GGPC

6
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu agroindustri yang berkembang di Indonesia adalah PT.Great Giant Pineapple yang berdiri sejak tahun 1979 yang bergerak di bidang perkebunan dan pengalengan nenas. Berdasarkan data tanah di PT.GGP, jenis tanah yang terdapat di perkebunan nenas perusahaan tersebut adalah Ultisol. Ultisol adalah salah satu jenis tanah di Indonsesia yang sebarannya hingga 25% dari total luas daratan di Indonesia dan merupakan tanah tua dan telah mengalami pelindian sehingga miskin unsur hara. Selain miskin unsur hara, kandungan bahan organik tanah ini juga rendah. Tanah ini bereaksi masam dengan pH <4,5 dengan tekstur tanah lempung pasiran (Sandy Clay) dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. Menurut Al Jabri, 2007 pada awal produksi, buah nenas segar dapat mencapai 100 ton/ha, namun produksi tersebut semakin menurun meskipun input yang diberikan sudah tergolong tinggi. Pada tahun 2005, produksi rata- rata dari plant crop (PC) dan ratoon crop (RC) masing-masing hanya mencapai 54 dan 27 ton/ha. Degradasi tanah merupakan penyebab utama penurunan produktivitas. Penanaman nenas secara terus-menerus pada tanah mineral masam tanpa tindakan konservasi tanah dan air, pengelolaan bahan organik, dan pemupukan berimbang dapat merusak tanah. Kerusakan tanah di perkebunan ini

description

a

Transcript of GGPC

Page 1: GGPC

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu agroindustri yang berkembang di Indonesia adalah

PT.Great Giant Pineapple yang berdiri sejak tahun 1979 yang bergerak di bidang

perkebunan dan pengalengan nenas. Berdasarkan data tanah di PT.GGP, jenis

tanah yang terdapat di perkebunan nenas perusahaan tersebut adalah Ultisol.

Ultisol adalah salah satu jenis tanah di Indonsesia yang sebarannya hingga 25%

dari total luas daratan di Indonesia dan merupakan tanah tua dan telah mengalami

pelindian sehingga miskin unsur hara. Selain miskin unsur hara, kandungan bahan

organik tanah ini juga rendah. Tanah ini bereaksi masam dengan pH <4,5 dengan

tekstur tanah lempung pasiran (Sandy Clay) dengan tingkat kesuburan rendah

sampai sedang.

Menurut Al Jabri, 2007 pada awal produksi, buah nenas segar dapat

mencapai 100 ton/ha, namun produksi tersebut semakin menurun meskipun input

yang diberikan sudah tergolong tinggi. Pada tahun 2005, produksi rata-rata dari

plant crop (PC) dan ratoon crop (RC) masing-masing hanya mencapai 54 dan 27

ton/ha. Degradasi tanah merupakan penyebab utama penurunan produktivitas.

Penanaman nenas secara terus-menerus pada tanah mineral masam tanpa tindakan

konservasi tanah dan air, pengelolaan bahan organik, dan pemupukan berimbang

dapat merusak tanah. Kerusakan tanah di perkebunan ini dapat diperbaiki secara

konsisten dan berkelanjutan, dimana pemberian bahan organik merupakan pilihan

yang tepat. Selain itu menurut Sutanto (2002) pemakaian pupuk organik dapat

meniadakan atau mengurangi akibat negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan

bahan-bahan kimiawi seperti penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang dapat

menyebabkan degradasi lahan dan merusak kesehatan.

Bahan yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik biasanya berasal

dari limbah-limbah pertanian. Para petani memanfaatkan sisa yang tidak terpakai

untuk diolah kembali menjadi sumber hara untuk tanamannya. Limbah pertanian

dapat berupa residu tanaman seperti jerami, sekam dan residu hewan ternak

berupa limbah pakan, kotoran dan lain-lain. Tidak hanya limbah pertanian yang

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik, tetapi juga limbah industri dan rumah

Page 2: GGPC

2

tangga mulai dimanfaatkan. Limbah-limbah ini akan memberikan masukan bahan

organik pada tanah apabila sudah terdekomposisi secara baik.

Mengingat jumlah dan kualitas bahan organik yang banyak dijumpai

di lapangan, maka pemilihan terhadap bahan organik yang digunakan perlu

dipertimbangkan karena penggunaan bahan organik dipandang sebagai yang

paling sesuai dalam penerapan konsep teknologi masukan rendah. Heal., et al.

(1997) dan Suntoro (2001), menyebutkan beberapa parameter penting yang

dipakai dalam menentukan kualitas bahan organik sebagai sumber pupuk organik,

antara lain nisbah C/N rendah, kandungan lignin, kandungan polifenol yang juga

rendah, lebih efektif untuk mereduksi Al dalam larutan tanah.

Karakterisasi humus diperlukan untuk menentukan kesuburan tanah

terutama ketersediaan bahan organik bagi tanaman. Karakterisasi bahan organik

tanah penting diketahui untuk melihat kualitas bahan organik tanah. Presentasi

dan karakteristik humus dapat dilihat melalui fraksi humik yang terdapat di dalam

tanah dan dipengaruhi oleh tipe penggunaan lahan. Sebagai contoh, humus di

lahan hutan dikarakterisasi oleh tingginya kandungan asam fulvat, sementara di

lahan gambut dan padang rumput dikarakterisasi oleh tingginya kandungan asam

humat. Rasio asam humat /asam fulvat seringkali terjadi penurunan dengan

semakin dalamnya kedalaman tanah (Stevenson, 1982).

Pupuk organik yang baik ditentukan dengan kandungan asam-asam

organik yang terkandung di dalam asam humat dan asam fulvat. Sehingga untuk

mengetahui kualitas kompos maka harus melihat kandungan asam humat dan

asam fulvat bahan kompos, sebab asam-asam organik inilah yang memiliki

peranan besar untuk meperbaiki sifat fisik, biologi dan kimia tanah.

Bahan-bahan humat dan lempung tanah bertanggung jawab atas

sejumlah aktivitas kimia dalam tanah. Mereka terlibat dalam reaksi kompleks dan

dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak

langsung. Secara tidak langsung, mereka diketahui memperbaiki kesuburan tanah

dengan mengubah kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah dengan mengubah

kondisi fisik, kimia, dan biologi dalam tanah. Secara langsung, bahan-bahan

humat telah dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya

terhadap metabolisme dan terhadap sejumlah proses fisiologi lainnya. Oleh karena

Page 3: GGPC

3

gunanya yang sangat penting, belakangan ini telah dilakukan usaha-usaha untuk

memproduksi bahan-bahan humat dalam skala besar untuk dipakai sebagai

amandemen tanah, bahan pembenah tanah, atau pupuk (Tan, 1991).

Kualitas bahan organik dan humus ditentukan oleh karakterisasi bahan

organik itu sendiri. Melihat dampak penggunaan bahan anorganik terhadap

penurunan dan produktivitas lahan dan tanaman, serta memperhatikan keunggulan

pertanian organik serta karakterisasi bahan organik dalam menentukan kesuburan

tanah maka dilaksanakan penelitian tentang dinamika humat dan fulvat pada

berbagai dekomposisi limbah organik. Lokasi penelitian adalah di PT. Great Giant

Pineapple yang dilakukan dalam skala pot dengan perlakuan perbedaan komposisi

campuran limbah organik dan tanah.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui karakteristik kompos pada proses dekomposisi campuran

bahan organik (bambu 20%, kotoran sapi 20 %, dan seresah bonggol nenas

60%) dan tanah serta pengaruhnya pada sifat kimia Ultisol.

2. Mengetahui kandungan fraksi asam humat dan fulvat selama

pengomposan berjalan.

3. Mengetahui komposisi campuran antara bahan organik dan tanah yang

paling baik untuk dijadikan bahan pembenah tanah.

4. Mengetahui pengaruh perlakuan pememaran bonggol terhadap kualitas

bahan organik.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat menunjukkan kualitas

campuran limbah organik sebagai bahan pembenah tanah

D. Hipotesis

1. Campuran berbagai bahan organik pada komposisi tertentu dapat

mempercepat dekomposisi bahan organik.

2. Penambahan tanah akan mempercepat dekomposisi bahan organik

3. Kandungan asam humat dan fulvat tertinggi terdapat pada kompos dengan

kandungan bahan organik tertinggi