ghvhv

43
REFERAT CHF Disusun Oleh : Adri Permana Utama 030.11.007 Pembimbing : Dr.H.A. Syaiful Karim, Sp.PD,MM KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BUDHI ASIH JAKARTA PERIODE 10 AGUSTUS – 17 OKTOBER 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

description

khb

Transcript of ghvhv

Page 1: ghvhv

REFERAT

CHF

Disusun Oleh :

Adri Permana Utama

030.11.007

Pembimbing :

Dr.H.A. Syaiful Karim, Sp.PD,MM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD BUDHI ASIH JAKARTA

PERIODE 10 AGUSTUS – 17 OKTOBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

CAWANG, JAKARTA TIMUR

Page 2: ghvhv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa

penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik

atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload.

Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal

jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi,

gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab

peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hampir lima persen dari

pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung

dalam setahun diperkirakan 2,3 - 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung

akan meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan

berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan

hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

Page 3: ghvhv

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi Jantung

Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa referensi, ukuran jantung

manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau dengan ukuran panjang kira-kira 5" (12cm)

dan lebar sekitar 3,5" (9cm). Jantung terletak di belakang tulang sternum, tepatnya di ruang

mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan diafragma. Bagian atas

jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung berada disebelah kanan dari

midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline sternum. Sedangkan bagian apek

jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di bawah puting susu sebelah kiri. Jantung di

bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan perikardium, di mana lapisan perikardium

ini di bagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.

Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan Ventrikel (bilik).

Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke ventrikel,

maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel. Ruang atrium dibagi

menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, demikian halnya dengan ruang ventrikel,

dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

Page 4: ghvhv

Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada manusia,

yaitu : Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena cava superior dan inferior

pada jantung – bergabung di Atrium kanan – masuk ke ventrikel kiri – arteri pulmonalis ke

paru – keluar dari paru melalui vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) –

masuk ke ventrikel kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta.

Keluar masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4 buah

katup di dalamnya, yaitu :

1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan).

2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).

3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri pulmonalis).

4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena

darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung bisa

bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan suplainya

ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan terganggunya fungsi

jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami sumbatan total atau yang

disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa

menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia,

ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau miokardiac infarction. Arteri

koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri koroner berada

dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu:

Arteri koroner kanan dan Arteri koroner kiri.2

II. Definisi gagal jantung

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh

kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi dan

pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara cukup ke

jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Page 5: ghvhv

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan

nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya

hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

III. Etiologi

Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering

menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya

kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler

dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).

Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit miokard,

dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari penyakit

jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.

Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri atau

gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.

Tabel 1. Penyebab gagal jantung

Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung hipertensi

Penyakit katup aorta

Penyakit katup mitral

Miokarditis

Kardiomiopati

Amyloidosis jantung 7

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri

Penyakit pulmonari kronik

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup trikuspid

Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)

Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif7

Gagal output rendah

Kelainan miokardium

Gagal output tinggi

Inkompetensi katup

Page 6: ghvhv

Penyakit jantung iskemik

Kardiomiopati

Amyloidosis

Aritmia

Peningkatan tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan gagal

ventrikel kanan disebabkan

penyakit paru sekunder

Anemia

Malformasi arteriovenous

Overload volume plasma

Sumber: Concise Pathology 3rd Edition

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1.      Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan

menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot

mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau

inflamasi.

2.      Aterosklerosis koroner

mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot

jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark

miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung

karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas

menurun.

3.      Hipertensi sistemik atau pulmonal 

Page 7: ghvhv

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi

serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi serabut otot

jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena

meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung

dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

4.      Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, 

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut

jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5.      Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang

secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup

gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan

jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau

stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

6.      Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya

gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis ), hipoksia

dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen

sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis

respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas

jantung

IV. Klasifikasi

Page 8: ghvhv

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA

Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

II

Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi

aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

III

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan

istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

IV

Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.

Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan

akan semakin meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of Cardiology dan

American Heart Association.

Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)

Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai

abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat

dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural

jantung.

Page 9: ghvhv

Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala

gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut dan

gagal jantung kronik.

1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat

fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit jantung

sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik.

Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload dan

memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada

kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.

2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang disertai

keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat atau

aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

V. Patofisiologi

Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :

(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,

(2) meningkatnya afterload, atau

(3) gangguan pengisian ventrikel.

Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena

gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan gagal

jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian ventrikel disebut

disfungsi diastolik.

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal jantung

diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume, gangguan pada

miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung sistolik, stroke volume

dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara adekuat. Sementara itu

gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya kekakuan pada dinding ventrikel.

Page 10: ghvhv

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan

yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium.

Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat

septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta

dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium

dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan

sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru dan

emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan

pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang

mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat

penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.

Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan

volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis

tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel

kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada

jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi,

meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk mengambil

natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk mengkompensasi tersebut

menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi remodeling.

Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II, aldosteron,

endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor neurohormonal yang

meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi natrium dan

vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga terjadi kelelahan, nafas pendek, dan retensi

air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat istirahat (orthopnea) atau

Page 11: ghvhv

pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air terjadi pada paru-paru (kongesti)

atau odema periferal.

Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk

membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan darah ke

organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2)

neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.

1. Mekanisme Frank-Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan

volume ventricular end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada

peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin dan

miosin, dan resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan

normal, mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel.

Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac

output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang sedang

beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end-diastolic dan

mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung

mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang

berlebihan

Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan

dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan

dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah.

Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen

otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya gangguan fungsi

jantung.

2. Neurohumeral

a. Sistem saraf adrenergik

Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh

baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian dihantarkan ke medulla

melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi sistem

saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan meningkatkan

Page 12: ghvhv

frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta vasokonstriksi arteri dan

vena sistemik.

b. Sistem renin angiotensin aldosteron

Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin- angiotensin

aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula densa tubulus distal,

dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu peningkatan pelepasan renin

dari apparatus juxtaglomerular. Renin memecah empat asam amino dari

angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme akan melepaskan dua asam

amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II berikatan dengan 2

protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi reseptor angiotensin I akan

mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi aldosteron dan pelepasan

katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan vasodilatasi, inhibisi

pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

Page 13: ghvhv

Gambar sistem renin-angiostensin-aldosteron

c. Stres oksidatif

Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen

species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan

miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa

adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor, interleukin-

1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast dan

sintesis collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara

menurunkan bioavailabilitas NO.

3. Remodelling dan hipertrofi ventrikular

Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal menjelaskan

progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan

langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri di kemudian hari.

Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit jantung, perubahan

volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta geometridan arsitektur

ruangan ventrikel kiri.

Page 14: ghvhv

Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan

meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload

dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta,

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik yang secara parallel menigkatkan

tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan

hipertrofi konsentrik.

Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume ventrikel, sehingga

meningkatkan tekanan pada diastolik, yang kemudian secara seri pada sarkomer

dan kemudian terjadi pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi ventrikel kiri yang

mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis kalsium merupakan hal yang

penting dalam perkembangan gagal jantung. Hal ini diperlukan dalam kontraksi

dan relaksasi jantung.

Gambar pola remodeling ventrikel (Medscape.com)

VI. Gambaran klinis

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :

1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Page 15: ghvhv

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya

gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun

dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolik

dalam ventrikel kiri meningkat.

Tanda dan gejala:

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas,

dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang.

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan posisi

kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah

banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas,

dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel

kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh adanya gagal

jantung kiri.

Tanda dan gejala:

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam rongga

abdomen.

Page 16: ghvhv

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal didukung

oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan

produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

Bendungan pada vena perifer (jugularis)

Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites.

Perasaan tidak enak pada epigastrium.

Gagal Jantung Kongestif

Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam keadaan gagal

jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi bendungan

sistemik bersama dengan bendungan paru.

Tanda dan gejala:

Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.

VII. Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara luas.

Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau satu

kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika kriteria minor

tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti hipertensi pulmonal,

PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.

Kriteria mayor

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

Page 17: ghvhv

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor

1. Edema ekstremitas

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi (>120/menit)

2. Pemeriksaan Fisik

A. Tekanan darah dan Nadi

Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun biasanya

berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat

berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus

takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik.

Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis

pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih. Pernapasan

Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap

tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan

PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu

depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi

Page 18: ghvhv

fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai

sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara

B. Jugular Vein Pressure

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium kanan.

Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala

membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm

H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang diatas

sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada waktu

istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan tekanan

abdomen  (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar mengindikasikan

keberadaan regurgitasi trikuspid.

C. Ictus cordis

Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan

informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali ditemukan, maka

apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V) dan/atau sebelah

lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.

D. Suara jantung tambahan

Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi pada

apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat memiliki denyut

Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole. S3 (atau prodiastolic gallop)

paling sering ditemukan pada pasien dengan volume overload yang juga mengalami

takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan gangguan hemodinamika. Suara

jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun biasa ditemukan pada pasien

dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral dan tricuspid biasa ditemukan

pada pasien.

E. Pemeriksaan paru

Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan dari

ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales dapat

terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan wheezing pada

ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak memiliki penyakit paru

sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu diketahui bahwa rales seringkali

Page 19: ghvhv

tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis, bahkan dengan tekanan pengisian

ventrikel kiri yang meningkat, hal ini disebabkan adanya peningkatan drainase limfatik

dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena adanya peningkatan tekanan kapiler

pleura dan mengakibatkan transudasi cairan kedalam rongga pleura. Karena vena pleura

mengalir ke vena sistemik dan pulmoner, efusi pleura paling sering terjadi dengan

kegagalan biventrikuler. Walaupun pada efusi pleura seringkali bilateral, namun pada

efusi pleura unilateral yang sering terkena adalah rongga pleura kanan.

F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan,

pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole jika

regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai konsekuensi

peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada peritoneum. Jaundice,

juga merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari gangguan fungsi hepatic akibat

kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan terkait dengan peningkatan bilirubin

direct dan indirect.

G. Edema tungkai

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun namun tidak

spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic. Edema

perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada daerah

Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang melakukan

tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral) dan skrotum.

Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada kulit.

H. Cardiac Cachexia

Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan dan

cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak diketahui,

sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting metabolic rate;

anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan perasaan penuh pada

perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti TNF, dan gangguan

absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika ditemukan, cachexia

menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

Page 20: ghvhv

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal jantung

telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.

Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan

suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk

disfungsi jantung lainnya.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi/Rontgen.

Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus paru

yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru bercak-

bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR) meningkat,

distensi vena paru.

b. Pemeriksaan EKG.

Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,

hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark

miocard, emboli paru ).

c. Ekhokardiografi.

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang

menjadi penyebab gagal jantung

VIII. Penatalaksanaan gagal jantung kongestif

A. Terapi non farmakologi

a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi

diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badannya.

Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal

jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk

gagal jantung berat.

Page 21: ghvhv

b. Merokok : Harus dihentikan.

c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan

untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang

nyaman bagi pasien.

d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau

lembab

B. Terapi farmakologi

a. Algoritme

Tabel 4. Terapi Obat menurut status fungsional pasien

Page 22: ghvhv

b. Jenis dan tempat obat

1. Diuretik

Mekanisme kerja:

KELAS DAN CONTOH: KEUNTUNGAN KERUGIAN

THIAZIDES:

Hydrochlorothiazide

Indapamide

Chlorthalidone

Perananannya telah

dikembangkan dalam

pengobatan hipertensi,

khususnya pada orang-

tua.

Dihubungkan dengan

hypomagnes-aemia,

hyperuricaemia , hyper-

glycemia, atau

hyperlipidaemia.

LOOP DIURETICS:

Furosemide

Ethacrynic acid

Bumetamide

Mempunyai efek yang

kuat, onset cepat

Dapat menyebabkan

hypokalemia atau

hypomagnesaemia

dihubung-kan dengan

kekurang patuhan

pemakaian obat.

POTASSIUM-SPARING

DIURETICS:

Spironolactone

Amiloride

Triamterene

Hasil positif terhadap

survival tampak pada

pemakaian spirono-

lactone; menghindari

kehilangan potassium

dan magnesium

Dapat menyebabkan

hyperkalemia dan azotemia,

khususnya jika pasien juga

memakai ACE-inhibitor.

Page 23: ghvhv

Gambar 13. Mekanisme kerja diuretik

2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk penderita

dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala.Tetapi,dengan

pertimbangkan side effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk

dan angioedema, maka terdapat hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing

maupun underdosing obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian

klinik menunjukkan bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut tidak

ditemui, dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang rendah dan dititrasi

pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil yang efektif sehingga ACE-inhibitor

umumnya dapat ditolerir dengan baik.

Tabel 7. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF

3. Angiotensin Receptor Blockers

ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa

memandang beratnya simptom.

Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis

maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.

Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin

mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien yang

memakai ACE inhibitors.

Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa

Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.

Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada hiponatremia,

dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)

sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.

Page 24: ghvhv

Indikasi pemakaian angiotensin II receptor antagonists (ARAs) pada CHF yang

telah diterima saat ini adalah pada pasien-pasien yang intolerans terhadap ACE inhibitor

yang menyebabkan batuk. Manfaat ARAs pada populasi ini telah dikembangkan

CHARM-Alternative study (Candesartan in Heart failure Assessment of reduction in

Mortality and Morbidity- Alternative study). Pada penelitian ini , ARA candesartan

secara signifikan menurunkan ‘combined endpoint’ kematian kardiovaskular ataupun

hospitalisasi pasien-pasien CHF yang sebelumnya diketahui intolerans terhadap ACE

inhibitor.

Dua perbandingan langsung antara ARA dan ACE inhibitor yang dilaksanakan

pada pasien CHF. Penelitian yang lebih besar , ELITE II (the Evaluation of Losartan in

the Elderly II) melaporkan bahwa tidak ditemukan perbedaan antara pemakaian losartan

dan captopril, tetapi ’survival curve’ menunjukkan kecenderungan ‘survival’ yang lebih

baik pada pemakaian ACE inhibitor. Penelitian yang di-design serupa pada pasien gagal

jantung setelah miokard infark akut OPTIMAAL (the Optimal Trial in Myocardial

Infarction with the Angiotensin II Antagonist Losartan) melaporkan outcome yang

serupa.

VALIANT (the Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial), salah satu

penelitian besar pada pasien Gagal Jantung post-AMI melaporkan terdapat ‘survival

outcome’ yang identik antar 3 group pengobatan :”Valsartan (suatu ARA) dosis tinggi”,

”Captopril dosis tinggi” dan ”Kombinasi keduanya”.

Dua penelitian besar lain (the CHARM Added Trial and the Valsartan Heart

Failure Trial [Val-Heft]) meneliti impact ‘penambahan suatu ARA pada ACE inhibitor

pada pasien CHF’. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan suatu

ARA dengan signifikan menurunkan risiko hospitalisasi CHF selanjutnya; tetapi impact-

nya pada mortality tidak tegas.

Kesimpulan dari penelitian-penelitian diatas bersama-sama, menunjukkan bahwa

ARAs dan ACE inhibitor bilamana dipakai dengan dosis yang ekuivalent, akan memberi

outcome yang sama, bila dipakai sebagai terapi alternatif pada pasien CHF. Manfaat

utama yang didapat dengan penggabungan terapi ini pada pasien CHF tampaknya dalam

”penurunan hospitalisasi”

Page 25: ghvhv

4. β Receptor Blockers

Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung, mempunyai

mekanisme kerja memperbaiki hemodinamika dan simptomatik secara akut. Efek segera

dari β-bloker sebaliknya dapat memperburuk hemodinamik, kadang-kadang

menyebabkan peburukan gejala yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian obat

ini di-kontra-indikasikan pada pasien-pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-bukti

bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker memperbaiki fungsi jantung dan

menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF. Sesungguhnya bukti-bukti

pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada banyak randomized

controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan trial-trial ACE inhibitor.

Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di-approved untuk pengobatan gagal jantung di

Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release metoprolol succinate. Setiap jenis

obat tersebut telah menunjukkan penurunan mortalitas dan hospitalisasi pasien CHF

seperti ditunjukkan pada suatu trial besar placebo-controlled. Manfaat seperti ini tidak

selalu ditampakkan pada pemakaian β-bloker lain. Cardevilol atau Metoprolol European

Trial (COMET), membandingkan carvedilol dan standard-release metoprolol tartrate,

didapat hasil survival yang lebih baik pada pasien-pasien yang mendapat carvedilol.

5. Additional Therapies Digitalis

Faktor keamanan dan efektifitas digoxin yang telah dipakai dalam pengobatan

gagal jantung selama 300 tahun, baru akhir-akhir ini diketahui. Penelitian

The Digitalis Investigation Group (DIG) menunjukkan bahwa digoxin secara

signifikan menurunkan hospitalisasi pada pasien CHF yang sinus rhythm

sejak awalnya dan pada pasien-pasien CHF yang telah dengan maintenans

ACE inhibitor dan diuretik. Pada penelitian ini Digoxin mempunyai efek

netral(tidak mempengaruhi) terhadap mortalitas.Maka penelitian berdasarkan

evidence based meng-indikasikan pemakaian digoxin pada pasien CHF

adalah sebagai pereda simptom-simptom yang masih tetap ada walau sudah

memakai ACE inhibitor dan diuretika.

Page 26: ghvhv

Dosis median harian adalah 0,25 mg/hari dan trough blood level digoxin pada

DIG study adalah 0,9 ng/mL. Terdapat bukti bahwa peningkatan risiko

intiksikasi digoxin (termasuk kematian) meningkat dengan cepat bilamana

dosis harian rata-rata melebihi 0,25 mg/hari atau bila trough serum digoxin

level melebihi 1,0 ng/mL. Pemakaian dosis maintenans digoxin yang rendah

(0,125 sampai 0,25 mg/hari) kususnya penting pada pasien wanita dan pasien

usia lanjut, dikarenakan terdapatnya penurunan fungsi ginjal semakin

bertambahnya umur.Hal ini menjadi penting dikarenakan pada praktek klinik

pasien populasi gagal jantung usia lanjut merupakan porsi yang

terbesar.Selain itu, intoksikasi digoxin pada usia lanjut sukar dikenali. Adanya

obat-obat lain yang dipakai bersamaan (misal amiodarone, verapamil) yang

dapat meningkatkan kadar serum digoxin menyebabkan perlunya penurunan

dosis maintenans.

Digoxin dapat juga dipakai untuk meng-kontrol atrial fibrillasi, yang terdapat

pada sampai sepertiga pasien CHF. Perlunya pemakaian digoxin untuk meng-

kontrol heart rate pada pasien-pasien atrial fibrilasi telah dipertanyakan sejak

ditemukannya b-bloker; tetapi pada penelitian pada pasien CHF dan atrial

fibrilasi kronis baru-baru ini menunjukkan outcome yang lebih baik didapat

pada pemakaian digoxin bersama carvedilol dibandingkan dengan terapi obat

tersebut sendiri-sendiri.

Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan jenis

komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah kematian tiba-tiba (sudden

death). Kematian tiba-tiba selama latihan biasanya berhubungan dengan penyakit jantung

struktural dan mekanisme yang paling umum adalah fibrilasi ventrikel. Kebanyakan kematian

karena latihan pada pasien jantung terjadi pada saat aktivitas yang melebihi latihan normal

karena kurangnya perhatian akan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh latihan.

Page 27: ghvhv

IX. Prognosis

CLASS SYMPTOMS 1-YEAR

MORTALITY*

I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5 %

II Dyspnoea or fatigue on moderate physical exertion 10 %

III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %

IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.

Tabel 8. New York Heart Association Classification

Page 28: ghvhv

KESIMPULAN

KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif merupakan tahap akhir penyakit jantung yang

dapatmenyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung.

Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan meliputi

penanganannon medikamentosa, dan obat ± obatan serta dengan menggunakan terapi invasif.

Meskipun pengobatan farmakologis dan operatif yang saat ini tersedia untuk pasien CHF dapat

memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup, prognosis keseluruhan dari pasien CHF masih

tetap buruk. Dikarenakan proporsi pasien usia lanjut diperkirakan akan terus meningkat dalam

dekade mendatang , CHF diperkirakan juga akan menjadi mayor epidemik. Jadi, untuk pasien-

pasien CHF sangat memerlukan pendekatan terapi baru yang dapat dipergunakan secara

individual, yang akan meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban ekonomi pada

masyarakat. Pengobatan efektif terhadap antecedent utama CHF-seperti hipertensi, ischaemic

heart disease dan diabetes- mungkin merupakan kunci pencegahan terhadap perburukan penyakit

tersebut.

Page 29: ghvhv

DAFTAR PUSTAKA

1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005. Patofisiologi

konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta

2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes Kardiologi.

Erlangga : Jakarta

3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.

5. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview . Di akses 23 Juli 2012

6. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001