Hadits Ahad
-
Upload
azzahra-azzahra -
Category
Education
-
view
454 -
download
34
Transcript of Hadits Ahad
Hadits Ahad
1. Pengertian hadits Ahad
Menurut bahasa kata “ahad” bentuk plural (jama’) dari kata “ahad” yang berarti: satu (hadist wahid) berarti hadis yang diriwayatkan satu perawi.
Menurut istilah, hadist ahad adalah:
المتواتر شروط يجمع مالم هو
Artinya: Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk menjadi hadis mutawwatir. Yang dimaksud hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh beberapa perawi yang jumlahnya tidak mencapai batasan hadist mutawwatir.
Jadi semua hadits yang diriwayatkan satu orang, dua orang atau lebih tapi tidak memenuhi syarat untuk memasukkannya kedalam katagori hadits mutawatir, maka disebut hadits Ahad.Dari segi kualitasnya hadits ahad ada yang berstatus shahih, hasan dan dha’if. Oleh karena itu penelitian terhadap kualitas sanad yang dijadikan sandarannya sangat penting, sehingga dapat dipisahkan antara hadits yang berstatus shahih, hasan dan dha’if.
Hadist ahad memiliki nilai “nadhariy”. Yakni ia masih
merupakan ilmu yang masih memerlukan penyelidikan dan
pembuktian lebih lanjut. Menurut Ibn Ash-Shalah, riwayat perawi
tunggal tsiqah (Hadist gharibdan hadist fard) diklasifikasi ke dalam
tiga kategori:
Pertama, riwayat perawi tsiqah yang bertentangan dengan riwayat yang lebih tsiqah. Riwayat seperti ini harus ditolak dan dianggap syadzdz. Kedua,riwayat
perawi yang bertentangan dengan riwayat perawi tsiqah lainnya. Riwayat jenis ini
diterima. Ketiga, riwayat yang berada diantara dua jenis kategori di atas. Contoh, menambah sebuah kata dalam
hadist yang tidak disebutkan oleh semua perawi lain yang turut meriwayatkan hadist tersebut. Seperti hadist
yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar, “Anna rasul Allah faradha zakat al-fithr min
ramadhan ala kulli hurrin au ‘abdin dzakarin au untsa min al-muslimin”.
Ubaidillah Ibn Umar, Ayyub dan lain-lain meriwayatkan hadist tersebut dari Nafi’ tanpa tambahan tersebut. Untuk kategori ketiga ini, Ibn Ash-Shalah tidak memberikan penilaian sama sekali. Al-Khathib Al-Baghdadi tidak
keberatan dengan tambahan tersebut, dengan syarat dilakukan oleh perawi yang
tsiqah. Menurut Ibn Katsir (701-774), tambahan yang dilakukan oleh perawi tsiqah diterima oleh
mayoritas fukaha dan ditolak oleh mayoritas para ahli hadist. Namun, At-Tarmidzi
dalam Al-‘Ilal menganggap shahih apabila tambahan tersebut dilakukan oleh orang yang
kuat hafalannya (dhabith).
Hadist gharib atau fard (tunggal) dapat diketahui melalui tiga cara: 1) dari aspek lokalitas, hadist tersebut diriwayatkan oleh
perawi tunggal dari sebuah daerah2) perawi tunggal dari seorang imam yang terkenal3) perawi dari sebuah daerah tertentu meriwayatkan
hadist dari orang Madinah.
Al-Khitab Al-Baghdadi, Ibn Ash-Shaleh, As-Suyuthi, dan Ibn Katsir
mengikuti pendapat Asy-Syafi’I bahwa keshahihan sebuah riwayat
tunggal tergantung pada ke-tsiqah-an perawinya. Dengan kata lain,
untuk menilai ke-tsiqah-an hadis gharib tergantung pada
apakah hadist tersebut memenuhi syarat-syarat hadist shahih ataukah
tidak
2. Pembagian Hadits Ahad1. Hadits MasyhurHadits Masyhur adalah, hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir. Hadits mutawatir bersifat lebih umum artinya walaupun sebagian dari thabaqat sanadnya jumlah perawi yang meriwayatkan kurang dari tiga orang ,masih dapat dikatakan hadits masyhur. hadits masyhur biasanya pada thabaqat pertama (sahabat) dan thabaqat kedua (tabi’in) terdiri dari satu orang perawi saja, kemudian jumlah rawi pada thabaqat berikutnya cukup banyak.
Jenis Hadits masyhura) Hadist Mustafidl (nama lain dari hadist masyhur)Menurut bahasa kata “mustafidl” berbentuk isim Fail dari kata “istifadla”, kata pecahan dari kata “Faadla”. Artinya sesuatu yang tersebar. Menurut istilah, definisi hadist mustafidl ada tiga pendapat.Pertama, hadist mustafidl searti dengan hadist masyhur. Kedua,mustafidl lebih khusus daripada masyhur, karena bagi mustafidl disyaratkan jumlah perawi pada dua ujung sanadnya sama, yakni pada awal dan akhir sanad terdiri dari tiga perawi, sedang masyhur tidak. Ketiga, mustafidl lebih umum dari pada masyhur, yakni kebalikan pendapat kedua.
Jenis Hadits Masyhurb) Pengertian lain tentang hadist masyhur, maksudnya yaitu hadist masyhur dipahami sebagai suatu
hadist yang telah dikenal dikalangan para ahli ilmu tertentu atau dikalangan masyarakat umum tanpa memperhatikan ketentuan
syarat di atas, yakni banyaknya perawi yang meriwayatkannya,
sehingga kemungkinannya hanya mempunyai satu jalur sanad saja
atau bahkan tidak berasal (bersanad) sekalipun.
4) Macam-macam hadist masyhur:a) Masyhur menurut ahli hadist saja, seperti hadist yang diriwayatkan Anas ra:قنت النبي صلي الله عليه وسلم بعد الركوع شهرا يدعو علي رعل وذكوانArtinya: Bahwa Nabi saw pernah membaca doa qunut setelah ruku’ selama satu bulan untuk mendoakan keluarga Ri’il dan Dzakwan (HR. Bukhari Muslim).b) Masyhur menurut ahli hadist, ulama lain, dan masyarakat umum, seperti hadist:
المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويدهArtinya: Seorang muslim adalah orang yang menyelamatkan sesama orang muslim dari gangguan lisan dan tangannya (HR. Muttafaq ‘alaih)c) Masyhur menurut ulama fiqih, seperti hadist:أبغض الحالل إلي الله الطالقArtinya: Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talaq
d) Masyhur menurut ulama ushul fiqih, seperti hadist:
رفع عن أمتي الخطاء و النسيان وما استكرهوا عليهArtinya: Terangkat (dosa) dari umatku, kekeliruan, lupa, dan perbuatan yang mereka kerjakan karena terpaksae) Masyhur menurut ahli nahwu, seperti hadist:
نعم العبد صهيب لولم يخف الله لم يعصهArtinya: Sebaik-baik hamba Allah Shuhaib, walaupun dia tidak takut Allah, dia tidak berbuat maksiatf) Masyhur menurut masyarakat umum, seperti hadist:العجلة من الشيطانArtinya: Sikap (tindakan) tergesa-gesa adalah sebagian dari (perbuatan) syaitan
2) Hukum Hadist MasyhurHukum hadist masyhur adakalanya shahih, hasan, atau dha’if bahkan ada yang bernilai maudhu’. Akan tetapi hadist masyhur yang berkualitas shahih memiliki kelebihan untuk ditarjih (diunggulkan) bila ternyata bertentangan dengan hadist aziz dan hadist gharib.
b. Hadist AzizHadist aziz adalah hadist yang diriwayatkan oleh dua atau tiga perawi dalam salah satu thabaqahnya. Ini adalah definisi Ibn Shalah dan diikuti pula oleh Imam Nawawi. Hadist riwayat dua atau tiga perawi dapat dikategorikan aziz. Ibn Hajar lebih condong pada riwayat dua orang untuk definisi aziz dan tiga orang untuk definisi masyhur.Contoh hadist yang dikategorikan aziz, di antaranya:
ي أكون أحب إليه ال يؤمن احدكم حتاس اجمعين من والده و النArtinya: Belum sempurna iman seseorang jika ia belum mencintaiku melebihi cintanya kepada orang tuanya, anaknya dan semua orang.
c. Hadist GharibHadist gharib adalah hadist yang hanya diriwayatkan oleh satu orang dalam salah satu thabaqahnya. Dinamakan demikian karena ia nampak menyendiri, seakan-akan terasing dari yang lain atau jauh dari tataran masyhur apalagi mutawatir. Ibarat orang yang pergi jauh terasing dari sanak keluarganya. Para ulama membagi hadist gharib menjadi dua berdasarkan letak keterasingannya:
Macam2gharib
1.Gharib Mutlak, dikatakan demikian jika dalam salah satu tingkatan sanadnya terdapat hanya seorang perawi yang meriwayatkan. Misalnya hadist shahih yang berbunyi:
كلمتان خفيفتان على اللسان ثقيلتان في الميزان حبيبتان إلى حمن سبحان الله العظيم سبحان الرالله وبحمدهArtinya: Ada dua kalimat yang ringan untuk diucapkan oleh lidah namun berat bobot timbangannya dan sangat dicintai oleh Allah, kalimat itu adalah subhanallah wa bihamdih.
2) Gharib Nisbi, yaitu hadist yang dalam sanadnya terdapat perbedaan yang membedakan dengan kondisi mayoritas sanad. Gharib nisbi tidak berkaitan dengan jumlah perawi, namun lebih pada kondisi yang asing atau beda bila dibanding dengan kondisi sanad lain. Perbedaan tersebut bisa berkaitan dengan tempat atau sifat perawi.
Istilah lain yang sering disepadankan dengan gharib adalah munfarid. Sebagian ulama
membedakan dua istilah tersebut seperti Al-Qoriy yang kemudian dianut oleh Nuruddin ‘Itr. ‘Itr menilai ada sisi-sisi tertentu yang tidak bisa
disepadankan, terutama yang berkaitan dengan contoh pembagiannya.
Sebagian ulama lain justru menyamakan dua istilah tersebut, baik secara etimologi maupun
terminologi. Mereka menilai bahwa perbedaan sebenarnya bukan pada masalah yang esensial,
namun sebatas pengkategorian kasus. Pendapat ini dianut oleh Muhammad Adib Sholeh.
Hujjah hadits ahad
a. Sejarah membuktikan bahwa Rasulullah SAW tatkala menyebarkan Islam kepada para pemimpin negeri atau para raja, beliau menunjuk dan mengutus satu atau dua orang sahabat. Bahkan beliau pernah mengutus dua
belas sahabat untuk berpencar menemui dua belas pemimpin saat itu untuk diajak menganut Islam. Kasus ini membuktikan bahwa khabar yang disampaikan atau
dibawa oleh satu dua orang sahabat dapat dijadikan hujjah. Seandainya Rasulullah menilai jumlah sedikit
tidak cukup untuk menyampaikan informasi agama dan tidak dapat dijadikan sebagai pedoman niscaya beliau tidak akan mengirim jumlah sedikit tersebut. Demikian
kata Imam Syafi’i.
b. Dalam menyebarkan hukum syar’i, kita dapatkan juga bahwa Rasulullah mengutus satu orang untuk mensosialisasikan hukum-hukum tersebut kepada para sahabat yang kebetulan tidak mengetahui hukum
yang baru ditetapkan. Kasus pengalihan arah kiblat yang semula menghadap Baitul Maqdis di Palestina kemudian dipindah ke arah kiblat
(Ka’bah) di Mekkah. Info pengalihan seperti ini disampaikan oleh seorang sahabat yang kebetulan bersama Nabi SAW kemudian datang ke
salah satu kaum yang saat itu sedang melaksanakan shalat subuh lalu memberitahukan bahwa kiblat telah diubah arah. Mendengar informasi seperti itu spontan mereka berputar arah untuk menghadap ke Ka’bah padahal mereka tidak mendengar sendiri ayat yang turun tentang hal
itu. Imam Syafi’i mengatakan, seandainya khabar satu orang yang dikenal jujur tidak dapat diterima niscaya mereka tidak akan menggubris
informasi pemindahan arah kiblat tersebut.
c. Termasuk dalil yang digunakan Imam Syafi’i untuk membuktikan kehujjahan hadist ahad adalah hadist yang berbunyi:
نضر الله امرا سمع منا شيئا فبلغه كما سمع فرب مبلغ أوعي من سامعArtinya: Semoga Allah membaguskan wajah orang yang mendengar dari kami sebuah hadis lalu ia menyampaikannya sebagaimana ia dengar, bias jadi orang yang disampaikan lebih memahami dari pada orang yang mendengar.Anjuran Rasulullah SAW untuk menghafal lalu menyampaikan pada orang lain menunjukkan bahwa khabar atau hadist yang dibawa orang tersebut dapat diterima dan sekaligus dapat dijadikan sebagai dalil. Di sisi lain hadist yang disampaikan itu bisa berupa hukum-hukum halal haram atau juga berkaitan dengan masalah aqidah.
Syarat hujjah hadits ahada. Berakalb. Dhobit(memiliki ilmu dan hafalan
yang sempurna)c. Mendengar langsung dari Nabi
Muhammad saw.d. Tidak menyalahi pendapat ulama
hadits
Pertama, menunjukkan dugaan kuat (zhann), yaitu dugaan terkuat akan keabsahan penisbatan hadits
tersebut kepada orang yang menjadi sumber penukilan. Hal itu berbeda-beda sesuai dengan derajatnya. Hadits ahad bisa juga memberikan
faedah ilmu (yaqiin) jika memiliki berbagai indikasi (qaraa’in) yang menguatkan hal itu dan dikuatkan
oleh dalil pokok (yaitu Al-Qur’an atau hadits shahih).
Kriteria Hadits Ahad Adapun yang berkaitan dengan perawi hadits
(sanad) adalah bahwa mereka harus adil, dhabit, paham dengan hadits yang disampaikan, melakukan
apa yang telah diriwayatkannya, menyampaikan hadits dengan huruf-hurufnya, serta mengetahui
perubahan makna hadits dari lafal hadits yang sebenarnya.
Sedangkan persyaratan yang berkaitan dengan substansi hadits, yakni:1.Sanadnya bersambung dengan Rasulullah.2.Terhindar dari Syuzuz (kejanggalan-kejanggalan) dan ‘Illat (cacat).3.Tidak bertentangan dengan as-Sunnah al-Masyhurah serta tidak bertentangan dengan prilaku sahabat dan tabi’in.4.Sebagian ulama’ salaf tidak mencela hadits tersebut.5.Tidak terdapat penambahan dalam sanad dan matannya. e.Korelasi hadits ahad dengan kualitas hadits
Pembagian hadits ahad yang dibedakan menjadi masyhur, ‘aziz dan gharib bertujuan untuk
mengetahui banyak sedikitnya sanad. Sedangkan pembagian hadits ahad pada shahih, hasan dan
dha’if adalah bertujuan untuk menentukan dapat diterima atau ditolaknya suatu hadits.
Kitab-kitab yang membahas
tentang hadits ahad
1.Al-Maqasid al-Hasanah fi ma Isytahara ‘ala al-Alsinah, karya As-Sakhawi.2.Kasyf Al-Khafa’ wa Muzill al-Ibbas fi ma Isytahara min al-Hadits ‘ala Alsinah an-Nas, karya Al-Ajaluni.3.Tamyiz Ath-Thayyib min Al-Khabits fi ma Yadur ‘ala Alsinah An-Nas min Al Hadits, karya Ibnu ad-Daiba Asy-Syaibani.
Kitab-kitab yang didalamnya terdapat banyak hadits Gharib, yakni :1.Athraf al-Gharaib wa Al-Afrad, karya Muhammad bin Thahir Al-Maqsidi.2.Al-Afrad, karya Ad-Daruquthni3.Al-Hadits ash-Shihah wa al-Gharaib, karya Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizzi Asy-Syafi’i.4.Musnad al-Bazzar.5.Al-Mu’jam Al-Awsath, karya Ath-Thabarani.
DAFTAR PUSTAKA
1.Suparta, Munzier. 2014. Ilmu Hadis. (Jakarta: Rajawali Pers.)2.Khon, Abdul Majid.2008. Ulumul Hadis. (Jakarta: AMZAH)3.Zein, Muhamad Ma’shum.2008.Ulumul Hadist dan Mustholah Hadist, (Jombang: Darul Hikmah)4.Suyadi, M. Solahudin dan Agus. 2008. Ulumul Hadis. (Bandung: Pustaka Setia)5.Rahman, Fathur. 1974. Ikhtisar Mushthalahul Hadits.(Bandung: PT. Al Ma’arif)6.Muslim, Moh. Akib. 2010. Ilmu Mustalahul Hadis. (Yogyakarta: Nadi Offset)7.http://dirasat-hadits-dan-tarikh.blogspot.com/2013/02/beberapa-faedah-hadits-ahad.html