Atha
8
Nama Lengkap :
"Wadldloh bin
'Abdullah, maula
Yazid bin 'Atha'"
Kalangan : Tabi'ut
Tabi'in kalangan
pertengahan
Kuniyah : Abu
'Awanah
Negeri semasa hidup :
Bashrah
Wafat : 175 H
ULAMA KOMENTAR
Affan bin Muslim tsabat
Al 'Ajli Tsiqah
Abu Hatim shaduuq tsiqah
Ya'kub bin
Syaibahtsabat shalih
Abu Zur'ah Tsiqah
Ibnu Sa'd tsiqah shaduuq
4). Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Nama Lengkap : Qutaibah
bin Sa'id bin Jamil bin
Tharif bin 'Abdullah
Kalangan : Tabi'ul Atba'
kalangan tua
Kuniyah : Abu Raja'
Negeri semasa hidup :
Himsh
Wafat : 145 H
ULAMAKOMENTA
R
Abu Hatim Tsiqah
An Nasa'i Tsiqah
Yahya bin Ma'in Tsiqah
Ibnu Hajar al
'Asqalani
Tsiqah
Tsabat
2.1.2 Kritik Matan
Adapun yang dapat dijadikan patokan dalam penelitian matan hadis
adalah tidak bertentangan dengan ayat-ayat Alquran yang muhkam, tidak
bertentangan dengan akal sehat, tidak bertentangan dengan hadis mutawatir,
dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui kualitas matan pada hadis Imam Al-Bukhari di atas
dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
9
a. Meneliti matan hadis apakah bertentangan dengan ayat Alquran atau
tidak, pada hadis tersebut tidak ada pertentangannya sama sekali dalam
ayat Alquran, bahkan menguatkan apa yang ada dalam ayat Alquran,
dalam hal ini khususnya adalah mengenai bercocok tanam, firman Allah
SWT yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahgian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar).2
2. Departemen Agama RI. 1971. Alquran dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ Khadim
al Haramain, 1971), 30: 41.
Penafsiran dari ayat ini adalah:
Ketika manusia belum tamak kepada harta dan belum musyrik dengan
kemewahan dunia, maka dunia ini penuh dengan kebijakan dan kejayaan,
keamanan dan ketentraman. Pada mulanya manusia hidup dalam kebahagiaan
sampai timbul kemudian timbul rasa dengki, loba dan tamak yang dilahirkan
dalam berbagai corak. Maka Allah mengutus Nabi-Nabi-Nya untuk
menyampaikan keterangan yang menggembirakan dan menyampaikan peringatan,
selain untuk menentukan hukum di antara manusia dalam segala macam hal yang
mereka perselisihkan. Karena itu, timbullah pertarungan antara yang benar dan
yang batal. Allah juga menyiksa orang-orang yang durhaka dan membinasakan
umat yang ingkar. Allah mencabut keberkatan dari manusia dan menyiksa mereka
dengan mendatangkan bencana yang memusnakan harta dan jiwa, sehingga
mereka kembali kepada kebenaran.6
b. Membandingkan dengan matan hadis lainnya yang setema, dari riwayat
Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari tidak ada perbedaan yang
menonjol. Hanya saja dari beberapa matan hadis lain yang satu tema
matannya berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak mengurangi makna
yang terkandung di dalamnya. Perbedaan lafadz dalam matan hadis yang
ada, menurut ulama’ hadis perbedaan yang tidak mengakibatkan
10
pergeseran makna asalkan sanadnya sahih maka perbedaan itu dapat
ditoleransi.7
Mengacu pada hadis di atas, jelas tidak ada pertentangan sama
sekali dalam kajian makna hadisnya, bahkan antara hadis riwayat al-
Tirmidhi dengan riwayat yang lainnya saling mendukung.
c. Hadis di atas tidak pula bertentangan dengan akal sehat, karena selama
seseorang yang menanam pohon adalah suatu tindakan untuk kelestarian
alam dengan bermanfaat juga untuk manusia dengan menghasilkan CO2
yaitu oksigen yang sehari-hari dibutuhkan manusia. Disamping itu juga
dalam ajaran Islam penanaman pohon yang hasilnya dimanfaatkan
makhluk hidup lainnya bias menjadi shadaqah ketika sudah meninggal
pemiliknya.
Beberapa hal di atas telah menunjukkan bahwa matan hadis nomor
2320 dalam Sunan Al-Bukhari telah memenuhi kriteria yang dijadikan
ukuran dalam mengetahui kesahihan matan.
Berdasarkan kritik sanad dan kritik matan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bernilai sahih.
Dengan demikian hadis tersebut dapat dijadikan hujjah dan dijadikan landasan
hukum Islam, karena kandungan matannya sama sekali tidak ada pertentangan
dengan Alquran dan lain-lain.
2.3 Asbabul Wurud
Asbabul wurud dari hadits diatas berawal dari suatu kejadian dimana
ada seorang laki- laki yang berpapasan dengan abu dardak ketika dia sedang
menanam bibit pohon di Damaskus, maka orang tersebut berkata kepadanya
“apakah anda melakukan hal ini ? padahal jika anda adalah sahabat rasulullah
SAW.?”, maka abu dardak menjawab, “janganlah terlalu terburu-buru
memberi penilaian kepadaku, aku mendengar rasulullah SWA. Bersabda:
“Barang siapa menanam bibit tanaman (sekalipun ) yang tidak dimakan oleh
manusiadan tidak pula oleh mahluk allah melaikan allah menuliskan sadaqah
baginya “.[3]
11
Dengan adanya hadis ini dapat mendorong seseorang untuk mengelola
tanah dengan tanaman, atau dengan melakukan usaha pertanian, atau dengan
memanfaatkan tanah kosong untuk dijadikan sebuah kebun atau pekarangan,
karena allah pesti akan menuliskan sebuah pahala sadaqah baginya. sehingga
orang islam akan bersemangat untuk melakukan sesuatu yang bermamfaat
baginya dan bagi alam sekitarnya, hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran
islam sangat memperdulikan lingkungan dan menunjukkan bahwa semua
perbuatan orang islam tidak sia-sia dan perbuatannya pasti akan
mendapatkankan pahala atau balasan yang setimpal sesuai dengan apa yang ia
kerjakan, walaupun hanya dengan menanam sebuah bibit tanaman yang belum
tentu dimakan oleh manusia atau hewan .
2.4 Keutamaan Menanam Pohon Menurut Islam
Sebagian besar kebanyakan orang menyangka bahwa program
penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah,
sehingga ada diantara mereka yang tidak peduli dalam mendukung program
tersebut.
Sebuah hadits yang masyhur dari Rasulullah SAW, beliau bersabda
yang artinya:
“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh
amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir
pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan
kebaikan baginya”. [HR. Muslim]
Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam
merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita walau telah meninggal, selama
tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
12
“Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu
burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan
sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy]
Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi
Allah SWT sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia
dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam
lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan
haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman
yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.
Penghijauan atau reboisasi merupakan amalan sholeh yang
mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu
kemaslahatan akhirat manusia. Jika demikian banyak manfaatnya, maka tak
heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan
menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits
lainnya, seperti beliau pernah bersabda yang artinya:
“Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang diantara kalian
terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia
menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad]
Rasulullah SAW tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada
umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena
perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua
ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green” alias program penghijauan.
Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy-rahimahullah
berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, Di dalam
hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa
pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman
itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
a. Menanam pohon bersifat mubah, dan juga bukanlah suatu hal yang
bernilai ibadah, tetapi apabila dilakukan akan bernilai shadaqah jariyah.
b. Asbabul wurud dari hadits diatas berawal dari suatu kejadian dimana
ada seorang laki- laki yang berpapasan dengan abu dardak ketika dia
sedang menanam bibit pohon di Damaskus.
c. Berdasarkan kritik sanad dan kritik matan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bernilai sahih. Dengan
demikian hadis tersebut dapat dijadikan hujjah dan dijadikan landasan
hukum Islam, karena kandungan matannya sama sekali tidak ada
pertentangan dengan Alquran dan lain-lain.
14
d. Menanam pohon dikatakan bernilai shadaqah jariyah karena memberikan
banyak manfaat pada kehidupan yang pahalanya tidak akan terputus
sampai hari kiamat.
3.2 Saran
Dari pembahasan diatas, penulis menyarankan kepada pembaca khususnya
mahasiswa teknik lingkungan untuk berpartisipasi dalam menanam pohon,
karena pohon merupakan unsure yang penting dalam hidup kita.
15