glomerulusnefritis

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta 1

description

makalah anak mengenai glomerulonefritis

Transcript of glomerulusnefritis

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain. Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis. Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terjadi paling banyak adalah pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

1.2. Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan dari makalah ini yaitu : 1.2.1. Untuk mengetahui konsep medis glumerulonefritis.1.2.2. Untuk mempelajari asuhan keperawatan glumerulonefritis.

1.3. Sistematika Penulisan1.3. 1.3.1. BAB I PENDAHULUAN1.3.1.1. Latar Belakang1.3.1.2. Tujuan Penulisan1.3.1.3. Sistematika Penulisan1.3.2. BAB III TINJAUAN TEORI1.3.2.1. Definisi Glomerulonefritis Akut1.3.2.2. Etiologi Glomerulonefritis Akut1.3.2.3. Petofisiologi Glomerulonefritis Akut1.3.2.4. Klasifikasi Glomerulonefritis Akut1.3.2.5. Gejala Klinis1.3.2.6. Gambaran Laboratorium1.3.2.7. Komplikasi1.3.2.8. Penatalaksanaan1.3.2.9. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Glomerulonefritis Akut1.3.3. BAB III PENUTUP1.3.3.1. Kesimpulan1.3.3.2. Saran1.3.4. DAFTAR PUSTAKA

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DefinisiAda beberapa pengertian tentang Glomerulonefritis yaitu:2.1.1 Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus, (Sondang, 2003).2.1.2 Glomerulonefritis adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk menjelaskan berbagai macam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi di glomerulus akibat suatu proses imunologis.(Rachmadi, 2010).2.1.3 Glomerulonefritis juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.2.1.4 Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal non infeksius yang paling umum pada masa kanak-kanak, glomerulonefritis akut mempengaruhi glomerulus dan laju filtrasi ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air, serta hipertensi. Biasanya disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi streptokokus, penyakit ini jarang memiliki efek jangka panjang pada system ginjal. (Kathhleen, 2008).Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa:Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu dan yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.2.2 EtiologiSebagian besar (75%) glomerulonefritis akut pasca streptococcus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptococcus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptococcus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptococcus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut pasca streptococcus berkisar 10-15%..Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun1907 dengan alasan bahwa : Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptococcus, penyebab lain diantaranya:2.2 2.2.1 Bakteri : Streptococcus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dan lain-lain.Streptococus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogene. S. pyogenes -hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:2.2.1.1 Sterptolisin OAdalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibodi yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptococcus yang menghasilkan sterptolisin O. Antibodi ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O. Fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibodi. Titer serum antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.2.2.1.2 Sterptolisin SAdalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni streptococcus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptococcus. 2.2.2 Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl2.2.3 Parasit : malaria dan toksoplasma

2.3 PatofisiologiSebenarnya bukan streptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur membran plasma streptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :2.3.1 Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.2.3.2 Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.2.3.3 Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.

27

2.4 KlasifikasiGlomerulonefritis diklasifikasikan sebagai berikut:2 2.2 2.3 2.4.1 Glomerulonefritis Primer 2.4.1.1 Glomerulonefritis membranoproliferasif Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.2.4.1.2 Glomerulonefritis membranosa Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.

2.4.2 Glomerulonefritis sekunder Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

2.5 Gejala KlinisGambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan glomeurulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.Gejala klinis yang sering terjadi : 2.5.1 Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia.2.5.2 Asites (kadang-kadang).2.5.3 Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura.2.5.4 Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita.2.5.5 Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria.2.5.6 Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali.

2.6 Gambaran LaboratoriumUrinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.Adanya infeksi streptococcus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptococcus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptococcus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin streptococcus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptococcus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen streptococcus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi streptococcus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

2.7 Komplikasi2.7.1 Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagian akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walaupu oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.2.7.2 Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.2.7.3 Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.2.7.4 Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun.

2.8 Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus. 2.8.1 Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlak selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk sembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.2.8.2 Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.2.8.3 Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.2.8.4 Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.2.8.5 Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialisis peritonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga

2.9 Asuhan keperawatan pada pasien Glumerulonefritis2.9.1 Pengkajian Data subyektif yaitu mengkaji keluhan utama pasien Anoreksia Muntah Mengeluh demam Mengeluh sakit kepala/pusing Mengeluh sesakData Obyektif: Status Genitourinaria, meliputi Urine keruh Proteinuria Penurunan output urine (oliguria) Hematuri Albuminuria Sistem kardiovaskuler Hipertensi Status Neurologis Lemah Letargi Iritabilitas Kejang Sistem Gastrointestinal Anorexia Vomitus Diare Staus Hematologi Anemia Azotemia Hiperkalemia Sistem Integumen Pucat Tampak edema dan pruritus Pada saat disentuh teraba hangat Kulit kuning keabu-abuan2.9.2 Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus-kasus glumerulonefritis adalah sebagai berikut:2.9.2.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan pasien mengeluh sesak.2.9.2.2 Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap infeksi ditandai dengan demam.2.9.2.3 Perubahan pola eleminasi BAK berhubungan dengan penurunan kapasitas atau iritasi kandung kemih sekunder terhadap infeksi ditandai dengan oliguri/anuria.2.9.2.4 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan mekanisme regulator (gagal ginjal) dengan potensi air ditandai dengan oliguria, edema, peningkatan berat badan.2.9.2.5 Gangguan perfusi jaringan b/dretensi air dan hipernatremia ditandai dengan tekanan darah meningkat, peningkatan retensi air, ada tanda-tanda hipernatremia.2.9.2.6 Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan mual, muntah.2.9.2.7 Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan imunologi.2.9.2.8 Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema), pruritus.2.9.2.9 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif ditandai dengan pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep, sering bertanya-tanya tentang penyakitnya.2.9.3 Intervensi/ Perencanaan2.9.3.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi IntervensiRasional

Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada Frekuensi nafas biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas. Ekspansi dada yang terbatas menandakan adanya nyeri dada

Tinggikan posisi kepala dan bantu bantu dalam mengubah posisi Posisi kepala lebih tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi meningkatkan pengisian segmen paru yang berbeda sehingga memperbaiki difusi gas

Membantu pasien mengatasi ketakutan dalam bernafas Perasaan takut bernafas meningkatkan terjadi hipoksemia

Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas

2.9.3.2 Hipertermi berhubungan dengan tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap infeksi IntervensiRasional

Pantau suhu pasien perhatikan menggigil Membantu dalam menentukan dalam diagnosis

Pantau suhu lingkungan Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.

Berikan kompres air hangat Dapat membantu mengurangi demam.

Kolaborasi dalam pemberian antipiretik Digunakan untuk mengurangi demam

2.9.3.3 Perubahan pola eleminasi BAK berhubungan dengan kapasitas atau iritasi kandung kemih sekunder terhadap infeksi IntervensiRasional

Catat keluhan urine (sedikit penurunan/ penghentian aliran urine tiba-tiba) Penurunan aliran urine tiba-tiba dapat mengindikasikan obstruksi/disfungsi

Observasi dan catat warna urine, perhatikan hematuria Urine dapat agak kemerahmudaan.

Awasi tanda-tanda vital Indikator keseimbangan cairan menunjukkan tingkat hidrasi dan keefektifan therapi penggantian cairan.

Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena Membantu mempertahankan hidrasi/sirkulasi volume adekuat dan aliran urine.

2.9.3.4 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan mekanisme regulator (gagal ginjal) dengan potensi air IntervensiRasional

Awasi denyut jantung, tekanan darah Takikardia dan hipertensi karena kegagalan ginjal untuk mengeluarkan urine dan pembatasan cairan berlebihan selama mengobai hipovolemik/hipotensi.

Catat pemasukan dan pengeluaran adekuat Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan risiko kelebihan cairan.

Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh.

Awasi pemeriksaan laboratorium seperti BUN/kreatinin Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal

Berikan/batasi cairan sesuai indikasi Manajemen cairan diukur untuk menggantikan pengeluaran dari semua sumber ditambah perlaraan kehilangan yang tak tampak

Kolaborasi dalam pemberi piuretik Diberikan pada fase oliguria dan meningkatkan volume urine adekuat

2.9.3.5 Gangguan perfusi jaringan b/dretensi air dan hipernatremiaIntervensiRasional

Monitor dan catat TD setiap 1 2 jam perhari selama fase akut untuk mendeteksi gejala dini perubahan TD dan menentukan intervensi selanjutnya

Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak

Atur pemberian anti HT, monitor reaksi klien Anti HT dapat diberikan karena tidak terkontrolnya HT yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal

Monitor status volume cairan setiap 1 2 jam, monitor urine output (N : 1 2 ml/kgBB/jam monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah

Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya

Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan

2.9.3.6 Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.IntervensiRasional

Kaji/catat pemasukan diet Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet

Berikan makan sedikit dan sering Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik

Berikan pasien/orang terdekat daftar makanan Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet.

Tawarkan perawatan mulut sering Membran mukosa yang kering dan pecah dengan perawatan mulut menyejukkan, membantu menyegarkan rasa mulut.

Timbang berat badan tiap hari Mengetahui status gizi pasien

2.9.3.7 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan imunologi.IntervensiRasional

Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf Menurunkan risiko kontaminasi silang

Hindari prosedur, instrumen dan manipulasi kateter tidak menetap, gunakan teknik aseptik bila merawat/memanipulasi IV Membatasi introduksi bakteri ke dalam tubuh, deteksi dini/pengobatan terjadinya infeksi dapat mencegah sepsis

Berikan perawatan kateter dan tingkatkan perawatan kateter dan tingkatkan perawatan perionatal Menurunkan kolonisasi bakteri dan risiko ISK

Kaji integritas kulit Ekskoriasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder

Awasi tanda vital Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolik dari proses inflamasi.

Ambil spesimen untuk kultur dan sensitivitas dan berikan antibiotik tepat sesuai indikasi Memastikan infeksi dan identifikasi organisme khusus, membantu memilih pengobatan infeksi paling efektif.

2.9.3.8 Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit (edema), pruritus.IntervensiRasional

Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler Menandakan area sirkulasi baru/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi.

Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integrasi jaringan pada tingkat seluler

Inspeksi area tergantung terhadap edema Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek

Ubah posisi dengan sering Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia

Berikan perawatan kulit Iotion dan salep mungkin dinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.

2.9.3.9 Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif IntervensiRasional

Kaji ulang proses penyakit prognosis dan faktor pencetus bila diketahui Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi

Diskusikan/kaji ulang penggunaan obat. Dorong pasien untuk mendiskusikan semua obat Obat yang terkonsentrasi/ dikeluarkan oleh ginjal dapat menyebabkan reaksi kerusakan permanen pada ginjal

Tekankan perlunya perawatan evaluasi, pemeriksaan laboratorium Fungsi ginjal dapat lambat sampai gagal akut dan defisit dapat menetap, memerlukan perubahan dalam terapi untuk menghindari kekambuhan/komplikasi

2.9.4 Pelaksanaan Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.2.9.5 EvaluasiKriteria evaluasi yang diharapkan :Diagnosa 1 Menunjukkan pola nafas efektif, sesak berkurang atau hilangDiagnosa 2 Menunjukkan suhu dalam batas normalDiagnosa 3 Menunjukkan aliran urine terus-menerus dengan haluaran urine adekuat untuk situasi individuDiagnosa 4 Menunjukkan haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda vital dalam batas normal, tidak ada edema.Diagnosa 5 Menunjukkan tekanan darah dalam batas normal,tidak terjadi hipernatremia.Diagnosa 6 Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.Diagnosa 7 Tidak mengalami tanda/gejala infeksiDiagnosa 8 Menunjukkan perilaku/tehnik untuk mencegah kerusakan/cedera kulit.

Diagnosa 9 Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit, prognosis dan pengobatan. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan faktor penyebab. Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan.

BAB IIIP E N U T U P

3.1 KesimpulanGlomerulo nefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang, mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus. Pada kebanyakan kasus, stimulus reaksi ini berasal dari infeksi streptokokus Grup A dikerongkongan, yang biasanya mencetuskan awitan glomerulo nefritis dengan interval 2 sampai 3 minggu. Juga dapat disebabakan oleh Bakteri endokarditis. Bakteri ini bisa menyebar melalui aliran darah dan menetap di dalam hati, menyebabkan infeksi pada katup jantung. Orang yang berisiko besar terserang penyakit ini adalah orang-orang yang memiliki cacat jantung. Bakteri endokarditis berkaitan dengan penyakit glomerulus, tetapi hubungan yang jelas antara keduanya masih belum ditemukan. Selain itu juga Infeksi virus. Virus yang dapat memicu glomerulonefritis adalah infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan virus penyebab hepatitis B dan hepatitis C.

3.2 Saran Mahasiswa diharapkan lebih memahami teori tentang asuhan keperawatan pada klien dengan glomorulusnefritis tsehingga mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien secara khomprehensif.