H5N1
description
Transcript of H5N1
TUGAS INHALL ANATOMI II
MAKALAH INHALSALURAN NAFAS ATASAVIANT INFLUENZA
Disusun oleh :Mustaqim Apriyansa RahmadhanI1A008020Asisten :Litha Paramitha AprianiNIM I1A005030FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2008KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur ke hadirat Allah SWT saya ucapkan atas terselesaikannya makalah yang berjudul Aviant Influenza ini. Tanpa ridho dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat dirampungkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Anatomi I tahun ajaran 2007/2008 di FK UNLAM Banjarbaru.
Makalah ini dibuat dengan menggunakan metode telaah pustaka dan didukung dengan data-data yang didapat dari berbagai referensi. Selaku penulis, besar harapan kami bahwa makalah ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung kami hingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. terutama kepada dr. Husairi,MAg selaku Kordik Anatomi FK UNLAM Banjarbaru yang banyak memberi materi-materi kuliah penting pada kami, dan teman-teman lainnya yang selalu mendukung serta membantu kami dalam memberikan pendapat, sarana, materi, maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan makalah ini serta ikut membantu kelancaran pembuatan makalah ini kami ucapkan pula terima kasih.
Akhirnya, sesuai dengan kata pepatah tiada gading yang tak retak, kami pun menyadari sepenuhnya bahwa laporan yang kami susun ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Karena kebenaran dan kesempurnaan hanya Allah-lah yang Punya dan Maha Kuasa.
Kami pun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama dalam usaha peningkatan mutu pendidikan di lingkungan Perguruan Tinggi khususnya FK UNLAM Banjarbaru.
PenulisDAFTAR ISIHalaman
LATAR SAMPUL..............................................................................................1KATA PENGANTAR........................................................................................2DAFTAR ISI..3BAB I PENDAHULUAN..4BAB II PEMBAHASAN62.1 GEJALA KLINIS.11
2.2 PENANGANAN..12
BAB III KESIMPULAN22
DAFTAR PUSTAKA.23
BAB I
PENDAHULUAN Dewasa ini seperti kita ketahui wabah virus flu burung telah menyebar ke berbagai pelosok dunia , mulai dari negara asia timur hingga ke Negara kita tercinta Indonesia.Virus itu menyerang bebagai jenis unggas, pada awal kemunculannya virus itu sudah menggegerkan dunia dengan banyaknya jumlah ternak unggas yang mati. Seketika itu Negara Negara yang terserang virus tersebut mulai melakukan tindakan untuk menyelsaikan masalah besar tersebut.Ada Negara yang hanya melakukan langkah antisipasi terhadap masalh tersebut, ada yang hanya menyemprotkan disenfektan terhadap unggas unggas yang dicurigai mengidap penyakit tersebut.Ada juga Negara yang melakukan pemusnahan masal hewan unggas untuk memutus rantai virus flu burung,
Di seluruh dunia orang telah mengenal penyakit influenza, yaitu penyakit yang disebabkan oleh orthomyxoviruses. Famili orthomyxoviruses terdiri dari virus influenza A, B, dan C. Virus influenza A dapat menyerang berbagai macam spesies dan dapat menyebabkan pandemic pada manusia. Virus influenza B hanya menyerang manusia, sedangkan Virus Influenza C selain dapat menyerang manusia belakangan telah diisolasi dari babi di China.
Pada abad terakhir ini terjadi reemerging epidemic diseasea penyakit influenza karena menyebabkan beberapa kali epidemic pada manusia yang menyebabkan banyak korban jiwa. Pada 1918 terjadi wabah Spanish influenza yang menyebabkan 20 40 juta orang meninggal . Berikutnya tahun 1957 terjadi epidemic Asian flue ( 1- 2 juta orang meninggal ) dan tahun 1968 terjadi Hongkong Flue yang menyebabkan 700.000 orang meninggal. Pada tahun 1997 muncul subtype virus influenza yang baru yaitu H5N1 yang menyerang 18 orang dan 6 orang di antaranya meninggal.
Penyakit Avian Influenza (AI) adalah penyakit menular pada unggas yang bersifat zoonosis dan disebabkan oleh sejenis virus keluarga Orthomyxo dan memiliki sifat ptogenitas yang rendah (low pathogenik ) dan sangat pathogen (highly pathogen ). Penyakit ini pertama kali ditemukan di Italia tahun 1878 oleh Perroncito dan penyebarannya semakin meluas di benua Eropa, Amerika, dan Asia yang dapat disebarkan antara lain melalui sesame jenis unggas atau perantaraan burung lia yang dapat berpindah antara pulau atau benua. Virus dapat diisolasi dari tinja dan leleran alat pernafasan dari burung yang terinfeksi . Penularan lewat aerosol atau udara dapat terjadi bila unggas tersebut berada dalam jarak berdekatan. Kemungkinan secara vertical belum dapat dibuktikan tetapi keberdaan virus dalam telur dari induk terinfeksi dapat menyebabkan penulran antar anak ayam dalam mesin penetas yang sama.
Di Indonesia dan beberapa Negara ASEAN lainnya, penyakit ini disebabkan oleh virus AI serotype H5N1.Hampir setiap Avian rentan terhadap inveksi AI, dan babi menempati posisi penting dalam epidilogi penykit ini, terutama potensnya sebagai mixing vessel untuk penularan ke manusia. Infeksi AI H5N1 di Hongkong 1997 membuktikan peranan penularan AI dari unggas ke manusia. Lingkungan budidaya peternakan ungas memegang peranan penting dalam penularan dan penyabaran penyakit. Di Indonesi sampai dengan November 2005 penyakit sekurang kurangnya telah tersebar ke 22 provinsi.
BAB II
PEMBAHASANVirus AI bersama sama dengan virus influenza yang lain temasuk ke dalam famili Orthomymyxoviridae. Partikel virus ini memiliki sampul dengan glikoprotein dengan aktivitas hemaglutinating dan neuraminidase. Kedua permukaan antigen, hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA), merupakan dasar penentuan identitas serologic dari virus influenza dengan nomor yang sesuai dalam menandai virus, misalnya H5N1. Sub tipe virus H5N1 inilah yang akhir akhir ini diyakini sebagai penyebab wabah di Indonesia dan berbagai Negara asia yang lainnya. Pada saat ini diketahui ada 15 jenis hemaglutinin dan 9 neuraminidase antigen yang diidentifikasi diantara virus influenza tipe A. Pembedaan tipe A, B, atau C didasarkan pada karakter dari protei M dari sampul virus dan nucleoprotein dalam partikel virus. Semua virus influenza yang menyerang hewan piara ayam, babi , dan kuda termasuk tipe A, sedangkan tipe B dan C tidak menyerang hewan piara.Avian influenza klasik memiliki H sebagai satu permukaan permukaan antigen tetepi dapat mempunyai N antigen yang berbeda. Diduga bahwa swmua virus H7 adalah hihly pathogenic adalah antigen H5. Virus disebut terakhir ini pertama kali ditemukan pada ayam tahun 1959.
Virus influenza pada unggas mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 220 C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00 C . Didalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit , dapat hidup lama, tetapi pada pemanasan 600 C selama 30 menit, 560 selama 3 jam dan pemanasan 800 C selama 1 menit . Virus akan mati dengan disenfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung iodine atau alcohol 70 %.
Virus H5N1 terus bermutasi sehingga dapat menjadi virus penyebab pendemi.
FAMILI: ORTHOMYXOVIRIDAE
GENUS: INFLUENZAVIRUS
TIPE A ( Manusia dan Hewan), B (Manusia), C ( Manusia)
Virus A (!993) sangat bervariasi dan B (1940) penyebab wabah pada manusia
Virus C menyebar secara periodic, ringan, tidak menyebabkan wabah
Genom ssRNA (SINGGLE STRANDED, NEGATIVE SENSE), BERSEGMEN
Antigen permukaan virus ada 2 glikoprotein yaitu :
Hemaglutinin (H) & neuraminidase (N)
Perbedaan H dan N merupakan dasar subtype = H1 H5 dan N1 N9
Pejamu
: manusia , babi, kuda , dan unggas(avian) natural host : burung
Influenza pada manusia virus H1N1, H2N2, dan H3N2, virus avian H5N1
NOProteinFungsi
1PB2RNA transcription component
2PB1RNA transcription component
3PARNA transcription component
4HAHemaglutinin, evelope glycoprotein, viral attachment, fushion, subtype specific
5NPAssociate with RNA and polymerase , type spesifik
6NANeuraminidase, evelope glycoprotein, enzyme, subtype, specific
7M1
M2Matrix protein, major component of virion, viral assembly, type specific
Integral membrane protein, ion channel, from spliced mRNA, type specific
8NS1Nonstructural, inhibits nuclear export of mRNA
NS2Minor component of virion, function unknown, from spliced Mrna
Virus influenza A, B, dan C mempunyai selubung dengan segmented, single stranded negative sense RNA dan termasuk famili Orthomyxoviridae. Virus influenza A dapat menginfeksi bermacam macam spesies dan merupakan satu satunya orthomyxovirius yang dapat menyerang burung. Virion virus in berben tuk speris dengan diameter 80 120 nm dan dapat juga berbentuk filomentous dengan panjang beberapa micrometer. Nukleokapsid virus berbentuk helix yang mengandung 8 segmen gen yang membentuk 10 protein yang btedapat baik pada permukaan mau[un pada kapsid.Yang termasuk dalam protei permukaan adalah hemaglutinin (HA) , neuraminidase (N) dan matrix 2 (M2), sedangkan protein pada kapsid adalah nucleoprotein (NP), polymerase complex (PB1, PB2, dan PA), matrix 1 (M1) dan non structural protein 1 dan 2.
Berdasarkan sifat antigeneti dan genetic HA dan NA maka virus influenza A dapat dibagi menjadi subtype subtype. Saat ini didapatkan 15 subtipe HA (H1,H2,H3,..H15 ) dan 9 subtipe N (N1,N2,N3,..N9).
Protein HA dan N yang terdapat di permukaan dengan rasio 8 :1 merupakan antigen virus yang paling penting karena dapat merangsang terjadinya respon imun host terhadap infeksi. Hemaglutini yang merupakan suatu glikoprotei yang melekat pada membrane virus dangan membentuk suatu hemotrimer. Monomer HA terdiri bagian kaput yang berbentuk globulus yang dihubungkan dengan fibrous stalk domain dan terdiri dari 2 segmen polypeptide yaitu HA1 dan HA2. Segmen HA1 dapat membentuk tempat untuk mengikat sialic acid dan memperantai perlekatan HA dengan permukaan sel host. Asam amino terminal pada segmen H2 berfungsi sebagai peptide penyatu (fusion peptide ). Pada puncak globulus didapatkan kantung pengikat reseptor yang memperantai ikatan virus dengan permukaan sel host dan terdiri dari rantai karbohodrat yang jumlah dan posisinya bervariasi sesuai strain virus.
Protei HA merupakan protei yang paling penting untk menentukan virulensi virus Avian Influenza (AI). Untuk menjadi infeksius diperlukan pemecahan precursor (HA0) menjadi subunit HA1 dan HA2 . Subunit HA2 mengandung asam amino terminal bebas yang diperlukan untuk pengikatan virus dengan sel host. Proses pemecahan tersebut karena adanya enzim protease host.Enzim protease host tersebut terbagi menjadi 2 kelompok yaitu trypsinlike enzymes yang terdapat pada tempat tempat tertentu ( saluran napas dan daluran cerna ) dari host , dan ubiquitous proteases yang dapat memecah rangkaian residu asam amino Hemaglutinin pada cleavage subunit. PQdq mqmqlia dan burung protein HA dari virus akan dipecah oleh enzim protease ekstraseluler pada saluaran cerna dan saluran napas. Walaupun sifat virulensi virus HA memegang peranan yang paling penting dalam menentuakan virulensi virus tersebut. Virulen atau tidaknya virus avian influenza (AI) ditentukan oleh urutan asam amino pada tempat pemecahan protein HA (HA cleavage site ) . Virus AI yang virulen mempunyai serangkaian residu asam amino dasar yang akan dipecah oleh ubiguiltous protease yang terdapat pada banyak jaringan sehingga menyebabkan infeksi sistematik, sedangkan pada virus yang avirulen pemecahan protein HA oleh protease terjadi pada tempat tempat tertentu, yaitu saluran pernapasan dan saluran cerna sehingga infeksinya terbatas pada kedua organ tersebut . Jadi adanya rangkaian asam amino dasar pada cleavage site akan meningkatkan patogenitas virus sehingga menyebabkan terjadinya replikasi virus pada banyak organ ditandai adanya infeksi sitematik yang berat.Penyebaran virus AI terjadi melalui droplet infection di mana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki alveoli, tergantung dari ukuran droplet. Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpapar dengan mikgprotein yang mengandung sialic acid yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Human influenza viruses dapat berikatan dengan alpa 2,6 sialilotigosakarida yang berasal dari membran sel di mana didapatkan residu sialic acid yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusta. Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran napas dapat dicegah. Tetapi virus mengandung protein neuraminidase pada permukaannya yang dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel tersebut. Replikasi-virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yartu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.Salah satu ciri yang penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk mengubah antigen permukaannya (HA dan N) baik secara cepat / mendadak maupun lambat (bertahun-tahun). Peristiwa dimana terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift. Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit disebut antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza A sedangkan antigenic drift terjadi pada virus influenza B, Virus influenza C relatif stabil.
Teori yang mendasari terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari gen-gen pada HA dan N diantara human dan avian influenza viruses melalui perantara host ketiga. Sejak dulu diduga kondisi yang memudahkan terjadinya antigenic shift adalah adanya penduduk yang bermukim di dekat daerah peternakan unggas dan babi. Karena babi bersifat rentan terhadap infeksi baik oleh avian maupun human virus maka hewan tersebut dapat berperan sebagai mixing vessel untuk penyusunan kembali gen-gen yang berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan terbentuknya subtipe virus yang baru. Akhir-akhir ini diketahui adanya kemungkinan mekanisme sekunder untuk terjadinya perubahan ini. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa setidak tidaknya ada beberapa dari 15 subtipe virus influenza yang terdapat pada populasi burung dimana manusia dapat berfungsi sebagai mixing vessel. Bukti yang nyata akan peristiwa ini adalah terjadinya pandemi pada tahun 1957 oleh subtipe virus H2N2, dan tahun 1968 oleh pandemi virus H3N2.
1.1 Gejala Klinik Secara umum, gejala klinis serangan virus itu adalah gejala seperti flu pada umumnya, yaitu demam, batuk,sesak dan sakit tenggorokan, ber-ingus, nyeri otot, sakit kepala, lemas, dan dalam waktu singkat dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan di paru-paru (pneumonia), dan apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap kasus flu yang menderita pneumonia dengan faktor risiko kontak dengan unggas pada daerah yang sedang terjadi KLB flu burung sebaiknya segera diperiksakan pada rumah sakit rujukan flu burung untuk segera dirawat dan diambil spesimennya, sampai kasus tersebut dapat dibuktikan bukan flu burung.Flu burung banyak menyerang anak-anak di bawah usia 12 tahun. Hampir separuh kasus flu burung pada manusia menimpa anak-anak, karena sistem kekebalan tubuh anak-anak belum begitu kuat.
Kemampuan virus flu burung adalah membangkitkan hampir keseluruhan respon "bunuh diri" dalam sistem imunitas tubuh manusia. Semakin banyak virus itu terreplikasi, semakin banyak pula sitokin protein yang memicu untuk peningkatan respons imunitas yang memainkan peran penting dalam peradangan yang diproduksi tubuh. Sitokin yang membanjiri aliran darah, karena virus yang bertambah banyak, justru melukai jaringan-jaringan dalam tubuh,sehingga terjadi efek bunuh diri.1.2 Penanganan
Seperti kita ketahui bersama bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus tidak dapat diobati tetapi ditekan sehingga tidak muncul lagi virus itu di dalam tubuh. Karena flu burung bukan virus dengan kelas kacangan, diperlukan langkah yang tepat untuk menghadapinya. Dalam proses pengobatan virus flu burung diperlukan dua tahap yaitu diagnosa dan tata laksana mediknya.
Diagnosa
A. DEFINISI KASUSDalam mendiagnosis kasus flu burung ada 4 kriteria yang ditetapkan yaitu :
Seseorang dalam Investigasi
Kasus Suspek H5N1
Kasus Probabel H5N1
Kasus H5N1 Terkonfirmasi
1. Seseorang dalam InvestigasiSeseorang yang telah diputuskan oleh dokter setempat untuk diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi H5N1.
Kegiatan yang dilakukan berupa surveilans semua kasus ILI dan Pneumonia di rumah sakit serta mereka yang kontak dengan pasien flu burung di rumah sakit.
2. Kasus Suspek H5N1Seseorang yang menderita demam dengan suhu 38 C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini : Batuk
sakit tenggorokan
pilek
sesak napas
DAN DISERTAI
Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya gejala :
Kontak erat (dafam jarak1meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yap sudah konfirmasi.
Terpajan (mrsalnya memegang, menyembelih mencabuti bulu, memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam, unggas liar, bangkai unggas atau terhadap lingkungan yarg tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wifayah di mana jnfeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicungai atau dikonfirmasi dalam bulan terakhir
Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan . terakhir
Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas liar), misalnya kucing atau babi yang telah dikonfirmasi terinfeksi H5N1.
Memegang/menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya.
Ditemukan leukopeni (nilai hitung leukosit di bawah nilai normal).
Ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI menggunakan entrosit kuda atau uji ELISA untuk influenza A tanpa subtipe.
Foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada serial foto,
3. Kasus Probabel H5N1Kritena kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini:
a. ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali, dengan pemeriksaan uji HI mengguunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.b. hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya antibodi spesifik H5 datam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi (dikirim ke Laboratonum Rujukan).Atau
Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara epidemiologia berkaitan dengan aspek waktur tempat dan pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1 ysng terkonfirmasi.
4. Kasus H5N1 terkonfirmasiSeseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel
DAN DISERTAI
Satu dan hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratonum influenza nasional, regional atau internasional yang hasil pemeriksaan H5Nl-nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi :
a. Isolasi virus H5N1
b. Hasil PCR H5N1 positif
c. Peningkatan 4 kali lipat titer antibodi netcahsasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula 1/80.
d. Titer antibodi mikronetrilisasi H5N1 1/80 pada spesimen serum ysng diambil pada hari ke 14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau Western Blot spesifik H5 positif.
LANGKAH DIAGNOSTIK
Gejala Klinis
Pada umumnya gejala klinis flu burung yang sering ditemukan adalah demam 38 C, batuk dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah
pi1ek, sakit kepala, nyeri otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna. Bila ditemukan gejala sesak menandai terdapat kelainan saluran napas bawah yang memungkinkan terjadi perburukan. Jika telah terdapat kelainan saluran napas bawah akan ditemukan ronki di paru dan bila semakin berat frekuensi pernapasan akan semakin cepat.
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik Pemeriksaan LaboratoriumSetiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti di atas dianjurkan untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin (Hb, Leukosit, Trombosit, Hitung Jenis Leukosit), spesimen serum, aspirasi nasofaringeal, apus hidung dan tenggorok untuk konfirmasi diagnostik.Diagnosis flu burung dibuktikan dengan :
1. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerise Chain Reaction) untuk H5.
2. Biarkan dan identifikasi virus Influenza A subtipe H5N1.
3. Uji Serologi :
3.1 Peningkatan 4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dan spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan liter antibodi netralisasi konvalesen harus pula 1/80.
3.2. Titer antibodi mikronetrahsasi H5N1 1/30 pada spesimen serum yang diambil pada hari ke 14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau Western 1/160 atau Western Blot spesifik H5 positif.
Pemeriksaan lain dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah kemungkinan fiu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan Hematologi:
Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total Umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
Pemeriksaan Kimia darah:
Albumin, Globulin, SCOT, 5GPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya dijumpai penurunan Albumin, peningkatan SCOT dan SGPT, peningkatan Ureum dan Kreatinin, dan peningkatan Kreatin Kinase, sedangkan Analisis Gas Darah dapat normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Perneriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagrrostik dini.
Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan dianjurkan untuk mengambil sediaan post-mortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
Derajat PenyakitPasien yang telah dikonfirmasl sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan menjadi :
Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia
Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia ringan tanpa gagal napas
Derajat 3 : pasien dengan pneumonia berat dan gagal napas
Derajat 4: Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau dengan kegagalan organ ganda (multiple organ failure}.
Diagnosis BandingDiagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain:
Demam Dengue
Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur
Demam Typhoid
HIV dengan infeksi sekunder
Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan laboratonum yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding tergantung indikasi, antara lain:
Dengue blot : IgM, IgG untuk menyingkirkan diagnosis demam dengue
Biakan sputum dahak, darah dan urin.
Biakan Salmonella, uji Widal untuk menyingkirkan diagnosis demam tifoid.
Pemeriksaan anti HIV,
Pemeriksaan dahak mikroskopik Basil Tahan Asam (BTA) dan biakan mikobakterium, untuk menyinkirkan TB Paru.
Tata Laksana Medik
Pada dasarnya penatalaksanaan flu burung (AI) sama dengan influenza yang disebabkan oleh virus yang patogen pada manusia.
A. Penatalaksanaan Umum
1. Pelayanan di Fasilitas Kesehatan non Rujukan Flu Burung
Pasien suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
Untuk puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung dirujuk ke RS rujukan. Kriteria pemberian oseltamivir dengan sistem skoring, dimodifikasi dari hasil pertemuan workshop "Case Management" & Pengembangan Laboratorium Regional Avian Influenza, Bandung 20 - 23 April 2006.
Skor
Gejala12
Demam< 38 0 C 38 0 C
Frekuensi NafasN> N
RonkiTdk adaAda
LeukopeniTdk adaAda
KontakTdk adaAda
Jumlah
Skor :
6 - 7 = evaluasi ketat, apabila meningkat (>7)
diberikan oseltamivir
> 7 = diberi oseltamivir,
Batasan frekuensi napas di atas normal berdasarkan usia :
< 2bI
= 60x/menit
2bl -