gimul2

4
Penyakit periodontal agresif ditandai oleh kerusakan relatif parah dan cepat pada jaringan periodontal. Hal ini dikaitkan di satu sisi dengan virulensi tertentu dari patogen, dan di sisi lain dengan peningkatan, dan mungkin ditentukan secara genetis kerentanan pasien. Tidak ada keraguan tentang signifikansi khusus dari patogen periodontal tertentu dalam etiologi periodontitis, meskipun jumlah endapan mikroba sering tidak konsisten dengan keparahan kerusakan jaringan periodontal. Spesies berikut terutamanya berkaitan dengan lesi periodontal lanjut: Actinobacillus actinomycetemcomitans (A. a.), Porphyromonas gingivalis (P. g.), Tannerella forsythensis (T. f.), dan Treponema denticola (T. d.) (Zambon, 1983). Banyak penelitian mengidentifikasi A. a. sebagai faktor kunci dalam terjadinya periodontistis agresif lokalisata (misalnya, Mandell et al., Socransky dan Haffajee, dan Zambon et al.). Berbagai faktor virulensi spesifik yang berkaitan dengan A. a. dan reaksi imunologis terhadap mikroorganisme ini menyeberang. Studi klinis menunjukkan korelasi antara hasil pengobatan dan persistensi A. a. setelah terapi. Penyakit periodontitis agresif generalisata terutamamya berkaitan dengan terdapatnya P. g. dan T. f., A. a. juga telah ditemukan. Seperti A. a., P. g. dan T. f. yang merupakan anaerob

description

cgfhkhjjhkfcghjhjh

Transcript of gimul2

Page 1: gimul2

Penyakit periodontal agresif ditandai oleh kerusakan relatif parah dan cepat pada

jaringan periodontal. Hal ini dikaitkan di satu sisi dengan virulensi tertentu dari

patogen, dan di sisi lain dengan peningkatan, dan mungkin ditentukan secara genetis

kerentanan pasien. Tidak ada keraguan tentang signifikansi khusus dari patogen

periodontal tertentu dalam etiologi periodontitis, meskipun jumlah endapan mikroba

sering tidak konsisten dengan keparahan kerusakan jaringan periodontal.

Spesies berikut terutamanya berkaitan dengan lesi periodontal lanjut:

Actinobacillus actinomycetemcomitans (A. a.), Porphyromonas gingivalis (P. g.),

Tannerella forsythensis (T. f.), dan Treponema denticola (T. d.) (Zambon, 1983).

Banyak penelitian mengidentifikasi A. a. sebagai faktor kunci dalam terjadinya

periodontistis agresif lokalisata (misalnya, Mandell et al., Socransky dan Haffajee,

dan Zambon et al.). Berbagai faktor virulensi spesifik yang berkaitan dengan A. a.

dan reaksi imunologis terhadap mikroorganisme ini menyeberang. Studi klinis

menunjukkan korelasi antara hasil pengobatan dan persistensi A. a. setelah terapi.

Penyakit periodontitis agresif generalisata terutamamya berkaitan dengan terdapatnya

P. g. dan T. f., A. a. juga telah ditemukan. Seperti A. a., P. g. dan T. f. yang merupakan

anaerob obligat boleh - melalui berbagai faktor virulensi seperti enzim bakteri,

endotoksin dan fimbria - berkontribusi terhadap patogenesis periodontitis agresif

(Amano, 2003; Travis et al, 1997). Perbedaan tertentu dan secara diferensial

diagnostik periodontitis agresif dari periodontitis kronis, bagaimanapun, tidak dapat

dibuat semata-mata atas dasar temuan mikrobiologi (Mombelli et al, 2002).

Dalam kasus periodontitis kronis dan periodontitis agresif, efek bakteriologi secara

langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi sistem kekebalan tubuh memainkan

peran dalam kerusakan struktur periodontal. Respon inflamasi lokal, diinduksi dengan

bakteri memainkan peran signifikan dalam etiologi dan patogenesis periodontitis

agresif terutama dalam bentuk lokalisata. Periodontitis agresif lokalisata ditandai

dengan akumulasi leukosit polimorfonuklear yang padat di lesi periodontal. Tidak

hanya baik inaktivitas atau fungsi rusak leukosit polimorfornuklear sangat penting

Page 2: gimul2

untuk patogenesis periodontitis agresif (Clark et al, 1977; van Dyke et al, 1980,

19985). Namun, seperti hasil penelitian terbaru menunjukkan hiperaktivasi kronis sel

imun ini adalah penting untuk melepaskan zat toksin secara terus-menerus, dan maka

setidaknya sebagian bertanggung jawab atas kerusakan jaringan periodontal (Kantarci

et al, 2003).

Perubahan reaksi antibodi terhadap periodontitis yang berkaitan dengan

mikroorganisme tampaknya penting untuk periodontitis agresif generalisata (Lu et al,

1994; Quinn et al, 1996; Takahashi et al, 2001), Sitokin dan mediator inflamasi yang

lain juga memainkan peran tertentu dalam patogenesis periodontitis agresif dan

periodontitis kronis (Salvi et al, 1998). Namun, respon hospes pada pasien

periodontitis agresif ditemukan menjadi heterogen. Beberapa penelitian yang

dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir mendukung teori bahwa reaksi imun

hospes, yaitu, kualitas dan kuantitas respon inflamasi lokal, setidaknya sebagian

ditentukan secara genetis. Dengan demikian, dilaporkan terjadinya dalam sebuah

keluarga dari 20% sampai 50% untuk periodontitis onset (EOP) (Beaty et al, 1987;

Hart, 1996). Ini menguatkan teori kecenderungan ditentukan secara genetik untuk

bentuk periodontitis tersebut. Selain itu, asosiasi polimorfisme dengan berbagai

tingkat penonjolan telah dijelaskan dalam respon inflamasi dan kekebalan tubuh dari

gen yang terlibat berkaitan dengan terjadinya bentuk agresif dari periodontitis

(dijelaskan sistematis oleh Hart, 1996).

Oleh itu, periodontitis agresif, seperti periodontitis kronis, harus dilihat sebagai

penyakit multifaktorial yang terhasil dari interaksi kompleks antara serangan mikroba

dan respon hospes tertentu. Faktor eksogen (misalnya, merokok) dan predisposisi

genetik untuk penyakit ini adalah sangat signifikan.