Good Corporate Governance

8
Good Corporate Governance (GCC) A. Latar Belakang Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik) dimulai dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar baik yang ada di Indonesia maupun di Amerika. Runtuhnya sistem ekonomi komunis akhir abad ke-20, menjadikan sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi paling dominan. Ciri utama sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai individu/sektor swasta. Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan muncul sebagai perusahaan raksasa bahkan aktivitas dan kekuasaannya melebihi batas-batas suatu negara dimana mampu mempengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik. Itulah sebabnya pemerintah yang seharusnya menjadi pengawas, penegak hukum dan pengendali perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Salah satu akibat praktik bisnis yang tidak etis ini adalah krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dan negara-negara di Asia. Pada intinya, timbulnya krisis ini sebagai akibat dari tata kelola perusahaan dan tata kelola pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan praktik KKN. Hal ini ditunjukkan dari fakta-fakta mudahnya spekulan mata uang mempermainkan pasar valas karena tidak adanya alat kendali yang efektif, mudahnya konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan, banyak direksi BUMN tidak independen, komisaris di BUMN seringkali bukan seorang profesional melainkan oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun, banyak profesi, seperti akuntan publik, perusahaan penilai, konsultan keuangan dan lain-lain, yang mudah diajak bekerjasama untuk merekayasa laporan audit, keuangan dan penilaian asset untuk berbagai kepentingan. Selain itu pada saat timbul krisis moneter, BI mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesi (BLBI) kepada sektor perbankan nasional untuk membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun itikad itu banyak disalahgunakan, kalaupun tidak, perbankan tidak mamou lagi untuk mengembalikan dana BLBI tersebut. Kasus manipulasi juga terjadi di Amerika. Pada awal tahun 2000-an kasus ini menimpa perusahaan raksasa seperti, Euron, Tyco, Adelphia, dan lain-lain. Belum reda dari krisis, AS kembali digoncang krisis pada pertengahan tahun 2008. Kali ini menimpa industri keuangan AS. Krisis ini memicu krisis kepercayaan. Yang akhirnya memicu rush pada bank-bank komersial yang akhirnya memaksa pemerintah dan Bank Sentral AS menyediakan dana penyelamatan.

Transcript of Good Corporate Governance

Page 1: Good Corporate Governance

Good Corporate Governance (GCC)

A. Latar Belakang

Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik) dimulai dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar baik yang ada di Indonesia maupun di Amerika. Runtuhnya sistem ekonomi komunis akhir abad ke-20, menjadikan sistem ekonomi kapitalis menjadi sistem ekonomi paling dominan. Ciri utama sistem ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai individu/sektor swasta. Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan muncul sebagai perusahaan raksasa bahkan aktivitas dan kekuasaannya melebihi batas-batas suatu negara dimana mampu mempengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik. Itulah sebabnya pemerintah yang seharusnya menjadi pengawas, penegak hukum dan pengendali perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Salah satu akibat praktik bisnis yang tidak etis ini adalah krisis ekonomi yang menimpa Indonesia dan negara-negara di Asia.

Pada intinya, timbulnya krisis ini sebagai akibat dari tata kelola perusahaan dan tata kelola pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan praktik KKN. Hal ini ditunjukkan dari fakta-fakta mudahnya spekulan mata uang mempermainkan pasar valas karena tidak adanya alat kendali yang efektif, mudahnya konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan, banyak direksi BUMN tidak independen, komisaris di BUMN seringkali bukan seorang profesional melainkan oknum birokrasi yang telah memasuki usia pensiun, banyak profesi, seperti akuntan publik, perusahaan penilai, konsultan keuangan dan lain-lain, yang mudah diajak bekerjasama untuk merekayasa laporan audit, keuangan dan penilaian asset untuk berbagai kepentingan. Selain itu pada saat timbul krisis moneter, BI mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesi (BLBI) kepada sektor perbankan nasional untuk membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun itikad itu banyak disalahgunakan, kalaupun tidak, perbankan tidak mamou lagi untuk mengembalikan dana BLBI tersebut.

Kasus manipulasi juga terjadi di Amerika. Pada awal tahun 2000-an kasus ini menimpa perusahaan raksasa seperti, Euron, Tyco, Adelphia, dan lain-lain. Belum reda dari krisis, AS kembali digoncang krisis pada pertengahan tahun 2008. Kali ini menimpa industri keuangan AS. Krisis ini memicu krisis kepercayaan. Yang akhirnya memicu rush pada bank-bank komersial yang akhirnya memaksa pemerintah dan Bank Sentral AS menyediakan dana penyelamatan.

Untuk mengatasi krisis pada awal tahun 2000-an, pemerintah AS bertindak cepat untuk meredam kepanikan investor dengan mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act, undang-undang yang berisi tentang penataan kembali Akuntasi Perusahaan Publik, tata kelola perusahaan, dan perlindungan terhadap investor. Undang-undang ini kemudian menjadi acuan awal dalam menjabarkan dan menegakkan GCG baik di AS maupun Indonesia

B. Konsep Teoritis

Pengertian GCG

Dalam arti sempit, menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), GCG adalah suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja. Sedangkan dalam arti luas, menurut Cadbury Committee of United kingdom, GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.

Page 2: Good Corporate Governance

Konsep GCG

1. Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)

2. Model Suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan, termasuk prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis yang sehat

3. Tujuan - Meningkatkan kinerja organisasi- Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan- Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan

dalam pengelolaan organisasi- Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan

4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang dan tanggung jawab:- Dalam arti sempit : antar pemilik/pemegang saham, dewan komisaris, dan

dewan direksi- Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan

Prinsip-Prinsip GCG

Prinsip-prinsip GCG adalah sebagai berikut :1. Perlakuan yang setara (fairness) merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan

semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan dan pemodal) maupun kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya). Hal inilah yang memunculkan konsep stakeholders.

2. Prinsip transparansi (keterbukaan), artinya kewajiban bagi para pengeloal untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalm proses keputusan dan penyampaian infromasi. Informasi harus lengkap, benar dan tepat waktu.

3. Prinsip akuntabilitas, adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan (finacial statement) yang dapat dipercaya

4. Prinsip responsibilitas (tanggung jawab), yaitu prinsip dimana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Tanggung jawab ini mempunyai 5 (lima) dimensi sebagai berikut:a. Dimensi ekonomi, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk

pemberian keuntungan ekonomis bagi para pemangku kepentingan;b. Dimensi hukum, artinya tanggung jawab pengelolaan diwujudkan dalam bentuk

ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, sejauh mana tindakan manajemen telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku;

c. Dimensi moral, artinya sejauh mana wujud tanggung jawab tindakan manajemen tersebut tealh dirasakan keadilannya bagi semua pemangku kepentingan;

d. Dimensi sosial, artinya sejauh mana manajemen telah menjalankan corporate social resposibility (CSR) sebagai wujud kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam di lingkungan perusahaan;

e. Dimensi spiritual, artinya sejauh mana tindakan manajemen telah mampu mewujudkan aktualisasi diri atau telah dirasakan sebagai bagian dari ibadah sesuai ajaran agama yang diyakini.

5. Kemandirian, artinya suatu keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan dan bebas dari tekanan/pengaruh dari mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat.

C. Empiris Praktis

Manfaat GCG

Tujuan penerapan GCG merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan

Page 3: Good Corporate Governance

dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Konsep ini merupakan upaya perbaikan sistem, proses dan seperangkat peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang mengatur dan memperjelas hubungan, wewenang, hak dan kewajiban semua pemangku kepentingan. Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2007), tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah :1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing;2. Mendapatkan biaya modal yang lebih murah;3. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari pemangku kepentingan terhadap

perusahaan;5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

GCG dan Hukum Perseroan di Indonesia

Perseroan di Indonesia diatur dalam UU nomor 40 Tahun 2007, dimana pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan definisi perseroan, perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Walaupun undang-undang ini tidak mengatur secara eksplisit tentang GCG, namun secara garis besar mengatur tentang mekanisme hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara rapat, serta proses pengambilan keputusan dari organ minimla yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Di samping itu, juga diatur mengenai persyaratan dan tata cara pengangkatan serta pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris.

Organ Khusus dalam Penerapan GCG

Meskipun ketentuan mengenai organ perseroan telah diatur dalam undang-undang, namun prakteknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat. Selanjutnya, Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) menyebutkan empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu :1. Komisaris dan Direktur Independen;

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana (2006) mengungkapkan 2 (dua) pengertian independen terkait konsep komisaris dan direktur independen tersebut. Pertama, komisaris dan direktur independen adaalh seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan, anggota direksi dan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil RUPS didasarkan atas perbandingan jumlah suara para pemegang saham. Kedua, komisaris dan direktur independen adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman dan keahlian profesional yang dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Kepentingan perusahaan di sini adalah kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

Selain pengertian di atas, terdapat istilah independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh atau tekanandari pihak luar. Sementara, independent in appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan (calon auditor, komisaris atau direktur) secara fisik tidak mempunyai hubungan darah (kepentingan langsung) dengan perusahaan dan/atau dengan para pemangku kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan bagi pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan.

2. Komite Audit;Komite audit disebabkan oleh kecenderungan meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan kelalaian yang dilakukan oleh para direktur dan komisaris perusahaan yang menandakan kurang memadainya fungsi pengawasan. Berikut adalah tugas, tanggung jawab dan wewenang Komite Audit, antara lain :

Page 4: Good Corporate Governance

a. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab);

b. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi);c. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit internal, kewajaran biaya audit eksternal,

serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip akuntabilitas);d. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun

buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab)3. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)

Sekretaris perusahaan berfungsi sebagai pejabat penghubung (liason officer) atau semacam public relations, investor relations antara perusahaan dengan pihak di luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain adalah menyimpan dokumen perusahaan, Daftar Pemegang Saham, risalah rapat direksi dan RUPS serta menyimpan dan menyediakan informasi penting lainnya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

GCG dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Pada awalnya, tujuan dibentuknya BUMN merupakan penjabaran dan implementasi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemaskmuran rakyat”. Pemerintah melalui BUMN mencoba menguasai dan mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak luas bagi masyarakat, namun kemudian BUMN merambah ke segala sektor dan jenis usaha dan akhirnya dalam perjalanannya tujuan utama BUMN sama dengan perusahaan swasta yaitu untuk memperoleh keuntungan.

Terdapat 3 (tiga) jenis BUMN, yaitu :1. Persero, yaitu dimana modal perusahaan terdiri atas saham-saham dan tujuan utama dari

perusahaan ini adalah untuk memperoleh keuntungan. Yang membedakan dengan PT swasta hanya pada kepemilikan modal. Pada perusahaan persero (BUMN) seluruh saham/sebagian besar dimiliki oleh negara, sedangkan PT swasta dimiliki oleh individu/lembaga;

2. Perum, merupakan perusahaan negara yang modalnya berupa se3toran modal pemerintah dan misi yang diemban tidak sepenuhnya mencari keuntungan, tetapi juga membawa misi sosial, seperti Perumnas dan Perum Bulog;

3. Perusahaan Jawatan (Perjan), adalah perusahaan negara yang modalnya disishkan dari APBN dan dikelola oleh Departemen Teknis Pemerintah. Dewasa ini tidak ada lagi perusahaan berbentuk Perjan.

Namun, persoalan pokok yang dihadapi BUMN secara keseluruhan adalah rendahnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan total hartanya. Rendahnya kinerja BUMN ini dikaitkan dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN. Oleh karena itu, Kementerian Negara BUMN mewajibkan semua BUMN menerapkan tata kelola perusahaan yang sehat (good corporate governance).

GCG dan Pengawasan Pasar Modal di Indonesia

Pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri baik yang diterbitkan pemerintah, public authorities maupun perusahaan swasta (Suad Husnan, 1996). Pasar modal lebih sempit dibandingkan pasar keuangan karena pasar modal hanya memperjualbelikan sekuritas jangka panjang sedangkan pasar keuangan mencakup instrumen jangka pendek dan jangka panjang. Indikator kemajuan perekonomian modern suatu negara salah satunya ditandai oleh pertumbuhan pasar modal dan pasar keuangan.

Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga Keuangan (bapepam LK) merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang berfungsi untuk mengawasi kegiatan semua lembaga dan menegakkan aturan yang ada, termasuk memberikan sanksi yang diperlukan kepada lembaga terkait yang melanggar demi terciptanya pasar modal yang adil, efektif dan efisien.

Page 5: Good Corporate Governance

Kegiatan pasar modal disebut efektif bila para investor dan calon investor tertarik untuk melakukan transaksi di bursa karena mereka percaya bahwa lembaga terkait di bursa telah menjalankan fungsi mereka sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh badan pengawas pasar modal. Kegiatan pasar modal disebut efisien jika semua lembaga terkait termasuk investor merasakan bahwa penyelenggaraan kegiatandi bursa tersebut dapat terselenggara dengan cepat tanpa dibebani biaya yang berlebihan. Sedangkan disebut adil jika semua pihak terkait, termasuk calon investor tidak merasa dirugikan oleh kegiatan di bursa tersebut.

GCG Perbankan di Indonesia

Krisis moneter di Indonesia pada akhir abad ke-20, diawali krisis moneter yang menimpa perbankan Indoesia sebagai dampak tata kelola perbankan yang sangat lemah. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Implementasi GCG oleh Bank-bank komersial. Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang :1. Prosedur pengelolaan melalui penerapan prinsip transparansi, akuntablitas, tanggung

jawab, independensi dan kesetaraan (pasal 1 ayat 6);2. Tujuan Implementasi GCG (Pasal 2), minimal untuk merealisasikan :

a. Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi;b. Kelengkapan dan implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal audit

bank;c. Kinerja ketaatan, fungsi auditor inetrnal dan eksternal;d. Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian inetrnal;e. Ketentuan dana pihak-pihak terkait (related parties) dan dana dalam jumlah besar;f. Rencana strategis bank;g. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan.

3. Jumlah, komposisi, kriteria dan Independensi Dewan komisaris dan Dewan Direksi;4. Komite;5. Ketaatan, Fungsi Auditor Ekternal dan Internal;6. Implementasi Manajemen Resiko;7. Ketentuan Dana;8. Rencana Strategis Bank;9. Aspek Transparansi Kondisi Bank;10. Konflik Kepentingan dan Pelaporan Internal;11. Laporan dan Asesmen Implementasi GCG;12. Implementasi GCG di Cabang Luar Negeri;13. Sanski-sanksi.

D. Kesimpulan

Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi sebuah istilah dan gerakan yang hangat dibicarakan dalam 10 tahun terakhir ini. Tidak dapat dipungkiri, institusi-institusi seperti World Bank, IMF, OECD, APEC, dan ADB turut mendorong tuntutan penerapan GCG secara konsisten dan komprehensif di berbagai perusahaan, khususnya setelah krisis Asia dan collapse-nya beberapa perusahaan raksasa di Amerika Serikat dan Eropa di penghujung tahun 90-an dan awal tahun 2000-an.

Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik) merupakan upaya untuk meningkatkan kinerja organisasi serta mencegah atau memperkecil peluang praktik manipulasi dan kesalahan signifikan dalam pengelolaan kegiatan organisasi. Konsep ini merupakan upaya perbaikan sistem, proses dan seperangkat peraturan dalam pengelolaan suatu organisasi yang mengatur dan memperjelas hubungan, wewenang, hak dan kewajiban semua pemangku kepentingan.

Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangun dan dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG) dalam proses manajerial perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal seperti : fairness,

Page 6: Good Corporate Governance

transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan kemandirian diharapkan perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholdernya.

Adapun tujuan dan manfaat dari penerapan GCG adalah memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing, mendapatkan biaya modal yang lebih murah, memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan, meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari pemangku kepentingan terhadap perusahaan, melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.

E. Komentar

Good Corporate Governance (GCG) adalah suatu praktik pengelolaan perusahaan secara amanah dan prudensial dengan mempertimbangkan keseimbangan pemenuhan kepentingan seluruh stakeholders. Dengan implementasi GCG / penerapan GCG, maka pengelolaan sumberdaya perusahaan diharapkan menjadi efisien, efektif, ekonomis dan produktif dengan selalu berorientasi pada tujuan perusahaan dan memperhatikan stakeholders approach. Perkembangan usaha dewasa ini telah sampai pada tahap persaingan global dan terbuka dengan dinamika perubahan yang demikian cepat. Dalam situasi kompetisi global seperti ini, Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu keharusan dalam rangka membangun kondisi perusahaan yang tangguh dan sustainable