ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

30
BAB I STATUS PASIEN BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI Nama Mahasiswa : Muhammad Ario Bagus Baskoro NIM : 030.07.168 Dokter Pembimbing : dr. Mas Wishnuwardana, Sp.A I. IDENTITAS Data Pasien Ayah Nama An. R Tn. T Tanggal Lahir / Umur 2 tahun 40 tahun Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki Alamat Jln. Kali Baru, Kota Baru, BekasiBarat Agama Islam Islam Suku Bangsa Sunda Sunda Pendidikan Belum Sekolah SD Pekerjaan - Buruh Tanggal Masuk 26 December 2012 1

description

hutyiyuj578ifyjyri9yru578iyrirti

Transcript of ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Page 1: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

BAB I

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

Nama Mahasiswa : Muhammad Ario Bagus Baskoro

NIM : 030.07.168

Dokter Pembimbing : dr. Mas Wishnuwardana, Sp.A

I. IDENTITAS

Data Pasien Ayah

Nama An. R Tn. T

Tanggal Lahir / Umur 2 tahun 40 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki Laki-laki

Alamat Jln. Kali Baru, Kota Baru, BekasiBarat

Agama Islam Islam

Suku Bangsa Sunda Sunda

Pendidikan Belum Sekolah SD

Pekerjaan - Buruh

Tanggal Masuk 26 December 2012

Keterangan Hubungan dgn orangtua anak kandung.

I. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 29 December 2012, pukul 20.00 WIB,

dengan bapak pasien.

1

Page 2: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

A. Keluhan utama

BAB cair sejak 1 minggu SMRS

B. Keluhan tambahan

Muntah dan lemas

C. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang atas rujukan Puskesmas Kota Baru dengan keluhan BAB cair sejak 1

minggu SMRS. Frekuensi BAB lebih dari 10 kali per hari, jarak antara BAB sekitar

setengah jam, konsistensi BAB encer, warna dempul keluar sedikit-sedikit, berlendir, tidak

ampas maupun darah.

Keluhan pasien disertai muntah, muntah dirasakan setelah 2 hari sakit muntah berisi

makanan. Pasiem juga merasa lemas. Demam, kejang, batuk pilek disangkal orang tua

pasien. BAK pasien tidak ada keluhan.

Sebelumnya, pasien sudah berobat ke Puskesmas dan diberi pengobatan. Namun

dikarenakan tidak ada perubahan , pasien dibawa ke UGD RSUD Kota Bekasi dan

disarankan untuk dirawat.

D. Riwayat penyakit dahulu

Pasien belum pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi

maupun riwayat kejang sebelumnya disangkal.

E. Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien meninggal positif hiv.

F. Riwa yat kehamilan dan persalinan

Kehamilan :

Perawatan antenatal : Tidak tahu

Penyakit kehamilan : Tidak ada

Kelahiran :

Tempat kelahiran : Rumah Bersalin

Ditolong oleh : Bidan

2

Page 3: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Cara persalinan : Normal

Masa gestasi : 11 bulan

Keadaan bayi

Berat lahir : 3500 gram

Panjang badan lahir : 49 cm

Langsung menangis : Ya

Pucat : Tidak

Biru : Tidak

Kuning : Tidak

Kejang : Tidak

Nilai Apgar : Tidak Tahu

Kelainan Bawaan : Tidak ada

Anak ke : Kedua

G. Susunan keluarga

Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara.

H. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan Gigi I : ±7 bulan

Motorik Kasar

o Tengkurap : ±5 bulan

o Duduk : ±7 bulan

o Merangkak : ±9 bulan

o Berdiri bila dipegang : ±9 bulan

o

Motorik Halus

Pasien sudah dapat memegang benda-benda sejak berusia ±8 bulan

Bahasa

Pasien sudah mengoceh “mama” sejak berusia ±9 bulan

3

Page 4: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Sosial

Pasien sudah mulai mengenali ayah ibunya sejak ±9 bulan dan dapat berinteraksi.

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.

I. Riwayat gizi dan makanan

Umur ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

0-2 bln √

2-4 bln √

4-6 bln √

6-8 bln √ √

8-10 bln √ √ √

Kesan: Riwayat gizi cukup

J. Riwayat imunisasi

Vaksin Waktu pemberian

Hepatitis B Sewaktu lahir, 1 bulan dan 6 bulan

BCG Bulan pertama

DPT 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan

Polio 6 hari, 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan

Campak Umur 9 bulan

Kesan: Riwayat imunisasi cukup

K. Riwayat sosial ekonomi

Pasien berasal dari keluarga ekonomi rendah. Ayah pasien bekerja sebagai tukang ojeg.

II. Pemeriksaan Fisik (27 December 2012)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda vital

Tekanan darah: tidak dilakukan

Nadi : 100x/menit

Suhu : 36,3°C

Laju nafas : 32x/menit

4

Page 5: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Berat badan : 7kg

Tinggi badan : 72 cm

Status generalis

Kulit : Warna kuning kecoklatan, turgor kulit berkurang

Kepala : Bentuk tidak ada kelainan, rambut hitam distribusi merata, tidak teraba benjolan.

Mata : Bentuk tidak ada kelainan, kedudukan bola mata simetris, kelopak mata cekung,

konjungtiva tidak anemis dan tidak hiperemis, sklera tidak ikterik,

Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang

Hidung : Bentuk tidak ada kelainan, septum nasal tidak deviasi, sekret (-)

Mulut : Bentuk tidak ada kelainan, bibir merah muda kering, tidak sianosis, lidah tidak

kotor tepi tidak hiperemis, tonsil dan faring sukar dinilai,

Leher : Bentuk tak ada kelainan,kaku kuduk(-),KGB tidak teraba membesar

Thorax

Paru

Inspeksi : simetris pada kedua hemithorax, retraksi iga (-/-)

Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : tampak sedikit membuncit, tidak tampak gambaran usus dan pelebaran vena

Auskultasi : bising usus (+) meningkat

Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hati&lien, turgor kulit

berkurang

Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Genitalia eksterna : Laki -laki tidak ada kelainan

Ekstremitas : Akral hangat, deformitas (-), udem (-/-), sianosis (-/-), rash - , petechiae –

5

Page 6: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Status Neurologis

Refleks Babinsky : -/-

Refleks Brudzinsky I : -/-

Refleks Brudzinsky II : -/-

Kaku Kuduk : (-)

Kernig : -/-

Refleks patella : Normal

Refleks tendo biceps : Normal

Refleks triceps : Normal

Refleks achilles : Normal

III. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium darah pada tanggal 27 December 2012, Pk.13.30 WIB :

Darah Rutin Hasil Satuan Nilai Normal

Hemoglobin 11,1 gr/dl 11-16

Leukosit 7.900 /mm3 5.000-10.000

Trombosit 216.000 /mm3 150.000-400.000

Hematokrit 34,7 % 40-48

Elektrolit Hasil Satuan Nilai Normal

Na 133 meq/L 135-145

K 1.6 meq/L 3,5-5,0

Cl 92 meq/L 94-111

GDS Mg/dL Nilai Normal

198 Mg/dL 60-100

Eritrosit 5,60 4-5 jt/uL

6

Page 7: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Imunoserologi Hasil Nilai Normal

Tahap I Reaktif SD Non Reaktif

Tahap II Reaktif Insec Non Reaktif

Tahap III Reaktif Fokus Non Reaktif

IV. Resume

Pasien seorang anak laki-laki umur 2 tahun datang ke UGD RSUD KOTA BEKASI dengan

keluhan BAB cair sejak 1 minggu SMRS. BAB lebih dari 10 kali per hari, encer, warna kuning,

ampas (-), lendir (+), darah (-). Keluhan disertai muntah dan pasien merasa lemas, batuk berdahak

(-), pilek (-).

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, nadi 100x/menit, RR

32x/menit, SB 36,3oC. Dari pemeriksaan fisik abdomen didapat bising usus (+) meningkat, turgor

kulit berkurang. Dari hasil laboratorium elektrolit Na 133 meq/l, K 1,6 meq/l CL 92 meq/l. gds 196

mg/dl serta imunoserologi AntiHIV reaktif positif.

V. Diagnosis Kerja

HIV

VI. Penatalaksanaan

- IVFD KaEN 3B 25 tpm

- Cotrimoxazole syrup 2 x 1 cth

- Zinkid syrup 1 x 1 cth

- L-Bio 2 x 1 sachet

- Ranitidine 2x0,3 cc

- Koreksi kalium 2x3x0,3 =5 meq (KCL)

VII. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia

7

Page 8: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Analisis Kasus

Pasien ini didiagnosis HIV berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.. keluhan diare yang dirasa sejak 1minggu SMRS. muntah pada 4 hari SMRS,Lemes

Pemeriksaan fisik HR: 100x/menit, RR: 32x/menit, Suhu: 36,3oC, bising usus (+)

meningkat, turgor kulit berkurang. Dari hasil laboratorium elektrolit Na 133 meq/l, K 1,6 meq/l

CL 92 meq/l. gds 196 mg/dl serta imunoserologi AntiHIV reaktif positif

Pada pasien ini didapatkan gejala inisial seperti diare dan adanya faktor risiko yaitu orang

tua pasien meninggal + HIV serta pada pemeriksan laboratorium didapatkan anti HIV reaktif

positif.

Pada HIV, sindroma retrovirus akut. Infeksi HIV terbanyak melalui infeksi Ibu-anak yang

diturunkan melalui kehamilan kelahiran dan menyusui. Pada HIV anak pemeriksaan fisik biasanya

normal. Dapat ditemukan gejala inisial dapat sangat sedikit, seperti limfadenopati,

hepatosplenomegali, atau yang tidak spesifik seperti kegagalan untuk tumbuh diare rekuren atau

kronis, pneumonia interstitial.

8

Page 9: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

TINJAUAN PUSTAKA

HIV

2.1 ETIOLOGI

Virus penyebab defisiensi imun yang dengan nama Human Immunodeficiency Virus (HIV)

adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan subfamili Lentiviridae.Sampai sekarang baru

dikenal dua serotype HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated

virus type-2 (LAV-2) yang hingga kini hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di

Afrika,dan spektrum penyakit yang ditimbulkannya belum banyak diketahui. HIV-1, sebagai

penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal juga sebagai human T cell-

lymphotropic virus type III (HTLV-III), lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.

Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun

1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat

pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986

nama virus dirubah menjadi HIV.

Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli

merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target.

Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang

disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain,

dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh

pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama

hidup penderita tersebut. 

Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian

selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic

Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan

glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu reseptor

yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel langerhans pada kulit, sel-sel

glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan sel-sel enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau

disebut juga protein transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat

berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang berdekatan tersebut bersatu

membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV

termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah

dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan

sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. 

Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV

dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak. 

9

Page 10: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

2.2 PATOFISIOLOGI INFEKSI HIV

Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu komponen sistem imun

akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV menginfeksi sel Thelper yang memiliki

reseptor CD4 di permukaannya, makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi penting sel

T helper antara lain menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi pertumbuhan dan

pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi, sehingga penurunan sel T

CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan penderita mudah terinfeksi.

Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi ialah sel dendritik.

Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan mengirim antigen tersebut ke sel-sel

limfoid. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4.

Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada

permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV, sehingga

limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke sel limfoid yang peka terhadap infeksi HIV. Limfosit-

limfosit CD4 yang diakumulasikan di jaringan limfoid akan tampak sebagai limfadenopati dari

sindrom retrovirus akut yang dapat terlihat pada remaja dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi sel

CD4 yang sangat berespon terhadapnya sehingga kehilangan respon dan kontrol pertumbuhan

terhadap HIV. Ketika replikasi virus melebihi batas (biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan terjadi

viremia yang tampak secara klinis sebagai flulike syndrome (demam, rash, limfadenopati, atrhralgia)

terjadi 50-70% pada orang dewasa. Dengan terbentuknya respon imun humoral dan seluler selama 2-

4 bulan, muatan virus dalam darah mengalami penurunan secara substansial, dan pasien memasuki

masa dengan gejala yang sedikit dan jumlah CD4 yang meningkat sedikit. 

Replikasi HIV-1 permulaan pada anak tidak menunjukkan adanya manifestai klinis pada

anak. Walaupun di tes dengan menggunakan PCR atau isolasi virus untuksequence asam nukleat dari

virus.

Beberapa mekanisme yang diduga berhubungan dengan turunnya kadar CD4 pada orang

dewasa dan anak-anak ialah mekanisme-mekanisme dari HIV-mediated single cell killing, formasi

multinukleus dari sel giant pada CD4 baik yang terinfeksi maunpun yang tidak (formasi syncytia),

respon imun spesifik untuk virus (sel natural killer, sitotoksisitas seluer tergantung antibodi), aktivasi

mediasi superantigen sel T (membuat sel T lebih peka terhadap HIV), autoimun dan apoptosis.

Ada 3 pola penyakit ditemukan pada anak-anak. Tepatnya 15-25% bayi baru lahir yang

terinfeksi HIV pada negara berkembang muncul dengan perjalanan penyakit yang cepat, dengan

gejala dan onset AIDS dalam beberapa bulan pertama kehidupan, median waktu ketahanan hidup

ialah 9 bulan jika tidak diobati. Pada negara miskin, mayoritas bayi baru lahir akan mengalami

perjalanan penyakit seperti ini. Telah diketahui bahwa infeksi intrauterin bertepatan dengan periode

pertumbuhan cepat CD4 pada janin. Migrasi yang normal dari sel-sel ini menuju ke sumsum tulang,

limpa, dan timus yang menghasilkan penyebaran sistemik HIV, tidak dapat dicegah oleh sistem imun

yang imatur dari janin. Infeksi dapat terjadi sebelum pembentukan ontogenik normal sel imun, yang

mengakibatkan gangguan dari imunitas. Anak-anak dengan keadaan seperti ini menunjukkan hasil

tes PCR yang positif (nilai median 11.000 kopi/ml) pada 48 jam pertama kehidupan. Bukti ini

menunjukkan terjadinya infeksi inuterin. Muatan virus akan terus meningkat dalam 2-3 bulan

10

Page 11: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

(750000kopi/ml) dan menurun secara perlahan. Berbeda dengan orang dewasa bahwa muatan virus

pada anak-anak tetapi tinggi selama 1-2 tahun pertama. 

Infeksi perinatal mayoritas yang terjadi di negara berkembang (60-80%) mengalami pola

penyakit yang kedua ini, yang mempunyai perjalanan penyakit yang lebih lambat, dengan median

ketahanan hidup selama 6 tahun. Banyak pasien dengan penyakit ini memiliki tes kultur yang negatif

dalam 1 minggu pertama kehidupan dan dipertimbangkan sebagai pasien bayi yang terinfeksi

intrapartum. Pada pasien mauatn virus akan meningkat dengan cepat dalam 2-3 bulan pertama

kehidupan (median 100.000 kopi/ml) dan menurun secara lambat setelah 24 bulan. Ini berbeda

dengan orang dewasa dimana muatan virus berkurang dengan cepat setelah infeksi primer. 

Pola ketiga dari perjalanan penyakit (long-term suvivors) muncul dalam jumlah kecil (<5%),

dan infeksi virus yang cacat (adanya defek pada gen virus). Perubahan sistem imun anak-anak karena

infeksi HIV akan menyerupai infeksi HIV pada orang dewasa. Penurunan sel T akan kurang dramatis

disebabkan karena pada bayi terjadi limfositosis relatif. Sebagai contoh, jumlah CD4 1.500 sel/mm3

pada anak.

Aktivasi sel B muncul pada infeksi awal pada kebanyakan anak sebagai bukti

hipergammaglobulinemia dengan kadar antibodi anti-HIV-1 yang tinggi. Respon ini memperlihatkan

adanya disregulasi dari supresi sel T dari sintesis antibodi sel B dan peningkatan jumlah CD4 aktif

dari respon humoral sel limfosit B. Disregulasi dari sel B mendahului berkurangnya CD4 pada

kebanyaka anak, dan dapat berguna sebagai alat bantu diagnosis infeksi HIV pengganti bila tes

diagnosis spesific (PCR, kultur) tidak ada atau terlalu mahal. Meskipun peningkatan kadar

imunoglobulin, bukti dari produksi antibodi spesifik tidak muncul pada beberapa anak.

Hipogamaglobulinemia sangat jarang. 

Pengaruh terhadap sistem saraf pusat lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan orang

dewasa. Makrofag dan mikroglia mempunyai peran penting dalam dalam neuropatogenesis HIV, dan

dari data dilaporkan astrosit juga dapat berpengaruh. Meskipun mekanisme pada sistem saraf pusat

belum begitu jelas, pertumbuhan otak pada bayi muda dipengaruhi 2 mekanisme, yaitu virus itu

sendiri yang dapat menginfeksi bermacam-macam sel otak secara langsung ,atau secara tidak

langsung dengan cara mengeluarkan sitokin (IL-1α, IL-1, TNF- α, IL-2) atau oksigen reaktif dari

limfosit atau makrofag yang terinfeksi HIV. 

Perjalanan Penyakit

Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut :

- Infeksi virus(2-3 minggu)

- Sindrom retroviral akut (2-3 minggu)

- Gejala menghilang + serokonversi

- Infeksi kronis HIV-asimtomatik (rata-rata 8 tahun)

- Infeksi HIV/AIDS simtomatik (rata-rata 1,3 tahun)

11

Page 12: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut Sindrom retroviral akut atauAcute

Retroviral Syndrome. Sindrom retroviral akut diikuti oleh penurunan CD4 dan peningkatan kadar

RNA HIV dalam plasma (viral load). Hitung CD4 perlahan-lahan akan menurun dalam beberapa

tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5-2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam

keadaan AIDS. Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian turun

sampai titik tertentu. Dengan berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan akan meningkat. Pada

fase akhir penyakit akan ditemukan hitung sel CD4<200/mm3, diikuti timbulnya infeksi

opportunistik, munculnya kanker tertentu, berat badan menurun, dan munculnya komplikasi

neurologis. Tanpa obat ARV rata-rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun >3 ialah 3,7 tahun.

Window period adalah masa dimana pemeriksaan tes serologis untuk antibodi HIV masih

menunjukka hasil negatif sementara sebenarnya virus sudah ada dalam jumlah banyak dalam darah

penderita. Window period menjadi hal yang penting untuk diperhatikan karena pada masa itu orang

dengan HIV sudah mampu menularkan kepada orang lain misalnya melalui darah yang didonorkan,

bertukar jarum suntik pada IDU atau melalui hubungan seksual. Sebenarnya pada saat itu

pemeriksaan laboratorium telah mampu mendeteksinya karena pada window period terdapat

peningkatan kadar antigen p24 secara bermakna. 

2.3 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis infeksi bervariasi antara bayi, anak-anak dan remaja. Pada kebanyakan

bayi pemeriksaan fisik biasanya normal. Gejala inisial dapat sangat sedikit, seperti limfadenopati,

hepatosplenomegali, atau yang tidak spesifik seperti kegagalan untuk tumbuhm diare rekuren atau

kronis, pneumonia interstitial. Di Amerika dan Eropa sering terjadi gangguan paru-paru dan

sistemik, sedangkan di Afrika lebih sering terjadi diare dan malnutrisi. 

Terdapat berbagai klasifikasi klinis HIV/AIDS 2 diantaranya menurut enter for Disease

Control and Prevention (CDC) dan World Health Organization (WHO).

Klasifikasi HIV menurut CDC pada anak menggunakan 2 parameter yaitu status klinis dan

derajat gangguan imunologis, lihat tabel 2.1 dan tabel 2.2.

DEFINISI STATUS

IMUNOLOGIS

KATEGORI IMUNOLOGIS

JUMLAH CD4+ DAN PERSENTASI TOTAL LIMFOSIT

TERHADAP USIA

<> 1-5 tahun 6-12 tahun

µL % µL % µL %

1. Nonsuppressed ≥ 1500 ≥ 25 ≥ 1000 ≥ 25 ≥ 500 ≥ 25

2. Moderate suppression 750-1499 15-24 500-999 15-24 200-499 15-24

3. Severe suppression <> <15 <> <15 <> <15

Tabel 2.1 Klasifikasi HIV pada Anak Kurang dari 13 Tahun Berdasarkan Jumlah CD4 dan

Persentasi Total Limfosit Terhadap Usia(

Klasifikasi Secara Klinis

12

Page 13: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

1. Nonsuppressed N1 A1 B1 C1

2. Moderate suppression A2 C2 B2 C2

3. Severe suppression A3 C3 B3 C3

Tabel 2.2 Klasifikasi HIV menurut CDC pada Anak Kurang dari 13 Tahun Secara Klinis

Kriteria klinis untuk infeksi HIV pada anak-anak kurang dari 13 tahun. 

 Kategori N : pasien-pasien asimptomatik. Tidak ditemukan tanda maupun gejala yang

menunjukkan adanya infeksi HIV, atau pasien hanya dapat ditemukan satu bentuk kelainan

berdasarkan kategori A.

 Kategori A : pada pasien dapat ditemukan dua atau lebih kelainan, tetapi tidak termasuk kategori B

atau C :

- Lymphadenopathy (≥ 0.5 cm pada dua tempat atau lebih, dua KGB yang bilateral dianggap

sebagai satu kesatuan).

- Hepatomegali

- Splenomegali

- Dermatitis

- Parotitis

- URTI berulang atau persisten

 Kategori B: moderately symptomatic. Pasien menunjukkan gejala-gejala yang tidak termasuk ke

dalam keadaan-keadaan pada kategori A maupun C, dan gejala-gejala yang terjadi merupakan

akibat dari terjadinya infeksi HIV

- Anemia

- Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis (terjadi dalam satu episode).

- Candidiasis orofaring yang terjadi lebih dari dua bulan pada anak-anak berusia enam bulan

atau kurang.

- Kardiomiopati.

- Infeksi CMVyang terjadi lebih dari satu bulan.

- Diare

- Hepatitis

- Stomatitis yang disebabkan oleh HSV (rekuren, minimal terjadi 2 kali dalam satu tahun).

- Bronkitis yang disebabkan oleh HSV, pneumonitis, atau esofagitis yang terjadi sebelum usia

satu bulan.

- Herpes zoster yang terjadi dalam dua episode berbeda pada satu dermatom.

- Leiomyosarcoma

- Pneumonia limfoid interstitiel, atau hiperplasia kelenjar limfoid pulmonal kompleks.

- Nefropati.

- Nocardiosis.

- Demam yang berlangsung selama satu bulan atau lebih.

- Toksoplasmosis yang timbul sebelum usia satu bulan.

13

Page 14: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

- Varicella diseminata atau dengan komplikasi.

 Kategori C: pasien-pasien dengan gejala-gejala penyakit yang parah dan ditemukan pada pasien

AIDS.

- Kandidiasis bronki, trakea, dan paru

- Kandidiasis esofagus

- Kanker leher rahim invasif

- Coccidiomycosis menyebar atau di paru

- Kriptokokus di luar paru

- Retinitis virus sitomegalo

- Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV

- Herpes simpleks dan ulkus kronis > 1 bulan

- Bronkhitis, esofagitis dan pneumonia

- Histoplasmosis menyebar atau di luar paru

- Isosporiasi intestinal kronis > 1 bulan

- Sarkoma Kaposi

- Limfoma Burkitt

- Limfoma imunoblastik

- Limfoma primer di otak

- Mycobacterium Avium Complex (MAC) atau M. Kansasii tersebar di luar paru

- M. Tuberculosis dimana saja

- Ikobacterium jenis lain atau jenis yang tidak dikenal tersebar atau di luar paru

- Pneumonia Pneumoncystitis carinii

- Pneumonia berulang

- Leukoensefalopati multifokal progresif

- Septikemia salmonella yang berulang

- Toksoplasmosis di otak

Sedangkan klasifikasi WHO pada anak ialah :

Stadium Klinis 1

Tanpa gejala (asimtomatis)

Limfadenopati generalisata persisten

Stadium Klinis 2

Hepatosplenomegaly persisten tanpa alasani

Erupsi papular pruritis

Infeksi virus kutil yang luas

Moluskum kontagiosum yang luas

Infeksi jamur di kuku

Ulkus mulut yang berulang

Pembesaran parotid persisten tanpa alasan

Eritema lineal gingival (LGE)

14

Page 15: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Herpes zoster

Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media, otore, sinusitis,

atau tonsilitis)

Stadium Klinis 3

Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku

Diare terus-menerus tanpa alasan (14 hari atau lebih)

Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus, lebih dari

1 bulan)

Kandidiasis oral terus-menerus (setelah usia 6-8 minggu)

Oral hairy leukoplakia (OHL)

Gingivitis atau periodonitis nekrotising berulkus yang akut

Tuberkulosis pada kelenjar getah bening

Tuberkulosis paru

Pneumonia bakteri yang parah dan berulang

Pneumonitis limfoid interstitialis bergejala

Penyakit paru kronis terkait HIV termasuk brokiektasis

Anemia (<8g/dl),>

Stadium Klinis 4

Wasting yang parah, tidak bertumbuh atau malanutrisi yang parah tanpa alasan dan tidak

menanggapi terapi

yang baku

Pneumonia Pneumosistis (PCP)

Infeksi bakteri yang parah dan berulang (mis. empiema, piomisotis, infeksi tulang atau sendi,

atau meningitis,

tetapi tidak termasuk pneumonia)

Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial atau kutaneous lebih dari 1 bulan atau viskeral pada

tempat apa pun)

Tuberkulosis di luar paru

Sarkoma Kaposi

Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis pada trakea, bronkus atau paru)

Toksoplasmosis sistem saraf pusat (setelah usia 1 bulan)

Ensefalopati HIV

Infeksi sitomegalovirus: retinitis atau infeksi CMV yang mempengaruhi organ lain, yang

mulai pada usia lebih

dari 1 bulan)

Kriptokokosis di luar paru (termasuk meningitis)

Mikosis diseminata endemis (histoplasmosis luar paru, kokidiomikosis)

Kriptosporidiosis kronis

Isosporiasis kronis

Infeksi mikobakteri non-TB diseminata

Limfoma serebral atau non-Hodgkin sel-B

15

Page 16: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Progressive multifocal leucoencephalopathy (PML)

Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati bergejala terkait HIV

2. 4 DIAGNOSIS

Seperti penyakit lain, diagnosis HIV lain juga ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.

Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV ialah :

1. Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV

Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap mempertahankan status

seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya respon antibodi ibu yang ditransfer secara

transplacental. Selama priode ini, hanya anak-anak yang terinfeksi HIV saja yang akan mengalami

respon serokonversi positif pada pemeriksaan dengan enzyme

immunoassays (EIA),immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody western blots (WB).

2. Lahir dari ibu pasangan resiko tinggi atau terinfeksi HIV

3. Penerima transfusi darah atau komponennya dan tanpa uji tapis HIV

4. Penggunaan obat parenteral atau intravena secara keliru (biasanya pecandu narkotika)

5. Kebiasaan seksual yang keliru, homoseksual atau biseksual.

Gejala klinis yang sesuai dengan penjelasan sebelumnya, pada bagian manifestasi klinis.

Sedangkan untuk diagnostik pasti dikerjakan pemeriksaan laboratorium.

Tes untuk mendiagnosis virus harus dilakukan dalam 48 jam kehidupan pertama. Hampir 40% bayi

dapat didiagnosis pada masa ini. Disebabkan karena banyak bayi yang terinfeksi HIV mempunyai

perkembangan penyakit yang cepat sehingga memerlukan terapi yang progresif pula. Pada anak yang

terpapar HIV dengan tes virologis yang negatif pada 2 hari pertama, beberapa pendapat mengusulkan

perlu untuk dilakukan pemeriksaan kembali pada hari ke-14 untuk memaksimalkan deteksi dari virus

ini.

Terdapat beberapa tes HIV yang cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas yang baik.

Kebanyakan dari tes-tes ini hanya membutuhkan satu step pengambilan sampel dan hasilnya didapat

lebih cepat pada 2 hari pertama kehidupan, dan > 90% pada usia > 2 minggu kehidupan. Uji RNA

HIV plasma, yang mendeteksi replikasi virus lebih sensitif daripada PCR DNA untuk diagnosis

awal, namun data yang menyatakan seperti itu masih terbatas. Kultur HIV mempunyai sensitivitas

yang hampir sama dengan PCR HIV DNA, namun tekniknya lebih sulit dan mahal, dan hasilnya sulit

didapat pada beberapa minggu, dibandingkan dengan PCR yang membutuhkan hanya 2-3 hari. Uji

antigen p24 bersifat lebih spesifik dan mudah untuk dilakukan namun kurang sensitif dibandingkan

dengan uji virologis lainnya.

Seorang bayi yang terpapar oleh virus HIV dapat dinyatakan positif terinfeksi HIV jika pada

pemeriksaan serologis dari 2 (dua) sampel darah yang berbeda pada bayi (tidak termasuk darah yang

berasal dari pusat, karena adanya risiko terkontaminasi oleh darah ibu); baik dua kali hasil positif

pada pemeriksaan kultur HIV darah perifer untuk sel-sel mononuklear (peripheral blood

mononuclear cell (PMBC)), dan/atau satu hasil positif untuk DNA atau RNA polymerase chain

reaction (PCR) assay dan satu hasil postif pada kultur PMBC HIV. Pemeriksaan-pemeriksaan

16

Page 17: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

terebut harus dilakukan pada dua waktu yang berlainan pada bayi-bayi yang belum pernah diberi ASI

sebelumnya. 

Seorang bayi yang terlahir dari seorang ibu pengidap infeksi HIV dapat dinyatakan tidak

terinfeksi HIV jika tes-tes di atas tetap memberikan hasil negatif sampai usia bayi lebih dari empat

bulan dan bayi tidak mendapat ASI.

2. 5 PENATALAKSANAAN

2.5.1 Terapi Anti Retroviral (ARV)

Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupres virus untuk

memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah yang kronis. Pengobatan infeksi

virus HIV pada anak dimulai setelah menunjukkan adanya gejala klinis. Gejala klinis menurut

klasifikasi CDC. Pengobatan ARV diberikan dengan pertimbangan : 

1. Adanya bukti supresi imun yang ditandai dengan menurunnya jumlah CD4 atau

persentasenya. 

2. Bagi anak berusia > 1 tahun asimtomatis dengan status imunologi normal, terdapat 2 pilihan :

a. Awali pengobatan tidak bergantung kepada gejala klinis.

b. Tunda pengobatan pada keadaan resiko progresifitas perjalanan penyakit rendah atau

adanya faktor lain misalnya pertimbangan lamanya respon pengobatan, keamanan dan

kepatuhan.

Pada kasus seperti ini faktor lain yang harus dipertimbangkan ialah : 

1. Peningkatan viral load

2. Penurunan dengan cepat CD4 baik jumlah atau presentasi supresi imun (Kategori Imun 2

pada tabel 2.1)

3. Timbulnya gejala klinis

Keputusan untuk memberikan terapi antiretrovirus harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 

1. Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk mendiagnosis HIV

secara dini.

2. Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART) selama sedikitnya 1

tahun

3. Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART, pentingnya

kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll.

4. Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serta untuk

menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART

5. Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll.

6. Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik akibat HIV

7. Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi

oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV.

17

Page 18: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

8. Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial, dukungan sebaya.

Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan Orang Dengan HIV/AIDS

(ODHA) dan pendampinya.

9. Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang

penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebarluaskan informasi

dan pedoman baru.

10. Obat ARV digunakan secara rasional sesuai pedoman yang berlaku. 

Perjalanan penyakit infeksi HIV dan penggunaan ART pada anak adalah serupa dengan orang

dewasa tetapi ada beberapa pertimbangan khusus yang dibutuhkan untuk bayi, balita, dan anak yang

terinfeksi HIV.

Efek obat berbeda selama transisi dari bayi ke anak. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian khusus

tentang dosis dan toksisitas pada bayi dan anak. Kepatuhan berobat pada anak menjadi tantangan

tersendiri. Terapi ARV memberi manfaat klinis yang bermakna pada anak yang terinfeksi HIV yang

menunjukkan gejala. Uji klinis terhadap anak sudah menunjukkan bahwa ART memberi manfaat

serupa dengan pemberian ART pada orang dewasa. 

Saat ini ada 3 (tiga) golongan ART yang tersedia di Indonesia: 

1. Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs): Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida

yang menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA. Proses ini diperlukan agar virus

dapat bereplikasi. Obat dalam golongan ini termasuk Zidovudine (AZT), Lamivudine (3TC),

Didanosine (ddl), Stavudine (d4T), Zalcitabin (ddC), Abacavir (ABC). 

2. Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI): obat ini berbeda dengan NRTI

walaupun juga menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA. Obat dalam golongan ini

termasuk nevirapine (NVP), Efavirenz (EFV), dan Delavirdine (DLV). 

3. Protease Inhibitor (PI): Obat ini bekerja menghambat enzim protease yang memotong rantai

panjang asam amino menjadi protein yang lebih kecil. Obat dalam golongan ini termasuk

Indinavir (IDV), Nelfinavir (NFV), Saquinavir (SQV), Ritonavir (RTV), Amprenavir (APV), dan

Lopinavir/ritonavir (LPV/r). 

Regimen obat yang diusulkan di Indonesia ialah :

Salah satu dari Kolom A dan salah satu kombinasi dari

Kolom B

Kolom A Kolom B

Nevirapine (NVP) AZT + ddl

Nelfinavir (NVF) ddl+3TC

d4T + ddl

AZT + 3TC

18

Page 19: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

d4T + 3TC

Tabel 2.3 Regimen ART yang diusulkan di Indonesia

Untuk neonatus, regimen obat yang diberikan berupa 2 nucleoside reverse transcriptase

inhibitors (NRTIs) atau nevirapine dengan 2NRTIs atau protease inhibitor dengan 2NRTIs. Selain

itu, juga direkomendasikan pemberian zidovudine dengan didanosine atau zidovudine dengan

lamivudine dikombinasi dengan nelfinavir atau ritonavir. Untuk bayi-bayi yang lebih tua dan anak-

anak, direkomendasikan beberapa regimen antiretroviral. Protease inhibitor sebagai pilihan utama

dengan 2NRTIs. Nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor yang paling direkomendasikan untuk

anak-anak berusia lebih dari tiga tahun adalah 2NRTIs dengan efavirenz (dapat disertai dengan atau

tanpa protease inhibitor). Untuk anak-anak berusia kurang dari tiga tahun yang belum dapat

mendapat tablet, regimennonnucleoside terpiliih adalah 2NRTIs dengan nevirapine. Alternatif

pemberian regimen terapi nucleoside analogue adalah zidovudine dengan lamivudine dan abacavir.

2.5.2 Pemantauan pengobatan

Pemantauan pengobatan diperlukan untuk melihat : 

1. Kepatuhan minum obat.

2. Gejala baru yang timbul akibat efek samping obat maupun dari perjalanan penyakit itu sendiri.

a. Pemantauan sebaiknya dilakukan setelah 1 bulan pengobatan dimulai dan selanjutnya

setiap 3 bulan sekali.

b. Pemantauan keberhasilan dan toksisitas ART: 

1. Secara klinis

a. Berat badan meningkat

b. Tidak kena infeksi opportunistik, atau kalau pun terkena, infeksi tidak berat

c. Anamnesis gejala yang berhubungan dengan HIV seperti batuk lebih dari 2 minggu,

demam, diare, dll disertai pemeriksaan fisik.

2. Pemeriksaan laboratorium

Tes darah rutin termasuk tes darah lengkap, SGOT/SGPT, kreatinin, gula darah,

kolesterol dan trigliserid dibutuhkan untuk memantau efek samping obat dan perjalanan

penyakit. Jenis tes yang dibutuhkan bergantung pada regimen obat yang digunakan. Tes

jumlah CD4 setiap 6 bulan sekali diperlukan untuk menentukan kapan profilaksis dapat

dihentikan. Bila tes ini belum dapat dilakukan maka dapat dipakai hitung limfosit total. 

2.5.3 Indikasi untuk Mengganti Regimen atau Berhenti ART

Mengganti regimen akibat toksisitas obat dapat dilakukan degan mengganti satu atau lebih

obat dari golongan yang sama dengan obat yang dicurigai mengakibatkan toksisitas. 

19

Page 20: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

Mengganti terapi akibat kegagalan, untuk hal ini terdapat kriteria khusus untuk penggantian terapi

menjadi regimen yang baru secara keseluruhan (masing-masing obat dalam kombinasi diganti

dengan yang baru) atau penghentian terapi penggantian atau penghentian dilakukan apabila : 

1. ODHA pernah menerima regimen yang sama sekali tidak efektif lagi misalnya monoterapi

atau terapi dengan 2 nukleosida Nucleosida reverse transcriptase inhibitor (NRTI)

2. Viral load masih terdeteksi setelah 4-6 bulan terapi, atau bila viral load menjadi terdeteksi

kembali setelah beberapa bulan tidak terdeteksi.

3. Jumlah CD4 terus-menerus menurun setelah dites 2 kali dengan interval beberapa minggu

4. Infeksi opportunistik dengan immune reconstitution syndrome/sindrom pemulihan kembali

kekebalan.

 

2.5.4 Asuhan Gizi

Asuhan gizi merupakan komponen penting dalam perawatan individu yang terinfeksi HIV.

Mereka akan mengalami gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan dan hal ini berkaitan

dengan kurang gizi. Penyebabnya multifaktorial antara lain karena anoreksia, gangguan penyerapan

sari makanan pada saluran cerna, hilangnya cairan tubuh akibat diare dan muntah, dan gangguan

metabolisme. Jika seseorang dengan HIV mempuyai status gizi yang baik maka daya tahan tubuh

akan lebih baik sehingga menghambat memasuki tahap AIDS. 

Asuhan gizi dan terapi gizi bagi ODHA sangat penting bagi mereka yang mengkonsumsi

ARV. Makanan yang dikonsumsi mempengaruhi penyerapan ARV dan obat infeksi opoortunistik

dan juga sebaliknya, sehingga mmerlukan pengaturan diet seperti obat ARV dimakan ketika saat

lambung kosong. 

Prinsip gizi medis pada ODHA ialah tinggi kalori tinggi protein (TKTP) diberikan secara

oral, juga kaya vitamin meneral dan cukup air. Berdasarkan beberapa penelitian, pemberian stimulan

nafsu makan, seperti megestrol acetate dan human recombinant growth hormone dapat memberikan

kenaikan berat badan dan pertumbuhan. 

Seiring dengan berkembangnya penyakit, akan terjadi penurunan berat badan yang sangat

drastis (drastic wasting) dan terhambatnya pertumbuhan anak. Berkurangnya cadangan protein dapat

diatasi dengan meningkatkan intake asam amino, terutama threonine dan methionine. 

Bayi yang lahir dari ibu HIV tidak boleh diberi ASI ibunya, sehingga bayi diberikan

pengganti air susu ibu (PASI). Namun dalam keadaan tertentu dimana pemberian PASI tidak

memungkinkan dan bayi akan jatuh ke dalam kurang gizi, ASI masih dapat diberikan dengan cara

diperas dan dihangatkan terlebih dahulu pada suhu di atas 66OC untuk membunuh virus HIV. 

Rekomendasi terkait menyusui untuk ibu dengan HIV adalah sebagai berikut :

1. Menyusui bayinya secara eksklusif selama 4-6 bulan untuk ibu yang tidak terinfeksi atau ibu

yang tidak diketahui status HIV-nya.

2. Ibu dengan HIV positif dianjurkan untuk tidak memberikan ASI dan sebaliknya memberikan

susu formula (PASI) atau susu sapi atau kambing yag diencerkan.

20

Page 21: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

3. Bila PASI tidak memungkinkan disarankan pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan

kemudian segera dihentikan untuk diganti dengan PASI. 

2.6 PROGNOSIS

Viremia plasma dan hitung limfosit CD4 sesuai usia dapat menentukan resiko perjalanan

penyakit dan komplikasi HIV. Prognosis yang buruk pada infeksi perinatal berhubungan dengan

terjadinya encephalofati, infeksi, perkembangan menjadi AIDS lebih awal, dan berkurangnya jumlah

limfosit CD4 yang cepat. Tanpa terapi, kurang lebih 30% bayi yang terinfeksi berkembang menjadi

gejala klinis berat kategori C atau kematian dalam 1 tahun kehidupan. Dengan terapi yang optimal

angka mortalitas dan morbiditas menjadi rendah.

2.7 PENCEGAHAN

Edukasi dan konseling pasien yang terdeteksi terinfeksi HIV. Infeksi HIV yang muncul pada

wanita biasanya karena pengguna obat-obatan dan pasangan seksual laki-laki yang resiko tinggi.

Sehingga dibutuhkan pendidikan seks yang baik dan sehat. Konseling juga jangan hanya membahas

tentang modifikasi stress namun juga memodifikasi perubahan gaya hidup melalui pesan-pesan

budaya dan religi.

Perlu dilakukan uji tapis serologis bagi darah pendonor dan pengawasan serta perlakuan yang

lebih ketat bagi bahan-bahan yang berasal dari darah, terutama yang akan diberikan pada anak yang

perlu mendapat transfusi atau pemberian bahan yang berasal dari darah berulang-ulang atau daerah

dengan prevalensi HIV yang tinggi.

Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja, perlu dipikirkan strategi

penerapannya di sekolah dan akademi dan untuk remaja yang berada di luar sekolah.

Transmisi vertical dapat dicegah dengan memberikan terapi antiretrovirus pada ibu selama kehamilan dan memberikan profilaksis pada bayinya yang baru lahir. Wanita hamil yang terinfeksi HIV sebaiknya diberikan terapi kombinasi 3 (tiga) obat. Terapi kombinasi dapat membuat supresi virus.

KESIMPULAN

Bayi dan balita dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu melahirkan dan saat menyusui,

jika ibunya terinfeksi HIV. Jika tertular pada awal kehamilan, kemungkinan anak akan melanjut

21

Page 22: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

cepat ke AIDS, dan akan meninggal dalam dua tahun pertama kehidupannya, bila tidak diberi ART.

Namun pada sebagian besar anak dengan HIV, perkembangan penyakit akan lebih pelan, dan ada

harapan mereka dapat tahan hidup tanpa ART selama 8-9 tahun atau lebih.

Pengobatan HIV/AIDS yang ada saat ini dapat dikatakan belum baik, karena hanya bersifat

mensupres virus dan tidak dapat mengeradikasi virus, sehingga petugas kesehatan baiknya lebih

mementingkan upaya pencegahan daripada pengobatan.

Daftar Pustaka

1. Buku kuliah : Ilmu Kesehatan Anak : Jilid 2 : Balai Penerbit FKUI, Jakarta. 2002 : 593-598

22

Page 23: ghuhururyuhjkoy9oigjkutoiktuogk7uogkgo

2. Behrman RE, dkk . Human Immunodefisiensi Virus. Nelson textbook of pediatrics. 17th

edition: WB Saunders Co. 2004: 916-919.

3. Current : Medical Diagnosis & Treatment. Forty-third edition. McGraw-Hill . 2004 : 1362-

1363

4. Human Immunodefisiensi Virus,vPanduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan

Anak. RSUP Cipto Mangunkusumo. 2007 : 173 -176.

23