GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL-...

87
GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- ZUHAILÎ Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Ziana Maulida Husnia NIM: 11140340000111 PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Transcript of GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL-...

Page 1: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL-

ZUHAILÎ

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Ziana Maulida Husnia

NIM: 11140340000111

PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.
Page 3: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.
Page 4: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.
Page 5: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

ABSTRAK

Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al-

Zuhailî.

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

saw., sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Dalam menjali kehidupan sehari-

hari tanpa disadari terkadang mereka melakukan sifat ghuluw atau berlebih-lebihan

sehingga melampaui batas yang telah ditentukan oleh Allah Swt., di dalam al-

Qur’an Allah telah melarang umat-Nya untuk melakukan sifat ghuluw.

Di dalam al-Qur’an kata ghuluw disebutkan dengan fi’il nahyi (bentuk kata

kerja larangan), yang mana disebutkan sebanyak 2 kali. Yang terdapat dalam surat

al-Nisâ’ [4] ayat 171 dan surat al-Mâ’idah [5] ayat 77.

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang tergolong kualitatif.

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu

kitab al-Tafsîr al-Munîr fi al-‘Aqîdah wa al-Syarî’ah wa al-Manhaj karya Wahbah

al-Zuhailî dan data-data sekunder yang berupa buku-buku, jurnal, artikel, dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Data akan dianalisa dengan

metode deskriptif analisis.

Setelah melakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa menurut

Wahbah al-Zuhailî, Allah SWT. telah melarang umat-Nya untuk bersifat ghuluw

dalam beragama, sedangakan sifat yang diinginkan oleh al-Zuhailî yakni bersikap

moderat dalam beragama. Yakni sikap diantara mengagungkan dan melecehkan Isa.

Menurut pandangan al-Zuhailî, ghuluw dalam beragama merupakan sikap

melampaui batas yang diakibatkan oleh sikap ceroboh, gegabah, dan berlebih-

lebihan dalam beragama secara batil dan tidak benar.

Kata kunci: Agama, Ghuluw, dan Wahbah al-Zuhailî.

Page 6: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

vi

KATA PENGANTAR

Segala puja, puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas segala rahmat, taufiq,

dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tidak

lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, yakni

Nabi Muhammad saw. yang mudah-mudahan kita mendapatkan syafaat di hari

kiamat nanti. Alhamdulillah atas izin Allah swt. penelitian tentang “Ghuluw

dalam beragama perspektif Wahbah al-Zuhailî” dapat diselesaikan oleh penulis.

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Agama (S.Ag.) di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penulis

telah berusaha dengan semaksimal mungkin, mencurahkan segenap kemampuan

untuk menyelesaikan penelitian yang berjudul “Ghuluw dalam beragama

perspektif Wahbah al-Zuhailî.”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Pada kesempatan baik ini, penulis ingin

mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., Selaku Dekan Fakultas Usuluddin

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir.

4. Ibu Dra. Banun Binaningrum. M. Pd selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir, serta Civitas Akademik Fakultas Ushuluddin.

5. Dosen Penasihat akademik, Bapak Jauhar Azizy, MA., yang banyak

memberi masukan kepada penulis selama studi di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Dosen Pembimbing Bapak Ahmad Rifqi Muchtar, MA., yang memberikan

ilmu, arahan dan motivasi kepada penulis sampai terjuwudnya skripsi ini

dengan baik.

Page 7: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

vii

7. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., dan Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA.,

yang telah memberikan ilmu dan arahan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh dosen di Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, yang dengan ikhlas

memberikan ilmunya sehingga membuat penulis mampu menyelesaikan

menulis skripsi.

9. Yang Tercinta Kedua orang tua penulis Ayahanda H. Achmad Kahfi Y, dan

Ibunda Hj. Miftahur Rohmah, yang senantiasa mendoakan di setiap

sujudnya, mendukung, menyemangati dan memberikan segalanya kepada

penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan tulisan ini.

10. Guru-guru penulis, guru-guru di TK Aisyiah Padangan, guru-guru MI

Irsyadusy Syubban Padangan, MTS Assalam Tuban dan guru-guru

Madrasah Bertaraf Internasional (MBI) Amanatul Ummah, yang telah

berjasa serta ikhlas memberikan ilmu-ilmunya kepada penulis.

11. Segenap Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Umum Islam Iman Jama‟,

dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, yang telah memberikan

fasilitas serta rujukan sebagai sumber referensi dalam penulisan skripsi ini.

12. Adek-adek tercinta Zulfa Nabila Fitria, Zakiya Alya Rachma, dan Zidan

Nawwaf Al-Kaff, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

13. Dede Yasep Jalaludin, yang telah banyak membantu dan memberikan

dukungan yang sepenuhnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Teman-teman satu Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir 2014, serta teman-

teman TH C angkatan 2014, yang telah menemani dalam menimba ilmu di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

15. Sahabat-sahabat penulis, Fradhita Sholihah, Siti Aisyah, Saibatul Aslamiah

Lubis, dan Rizkiyatun Hozaituna”, yang mendampingi dan menopang

penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, terutama kepada Zakiya

Oktaviani, selaku teman kosan. Semoga kalian semua menjadi orang-orang

yang sukses dan berguna bagi bangsa dan agama.

Page 8: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

viii

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan

bahkan jauh sampai pada sempurna. Untuk itu penulis meminta maaf dan juga

mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman dan dosen-dosen sekalian serta

pembaca sekalian. Akhir dari semua ucapan penulis adalah semoga budi baik

atau jasa dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini, yaitu semoga mendapat balasan yang kebaikan dari Allah swt.

Amîn.

Ciputat, 25 September 2018

Ziana Maulida Husnia

Page 9: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ........................................................... iii

SURAT PERNYATAAN .............................................................................................. iv

ABSTRAK ...................................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix

TRANSLITASI ............................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah. ............................................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................... 6

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 7

D. Manfaat dan Kegunaan penelitian .............................................................. 7

E. Kajian Pustaka ............................................................................................ 8

F. Metodelogi Penelitian ............................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 12

BAB II PANDANGAN UMUM AGAMA DAN GHULUW

A. Penjelasan Tentang Agama. ...................................................................... 13

B. Penjelasan Tentang Ghuluw. ..................................................................... 16

1. Pengertian Ghuluw. .............................................................................. 16

Page 10: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

x

2. Kata Lain Yang Semakna dengan Ghuluw. ......................................... 18

3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Timbulnya Ghuluw dalam Ber-

agama ................................................................................................... 21

4. Tabi‟at Ghuluw dalam Kehidupan Orang-orang Muslim

Kontemporer. ....................................................................................... 24

5. Kriteria Ghuluw. ................................................................................... 25

6. Bentuk-bentuk Ghuluw. ....................................................................... 30

7. Cara Mengobati dan Solusi Terhadap Sifat Ghuluw dalam Agama .... 31

BAB III WAHBAH AL-ZUHAILî DAN TAFSIRNYA

A. Biografi Wahbah Al-Zuhailî ..................................................................... 35

1. Latar Belakang Kehidupan ................................................................... 35

2. Pendidikan ............................................................................................ 36

3. Karir Intelektual ................................................................................... 38

B. Karya-karya Wahbah Al-Zuhailî .............................................................. 39

C. Pemikiran Wahbah Al-Zuhailî .................................................................. 42

D. Seputar Kitab Tafsîr Al-Munîr .................................................................. 42

1. Gambaran Umum Tafsir Al-Munîr....................................................... 42

2. Tujuan Penulisan. ................................................................................. 44

3. Metode Penafsiran Tafsir Al-Munîr ..................................................... 45

4. Karakteristik Tafsir Al-Munîr .............................................................. 47

5. Keistimewaan Tafsir Al-Munîr. ........................................................... 48

6. Pendapat ulama terhadap Tafsir Al-Munîr ........................................... 49

BAB IV TAFSIRAN GHULUW DALAM BERAGAMA

A. Ghuluw Ahlu al-Kitab: Kajian Utama ...................................................... 51

Page 11: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

xi

B. Ghuluw Sebagai Kajian Pelengkap ........................................................... 61

C. Pelajaran Bagi Kaum Muslim Mengenai Ghuluw .................................... 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 67

B. Saran-saran .......................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 68

Page 12: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Penulisan skripsi ini berpedoman pada transliterasi dari Keputusan SK

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan

b Be

t Te

ts te dan es

j Je

ẖ ha dengan garis di bawah

kh ka dan ha

d De

dz de dan zet

r Er

z Zet

s Es

sy es dan ye

s es dengan garis di bawah

ḏ de dengan garis di bawah

ṯ te dengan garis di bawah

ẕ zet dengan garis di bawah

ʻ Koma terbalik di atas hadap kanan

gh ge dan ha

f Ef

q Ki

k Ka

l El

Page 13: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

xiii

m Em

n En

w We

h Ha

` Apostrof

y Ye

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vocal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat,

transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a Fatẖah

i Kasrah

u Ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai a dan i

Au a dan u

3. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas

î i dengan topi di atas

û u dengan topi di atas

Page 14: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

xiv

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah

maupun huruf qomariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-diwân, bukan ad-

diwân.

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi,

hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak

setalah kata sandang yang diikuti oleh hurf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata

رررة tidak ditulis “ad-darûrah” melainkan “al-ḏarūrah”, demikian الض

seterusnya.

6. Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada

kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf

/h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta

matbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 Ṯarîqah

2 Al-jâmi‟ah al-islâmiyah

3 Waẖdat al-wujûd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk

menuliskan permulaan kalimt, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri,

dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang,

Page 15: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

xv

maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,

bukan huruf awal atau kata sandangnya (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan

Abû Hamîd Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (Italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisana nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya, ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-

Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’il), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu ذهب األستاذ

tsabata al-ajru ثبت ألجر

al-ẖarakah al-„asriyyah الحركة العصرية

شهد أن ال إله إال هللاا asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh

الح Maulânâ Malik al-Sâlih موالنا ملك الص

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak pelru

dialihaksaraka. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd,

Mohamad Roem, bukan Muẖammad Rûm, Fazlur Rahman, bukan Fadl al-

Raẖmân.

Page 16: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia

yang terkandung dalam kitab suci turun-temurun diwariskan oleh suatu generasi

ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntunan dan pedoman hidup bagi

manusia agar mencapai kebahagian di dunia dan akhirat.1

Agama Islam yang mengandung jalan hidup manusia yang paling

sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat manusia kepada kebahagiaan

dan kesejahteraan, dapat diketahui dasar-dasar dan perundang-undangannya

melalui al-Qur’an. Al-Qur’an adalah sumber utama dan mata air yang

memancarkan ajaran Islam.2

Manusia membutuhkan agama di dalam kehidupannya, yaitu sebagai

pegangan hidup baik untuk kehidupan di dunia maupundi akherat kelak. Sudah

barang tentu agar semuanya itu dapat dicapai maka ia harus dapat menjaga

keseimbangan antara dua kebutuhan, yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan

rohani. Kebutuhan rohani (agama) mengandung dua dimensi, yaitu hubungan

vertikal (hubungan manusia dengan pencipta) dan hubungan horizontal (hubungan

manusia dengan sesama mahkluk Tuhan lainnya).

Keberagamaan sering dijadikan terjemahan dari kata religiositas.

Religiositas berasal dari kata religious yang merupakan kata sifat dari kata benda

religio.Agama berasal dari bahasa sangskerta. Beragama adalah kecenderungan

1Muhammaddin, “Kebutuhan Manusia Terhadap Agama,”JIA xiv, no. 1 (Juni 2013) h. 104. 2M.H. Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 21.

Page 17: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

2

yang tidak dapat dielakkan manusia. Sekalipun nalar mengalami keterbatasan

dalam memahami doktrin-doktrin agama, tetapi manusia dipaksa oleh nalarnya

untuk mengakui agama.3

Fungsi dan kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai pedoman,

aturan dan undang-undang Tuhan yang harus di taati dan mesti dijalankan dalam

kehidupan.Agama sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang harus

diberlakukan dalam segala segi kehidupan.Orang yang beragama dapat

mendisiplinkan dirinya sendiri, menguasai nafsunya sesuai dengan ajaran agama.

Orang yang beragama cendrung berbuat baik sebanyak-banyaknya, dengan

hartanya, tenaganya dan pikirannya, dia akan berusaha sehabis daya upayanya

untuk menghindarkan dirinya dari segala perbuatan yang keji dan munkar. Selain

itu agama merupakan unsur mutlak dalam pembinaan karakter pribadi dan

membangun kehidupan sosial yang rukun dan damai.4

Agama mempunyai pengaruh yangsangat kuat terhadap sikap pemeluknya,

ini terbukti dengan adanya fungsi dan peran agama yang menyangkut motivasi,

nilai etik dan harapan. Motifasi beragama yang kuatakan membuat sikap

pemeluknya menjadi baikdan rela berkorban, sedangkan dengan nilai etikyang

tinggi yang dimiliki akan membuat sikap pemeluknya menjadi orang yang selalu

berlaku jujur serta menepati janji dan menjaga amanat dengan sebaik-baiknya.

Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap

agama, di antaranya yaitu: fitrah manusia, kelemahan dan kekurangan manusia,

dan tantangan manusia.5 Islam telah memprolamirkan dirinya sebagai agama yang

3M. Ridwan Lubis, Agama dan Perdamaian (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2017),

h. 1. 4Muhammaddin, “Kebutuhan Manusia Terhadap Agama,”h. 109. 5Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003) h. 16-20.

Page 18: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

3

sarat dengan muatan atau ajaran moderat (wasatan) dalam segala hal.Ajaran yang

adil, berada di tengah, tidak di pinggir kanan, dan juga tidak di pinggir kiri.Tidak

keras menakutkan dan tidak lembek tanpa harga diri. Tidak memberatkan sekali

sehingga membuat susah, namun tidak ringan sekali sehingga disepelekan. Islam

adalah ajaran yang mustaqim (lurus).6

Meskipun diyakini Islam merupakan agama penyebar kedamaian, namun

fenomena yang muncul justru sebaliknya, fakta menunjukan bahwa ada sebagian

umat Islam tidak memahami nilai-nilai moderat, mereka tidak mengakui

pluralitas, tidak menghargai kemajemukan yang tumbuh dalam masyarakat.

Munculnya berbagai kelompok teroris yang mengkalim sebagai representasi umat

adalah salah satu buktinya. Tidak sedikit umat Islam berpandangan bahwa jihad

sama dengan perang.7

Dalam al-Qur’an, untuk mengungkapkan makna berlebihan dalam agama

adalah menggunakan istilah ghuluw. Meskipun ada beberapa istilah yang

memiliki makna yang sama dengan istilah ghuluw, misalnya tatharruf dan ifrath,

namun istilah ghuluw ini dipandang lebih tepat. Secara bahasa, ghuluw berarti

melampaui batas atau hal-hal yang berlebihan.8Sedangkan ghuluw menurut istilah

syara’ adalah perbuatan atau sikap yang keretlaluan, berlebih-lebihan dalam

memuliakan atau meninggikan derajat seseorang sehingga ditempatkan pada

kedudukan yang bukan semestinya.9 Ghuluw atau sikap berlebih-lebihan dalam

6Junaidi Abdillah, “Dekontruksi Tafsir Ayat-Ayat Kekerasan,”Analisis xi, no. 1 (Juni

2011), h. 73. 7Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gema Media,

2003), h. 38. 8 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 1015. 9Mansur Said, Bahaya Syirik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 97.

Page 19: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

4

agama merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya dalam sejarah agama-

agama samawi.10

Surat Nuh ayat 25-26 menjelaskan bahwa disebabkan keingkaran-

keingkaran dan dosa-dosa yang telah dilakukan kaum Nuh, maka mereka

ditenggelamkan dalam banjir yang dahsyat. Dalam keadaan demikian tidak

seorangpun yang dapat menghindar dari azab Allah ini, sedang dewa-dewa yang

mereka sembah pun tidak dapat menolong mereka dari kehancuran. Maka dalam

ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa surat Nuh ayat 25-26 ini, merupakan

balasan orang-orang ghuluw di masa kaum Nabi Nuh.11

Menurut buku Ensiklopedi kitab-kitab tafsir, Wahbah Al-Zuhailî adalah

seorang tokoh di dunia pengetahuan, selain terkenal di bidang fikih beliau juga

seorang ahii tafsir. Hampir dan seluruh waktunya semata-mata hanya difokuskan

untuk mengembangkan bidang keilmuan.Beliau adalah ulama yang hidup diabad

ke20 yang sejajar dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Thahir ibn Asyur, Said

Hawwa. Sayyid Qutub, Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Syaltut. Alî

Muhammad al Khafif. Abdul Ghani, Abdul Khaiiq, dan Muhammad Salam

Madkur.12 Al-Zuhailî di daerah Syam, sangat dikenal baik sebagai ulama maupun

cendekiawan muslim, beliau juga seorang hafiz al-Qur’an.13

Sosok al-Zuḥailî dikenal secara luas sebagai salah seorang pakar

hukumIslam dan ushul fiqih kelas dunia, sebagaimana ja juga sebagai

seorangintelektual publik dan penceramah yang populer. Dalam perannya di

10Zubair Syarif, “Ghuluw; Penyakit yang Membahayakan Umat,”Salafy vii, t.t., h. 51. 11UII, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: PT Dhana Bakti Waqaf, 1995), h. 404. 12Lisa Rahayu, “Makna Qaulana dalam Al-Qur’an: Tinjauan Tafsir Tematik Menurut

Wahbah Al-Zuḥailî,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Kasim Riau, 2010), h. 18. 13A. Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir; Kumpulan kitab-kitab Tafir dari

Masa Klasik sampai Masa Kontemporer (Depok: Lingkar Studi al-Qur’an, 2013), h. 227.

Page 20: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

5

Majlis a1-Iftâ Syria, beliau bertugas memberikan fatwa. Banyak fatwa-fatwa yang

beliau berikan dipandang sangat moderat.14

Kepribadian beliau adalah sangat terpuji di kalanganmasyarakat Syiria

baik itu dalam amal-amal ibadahnya maupun ketawadhuannya, di samping juga

memiliki pembawaan yangsederhana. Meskipun memiliki mazhab hanafi, namun

dalampengembangan dakwanya beliau tidak mengedepkan mazhab atau

aliranyang dianutnya, dan tetap bersikap netral dan proporsional.15

Demikianlah sikap ghuluw yang pernah terjadi, bahkan dalam tradisi dan

budaya umat Islam yang diwariskan oleh nenek moyang. Hal ini perlu disadari

dan diketahui, karena binasanya umat-umat sebelum Nabi Muhammad ini

disebabkan oleh sikap ghuluw dalam beragama.Pentingnya mengetahui ghuluw

dalam beraga ini adalah agar umat Islam tidak terjebak dalam perbuatan syirik,

dan agar tidak keliru dalam menjalankan syariat-syariat agama.Banyak di anatara

umat Islam yang tidak menyadari bahwa apa-apa yang telah dilakukan mereka

seringkali mengandung unsur ghuluw di dalamnya dan tanpa disadari, ternyata

perbuatannya mengarah kepada kesyirikan.Misalnya, meminta-minta di kuburan

orang-orang salih.

Berangkat dari hal inilah penulis merasa perlu untuk membahas hal ini.

Bagaimana penafsiran Wahbah al-Zuhaiî terkait ghuluw dalam beragama?. Untuk

mempertajam penelitian ini, penulis melakukan kajian pustaka dengan

menggunakan kitab tafsir al-munir karya Wahbah al-Zuhaiî, karena kitab tafsir ini

adalah salah satu kitab yang bercodak adabîijtimâ’i, serta ada nuansa fikih, aspek

balâghah, makna kosa kata, sebab turunnya ayat, tafsir dan penjelasannya, kitab

14Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,

2008), h. 174. 15Rahayu, “Makna Qaulana dalam Al-Qur’an,” h. 18.

Page 21: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

6

ini juga menafsirkan serta menjelaskan kandungan setiap surah secara global

dengan menggabungkan dua metode, yaitu bi al-ma’tsur (riwayat dari hadits Nabi

dan perkataan salafush salih) dan bi al-ma’qul (secara akal) yang sejalan dengan

kaidah,16 yang mana hal ini jarang ditemukan di dalam kitab tafsir yang lain.

Oleh karena itu penulis terdorong untuk melakukan penelitian skripsi

dengan judul “Ghuluw Dalam Beragama Prespektif Wahbah Al-Zuhailî.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam al-Qur’an, untuk mengungkapkan makna berlebih-lebihan dalam

agama adalah menggunakan istilah ghuluw. Meskipun ada beberapa istilah yang

memiliki makna yang sama dengan istilah ghuluw, seperti tatharruf. Isrâf dan

ifrath, namun istilah ghuluw inilah yang dipandang lebih tepat.

Makna berlebih-lebihan dalam al-Qur’an secara umum diungkapkan

dibeberapa surat, seperti dalam QS. al-A’raf [7]: 31, yang melarang makan dan

minum secara berlebihan. QS. al-Furqan [25]: 67, yang menganjurkan untuk tidak

berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta, dan lain-lain. Akan tetapi,

ungkapan berlebih-lebihan dalam hal agama hanya terdapat pada QS. al-Nisâ’ [4]:

171, dan QS. al-Mâ’idah [5]: 77.

Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi permasalahan ini, hanya

pada berlebih-lebihan dalam agama yang membahas tentang ghuluw (berlebih-

lebihan) Ahlu al-Kitab sebagai kajian utama dan ghuluw (berlebih-lebihan)

sebagai kajian pelengkap yakni syahwat dan syaitan.

16 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj, jilid 1, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: GemaInsani, 2016), h. Xi.

Page 22: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

7

Berangkat dari permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang

masalah diatas, maka penulis merumuskan masalahnya dengan“Bagaimana

pandanganWahbah al-Zuhailî tentang ghuluw dalam beragama?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berkenaan dengan hal-hal yang diharapkan dapat dicapai

melalui pelaksanaan penelitian atas menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah

penelitian ini selesai dilakukan.17 Tujuan umum dari penelitian ini adalah

mengetahui konsep ghuluw.

Sedangkan tujuan penelitian yang ingin dicapai Secara khusus, yaitu:

untuk memaparkan bagaimana konsep ghuluw dalam beragama menurut

Wahbah al-Zuhailî.

D. Manfaat dan Kegunaan Penelitian

Manfaat penelitian berkaitan dengan kegunaan yang diharapkan dari hasil

penelitian ini, baik bagi peneliti maupun bagi para pembaca.18 Adapun manfaat

dan kegunaan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh

pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

dengan membuat laporan penelitian Secara ilmiah dan sistematis.

2. Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kajian tentang ghuluw

(berlebih-lebihan) yang sudah dibahas sebelumnya.

3. Menjadi bagian dari materi ajar dalam mata pelajaran aqidah ahlaq.

4. Berguna untuk menambah keilmuannya dan menjadi referensi

pemahaman terkait ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama.

17 Maman Abdurrahman dan Sambas Ali Muhidin, Panduan Praktis Memahami Penelitian:

Bidang Sosial-Administrasi-Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 34. 18Abdurrahman dan Muhidin, Panduan Praktis Memahami Penelitian, h. 35

Page 23: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

8

E. Kajian Pustaka

Bersandar pada orang atau peneliti bahwa kajian ghuluw dalam beragama

bukanlah hal yang baru.Kajian pustaka dalam penelitian ini adalah telaah terhadap

karya-karya tulis baik berupa Skripsi, maupun Buku, dan lain-lain.Setelah

ditelaah, saya mencari perbedaan-perbedaan dari karya-karya tersebut dengan

penelitian ini.Berdasarkan pencarian yang saya lakukan ada beberapa karya

tulisan yang berkaitan dengan tema yang saya teliti. Di antara karya-karya

tersebut adalah:

1. Ghuluw (Sikap Berlebih-lebihan dalam Beragama), karya Ahmad Fauzan.

Skripsi ini membahas ghuluw dalam beragama pada QS. al-Nisâ’ ayat 171

& QS. al-Mâ’idah ayat 77, menurut Ahmad Fauzan sikap berlebih-lebihan

(ghuluw) dalam agama mengarah pada segala sesuatu yang dimiliki

manusia. Tidak hanya pada aqidah melainkat pada sikap dan hubungan

antara sesama manusia. Sehingga Ahmad Fauzan berkesimpulan bahwa

ghuluw (berlebih-lebihan) dan sinonimnya memiliki konsep yang berbeda,

perbuatan ibadah seperti makan dan minum yang berlebihan bukanlah

dianggap sebagai ghuluw, karena hal ini tidak membuat orang menjadi

musyrik. 19

2. Makna Ghuluw dalam Islam: Benih Ekstremisme Beragama, karya

Sihabuddin Afroni. Jurnal ini membahas tentang persoalan ghuluw sebagai

benih ekstremisme dalam beragama dalam Islam. Jurnal ini berusaha untuk

mengunkap makna ghuluw dan kemunculan sikap tersebut dalam sejarah

Islam dan bagaimana respon al-Qur’an terhadapnya. Data yang digunakan

19Ahmad Fauzan, “Ghuluw; Sikap Berlebih-lebihan dalam Beragama” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003).

Page 24: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

9

penulis adalah penafsiran para ulama, ia mengakomodir beberapa pendapat

cendekiawan modern terkait penafsiran ayat tentang ghuluw (berlebih-

lebihan). Dengan penelitian ini Sihabuddin Afroni meyakini bahwa sikap

ghuluw berdampak pada ekstremisme agama, bahkan sikap ghuluw

(berlebih-lebihan) merupakan pangkal dari ekstremisme itu sendiri.20

3. Al-Ghuluw Dalam Al-Kutub Al-Tis’ah (Studi Kritis Terhadap

Keberagamaan Islam Kontemporer), karya A’raf Saefuddin. Tesis ini

membahas tentang kualitas hadits tentang sifat ghuluw dalam kutub al-

Tis’ah, mendeskripsikan kandungan dan konsep hadis Nabi yang berkaitan

dengan sifat ghuluw, serta mendeskripsikan implementasi hadits Nabi

terhadap sifat ghuluw dalam keberagamaan umat Islam Kontemporer.21

4. Sinonim (Mutarâdif) Dalam Al-Qur’an Studi Kata Ghuluw dan Isrâf Dalam

Tafsir Al-Bahr al-Muhît, karya Ahmad Jaelani. Skripsi ini membahas

tentang sinonim kata ghuluw dan isrâf dalam al-Qur’an dengan

menggunakan kitab Tafsir Al-Bahr al-Muhît.22

5. Ghuluw Dalam Akidah Islam: Satu Pengenalan Ringkas, karya Johari Mat.

Johari berkesimpulan bahwa setiap pemikiran ghuluw yang dibawa oleh

setiap kumpulan yang mengajak kepada faham ghuluw adalah faham yang

bertentangan dengan Islam yang sebenarnya dan perlu diambil langkah-

langkah supaya faham tersebut tidak menyebar di kalangan masyarakat.23

20Shihabuddin Afroni, “Makna Ghuluw Dalam Islam: Benih Ekstremisme

Beragama,”Wawasan, no. 1 (Januari 2016). 21A’raf Saefuddin, “Al-Ghuluw Dalam Al-Kutub Al-Tis’ah, Studi Kritis Terhadap Sikap

Keberagamaan Islam Kontemporer”, (Tesis S2 Ilmu Hadis, Universitas Alauddin Makasar, 2017) 22Ahmad Jaelani,“Sinonim (Mutarâdif)Dalam Al-Qur’an Studi Kata Ghuluw dan Isrâf

Dalam Tafsir Al-Bahr al-Muhît”(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018). 23 Johari Mat, “ Ghuluw Dalam Akidah Islam: Satu Pengenalan Ringkas” (Jurnal

Ushuluddin).

Page 25: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

10

Dari beberapa penelitian diatas, maka penulis mencoba mengalisis kata

ghuluw, dan di dalam penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan

penelitian ini. Persamaannya yaitu pada fokus penelitian yang sama-sama

fokus pada masalah ghuluw. Namun penelitian ini memiliki perbedaan dengan

penelitian sebelumnya, yakni penelitian ini fokus pada pandangan Wahbah al-

Zuhailî terkait ghuluw(berlebih-lebihan) dalam agama.

F. Metodologi Penelitian

Dalam setiap penelitian ilmiah, dituntut untuk menggunakan metode yang

jelas. Metode ini merupakan cara dan aktifitas analisis yang digunakan seorang

peneliti dalam meneliti objek penelitiannya. Metode merupakan suatu cara yang

digunakan dalam rangka mencapaitujuan. Maka metode itu ada beberapa banyak

cara. Maka pada bagian ini akan dijelaskan mengenai metode yang dilakukan

dalam penelitian dan juga proses yang dilalui dalam penelitian tersebut. Proses

pelaksanaan itu meliputi: jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data,

teknik pengumpulan data dan metode analisa data. Penelitian adalah usaha untuk

menemukan. mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang

dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.24

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh

penulis adalah jenis penelitian pustaka (Library research),25 yakni

penelitian yang menitik beratkan pembahasan yang bersifat kepustakaan,

24Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), h. 4. 25 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.36.

Page 26: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

11

yang kajiannya dilakukan dengan cara menelusuri bahan-bahan pustaka

untuk mengupas tentang berbagai hal yang berkaitan dengan ghuluw

(berlebih-lebihan).

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu sumber primer

dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah al-

Qur’an al-Karim dan Tafsir al-Munir Karya Wahbah al-Zuhailî.

Kemudian sumber sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku,

artikel, serta karya-karya yang berisi informasi berkatian dengan ghuluw

dalam beragama.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menelaah berbagai sumber, seperti kitab tafsir, buku-buku dan artikel yang

berhubungan dengan penelitian ini. Setelah data terkumpul penulis

melakukan analisis data.

4. Analisis Data

Berikut adalah langkah-langkah analisis data yang penulis lakukan:

a. Membaca sumber primer dan sekunder.

b. Melacak kata-kata ghuluw yang ada pada tafsir al-Munîr dengan

menggunakan maktabah shamela.

c. Melakukan pengkodean.

d. Melakukan klasifikasi kata ghuluw. Kemudian menguraikan hasil

klasifikasi dengan menggunakan bahasa sendiri.

Page 27: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

12

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran dalam penulisan skipsi ini, penulis

menyusunnya dalam 5 bab, dimana antara bab satu dengan yang lainnya

merupakan suatu rangkaian yang berhubungan:

Bab I, terdiri dari pendahuan, yang berkisar tentang titik tekan

permasalahan yang menjadi objek kajian pada penelitian.Yang terdiri dari, latar

belakang, rumusan masalah, tujuan, kegunaan penelitian, daftar pustaka,

metode penelitian, dan di akhiri sistematika pembahasan.

Bab II, bab ini membahas tentang pandangan umum beragama dan

ghuluw dalam beragama, yang terdiri dari, penjelasan tentang agama,

pengertian ghuluw, kriteria ghuluw, bentuk-bentuk ghuluw, dan cara mengobati

dan solusi terhadap sifat ghuluw dalam agama.

Bab III, bab ini membahas tentang Wahbah al-Zuhailî dan Tafsirnya,

yang terdiri dari, biografi Wahbah al-Zuhailî, Karya-karya Wahbah al-Zuhailî,

dan Pemikiran Wahbah al-Zuhailî dan kitab Tafsir Al-Munîr.

Bab IV, bab ini membahas tentang tafsiran ghuluw dalam beragama,

yang terdiri dari ghuluw (berlebih-lebihan) Ahlu al-Kitab: kajian utama,

ghuluw (berlebih-lebihan) sebagai kajian pelengkap, dan pelajaran bagi kaum

muslim.

Bab V, bab ini adalah penutup dan kesimpulan. Bab ini menjawab

rumusan masalah penelitian ini dan memberikan rekomendasi serta saran untuk

penelitian lebih lanjut.

Page 28: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

13

BAB II

PANDANGAN UMUM BERAGAMA DAN GHULUW

Kelahiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw., diyakini oleh

umat Islam dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir

dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya

manusia menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang

seluas-luasnya. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia,

terdapat di dalam sumber ajarannya, al-Qur’an dan hadits, tampak sangat ideal dan

agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal

pikiran melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang

dalam memenuhi materi dan spiritual.1

Dalam buku metode al-Qur’an dalam mengatasi sikap berlebihan beragama

dijelaskan bahwa sesungguhnya agama Islam dengan Allah Swt mengutus Nabi

Muhammad Saw adalah pertengahan antara dua ujung, yakni antara sikap ghuluw

(berlebih-lebihan) dan sikap melalaikan, atau antara sikap melebihi batas dan sikap

meremehkan.2

A. Penjelasan Tentang Agama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah sistem atau

prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama

1 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 1. 2 Ahman bin Abdurrahma al-Qadhi, Metode Al-Qur’an Dalam Mengatasi Sikap Berlebihan

Beragama (Jakarta: Darul Haq, 2018), h. 4-5.

Page 29: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

14

Iainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan

kepercayaan tersebut.3

Ulama-ulama Islam menjelaskan bahwa agama adalah peraturan-peraturan

hidup yang datang dari Tuhan yang akan memimpin orang-orang yang berakal

dengan kemauan mereka sendiri, yang bertujuan untuk keselamatan hidup di dunia

dan akhirat.4

Dalam buku pendidikan agama Islam dikatakan bahwa Drs. Sidi Gazalba

(1991) mendefinisikan agama adalah kepercayaan pada hubungan manusia dengan

yang Kudus, dihayati sebagai hakikat yang gaib, hubungan yang menyatakan din

dalam bentuk serta sistem kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu. Kata

agama dalam bahasa Arab dan dalam aI-Qur’an disebut din yang diulang sebanyak

92 kali. Menunut asal usul kata (etimologi) mengandung pengertian menguasai,

ketaatan dan balasan. Sedangkan menurut istilah atau terminoligi, din diartikan

sebagai sekumpulan keyakinan, hukum dan norma yang akan mengantarkan

manusia kepada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.5

Agama merupakan pedoman hidup manusia. Setiap agama yang ada di muka

bumi memiliki maksud dan tujuan yang sama, yaitu menciptakan perdamaian dan

kebahagiaan pada makhluk hidup. Masyarakat beragama pada umumnya

memandang agama sebagai jalan hidup yang dipegang dan diwarisi turun-temurun

oleh masyarakat, agar hidup mereka menjadi tertib, damai, dan tidak kacau. Selain

3 Muslimin, Pendidikan Agama Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2014), h.5. 4 Mardaham al-Imam, Agama Yang Lurus/Benar (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), h. 10. 5 Wahyuddin, dkk., Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo,

2009), h. 12.

Page 30: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

15

itu. mereka juga meyakini agama sebagai kekuatan spiritual yang dapat memenuhi

keutuhan rohani manusia serta diharapkan mampu “berbicara” banyak dalam

menyelesaikan problem sosial, ekonomi, kemanusiaan, dan sebagainya. 6

Di dalam Al Qur’an ada dua terminologi agama, yaitu al-din, dan millah. Kata

al-din terulang sebanyak 96 kali yang tersebar pada 44 surat, sedangkan kata millah

sebanyak 15 kali yang tersebar pada 11 surat, kata al-din mempunyai banyak arti,

antara lain ketundukkan, ketaatan, perhitungan, balasan, agama juga berarti bahwa

seseorang bersikap tunduk dan taat serta akan diperhitungkan seluruh amalnya yang

atas dasar itu ia memperoleh balasan dan ganjaran.7

Al-Qur’an menggunakan kata din untuk menyebut semua jenis agama dan

kepercayaan kepada Tuhan, Secara bahasa, Al-din artinya taat, tunduk, dan berserah

diri. Adapun secara istilah berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan

diikuti (ditaati) baik berupa keyakinan, aturan, ibadah dan yang semacamnya, benar

ataupun salah8. Misalnya:

Artinya: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-Kâfirun

[109] : 6)

Millah adalah salah satu istilah dalam bahasa Arab untuk menunjukkan

agama. Istilah lainnya adalah din. Kedua istilah tersebut digunakan dalam konteks

6 Fatimah Usman, Wahdah al-Adyân (Yogyakarta: LKiS, 2006), h. 57. 7 Ismail dan Fahmi, “Internalitasasi Sikap Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini,” artikel di

akses pada 30 Juni 2018 dari http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/raudhatulathfal/article/view/

1473/1163, h. 8 8 Imam Aziz, Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2015), h. 25.

Page 31: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

16

yang berlainan. Millah digunakan ketika dihubungkan dengan nama Nabi yang

kepadanya agama itu diwahyukan dan din digunakan ketika dihubungkan dengan

salah satu agama, atau sifat agama, atau dihubungkan dengan Allah yang

mewahyukan agama itu. Dalam perbincangan sehari-hari seing digunakan istilah-

istilah millah Ibrahim, millah Ishaq dan sebagainya, atau din Islam, din haq, din

Allah dan sebagainya.9 Misalnya:

Artinya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang

yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh kami Telah memilihnyadi dunia

dan Sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh”.

(QS. Al-Baqarah [2]: 130).

Jika dilihat dari segi penerapan kata, kata millah tidak dirangkaikan kecuali

kepada para nabi dan kepada lafadz bermakna jama’ (suatu kaum atau umat), seperti

millah Ibrahim (agama Ibrahim), millah aba’i (agama nenek moyangku), dan

millatuhum (agama mereka, umat Yahûdi dan Nashrani). Adapun kata al-Din, bisa

dirangkaikan kepada lafadz Allah atau kepada individu, seperti: Din Allah, Din

Zaid, Dinî (agamaku), dan dinukum.10

B. Penjelasan Tentang Ghuluw

1. Pengertian Ghuluw

Secara bahasa, ghuluw berarti melampaui batas atau hal-hal yang

berlebihan.11 Di dalam Kamus al-Munawwir dijelaskan bahwa: “Berlebih-

lebihan atau melampaui batas itu yang berarti naik dan bertambah.12 Huruf

9 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan,

1992), h. 652. 10 Aziz, Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha, h. 26-31. 11 Munawwir, Kamus Al-Munawwir, h. 1015. 12 Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1090.

Page 32: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

17

dasar dari kosa kata ini dan bentuk-bentukannya berkisar pada satu makna yang

menunjukkan sikap melampaui batas dan ketetapan. Menurut Ibn Faris, “Huruf

dasar dari ghain, lam dan huruf illah yakni wawu, yang menunjukkan sesuatu

yang meninggi, melanggar dan melampaui batas”.13

Ibn Manzhur berkata, “Asal dari kata ghuluw adalah irtifa’ (tinggi atau

di atas), yaitu melebihi kadar yang telah ditentukan dalam segala sesuatu. Ibn

Faris berkata, “Huruf ghain, lam, dan huruf mu’tal merupakan unsur yang

shahih di dalam kata tersebut, ia menunjukkan kepada arti mendaki dan

melampaui kadar yang telah ditentukan, maka dikatakan, غل السعر ي غلو غلء

yang artinya, harga meninggi atau meningkat.14

Sedangkan ghuluw menurut istilah syara’ adalah perbuatan atau sikap

yang keterlaluan, berlebih-lebihan dalam memuliakan atau meninggikan

derajat seseorang sehingga ditempatkan pada kedudukan yang bukan

semestinya.15 Berlebih-lebihan atau melampaui batas yaitu menambah-nambah

dalam memuji sesuatu atau mencelanya melampaui kebenaran yang

sesungguhnya.16 Di dalam Lisanul Arab dijelaskan bahwa ghuluw adalah

model atau tipe keberagamaan yang mengakibatkan seseorang melenceng dari

agama tersebut.17

13Abdurrahman bin Mu’alla Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam (Jakarta: Darul

Falah, 2003), h. 29. 14Ahmad bin Abdurrahman al-Qadhi, Metode Al-Qur’an Dalam Mengatasi Sikap Berlebihan

Dalam Beragama (Jakarta: Darul Haq. 2018), cet 1, h. 9. 15 Mansur Said, Bahaya Syirik dalam Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), h. 97. 16 Qamaruddin Saleh, Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an (Bandung: Diponegoro,

2002), h. 171. 17 Ibnu Manzur, Lisanul Arab (Bairut: Dar al Ihya Turath al-‘Arabi, 1985), vol. 5, h. 131.

Page 33: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

18

Menurut Syaikhul-islam Ibn Taimiyah dan Syaikh Sulaiman bin

Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab, ghuluw adalah melampaui batas

dengan cara memberi tambahan terhadap tambahan terhadap sesuatu, pujian

celaan terhadapnya, terhadap sesuatu yang menjadi haknya atau yang serupa

dengan itu.18

Ibn Hajar berkata dalam kitab Fath al-Bari, yang dimaksud dengan sikap

ghuluw adalah berlebih-lebihan dalam sesuatu dan bersusah-susah pada

perkara itu dengan melampaui batas, dan hal ini mengandung pengertian terlalu

memperdalam atau menyelami.19 Jadi ghuluw adalah suatu perkara di dalam

beragama yang melampaui apa yang dikehendaki oleh syari’at, baik dalam

keyakinan, maupun amalan.

2. Kata lain yang Semakna dengan ghuluw

Menurut sebagian ulama, selain kata ghuluw dalam al-Qur’an untuk

mengungkapkan makna berlebihan dalam agama ada beberapa istilah yaitu:

tatharruf ,ifrath, Tasyaddud, dan al-anafu, namun istilah ghuluw ini dipandang

lebih tepat.

a. Al-Tatharruf

Tatharruf dalam bahasa Arab modern yang menunjuk pada kata

berlebih-lebihan. Lafadz tatharruf merupakan bentuk kata kerja dari kata

tharf. Al-Tatharruf, menurut etimologis bahasa Arab bermakna berdiri di

tepi, jauh dari tengah. Dalam bahasa Arab awalnya digunakan untuk hal

18 Al-Luwâihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h. 46. 19 Al-Qadhi, Metode Al-Qur’an, h. 9.

Page 34: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

19

yang materi, misalnya dalam berdiri, duduk atau berjalan. Lalu kemudian

digunakan juga pada yang abstrak seperti sikap menepi dalam beragama,

pikiran atau kelakuan.20 Jadi tatharruf merupakan melampaui batas dari

yang sebenarnya21.

b. Al-Ifrât

Ifrât secara bahasa berarti, “Hal yang melampaui batas.22 Sedangkan

menurut istilah adalah melampaui batas dalam beribadah dan beramal tanpa

ilmu.23

c. Al-Isrâf

Isrâf secara umum mengandung arti melebihi batas dari

kewajarannya. Kata isrâf berasal dari akar kata اسرافا -يسرف-سرف yang

berarti berlebihan-lebihan atau melampaui batas24 atau sikap berlebih-

lebihan dalam sesuatu.25

d. Al-Tanaththu’

Makna kata dasarnya berkisaran pada pengertian terhampar dan saling

bersentuhan. Ibn Faris mengatakan, “Materi nun, tha’ dan ‘ain merupakan

kata dasar yang menunjukkan makna terhadap pada sesuatu menyentuhnya,

termaksuk kata an-nitha’u, dan an-natha’u, yang artinya terhampar. Makna

dasar at-tanaththu’ berarti penuturan yang dibuat-buat, yang diambil dari

20 Al -Luwâihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h. 29. 21Abud bin Alî bin Dâr’, Berlebih-lebihan Dalam Agama. penerjemah Rusli, Rizal (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2002), h. 17. 22 Munawwir, Kamus al-Munawwir, h. 1047 23 Muhammad Umar al-Sewed, “Sikap Tengah Ahl Sunnah diantara Ifrath dan Tafrith,”

Salafy, no. 6, t.t., VI, h.10. 24 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzuriyyah,

1989), h. 168. 25 M. Iqbal Dawami, Kamus Istilah Populer Islam: Kata-kata Yang Paling Sering Digunakan

di Dunia Islam (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 94.

Page 35: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

20

an-natha’u, yaitu langit-langit mulut yang terlihat ketika seseorang sedang

berbicara dengan membuka mulutnya lebar-lebar. Kemudian kata ini

dipergunakan untuk segala sesuatu yang dibuat-buat, baik perkataan

maupun perbuatan.26

e. Al-Tasyaddud

Huruf dasar kata dari kata ini berkisaran pada makna “kekuatan atau

kekerasan”. Huruf syin dan dal merupakan kata dasar yang menunjukkan

kekuatan pada sesuatu. Asy-Syiddah merupakan ism dari al-isytidad, yang

juga dapat terbentuk menjadi kata asy-syadid wal-mutasyaddid. Kata

syadda masyaddatan, artinya menyerang. Dalam hadits disebutkan,

“Tidaklah seseorang menyerang agama melainkan agama itu yang akan

mengalahkannya”. Al-Masyaddah berarti menunjukkan serangan dan

kekuatan. Al-Mayaddad fisy-syai’I, berarti pengerasannya.27

f. Al-Anafu

Huruf ‘ain, nun, dan wawu merupakan dasar yang menunjukkan

kebalikan dan kelembutan. Jika dikatakan, “I’tanafal-amru” artinya

menyerang dan perlakuan yang keras lagi keras. Anufa unufan fahuwa

anifun, kata ini juga diperuntukkan bagi orang yang tidak bias menunggang

kuda dengan luwes.28

Dengan memperhatian lafadz-lafadz ini kita bisa mendapatkan kemiripan

antara lafadz ghuluw, ifrath, isrâf dan tatharruf. Makna ketiganya sama.

Adapun untuk lafadz-lafadz lain seperti at-tanaththu’, at-tasyaddud dan al-

26Al-Qadhi, Metode Al-Qur’an, h. 30. 27Al-Qadhi, Metode Al-Qur’an, h. 31. 28 Al-Qadhi, Metode Al-Qur’an, h. 31.

Page 36: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

21

anafu, maka itu didudukkan sebagai sifat dan fenomena ghuluw, dengan

gambaran sebagai berikut:

a. Ahli ghuluw tercermin dalam pelaksanaan agamanya secara keras.

b. Tercermin dalam pelakuannya yang keras terhadap orang lain.

c. Tercermin dalam kedalamannya yang dibuat-buat dalam aktivitas

agamanya. 29

3. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sikap melampaui batas

dalam beragama

Ghuluw tidak lahir secara tiba-tiba dan spontan, tetapi kemunculannya

dibantu oleh beberapa faktor. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan

seseorang atau kelompok melenceng dari jalan yang lurus dan jauh dari manhaj

yang benar yang telah dibawa Rasulullah saw. dan manhaj para sahabat dan

tabi’in setelah mereka. Diantara faktor-faktor itu, terdapat faktor yang bersifat

eksternal dan internal, yaitu:

a. Faktor-faktor eksternal

1) Semakin meluasnya wilayah-wilayah kekuasaan Islam dan bercampur

baurnya kaum muslimin dengan umat-umat lainnya. Keadaan seperti in

menyebabkan syariat Islam bercampur dengan kebudayaan dan

peradaban umat-umat lain.

2) Banyaknya penganut agama lain yang masuk Islam, sementara

pemikiran mereka belum sepenuhnya bersih dari ideoologi lama.

3) Masuknya para misionaris dari umat Yahudi, Majusi dan dan penganut

agama-agama sesat lainnya ke dalam Islam dengan tujuan untuk

29 Al-Qadhi, Metode Al-Qur’an, h.31.

Page 37: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

22

melakukan tipu daya, dan mereka berambisi untuk menghancurkan

Islam lalu menganggapnya sebagai agama sesat. Di antara beberapa

contohnya adalah sebagai berikut:

a) Abdullah bin Saba’, seorang Yahûdi di masa Khalifah Usman bin

Affan. la berusaha mengembangkan di seluruh Khalifah Islamiyah

pemikiran yang melampaui batas terhadap Ali bin Abi Thalib

dengan menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib adalab wasiat Allah

hingga akhirnya kepada pengakuan bahwa Ali adalah Tuhan.

b) Basyar al-Murisy, seorang Yahûdi yang menyatakan bahwa al-

Qur’an adalah makhluk dan memiliki peran yang besar untuk

meniadakan sifat-sifat Tuhan.30

b. Faktor-faktor internal

Faktor-faktor internal adalah faktor yang paling penting, apalagi

faktor-faktor internal adalah faktor yang berkaitan erat dengan sikap

melampaui batas. Faktor-faktor internal ini terbagi menjadi dua, yaitu fktor-

faktor yang bersifat umum dan khusus.

Faktor-faktor internal yang bersifat umum, yaitu:

1) Berbuat bid’ah.

2) Kebodohan.

3) Mengikuti hawa nafsu.

4) Mengutamakan akal dari pada nash.

5) Fanatik, mengikuti dengan membabi buta mengikuti kebiasaan yang

telah ada.

30 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, h. 86-87.

Page 38: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

23

6) Melemparkan tuduhan buruk kepada orang-orang dari golongan Ahli

Sunnah Wal Jama’ah.

Sedangkan faktor internal khusus, ringkasnya adalah menentang

atas bertentangan dengan manhaj Ahli Sunnah Wal Jama’ah dalam

pandangan dan pembuktian.31

Muhammad al-Zuhaili dalam bukunya Moderat dalam Islam, sikap

ghuluw (berlebih-lebihan) dalam beragama itu paling tidak karena dua faktor.

Pertama, terlalu semangat/ tamak beragama, tetapi minim ilmu. Orang yang

semangat tadi beranggapan bahwa jalan yang ia tempuh adalah, jalan yang

benar, sarana satu-satunya, dan sarana yang kokoh untuk meraih apa yang ada

di sisi Allah. Dia beranggapan bahwa orang di luar diri dan golongannya

kurang atau berada dibawahnya dalam hal beramal.Sikap beragama ini tidak

dilandasi dengan ilmu yang memadai dan sikap bijaksana maka yang akan

timbul adalah sikap ekstrem. Kedua, dosa dan kesalahan. Dosa dan kesalahan

masa lalu akan menjadi pendorong sikap berlebih-lebihan dalamberagama

karena perasaan khawatir terhadap masa lalu yang kelam. Juga khawatir

terhadap akibat-akibat dari dosa dan amalan-amalan buruk yang telah

dilakukannya. Kekhawatiran dan penyesalan akan dosa-dosa itu kemudian

diikuti dengan usaha menghapus dosa dalam waktu cepat. Karena terlalu

tergesa-gesa dengan harapan dosa agar cepat terhapus, mereka keliru

menemukan jalan yang normal. Mereka berusaha membuat tambahan dalam

agama, bersikap kaku dalam menjalankan hukum-hukum, keras dalam

31 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, h. 88.

Page 39: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

24

beribadah, dan melewati batasan yang telah digariskan dalam menjalankan

hukum dan ajaran agama. 32

4. Tabiat ghuluw dalam kehidupan orang-orang Muslim kontemporer

Memahami tabiat ghuluw pada zaman sekarang termasuk sisi yang

penting dalam membantu mencairkan solusi untuk masalah ghuluw. Beberapa

poin terpenting yang dapat menjelaskan tabiat ghuluw dalam agama di tengah

kehidupan orang-orang muslim pada zaman sekarang, yaitu:

a. Permasalahan ini merupakan reaksi dari perbuatan yang salah, baik

menurut hakikat permasalahannya maupun menurut anggapan orang yang

ghuluw, sehingga hal itu menjadi lahan yang subur untuk menunjang

tumbuhnya ghuluw.

b. Jika permasalahan ini dilihat dari sisi waktu, maka ada dua sisi ghuluw:

1) Sisi individual, yang biasanya merupakan ghuluw temporal, yang

mudah berakhir karena kembali kepada As Sunnah atau obyektivitas,

atau justru kepada bid’ah dan pengabaian.

2) Sisi komunal atau keberadaan ghuluw di tengah umat. Ini merupakan

permasalahan yang senantiasa ada yang hampir mewarnai setiap zaman,

tapi ia dapat menyempit dan meluas tergantung kepada berbagai faktor

dan sebab yang menunjang.

c. Permasalahan ini mempunyai cakupan yang luas. Ia merupakan problem

syar’iyah, politis, sosial dan juga keamanan. Islam merupakan agama yang

universal. Memahami masalah ini dari sisi keamanan saja, akan

menimbulkan celah yang berbahaya.

32 Muhammad al-Zuhaili, Moderat dalam Islam (Jakarta: Akbar Media, 2012), h. 27.

Page 40: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

25

d. Ini merupakan problem internasional, karena setiap negara Islam

mengeluh karena problem ini, tanpa harus melihat kebenaran keluhan

tersebut.

e. Ini merupakan problem internal di setiap negara dan bukan merupakan

problem yang menyusup. Ia muncul dari dalam masyarakat Islam sendiri.

f. Ini merupakan problem individual jika kita melihat ke sisi ghuluw juz’y

amaly, tapi ia merupakan problem sosial jika kita melihatnya dari sisi

ghuluw kully i’tiqady.33

5. Kriteria Ghuluw

Memungkinkan bagi kita untuk mencari kejelasan beberapa ciri ghuluw

dalam lingkup berbagai nash syariat dan macam-macamnya menurut

kaitannya, yaitu sebagai berikut:

a. Ghuluw yang berkaitan dengan pemahaman berbagai nash, yang dilakukan

dengan salah satu dari dua perkara berikut:

1) Menafsiri nash dengan suatu penafsiran yang diperkeras, sehingga

bertentangan dengan sifat syariat secara umum dan tujuan-tujuannya

yang frundamental, sehingga terjadilah perlakuan yang keras terhadap

diri sendiri dan juga terhadap orang lain.

2) Memaksakan pendalaman terhadap makna-makna ayat padahal tidak

seperti itu kewajiban yang dibebankan kepada Muslim. Karena terlalu

semangat membebani kewajiban terhadap diri sendiri inilah yang

menjadi pemicu munculnya semua golongan atau setidaknya

mayoritas golongan.

33Abdurrahman bin Mu’alla Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h.443-444.

Page 41: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

26

b. Ghuluw yang berkaitan dengan hukum-hukum, yang dilakukan dengan

salah satu di antara dua hal:

1) Mewajibkan kepada diri sendiri atau orang lain dengan sesuatu yang

tidak diwajibkan Allah, berupa ibadah dan ritual. Padahal untuk

kewajiban yang ditetapkan adalah kemampuan perorangan. Jika

kewajiban itu melampaui kemampuan, meskipun berupa pengalaman

sesuatu yang disyariatkan, maka tetap saja itu dianggap sebagai

ghuluw.

2) Mengharamkan hal-hal baik yang dihalalkan Allah, dengan maksud

sebagai ibadah.

3) Meninggalkan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak atau sebagian di

antaranya, seperti: makan, minum, tidur atau menikah. Meninggalkan

hal-hal ini dianggap sebagai ghuluw.

c. Ghuluw yang berkaitan dengan sikap terhadap orang lain, seperti sikap

seseorang terhadap orang lain yang terlalu memuji, sampai-sampai

menempatkan orang yang dipujinya hingga kederajat ishmah (terlindung

dari kesalahan). Sementara terhadap orang lain dia menjadikan dirinya

sebagai yang kelewatan, sehingga dia menuduhnya dengan tuduhan kafir

dan murtad dari agama, padahal orang yang dituduh itu termasuk pemeluk

Islam.34

Sifat atau ciri pertama dari golongan yang selalu bersikap melampaui

batas, kasar dan melakukan teror dalam mencapai tujuan mereka adalah

disebabkan tidak adanya pemahaman mereka tentang al-Qur’an. Hal ini telah

34 Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h. 47-49.

Page 42: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

27

disinyalir Rasulullah saw. dalam sabda beliau yang berbunyi, “ Mereka

membaca al-Qur’an hanya sampai di tenggorokan mereka.” Artinya mereka

adalah termasuk orang-orang yang membaca al-Qur’an, akan tetapi mereka

tidak memahami apa yang mereka baca, mereka juga tidak tahu maksud dan

tujuan dari apa yang mereka baca.35

Sifat atau ciri kedua dari golongan yang bersikap berlebih-lebihan, kasar

dan melakukan teror adalah mengkafirkan dan menghalalkan darah siapa saja

yang bertentangan dengan mereka, walaupun pertentangan itu datang dari

kaum muslimin. Menghalalkan darah orang-orang yang bertentangan dengan

mereka dari golongan kaum muslimin merupakan salah satu akibat dari sikap

melampaui batas, berlebih-lebihan dan perbuatan bid’ah yang mereka lakukan.

Mereka berpendapat bahwa orang yang tidak sependapat dengan mereka telah

keluar dari agama mereka, maka sikap fanatik mereka telah menyebabkan

mereka keluar dari agama Islam, dan ini adalah keadaan orang yang melakukan

bid’ah di setap zaman dan tempat.36

Dalam sebuah tesis yang ditulis A’raf Saefuddin, menjelaskan bahwa

Yusuf al-Qardawi menyatakan bahwa kelompok-kelompok yang bersilkap

ghuluw secara umum (akidah dan praktik amalan) mempunyai beberapa ciri,

diantaranya adalah:

a. Fanatik terhadap salah satu pandangan. Sikap fanatik ini mengakibatkan

seorang akan menutup diri dan pendapat kelompok lain dan menyatakan

bahwa pandanganlah yang paling benar dan yang lain adalah salah. Padahal

35 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, (Jakarta: Pustaka Azzaam, 2002), h. 18. 36 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, tej. Rusli, Rizal ,h. 19-20.

Page 43: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

28

para salaf al-saleh sepakat menyatakan bahwa setiap orang diambil dan

ditinggalkan pandangannya kecuali Rasulullah saw.

b. Cendenung mempersulit. Secara pribadi boleh saja seseorang beribadah

tidak menggunakan keringanan padahal itu dibolehkan. Akan tetapi kurang

bijak apabila mengharuskan orang lain mengikutinya. Padahal kondisi dan

situasi orang lain berbeda atau tidak memungkinkan. Misalnya Rasululllah

secara pribadi adalah orang yang paling kuat beribadah, namun manakala ia

mengimani salat di masjid maka beliau mempenhatikan kondisi jamaah

dengan memperpendek bacaan.

c. Suka mengkafirkan orang lain. Sikap ghuluw paling berbahaya adalah

sampai pada tingkat mengkaf’irkan orang lain, bahkan menghalalkan

darahnya. Inilah yang pernah terjadi pada golongan khawanij. Pandangan

inilah yang mengakibatkan terbunubnya dua orang khalifah: Utsman bin

Affan dan Ali bin Abi Thalib. Apa yang dilakukan kelompok khawarij saat

ini juga banyak kita temukan yaitu dengan mengkaflrkan para penguasa di

negara-negara muslim dengan alasan tidak menerapkan hukum tuhan.

Bahkan mengkafirkan ulama yang tidak mengkafirkan penguasa tersebut.

Padahal sesuai dengan ajaran Nabi seseorang tidak boleh dengan mudah

mengkafirkan seseorang sebab dapat berimplikasi hukum yang panjang

seperti, darahnya sudah menjadi halal, dipisah dari istrinya, tidak saling

mewanisi dan sebagainya.37

37A’raf Saefuddin, “Al-Guluw Dalam Al-Kutub Al-Tis’ah; Studi Kritis Terhadap

Keberagamaan Islam Kontemporer,” (Tesis S2 Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Islam Negeri

Alauddin Makasar, 2017), h. 207-208.

Page 44: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

29

Adapun batasan-batasan suatu pemahaman maupun sikap dapat

dikategorikan sebagai bentuk ghuluw di antaranya:

a. Pembatasan pengertian ghuluw harus didasarkan kepada al-Qur’an dan

sunah. Dalam artian, untuk menghukumi sebuah sikap merupakan ghuluw

hendaklah berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan sunah bukan berdasarkan

hawa nafsu, prasangka apalagi kepentingan musuh-musuh agama.

b. Ghuluw dalam kehidupan kontemporer merupakan realitas yang tidak

perlu dipungkiri. Hal ini dapat disebabkan oleh fanatisme buta dan

sempitnya wawasan. Oleh sebab itu, setiap sesuatu haruslah dipandang

secara integral dan berdasarkan ilmu agar menghasilkan pandangan yang

tengah seimbang dan moderat. Tidak terjerumus dalam ifrât

(menyempitkan) maupun sebaliknya tafrît (meremehkan).

c. Kondisi agama seseorang dan masyarakat sekitarnya, kuat dan lemahnya

kondisi tersebut mempunyai pengaruh untuk menghukumi seseorang

sebagai pelaku ghuluw, setengah ghuluw atau sama sekali tidak. Sebab,

barang siapa yang berpegang teguh terhadap agama dan hidup ditengah

masyarakat yang memiliki komitmen tinggi terhadap agama, maka

perasaannya langsung bangkit jika mendapati sebuah kemungkaran atau

pengabaian dalam pene-gakkan hukum-hukum syariat. Sementara orang

yang tidak ambil pusing dan hidup ditengah masyarakat yang acuh tak

acuh terhadap agama, maka perasaannya menjadi kebal, tidak melihat

suatu dosa sebagai sebuah kesalahan namun disisi lain ia melihat

komitmen seseorang terhadap agamanya sebagai sebuah ghuluw atau sikap

ekstrem (berlebihan).

Page 45: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

30

d. Menghukumi sesuatu sebagai ghuluw terhadap seseorang atau penafiannya

berbeda-beda menurut kondisi dan lingkungan. Melawan penguasa zalim

yang memusuhi Islam mungkin dianggap jihad. Hal ini terjadi jika

penguasa yang diperangi itu melakukan kekufuran yang nyata, lengkap

dengan bukti-buktinya. Tapi memungkinkan juga disebut ghuluw jika

penguasa yang hendak diperangi itu tidak melakukan kekufuran dan juga

tidak ada bukti atas kekufurannya. Semua ini tergantung kepada perbedaan

kondisi dan situasi.38

6. Bentuk-bentuk Ghuluw

Ghuluw (sikap melampaui batas atau berlebihan) tidak hanya satu jenis

saja akan tetapi bermacam-macam, tergantung pengaitannya terhadap

perbuatan-perbuatan hamba, akan tetapi secara umum dibedakan menjadi dua

jenis :

a. I’tiqady (keyakinan atau akidah)

b. Amaly (yang berhubungan dengan mu’amalat)39

Dua jenis ghuluw ini, dapat membantu untuk memahami hakikat ghuluw

menurut syariat dan pembatasan pengertiannya. Inilah penjelasan global dari

dua jenis ghuluw.40

a. Ghuluw Kully I’tiqady

Yang dimaksud dengan ghuluw kully i’tiqady adalah ghuluw yang

berkaitan dengan totalitas syariat Islam dan induk-induk permasalahnya.

Adapun yang dimaksud dengan I’tiqady adalah yang berkaitan dengan

38Sihabuddin Afroni, Makna Ghuluw Dalam Islam; Benih Ekstremisme Beragama,

Wawasan, no. 1 (Januari 2016), h. 71. 39 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, h. 67. 40 Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h. 37.

Page 46: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

31

masalah keyakinan, yang berarti terbatas pada sisi keyakinan namun

kemudian mengimbas ke amal Jawarih. Contoh ghuluw kully i’tiqady ini

banyak sekali, diantaranya adalah ghuluw terhadap para imam dan anggapan

bahwa para imam itu terjadi kesalahan apa pun, atau ghuluw dalam

memisahkan diri dari suatu komunitas manusia dalam melakukan

kedurhakaan, yang disertai dengan pengafiran terhadap anggota-

anggotanya.41

b. Ghuluw juz’y amaly

Yang dimaksud dengan juz’y adalah yang berkaitan dengan satu

perkara parsial atau lebih dari berbagai perkara parsial dalam syariat Islam.

Adapun yang dimaksud dengan amaly adalah yang berkaitan dengan bab

amaliyah, yang dibatasi pada sisi perbuatan semata, baik yang berupa

perkataan dengan lisan atau perbuatan dengan anggota tubuh. Jadi yang

dimaksud amaly adalah berupa amalan murni, bukan yang dihasilkan oleh

keyakinan yang rusak. Contoh adalah Orang yang mengerjakan salat

semalaman suntuk dianggap orang yang ghuluw dalam segi amalan. Dan

orang yang tidak mau datang ke masjid orang-orang Muslim karena

menganggapnya sama dengan masjid dhirar dianggap sebagai orang yang

ghuluw dari segi keyakinan.42

7. Cara Mengobati dan Solusi Terhadap Sifat Ghuluw dalam Agama

Syekh Ali bin Abd al-Aziz bin Ali Syibl menjelaskan dalam karyanya

manhaj al-wasatiyah wa atsaruhu fi ilaj al-ghuluw” bahwa cara pertama

41Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h. 37. 42 Al-Luwaihiq, Ghuluw Benalu Dalam Ber-Islam, h. 43.

Page 47: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

32

dalam mengobati sifat ghuluw ini yaitu dengan cara berpegang teguh pada al-

Qur’an dan sunnah yang sahih dalam perbuatan, perkataan dan keyakinan di

dalam berbagai aspek kehidupan. Kedua, dengan cara mengikuti manhaj para

sahabat karena mereka merupakan generasi terbaik, akan tetapi agar bisa

menguasai dan mengaplikasikan kedua hal tersebut maka dibutuhkan langkah-

langkah sebagai berikut:

a) Menuntut ilmu agama dengan niat mengangkat kebodohan.

b) Berusaha mengikuti manhaj yang benar dengan melihat atsar para ulama

salaf yang saleh dengan ketentuan yang sesuai berdasarkan kaidah-kaidah

syariat.

c) Mengajarkan Islam dan menasehati sesama umat muslim dengan penuh

hikmah tanpa disertai dengan penekanan.

d) Berusaha mendidik dan membangun keimanan kita dengan metode

Qur’ani yaitu metode yang digunakan Nabi pada sahabat-sahabatnya

sewaktu muncul benih-benih ghuluw.

e) Menghindari majlis hiwa’i yang tidak menjadikan al-Qur’an dan sunnah

sebagai persatuan mufakat.

f) Menghindari ta’assub al-mazmu’in atau fanatik yang tercela terhadap

pandangan dan perkataan aimmah.

g) Diperlukan pergerakan ulama untuk turun ke lapangan agar masyarakat

tidak mengalami kebodohan dalam agama. Para ulama dalam hal ini

diibaratkan sebagai lampu yang memberikan cahaya dan menuntun

masyarakat ke arah jalan yang benar.43

43 Ali bin Abd al-Aziz bin Ali al-Syibl, Manhaj al-wasatiyah wa atsaruh fi ilaj al-ghuluw

(Riyad: Dâr al-Syibli, 1996 ), h. 14-16

Page 48: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

33

Solusi terhadap sifat ghuluw yaitu: pertama, selalu berpegang teguh

terhadap al-Qur’an dan sunnah. Yaitu berpegang teguh terhadap jalan yang

telah ditetapkan oleh Allah, melalui para Rasul-Nya, karena dengan

kembalinya seorang muslim kepada jalan Allah yaitu al-Qur’an dan sunnah,

maka ia tidak akan melenceng dari kesesatan, dan setiap masalah yang datang

pasti ada jalan keluarnya apabila ia selalu mendekatkan diri kepada Allah,

sebagaimana firman Allah44:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan

janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu

ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah

mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-

orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu

Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan

ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”.

Cara Kedua, yaitu meluruskan akidah dan kembali kepada akidah

Salafus-Salih (syariat Islam), yaitu kelompok Ahlul Sunnah wal Jama’ah.

Karena akidah merupakan pilar utama agama Islam, dan merupakan landasan

utama yang berdiri di atas seluruh cabang-cabang, serta merupakan jalan untuk

menuju kebahagian dan kemenangan manusia dalam kehidupan dunia dan

akhirat.45

44 Yusuf Qardhawi, Islam Ekstrem (Bandung: Mizan, 1985), h. 122. 45 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, h. 287-288.

Page 49: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

34

Cara Ketiga, menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber

hukum. Keempat, ikhlas kepada Allah dan menjadikan Rasulullah saw sebagai

satu-satunya sosok yang harus diteladani. Kelima, menuntut ilmu syariat dan

berusaha untuk memahami agama. Keenam, mencari kebenaran dan mengikuti

dalil serta bersikap konsisten terhadap semua.46

Berdasakan penjelasan yang telah dipaparkan oleh penulis di atas, dapat

diambil sebuah kesimpulan bahwa manusia membutuhkan agama dalam

kehidupannya yang berfungsi sebagai pegangan hidup baik di dunia maupun di

akhirat. Sedangakan sikap ghuluw merupakan suatu perkara dalam beragama yang

melampaui apa yang dikehendaki oleh syariat baik dalam hal keyakinan maupun

amalan.

46 Ali bin Dar’, Berlebih-lebihan Dalam Agama, h. 287.

Page 50: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

35

BAB III

WAHBAH AL-ZUHAILÎ DAN TAFSIRNYA

Salah satu penafsir kontemporer yang mencoba memadukan kedua sumber

penafsiran tersebut adalah al-Tafsîr al-Munîr karya Wahbah al-Zuhailî.

Penafsiran tersebut mendekati sari kandungan al-Quran, dari sudut tafsir klasik

yang banyak menjadikan al-Ma’tsûr sebagai sumbernya dan dari sudut modern

serta kontemporer yang banyak menjadikan ra’yu sebagai sumbernya.1 Oleh

sebab itu, pada bab ini penulis mencoba mengupas kitab al-Tafsîr al-Munîr

dengan terlebih dahulu menelusuri secara singkat biografi kehidupan penulis,

perjalanan intelektualnya dan metode dalam kitab tafsirnya serta segala sesuatu

yang terkait dengannya.

A. Biografi Wahbah Al-Zuhailî

1. Latar Belakang Kehidupan

Nama lengkap al-Zuhailî adalah Wahbah bin Syaikh Mustafâ al-

Zuhailî.2 Beliau dilahirkan di daerah Dair ‘Athiyah, tepatnya di daerah

Qalmun, Damaskus, di Syiria, pada tanggal 6 Maret tahun 1932 M/ 1351 H.

al-Zuhailî berasal dari kalangan yang religius, ayahnya bernama Mustafâ al-

Zuhailî terkenal dengan keṣalihan dan ketakwaannya selain hafal al-Qur’an,

beliau juga bekerja sebagai petani dan senantiasa mendorong putra-putranya

1 Ainol, “Metode Penafsiran Al-Zuhailî dalam Al-Tafsîr Al-Munîr,” Mutawatir, vol. 1 no. 2

(Desember 2012), h. 143 2 A. Husnul Hakim Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir; Kumpulan kitab-kitab Tafir dari

Masa Klasik sampai Masa Kontemporer (Depok: Lingkar Studi al-Qur’an, 2013), h. 227.

Page 51: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

36

untuk menuntut ilmu.3 Sedangkan ibunya bernama Hajjah Fâtimah binti

Muṣṭafâ Sa’adah. Seorang wanita yang memiliki sifat warak dan teguh dalam

menjalankan syariat agama. Wahbah al-Zuhailî adalah seorang tokoh di dunia

pengetahuan, selain terkenal di bidang fikih beliau juga seorang ahii tafsir.

Hampir dan seluruh waktunya semata-mata hanya difokuskan untuk

mengembangkan bidang keilmuan. Beliau adalah ulama yang hidup diabad ke -

20 yang sejajar dengan tokoh-tokoh lainya. seperti Thahir ibn Asyur, Said

Hawwa. Sayyid Qutub, Muhammad Abû Zahrah, Mahmud Syaltut. Alî

Muhammad al Khafif. Abdul Ghani, Abdul Khaiiq, dan Muhammad Salam

Madkur.4 Al-Zuhailî di daerah Syam, sangat dikenal baik sebagai ulama

maupun cendekiawan muslim, beliau juga seorang hafiẕ al-Qur’an.5

Wahbah al-Zuhailî menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 8

Agustus 2015 M. Dunia Islam berdukacita karena kehilangan seorang ulama

kontemporer panutan dunia. Wahbah al-Zuhailî berpulang ke rahmatullâh

pada usia 83 tahun.6

2. Pendidikan

Atas dorongan serta bimbingan dari ayahnya, sejak kecil Wahbah al-

Zuhailî telah mengenal dasar-dasar keIslaman. Setelah beliau berusia 7 tahun,

beliau memulai pendidikannya dengan bersekolah di desanya sampai tahun

3 Faizah Ali Syibromalisi, dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern

(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) h. 163. 4 Lisa Rahayu, “Makna Qaulana dalam Al-Qur’an: Tinjauan Tafsir Tematik Menurut

Wahbah Al-Zuḥailî ,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif

Kasim Riau, 2010), h. 18. 5 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab, h. 227. 6 Baihaki, “Studi Kitab Tafsir Al-Munir Karya Wahbah al-Zuhailîdan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama,” Analisis xvi, no. 1 (Juni 2016), h. 130

Page 52: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

37

1946.7 Beliau melanjutkan pendidikannya ke tinggat menengah di Damaskus8,

kemudian beliau menyelesaikan pendidikannya tinggat ‘aliyah pada tahun

1953. Setelah lulus sekolah menengah, beliau melanjutkan pendidikannya di

Universitas Al-Azhar Kairo, jurusan Syariah hingga beliau mendapat gelar

sarjana S-1 dari fakultas Syariah, pada tahun 19569 dan fakultas hukum di

Universitas’Ain Syam pada tahun 1957.

Pada tahun 1959, beliau melanjutkan pendidikannya tingkat magister di

bidang hukum di Universitas Kairo, kemudian beliau memperoleh gelar Doktor

pada fakultas Syari’ah Al-Alhar pada tahun 1963. Setelah Wahbah al-

Zuhailîberhasil menyelesaikan pendidikannya, beliau diangkat menjadi dosen

dan kemudian menjabat sebagai wakil dekan fakultas Syariah, Universitas

Syiria. Setelah jabatan dekan berakhir, beliau diangkat menjadi ketua Jurusan

Fikih Islam dan madzhab, beliau memengang jabatan ini selama lebih dari 7

tahun. Akhirnya, al-Zuhailî menjadi seorang ahli fikih, tafsir dan studi-studi

Islam, dan beliau bermadzhab Hanafi.10

Dalam menuntut ilmu Wahbah al-Zuhailî mendatangi ulama’ besar

dalam berguru, adapun guru-gurunya adalah Muhammad Hashim al-Khatib al-

Syafie (w. 1958 M), seorang khatib di Masjid Umawi. Beliau belajar darinya

fikih al-Syafie, kemudian beliau mempelajari ilmu fikih dari Abdul Ralak al-

Hamasi (w. 1969 M), ilmu Hadits dari Mahmud Yasin (w. 1948 M), beliau

menguasai ilmu Faraidh dan ilmu wakaf dari Judad al-Mardini (w. 1957),

belajar ilmu Tafsir dari Hassab Habnakah al-Midani (w. 1978 M), mempelajari

7 Rahayu, “Makna Qaulana dalam Al-Qur’an,” h. 19. 8 Syibromalisi dan Azizy, Membahas Kitab Tafir Klasik-Modern, h. 163 9 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, h. 227. 10 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, h. 227.

Page 53: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

38

ilmu Bahasa Arab dari Muhammad Ṣaleh Farfur (w. 1986 M), belajar ilmu

Ushul Fiqh dan Mustahah Hadits dari Muhammad Luṭfi al-Fayumi (w. 1990

M), beliau mempelajari ilmu Akidah dan Kalam dari Mahmud al-Rankusi.

Selama Al-Zuḥaili di Mesir beliau berguru kepada Muhammad Abu Zuhrah

(w. 1395 M), Mahmud Shaltut (w. 1963 M), Ali Muhammad Khafif (w. 1978

M) dan Abdul Ghani Abdul Khaliq (w. 1983 M).11

3. Karir Intelektual

Wahbah al-Zuhailî memulai karir akademiknya ketika beliau diangkat

sebagai tenaga pengajar pada tahun 1963 M, di Fakultas Syariah Universitas

Damaskus dan secara berturut-turut beliau menjabat sebagai ketua Jurusan

Fiqh al-Islami wa Madzhabihi, wakil dekan, kemudian Dekan Fakultas yang

sama. Setelah beliau mengabdi selama lebih dari tujuh tahun dan beliau dikenal

sebagai pakar dalam bidang Fikih, Tafsir, dan Dirasah Islamiyah.12

Karir pertama al-Zuhailî dalam bidang intelektual dimulai di Universitas

Damaskus, beliau diangkat menjadi guru besar sejak 1975 M. Beliau

memberikan kuliah di Fakultas Syariah dan ilmu Hukum, dan memfokuskan

pada kajian Hukum Islam, Filsafat Hukum Islam dan Perbandingan Sistem

Hukum. Beliau juga pernah mengajar di berbagai Universitas sebagai dosen

tamu, yaitu pada Fakultas Hukum di Banghali, Libya (1972-1974 M), Fakultas

Sayriah di Universitas Uni Emirat Arab (1984-1989 M), Universitas Khartoum,

Sudan dan Universitas Islam Riyadh. al-Zuhailî juga pernah mengajar mata

11 Syibromalisi dan Azizy, Membahas Kitab Tafir, h. 164. 12Ummul Aiman, “Metode Penafsiran Wahbah al-Zuhailî ; Kajian al—Tafsir al-Munir,”

Miqot no. 1 (Januari 2012), h. 4.

Page 54: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

39

kuliah “Dasar-dasar Tulisan dan Bukti dalam Hukum Islam” untuk mahasiswa

Pascasarjana di Sudan, Pakistan.13

Pada akhir tahun 1960 M, al-Zuhailî ditugasan untuk mendesain

kurikulum Fakultas Syariah di Universitas Damaskus, karena beliau memiliki

keahlian dalam hukum Islam. Selain itu al-Zuhailî juga menjalani karir yang

beragam, beliau adalah anggota The Royal Society for Research tentang

Peradaban Islam pada Yayasan al-Bayt di Amman (Yordan), dan diberbagai

lembaga hukum dunia lainnya, termasuk Majlis al-Ifta di Syiria, Akademi

Fikih Islam di Jeddah (Arab Saudi) dan beberapa Akademi Fikih Islam di

Amerika Serikat, India, dan Sudan.14 Selain itu al-Zuhailî juga menjabat

sebagai kepala Institut Riset untuk Lembaga-lembaga keuangan Islam. Banyak

karya al-Zuhailî yang membahas tentang sistem-sistem hukum sekuler, seperti

hukum internasionalatau hukum Uni Emirat Arab. Beliau juga menjabat

sebagai konsultan pada berbagai Lembaga dan perusahaan keuangan Islam,

termasuk The International Islamic Bank. Selain itu beliau juga dikenal sebgai

juru dakwah di dunia Islam, al-Zuhailî sering muncul di tv, radio dan koran-

koran Arab. Beliau juga pernah menjadi imam dan penceramah di Masjid

Utsmani di Damaskus serta penceramah dan pendakwah pada musim panas di

Masjid Badr di kota kelahirannya Dair ‘Athiyah.15

B. Karya-karya Wahbah al-Zuhailî

Kecerdasan Wahbah al-Zuhailî telah dibuktikan dengan kesuksesan

akademisnya, hingga banyak lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga sosial

13Muhammad Hasdin Has, “Metodologi Tafsir al-Munir Karya Wahbah Al-Zuhailî ,” al-

Munzir, (November 2014), h. 46. 14 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 174. 15 Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, h. 174.

Page 55: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

40

yang dipimpinnya. Selain keterlibatnnya pada sektor kelembagaan baik

pendidikan maupun sosial beliau juga memiliki perhatian besar terhadap berbagai

disiplin keilmuan, hal ini dibuktikan dengan keaktifan beliau dan produktif dalam

menghasilkan karya-karyanya, meskipun karyanya banyak dalam bidang tafsir

dan fikih akan tetapi dalam penyampaiannya memiliki relefansi terhadap

paradigma masyarakat dan perkembangan sains.16

Sebagai seorang Ulama sekaligus ilmuwan, Wahbah al-Zuhailî telah

menulis buku, artikel dalam berbagai bidang ilmu keIslaman. Buku-buku beliau

melebihi 133 buah buku dan dicampur dengan risalah-risalah kecil kurang lebih

500 makalah.17 Menurut keterangan dari beberapa muridnya, ketika beliau sedang

menyusun kitab, hari-harinya dihabiskan di dalam perpustakaan, bahkan sering

kali beliau berada di perpustakaan sejak buka sampai tutup.18 Karya-karya beliau

banyak yang telah dipublikasikan dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa

seperti Prancis, Inggris, Turki, Urdu dan Melayu.19 Diantara karya-karyanya

adalah sebagai berikut:

1. Atsar al-Harb fi al-fiqh al-Islami – Dirasat Muqaranah, Dar al-Fikr,

Damsyiq, 1963.

2. Al-Wasit fi Ushul al-Fiqh, Universiti Damsyiq, 1966.

3. Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadithah, Damsyiq, 1972.

4. Al-Ushul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah al-Abassiyah,

Damsyiq, 1972.

5. Al-Alaqat al-Dawliah fi al-Islam, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1981.

16Abdul Khair, “Analisis Kritis Pemikiran Wahbah al-Zuhailî Tentang Penetapan Talak,”

fenomena vii, no 2 (2016), h. 147. 17 Syibromalisi, dan Azizy, Membahas Kitab Tafir Klasik-Modern, h. 165. 18 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, h. 228. 19 Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, h. 175.

Page 56: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

41

6. Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1984.

7. Ushul al-Fiqh al-Islami (2 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1986.

8. Fiqh al-Mawaris fi al-Shari’at al-Islamiah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1987.

9. Al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, (16 jilid), Dar

Fikr, Damsyiq, 1991.

10. Al-Qur’an al-Karim al-Bunyatuh al-Tasyri’iyyah aw Khasa’isuh al-

Hadariah, Dar Fikr, Damsyiq, 1993.

11. Al-Ruḥsah al-Syariah – Ahkamuha wa Dawabituha, Dar al-Maktabi,

Damsyiq, 1994.

12. Khasa’is al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam, Dar al-Maktabi, Damsyiq,

1995.

13. Al-Ulum al-Syariah Bayn al-Wahdah wa al-Istiqlal, Dar al-Maktab,

Damsyiq, 1996.

14. Al-Asas wa al-Masadir al-Ijtihad al-Musyarikat bayn al-Sunnah wa al-

Syiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.20

15. Al-Islam wa Tahadiyyah al-‘Asr, Dar al-Maktabi, Damaskus, 1996.

16. Muwajahah al-Ghalu al-Taqafial Sahyuni wa al-Ajnabi, Dar al-Makabi,

Damaskus, 1996.

17. Al-Taqlid fi al-Madhâhib al-Islamiah Inda al-Sunnah wa al-Syariah, Dar al-

Mktabi, Damaskus, 1996.

18. Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith, Dar al-Maktabi, Damaskus, 1997.

19. Al-Urf wa al-‘Adah, Dar al-Maktabi, Damaskus, 1997.

20. Al-Sunnah al-Nabawiah, Dar al-Maktabi, Damaskus, 1997.21

20 Syibromalisi, dan Azizy, Membahas Kitab Tafir Klasik-Modern, h. 165-166. 21 Ghafur, Profil Para Mufassir al-Qur’an, h. 175.

Page 57: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

42

C. Pemikiran Wahbah Al-Zuhailî

Dalam masalah teologis, al-Zuhailî cenderung mengikuti faham ahlu

Sunnah dan madzhab Salafi, teteapi tidak terjebak dalam fanatisme madzhab yang

menuntunnya untuk menghujat madzhab lain. Dalam hal madzhab fikih, beliau

menganut madzhab fikih Imam Hanafi, karena beliau dibesarkan di kalangan-

kalang ulama-ulama bermadzhab hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam

madzhab fikih. Walaupun beliau menganut madzhab hanafi, akan tetapi beliau

tidak fanatik dan dapat menghargai pendapat-pendapat madzhab lain. Pemikiran

beliau terlihat pada bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang

berhubungan dengan hukum fikih. Dalam membangun argumennya selain

menggunakan analisis yang lalim dipakai dalam fikih, beliau juga memberikan

informasi yang seimbang dari masing-masing madzhab, kenetralannya juga

terlihat dalam menggunakan referensi, beliau tidak hanya fokus dengan buku-

buku fikih ulama Hanafi saja. Misalnya beliau mengutip dari Ahkam al-Qur’an

karya al-Jashash untuk pendapat madzhab Hanafi, dan Ahkam al-Qur’an karya al-

Qurtubi untuk pendapat madzhab maliki.22

D. Seputar Kitab Tafsir Al-Munîr

1. Gambaran Umum Tafsir Al-Munir

Sebelum mengenal lebih jauh tentang kitab Tafsir Al-Munîr, penulis

akan memberikan gambaran umum tentang kitab ini. Tafsir Al-Munir ditulis

setelah al-Zuhailîmenyelesaikan penulisan dua kitab fikih, yaitu Ushul Fiqh

al-Islami (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (8 jilid), dengan rentan

waktu selama 16 tahun barulah kemudian beliau menulis Tafsir Al-Munîr,

22 Syibromalisi dan Azizy, Membahas Kitab Tafir, h. 168-169.

Page 58: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

43

yang pertama kalinya diterbitkan oleh Dar al-Fikr Beirut Libanon dan Dar al-

Fikr Damaskus Syiria. Sedangakn kitab terjemahannya telah diterjemahkan di

berbagai negara salah satunya di Turqi, Malasyia, dan Indonesia yang telah

diterbitkan oleh Gema Insani Jakarta 2013 yang terdiri dari 15 jilid.23 Kitab

ini menafsirkan seluruh ayat dari al-Qur’an, yang terdiri dari 16 jilid. Tafsir

ini mulai ditulis pada tahun 1408 H / 1988 M. Dan dicetak pertama kali pada

tahun 1411 H/ 1991 M.24

Al-Munîr dikenal sebagai kitab tafsir dengan menggunakan sistem

penulisan modern, baik uslub, pemikiran maupun tema-tema yang dibahas,

yang menggabungkan antara dalil naqli dan aqli. Al-Munîr ditulis dengan

redaksi-redaksi yang sederhana dan mudah dipahami, yang penafsirannya

sangat relevan dengan zaman sekarang. Terkadang memasukkan teori-teori

ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Dan kitab ini sangat memadai dan

sangat sesuai bagi perkembangan peradaban dan keilmuan.25

Di dalam pengantar penerbit tafsir al-munîr dijelaskan bahwa kitab

tafsir ini mengkaji ayat-ayat al-Qur’an secara komperhensif, lengkap, dan

mencakup berbagai aspek yang dibutuhkan oleh pembaca. Penjelasan dan

penetapan hokum-hukumnya disimpulkan dari ayat-ayat al-Qur’an dengan

makna yang lebih luas, dan disertai sebab-sebab turunnya ayat, balaghah,

i’rab, serta aspek kebahasaan. Kitab ini juga menafsirkan serta menjelaskan

kandungan setiap surah secara global dengan menggabungkan dua metode,

23Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, Kata

Pengantar. penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2013), cet 1, h. Xiii-

xiv. 24 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab, h. 228. 25 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, h. 228-229.

Page 59: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

44

yaitu bi al-ma’tsur (riwayat dari hadits Nabi dan perkataan salafush salih)

dan bi al-ma’qul (secara akal) yang sejalan dengan kaidah.26

2. Tujuan Penulisan

Wahbah al-Zuhailî berkata dalam kata pengantar kitab tafsirnya, bahwa

tujuan dari penulisan tafsirnya adalah mencipkatakan ikatan yang bersifat

ilmiah, karena al-Qur’an merupakan konsitusi kehidupan bagi seluruh

manusia dan bagi kaum Muslimin khususnya. Oleh sebab itu al-Zuhailî tidak

hanya membahas hukum-hukum yang disimpulkan dari ayat-ayat al-Qur’an

dengan makna yang lebih luas, yang lebih dari pemahaman umum, yang

meliputi aqidah dan akhlak, manhaj dan perilaku.27 Beliau tidak terpaku

hanya pada masalah-masalah hukum yang biasa dibahas para pakar fikih saja,

akan tetapi beliau membahasnya secara umum dan membahas secara meluas,

sehingga pembacanya betul-betul memahami kandungannya, seperti aqidah,

akhlak, metode dan cara bertingkah laku dan faedah yang bisa dipetik dari

ayat-ayat al-Qur’an, baik dalam bentuk indikasi atau isyarat, baik itu

menyangkut bangunan sosial setiap masyarakat yang maju atau menyangkut

kehidupan pribadi seorang muslim. Dan yang paling penting tafsir ini bisa

membantu setiap muslim yang ingin menelaah al-Qur’an dan

mentadabburinya.28

Selain itu, yang melatar belakangi al-Zuhailî dalam menulis kitab

Tafsirnya adalah karena munculnya kejenuhan masyarakat dalam membaca

kitab tafsir yang disebabkan oleh metodologi beberapa kitab tafsir yang

26 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 1, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2016), h. Xi. 27 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 1, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk ,h. Xv-xvi. 28 Syibromalisi dan Azizy, Membahas Kitab Tafsir, h. 166-167.

Page 60: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

45

terlalu panjang dan bertele-tele. Oleh karena itu, muncul keinginan al-Zuhailî

untuk menampilkan tafsir dengan metode yang sederhana, komprehensif, dan

berfokus pada tujuan diturunkannya al-Qur’an.29

Kesederhanaan metode yang ditampilkan dalam kitab al-Tafsîr al-

Munîr bukan berarti lepas atau kosong dari nilai-nilai yang terdapat dalam al-

Qur’an, melainkan kitab tafsirnya itu ditulis dengan gaya bahasa dan

pemikiran yang khas, topiknya bersifat kekinian, redaksinya dan

ungkapannya jelas, pendekatan makna dan akidahnya untuk konsumsi

generasi modern, dan juga disertai dengan teori-teori ilmiah yang konsisten

dan benar.30

3. Metode Penafsiran Tafsir Al-Munîr

Metode penafsiran al-Qur’an adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-

Qur’an, baik yang didasarkan atas pemakaian sumber-sumber penafsiranya,

atau sistem penjelasan tafsiran-tafsiranya, keluasan penjelasan tafsiranya,

maupun yang didasarkan atas sasaran dan tertib ayat-ayat yang ditafsirkan.31

Al-Zuhailî menjelaskan dalam muqadimah tafsirnya bahwa metode atau

kerangka pembahasan kitab tafsir ini adalah sebagai belikut:

a. Membagi ayat-ayat al-Qur’an ke dalam satuan-satuan topik dengan

judul-judul penjelas.

b. Menjelaskan kandungan setiap surah secara global.

c. Menjelaskan aspek kebahasaan.

29 Al-Zuhailî , Al-Tafsî r al-Munîr, jilid 1, h. 9-10. 30Anshori Lal, Tafsir bi al-Ra’yi; Menafsirkan Al-Qur‟an Dengan Ijtihad (Jakarta: Gaung

Persada Press, 2010), h. 143 31M.Ridlwan Nasir, Memahami al-Qur’an perspektif baru metodologi tafsir muqaran,

(Surabaya: indra media, 2003), h. 14.

Page 61: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

46

d. Memaparkan sebab turunnya ayat dalam riwayat yang paling sahih dan

mengesampingkan riwayat yang lemah, serta menerangkan kisah-kisah

para nabi dan peristiwa-peristiwa besar Islam, seperti perang Badar dan

Uhud, dari buku-buku sirah yang paling dapat dipercaya.

e. Tafsir dan penjelasan.

f. Hukum-hukum yang dapat diambil dari ayat-ayat al-Qur’an.

g. Menjelaskan balaghah dan i’rab.32

Mengamati metode penulisan tafsir al-Munîr dari sisi urutan atau

susunan penafsiran, yang dimulai dari al-Fatihah dan diakhiri dengan al-Nâs,

maka bisa dikatakan bahwa metode penulisan tafsir ini adalah tahlili. al-

Zuhailî menulis tafsir ini dari berbagai sisi secara terperinci, dimulai dengan

membahas keutaman surat, membahas makna kosa kata, mengulas kandungan

kosa kata, mengulas kandungan sastranya, menafsirkan kandungan ayatnya

kemudian menyimpulkan kandungan ayat tersebut dibawah tema fikih

kehidupan, tanpa mengabaikan sisi menasabah anatara ayat dan sebab

nuzulnya. Dalam penafsiran ayat-ayat al-Zuhailî juga merujuk pada ayat-ayat

dari surah-surah yang lain, yang terkait dengan ayat yang sedang

ditafsirkannya, menjelaskan tujuan utama surah dan ayat dan petunjuk-

petunjuk yang dapat dipetik darinya, untuk lebih memperjelas ulasannya,

sehingga penafsirannya menjadi lebih utuh dan menyeluruh. Metode

penulisan dengan langkah-langkah seperti ini menurut para pakar tafsir bisa

digolongkan dalam tafsir semi tematik (maudhu’i).

32 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 1, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk ,h. Xv-xviii.

Page 62: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

47

Maka dapat disimpulkan bahwa metode penafsiran yang dipakai

Wahbah al-Zuhailî dalam tafsir al-Munîr adalah kolaborasi antara metode

tahlili dan semi tematik, karena disamping menafsirkan al-Qur’an sesuai

urutan surat-surat sebagaimana termaktub dalam Mushaf, beliau juga

memberi tema pada kajian ayat yang sesuai dengan kandungannya dan

mengkaitkan dengan kandungan surat secara keseluruhan. Contohnya dalam

menafsirkan surat al-Baqarah ayat 1-5, beliau memberi tema “ sifat-sifat

orang mu’min dan balasan bagi orang-orang yang bertaqwa”.33

Para pengkaji tafsir memasukkan karya Wahbah al-Zuhailî ke dalam

tafsir yang mempunyai corak (laun) fiqhi. Sehingga sering disebut juga

sebagai tafsir aḥkâm,karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an al-

Zuhailî lebih banyak mengaitkan dengan persoalan-persoalan hukum. Karena

sebuah kitab tafsir bisa mengandung beberapa corak, maka yang dapat

dideteksi dari kitab tafsir al-Munîr ini selain corak fikih adalah corak adâbi

ijtima’i, yaitu corak tafsir yang dicirikan dengan keindahan gaya bahasanya

disamping mengutamakan fokus pembahasannya pada persoalan sosial

kemasyarakatan.34

4. Karakteristik Tafsir Al-Munîr

Karakteristik al-Zuhailî dalam penulisan tafsirnya adalah sebagai

berikut:

a) Kebahasaan, yakni dengan menjelaskan tafsir mufradatnya, balaghah,

dan i’rabnya.

33 Syibromalisi dan Azizy, Membahas Kitab Tafir Klasik-Modern, h. 173. 34 Syibromalisi dan Azizy, Membahas Kitab Tafir, h. 174.

Page 63: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

48

b) Dalam pembahasan tafsir, dijelaskan secara panjang lebar dan mendalam

terkait dengan tafsir ayat, yang diantaranya diperkuat oleh hadits-hadits

sahih.

c) Di dalam tafsirnya juga dijelaskan pedoman hidup, yang dijelaskan

dalam bentuk poin-poin penting yang dapat dijadikan sebagai pedoman

hidup.35

d) Mengikuti pendapat salafi dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat.

e) Mengkaitkan hukum fikih ketika menafsirkan ayat-ayat ahkam tanpa

fanatisme.

f) Dalam menafsirkan ayat-ayat hukum tidak terlepas dari pembahasan

qira’at.

g) Berusaha menghindari riwayat-riwayat israiliat.36

5. Keistimewaan Tafsir Al-Munîr

Kitab Tafsir Al-Munîr merupakan karya terbesar Wahbah al-Zuhailî

pada bidang tafsir, kitab ini memberikan penjelasan yang sangat luas dengan

memperhatikan qiirâ’ah, munasabah, asbâb al-nuzûl, balaghah, i’rab, dan

fiqh al-ḥayât (fikih kehidupan). Kemudian metode yang digunakan dalam

menjelaskan al-Qur’an yakni dengan cara bi al-ma’thur dan bi al-ra’yi.

Sedangakan wahbah al-Zuhailî dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an

menggunakan sumber rujukan, yaitu: al-Jâmi’ li Aḥkâm al-Qur’an, Tafsir al-

Kashâf, Tafsir al-Ṭabarî , Tafsir al-Kabir, Mafâtîh al-Ghayb. al-Zuhailî

dalam menafsirkan al-Qur’an juga memadukan pendapat para ulama

kontemporer dan klasik, akan tetapi sebelum memaparkan pendapat para

35 Imzi, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, h.231. 36 Syibromalisi dan Alizy, Membahas Kitab Tafir, h. 175-179.

Page 64: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

49

ulama-ulama tersebut, al-Zuhailî melakukan tarjih pendapat yang

menurutnya benar. Keistimewaan tafsir ini juga menggunakan metode tahlili,

yakni pembahasannya dilakukan secara merata, urut, dan tuntas mulai dari

surat al-Fâtihah sampai al-Nâs. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam

memahami maksud dan penjelasan setiap surat di dalam tafsir al-Munîr,

maka kitab tafsir ini pantas selalu dijadikan rujukan dan referensi oleh

siapapun yang ingin mendalami tafsir.37

6. Pendapat ulama terhadap Tafsir Al-Munîr

Alî Iyâzîî berkata bahwa, Tafsîr al-Munîr membahas seluruh ayat al-

Qur’an dari awal surat al-Fâtihah sampai akhir surat al-Nâs. Pembahasan

kitab tafsir ini menggunakan gabungan antara corak tafsir bi al-ma’thûr

dengan tafsîr bi al-ra’yi, serta menggunakan gaya bahasa dan ungkapan yang

jelas, yakni gaya bahasa kontemporer yang mudah dipahami bagi generasi

sekarang ini. Oleh sebab itu, al-Zuhailî membagi ayat-ayat berdasarkan topik

untuk memelihara bahasan dan penjelasan di dalamnya.38

Dr. Ardiansyah menjelaskan, Tidaklah berlebihan kiranya saya

mengatakan bahwa Syaikh Wahbah adalah ulama paling produktif dalam

melahirkan karya pada abad ini, sehingga dapat disamakan dengan al-Imam

al-Suyûtî . Demikian pula dengan sambutan luar biasa dari kalangan

akademisi dan masyarakat luar terhadap karya-karya monumentalnya seperti

al-Fiqh al-Islamiy wa Adillahtu, at-Tafsir al-Munir, dan Ushul al-Fiqh,

sehingga layak disamakan dengan karya-karya al-Imam an-Nawawi. Prestasi

dan keberhasilan yang langkah diraih oleh siapa pun pada masa sekarang ini,

37Ainol, “Metode Penafsiran Al-Zuhailî ” h. 152. 38Ainol, “Metode Penafsiran Al-Zuhailî ,” h. 151.

Page 65: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

50

merupakan anugrah dari Allah swt., serta kesungguhan beliau dalam

membaca, menelaah, dan menulis.39 Kitab ini layak dibaca setiap kalangan,

baik yang berilmu maupun yang awam. Mereka akan mendapatkan inspirasi

dari kitab ini dalam kehidupannya, sehingga ia tidak perlu lagi merujuk

kepada kitab-kitab yang lain.40

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan oleh penulis di atas dapat

diambil kesimpulan bahwa Wahbah al-Zuhailî merupakan seorang cendekiawan

Islam, juga merupakan seorang mufassir dari Damsyiq, Suriah dan juga ahli fikih.

Kitab al-Tafsir al-Munîr terdiri dari dari 16 volume yang ditulis dalam rentang

waktu 16 tahun, dan diterbitkan pertama kali oleh Dâr al-Fikr, Beirût-Libanon

dan Dâr al-Fikr Suriah pada tahun 1991 M./1411 H., dengan berbahasa Arab.

39Ardiansyah, Pengantar Penerjemah, dalam Badi al-Sayyid al-Lahham, Sheikh Prof. Dr.

Wahbah al-Zuḥailî : Ulama Karismatik Kontemporer – sebuah Biografi (Bandung: Citapustaka

Media Perintis, 2010), h. 20. 40Ardiansyah, Sheikh Prof. Dr. Wahbah al-Zuḥailî , h. 20.

Page 66: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

51

BAB IV

TAFSIRAN GHULUW DALAM BERAGAMA

Ghuluw adalah sikap ceroboh, gegabah dan melampaui batas.1 Sedangkan

Ghuluw dalam beragama adalah sikap melampaui batas dengan sikap ceroboh,

gegabah, dan berlebih-lebihan dalam beragama secara batil dan tidak benar.

Sebagaimana kaum Yahûdi terlalu berlebihan dalam merendahkan dan

melecehkan ʻIsâ, sedangkan umat Nasrânî terlalu berlebihan dalam meletakkan

atau menempatkan ‘Isâ pada posisi sebagai Tuhan (Allah).2

A. Ghuluw Ahlu Al-Kitab: Kajian Utama

Al-Qur’an telah menuntut Ahlu al-Kitab agar tidak berlebih-lebihan

(ghuluw) dalam agama dan melampaui batasan-batasannya, tidak mengatakan

perkataan yang tidak benar dan sesuai dengan kenyataan.3 Kajian ghuluw Ahlu al-

Kitab dapat diketahui dan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni Ahlu al-

Kitab yang menghinakan (Yahûdi) dan mengagungkan (Nasrânî). Berdasarkan

kamus mu’jam al-mufahras li alfadz al-Qur’an disebutkan bahwa ayat-ayat al-

Qur’an yang membahas tentang ghuluw (berlebih-lebihan) kaum ahlu al-kitab,

yakni surah al-Nisâ’ ayat 171 dan surah al-Mâ’idah ayat 77.4

1 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 3, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: GemaInsani, 2016), h. 609. 2 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 3, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h. 374 dan 609. 3 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, terj Muhtadi, dkk, jilid 1 (Jakarta: Gema Insani,

2012), h. 370. 4 Muhammad Fuad Abd Baqi, Mu’jam Al-Mufahras Li Alfadz al-Qur’an Bi Hasiyah Al-

Mushaf Al-Syarif (Kairo: Dar al-Hadis, 2007) h. 616.

Page 67: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

52

1. Ghuluw (berlebih-lebihan) Dalam Menghinakan

Tabel 4.1 kajian ghuluw (berlebih-lebihan) yang terkait menghinakan.

NO DIKSI BAHASA

ARAB HALAMAN KONTEKS KET

1 Melampaui

Batas تججاوجزج h. 634

jilid 3

اتىبجاعى تججاوجزوااحلجدفى لج احلجقى

Larangan Allah

kepada kaumYahûdi

dan Nasrânî untuk

bersikap melampaui

batas dalam

mengikuti

kebenaran.

AKN5

&

AKY6

2 Berlebih-

lebihan غلو

h. 392

jilid 3

ي جنهىاهللت جعجلىاجهلج الكىتجابعنالغلو

Allah melarang Ahlu

al-Kitab (Yahûdi)

untuk bersikap

ghuluw

AKY

3 Berlebih-

lebihan غلو

h. 392

jilid 3

الىكاليه دغلواتجقريوكذجفروابه كج عيسىوإهانتهو

KaumYahûdi

bersikap ghuluw

dalam menghina,

melecehkan serta

berbuat kufur kepada

Nabi ʻIsâ.

AKY

4 Berlebih-

lebihan h. 395 غلو

jilid 3

نوع التغاىلفاألمورمج شرعا

AKY

&

5 AKN : merupakan singkatan dari Ahlu al-Kitab Nasrânî 6 AKY : merupakan singkatan dari Ahlu al-Kitab Yahûdi

Page 68: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

53

Sifat ghuluw dalam

kehidupan dilarang

oleh syari’at.

AKN

5 Berlebih-

lebihan h. 634 غلو

jilid 3

لتبالغوافتعظيمالعزيز,ولتعظيمعيسى.

ولتبالغواايضاف إهانتهعيسىوأمهLarangan Allah

kepada Ahlu al-

Kitab (Yahûdi dan

Nasrânî) dalam sikap

ghuluw dalam hal

mengagungkan dan

melecehkan ʻIsâ.

AKY

&

AKN

6 Keterlaluan افراط h. 392

jilid 3

ولتفريطبتحقريهKaumYahûdi

bersikap ghuluw

(keterlaluan) dalam

menjelekkan ʻIsâ.

AKY

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa kata ghuluw (berlebih-

lebihan) memiliki makna yang sama dengan kata-kata yang lain, seperti

melampaui batas (تاوز) dan keterlaluan (افراط). Berdasarkan tabel di atas, kata

ghuluw (berlebih-lebihan) yang membahas tentang menghinakan dalam tafsir al-

Munir disebutkan sebanyak empat kali. Yang semakna dengan ghuluw (berlebih-

lebihan) yang membahas tentang menghinakan, yakni melampaui batas (تتجاوز) disebutkan sebanyak satu kali dan keterlaluan (إفراط) disebutkan satu kali.

Kemudian pembahasan yang membahas tentang ghuluw dalam hal

menghinakan yang khusus membahas Ahlu al-Kitab Yahûdi (AKY) disebutkan

sebanyak tiga kali, yaitu, berlebih-lebihan (ghuluw) dua kali dan keterlaluan

disebutkan satu kali. Kajian yang terkait dengan ghuluw Ahlu al-Kitab telah (إفراط)

Allah jelaskan pada surah al-Nisâ ayat 171 dan al-Mâ’idah ayat 77.

Page 69: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

54

Abû Hasan mengatakan dalam kitab Asbâb al-Nuzûl, bahwa asbâb al-

nuzûl surah al-Nisâ’ ayat 171 adalah ayat ini turun berkaitan dengan sekelompok

orang-orang Nasrânî yang mengatakan bahwa ‘Isâ adalah putra Allah.7 Setelah

Allah memberikan jawaban serta kesyubhatan kaum Yahûdi dan mewajibkan

mereka untuk berada pada jalan yang lurus, hal ini diikuti dengan pemberian

sanggahan terhadap kaum Nasrânî dan mengharuskan mereka untuk pandangan

yang benar tentang ‘Isâ putra Maryam.8

Al-Zuhailî berkata bahwa Allah melarang Ahlu al-Kitab untuk bersifat

ghuluw dan bersikap keterlaluan dalam menjelekkan (menghinakan) Nabi ʻIsâ

sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum Yahûdi. KaumYahûdi bersikap

ghuluw dalam menghina, melecehkan serta berbuat kufur kepada Nabi ʻIsâ.9 Al-

Masih (ʻIsâ) yang dimusuhi oleh kaum Yahûdi, tidak mampu untuk menjatuhkan

kemudharatan kepada kaum Yahûdi, bahkan mereka berusaha untuk menyalib dan

membunuh ‘Isâ. ‘Isâ tidak mampu untuk menghalangi kemudharatan kaum

Yahûdi dari dirinya, begitu juga ia tidak mampu mewujudkan kemanfaatan dunia

untuk para pengikut, para penolong dan para temannya.10

Selain al-Zuhailî, al-Qurtubi juga menegaskan bahwa, Allah

mengharamkan sifat ghuluw. Yang mana pada kitab tafsirnya, al-Qurtubi

mencontohkan, bahwa di antara bentuk ghuluw yang dilakukan Ahlu al-Kitab

yakni, seperti sikap ghuluw dalam menghinakan ‘Isâ yang dilakukan oleh orang-

7Abû Hasan Alî bin Ahmad al-Wahidi al-Naisaburiy, Asbâb al-Nuzûl (Beirut: Dar al-Fikr,

1991), h. 125. 8Al-Zuhailî, Tafsir Al-Munir, jilid 3, h. 375. 9 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 3 (Beirut: Dâr al-

Fikr, 2014), h. 392 10 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 3, h. 634

Page 70: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

55

orang Yahûdi terhadap Maryam binti Imran yang sampai-sampai menuduhnya

berzina.11

Dalam kitab tafsir Adhwa’ul Bayan, Syaikh al-Syanqiti juga sependapat

dengan Zuhailî dan al-Qurtubi bahwa kaum Yahûdi melakukan sikap melampaui

batas atau ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama dengan cara melakukan

tuduhan dusta terhadap Maryam. Dengan demikian, perbuatan melampaui batas

yamg dilarang dalam agama meliputi tafrît (menghinakan) dan ifrât (mengagungkan)

atau dalam bahasa kita berlebih-lebihan.12

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah melarang kepada

kaumYahûdi untuk bersikap ghuluw, melampaui batas dan keterlaluan dalam

mengikuti kebenaran. Sebagaimana kaumYahûdi bersikap ghuluw dalam

menghina, menjelekkan, melecehkan serta berbuat kufur kepada Nabi ʻIsâ.

2. Ghuluw (berlebih-lebihan) Dalam Mengagungkan

Tabel 4.2 kajian ghuluw (berlebih-lebihan) yang terkait tentang

mengagungan.

NO DIKSI BAHASA

ARAB

HALAMAN KONTEKS KET

1 Melampaui

Batas h. 392 تاوز

jilid 3

تاوزوااحلدفعيسىحىت أهلوه

Kaum Nasrânî

melampaui batas

dalam mengagungkan

ʻIsâ sehingga mereka

menuhankan ʻIsâ.

AKN

11 Al-Qurtubi, Tafsir Al-Qurthubi,terj. Ahmad Rijali, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h.

21. 12 Al-Syanqiti, Adhwa’ul Bayan, jilid 1, terj. Fathurazi, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006),

h. 855.

Page 71: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

56

2 Melampaui

Batas h. 392 تاوز

jilid 3

يااهلالكتابلتتجاوزحدوداهللبالزيادةاو

الدينالنقصف Larangan Allah

kepada Ahlu al-Kitab

(Nasrânî) untuk

bersikap melampaui

batas dalam

melanggar batasan-

batasan Allah dengan

menambah-nambahi

atau mengurang-

ngurangi.

AKN

3 Melampaui

Batas h. 634 تاوز

jilid 3 اتىبجاعى تججاوجزوااحلجدفى لج

احلجقىLarangan Allah

kepada kaumYahûdi

dan Nasrânî untuk

bersikap melampaui

batas dalam mengikuti

kebenaran.

AKN

&

AKY

4 Berlebih-

lebihan h. 392 غلو

jilid 3

ولتتغالوافتعظيمعيسى وتقديسه

Allah melarang kaum

dan Nasrânî untuk

ghuluw (berlebih-

lebihan) dalam

mengagungkan dan

mengkultus ʻIsâ.

AKN

5 Berlebih-

lebihan h. 395 غلو

jilid 3

نوع التغاىلفاألمورمج شرعا

Sifat ghuluw dalam

kehidupan dilarang

oleh syari’at.

AKN

&

AKY

Page 72: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

57

6 Berlebih-

lebihan h. 634 غلو

jilid 3

العزيز,لتبالغوافتعظيمولتعظيمعيسى.ول

تبالغواايضافإهانته عيسىوأمه

Larangan Allah

kepada AhlulKitab

(Yahûdi dan Nasrânî)

dalam sikap ghuluw

dalam

halmengagungkan dan

melecehkan ʻIsâ

AKN

&

AKY

8 Keterlaluan افراط h. 392

jilid 3

فالإفراطبتعظيمعيسىو تقديسه

Allah melarang kaum

Nasrânî bersikap

keterlaluan dalam

mengagungkan dan

mengkultus ʻIsâ.

AKN

Berdasarkan tabel 4.2 di atas, kata ghuluw (berlebih-lebihan) yang

membahas tentang mengagungkan dalam tafsir al-Munîr disebutkan sebanyak tiga

kali. Yang semakna dengan ghuluw (berlebih-lebihan) yang membahas tentang

mengagungkan, yakni melampaui batas (تتجاوز) disebutkan sebanyak tiga kali dan

keterlaluan (إفراط) disebutkan satu kali. Kemudian pembahasan yang membahas

tentang ghuluw dalam hal mengagungkan yang khusus membahas Ahlu al-Kitab

Nasrânî (AKN) disebutkan sebanyak empat kali, yaitu melampaui batas (تتجاوز) disebutkan sebanyak dua kali, berlebih-lebihan (ghuluw) satu kali dan keterlaluan

.disebutkan satu kali (إفراط)

Allah telah melarang Ahlu al-Kitab dari sifat ghuluw (berlebih-lebihan)

dan pemujaan yang terlalu berlebihan, karena sesungguhnya orang-orang Nasrânî

yang terlalu melampaui batas di dalam permasalahan ‘Isâ sampai mereka para

Page 73: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

58

orang-orang Nasrânî menuhankan ‘Isâ. Maka mereka (orang-orang Nasrânî)

memindahkan derajat ‘Isâ yang bermula dari posisi kenabian menjadi posisi

Tuhan. Bahkan sifat ghuluw (berlebih-lebihan) orang-orang Nasrânî terbawa

sampai kepada para pengikutnya dan para fans fanatiknya yang mengklaim

bahwa ‘Isâ adalah milik agamanya (Tuhan orang Nasrânî).13 Kemudian Allah swt.

memerintahkan kepada kaum Yahûdi dan Nasrânî untuk tidak bersikap

melampaui batas dalam mengikuti kebenaran.14

Quraish Shihab sependapat dengan al-Zuhailî, bahwa Ahlu al-Kitab

Nasrânî meyakini bahwa ‘Isa adalah Tuhan.15 Sama halnya dengan al-Zuhailî

dan Quraish shihab, al-Syanqiti juga berpendapat bahwa Sikap melampaui

batas dalam agama serta perkataan yang tidak benar itu ialah perkataan orang-

orang Nasrânî mengenai ‘Isâ sebagai putra Allah, ada juga yang mengatakan

bahwa Isa adalah Tuhan, selain itu ada yang mengatakan bahwa Isa adalah

Tuhan selain Allah. Semua perkataan yang dikatakan oleh orang-orang Nasrani

merupakan suatu tindakan ghuluw atau melampaui batas serta berlebih-

lebihan.16

Namun semua kekeliruan atau kesalahan yang telah dilakukan oleh Ahlu

al-Kitab, telah diluruskan dengan menegaskan bahwa Tuhan adalah satu, yakni

hanyalah Allah. Tidak terdiri dari unsur yang membentuk-Nya, karena jika

13Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 3, h. 392 14Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 3, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h. 611. 15M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an , jilid 2,

h. 831. 16Syaikh Al-Syanqiti, Tafsir Adhwa’ul Bayan, jilid 1, terj. Fathurazi, h. 854.

Page 74: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

59

terdiri dari unsur yang membentuk-Nya maka artinya Dia adalah zat yang

membutuhkan, karena tanpa bagian itu Ia tidak ada.17

Selain itu al-Zuhailî mengatakan bahwa Allah melarang kepada Ahlu al-

Kitab untuk tidak bersikap melampaui batas dan melanggar batasan-batasan

yang telah ditetapkan Allah swt. dengan mengurang-ngurangi dan mereduksi

dalam urusan agama. Dan larangan untuk tidak meyakini melainkan meyakini

kebenaran yang pasti berdasarkan nash agama yang mutawatir atau dalil aqli

yang meyakinkan dan pasti.18 Dalam tafsir al-Munîr di bagian fikih kehidupan

dijelaskan bahwa sifat ghuluw dalam kehidupan dilarang oleh syari’at.19

Al-Tâbari juga berpendapat sama dengan al-Zuhailî, bahwa al-Tâbari

berkata di dalam kitab tafsirnya, bahwa yang dimaksud dengan دىينىكم فى ت جغلوا لج

ialah larangan melampaui batas kewajaran dalam membenarkan agama, hingga

berlebih-lebihan di dalam beragama, dan tidak pula mengatakan perkataan lain

terhadap ‘Isâ kecuali perkataan yang benar. Jika mengatakan bahwa ‘Isâ adalah

anak Allah, maka perkataan ini tidaklah benar, karena Allah tidak mempunyai

anak, dan yang dapat mempunyai anak ialah Isa atau makhluk-Nya.20

Al-Sabûny berpendapat bahwa pada surah al-Nisâ’ ayat 171 ini, berbicara

tentang golongan Ahlu al- Kitab yang kedua, yakni orang-orang Nasrani, yang

tersesat dari jalan kebenaran dan petunjuk. Mereka menciptakan menciptakan

berbagai gambaran yang aneh dan asing, berupa gambaran Tuhan yang disembah.

Mereka menyatakan bahwa Tuhan yang disembah tidak hanya satu, tapi terdiri

17M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbāh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an , jilid 2,

h. 831. 18Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj,jilid 3, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h. 375-376. 19Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 3, h. 395.

20Abû Ja’far Muhammad bin Jarir Al-Ṭâbari, Tafsir Al-Ṭâbari, jilid 8, terj. Akhmad Affandi

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 174.

Page 75: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

60

dari tiga oknum, yaitu: Bapak, Anak, dan Roh Kudus. Himpunan dari tiga Tuhan

ini adalah Tuhan yang satu dan satu-satunya yang memiliki kekekalan. Sungguh

ini merupakan pemikiran yang aneh, yang lebih menyerupai kesesatan dan angan-

angan para pagianis musyrik tentang sesembahan yang mereka ciptakan sendiri,

lalu mereka menjadikannya sebagai Tuhan yang disembah selain Allah Yang

Maha Tinggi lagi Maha Agung.21

Allah menegaskan perkataan yang benar tentang ‘Isâ yang berkaitan

dengan keyakinan orang-orang Yahûdi dan Nasrânî, maka Allah berfirman, ( إىنمجااهلل رجسول ريجج مج ابن ى عىيسج يح سى

ج(امل " Sesungguhnya al-Masîh, ‘Isâ putra Maryam itu,

adalah utusan Allah.” Maksudnya adalah sebagai Rasul Allah, itulah kedudukan

paling tinggi dan predikat paling besar dari al-Masîh as., dari derajat

kesempurnaan yang didapatkan oleh makhluk, yaitu derajat kerasulan, yang

merupakan tingkatan paling tinggi dan posisi paling mulia.22 Allah mensifati ‘Isâ

dengan sifat-Nya, yakni sebagai utusan Allah. ‘Isâ diutus untuk membawa

kebenaran untuk disampaikan kepada makhluk-Nya.23

Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah melarang kepada

Ahlu al-Kitab (Nasrânî) untuk bersikap melampaui batas dalam melanggar

batasan-batasan Allah dengan menambah-nambahi atau mengurang-ngurangi,

serta Allah melarang untuk bersikap melampaui batas dalam mengikuti

kebenaran, sehingga kaum Nasrânî melampaui batas dalam mengagungkan ʻIsâ

sehingga mereka menuhankan ʻIsâ.

21Muhammad Alî Al-Shabuny, Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat al-Baqarah – al-

An’am, terj. Kathur Suhadi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2000) h. 242. 22Syaikh Abdurrahman bin Nashir, Tafsir As-Sa’di, Surat an-Nisa’ s/d al-An’am, terj.

Muhammad Iqbal, Lc, dkk (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007),jilid 2, h. 271. 23Al-Ṭabari, Tafsir Al-Ṭabari, jilid 8, h. 175.

Page 76: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

61

B. Ghuluw Sebagai kajian Pelengkap

1. Syahwat

Islam adalah agama pertengahan, seimbang, dan moderat. Islam

bukanlah agama kependetaan, kesederhanaan dan pengabaian terhadap dunia,

juga bukan agama akhlak, ibadah dan aqidah semata. Melaikan Islam

disejajarkan antara amal dan keyakinan, antara ibadah dan bekerja, antara

materi dan ruh.24

Syahwat yaitu sesuatu yang disenangi dan digemari oleh jiwa serta

merasakannya nikmat.25 Di dalam surah Âli ‘Imrân ayat 14 menjelaskan

tentang kecintaan terhadap Syahwat di dunia. Berdasarkan ayat ini al-Qur’an

menggungkapkan hal-hal yang diingini (al-Musyathaah) dengan

menggunakan kata syahwat yang memiliki arti keinginan atau kecintaan.

Menurut al-Zuhailî syahwat adalah sesuatu yang dicela, sehingga diharapkan

manusia bisa bersikap proposional dan tidak ghuluw (berlebih-lebihan) di

dalam mencintai dan menggemari, serta dapat mengkontrol ketertarikan tabiat

alamiahnya terhadap hal-hal tersebut.26

Allah menjadikan indah pada pandangan manusia kecintaan terhadap

dunia, dan Allah menanam rasa cinta ini di dalam dada mereka sehingga

menjadi naluri bagi mereka. Ini bertujuan untuk memakmurkan dunia dan

memajukannya. Sekiranya manusia tidak mencintai dunia tentu mereka akan

mengabaikannya dan lalai dalam membangun kemegahannya. Syahwat dunia

24 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 160. 25 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 2, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk , h. 200. 26 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 2, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk , h. 200.

Page 77: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

62

bermacam-macam, mencakup kecintaan terhadap wanita dan anak-anak,

menimbun harta, mengumpulkan kuda-kuda pilihan. Semua itu merupakan

kesenangan hidup di dunia dan perhiasannya, yaitu sesuatu untuk bersenang-

senang dan dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu yang terbatas. Semua

kesenangan itu akan menjadi tercela apabila menyebabkan keburukan dan

menjauh dari Allah, hal ini dapat menjadi ancaman kepada pemiliknya.

Adapun jika ia menjadi sebab kebaikan, juga tidak menghalangi pemiliknya

untuk menunaikan kewajiban agama, sosial, dan kemanusiaan, maka ia

menjadi kebaikan bagi pemiliknya. Dan hanya Allah sebagai tempat kembali

dan tempat berpulang yang baik.27

Maksud dari surah Âli ‘Imrân ayat 14 ini, bukanlah melarang kepada

kecintaan dunia yang proposional, akan tetapi yang dilarang adalah kecintaan

yang berlebih-lebihan terhadap dunia, berlebih-lebihan dalam memenuhi

syahwat atau terlalu disibukkan dengan masalah syahwat hingga melupakan

masalah akidah dan agama serta mengabaikan urusan akhirat.28 Karena itu

Allah swt. mencela orang-orang yang mengutamakan kehidupan dunia atas

kehidupan akhirat dan membatasi keinginannya hanya pada urusan dunia.29

2. Syaitan

Al-Qur’an mengingatkan dua hal yang paling berbahaya kepada

manusia, karena hukumnya buruk dan berakibat fatal. Kedua hal tersebut

adalah syirik dan setan. Setan adalah makhluk yang hidup dan eksis. Setan

merupakan musuh bebuyutan manusia karena setan hanya membisikkan

27 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 161. 28 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 2, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk h. 200. 29 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 161.

Page 78: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

63

keburukan pada manusia, hanya menghiasi dengan keburukan serta

mendorong untuk jatuh dalam berbagai hal yang membinasakan melalui jalan

harta, tahta, atau wanita, atau dengan jalan merusak aqidah dan amal.30

Allah swt. melaknat setan dengan cara mengusir dan menjauhkannya

dari rahmat dan karunia-Nya, disertai dengan kehinaan. Setan merupakan

penyeru kejelekan, kerusakan, dan kebatilan dengan bisikan dan godaan yang

ia munculkan dalam dada manusia.31

Di antara bentuk sikap ghuluw (berlebih-lebihan) setan dan seruannya

kepada kerusakan adalah bahwa setan sampai bersumpah ( عىبجادىكج ن مى نم ذج ألجتمىا مفروضج sungguh aku akan mengambil dari manusia bagian tertentu“ ,(نصيبا

untuk kujadikan sebagai para murid dan pengikut”. Selain itu setan juga

berkata, (هم لمن م ضى yakni setan akan memalingkan manusia dari kebenaran ,(وجألج

dan akidah yang benar.32

C. Pelajaran Bagi Kaum Muslim Mengenai Ghuluw

Al-Qur’an mengingatkan dua hal yang paling berbahaya kepada manusia,

karena hukumnya buruk dan berakibat fatal. Kedua hal tersebut adalah syirik dan

setan.33 Selain dua hal tersebut, syahwat juga dapat menyebabkan terjadinya sifat

ghuluw bagi kaum muslim. Berdasarkan pembahasan di atas mengenai ghuluw

Ahlu al-Kitab kajian utama dan ghuluw sebagai kajian pelengkap, maka dapat

diambil pelajaran bagi kaum muslim bahwa sikap ghuluw yang dilakukan oleh

30 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 339. 31 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 3, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk h. 273. 32 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 3, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h. 273. 33 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 339.

Page 79: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

64

kaum Ahlu al-Kitab, serta kajian syahwat dan syaitan tersebut juga bisa

menyebabkan terjadinya sifat ghuluw pada kaum muslim.

Untuk menghindari terjadinya sifat ghuluw (berlebih-lebihan) pada kaum

muslim, hal yang dapat dilakukan yakni dengan cara menjadi khairul ummah dan

mencegah terjadinya kerusakan.

1. Menjadi Khairul Ummah

Umat Islam bukanlah umat yang dikhususkan hanya untuk individu-

individu dan tertutup untuk kalangan sendiri. Tetapi umat Islam adalah umat

yang terbuka bagi seluruh bangsa, toleran terhadap umat manusia, menyukai

kebaikan untuk seluruh manusia, serta menolak kejahatan dan keburukan dari

segenap umat. Mereka adalah sebaik-baik manusia untuk manusia.34

Allah menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat terbaik selama

mereka masih menjalankan amar ma’rûf nahî munkar dan beriman kepada

Allah dengan keimanan yang lurus, benar dan sempurna.35 Wahbah al-Zuhailî

menyebutkan bahwa syarat untuk menjadi Khairul Ummah adalah dengan

mengejerkan amar ma’rûf nahî munkar. Dalam kitab tafsir Al-Munîr

dijelaskan bahwa surah Âli ‘Imrân ayat 110, amar ma’rûf nahî munkar

didahulukan atas iman kepada Allah, hal ini dikarenakan bahwa amar ma’rûf

nahî munkar adalah dua hal yang bias menunjukkan dan membuktikan akan

keutamaan umat Islam atas umat yang lain serta merupakan pintu dari

keimanan itu sendiri. Keunggulan dan keutamaan ini akan selalu dimiliki oleh

34 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 204. 35 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 2, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk h. 373.

Page 80: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

65

umat Islam selama mereka tetap beriman kepada Allah dengan sebenar-

benarnya iman, serta selalu menjalankan amar ma’rûf dan nahî munkar.36

Al-Zuhailî mengatakan bahwa Allah juga melarang umat-Nya untuk

mengikuti pendapat dan pandangan kaum yang hanya bersumber dari hawa

nafsu, mereka merupakan pemuka-pemuka kesesatan yang tersesat sejak

dahulu serta menyesatkan banyak orang dan keluar dari jalan kelurusan dan

beralih kejalan kesesatan. Allah menjelaskan bahwa sebab semua itu adalah

mereka tidak melaksanakan amar ma’rûf nahî munkar.37

2. Mencegah Terjadinya Kerusakan

Syirik merupakan puncak rusaknya ruhani, kesesatan akal dan

menyimpang dari masalah paling penting di dunia ini, yaitu beriman kepada

Allah swt. Syirik adalah kezaliman dan penentang terhadap kebenaran,

merasuk dalam kekafiran, dan menentang nikmat Allah atas seluruh

makhluk.38

Selain syirik hal yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan yakni

setan, setan adalah penyeru keburukan dan kerusakan, puncak kekufuran dan

kesesatan. Allah swt. menjauhkan setan dari rahmat-Nya. Orang-orang yang

menyembah patung dan berhala, mereka menyembah dengan berdo’a dan

memohon kepadanya menggunakan nama-nama muannats, seperti Lâta,

Uzza, Manaat, dan Nâ’ilah. Mereka semua muannats, lemah dan tidak

berakal. Mereka hanyalah benda mati dan kayu yang tidak mengerti. Tidak

36 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 2, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk h. 373. 37 Al-Zuḥailī, Tafsir Al-Munir, jilid 3, h. 611.

38 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 340.

Page 81: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

66

ada yang menyembah dan mengagungkan selain setan yang terbiasa

menyakiti, di atas kekejian, dan membangkang dari nilai-nilai kebaikan.

Setanlah yang memerintahkan orang-orang untuk menyembah berhala.39

Setelah mengingatkan berbagai jenis bisikan setan terhadap manusia,

al-Qur’an mendorong kaum muslim agar beriman secara benar dan tulus,

mendorong orang muslim untuk beramal baik, yaitu mengerjakan perbuatan-

perbuatan baik dan perkara-perkara baik yang diperintahkan Allah, serta

meninggalkan kemungkaran yang dilarang. Allah swt. menjanjikan surga

yang abadi kepada orang-orang yang beriman dan beramal, di bawah kamar

dan taman-taman surga itu mengalir sungai-sungai.40

Selain itu hal yang dapat menyebabkan kerusakan pada kaum muslim

yaitu syahwat. Syahwat merupakan sesuatu yang digemari dan disukai oleh

jiwa. Allah melarang kaum muslim untuk terlalu berlebih-lebihan dalam

mencintai dunia, sehingga melupakan masalah akidah dan urusan akhirat.41

39 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 340. 40 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Wasith, jilid 1, terj. Muhtadi, dkk, h. 341. 41 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah&Manhaj , jilid 2, terj. Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h. 200.

Page 82: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa

poin yang merupakan catatan penting, yang dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Ghuluw merupakan suatu perkara dalam beragama yang melampaui apa

yang dikehendaki oleh syari’at baik dalam hal keyakinan maupun amalan.

2. Haramnya bersifat ghuluw dalam agama karena ghuluw merupakan salah

satu sebab yang membawa kepada kesesatan, serta larangan bagi umat

Allah untuk mengikuti hawa nafsu dalam beragama.

3. Menurut pandangan Wahbah al-Zuhailî, Allah swt. telah melarang

umatnya nabi Muhammad saw. untuk bersifat ghuluw dalam beragama,

sedangakan sifat yang diinginkan oleh al-Zuhailî yakni bersikap moderat

dalam beragama. Yakni sikap diantara mengagungkan dan melecehkan

Nabi ‘Isâ.

B. Saran-saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian ini, penulis menyadari bahwa

penelitian ini jauh dari kata sempurna. Sehingga penulis yakin bahwa penelitian

ini masih memiliki keterbatasan dalam pembahasannya, oleh karena itu penulis

sangat berharap mendapatkan saran dan kritik dari segenap pembaca agar

penelitian ini lebih lengkap dan sempurna.

Page 83: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

68

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

Abdullah, Abdul Gani. Pengantar Kompillasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum

Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press. 1994.

Abd Baqi, Muhammad Fuad. Mu’jam al-Mufahras Li Alfadz al-Qur’an Bi

Hasiyah al-Mushaf al-Syarif. Kairo: Dar al-Hadis. 2007.

Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.

Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyal. 1996.

Ali, Mukti. Metode Memahami Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 1991.

Ardiansyah. Pengantar Penerjemah, dalam Badi al-Sayyid al-Lahham, Sheikh

Prof. Dr. Wahbah al-Zuhailî: Ulama Karismatik Kontemporer-sebuah

Biografi. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis. 2010.

Aziz, Imam. Tafsir Maudhu’i Al-Muntaha. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. 2015.

Basri, Hasan. Aktualisasi Pesan Alquran dalam bernegara. Jakarta: Ihsan

Yayasan Pancur siwah. 2003.

Dar’, Abud bin Ali bin. Berlebih-lebihan dalam Agama. Penerjemah Oleh Rusli

dan Rizal. Jakarta: Pustaka Azzam. 2002.

Dawami, M. Iqbal. Kamus Istilah Populer Islam: Kata-kata Yang Paling Sering

Digunakan di Dunia Islam. Jakarta: Erlangga. 2013.

Depertermen Agama RI. Mukadimah Al-Qur’an dan tafsirnya. Jakarta: Lentera

Abadi. 2010.

Hafidhuddin, Didin. Tafsir Al-Hijri: Kajian Tafsir al-Qur’an Surat an-Nisa’.

Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu. 2000.

Imam, Mardaham. Agama Yang Lurus/Benar. Jakarta: Kalam Mulia. 1989.

Imzi, A. Husnul Hakim. Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir; Kumpulan kitab-kitab

Tafir dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer. Depok: Lingkar Studi

al-Qur’an. 2013.

Kementrian Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam,

Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah. Al-Qur’an Dan

Terjemahnya. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia. 2012.

Page 84: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

69

LAL, Anshori. Tafsir bi al-Ra’yi: Menafsirkan Al-Qur‟an Dengan Ijtihad Jakarta:

Gaung Persada Press, 2010.

Lubis, M. Ridwan. Agama dan Perdamaian. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama. 2017

Luwaihiq, Abdurrahman bin Mu’allaq. Al-Ghuluw Benalu dalam BerIslam,

penerjemah Oleh Kathur Suhadi. Jakarta: CV. Darul Falah. 2003

Madjid, Nurcholish. Pintu-Pintu Menuju Tuhan. Jakarta: Paramadina.1995.

Manzur, Ibnu. Lisanul Arab. Bairut: Dar al Ihya Turath al-‘Arabi. 1985.

Muhammad, Ahsin Sakho. Oase Al-Qur’an Penyejuk Kehidupan. Jakarta: PT Qaf

Media Kreativa. 2017.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus al- Munawwir Arab Indonesia Terlengkap.

Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok

Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. 1984.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif. 1997.

Muslimin. Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: Deepublish. 2014.

Al-Naisaburiy, Abû Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi. Asbâb al-Nuzûl, Beirut: Dâr

al-Fikr. 1991.

Nashir, Syaikh Abdurrahman bin. Tafsir As-Sa’di, Surat al-Nisâ’ s/d al-An’am,

penerjemah Muhammad Iqbal, dkk. Jakarta: Pustaka Sahifa. 2007.

Nasir, M.Ridlwan. Memahami al-Qur’an perspektif baru metodologi tafsir

muqarin, Surabaya: Indra Media. 2003.

Nasution, Harun . Islam Rasional. Bandung: Mizan.1995.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.

Al-Qadhi, Ahmad bin Abdurrahman. Metode Al-Qur’an Dalam Mengatasi Sikap

Berlebihan Dalam Beragama. Jakarta: Darul Haq. 2018.

Qardhawi, Yusuf. Islam Radikal (Analisis terhadap Radikalisme dalam BerIslam

dan Upaya Pemecahannya). Penerjemah Hawin Murtadho. Solo: Era

Intermedia. 2004.

Page 85: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

70

--------------------. Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif tentang

Pilar-pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam.

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 1997.

Al-Qaṯṯân, Mannâ’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Penerjemah Mudzakir AS.

Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa, 2013.

Al-Qurtubi, Imam. Tafsir al-Qurṯubi, Penerjemah: Ahmad Rijali. Jakarta: Pustaka

Azzam. 2008.

Rahmat, M Imadadun. Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivalisme Islam

Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta : Erlangga. 2005.

Rodli, Ahmad. Stigma Islam Radikal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.

Said, Mansur. Bahaya Syirik dalam Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.

Saleh, Qamaruddin,(et al). Larangan dan Perintah dalam Al-Qur’an. Bandung:

Diponegoro, 2002.

Al-Shabuny, Muhammad Ali. Cahaya Al-Qur’an: Tafsir Tematik Surat al-

Baqarah – al-An’am, tej. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

2000.

Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-manar. Bandung: Pustaka Hidayah,

1994.

-----------------------. Tafsir Al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,

Jakarta: Lentera Hati. 2002.

Suryaman, Khaer. Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif

Hidayatullah, 1982.

Al-Syanqithi, Syaikh. Tafsir Adhwa’ul Bayan. Penerjemah Fathurazi, dkk.

Jakarta: Pustaka Azzam. 2006.

Al-Syibl, Ali bin Abd al-Aziz bin Ali. Manhaj al-wasatiyah wa atsaruh fi ilaj al-

ghuluw. Riyâd: Dâr al-Syibli, 1996 .

Syibromalisi, Faizah Ali dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafir Klasik-

Modern, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2011.

Taher, Tarmizi. Membumikan Ajaran Ketuhana, Jakarta: Hikmah. 2003.

Al-Ṭâbari, Abû Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Al-Ṭâbari.

PenerjemahAkhmad Affandi, Jakarta: Pustaka Azzam. 2008.

Page 86: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

71

Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta:

Djambatan. 1992.

Usman, Fatimah. Wahdah al-Adyân. Yogyakarta: LkiS. 2006.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus

Wadzuriyyah. 1989.

Yusuf, Ali Anwar. Studi Agama Islam. Bandung: CV Pustaka Setia. 2003.

Al-Zuhailî, Wahbah. Tafsir Al-Munîr, Aqidah, Syari’ah & Manhaj. Beirut: Dâr

al-Fikr. 2014.

-------------------------- .Tafsir Al-Munir, Aqidah, Syari’ah & Manhaj, Penerjemah

Abdul Kattani, Hayyie al-. dkk ,Jakarta: Gema Insani. 2016.

------------------------ . Tafsir Al-Wasith, penerjemah Muhtadi, dkk. Jakarta: Gema

Insani. 2012.

B. Sumber Jurnal dan Hasil Penelitian

Ainol, “Metode Penafsiran Al-Zuḥailî Dalam al-Tafsir al-Munîr.” Mutawatir. vol

1, no. 2. (Desember 2011): h. 142-154.

Baihaki. “Studi Kitab Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Al-Zuhailî dan Contoh

Penafsirannya Tentang Pernikahan Beda Agama.” Analisis, vol. xvi no. 1

(Juni 2016): h. 125-152.

Darlis. “Mengusung Moderasi Islam Di Tengah Masyarakat Multikultural.”

Rustan Fikr. vol. 13 no.2 (Desember 2017): h. 225-255.

Ismail dan Fahmi, Internalitasasi Sikap Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini,

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/raudhatulathfal/article/view/1473/11

63

Khair, Sadiani Abdul. “Analisis Kritis Pemikiran Wahbah Al-Zuhailî Tentang

Penetapan Talak.” Fenomena, vol. viii no. 2. (2016): h. 143-158.

Muhammaddin, Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. JIA/Juni 2013/

Th.XIV/Nomor 1/99-114.

Setiawan, Angga. https://id.scribd.com/doc/86042832/BAB-IV-Sumber-Agama-

Dan-Ajaran-Islam . 2012. Diakses pada 28 Agustus 2018, Pukul 11.15.

Page 87: GHULUW DALAM BERAGAMA PERSPEKTIF WAHBAH AL- …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · ABSTRAK Ziana Maulida Husnia. Ghuluw Dalam Beragama Perspektif Wahbah al- Zuhailî.

72

Al-Sewed, Muhammad Umar. “Sikap Tengah Ahlu Sunnah diantara Ifrâth dan

Tafrith, Salafy. edisi VI. t.t.

Syarif, Zubair. “Ghuluw: Penyakit yang Membahayakan Umat.” Salafy. no. 7 t.t.

Ummul Aiman, “Metode Penafsiran Wahbah al-Zuhailî: Kajian al-Tafsir al-

Munir,” Miqot (1 Januari, 2012).