GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke...

37
K.MUSTAROM Edisi 2 / Februari 2018 GOYAHNYA TATA DUNIA LIBERAL

Transcript of GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke...

Page 1: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

K.�MUSTAROM Edisi 2 / Februari 2018

GOYAHNYATATA DUNIA LIBERAL

Page 2: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

Goyahnya Tata Dunia Liberal

K. Mustarom

Laporan Edisi 2 / Februari 2018

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami,

kirimkan e-mail ke:

[email protected]

Seluruh laporan kami bisa didownload di website:

www.syamina.org

SYAMINA

Page 3: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI — 3

EXECUTIVE SUMMARY — 4

A. Pendirian Peradaban Barat — 6Sejarah Pendirian Barat — 7

Permulaan Kolonialisme Eropa — 8

Bangkitnya Ideologi Baru Eropa — 10

Revolusi Liberal dan Negara Modern — 11

Proyek Liberalisme Sekuler terhadap Dunia & Islam — 14

B. Pembangunan Tata Dunia Liberal — 16

C. Realita Tata Dunia Liberal — 19Fitur liberalisme — 19

Liberalisme Intoleran — 21

Sekulerisme yang Menetralisir — 24

Kebebasan Beragama, Ide Universal ataukah Kepentingan Politik? — 26

Kedaulatan di tangan rakyat ataukah di tangan para manipulator? — 27

Ketimpangan Ekonomi — 28

D. Akhir dari Tata Dunia Liberal? — 31Tren Geopolitik — 31

Tren Ideologi — 32

E. Kesimpulan — 36

DAFTAR PUSTAKA — 36

Page 4: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

4

Dahulu, pada tahun 1990-an, banyak orang percaya bahwa tatanan politik

liberal adalah gelombang masa depan dan akan melingkupi sebagian

besar dunia. Amerika Serikat dan sekutu-sekutu demokratisnya telah

mengalahkan fasisme dan kemudian komunisme, dan membawa manusia menuju

"akhir sejarah."

Namun kini, optimisme yang memabukkan pada tahun 1990-an berubah menjadi

rasa pesimisme yang semakin meningkat—bahkan kekhawatiran—akan tatanan

liberal yang ada saat ini. Kekuatan disintegrasi sedang berlangsung dan dasar-dasar

dunia pascaperang sedang bergetar.

Hari ini, tatanan tersebut mendapatkan tantangan, dengan munculnya kekuatan

baru yang tidak menjalankan norma-norma liberal Barat, mulai dari kelompok Islam

hingga negara seperti China dan Rusia.

Banyak pakar menilai bahwa demokrasi liberal yang mengarah pada kapitalisme

telah menjadi juara tatanan dunia. Mereka percaya tidak ada sistem lain yang tepat

untuk saat ini kecuali demokrasi liberal. Barat banyak mengeskpor konsep negara

EXECUTIVE SUMMARY

Page 5: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

5

bangsa ke seluruh dunia, bersama dengan prinsip-prinsip yang menyertainya, seperti

sekularisasi dan demokrasi. Nilai-nilai Barat pun menjadi mata uang intelektual yang

menjadi standar kebenaran. Tidak hanya dengan pendekatan lunak, kekerasan dan

pemaksaan pun mereka lakukan, demi terpeliharanya tatanan.

Kini, revolusi melawan tatanan internasional liberal yang dibentuk pasca Perang

Dunia II mulai berlangsung. Mulai dari kelompok fundamentalis Islam, kelompok

etno nasionalis yang melawan Uni Eropa, hingga munculnya demokrasi illiberal di

Eropa Timur.

Bagaimana semua itu bisa terjadi? Meningkatnya ketidakadilan, ketimpangan

ekonomi, menurunnya kepercayaan pada demokrasi, menguatnya identitas politik

dan agama diduga menjadi penyebab.

Dari semua penyebab tersebut, agama memainkan peran besar. Agama menjadi

ancaman terbesar tatanan liberal saat ini. Ia memberikan sense of identity kepada

pemeluknya. Mengapa orang memerlukan sense of identity? Mereka memerlukannya

untuk mengetahui siapa mereka, di mana mereka berada, dan apa tujuan hidup

mereka. Sense of identity tersebut lah yang selama ini gagal diberikan oleh dunia

liberal hari ini. Mereka juga gagal memperhatikan kepentingan rakyat kecil dan masa

depan mereka. Meaningless, begitulah kehidupan di bawah demokrasi liberal. Ada

harapan keselamatan abadi yang tidak bisa diberikan oleh demoktrasi liberal. Pada

akhirnya, orang membutuhkan lebih dari sekadar kesejahteraan ekonomi.

Banyak orang, dari berbagai latar belakang kelompok, merasa bahwa identitas

kelompok mereka saat ini sedang diserang, diabaikan, dan bahkan dihinakan. Mereka

mungkin berasal dari orang-orang yang merasakan ketidakadilan, ketimpangan

ekonomi, mereka yang mendapatkan tekanan dari imigrasi, dan mereka yang merasa

dikhianati oleh para penguasanya yang berselingkuh dengan pihak lain dengan

keyakinan yang berbeda. Dan kini, mereka ingin melawan itu semua.

Page 6: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

6

Goyahnya Tata Dunia Liberal

A. PENDIRIAN PERADABAN BARATIstilah 'Barat', 'Dunia Barat' dan 'Budaya Barat' banyak digunakan oleh para

politisi, media, dan akademisi 'Barat' untuk merujuk pada fenomena yang sangat

spesifik dari 'Peradaban Barat'. Kebanyakan orang yang menggunakan istilah 'Barat',

melakukannya secara intuitif, dan umumnya menyetujui siapa yang dimaksud

dengan negara Barat.

Namun, ada kalanya beberapa orang menantang label 'Barat', dan berusaha untuk

mengabaikan penggunaannya—terutama ketika berhadapan dengan argumen yang

mengkritik 'Barat' karena sejarah kelam kolonialisme mereka, intervensi militernya

ke negara lain yang terus berlangsung, dan ekspor produk budaya yang dilakukan

secara agresif ke seluruh dunia.

Umumnya, kebanyakan orang akan setuju bahwa Inggris, Prancis, Jerman,

Amerika Serikat, Kanada dan Australia adalah negara-negara Barat. Tapi apa arti

'Barat', dari mana asalnya, dan kriteria definitif apa yang bisa digunakan untuk

menentukan apa itu 'Barat', 'kebarat-baratan' dan 'non-Barat'?

Pemahaman tentang asal usul Barat, dan apa yang mendefinisikannya, akan

membantu menentukan dan memprediksi karakter dan perilaku mereka.

Untuk bisa memahami apa yang terjadi saat ini, kita harus melihat ke masa

lalu. Untuk memahami kondisi dunia Islam saat ini, serta kebijakan politik terhadap

dunia Islam dari kekuatan eksternal, kita harus melihat bagaimana kondisi politik

saat ini diciptakan.

Apa yang disingkapkan dalam sejarah kepada kita adalah sebuah pola yang

konsisten mengenai intervensi Barat, manipulasi dan eksploitasi atas dunia Islam

Page 7: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

7

sejak abad 16. Negara-negara Barat sangat konsisten dalam menjalankan formula

yang sukses dalam melakukan ekspansi, kolonisasi dan penyebaran pengaruh ke

seluruh dunia, tidak hanya dunia Islam.

Sejak revolusi sekuler pada abad 17, Barat tidak lagi diarahkan dan diatur oleh

tujuan berlatar pandangan dunia Kristen, tetapi termotivasi oleh hal yang lebih

materialistik—meski bukan berarti mereka jadi berhenti berperang karenanya.

Kekristenan digantikan oleh liberalisme sekuler sebagai sudut pandang dominan

dan motivasi untuk melakukan ekspansi.

Dulu, Barat menaklukkan suatu wilayah untuk mendapatkan harta dan

menyebarluaskan Kristen, sekarang mereka melakukannya untuk mendapatkan

harta dan menyebarluaskan liberalisme sekuler.

Ketika Liberalisme sekuler diharapkan dapat mengambil alih dan mengubah

dunia, Islam sebagai pola pandang saingan dan kekuatan yang melawan ketidakadilan

ekonomi hadir sebagai batu halangan terhadap ideologi liberal sekuler, sebagaimana

dulunya Islam menjadi batu halangan bagi Kristen.

Untuk memahami secara objektif kebijakan Barat modern terhadap

kebangkitan Islam atau potensi bangkitnya Islam di negara mayoritas Muslim, kita

perlu mempelajari respon dan strategi Barat dalam menghadapi Islam dan negara

mayoritas Muslim dalam sejarah.

Sejarah Pendirian BaratSetelah runtuhnya kekaisaran Roma Barat di abad kelima, Eropa terdiri dari

suku barbar yang memenuhi reruntuhan peradaban Roma dan saling berperang satu

sama lain. Suku-suku tak berpendidikan ini tidak dapat melanjutkan pembelajaran

yang dilakukan oleh orang Roma, ataupun memperbaiki pembangunan dan

teknologi Roma. Dari situ, Eropa memasuki “masa kegelapan” (Dark Ages). Yang

tersisa dari masa Roma adalah kepercayaan Kristen—yang kebanyakan suku

telah mengadopsinya pada abad kelima, dan institusi keagamaan gereja Katolik—

yang telah diadopsi oleh Roma sebagai agama resmi kekaisaran sesaat sebelum

kejatuhannya.

Dari abad ketujuh hingga kesembilan, jatuhnya kerajaan suku Eropa oleh

tentara muslim menyebabkan suku-suku Eropa di sekitar area kekuasaan Islam mulai

bersatu di bawah kekuasaan satu suku yang kuat. Gereja Katolik mengadopsi strategi

ini untuk memperkuat pengaruhnya dan mengembalikan Eropa kepada puncak

kekuatan. Gereja mulai menawarkan kepada para kepala suku pengangkatan resmi

dari Gereja sebagai 'Raja', untuk menjadikan para anggota suku di bawah mereka

lebih loyal. Timbal baliknya, gereja dan para pendeta bisa memberikan pengaruh

dalam kekuasaan dan mendapatkan perlindungan.

Dengan bangkitnya kerajaan Eropa, dan dengan masuknya barang-barang

dengan teknologi tinggi dari dunia Islam ke pasar Eropa—yang meningkatkan

perkembangan materiil dari kerajaan-kerajaan baru ini—Gereja Katolik menyerukan

perang ideologi, atau "perang salib", terhadap tanah Eropa yang dikuasai oleh

Page 8: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

8

Muslim. Hal ini membantu Gereja meraih kekuatan dan pengaruhnya di bidang

politik domestik kerajaan-kerajaan baru tersebut. Pada saat yang sama mereka

juga menciptakan aliansi negara-negara kristen Eropa yang kemudian disebut

Christendom. Hal ini disebut oleh banyak ahli sejarah sebagai saat lahirnya kesadaran

dasar "Pra-Barat".

Akan tetapi, singgungan dan asimilasi Eropa dengan pembelajaran dan sains

Muslim sepanjang abad ke 11-12, terutama metode saintifik dalam mengamati

fenomena alam dan pengambilan kesimpulan atas hukum alam melalui eksperimen,

mengubah kebudayaan Eropa selamanya. Singgungan tersebut menghasilkan

sebuah kebangkitan intelektual dalam berpikir—yang kemudian disebut oleh ahli

sejarah sebagai the Renaissance.

Pada saat yang sama, kekuatan Utsmani naik di dunia Islam pada abad ke-

14, dan mengambil kekuasaan di seluruh dunia Islam dan mendeklarasikan dirinya

sebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke

13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan

Utsmani. Namun, seluruhnya berakhir dengan kegagalan.

Permulaan Kolonialisme EropaPada abad ke-16, kekuatan Eropa, dilengkapi dengan teknologi baru dan

keilmuan baru, melihat celah dengan biaya yang murah untuk meneruskan serangan

terhadap kekhalifahan Utsmani yang masih kaya dan memiliki kekuatan besar.

Penjelajah Eropa memutuskan untuk melewati musuh historisnya, dan menemukan

kesempatan baru untuk berdagang ke kepulauan yang jauh. Dulunya, mereka harus

melewati wilayah Utsmani dan membayar pajak.

Penemuan tanah-tanah baru yang kebanyakan ditinggali oleh suku-suku yang

inferior secara teknologi dan memiliki sumber daya alam yang kaya namun lemah

dalam pertahanan—yang mereka sebut sebagai 'tanah primitif'—membuat orang

Eropa berlomba-lomba untuk mendapatkan kontrol di seluruh dunia dalam upaya

untuk mendapatkan harta dan melakukan eksploitasi ekonomi.

Semua kekuatan Eropa, setiap kali menaklukkan tanah primitif baru,

seringkali fokus pada ekstraksi massal ataupun memproduksi sumber daya dengan

'memberdayakan' (lebih tepatnya memaksa) para pribumi untuk bekerja. Jika

penduduk pribumi melawan, mereka akan membawa tenaga kerja dari wilayah lain

yang tidak melawan atau dari penduduk Eropa untuk menjadi tenaga kerja loyal yang

bisa diandalkan.

Kolonial Barat berusaha menanamkan keyakinan Kristen kepada para pribumi

di daerah jajahan untuk meredam keinginan mereka memberontak. Mereka berusaha

memperkecil perbedaan antara pribumi dengan tuannya. Dari situ mereka berharap

bahwa para pribumi akan mempraktekkan kebudayaan Barat dalam mengelola diri

mereka sendiri, meskipun dalam kondisi ekonomi yang sangat menguntungkan

kepentingan tuan koloni mereka.

Page 9: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

9

Kristen dianggap sebagai pondasi dasar bagi para pribumi untuk berkembang

secara intelektual menjadi seperti Barat. Hal ini berdasarkan pengalaman orang

Eropa, di mana renaissance dimulai dari akar Kristen. Dengan kebijakan tersebut,

para pribumi diajari oleh para misionaris, bangunan gereja strategis digunakan

secara ofensif untuk membuat markas misionaris. Jika tidak berhasil, beberapa

pribumi dipaksa untuk masuk Kristen di bawah todongan senjata. Cara yang paling

berhasil yang digunakan oleh banyak penjajah Eropa adalah dengan menyekolahkan

mereka di sekolah-sekolah yang mengajarkan nilai-nilai Barat dan Kristen.1

Kebangkitan intelektual dan pemikiran, serta besarnya harta dan sumber

daya dari tanah jajahan, mendorong perkembangan teknologi yang semakin maju

di Barat, hingga Barat mencapai kesetaraan dengan saingan terberatnya, peradaban

Islam, pada abad ke-17.

Besarnya sumber daya yang diambil dari tanah jajahan semakin mempercepat

perkembangan teknologi Eropa, sehingga teknologi militer Eropa dan jumlah

populasinya mulai melampaui kekhilafahan Utsmani pada abad 18.

Kontak Eropa dengan peradaban Islam melalui Perang Salib di Syam dan

umat Islam di Andalusia telah membangkitkan semangat belajar di Barat melalui

penerjemahan tulisan-tulisan Yunani dan Arab. Antara abad ke-13 dan ke-16, banyak

pemikir Barat menghabiskan tenaga dan waktu mereka mempelajari ilmu alam, yang

menghasilkan perkembangan di bidang sains dan teknologi.

Semangat belajar dan meneliti ini memicu banyak peninjauan ulang terhadap

asumsi filosofis, keyakinan Kristen, dan kekuatan Eropa yang berdasar dari

kepercayaan tersebut. Hal ini memunculkan beragam bentuk Kristen yang menantang

dan menentang pengaruh politik dan teologis Paus Katolik. Maka muncullah Kristen

Protestan, atau yang lebih spesifik, Lutheranism.

Perbedaan pendapat ini mulai mengacaukan struktur kekuatan yang ada—

terutama pengaruh Paus terhadap kerajaan-kerajaan Eropa. Hal ini mendorong

Paus untuk memerintahkan negara-negara Katolik agar mereka menekan pendapat-

pendapat teologis ini. Namun masalah muncul ketika suatu kerajaan mengadopsi

Lutheranism. Dampaknya adalah munculnya perang saudara dalam kerajaan, yang

terjadi selama abad ke-16 hingga 17.

Untuk mengakhiri peperangan ini, kesepakatan pragmatis antara dua faksi

utama, Kerajaan Katolik dan Protestan menghasilkan perjanjian Westphalia.

Perjanjian antar negara Eropa selama abad ke-17 bertujuan untuk menciptakan

kehidupan berdampingan yang damai, dan menggeser perselisihan keagamaan ke

alam intelektual. Pemerintah Eropa setuju untuk menghilangkan pertimbangan

agama dalam kebijakan luar negeri diantara mereka. Namun, hal ini bukanlah

sekulerisme. Seluruh kerajaan Eropa masih berdasarkan hukum Kristen. Apa yang

diberikan oleh perjanjian Westphalia terhadap setiap Raja Kristen adalah hak penuh

bagi mereka untuk menentukan Kristen aliran apa (antara Katolik, Lutheranism, dan

1 Contohnya adalah kebijakan pengambilan anak Aborigin dalam Aborigine Protection Act 1869 di Australia, the American Indian Boarding Schools, dan sistem pendidikan baru yang dipaksakan oleh the English Education Act 1835 di India.

Page 10: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

10

Calvinism) yang digunakan di dalam kerajaan mereka, dan untuk menoleransi aliran

Kristen minoritas lain di dalam negara mereka.

Raja Inggris yang terkenal King Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik,

namun hal ini bukan disebabkan oleh ketidaksetujuan terhadap interpretasi Injil,

melainkan karena King Henry ingin menjadi pemimpin tertinggi di Inggris dan tidak

menginginkan adanya campur tangan dari Paus Katolik. Dari sini lahirlah sempalan

baru Kristen Protestan—Kristen Anglikan.

Bangkitnya Ideologi Baru EropaHingga saat itu, para filsuf dan peneliti Eropa fokus pada pengembangan

matematika, mendiskusikan metafisika dan teologi, serta mengimplementasikan

metode sains yang mereka pelajari dari Muslim, untuk mengembangkan

pengetahuan mereka mengenai sains fisika. Hingga akhirnya, beberapa pemikir

Eropa seperti Thomas Hobbes dan John Locke di pertengahan hingga akhir abad ke-

17 mulai mempelajari manusia secara sosial dan politik. Dengan dasar kepercayaan

bahwa politik Eropa tidak stabil karena perang antara Katolik dan Lutheran, mereka

mencari cara agar mendasarkan sistem politik di atas sesuatu yang bukan merupakan

hukum yang berasal dari otoritas gereja. Ini merupakan permulaan pembelajaran

Barat akan pandangan baru mengenai posisi manusia di dalam dunia materiil ini,

untuk menemukan tujuan baru dan organisasi politik baru bagi kemanusiaan. Oleh

sejarawan Barat, periode disebut Age of Enlightenment. Sejarawan Barat masing-

masing berbeda pendapat kapan tepatnya era ini dimulai dan berakhir.

Para pemikir Barat, yang terkesima dengan metode ilmiah dan semua ilmu yang

diberikannya mengenai alam, mulai mengimplementasikannya untuk mempelajari

bagaimana manusia seharusnya berorganisasi secara sosial dan politik, dan tujuan

apa yang harusnya mereka kejar di dunia ini.

Masalahnya adalah, sains mempelajari hal yang tangible, sementara organisasi

sosial dan politik manusia adalah hal yang intangible—yang didasari oleh hal-hal

non-material seperti pikiran, imajinasi, gagasan, perasaan, keterikatan emosional,

dan, yang paling penting, tujuan hidup. Sains bisa menerangkan manusia terbuat

dari apa, bagaimana badan manusia bekerja, dan kebutuhan biologis manusia,

namun sains tidak dapat menerangkan tujuan hidup manusia, dan dari situ sains

tidak bisa mengatakan kepada kita bagaimana manusia seharusnya diatur, atau apa

yang seharusnya mereka percaya atau pikirkan. Implementasi yang salah dari sains,

yang dilakukan oleh kebanyakan pemikir Kristen ketika mempelajari organisasi

sosial dan politik manusia menghasilkan kesimpulan pseudo-ilmiah—pandangan

materialistik yang didasarkan atas moralitas 'hukum alam'. Hal ini di kemudian hari

akan menjadi sekulerisme dan Liberalisme.

Gagasan sekulerisme dilahirkan dari pertimbangan Thomas Hobbes yang

sepenuhnya materialistik dalam dunia politik dan ekonomi, di mana keamanan

materiil diajukan sebagai tujuan tertinggi dari suatu negara, bukan kebajikan

atau moralitas.

Page 11: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

11

Dalam pandangan kaum sekuler, negara harus hanya memiliki satu pemimpin,

bukan kepemimpinan yang terbagi bersama rohaniawan yang tidak punya kekuasaan.

Artinya pihak yang bisa memberikan keamanan secara fisik adalah Raja, tuan tanah,

atau kepala suku. Konsep ini diajukan untuk menghalangi campur tangan Paus

dalam urusan Kerajaan Kristen Barat, sebagaimana yang biasa terjadi di masa lalu.

Dalam konsep awal negara Sekuler, hukum yang berdasarkan ajaran

Kristen secara teori adalah opsional. Hukum yang berdasarkan agama hanya

diimplementasikan sesuai dengan kebijakan penguasa, yaitu jika mereka lihatnya

cocok untuk meningkatkan perdamaian dan moralitas masyarakat. Di masa

awal, sekulerisme tidak melarang hukum yang berdasarkan agama, selama yang

memutuskan adalah Raja, bukan pihak gereja.

Argumen dan kesimpulan Hobbe adalah bahwa pemerintah berdasarkan

tujuan material lebih disukai karena lebih stabil, dan bahwa orang Kristen tidak

memerlukan pemerintahan yang didasarkan oleh hukum Injil.

John Locke mengambil konsep dasar Hobbe dan menempelkannya pada

pandangan baru, yaitu individualisme (keunggulan individual di atas semuanya).

Paham individualisme membawa kepada bentuk politik bernama Libertarianism

(kemudian disebut Liberalisme). Locke mengajukan konsep bahwa negara tidak

hanya berdasarkan kekuasaan semena-mena dari pemimpin yang memberikan

keamanan, namun bahwa negara bertujuan untuk melindungi dan 'membebaskan'

setiap individu untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Hal ini pada akhirnya

memiliki hasil yang berbeda-beda ketika diimplementasikan.2

Revolusi Liberal dan Negara ModernNegara yang pertama kali jatuh dalam revolusi liberal adalah pemerintahan

Inggris di tahun 1668. Meskipun revolusi ini tidak langsung menciptakan negara

liberal, ia dianggap permulaan gerakan liberal yang secara progresif mengubah

Inggris menjadi negara sekuler liberal. Kemudian revolusi Amerika tahun 1776—

yang ironisnya melawan imperium liberal Inggris, dan Revolusi Perancis tahun 1799.

Negara Eropa lainnya kemudian mengalami revolusi liberal selama abad ke-19.

Hingga saat itu, Eropa terdiri dari banyak Kerajaan Monarki atau Oligarki

(aturan dibuat oleh kelompok aristokrat atau bangsawan). Sebuah Kerajaan adalah

pemerintahan dan penjagaan oleh pemimpin (Raja, Pangeran, Bangsawan) dan

dinastinya, terhadap orang-orang yang hidup di area yang dikuasainya. Rakyat adalah

2 Libertarianisme awalnya memahami bahwa pemerintah hanya hadir untuk memberikan keamanan bagi rakyat dari gangguan satu sama lain, dan karena itu menyediakan sebuah masyarakat yang membebaskan setiap individu untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Dengan demikian, diharapkan kekerasan akan berkurang. Namun, pada pertengahan abad ke-19, banyak negara semacam itu gagal, karena 'individu' yang lebih kuat dalam masyarakat (yaitu orang kaya) mengeksploitasi individu yang lebih lemah, dan berujung pada masalah ekonomi dan turbulensi. Menyikapi masalah tersebut, para pemikir Barat bukannya membubarkan proyek Libertarian, namun justru memutuskan untuk mengamandemennya. Pemerintah melakukan intervensi di bidang ekonomi dan masyarakat untuk membatasi kebebasan rakyat, meningkatkan pajak untuk memberi makan orang miskin, dan memastikan keseimbangan yang lebih baik dalam perilaku sosial dan transaksi ekonomi. Ironisnya, hal ini adalah penegasian terhadap kepercayaan asli kaum Liberal tentang pemerintahan. Namun karena tidak adanya teori politik alternatif lainnya, sebagian besar negara menerima begitu saja amandemen tersebut. Tipe Libertarianisme baru ini, disebut 'Liberalisme Sosial', atau singkatnya disebut Liberalisme.

Page 12: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

12

'subyek' dari pemimpinnya. Mereka adalah 'subyek' dari otoritas dan kekuasaan

pemimpin. Loyalitas mereka harus kepada pemimpin mereka. Raja dari kerajaan

lain bisa saling menaklukkan satu sama lain dan mendapatkan tambahan subyek.

Loyalitas masyarakat diarahkan kepada siapa saja yang menguasai tanah tersebut.

Oligarki pada dasarnya sama, hanya berbeda di pemimpinnya saja. Dalam oligarki,

pemimpinnya bukanlah Raja, namun kelompok bangsawan—koalisi tuan tanah

yang masing-masing mempunyai subyek. Kondisi ini berubah dengan bangkitnya

'Nasionalisme'.

Nasionalisme adalah produk lain dari 'Pencerahan' Barat dan diinspirasi

langsung oleh pikiran Sekuler Liberal. Menurut kepercayaan Liberalisme Sekuler,

yaitu Individualisme, masyarakat tidak lagi merupakan subyek dari Raja atau

kelompok bangsawan, namun setiap individu memiliki kedaulatan dalam diri

mereka masing-masing. Menurut teori ini, pemerintahan dibentuk oleh individu

yang berkumpul, membentuk perjanjian dan persetujuan, demi terwujudnya

keamanan dan kepemimpinan sesuai dengan tujuan dan keinginan bersama

masyarakat. Para individu tersebut adalah setara. Mereka menjadi warga negara,

bukan subyek dari Raja.

Konsep 'tujuan bersama' yang dibawa oleh Sekuler Liberal kemudian

mengarahkan pada pertanyaan mengenai apa itu komunitas individu? Ketika

memberikan jawaban terhadap pertanyaan mengenai apa yang dimiliki bersama

oleh sekumpulan individu yang akan membawa mereka menuju kepentingan

bersama, Johann Gottfried Herder—penemu istilah nasionalisme—berpendapat

bahwa kesamaan bahasa menjadi basis kepentingan bersama dari sekumpulan

individu, untuk menjadi satu 'bangsa'.

Setiap bangsa kemudian diasumsikan akan memiliki kepentingan bangsa, yang

merupakan penggabungan dari banyak individu yang berdaulat. Kepentingan bangsa

tersebut kemudian menjadi otoritas kedaulatan tertinggi atas mereka. Orang-orang

dengan bahasa yang sama dikotakkan menjadi 'bangsa'. Meski demikian, terdapat

banyak pendapat lain yang diajukan oleh para pemikir Liberal, yaitu mengenai apa

yang membuat satu bangsa berbeda dengan yang lain. Masalah ini masih menjadi

perdebatan hingga saat ini.

Orang-orang yang berbicara dengan bahasa yang sama hidup di banyak bangsa,

bahkan beberapa memiliki kultur, agama serta sejarah yang sama. Konsep bangsa

(atau Nasionalisme) dari dulu hingga sekarang masih merupakan konsep buatan

yang berubah-ubah, hasil dari pemikiran Sekuler Liberal.

Masalah yang dihadapi oleh pemikir Liberal tentunya adalah bagaimana orang-

orang memahami kepentingan nasional tersebut. Dan apa yang terjadi jika ada

dari individu tersebut yang memiliki kepentingan dan keinginan berbeda dengan

kepentingan dan keinginan bangsanya. Untuk menjawab hal ini, beberapa pemikir

Sekuler Liberal meminjam solusi dari teks Yunani Kuno, Demokrasi. Demokrasi

Yunani melibatkan rakyat (tidak termasuk wanita dan budak) untuk memilih dan

secara langsung menentukan hukum yang ada. Namun konsep ini tidak diambil

oleh para pemikir Eropa. Mereka mengubah konsepnya, sehingga rakyat hanya akan

Page 13: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

13

memilih sekumpulan manusia (biasanya dari pejabat tinggi) untuk menentukan

hukum. Tidak ada satu pun pemikir Liberal terkemuka yang menganjurkan rakyat

untuk secara langsung menentukan hukum pemerintahan, mereka hanya bisa

menyetujui pemerintahan yang mengatur mereka, dengan berpartisipasi dalam

pemilihan umum, atau memilih perwakilan di bawah Raja. Inilah mengapa negara

Sekuler Liberal Modern terganggu dengan turunnya jumlah pemilih dalam pemilihan

umum, karena tidak penting partai mana yang pilih, tapi jumlah partisipasi rakyat

dalam pemilihan umum melegitimasi sistem tersebut, bukan masalah siapa yang

dipilihnya. Jika kebanyakan orang tidak memilih, maka seluruh sistemnya menjadi

tidak legitimate.

Tipe negara baru ini, yang memerintah sebuah 'bangsa', tidak lagi disebut

kerajaan namun disebut 'negara bangsa'.

Revolusi liberal melawan struktur kekuasaan tradisional Eropa mengubah

persepsi diri Eropa secara radikal. Gagasan mengenai Christendom surut dan

digantikan dengan pikiran baru di seluruh bangsa Eropa—sesuatu yang selanjutnya

akan disebut 'Barat'.

Setelah kemunculan pemerintahan Liberal Sekuler, politik internasional dan

domestik Eropa semakin mengarah ke arah materialistik. Namun ironisnya, perang

tanpa henti masih terjadi diantara negara Eropa, bahkan mungkin memperparah

perang tersebut. Tetapi, sejak perjanjian Westphalia, perang yang murni berdasarkan

ideologi agama tidak lagi terjadi antar orang Eropa. Perang antara Eropa dan

kekhilafahan Utsmani juga berkurang.

Penting dicatat bahwa Liberalisme Sekuler hanya muncul sebagai sistem

politik di kalangan bangsa Barat di akhir abad ke-18. Sejak permulaan renaissance

Barat di abad ke-12, selama 600 tahun bangsa Eropa berkembang secara teknologi,

kebudayaan dan material tanpa sistem politik Liberal, atau bahkan Demokrasi

modern. Contohnya Inggris, yang dulunya adalah negara superpower global dan

memimpin inovasi teknologi dari abad ke-18, tidak mengadopsi Demokrasi secara

penuh hingga 1918 (200 tahun setelahnya).

Karenanya, pernyataan bahwa Liberalisme Sekuler dan Demokrasi menciptakan

perkembangan dan kemajuan sains hanyalah mitos yang disebarkan oleh Liberal

modern. Faktanya, Liberal adalah pewaris dari perkembangan material Barat dan

penelitian ilmiah yang dimulai dari masa renaissance, bukan penemunya. Dunia

Barat mencapai supremasi global sebagian besar melalui penaklukan militer, bukan

inovasi teknologi. Perkembangan teknologi bukan berarti supremasi—sebagaimana

dibuktikan oleh Jepang saat ini. Penggunaan kekerasan untuk menyebarkan ideologi

Barat—dan memfasilitasi eksploitasi ekonomi terhadap ‘tanah primitif’—adalah

faktor yang menciptakan supremasi Barat. Supremasi yang masih mereka miliki

hingga saat ini dengan menggunakan kekuatan dan kekerasan terhadap negara non-

Barat.

Samuel Huntington menulis:

“Barat menaklukkan dunia tidak dengan superioritasnya dalam hal gagasan atau

nilai-nilai atau agama, namun [mereka menaklukkannya] dengan superioritasnya

Page 14: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

14

dalam mengimplementasikan kekerasan terorganisir. Orang Barat seringkali lupa

fakta ini, tapi kaum non-Barat tidak pernah lupa.”3

Proyek Liberalisme Sekuler terhadap Dunia & Islam

Sekulerisme liberal muncul pertama kali dari negara protestan, dan lebih

lambat menyebar di negara Katolik—karena adanya perlawanan dari Gereja Katolik.

Liberalisme muncul dari negara Kristen Protestan, yang kemudian menciptakan

intoleransi mendalam negara liberal terhadap Katolik. Banyak perang terjadi antara

negara Katolik dengan Liberal. Bahkan negara Liberal saling berperang satu sama

lain, yang menyebabkan terjadinya perang Napoleonic antara Perancis dan Inggris,

serta perang tahun 1812 antara AS dan Inggris.

Negara-negara di bawah pengaruh Katolik sedikit demi sedikit mendapatkan

kebebasan dari kontrol Gereja, namun mereka masih mempertahankan beberapa

pengaruh Gereja Katolik dalam kebijakan dalam dan luar negerinya. Dengan adanya

revolusi Liberal di banyak negara Katolik pada pertengahan abad ke-18, Gereja Katolik

dipaksa untuk menerima peran terbatasnya dalam masalah politik. Konsekuensinya,

pemerintahan dan negara Liberal mulai toleran terhadap Katolik.

Kekuatan Barat tidak lagi mengobarkan perang untuk menyebarkan Kristen

demi Kristen, sekarang mereka mengobarkan perang untuk menyebarkan Liberalisme

Sekuler dalam misi yang lahir dari persepsi mereka sendiri, yaitu 'membawa peradaban

pada dunia'. Dari sini Liberalisme Sekuler menggantikan Kristen dalam kebijakan luar

negeri Barat, dan akhirnya menggantikan hampir seluruh hukum domestik Kristen

di setiap negara Eropa. Keinginan Liberal untuk 'membuat dunia beradab' bukanlah

sebuah keinginan bagi Liberal, tapi sebuah kebutuhan. Sebagaimana Katolik ingin

menyebarkan Kristen untuk 'menyelamatkan manusia dari neraka', Liberalism

percaya bahwa nilai yang mereka anut adalah universal, dan karenanya wajib dianut

oleh semua manusia—dengan menggunakan slogan 'kebebasan'. Karena itu, secara

ideologis, Liberalisme sejatinya sama agresifnya dengan Katolik dan juga cenderung

untuk perang ekspansif, sebagaimana Katolik sebelumnya.

Samuel Huntington menulis:

“Kepercayaan Barat mengenai universalnya kultur Barat memiliki

tiga masalah: Hal tersebut salah; hal tersebut immoral; dan berbahaya ...

Imperialisme adalah konsekuensi logis dari universalisme.”4

Sebelumnya, Barat di bawah gerakan Christendom, menyebabkan Perang Salib

berdarah-darah terhadap tanah Muslim, mereka berperang untuk mendapatkan

kontrol strategis, yaitu harta, namun yang paling penting, untuk menghentikan

persebaran Islam. Tetapi, dengan hilangnya Kristen dari mindset Barat dan

munculnya Liberalisme Sekuler, Islam sekali lagi ditaksir oleh pemikir dan politisi

Barat untuk menentukan putusan Liberalisme Sekuler terhadapnya.

3 Samuel P. Huntington,"The Clash of Civilisations and the Remaking of World Order", London, Touchstone Books, 1996, h. 51

4 Idem, h. 310

Page 15: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

15

Pendiri Liberalisme Sekuler, John Locke menyimpulkan bahwa Muslim tidak

punya hak untuk ditolerir di tatanan dunia Liberal, karena ideologi Khalifah mereka

merupakan ancaman politik bagi negara Liberal sebagaimana negara Katolik dulunya.

Pejabat pemerintahan Inggris dan penyair, serta penggagas konsep kebebasan

berpendapat, John Milton, berpendapat bahwa Katolik seharusnya dimusnahkan

karena ancaman 'kepausan', dan menganggap Islam tidak berbeda dengan Katolik.5

Filsuf liberal terkemuka pada abad ke-19, John Stuart Mill, pemilik British

East India company, menegaskan bahwa penjajahan dan penggunaan kontrol yang

sewenang-wenang dan kejam adalah legitimate sampai mereka menjadi Liberal.6

Dalam bukunya, Mill menganggap orang Aljazair dan India sebagai bangsa barbar

yang harus ditaklukkan, yang dari situ aturan-aturan antar negara 'beradab' tidak

perlu diimplementasikan terhadap mereka.7

Charles-Louis Montesquieu, filsuf dan politisi Prancis mengatakan: "Adalah

sebuah malapetaka terhadap sifat manusia, ketika agama diberikan oleh seorang

penakluk. Agama Mahometan (Islam), yang hanya berbicara dengan pedang, masih

bertindak terhadap manusia dengan spirit destruktif yang dengannya ia didirikan."

Filsuf liberal dan pemikir politik Perancis, Alex de Tocqueville, yang secara

terbuka mendukung metode penjajahan brutal Perancis di Aljazair, mengatakan

bahwa Islam, tidak seperti Kristen, tidak cocok dengan gagasan Liberal dan akan

hilang dari kehidupan politik orang Islam.8

Presiden keenam AS, John Quincy Adams mengatakan pada perang Rusia-

Utsmani: “Karena prinsip utama dari kepercayaan Muslim adalah menaklukkan

orang lain dengan perang; maka hanya dengan kekuatanlah doktrin palsu mereka

bisa dihapuskan, dan kekuatan mereka dimusnahkan.”9

Gubernur Inggris ketika British menduduki Mesir, Lord Cromer mengatakan:

“Sangat tidak masuk akal jika kita menganggap Eropa akan menjadi penonton pasif

ketika pemerintahan terbelakang yang murni berasaskan prinsip Mohammedan dan

gagasan oriental [Islam] berdiri di Mesir. Kepentingan materiil yang dipertaruhkan

terlalu penting... Generasi baru Mesir harus dibujuk atau dipaksa untuk menyerap

semangat dari peradaban Barat.”

Dr. William Hunter, hakim di Bengal, dan anggota dewan gubernur jenderal di

wilayah jajahan Inggris, India, mengatakan 'Kita harusnya mengembangkan generasi

baru dari Mohammedan agar tidak lagi belajar dengan pikiran sempit mereka atau

terilhami... oleh doktrin pahit dari hukum-hukum kuno mereka, namun [seharusnya

mereka] dipoles dengan pengetahuan yang waras dan ramah dari Barat.”10

William Muir, anggota komite gubernur Inggris untuk India, dan sejarawan

orientalis dari kehidupan Muhammad SAW mengatakan: “Pedang Muhammad dan

5 https://www.dartmouth.edu/~milton/reading_room/areopagitica/text.html6 John Stuart Mill, On Liberty, Boston, Atlantic Monthly Press, 19217 http://www.thelatinlibrary.com/imperialism/readings/mill.html8 Alexis de Tocqueville, ‘Democracy in America’, volume 2, Chapter 59 Essai yang ditulis oleh John Quincy Adam terkait dengan perang Russo-Turki di The American Annual Register

for 1827-28-29, New York, 1830, h. 274-27510 Dr William Hunter, ‘Our Indian Musalmans: Are They Bound in Conscience to Rebel against the Queen?’, 1871

Page 16: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

16

Quran adalah musuh yang paling fatal dari peradaban, kebenaran, dan kebebasan

yang dunia masih belum ketahui.”11

Dari awal hadirnya pemikiran Liberal, hingga masa mekarnya pada saat

terjadinya revolusi Liberal dan proyek penjajahan dunia, kebutuhan dunia liberal

untuk menaklukkan dan 'membuat dunia beradab'—dalam arti mengubah

cara hidup mereka—secara langsung meletakkan Liberalisme dan Islam dalam

pertentangan alami. Islam mengandung cara hidup yang menyeluruh sehingga

secara alami menjadi antitesis dari proyek politik Liberal. Karenanya filsuf, pemikir

dan politisi liberal sepakat mengenai apa yang harus dilakukan terhadap dunia

Islam—mereka akan diinvasi atau dipengaruhi secara kultur dan politik hingga

mereka memperturutkan paradigma Liberal.

Ancaman Islam menurut gagasan Liberal Sekuler bukan karena Islam akan

memaksa dunia untuk berpindah agama, namun bahwa ia menjadi kompetitor

terhadap liberalisme dalam menawarkan cara hidup. Islam dianggap sebagai halangan

dan saingan terhadap tatanan dunia baru Liberal—tatanan dunia yang diklaim oleh

Liberal sebagai tatanan yang universal. Karena itu Islam harus dikalahkan, namun

tidak dengan menghancurkan langsung sumber ajarannya, karena hal itu pastinya

tidak akan mungkin. Liberalisme menggunakan cara intelektual, kultural dan

serangan militer, menciptakan perubahan dalam sistem politik di dunia Islam, dan

memandang Islam sebagai hal yang usang untuk dipakai dalam kehidupan politik.

Sebagaimana dikatakan Alex de Tocqueville, terlepasnya ikatan Islam dari

kehidupan politik akan melemahkannya dan menyebabkan kematiannya. Pemikir

Liberal awal tidak memiliki masalah dengan keberadaan Islam yang hanya terbatas

dalam kepercayaan spiritual—karena kebanyakan Liberal adalah Kristen Protestan,

dan percaya bahwa apa yang telah mereka lakukan untuk Krisen dan Katolik bisa

diulang terhadap Islam. Namun langkah awalnya, mereka tetap harus mendapatkan

kontrol politik dan pengaruh budaya di dunia Islam, sebelum bisa mengeksekusi

program Liberal.

B. PEMBANGUNAN TATA DUNIA LIBERALTatanan Internasional didefinisikan sebagai aturan, norma, dan institusi

yang mengatur hubungan antar pemain kunci di pentas internasional. Ikenberry

mendefinisikan tatanan sebagai sekumpulan “susunan aturan antar negara, termasuk

aturan, prinsip, dan institusi fundamentalnya.”12

Internasionalisme liberal muncul setelah Perang Dunia Kedua, sebagai visi

untuk sebuah tatanan yang dipimpin Barat. Setelah tahun 1945, Amerika Serikat

menggunakan posisinya untuk memimpin pembangunan tatanan pascaperang.

Sepanjang perjalanannya, internasionalisme liberal mengalami perubahan bentuk

dan karakter. Di era Woodrow Wilson, internasionalisme liberal adalah visi yang

11 “The life of Mahomet” vol 4, pg 322 186112 John G. Ikenberry, “After Victory: Institutions, Strategic Restraint, and the Rebuilding of Order After Major

Wars”, Princeton, N.J.: Princeton University Press, 2001, hal. 23

Page 17: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

17

relatif sederhana, tatanan internasional diatur di seputar sistem keamanan kolektif,

di mana negara-negara berdaulat akan bertindak bersama untuk menegakkan sistem

perdamaian teritorial. Namun dengan munculnya Perang Dingin, sebuah tatanan

hegemonik liberal pimpinan AS muncul.

Visi Wilsonian didasari oleh perdagangan terbuka, kemerdekaan suatu

bangsa untuk menentukan nasib sendiri, dan harapan akan terus tersebarnya

demokrasi liberal. Seperti yang dikatakan Wilson sendiri: 'Yang kita inginkan adalah

pemerintahan berdasarkan hukum, berdasarkan persetujuan dari yang diperintah

dan didukung oleh pendapat umat manusia yang terorganisir.'13 Saat itu, belum

ada institusi yang mampu menyelesaikan masalah ekonomi dan sosial global, serta

pengaturan tentang hubungan antar Kekuatan Besar. Tatanan saat itu belum begitu

kuat, mereka hanya bergabung dalam sebuah persamaan prinsip, yaitu ide dan

prinsip liberal. Perwujudan terbesar dari internasionalisme liberal Wilsonian adalah

Liga Bangsa-Bangsa .

Gejolak yang ditimbulkan akibat Great Depression, Perang Dunia II, dan Perang

Dingin memberi panggung bagi Amerika untuk membangun tatanan liberal. Sebuah

momen baru untuk menata ulang dunia telah tiba. Franklin Delano Rosevelt menjadi

tokoh sentral dari pembuatan tatanan baru ini. Dalam tatanan baru ini, nilai-nilai

liberal Barat coba diuniversalkan. Hegemoni Amerika dalam tatanan ini pun terasa

kental sekali. Universalisme dapat dilihat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

dan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia.

Pada 1940-an, internasionalisme liberal dibingkai ulang. Internasionalisme

liberal era Woodrow Wilson dibangun di sekitar hierarki peradaban, rasial dan

budaya. Dalam tatanan tersebut, kulit putih Barat dianggap paling superior.

Internasionalisme liberal era Wilson tidak menantang imperialisme Eropa atau

hierarki rasial. Liberal Inggris secara eksplisit membela imperialisme, dan terus

melihat dunia dalam bingkai rasial dan benturan peradaban.

Pada 1940-an mulai dilakukan pergeseran atau perumusan ulang gagasan

ini. Mulai diciptakan nilai-nilai dan hak-hak universal sebagai visi ideologis,

sebagaimana dalam pidato terkenal FDR tentang empat kebebasan: kebebasan

berbicara, kebebasan beragama, bebas dari kekurangan, dan bebas dari ketakutan.

Ringkasnya, tatanan pascaperang identik dengan hegemoni AS dan penyebaran ide

liberal sebagai nilai universal. Setelah Perang Dunia II, tatanan dunia internasional

dikuasai oleh tatanan liberal (liberal world order), yang diciptakan oleh AS dan

Inggris dan kemudian didukung oleh Eropa Barat. Tatanan tersebut dimulai dengan

didirikannya Bank Dunia, IMF, dan PBB pada tahun 1944 dan 1945, kemudian

dipertajam dengan dibangunnya NATO.

Tatanan ini dibangun oleh dan untuk Barat dan, terutama sejak Perang Dunia

II, dimaksudkan untuk melayani dan menyebarkan nilai dan praktik liberal. Fitur

utama dari tatanan ini adalah demokrasi liberal, kapitalisme industri, nasionalisme

sekuler, dan perdagangan terbuka. Untuk mempertahankan dan memperluas

13 Woodrow Wilson, pidato di Mount Vernon, Virginia, 4 Juli 1918, https://archive.org/details/addressofpreside00wilsonw.

Page 18: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

18

demokrasi, penegakan hukum, dan pasar bebas, Amerika Serikat dan sekutunya di

Barat melembagakan tatanan internasional liberal ini, dan kemudian bekerja keras

untuk memperluas jangkauan institusi Barat.

Tatanan ini mencakup banyak elemen: institusi global seperti Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO); organisasi

keamanan bilateral dan regional; dan norma politik liberal.14 NATO, Uni Eropa, WTO

dan lembaga lainnya, yang lahir dari inisiatif Barat, menjadi pilar utama dari tatanan

ini.

Salah satu karakteristik khas tatanan internasional pasca perang (post-war

international order) adalah penghormatan pada norma dan nilai-nilai liberal, seperti

hak asasi manusia (kebebasan berekspresi dan berbicara, termasuk kebebasan untuk

mengkritik agama, kebebasan pers, kebebasan beragama, dll), perdagangan bebas,

hingga penyebaran demokrasi liberal ke seluruh dunia. Memajukan nilai-nilai liberal

adalah salah satu prinsip inti dari tatanan ini. Itulah kenapa tata dunia internasional

saat ini seringkali disebut juga tata dunia liberal (liberal world order).

Ada dua komponen utama dari tatanan ini. Pertama, liberalisasi ekonomi

global. Mesin utama dari tatanan ini adalah keyakinan bahwa kemakmuran

bangsa memerlukan partispasi dalam tatanan liberal. Kedua, dalam hal keamanan.

Fungsi dari tatanan keamanan adalah untuk membatasi penggunaan kekuatan dan

mencegah agresi. Untuk mencapai itu, tatanan ini mendorong kekuatan regional dan

menengah untuk mematuhi “aturan main”, meminimalisir penggunaan kekuatan

sebagai alat untuk mengatur hubungan antar negara.

Gambar 1 menunjukkan elemen operasi dari tatanan liberal, serta mesin

utama atau kekuatan pendukungnya. Seperti yang terlihat dalam gambar, elemen

tersebut meliputi hubungan, pola, jaringan, norma, nilai dan kepercayaan, institusi,

organisasi, dan perjanjian. Elemen liberal dari tatanan tersebut muncul di ketiga

komponen: ekonomi, politik-militer, dan lainnya.

Gambar 1. Elemen dan Mesin dalam Tatanan Internasional Liberal

14 Michael J. Mazarr et.al, “Measuring the Health of the Liberal International Order”, Rand Corporation, September 2017, hal. 4

Page 19: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

19

C. Realita Tata Dunia Liberal

Fitur liberalisme

Menurut Dr. Sherman Jackson, fondasi dasar dari liberalisme adalah komitmen

terhadap kebebasan. Berdasarkan tujuan ini, setidaknya ada tiga karakteristik dasar

liberalisme saat ini.15

Pertama adalah penolakan teoritis terhadap semua sumber otoritas di luar

individu atau kolektif sebagai dasar moralitas dan/atau organisasi sosio-politik. Ini

bisa dilihat di awal munculnya liberalisme modern di Eropa pada abad ke 17 dan

18. Awalnya, objek utama dari penolakan ini adalah Gereja Katolik dan otoritas

lembaga keagamaan pada umumnya, yang bisa dilihat dari sebuah proklamasi

Immanuel Kant yang terkenal: "Miliki keberanian untuk menggunakan akalmu

sendiri!" Awalnya, posisi ini tidak berarti penolakan terhadap Tuhan atau agama; tapi

lebih diarahkan pada otoritas institusi agama. Mereka lebih menghargai keyakinan

pribadi dibanding institusi sebagai sumber otoritas agama. Selain itu, mereka juga

mengosongkan tatanan sosial budaya dari elemen agama, yang kemudian membawa

pada berkuasanya perspektif sekuler.16 Pada akhirnya, liberalisme akan berkembang

menjadi identitas yang lebih sekuler, dengan komitmennya pada otonomi individu

dan penolakannya terhadap otoritas di luar individu atau kepentingan kolektif.

Komitmen ini lah yang terus menerus berkonflik dengan agama, terutama Islam.

Fitur kedua dari liberalisme adalah komitmennya terhadap individualisme.

Liberalisme berfokus pada hak istimewa individu, bukan pada keterikatannya pada

kolektivitas yang lebih besar, seperti keluarga, masyarakat atau agama. Titik tolak

liberalisme, dengan kata lain, adalah kesucian keinginan individu, yang diasumsikan

dapat dipuaskan tanpa ketergantungan dengan orang lain. Bukan berarti bahwa

liberalisme tidak memperhatikan hubungan kolektif, tapi liberalisme hanya

menegaskan bahwa individu, bukan kelompok, adalah pusat keputusan utama

tentang apa dan seberapa besar kewenangan hubungan ini. Seperti yang dikatakan

oleh feminis liberal Martha Nussbaum, "setiap orang adalah satu dan tidak lebih dari

satu ... masing-masing merasakan sakit di tubuhnya sendiri ... makanan yang diberikan

kepada A tidak sampai di perut B." Dengan demikian, liberalisme "bertentangan ...

dengan bentuk organisasi politik yang bersifat korporatis dan terorganisir secara

organik—yang mencari kebaikan kelompok secara keseluruhan tanpa memusatkan

perhatian sepenuhnya pada kesejahteraan anggota kelompok individual."17

15 https://www.alimprogram.org/articles/impact-of-liberalism-secularism-atheism-on-american-mosque/16 P. Berger, “The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion 3rded”, New York: Anchor Books,

1990, 110-25.17 M. Nussbaum, “The Feminist Critique of Liberalism,” Political Philosophy: The Essential Texts 3rd ed., ed.

Steven M. Cahn, New York: Oxford University Press, 2015, 1033.

Page 20: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

20

Fitur ketiga berkaitan dengan bagaimana kita menegosiasikan konflik. Karena

basis ideologis yang mendasari pandangan dan tindakan masyarakat mungkin

berbeda secara substansial, dikhawatirkan bahwa orang mungkin tidak dapat

menemukan cukup kesamaan untuk menyelesaikan perbedaan mereka. Jika A

dapat memaksakan ideologinya melawan B, B akan khawatir bahwa ia tidak dapat

memperoleh persidangan yang adil dan akhirnya meninggalkan perundingan,

membiarkan konflik terjadi, dan bahkan melakukan kekerasan.

Sebagai solusi, John Rawls mengusulkan agar semua pihak diberi ruang

untuk memperdebatkan posisi mereka atas dasar apa yang dia sebut "nalar publik"

(public reason).18 Nalar publik tidak didasarkan pada komitmen ideologis pihak yang

berkompetisi. Sebaliknya, mereka mengacu pada apa yang disetujui secara umum.

Misalnya, Yahudi dan atheis mungkin tidak setuju dengan otoritas Al-Qur'an, tapi

mereka semua setuju untuk melarang kokain, dengan alasan kesehatan.

Terlepas dari potensi "nalar publik" untuk memperbaiki konflik di tengah

masyarakat, hal itu membawa sejumlah efek samping yang signifikan: ia menyangkal

hak orang untuk menggunakan keyakinan mereka saat menegosiasikan konflik

publik; menyangkal hak untuk berdebat tentang komitmen terhadap apa yang

dianggap sebagai kebenaran; dan tatanan ini juga secara keliru mengasumsikan

bahwa matriks budaya yang berlaku saat ini tidak akan membentuk struktur yang

secara tidak adil mengistimewakan beberapa argumen (kepentingan orang kaya, dan

berkuasa) dan menghukum argumen lain (orang miskin atau kelompok yang tidak

populer).

Liberalisme mengklaim hanya bercita-cita menjadi teori politik, bukan

filosofi kehidupan secara keseluruhan. Dengan kata lain, tujuan utamanya adalah

mengatur hubungan antara individu dan negara, dan hubungan antara individu

dan sesamanya dalam ranah politik. Oleh karena itu, secara teori, komitmen liberal

tidak perlu mengatur kehidupan di luar wilayah politik, misalnya dalam keluarga,

organisasi kemasyarakatan atau kelompok agama.

Namun kenyataannya, masyarakat liberal mengkalibrasi institusi dasarnya

(misalkan di dunia pendidikan, pemerintahan, hukum, hiburan) untuk menanamkan,

mengatur, dan memaksakan nilai-nilai liberal. Bahkan, meski liberalisme politik

mengklaim bukan sebagai filosofi kehidupan secara keseluruhan, realitanya mereka

memerankan diri seperti itu. Tidak hanya di bidang politik, tapi juga bidang lainnya.

Bahkan, kini mereka mencoba masuk ke ranah privat tentang bagaimana seseorang

harus menjalankan agamanya.

Hal yang sama juga terjadi dalam sekularisme. Secara teori, sekularisme tidak

akan mengatur agama apa yang seharusnya dianut, mereka hanya berusaha mengatur

18 Public reason (nalar publik) adalah sebuah frasa yang pertama kali diucapkan oleh Immanuel Kant dalam tajuk rencana yang ia tulis pada tahun 1784. Frasa ini juga digunakan oleh seorang filsuf Amerika, John Rawls, dan dapat diartikan sebagai "alasan seluruh warga negara di dalam masyarakat yang pluralis". Public Reason atau nalar publik bisa juga disebut dengan istilah lainnya yang lebih diplomatis yaitu kepentingan umum.

Page 21: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

21

dampak agama pada kehidupan kolektif. Tapi, sebagaimana liberalisme, sekulerisme

politik secara kumulatif berubah menjadi pandangan hidup yang lebih sekuler secara

keseluruhan. Agama, dalam pandangan sekuler, dianggap sebagai urusan pribadi.

Karenanya, ia dianggap sebagai tersangka atau bahkan berbahaya jika melampaui

batas ini, tidak hanya di ranah publik tetapi juga di lingkungan sub-negara seperti

keluarga atau kelompok agama. Dilihat dari perspektif ini, sekularisme memberikan

pengaruh yang jauh melampaui wilayah politik murni. Mereka mempromosikan dan

menopang pola pikir sekuler secara keseluruhan.

Kebohongan terbesar yang pernah diciptakan Barat, adalah dengan

meyakinkan dunia bahwa nilai-nilainya bersifat universal dan 'netral'. Namun,

tanpa sepengetahuan kebanyakan orang, nilai-nilai mereka sebenarnya didasarkan

pada pandangan dunia mereka sendiri, yang sangat berbeda dan berlawanan dengan

kebanyakan sistem kepercayaan atau hukum (orisinil) di dunia. Jadi, sebagaimana

AS mempromosikan dolar, Barat mencetak mata uang intelektualnya, dan meminta

semua orang untuk menggunakannya sebagai standar universal untuk transaksi

moral dan intelektual. Sebagaimana dolar dikaitkan dengan ekonomi AS, maka nilai-

nilai Barat terkait dengan kepercayaan dan pandangan dunia mereka.

Karena alasan inilah, 'nilai-nilai' Barat tentang 'Hak Asasi Manusia', 'Kebebasan',

'Demokrasi', 'legitimasi demokratis', dan 'Kesetaraan' begitu banyak digunakan

secara global. Sekarang, di mana pun kita bepergian, jika kita menyanyikan kata-

kata 'suci' dan 'sakral' tersebut, kita bisa langsung mendapatkan mata uang moral

karenanya.

Liberalisme IntoleranDengan kekuatan dan kekerasan, Barat mencoba mengkampanyekan

humanisme, pluralisme, demokrasi, dan sekulerisme sebagai ideologi pemandu bagi

umat manusia.

Ada dua pikiran dasar yang melandasi para pemikir humanis Barat. Yang

pertama adalah kepercayaan bahwa manusia bebas dan bertanggung jawab untuk

menentukan tindakan mereka sendiri, dan karena itu, Tuhan seharusnya hanya

memiliki tempat dalam ranah pribadi dan marjinal dalam kehidupan mereka. Kedua,

titik penting yang menjadi acuan kebijakan Barat adalah keyakinan bahwa pendapat

mayoritas harus bertindak sebagai kriteria utama manusia dalam membentuk

perilaku dan undang-undang.

Barat berasumsi bahwa dunia Islam enggan untuk mengadopsi dua prinsip

tersebut. Dampaknya, sebagian dari mereka menggunakan kekerasan untuk

menyebarkan prinsip tersebut di dunia Islam, dan sebagian yang lain menggunakan

taktik yang lebih lunak dengan harapan memenangkan hati umat Islam.

Apapun metodenya, pesan yang disampaikan sama: Muslim harus mengubah

keyakinannya dan pada akhirnya menerima nilai-nilai humanis tersebut.

Mereka menjajakan konsep tentang kebebasan, keragaman, dan toleransi.

Meski demikian, banyak jurnalis dan intelektual Barat yang mampu untuk merasakan

Page 22: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

22

bahwa ideologi liberal tersebut pada hakikatnya penuh dengan intoleransi. Saat

mendiskusikan tentang konsep kebebasan memilih dan toleransi, Madeleine

Bunting menulis bahwa fundamentalisme Barat “toleran kepada budaya lain sampai

batas bahwa mereka masih merefleksikan nilai-nilai Barat. Mereka seringkali sangat

tidak toleran kepada keyakinan agama dan tidak ragu-ragu untuk mengungkapkan

penghinaan dan prasangkanya."19

Sejarah liberalisme Barat menunjukkan bahwa tangan mereka penuh dengan

darah. Mereka mengeksekusi, membasmi, dan mengebiri keyakinan lain yang

melawan tatanan dan nilai-nilai mereka.

Liberal sekuler telah mendeklarasikan permusuhan, ketidakpercayaan, dan

secara aktif mempersekusi berbagai keyakinan yang dianut oleh minoritas di masa

lalu, dari Katolik hingga Islam. Menggunakan label ekstremis, radikal, militan,

anarkis, mereka menekan pihak lain agar menyesuaikan diri dengan keyakinan dan

nilai-nilai liberal.

Pada awalnya mereka tampak menolerir muslim yang masih berpegang pada

keyakinan konservatif namun tidak ingin menerapkannya di dunia modern (yang

biasa mereka sebut sebagai Muslim moderat). Namun, pada akhirnya, mereka pun

bernasib sama seperti mereka yang dituduh radikal. Kalangan liberal tidak akan

membiarkan keyakinan yang bertentangan dengan pandangannya bisa mempunyai

tempat sembunyi, yang membuat mereka bisa bangkit kembali di masa depan. Sikap

ini terlihat jelas dari pernyataan David Cameron, mantan perdana menteri Inggris.

“Masyarakat toleran yang pasif mengatakan kepada warganya: selama

Anda mematuhi hukum, kami akan membiarkan Anda. Ia berdiri netral

di antara nilai yang berbeda. Namun, sebuah negara yang benar-benar

liberal melakukan lebih daripada itu. Ia percaya pada nilai tertentu dan

secara aktif mempromosikannya .... Dikatakan kepada warganya: inilah

nilai yang mendefinisikan kita sebagai sebuah masyarakat. Jika Anda ingin

masuk dalam komunitas ini, maka Anda harus percaya pada nilai-nilai

tersebut.”20

Fenomena tersebut diungkapkan dalam sebuah laporan Amnesty International:

"Di beberapa negara Eropa, secara luas dipelihara bahwa Islam dan Muslim

akan baik-baik saja selama mereka tidak terlalu nampak."21

Hal yang sama terjadi saat European Court of Human Rights memberikan

penilaian atas larangan yang dilakukan oleh pemerintah Turki terhadap Partai Refah

pada tahun 2003.

“Perlu dipahami bahwa partai politik yang para pemimpinnya ...

mengajukan sebuah program politik yang tidak menghormati satu atau

lebih peraturan demokrasi, atau yang ditujukan untuk penghancuran

demokrasi dan pencabutan hak dan kebebasan yang diakui dalam sebuah

19 https://www.theguardian.com/world/2001/oct/08/afghanistan.politics120 https://www.newstatesman.com/blogs/the-staggers/2011/02/terrorism-islam-ideology21 https://www.amnesty.org/en/latest/news/2012/04/muslims-discriminated-against-demonstrating-their-

faith/

Page 23: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

23

demokrasi, tidak dapat mengajukan klaim atas perlindungan Konvensi

terhadap hukuman yang dijatuhkan atas dasar tersebut ... Pengadilan

menemukan bahwa tindakan dan pidato anggota dan pemimpin Refah

yang dikutip oleh Mahkamah Konstitusi ... mengungkapkan kebijakan

jangka panjang Refah untuk membentuk sebuah rezim berdasarkan

Syariah... rencana ini tidak sesuai dengan konsep "masyarakat demokratis"

... hukuman yang dikenakan pada pemohon oleh Mahkamah Konstitusi...

dapat dipertimbangkan secara wajar telah memenuhi "kebutuhan sosial

yang mendesak".22

Pelajaran dari cerita ini adalah, jika ada umat Islam memohon dengan dogma

'kebebasan' untuk mendapatkan perlindungan bagi diri mereka dan kepercayaan

mereka; mereka harus menyadari bahwa Liberalisme Sekuler menyebut 'kebebasan'

untuk mewujudkan penghancuran terhadap keyakinan mereka.

Gambar 2. Islam moderat dan Islamis dalam pandangan Barat.23

Salah satu hal yang paling akut dalam liberalisme adalah klaimnya tentang

toleransi dan universalitas nilai-nilainya. Klaim ini bisa dilihat dari ungkapan mantan

perdana menteri Italia, Silvio Berlusconi, yang pernah mengatakan bahwa “kita

harus sadar akan superioritas peradaban kita (Barat), sebuah sistem yang menjamin

kesejahteraan, penghormatan pada hak asasi manusia, dan—berbeda dengan negara

Islam—menghormati hak beragama dan berpolitik, sebuah sistem yang mempunyai

22 http://www.legislationline.org/documents/action/popup/id/1582723 Sumber: Abdullahandalusi.com

Page 24: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

24

nilai-nilai yang memahami kebhinnekaan dan toleransi.”24 Ia mengklaim superioritas

peradaban Barat karena mereka memiliki “kebebasan” sebagai nilai terhebat mereka,

satu hal yang menurutnya bukan merupakan warisan Islam.25

Pikiran semacam ini tidak hanya dimiliki oleh Berlusconi, tapi mayoritas

tokoh-tokoh Barat, namun mereka terlalu malu untuk mengatakannya. Saat Barat

membawakan tentang konsep kebebasan, keragaman dan toleransi, maksudnya

adalah kebebasan, keragaman dan toleransi untuk mengikuti budaya dan nilai-nilai

Barat. Jika melawan, maka mereka akan ditaklukkan. Berlusconi mengatakan: "Barat

akan terus menaklukkan orang-orang seperti itu (yang menolak peradaban Barat—

pen) seperti ia telah menaklukkan Komunisme," bahkan jika itu berarti konfrontasi

dengan "peradaban lain, yaitu Islami, yang stagnan seperti 1.400 tahun yang lalu."26

Kontradiksi ini telah menyebabkan banyak bangsa menderita.

Inilah sisi gelap liberalisme. Secara periodik, ia mendatangkan malapetaka di

seluruh dunia selama lebih dari 150 tahun. Hal ini dapat dideteksi dalam tulisan-

tulisan pemikir liberal besar seperti John Stuart Mill, yang muncul dalam bentuk

arogansi imperium Inggris. Tapi akar dari semua itu, kata Bunting, bermula dari

warisan Kekristenan yang mengklaim sebagai satu-satunya keyakinan yang benar.

Hal yang sama juga dilakukan AS, yang begitu meyakini bahwa nilai-nilai mereka

secara moral baik. Rasa superioritas ini, bersekutu dengan kekuatan ekonomi dan

teknologi, telah menciptakan kolonialisme yang sangat mengerikan. Perasaan yang

sama juga mendasari kegiatan korporasi multinasional IMF, PBB, dan Bank Dunia.

Realita ini dirangkum oleh pernyataan Huntington: “Barat menaklukkan dunia

tidak dengan superioritasnya dalam hal gagasan atau nilai-nilai atau agama, namun

[mereka menaklukkannya] dengan superioritasnya dalam mengimplementasikan

kekerasan terorganisir. Orang Barat seringkali lupa fakta ini, tapi kaum non-Barat

tidak pernah lupa.”27

Sekulerisme yang MenetralisirDemokrasi dan sekulerisme selama ini dianggap sebagai tatanan netral

yang bisa mengakomodir semua agama, hidup berdampingan dalam sebuah

iklim yang harmonis. Menurut salah seorang tokoh sekuler, sekulerisme memang

tidak sempurna, tapi ia adalah satu-satunya sistem yang membuat semua orang

diperlakukan sama, semua orang bisa memiliki nilai suara yang sama. One law for all,

satu hukum untuk semua, begitu slogan yang selama ini diteriakkan kaum sekuler.

Dalam sekulerisme, agama dilarang dibawa-bawa dalam ranah politik.

Alasannya, akan menggangu keharmonisan dan kerukunan di tengah masyarakat.

Bahkan, kampanye yang menggunakan agama pun dianggap lebih buruk dibanding

politik uang.28 Dalam demokrasi, politik identitas, terutama agama, tidak boleh

terjadi. Para pemuka agama pun diminta untuk membimbing umatnya bahwa

24 http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/3041288.stm25 http://old.themoscowtimes.com/news/article/tmt/251296.html26 idem27 Samuel P. Huntington,"The Clash of Civilisations and the Remaking of World Order", h. 5128 http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42484006

Page 25: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

25

pilihan politik adalah hak pribadi warga negara dan tidak boleh dikaitkan dengan

agama.

Jika ada seorang Muslim atau Kristen, dan orang tersebut patuh pada etika dan

hukum agamanya, maka sudah sepantasnya nilai-nilai itu mempengaruhi partisipasi

politiknya. Jika orang tersebut memilih, misalnya, atas dasar nilai-nilai tersebut,

maka agama akan memengaruhi apa yang ia pilih. Dan jika ia memilih dalam hal

undang-undang, maka itu berarti agamanya berpotensi menjadi sumber hukum.

Jika kita ingin mempercayai klaim sekularisme dan liberalisme politik, yaitu

bahwa mereka menyediakan sebuah sistem di mana orang-orang dari berbagai

agama dapat hidup di bawah satu pemerintahan dan diatur oleh seperangkat

undang-undang, maka seharusnya seorang Muslim dapat memilih menurut

keyakinannya dan seorang Kristen dan Yahudi dapat melakukan hal yang sama.

Namun, kebanyakan orang yang berada dalam keyakinan sekulerisme tidak ingin

keyakinan agama dikaitkan dengan pemerintahan.

Pertanyaan berikutnya, jika ada seorang yang mengaku Muslim, misalnya, dan

ia tidak memilih sesuai dengan keyakinan religiusnya, lalu kepercayaan dan nilai lain

apa yang mempengaruhi suara dan partisipasi politiknya secara umum? Jika bukan

agama, dapatkah dikatakan bahwa sekularisme membawa orang-orang dari berbagai

agama menuju sebuah keyakinan bersama yang baru? Atau sekularisme telah

menyatukan orang-orang yang mengebiri diri mereka sendiri dengan memotong diri

dari keyakinan dan sumber identitas mereka? Lalu, partisipasi masyarakat macam

apa yang hanya diijinkan untuk suara yang sudah dikebiri?

Sekularisme ingin memisahkan agama dari politik. Jika demikian, apakah itu

masuk akal? Bagaimana mungkin tujuan hidup manusia dipisahkan dari urusan

hidupnya?

Sekularisme secara aktif berusaha mengalihkan perhatian manusia dari tujuan.

Karena tujuan adalah domain agama.

Sekularisme akan memberi tahu kita tentang pentingnya tindakan, tetapi tidak

banyak memberikan pernyataan tentang hasil. Karena hasil adalah domain agama.

Sekularisme akan memberi tahu bahwa kita harus mencoblos, tetapi tidak akan

memberi pandangan etis yang substantif yang mendasari kenapa kita mencoblos.

Karena pandangan etis yang substantif adalah domain agama.

Sekularisme akan memberitahu kita untuk menghormati semua secara sama,

tetapi tidak akan memberi tahu kita apa artinya menjadi terhormat. Karena inti dari

rasa hormat dan kehormatan adalah domain agama.

Mungkin kita berpikir bahwa ketika orang menjadi lebih sekuler, mereka

menjadi lebih netral, terlepas dari materi etika apa pun, terputus dari makna apa

pun.

Tapi, hati tidak pernah bisa kosong. Kekosongan yang diciptakan oleh

sekuler liberal segera terisi dengan artefak dasar budaya yang diproduksi oleh

konglomerat perusahaan dan disebarluaskan oleh media massa untuk menyiarkan

dan menstandarisasi norma dan nilai baru. Setelahnya, ia akan menjadi agama

Page 26: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

26

masyarakat, yang memberi isi karakter mereka. Inilah tujuan yang ingin diproduksi

sekularisme: untuk menjadikan kita seorang budak yang patuh.

Kebebasan Beragama, Ide Universal ataukah Kepentingan Politik?Salah satu nilai utama yang dibawa oleh tatanan liberal adalah kebebasan

beragama. Penghargaan atas keragaman dan hak individu untuk memilih agama

menjadi nilai-nilai universal yang baik bagi umat manusia. Tapi, benarkah ide

kebebasan beragama lahir dari daya tarik nilai liberal?

Dalam sebuah esainya, Mark Koyama menjelaskan bahwa munculnya

gagasan kebebasan beragama di dunia Barat bukanlah disebabkan oleh daya tarik

atau kebajikan yang dibawanya. Sebaliknya, menurut Koyama, toleransi terhadap

kelompok agama yang berbeda murni muncul sebagai masalah praktis secara politik

dan ekonomi.29

Bagaimana ini bisa terjadi?

Koyama berpendapat bahwa negara-negara Eropa semakin tidak bergantung

pada Gereja untuk mendapatkan legitimasi politik. Sebelumnya, negara-negara

tersebut perlu bersekutu dengan Gereja untuk mendapatkan legitimasi di mata

masyarakat Kristen, yang kemudian diharapkan akan membawa pada stabilitas

politik—sesuatu yang sangat berharga bagi penguasa negara. Negara-negara yang

bersekutu dengan Gereja buruk bagi toleransi, karena Gereja menuntut negara untuk

menghukum mereka yang sesat.

Selain itu, negara mengandalkan lembaga keagamaan untuk berkontribusi

pada ketertiban umum. Dibanding institusi negara yang lemah, Gereja dianggap

berada pada posisi yang lebih baik untuk membantu orang miskin, memberikan

pendidikan, dan memberikan pelayanan publik lainnya. Selain itu, undang-undang

dan peraturan sosial zaman itu bergantung pada identitas agama, bukan pada

identitas nasionalistik umum (misal: Kewarganegaraan) yang berlaku sama untuk

semua orang. Semua ini menyebabkan munculnya intoleransi terhadap keragaman

agama. Saat itu, kebebasan beragama adalah hal yang tidak terbayangkan.

Lalu, apa yang berubah?

Lembaga negara mulai banyak memungut pajak dan menjadi lebih kuat, kata

Koyama. Hal ini memungkinkan mereka untuk melepaskan diri dari Gereja. Dengan

meningkatnya kekuasaan, undang-undang dan peraturan sosial dapat diterapkan

secara lebih luas tanpa bergantung pada identitas keagamaan. Sejauh menyangkut

negara, orang Yahudi, Protestan, dan Katolik merupakan sumber pajak yang sama.

Pada akhirnya, "karena mereka tidak lagi bergantung pada otoritas agama, negara-

negara cenderung tidak lagi memaksakan kesamaan agama."

Hasilnya?

Kebebasan beragama lahir dari "kenyamanan negara", dan bukan karena

prinsip.

29 https://aeon.co/amp/essays/the-modern-state-not-ideas-brought-about-religious-freedom

Page 27: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

27

Jika kita melihat dengan jujur, dari awal sampai akhir, tujuan negara adalah

untuk mengatur rakyat agar mau mengikuti kehendaknya, yaitu menarik kekayaan

dari mereka. Pada awalnya, Gereja adalah media yang nyaman untuk misi ini, namun

kemudian, cara yang lebih efektif ditemukan yang membuat Gereja menjadi usang.

Seperti yang ditulis oleh Koyama, institusi negara yang paling tangguh adalah militer,

yang kekuasaan, ukuran, dan kemampuan teknologinya semakin tumbuh sepanjang

sejarah. Alat apa yang lebih canggih dalam rangka mengendalikan populasi daripada

kekuatan militer? Bagi negara modern sekuler, tidak perlu gagasan tentang murka

Allah untuk memaksakan kehendak negara. Cukup gunakan infrastruktur militer

negara untuk melakukannya.

Pertanyaannya, apakah ini semua adalah sebuah perbaikan bagi umat manusia?

Apakah berkurangnya peran institusi keagamaan benar-benar mengarah pada

"otonomi" dan "kebebasan" bagi rakyat? Atau apakah ini hanya sekadar pergantian

sumber otoritas?

Bagi orang Yahudi dan Kristen yang merasakan represi Gereja di masa lalu,

mungkin negara militer yang brutal itu lebih baik daripada Gereja yang brutal. Jadi,

pilihan ide "kebebasan beragama" masih menarik bagi mereka.

Tapi, itu semua tidak terjadi dengan Islam. Secara historis, kita tidak menemukan

kebrutalan dan penindasan dari institusi keagamaan di dunia Muslim, sebagaimana

yang terlihat dari Gereja-gereja Eropa. Brutalitas, penindasan, dan kekerasan massal

di dunia Muslim biasanya dilakukan bertentangan langsung dengan Syariat Islam

dan pendapat ulama. Sejarah membuktikan tradisi para ulama yang menolak untuk

dikooptasi oleh elit penguasa. Mereka menentang karena pelanggaran Syariat yang

dilakukan oleh penguasa. Artinya, jika Syariat adalah sumber keadilan, hanya tiran

yang ingin menyingkirkannya.

Kedaulatan di tangan rakyat ataukah di tangan para manipulator?Demokrasi adalah sistem sosial kuno yang selalu dimodifikasi oleh para ahli

dan penguasa untuk menjadi sistem modern. Demokrasi didasarkan pada aturan

rakyat yang memiliki kekuatan untuk mengatur keseluruhan sistem negara. Sistem

ini menjadikan hak asasi manusia dan kebebasan sebagai inti kebajikan bagi

masyarakat. Perkembangan demokrasi mengarah pada liberalisme dalam isu politik

dan kapitalisme dalam isu ekonomi.

Demokrasi diyakini sebagai sistem politik dan pemerintahan yang lengkap

yang memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan. Namun

praktiknya, demokrasi dikemudikan oleh sedikit orang kapitalis. Ada beberapa pihak

dan korporat yang berusaha menjaga sistem ini, demi melindungi dan memperbesar

kepentingan mereka.

Pertanyaannya, dimanakah idealita demokrasi berhasil didapatkan? Kenapa

idealita demokrasi dianggap begitu menarik? Ide bahwa setiap orang mempunyai

pengaruh yang sama dalam mengatur masalah sosial kemasyarakatan adalah

sebuah utopia. Kapan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh massa kondusif

pada tercapainya keadilan? Bukankah massa sangat rentan terhadap manipulasi?

Page 28: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

28

Jika demikian, bukankah kekuatan sejati terletak di tangan para manipulator,

bukan massa? Jika sekelompok manipulator memegang sejumlah kekuasaan yang

tidak seimbang, apa yang membedakan mereka dengan rezim otoriter? Faktanya,

bukankah itu semua adalah kepentingan manipulator yang berlindung di balik

topeng demokrasi?

Gambaran selama ini, masyarakat dianggap berdaulat dan mendapatkan

kekuasaan, tapi praktik yang terjadi justru sebaliknya, segelintir pemilik kekuatan lah

yang berkuasa. Sistem ini dimanipulasi oleh para pemegang kekuasaan yang diberi

wewenang, demi mempertahankan kekuasaannya sebagai wakil rakyat.

Sistem demokrasi dianggap sebagai perbaikan dari sistem aristokrasi, namun

secara praktis demokrasi justru condong ke sistem oligarki. Demokrasi memberi lebih

banyak kesempatan kepada para pemegang modal, pemilik sumber daya, kekuatan

dan popularitas. Pada akhirnya, demokrasi pun menuju sebuah hukum bahwa "yang

kuatlah yang akan bertahan."

Demokrasi juga membawa masalah yang melekat pada dirinya, berusaha

untuk memastikan kedaulatan rakyat, namun pada saat bersamaan membatasi

aturan mayoritas sehingga tidak melanggar hak individu atau minoritas. Dengan kata

lain, demokrasi tidaklah mengejar satu tujuan bersama, tapi justru dua tujuan yang

terpisah dan terkadang saling berkompetisi. Demokrasi pun mengalami ketegangan

dengan dirinya sendiri.

Ketimpangan EkonomiAda beberapa faktor yang menyebabkan hancurnya demokrasi: ketimpangan

ekonomi, polarisasi yang ekstrem di tengah masyarakat, bencana alam, kebencian,

tumbuhnya dukungan pada fasisme, serta adanya perang atau revolusi.

Hari ini, kita hidup di dunia yang penuh dengan ketidakadilan: kesenjangan

kekayaan dan pendapatan, kesenjangan pengaruh dan kekuasaan. Kondisi

ini berpotensi menyebabkan ketegangan sosial, perpecahan masyarakat, dan

penderitaan jutaan manusia.

Kesenjangan antara orang-orang kaya yang minoritas dan milyaran orang yang

hidup dalam kemiskinan mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Hari ini, 10% orang paling kaya menguasai 85% kekuasaan global. Menurut data

UC Atlas of Global Inequality, “3 orang paling kaya di dunia memiliki aset lebih dari

total Produk Domestik Bruto 47 negara dengan Produk Domestik Bruto terendah.”30

Laporan lain menyatakan bahwa “1% orang paling kaya di dunia memiliki lebih dari

50% kekayaan dunia.”31

Oxfam juga menunjukkan bahwa kekayaan “8 orang terkaya di dunia sama

dengan 50% orang termiskin di dunia atau 3,6 miliar orang.”32

30 http://ucatlas.ucsc.edu/income.php31 https://www.theguardian.com/inequality/2017/nov/14/worlds-richest-wealth-credit-suisse32 https://www.oxfam.org/en/pressroom/pressreleases/2017-01-16/just-8-men-own-same-wealth-half-world

Page 29: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

29

Gambar 3. Ketimpangan Kekayaan Global

Global Issues melaporkan bahwa: hampir separuh penduduk dunia (lebih dari

3,5 miliar) hidup dengan pendapatan kurang dari $ 2,50 per hari; dan 80% masyarakat

dunia hidup dengan pendapatan kurang dari $ 10 per hari.33

Membahas kemungkinan perubahan ke dunia yang lebih adil, UNICEF

memberikan gambaran yang agak suram; Dengan mengasumsikan penggunaan

model ekonomi saat ini, mereka memperkirakan bahwa "dibutuhkan lebih dari 800

tahun bagi miliaran rakyat terbawah untuk mencapai sepuluh persen pendapatan

global."

Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dari pertumbuhan ekonomi ini; Siapa

yang mendapatkan manfaat dari model pembangunan saat ini?

33 http://www.globalissues.org/article/26/poverty-facts-and-stats

Page 30: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

30

Dalam laporannya, Oxfam menjelaskan beberapa faktor yang menyebabkan

fenomena tersebut.34 Diantaranya adalah:

1. Korporasi bekerja untuk mereka yang di atas

Korporasi terus bekerja untuk mereka yang kaya, keuntungan pertumbuhan

ekonomi tidak didapatkan oleh mereka yang paling membutuhkan. Untuk

memuaskan mereka yang di atas, korporasi menekan pekerjanya semakin keras.

2. Menekan para pekerja

Di seluruh dunia, korporasi berusaha menekan biaya pekerja—dan memastikan

bahwa para pekerja mendapatkan porsi yang semakin rendah dalam kue ekonominya.

Hal ini memicu lah yang kemudian ketidaksetaraan.

3. Menghindar dari pajak

Korporasi memaksimalkan keuntungannya dengan berusaha membayar pajak

sekecil mungkin. Hal ini dilakukan dengan membuat negara berkompetisi untuk

menyediakan pembebasan pajak atau menurunkan nilai pajak.

4. Kroni kapitalisme

Korporasi dari berbagai sektor menggunakan kekuasaan dan pengaruhnya

yang besar untuk memastikan bahwa regulasi dan kebijakan nasional maupun

internasional dibentuk sesuai dengan kepentingan mereka untuk memaksimalkan

keuntungan.

5. Membeli kebijakan

Orang-orang kaya di dunia tidak ragu untuk membeli kebijakan dan memastikan

bahwa aturan dibuat sesuai dengan kepentingan mereka. Mereka juga membeli hasil

politik sesuai dengan yang mereka inginkan, dengan mempengaruhi pemilu dan

kebijakan publik. Miliarder di Brazil melakukan lobi untuk mengurangi pajak; Koch

Brothers, dua orang terkaya di Amerika Serikat memiliki pengaruh yang sangat besar

terhadap kebijakan konservatif di Amerika dan memberi dukungan kepada think

tanks berpengaruh.35 Upaya untuk mempengaruhi politik yang dilakukan orang-

orang kaya dan para wakilnya ini secara langsung menyebabkan ketidakadilan dan

kesenjangan yang semakin besar.

Dari fenomena tersebut, mengapa miliaran orang tidak melakukan perlawanan

menuntut keadilan dan kehidupan yang setara sebagaimana yang diimpikan? Graham

Peebles, direktur The Create Trust menyimpulkan bahwa masyarakat mengalami

kelelahan fisik, ketegangan emosional, dan tertidur secara mental. Mereka tidak

memiliki waktu atau energi untuk melawan.36

34 https://d1tn3vj7xz9fdh.cloudfront.net/s3fs-public/file_attachments/bp-economy-for-99-percent-160117-en.pdf

35 J. Mayer, “Dark Money: The Hidden History of the Billionaires Behind the Rise of the Radical Right‟, New York, Doubleday, 2016

36 http://www.globalpolicyjournal.com/blog/21/02/2014/worldwide-inequality

Page 31: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

31

D. AKHIR DARI TATA DUNIA LIBERAL?Kematian sebuah tatanan dapat terjadi baik melalui bencana besar, seperti

perang, atau melalui akumulasi gradual dari seribu sayatan kecil.

Dalam sebuah tatatan, penyokong terbesarnya adalah ide dan keyakinan,

serta dukungan geopolitik. Ide dan keyakinan adalah kesepakatan atas norma dan

nilai kunci. Kesepakatan atas nilai bersama mampu menghalangi keinginan untuk

menggulingkan tatanan internasional. Penyokong lainnya adalah adanya kekuatan,

atau keseimbangan geopolitik yang mendukungnya. Jika keduanya menurun, maka

legitimasi tatanan akan terguncang. Pedersen menambahkan satu variabel lagi,

yaitu kekuatan institusi yang menjaga tatanan.37

Gambar 4. Komponen Kesehatan Tatanan Internasional

Hampir setengah abad tatanan saat ini tidak banyak mendapatkan tantangan

berarti. Namun, saat ini alternatif tatanan mulai mengemuka. Tatanan Islam berbasis

Syariat, tatanan negara non liberal seperti China, atau tatanan berbasis nasionalisme

adalah salah satunya.

Tren GeopolitikDalam geopolitik, ada tren yang mengancam stabilitas tatanan, yaitu

bergesernya keseimbangan kekuatan dan meningkatnya ambisi China dan Rusia

untuk melakukan dominasi regional.

Menurut teori stabilitas hegemonik dan transisi kekuatan, sangat sulit untuk

mempertahankan norma dan institusi dari sebuah tatanan jika keseimbangan

kekuatan dan pengaruh dari negara-negara penguasa bergeser secara signifikan.

37 Susan Pedersen, “The Guardians: The League of Nations and the Crisis of Empire”, New York: Oxford University Press, 2015, hal. 293, 296–297, 394–407.

Page 32: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

32

Sebagaimana yang banyak terjadi sebelumnya, keruntuhan tatanan sangat terkait

dengan munculnya kekuatan baru, atau terjadinya pergeseran kekuatan diantara

negara penguasa dalam sebuah tatanan. Dunia hari ini bergeser ke arah multipolar,

dan ini dianggap berbahaya bagi Amerika Serikat.

Kini, tampaknya sedang terjadi proses transisi historis yang serupa, pergeseran

dari dunia pasca-Perang Dingin yang didominasi Amerika Serikat ke situasi

multipolar yang jauh lebih banyak. Terjadi pergeseran keseimbangan kekuatan, dan

ada banyak bukti yang mendukung hal tersebut, baik dari sudut pandang ukuran

obyektif, seperti PDB (Produk Domestik Bruto) dan kemampuan militer regional,

maupun dari persepsi tentang kekuatan.38

Kebangkitan Cina hanyalah satu dari beberapa faktor yang berkontribusi

terhadap persepsi ini. Dalam sebuah makalah tahun 2017, Komisi Eropa mencatat

bahwa "posisi Eropa di dunia saat ini sedang menyusut, sedang bagian lain dari

dunia sedang tumbuh." Pada tahun 2060, makalah tersebut mencatat, Eropa hanya

akan mewakili kurang dari 5 persen populasi dunia. Pada 2030, pangsa Uni Eropa

dalam ekonomi global akan turun menjadi antara 15 dan 20 persen, dari sebelumnya

26 persen pada tahun 2004 dan 22 persen pada tahun 2015. Bahkan antara 2015

dan 2017, laporan tersebut memperkirakan, dolar AS dan euro akan turun, dari

sebelumnya menguasai 60 persen cadangan mata uang global menjadi 51 persen.

Dan tren ini cenderung berlanjut.39

Secara umum, pergeseran kekuasaan ini mencerminkan perubahan zaman—

sebuah gerakan yang menjauh dari tatanan internasional yang didominasi Barat

dalam 200 tahun terakhir dan menuju sistem internasional yang lebih seimbang di

mana kekuatan dan pengaruhnya setara dengan Timur (ke China dan negara-negara

lain yang sedang tumbuh di Asia) dan juga para pemain kunci di belahan Selatan.7

Implikasi pergeseran kekuatan tersebut bisa menjadi masalah bagi masa

depan tatanan liberal saat ini. Dunia multipolar akan menuntut pergeseran tentang

bagaimana negara-negara kuat (baik yang baru maupun yang lama) diwakili dalam

tatanan, dan bagaimana kepentingan mereka diakomodir. Jika tidak disikapi dengan

tepat, itu semua berpotensi menjadi landasan bagi munculnya ketidakstabilan dunia.

Jika tatanan tersebut tidak dapat menyesuaikan dan tidak mampu memberikan

kepada negara anggota pengaruh yang menurut mereka layak, maka akan lebih

banyak negara yang menentang norma dan aturan tatanan yang ada, dan bahkan

berpotensi menciptakan institusi alternatif. Tren ini sedang berjalan, dengan

meningkatnya tuntutan negara-negara terkemuka untuk mendapatkan suara yang

lebih signifikan dalam tatanan saat ini.

Tren IdeologiBagi sebuah tatanan, bahaya yang ditimbulkan oleh perubahan ideologis lebih

mendasar daripada yang ditimbulkan oleh tren geopolitik. Semua tatanan bergantung

pada nilai bersama yang dipegang anggota terdepannya. Kekuatan terdepan harus

38 National Intelligence Council, “Global Trends 2030,” Washington, D.C.: Director of National Intelligence, 2012, hal. 15–19

39 European Commission, “White Paper in the Future of Europe,” Maret 2017, hal. 8.

Page 33: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

33

memiliki pengertian yang sama tentang dunia macam apa yang ingin mereka ciptakan

dan apa tujuan dari tatanan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh dua ilmuwan

terkemuka, "Tidak ada tatanan politik yang bisa terus berjalan tanpa adanya rasa

memiliki komunitas dan tanpa adanya identitas bersama yang substansial. Identitas

politik, struktur masyarakat dan politik saling bergantung." Secara khusus, inti dari

tatanan pascaperang adalah semacam identitas kewarganegaraan kosmopolitan

yang ada di luar "identitas nasional, etnis, dan agama." Identitas ini dibangun di

atas sebuah konsensus tentang norma dan prinsip, terutama demokrasi politik,

pemerintahan konstitusional, hak individu, sistem ekonomi berbasis kepemilikan

pribadi, dan toleransi akan keragaman.

Dalam tatanan yang dikuasai Barat saat ini, liberalisme menjadi pondasi utama,

baik di bidang politik maupun ekonomi.40 Liberalisme menjadi way of thinking

tentang Barat dan tata dunia. Tata dunia liberal (liberal world order) dibangun

di atas nilai-nilai demokrasi liberal, seperti sekularisme dan kesetaraan. Dan kini,

dalam hal ideologi, konsensus liberal mendapatkan tantangan dari banyak front.

Dahulu kala—yaitu, pada tahun 1990an—banyak orang percaya bahwa tatanan

politik liberal adalah gelombang masa depan dan akan melingkupi sebagian besar

dunia. Amerika Serikat dan sekutu-sekutu demokratisnya telah mengalahkan fasisme

dan kemudian komunisme, dan membawa manusia menuju "akhir sejarah." Uni

Eropa membawa pendekatan "kekuatan sipil" dalam menjajakan tatanan tersebut,41

memberi keseimbangan pada Amerika Serikat yang menggunakan "kekuatan keras".

Dalam menjalankan perannya, Amerika Serikat berkomitmen untuk "memperluas

lingkup pemerintahan demokratis, menyingkirkan otokrat yang mengganggu, dan

memperkuat "perdamaian demokratis", demi terpeliharanya tatanan dunia liberal

yang mereka kuasai saat ini.42

Namun kini, optimisme yang memabukkan pada tahun 1990-an berubah

menjadi rasa pesimisme yang semakin meningkat—bahkan kekhawatiran—akan

tatanan liberal yang ada saat ini. Roger Cohen dari New York Times meyakini bahwa

"kekuatan disintegrasi sedang berlangsung" dan "dasar-dasar dunia pascaperang...

sedang gemetar."43 Sebuah makalah dari World Economic Forum memperingatkan

bahwa tatanan dunia liberal sedang "ditantang oleh berbagai kekuatan—oleh

pemerintah otoriter yang kuat dan gerakan fundamentalis anti-liberal."44 Dan di

majalah New York, Andrew Sullivan memperingatkan bahwa Amerika Serikat sendiri

mungkin terancam karena telah menjadi "terlalu demokratis."45

Hari ini, tatanan tersebut mendapatkan tantangan, dengan munculnya

kekuatan baru yang tidak menjalankan norma-norma liberal Barat, mulai dari

kelompok Islam hingga negara seperti China dan Rusia.

40 Michael J. Mazarr et.al, “Measuring the Health of the Liberal International Order”, Rand Corporation, September 2017, hal. 169

41 http://www.atlantic-community.org/app/webroot/files/articlepdf/Fabian%20Krohn.pdf42 http://nssarchive.us/NSSR/1994.pdf43 http://www.nytimes.com/2016/06/11/opinion/europe-and-the-unthinkable.html44 http://www3.weforum.org/docs/WEF_US_GAC_Strengthening_Liberal_World_Order_White_Paper_US.pdf45 http://nymag.com/daily/intelligencer/2016/04/america-tyranny-donald-trump.html

Page 34: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

34

Ketakutan seperti itu bisa dimengerti. Di Rusia, Cina, India, Turki, Mesir—

dan bahkan Amerika Serikat sendiri, banyak orang yang merindukan "pemimpin

kuat" yang dengan tindakan beraninya akan menyingkirkan ketidakpuasan saat ini.46

Menurut pakar demokrasi Larry Diamond, "antara tahun 2000 dan 2015, demokrasi

runtuh di 27 negara."47 Banyak rezim otoriter yang menjadi kurang terbuka, kurang

transparan, dan kurang responsif terhadap warganya. Inggris sekarang lebih memilih

untuk meninggalkan Uni Eropa; Polandia, Hongaria, dan Israel menuju ke arah

yang tidak liberal; dan Amerika kini dipimpin oleh presiden yang secara terbuka

meremehkan toleransi yang penting bagi masyarakat liberal, dengan berulang kali

mengungkapkan keyakinan rasis dan teori konspirasi yang tidak berdasar.

Banyak pakar menilai bahwa demokrasi liberal yang mengarah pada kapitalisme

telah menjadi juara tatanan dunia. Mereka percaya tidak ada sistem lain yang tepat

untuk saat ini kecuali demokrasi liberal. Namun, realita sekarang menunjukkan

banyaknya kesenjangan kemakmuran, praktik oligarki, ekonomi borjuis yang

mengendalikan negara, pengangguran, krisis energi dan perubahan radikal iklim

global.

Dalam tiga dekade terakhir, ketidaksetaraan mengalami percepatan yang luar

biasa. Negara-negara bangsa kehilangan kedaulatan mereka, terkikis oleh kekuatan

transnasional yang tidak tampak. Akibatnya, sejumlah besar orang merasa tersingkir,

terpinggirkan, dicemooh, bahkan dipermalukan oleh mereka yang banyak mendapat

manfaat dari pertumbuhan ekonomi.

Sejak akhir abad ke-19, ekonomi kapitalis global mulai muncul, menyebabkan

gangguan berskala besar dalam kehidupan banyak orang di Eropa dan Amerika. Rakyat

pun banyak yang kehilangan pekerjaan, pengangguran meningkat, tersingkirkan

oleh dunia yang banyak mengutamakan pertumbuhan teknologi.

Barat banyak mengeskpor konsep negara bangsa ke seluruh dunia, bersama

dengan prinsip-prinsip yang menyertainya, seperti sekulerisasi dan demokrasi.

Kini, revolusi melawan tatanan internasional liberal yang dibentuk pasca

Perang Dunia II mulai berlangsung. Mulai dari kelompok fundamentalis Islam,

kelompok etno nasionalis yang melawan Uni Eropa, hingga munculnya demokrasi

illiberal di Eropa Timur. Rezim-rezim otoriter pun mulai menguat, seperti di Rusia,

China, dan bahkan Filipina.

Bagaimana semua itu bisa terjadi? Meningkatnya ketidakadilan, ketimpangan

ekonomi, menurunnya kepercayaan pada demokrasi, menguatnya identitas politik

dan agama diduga menjadi penyebab.

Dari semua penyebab tersebut, agama memainkan peran besar. Agama

menjadi ancaman terbesar tatanan liberal saat ini. Ia memberikan sense of identity

kepada pemeluknya. Mengapa orang memerlukan sense of identity? Mereka

memerlukannya untuk mengetahui siapa mereka, di mana mereka berada, dan apa

tujuan hidup mereka. Untuk itu, mereka mungkin akan bergabung dengan kelompok

46 http://foreignpolicy.com/2016/03/03/its-time-to-abandon-the-pursuit-for-great-leaders-clinton-trump-sanders/

47 https://www.foreignaffairs.com/articles/world/2016-06-13/democracy-decline

Page 35: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

35

yang memberikan mereka kekuatan dan sense of identity. Jack A. Goldstone, profesor

kebijakan publik dari George Mason University, menyimpulkan bahwa banyak orang

yang merasa terkatung-katung di dunia hari ini, melihat begitu cepatnya perubahan.

Dan sense of identity memberi mereka jangkar dan kekuatan untuk menghadapi

perubahan yang sangat dahsyat tersebut. Di dalam kelompok tersebut, mereka

menemukan kekuatan dan kedamaian.48

Sense of identity tersebut lah yang selama ini, dalam pandangan Goldstone,

gagal diberikan oleh dunia liberal hari ini. Mereka juga gagal memperhatikan

kepentingan rakyat kecil dan masa depan mereka. Meaningless, begitu ungkapan

yang diberikan oleh Shadi Hamid tentang kehidupan di bawah demokrasi liberal.49

Ada harapan keselamatan abadi yang tidak bisa diberikan oleh demoktrasi liberal.

Pada akhirnya, kata Hamid, orang membutuhkan lebih dari sekadar kesejahteraan

ekonomi.

Banyak orang, dari berbagai latar belakang kelompok, merasa bahwa identitas

kelompok mereka saat ini sedang diserang, diabaikan, dan bahkan dihinakan. Mereka

mungkin berasal dari orang-orang yang merasakan ketidakadilan, ketimpangan

ekonomi, mereka yang mendapatkan tekanan dari imigrasi, dan mereka yang merasa

dikhianati oleh para penguasanya yang berselingkuh dengan pihak lain dengan

keyakinan yang berbeda. Dan kini, mereka ingin melawan itu semua.

Demokrasi diklaim dibangun di atas kompromi. Namun, jika rakyat merasa

bahwa musuh mereka tidak lagi bisa berbagi kepentingan yang sama, demokrasi tidak

akan berjalan. Identitas politik yang membawa kepada polarisasi, ketidakpercayaan,

dan kemarahan akan membawa pada runtuhnya efektivitas demokrasi. Dan

demikianlah kondisi dunia hari ini.

Dalam hal ideologi, Islam dianggap memberikan tantangan ideologis paling

kuat. Visi global Islam dianggap mengancam tatanan. Upaya sekuritisasi Islam di

dunia, terutama sejak peristiwa 11 September semakin mempertajam benturan ini.

Islam dipandang hanya dalam sudut pandang keamanan. Dalam sepuluh tahun

terakhir, tingkat kontrol negara pada agama, terutama Islam, naik secara signifikan.

Islam dipandang sebagai sumber masalah dan ancaman keamanan. Bahkan, dalam

tingkatan prosedural, baik dalam bentuk aturan maupun tindakan administratif,

ada upaya untuk mendelegitimasi Islam sebagai sebuah agama, dan memadangnya

hanya sebagai sebuah ideologi.

Sejak lahirnya sistem negara bangsa pada abad ketujuh belas, ada dua dasar

untuk memahami identitas kolektif: 1) nasionalisme sekuler yang berhubungan

dengan negara-bangsa liberal; dan 2) agama yang berhubungan dengan jaringan

lintas perbatasan. Dengan kata lain, ada dua kekuatan yang menjadi rival abadi:

dunia negara bangsa dan dunia agama transnasional.

48 https://www.cfr.org/event/rise-ethnonationalism-and-future-liberal-democracy49 https://www.theatlantic.com/international/archive/2016/06/the-meaningless-politics-of-liberal-

democracies/486089/

Page 36: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINAEdisi 2 / Februari 2018

36

Hari ini, kita hidup di dunia yang penuh dengan benturan ideologi yang

berpotensi mengubah tatanan dunia. Legitimasi elit politik dan bisnis digoyang.

Media pun mulai kehilangan kredibilitasnya.

Selama ini Barat terlalu nyaman hidup di tengah sebuah fiksi tentang diri

mereka sendiri dan superioritas moral mereka, tentang kebebasan individu dan

nilai-nilai liberal lainnya. Jika ada masalah, mereka selalu menyalahkan agama atau

komunitas tertentu. Kini, mereka terpaksa mengakui sebuah realita bahwa banyak

orang yang tidak menerima gagasan tersebut, sebagaimana yang disampaikan dalam

sebuah diskusi di Council on Foreign Relations.50

E. KesimpulanDahulu kala, Mesir kuno percaya bahwa agama, filsafat, kepercayaan mereka

tentang manusia dan budaya adalah standar universal dan ukuran kebenaran.

Sekarang, mereka hanyalah peradaban masa lalu yang sudah tidak ada lagi.

Pandangan intelektualnya tidak memiliki pengaruh apapun, kecuali dalam film

'Mummy'.

Peradaban yang paling menonjol saat ini adalah peradaban Barat, yang

memiliki filosofi dan kepercayaan tentang manusia dan budaya, dan menganggap

nilai mereka sebagai standar universal dan ukuran kebenaran.

Peradaban Barat, hanyalah salah satu dari sekian banyak peradaban yang

dihadapi umat Islam. Sebagaimana yang lainnya, mereka juga percaya bahwa mereka

adalah wasit dan penentu kebenaran. Namun sebagaimana yang lain, pada akhirnya

mereka terbuang dari sejarah. Keyakinan dan dogma mereka tentang individualisme

akan berubah menjadi mitos, dan budaya mereka akan berubah menjadi cerita kuno

dari masyarakat yang terlupakan.

DAFTAR PUSTAKA

Haneef Oliver, Sacred Freedom, Toronto: Troid Publications, 2013

John Stuart Mill, On Liberty, Boston: Atlantic Monthly Press, 1921

John G. Ikenberry, After Victory: Institutions, Strategic Restraint, and the Rebuilding of

Order After Major Wars, Princeton, N.J.: Princeton University Press, 2001

J. Mayer, Dark Money: The Hidden History of the Billionaires Behind the Rise of the

Radical Right, New York: Doubleday, 2016

M. Nussbaum, The Feminist Critique of Liberalism, Political Philosophy: The Essential

Texts 3rd ed., ed. Steven M. Cahn, New York: Oxford University Press, 2015

Michael J. Mazarr et.al, Understanding the Current International Order, Santa Monica,

Calif.: Rand Corporation, 2016

50 idem

Page 37: GOYAHNYA - kiblat.netsebagai Kekhalifahan Islam. Pada masa-masa awal kekuasaan Utsmani (abad ke 13-16), Christendom terus melancarkan dan mengobarkan peperangan melawan Utsmani. Namun,

SYAMINA Edisi 2 / Februari 2018

37

Michael J. Mazarr et.al, Measuring the Health of the Liberal International Order, Santa

Monica, Calif.: Rand Corporation, 2017

Michael J. Mazarr et.al, Testing the Value of the Postwar International Order, Santa

Monica, Calif.: Rand Corporation, 2018

Patrick Berger, The Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion 3rded,

New York: Anchor Books, 1990

Patrick Deneen, Why Liberalism Failed, New Haven: Yale University Press, 2018

Samuel P. Huntington, The Clash of Civilisations and the Remaking of World Order,

London: Touchstone Books, 1996

Susan Pedersen, The Guardians: The League of Nations and the Crisis of Empire, New

York: Oxford University Press, 2015

Wael B. Hallaq, The Impossible State: Islam, Politics, and Modernity's Moral

Predicament, Columbia University Press, 2012