Ggg
-
Upload
sodamrinno2 -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
Transcript of Ggg
![Page 1: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan
keadaan hiperglikemia.(1,2) DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak
dijumpai,(4) penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang
spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bias menyebabkan
kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke),
gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease).(1,2,4)
Diabetes melitus dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat
diseluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi diabetes melitus yang tergantung
insulin (IDDM) dan diabetes melitus yang tidak tergantung insulin (NIDDM)
serta distribusi relatif kedua jenis utama diabetes ini menunjukkan perbedaan-
perbedaan pokok antara negara-negara dan kelompok etnik yang berbeda didalam
satu negara (4,9)
Diabetes Melitus (DM), merupakan penyakit metabolik yang progresif
yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah baik saat puasa maupun
setelah makan. Karenanya secara prinsip, tujuan pengobatan diabetes adalah
bagaimana menurunkan kadar glukosa darah baik dalam keadaan puasa maupun
setelah makan. Kedua kadar glukosa ini penting artinya dalam kaitannya dengan
komplikasi jangka panjang dari diabetes. Kalau melihat kadar glukosa darah pada
diabetes, glukosa darah setelah makan merupakan tumpukan dari glukosa darah
puasa atau sebelum makan. Makin tinggi kadar glukosa puasa atau sebelum
makan, makin tinggi kadarnya saat setelah makan. Karenanya, dalam strategi
pengobatan diabetes, turunkan dulu glukosa puasa sampai sasaran yang
diinginkan kemudian jika kadar glukosa setelah makan belum mencapai sasaran
lakukan intervensi terhadap glukosa setelah makan. (3)
Agar dapat menjamin kedua kadar glukosa darah dapat mencapai sasaran
yang diinginkan maka diperlukan pengetahuan tentang tempat kerja (terutama
1
![Page 2: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/2.jpg)
untuk meningkatkan sensitivitas insulin atau merangsang sekresi insulin) dan efek
glikemik (menurunkan glukosa puasa atau setelah makan ) obat-obatan anti
diabetes. (3)
Berdasarkan kriteria American Diabetes Association (ADA), sekitar 10,2
juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang tidak terdiagnosis
sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS
menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3%
penduduk usia > 15 tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar
6,1%.(6) Pada tahun 1983, prevalensi DM di Jakarta baru sebesar 1,7% namun
pada tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7%, dan pada tahun 2001
melonjak menjadi 12,8%.(2)
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang
cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi
kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030.2
Dengan meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara
berkembang akibat peningkatan pendapatan dan perubahan hidup hidup terutama
di kota-kota besar, juga menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit
degeneratif lain seperti penyakit jantung, koroner, hipertensi, hiperlipidemia, dll.
Namun epidemiologi di negara berkembang belum banyak.(4)
BAB II
ISI
2
![Page 3: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/3.jpg)
II.1. DEFINISI
Diabetes Melitus adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah(1,2,4) atau suatu kumpulan gejala yang timbul
pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut ataupun relative..(1,2)
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan kareakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.(9)
II.2. EPIDEMIOLOGI
Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum
perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
prevalensi Diabetes Melitus sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 pasien
DM akan berjumlah 5,6 juta dan berdasarkan pola pertambahan penduduk pada
tahun 2020 nanti akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes dari 178 juta penduduk
diatas 20 tahun. (2,4)
Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah
merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000
jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan
membengkak menjadi 300 juta orang. (2)
Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada
penduduk dewasa di seluruh dunia tahun 1995 dan 2025
3
![Page 4: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/4.jpg)
Urutan Negara1995
(juta)Negara
2025
(juta)
1 India 19,4 India 57,2
2 Cina 16,0 Cina 37,6
3 Amerika Serikat 13,9 Amerika 21,9
4 Federasi Rusia 8,9 Pakistan 14,5
5 Jepang 6,3 Indonesia 12,4
6 Brazil 4,9 Federasi Rusia 12,2
7 Indonesia 4,5 Meksiko 11,7
8 Pakistan 4,3 Brazil 11,6
9 Meksiko 3,8 Mesir 8,8
10 Ukraina 3,6 Jepang 8,5
Semua negara lain 49,7 103,6
Jumlah 135,3 300
DM tipe lain
Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan negara berkembang.
Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan
protein yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong
yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan Asia dan Afrika berperan
dalam patogenesisnya. Di Jawa Timur sudah dilakukan survei dan didapatkan
bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah 1,47 % sama dengan di perkotaan
(1,43 %). Sebesar 21,2 % dari kasus diabetes di pedesaan adalah jenis ini.
Diabetes jenis ini di masa datang masih akan banyak, mengingat jumlah penduduk
yang masih berada dibawah kemiskinan yang masih tinggi. (2)
Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini
meliputi 2-5 % daripada seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui
karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. (2)
4
![Page 5: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/5.jpg)
II.3. ETIOLOGI
Menurut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjuran ADA 1997, DM
bisa dikalsifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2,
diabetes dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.(2,,11,12)
Diabetes Tipe 1
DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengana nama Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel B pancreas (reaksi
autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai
muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak dari pada
dewasa.(2,4,11)
Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibody yang
menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagaian kecil tidak terjadi proses
autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar
(75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak temasuk kriteria untuk
klasifikasi.(2)
Diabetes Tipe 2
DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non
insulin dependent Diabetes mellitus (NIDDM).
Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan
perifer (insulin resistence) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pancreas tidak
mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin
resistance, Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin realtif.(2,4,11)
Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini yang
umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah,
maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.(2)
DM Dalam Kehamilan
DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus – GDM) adalah
kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil
5
![Page 6: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/6.jpg)
gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM; riwayat keluarga DM,
kegemukan, dan glikosuria GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia.
Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar
sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-
kira 3 – 5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM dimasa
mendatang.(2)
Diabetes Tipe Lain (2,4,7)
a) Defek genetic fungsi sel beta
- kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)
- kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
- kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)
- DNA Motikondria
b) Defek Genetik kerja insulin
c) Penyakit Eksokrin Pankreas :
- Pankreatitis
- Trauma
- Neoplasma
- Cystic Fibrosis
- Hemochromatosis
- Pankreatopati Fibrokalkulus
d) Endokrinopati
- Akromegali
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
e) Karena obat / zat kimia yang mengganggu fungsi sel beta seperti :
- Asam nikotinat
- Glukokortikoid
- Hormon Tiroid
6
![Page 7: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/7.jpg)
- Hidroklorotiasid
- Dilantin
- Interferon Alfa
f) Infeksi ; rubella, congenital dan DMV
g) Proses Imunologi (jarang) seperti antibody antireseptor insulin
h) Sindrom genetic lain seperti Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom
Turner, hutington Chorea, Sindrom Prader Willi
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA 2005)
II.4. PATOFISIOLOGI
Didalam tubuh terjadi suatu proses metabolisme dimana dalam hal ini
yang memegang peranan penting yaitu insulin guna memasukkan glukosa
kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagian bahan bakar dimana
insulin merupakan suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pancreas.(1,2,11)
Pankreas(1,2)
Adalah suatu kelenjar yang letaknya dibelakang lambung dimana
didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta
karenanya disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan
hormon insulin. Disamping itu juga memproduksi glukagon yang bekerja
7
![Page 8: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/8.jpg)
sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah serta sel delta
yang mengeluarkan somatostatin.
Kerja Insulin (2,10)
Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu
masuknya glukosa kedalam sel untuk kemudian di dalam sel glukosa itu
dimetabolismekan menjadi tenaga. Sehingga bila insulin tida ada, maka glukosa
tidak dapat masuk sel dengan demikian kadar glukoda dalam darah akan
meningkat. Dalam keadaan ini badan menjadi lemah dan tidak ada sumber energi
dalam tubuh.
Pada keadaan normal, kadar insulin dalam darah akan berfluktuasi
tergantung kadar gula dalam darah. Kadar insulin akan meningkat sesaat setelah
makan dan akan menurun begitu kita tidak memakan sesuatu. Fungsi utama
insulin adalah mendistribusikan glukosa yang terdapat dalam darah ke seluruh
tubuh guna di metabolisme untuk menghasilkan energi. Bila kadar gula atau
glukosa yang ada melebihi kebutuhan maka kelebihan itu akan disimpan dalam
hati. Simpanan glukosa ini akan dilepaskan jika diperlukan misalnya saat tubuh
kita kelaparan.
8
![Page 9: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/9.jpg)
Diabetes Tipe I
Merupakan penyakit hiperglikemia akibat defisiensi insulin absolut akibat
destruksi sel beta. Penderita penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.
Biasanya ditemukan pada orang yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30
tahun.
Diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau
Langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Serangan autoimun dapat timbul
setelah infeksi virus misalnya Mumps, Rubella, atau setelah pajanan obat atau
toksik. Pada saat diagnosis diabetes tipe I ditegakkan ditemukan antibody
terhadap sel-sel pulau langerhans pada sebagian pasien. Terbentuknya antibody
terhadap sel-sel pulau langerhans tidak diketahui penyebabnya.(2,11)
Diabetes Tipe II
Merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakteristik utama
hiperglikemia kronis. Mekipun pola pewarisnya belum jelas, factor genetic
dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM tipe II ini.
Faktor genetic akan berinteraksi dengan factor lingkungan seperti gaya hidup,
diet, randahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.(2,4)
9
![Page 10: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/10.jpg)
Pada dasarnya pada DM tipe II ini memiliki 2 kelainan dasar seperti :
Resistensi Insulin
Dapat menyebabkan intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, peningkatan
trigliserida VLDL, penurunan konsentrasi HDL, hipertensi.(10) Biasa terjadi
pada organ target seperti pada liver, jaringan lemak, dan otot rangka
merupakan defek utama pada pasien DM tipe II serta pasien dengan gangguan
toleransi glukosa (Reaven 1988; Hafner 1999).(10,14)
Resistensi Insulin didefinisikan sebagai kegagalan respons efek fisiologis
insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid, protein serta fungsi endotel
vascular.
Mekanisme patologi yang melatar belakangi resistensi insulin tetap belum
sepenuhnya diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-penelitian secara
intensif. Adapun defek seluler dan molekuler yang diduga bertanggungjawab
adalah ketidakmampuan reseptor insulin, abberant receptor signaling
pathway, dan abnormalitas transport atau metabolisme glukosa.(10)
Selama Hiperinsulinemia cukup adekuat mengatasi resistensi insulin, maka
toleransi glukosa akan tetap normal. Pada pasien yang kemudian menjadi DM
tipe II respon kompensasi sel beta ini menurun, sehingga akan berkembang
menjadi defisiensi insulin baik yang relatif maupun absolut.
Defek sekresi Insulin
Akan menurunkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen di otot dan hati.
Hal ini biasa timbul sebagian oleh karena komponen genetik berkaitan
dengan GLUT 4 Transporter dan Hiperglikemia Kronik dan menyebabkan
gangguan ambilan glukosa otot melalui downregulation GLUT 4 Transporter.
Selain itu juga sering ditemukan penurunan aktivitas tirosin kinase dan IRS –
10 (Insulin Receptor Substrat-10).(2,14)
10
![Page 11: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/11.jpg)
Salah satu mekanisme penting namun tidak secara langsung pada resistensi
insulin adalah adanya peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam
lemak bebas dapat menganggu kerja dari insulin dan metabolisme glukosa melalui
beberapa cara. Salah satunya penting pada otot rangka dan liver.
Asam lemak tinggi → mengganggu kerja insulin hepatosit→ekstrasi insulin
hepar dan glukoneogensis meningkat (kadar asam lemak bebas tinggi) → lebih
dioksidasi oleh sel otot daripada glukosa→ asam lemak akan memproduksi
produksi insulin (lipotoxicity). Dimana paparan sel beta dalam jangka panjang
terhadap asam lemak bebas akan mengganggu respon sekresi insulin terhadap
glukosa.(2,4)
Secara umum pasien DM tipe II mengalami gangguan pada proses lipolisis
sehingga hampir sebagian besar ditemukan memiliki berat badan berlebih / obese.
II.5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula
darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL,
maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih
dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam
jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus
yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar
kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami
penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita
seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan
berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita
11
![Page 12: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/12.jpg)
diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.(2,4)
Perbandingan antara IDDM dan IDDM (2)
IDDM NIDDM
Nama Lain DM tipe 1 DM tipe 2
Nama lama DM Juvenil DM dewasa
Umur biasa<40 (tapi tidak selalu) biasa>40 (tdk selalu0
Keadaan Klinis berat ringan
Kadar insulin tak ada insulin Insulin cukup/tinggi
Berat badan biasanya kurus biasanya gemuk
Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, OR, tablet, insulin
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun.
Jika insulin berkurang semakin parah
maka sering berkemih dan sering merasa
haus.
Berkembang dengan cepat ke
dalam suatu keadaan yang disebut
dengan ketoasidosis diabetikum.
Jarang terjadi ketoasidosis.
Tabel Perbedaan DM TIPE I dan DM II(2)
GEJALA DIABETES MELLITUS
Tanda Tanda Peringatan Diabetes telah ditetapkan suatu standar yaitu
American Institute For Preventive Medicine Menggunakan Singkatan
Diabetes Dan Caution
Perhatikan munculnya gejala-gejala berikut ini :
12
![Page 13: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/13.jpg)
Drowsiness (mengantuk)
Itching (gatal-gatal)
A family history of Diabetes (sejarah diabetes dalam keluarga)
Blurred vision (pandang kabur)
Excessive weight (berat badan yang berlebihan)
Tingling (mati rasa atau rasa sakit pada anggota tubuh bagian
bawah)
Easy infection (infeksi kulit, serasa dipotong-potong, gatal-
gatal khususnya pada kaki)
Skin infection (infeksi kulit)
Tanda tanda lainnya adalah :
Constant urination (kencing terus menerus)
Abnormal thirst (haus yang tidak seperti biasanya)
Unusual hunger (rasa lapar yang aneh)
The rapid lost of weight (turun berat badan secara cepat)
Irritability (cepat naik darah)
Obviously weakness dand fitique (sangat lemah dan lemas)
Nausea (mual-mual dan muntah-muntah)
Tabel Gejala Diabetes Melitus(2)
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM
seperti tersebut dibawah ini.
Keluhan klasik yang khas DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia,
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain yang tidak khas DM berupa : lemah badan, kesemutan,
gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae
pada wanita. (2)
13
![Page 14: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/14.jpg)
Gejala sering timbul secara perlahan-lahan dan seringnya diagnosis
ditegakkan ketika seseorang yang belum ada keluhan akan tetapi didapatkan
peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin.(2)
Komplikasi pada diabetes melitus :
►Komplikasi akut yang dapat terjadi seperti hipoglikemia dan hiperglikemia. (13)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat terjadi dari ringan sampai berat berupa
gelisah sampai koma dengan kejang. Penyebab tersering adalah obat hipoglikemik
golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid.
Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah pencegahan
namun bila sudah terlanjur harus segera diatasi terutama gangguan terhadap otak,
organ yang paling sensitive terhadap penurunan glukosa darah.
Dapat diberikan gula murni + 30 gr. Atau makanan yang mengandung
hidrat arang dan diberhentikan pemakaian obat hipoglikemik untuk sementara.
Namun bila sudah terjadi koma hipoglikemia penanganan harus cepat, beri larutan
glukosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap 10-20 menit hingga pasien
sadar disertai pembeerian cairan dekstrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas normal.
Hiperglikemia sering ditandai dengan kesadaran menurun disertai
dehidrasi berat. Biasanya ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Dapat
terjadi ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non-ketosis.
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Dapat dilihat dari gejala klinik
14
![Page 15: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/15.jpg)
utama seperti poliuria, polidispsia, hiperventilasi (pernafasan Kussmaul),
takikardia, dan dehidrasi. Pasien sering mengeluarkan bau keton mirip buahapel
busuk yang khas dari nafasnya. Mual-muntah dan nyeri perut sering terjadi.
Sedangkan pada hiperosmolaritas non-ketoasidoses, individu mempunyaai
jumlah insulin yang cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk
mempertahankan homeostatis glukosa yang normal.
Pengobatan dimulai dari rehidrasi, pemberian insulin, koreksi elektrolit
dengan pemberian nantrium bikarbonat, kalium serta pemberian antibiotika untuk
mencegah infeksi.(6)
►Komplikasi kronik seperti : (13)
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar seperti pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil seperti retinopati diabetik,
nefropati diabetik.
Neuropatik Diabetik
Rentan Infeksi seperti TBC paru, Gingivitis dan Infeksi Saluran Kemih.
Kaki Diabetik.
II.6. PEMERIKSAAN
Untuk diagnosis DM : pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2
jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral
(TTGO).(1,2,4,9)
Sampling untuk Pemeriksaan kadar Gula Darah
Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6 – 12 jam sebelum
diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan
seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan
15
![Page 16: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/16.jpg)
harus dihabiskan dalam waktu 15 – 20 menit. Dua jam kemudian diambil
darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.(2,3,9)
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa
kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan
waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida,
fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah
palsu.(2) Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat
menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan
akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.
Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan
lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode
glukosa oksidase (GOD) dan ,metode heksokinase.(1,2)
Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik
(karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan
interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin,
asam urat, dan asam askorbat.(2)
Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi
dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang
digunakan spesifik untuk glukosa. Untuk mendiagnosa DM, digunakan kriteria
dari consensus perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI
1998)(5,12)
Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM
Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan
pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan
fruktosamin.(1,4,5,6,11) Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena
pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama .(14) Pemeriksaan
lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan
16
![Page 17: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/17.jpg)
sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi
urin.(1,4)
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik
antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin.
Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin
yang stabil dan ireversibel.(14,15) Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange
chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography),
electroforesis, Immunoassay, Affinity Chromatography, dan analisis kimiawi
dengan kolorimetri.(1,14,)
Metode Ion Exchange Chromatography ; harus dikontrol perubahan suhu
reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari buffer, Interferens yang
mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC yang biasa memberikan hasil negatif
palsu.(2)
Metode HPLC ; prinsip sama dengan ion exchange chromatography, biasa
diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga
direkomendasikan menjadi metode referensi.
Metode agar gel elektroforesis : hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC,
tetapi presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil positif palsu,
tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada
metode ini.(2)
Metode immunoassay (EIA) : hanya mengukur HbA1C tidak mengukur
HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.(2)
Metode Affinity Chromatography : non-glycated hemoglobin serta bentuk
lebih dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak
dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit
mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated
hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari
metode HPLC.(2)
17
![Page 18: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/18.jpg)
Metode Kalorimentri : waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena
tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya
waktu lama, sample besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh
klinisi, yaitu m mol/L.
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat.
Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah
pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya)
sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat : pemberian Therapi lebih
intensif untuk menghindari komplikasi.(1,2,3,5,14)
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol) : 4%, 5,9%.(6)
Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau
belum.(1,12) Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan
sekali.(12)
Pemeriksaan untuk memantau Komplikasi DM
Komplikasi spesifik DM ; aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan
retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa
dari kompliksasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan
gangguan aterosklerosis.(1,2,5,6)
Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati ; mikroalbuminuria
serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan).(1,2,5,13) Pemeriksaan
lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat
fungsi ginjal.(1,2)
Mikroalbuminuria ; ekskresi albumin di urin sebesar 3-300 mg/24 jam atau
sebesar 2-200 mg/menit.(2,3) mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi
makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan
yang menetap dari fungsi ginjal, Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki
mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehinga perjalanan menuju ke nefropati
18
![Page 19: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/19.jpg)
bisa diperlambat.(2,5) Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan
menggunakan trip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor
pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah
cara kuantitatif : metode Radial immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay
(RIA), Enxym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunotugbidimetry.
Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta
semuanya menggunakan antibody terhadap human albumin.(2) Sampel yang
digunakan untuk pengukuran ini adalah sample urine 24 jam.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria
normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (2-200 mg/menit atau 3-300mg/24
jam), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).(2) Pemeriksaan albuminuria
sebaiknya dilakukan minimal 1 x per tahun pada semua penderita DM usia > 12
tahun.
Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklrerosis ini ialah profil
lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high
density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta
mikroalbuminuria.(3,13) Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta
berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida>2 jam dan
mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).
Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya
Antibody petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah
islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibody
terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD).
ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada
pulau-pulau pancreas. ICA menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya
19
![Page 20: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/20.jpg)
ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah
diabetes tipe 1.
GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmitter
g-aminobutyric acid (GAB). Anti GAD ini bias teridentifikasi 10 tahun
sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji
saring sebelum gejala DM muncul.(1,2)
Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-
peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indicator yang baik untuk
fungsi sel beta, juga biasa digunakan untuk memonitor respons individual
setelah operasi pancreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada
transplantasi pancreas atau transplantasi sel-sel pulau pancreas.(2)
Pemeriksaan lainnya untuk komplikasi darah dan analisa rutin.
Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada
penderita DM.(3)
Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur
(pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain
yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2
jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-
kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari
DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis
metaboloik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah.
Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies,
misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi
butirat dalam darah, dan lainnya. Selain itu mungkin untuk penelitian masih
dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte
Antigen) serta pemeriksaan genetic lain.(3,5,13)
II.7. DIAGNOSIS
Dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah sewaktu dengan
gejala diabetes, kadar glukosa darah puasa atau tes toleransi glukosa. Walaupun
20
![Page 21: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/21.jpg)
pemeriksaan urin dapat memberikan dugaan kuat akan diabetes, ia tetap tidak
dapat digunakan sebagai dasar diagnostik diabetes mellitus.(4,9)
Menurut ADA tahun 1998 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus : (4,9,15)
Gejala Diabetes dengan glukosa darah sewaktu>200 mg/dl
Sewaktu : adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan
terakhir. Gejala klasik seperti poliuria, polidipsi, dan berat badan turun tanpa
sebab.
Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl
Puasa : adalah tanpa intake kalori selama 8 – 10 jam. Pada TTGO, kadar
glukosa darah 2 jam PP > 200 mg/dl
Dengan adanya factor resiko yang tinggi (9,15) seperti :
Keturunan
Infeksi Virus misalnya pada IDDM
Kegemukan (> 20 % berat badan ideal atau IMT >27 kg/m2)
Pola makan yang salah
Obat-obat (yang menaikkan kadar gula dalam darah)
Proses penuan biasanya diatas 40 tahun dengan factor tersebut diatas,
Stress
Orang dengan tekanan darah tinggi (>140/90)
Orang dengan dislipidemia (kolesterol HGL < 35 mg/dl atau TG > 250 mg/dl)
Wanita hamil 24 – 48 minggu atau pernah melahirkan bayi dengan berat >
4000 gr.
Maka untuk mendapatkan diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Dengan catatan pada kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan
penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,
sedang bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa factor resiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Pemeriksaan penyaring ini berguna
21
![Page 22: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/22.jpg)
untuk menyaring pasien DM, TGT dan GDPT sehingga dapat ditentukan langkah
terapi yang tepat untuk mereka.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil
yang diperoleh.
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara
140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6
– 6.9 mmol/L). 2
Pemeriksaan penyaring dapat dimulai dengan pemeriksaan kadar glukosa
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa yang kemudian diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar.(2) Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. 2
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko
DM sebagai berikut : (2)
1) Usia > 45 tahun
2) Berat badan lebih : BBR > 110 % BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
3) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
4) Riwayat DM dalam garis keturunan
5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir
bayi > 4000 gram
6) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening)
tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti
dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan.
22
![Page 23: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/23.jpg)
Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk
penyakit lain atau general check-up. (2)
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
23
![Page 24: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/24.jpg)
3 hari sebelum pemeriksaan, makan seperti biasa (karbohidrat cukup),
kegiatan jasmani seperti biasa dilakukan
Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum
air putih diperbolehkan tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgbb (anak-anak)
dilarutkan dalam air 250 ml dan minum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah bebas glukosa
Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Petunjuk Praktis Pengelolaan DM Tipe 2, PERKENI 2002 (12)
Berdasarkan diatas maka Kriteria Diagnostik DM dan TGT dapat dilihat dari :
- Kadar glukosa darah sewaktu (Plasma Vena) ≥ 200 mg/dl atau
- Kadar glukosa darah puasa (Plasma Vena) ≥ 126 mg/dl atau
- Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam ssdh beban glukosa 75
gram pada TTGO
II.8. PENATALAKSANAAN (6,11,13)
24
![Page 25: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/25.jpg)
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan:
Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian
glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan
akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. 2
Kerangka Utama penatalaksanaan DM terdiri dari :
1. Edukasi (13)
Penting karena perjalanan penyakit DM lama dan dibutuhkan pengetahuan
yang cukup guna menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi yang
merugikan bagi pasien. Permahaman tentang penyakit, makna dan perlunya
pengendalian serta pemantauan DM perlu diketahui juga tentang penyulit,
intervensi farmakologis dan non-farmakologis, kemungkinan terjadinya
hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi dan cara mempergunakan
fasilitas perawatan kesehatan.
2. Perencanaan Makan (12,13)
Pada Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi
seimbang berupa karbohidrat (60 – 70%), protein (10 – 15%), lemak
(20 – 25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,
umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
Penentuan status gizi dapat digunakan BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks
Masa Tubuh dan Rumus Broca.
BB ( Kg )
25
![Page 26: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/26.jpg)
IMT = TB ( M2 )
Dengan Klasifikasi sbb :
- BB kurang < 18,5
- BB Normal 18,5 – 23,5
- BB Lebih > 24,0
- Dengan Resiko 24,0 – 25,0
- Obese I > 25 – 29,9
- Obese II > 29,9
Dengan Rumus Broca dipakai :
BB Idaman = ( TB – 100 ) – 10%
Status Gizi = BB actual x 100 % / TB ( cm ) – 100
- BB kurang = < 90% BB Idaman
- BB Normal = 90 – 110 % BB Idaman
- BB Lebih = 110 – 120 % BB Idaman
- Gemuk = > 120 % BB Idaman
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali
kebutuhan basal ( 30 kkal / kg BB untuk laki-laki dan 25 kkal / kg BB untuk
wanita ) kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas ( 10-30%
untuk atlet dan pekerja berat, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam
kegiatannya ), koreksi status gizi (bila gemuk dikurangi dan bila kurus ditambah)
serta kalori yang dibutuhkan menghadapi stress akut misalnya infeksi yang sesuai
dengan kebutuhan. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg / hari, jumlah
kandungan serta + 25 g/hari, diutamakan serat yang larut. Konsumsi garam
dibatasi bila hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit
yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace
training ).
26
![Page 27: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/27.jpg)
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti.
Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan jogging tanpa istirahat.
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
berelaksasi secara teratur.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan
cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate = 220-umur
Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti
jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan
sampai memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang
pas, didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi
hipoglikemia, harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai
pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah
berolahraga. (15)
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85%
denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :
DNM = 220 – Umur ( dalam Tahun )
4. Obat Hipoglikemik Oral (1,14)
A. Golongan Insulin Sensitizing
27
![Page 28: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/28.jpg)
A.1 Biguanid
A.2 Glitazone
A.1 Biguanid
Golongan biguanid yang banyak digunakan adalah Metformin.
1. Konsentrasi tinggi di usus dan hati
2. Tidak dimetabolisme, secara cepat dikeluarkan melalui ginjal
3. Dosis maksimal menurunkan A1C sebesar 1-2%
4. Efek samping asidosis laktat
5. Untuk menghindari efek samping tidak diberikan pada pasien
☺ gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3 mg/dL pada perempuan dan
>1,5 mg/dL pada laki-laki)
☺ gangguan fungsi hati
☺ gagal jantung
☺ orang lanjut usia. (1,13)
Fungsi Metformin :
Menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin
pada tingkat seluler - distal reseptor insulin
Menurunkan produksi glukosa hati
Meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan
glukosa darah
Menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. (1,14)
Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam
darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dalam waktu
paruh 2,5 jam. Penelitian terakhir melaporkan bahwa efek metformin diatas
diduga terjadi melalui peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer yang
dipengaruhi oleh AMP activated protein kinase (AMPK), yang merupakan
regulator selular utama bagi metabolisme lipid dan glukosa. Aktifasi AMPK pada
hepatosit akan mengurangi aktifitas Acetyl Co-A karboksilase (ACC) dengan
induksi oksidasi asam lemak dan menekan enzim lipogenik. Metformin dapat
menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia sehingga
28
![Page 29: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/29.jpg)
tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada
pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemi dapat terjadi akibat
pengaruh sulfonilureanya. Pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan
glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal
juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada
pemakaian sulfonilurea. (1,13,14)
Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang
rasional karena mempunyai cara kerja yang sinergis sehingga kombinasi ini dapat
menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-
masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis
rendah. Kombinasi dengan dosis maksimal dapat menurunkan glukosa darah yang
lebih banyak. Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan
sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United
Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang
kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau
sulfonilurea sampai dosis maksimal. Kombinasi metformin dengan insulin juga
dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar
dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada
kombinasi insulin dengan metformin. Kombinasi insulin dan metformin lebih baik
dibanding dengan insulin saja. Metformin juga berpengaruh pada komponen lain
resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada plasminogen
activator inhibitor (PAI-1). (1,14)
Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan
berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi
pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan
resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak
berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain. (14)
A.2 Glitazone
Monoterapi dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga
59-80mg/dL dan A1c 1,4-26% dibandingkan dengan plasebo. Merupakan agonis
29
![Page 30: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/30.jpg)
peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif
dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti
jaringan adipose, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut
merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposity dan kerja insulin(14)
Glitazone merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki
sensitifitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti GLUT-1, GLUT-4,
p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP). Kemudian mempengaruhi
ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti TNF-α, leptin dan lain-
lain. Diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam dan
makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar
antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone. Keduanya dapat
digunakan sebagai monoterapi ataupun kombinasi dengan metformin dan
sekretagok insulin. (14)
B. Golongan Sekretagok Insulin
Mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel β
pankreas. (14)
B.1 Sulfonilurea
B.2 Glinid
B.1 Sulfonilurea
Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan
diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi
gangguan pada sekresi insulin. Digunakan sebagai terapi kombinasi karena
kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.
Mempunyai sedikit efek samping dan relatif murah. Efeknya merangsang channel
K yang tergantung pada ATP dari sel β pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada
reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Menyebabkan
terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel β, terjadi depolarisasi
membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan
peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat calmodulin, dan menyebabkan
30
![Page 31: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/31.jpg)
eksositosis granul yang mengandung insulin. Sehingga obat golongan ini bekerja
dengan cara merangsang sel β pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan.
Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih
punya kemampuan untuk sekresi insulin dan tidak dapat digunakan pada DM tipe
I. Untuk mengurangi kemungkinan efek hipoglikeminya, apalagi pada orang tua
dipilih obat yang masa kerjanya paling singkat. Efek hipoglikemi juga sering
terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien
dengan masukan makan yang kurang dan bila dipakai bersama obat sulfa. Jenis-
jenis obat golongan ini adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid,
glikuidon, glimeprid dan tolbutamide. Efek akut dan efek pada pemakaian jangka
panjang berbeda. Misalnya glibenklamid, mempunyai masa paruh 4 jam pada
pemakaian akut, tetapi kemudian pada pemakaian jangka panjang (lebih dari 12
minggu), masa paruhnya akan memanjang menjadi 12 jam bahkan sampai > 20
jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal. Karena itu dianjurkan
memakai glibenklamid sehari sekali. Glibenklamid juga menurunkan kadar
glukosa darah puasa lebih besar daripada glukosa sesudah makan, masing-masing
sampai 36% dan 21%.
Bila diperlukan dosis terbagi dapat diberikan dengan dosis sore yang lebih
rendah. Pada pemakaian lama efektivitas obat golongan ini dapat berkurang.
Dosis permulaan sulfonilurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila
konsentrasi glukosa < 200 mg/dL, SU sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis
kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa
darah puasa 90-130mg/dL. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dL dapat diberikan
dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum
makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali
sehari, sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada waktu makan
makanan porsi terbesar.(8,14)
Kombinasi Sulfonilurea dengan insulin
Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa merata kadar
glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah
31
![Page 32: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/32.jpg)
puasanya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang
lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan
memberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa darah
puasanya dapat lebih rendah lagi. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari
dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasa. Kombinasi ini
lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan ternyata
lebih rendah.(2,13)
Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada
insulin sendiri dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah.
Dan cara kombinasi ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan
insulin multipel. (2)
B.2 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam
benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati,
sehingga diberikan 2-3 kali sehari. (2)
Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun
mempunyai masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks
SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU. (1)
Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak
menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan
sekretagok yang khusus menurunkan glukosa pascaprandial dengan efek
32
![Page 33: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/33.jpg)
hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai efek terhadap
glukosa puasa maka kekuatannya untuk menurunkan A1C tidak begitu kuat. (2)
C. Penghambat α Glukosidase
Acarbose merupakan penghambat enzim α glukosidase di dalam saluran
cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia pascaprandial. Obat ini bekerja di lumen usus menghambat
pembentukan monosakarida intraluminal, menghambat dan memperpanjang
peningkatan glukosa darah pascaprandial, menghambat bioavailabilitas metformin
di usus, tidak menyebabkan hipoglikemia serta tidak berpengaruh pada kadar
insulin. Terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus
halus. Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala
gastrointestinal seperti meteorismus, flatulence dan diare. Dengan memberikannya
15 menit sebelum atau sesudah makan akan mengurangi dampak pengobatan
terhadap glukosa pascaprandial. (1,13)
Algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi
(Konsensus PB PERKENI 2006)
33
![Page 34: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/34.jpg)
Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang
digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini
tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. 2
34
![Page 35: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/35.jpg)
Algoritma pemberian kombinasi insulin dan OHO
(Konsensus PB PERKENI 2006)
Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan
Konsensus American Diabetes Association (ADA) dan European
Association for the Study of Diabetes (EASD) tahun 2009.
Diabetes merupakan penyakit progresif yang memerlukan penanganan tepat dan
cepat agar tidak menimbulkan komplikasi baik komplikasi jangka pendek maupun
jangka panjang. Selama ini tiap institusi/rumah sakit punya guideline sendiri-
sendiri, baik di AS maupun di Eropa dan negara-negara lain di dunia termasuk di
Indonesia. Oleh karena itu dengan diluncurkannya konsensus ADA/EASD, para
klinisi umumnya sangat antusias karena bisa mendapatkan pegangan yang lebih
mantap. Konsensus itu bila dibandingkan dengan guideline-guideline lain yang
ada sebelum ini, jauh lebih praktis dan mudah dilaksanakan. Konsensus itu
35
![Page 36: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/36.jpg)
diluncurkan pertama kali Juni 2006, kemudian pada tahun 2008 dilakukan update
pertama karena Eropa tidak mau mencantumkan thiazolidinedione (TZD) secara
umum pada pilihan untuk Step 2, tetapi mau langsung mencantumkan
pioglitazone secara eksplisit sebagai TZD, karena mereka masih belum mau
menggunakan rosiglitazone karena efek sampingnya pada sistem kardiovaskuler.
Kemudian Januari tahun ini (2009) dilakukan update kedua, terutama untuk
menampung indikasi pengobatan dengan produk-produk baru seperti GLP-1
receptor agonist, DPP-4 inhibitor, acarbose, glinid, dll. 3
Algoritma pengobatan DM tipe 2 yang terbaru ini menitikberatkan pada
intervensi perubahan gaya hidup dan pemeriksaan A1C setiap 3 bulan sampai
kadar A1C < 7% dan setelah itu diperiksa setiap 6 bulan. Intervensi harus diubah
bila kadar A1C > 7%. Sulfonilurea selain glibenklamid atau klorpropamid belum
cukup bukti keamanannya. 10
Tujuan dari pengelolaan ini untuk mencapai A1C < 7% dan perubahan
dari intervensi jika target kadar glukosa darah tidak tercapai. Diabetes type 2
adalah penyakit progresif dan pasien harus diinformasikan bahwa pasien harus
membutuhkan tambahan obat-obat penurun kadar glukosa darah setiap waktu. 10
36
![Page 37: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/37.jpg)
Algorithma Manajemen Diabetes Type 2 ( Consensus ADA/ EASD 2009 )
Tier 1 : terapi inti tervalidasi baik
Intervensi ini memberikan terapi yang terbaik, baik dari segi keefektifan
pengobatan maupun dari strategi harga yang dapat menurunkan target kadar
glukosa darah. Oleh sebab itu dipilih untuk kebanyakan pasien diabetes type 2. 11
Langkah 1 : intervensi gaya hidup + metformin
Intervensi perubahan gaya hidup ditujukan untuk memperbaiki kadar
glukosa darah, tekanan darah, dan kadar lipid, dan untuk menurunkan berat badan.
Sebanyak 10 – 20 % pasien diabetes type 2 yang tidak obesitas atau over weight,
modifikasi dari komposisi diet dan aktivitas fisik adalah faktor yang mendukung
dari pengobatan tapi intervensi farmakologis tetap dibutuhkan dalam rangkaian
kegiatan diabetes. Dalam konsensus ini terapi dengan metformin diberikan secara
bersamaan dengan intervensi perubahan gaya hidup. Metformin dipilih pada awal
terapi (kecuali ada kontraindikasi) karena mempunyai efek glikemik, tidak
menyebabkan peningkatan berat badan dan hipoglikemia, efek samping ringan,
37
![Page 38: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/38.jpg)
dapat diterima dengan baik, dan murah. Jika dalam 2-3 bulan pengobatan pada
langkah 1 tidak berhasil mencapai sasaran, maka dilanjutkan pada langkah 2. 11
Langkah 2 : tambahan obat kedua
Jika intervensi gaya hidup dan dosis maksimal dari metformin tidak dapat
mencapai kadar glukosa darah yang diinginkan, medikasi yang lain dapat
ditambahkan setelah 2-3 bulan dari terapi inisiasi atau dapat juga diberikan jika
target A1C tidak terpenuhi. Medikasi yang lain juga dapat diberikan jika
metformin merupakan kontra indikasi. Dalam konsensus ini dapat ditambahkan
insulin atau sulfonilurea. Insulin diberikan bila kadar A1C > 8,5 % atau pasien
dengan gejala sekunder akibat hyperglikemia, dapat diberikan insulin agar lebih
efektif. Insulin dapat dimulai dengan insulin basal. Namun demikian banyak
penderita masih memberikan respons dengan obat oral. 11
Langkah 3 : penyesuaian lebih lanjut
Jika perubahan gaya hidup, metformin, dan sulfonilurea atau insulin basal
tidak menghasilkan kadar glukosa darah yang diinginkan, langkah selanjutnya
harus dimulai dengan intensifikasi terapi insulin. Intensifikasi terapin insulin
biasanya terdiri dari injeksi tambahan yaitu insulin kerja pendek dan cepat yang
diberikan sebelum makan untuk menurunkan kadar glukosa darah postprandial.
Jika insulin intensif telah dimulai, obat-obatan secretagok insulin ( sulfonilurea
atau glinid) harus dihentikan atau diturunkan secara perlahan sampai dihentikan,
dengan pertimbangan tidak bersifat sinergik. 11
Walaupun penambahan sulfonilurea bisa diberikan, khususnya jika kadar
A1C dekat dengan sasaran (A1C <8%), sebaiknya terapi ini tidak dipilh, karena
kurang efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah, dan lebih mahal daripada
pemakaian intensif insulin. 11
38
![Page 39: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/39.jpg)
Tier 2: terapi tervalidasi kurang baik
Dalam beberapa keadaan, algoritma tier-2 dapat dipertimbangkan.
Khususnya, jika hipoglikemi terutama tidak diinginkan (pada pasien dengan
pekerjaan yang membahayakan), tambahan berupa exenatide atau pioglitazone
dapat dipertimbangkan. Rosiglitazone tidak direkomendasikan dalam terapi ini. 11
Jika tujuan pengobatan yang utama untuk menurunkan berat badan dan
kadar A1C masih di bawah target (A1C<8%), exenatide merupakan pilihannya.
Jika intervensi tersebut tidak efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah atau
tidak ada toleransi, tambahan sulfonylurea dapat dipertimbangkan. Alternatif lain
yang dapat dipilih, intervensi tier 2 dihentikan dan dimulai dengan insulin basal. 11
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti hiperglikemik oral
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping
obat-obat tersebut.(misalnya klorpropamid jangan diberikan 3x1 tablet,
karena lama kerjanya 24 jam)
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya
interaksi obat
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada
insulin.
5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien (14)
39
![Page 40: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/40.jpg)
Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan
pertama
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
40
![Page 41: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/41.jpg)
41
![Page 42: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/42.jpg)
Insulin (14)
Indikasi pemberian insulin pada NIDDM adalah :
- DM dengan berat badan menurun cepat / kurus
- Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar
- DM yang mengalami stress berat ( infeksi sistemik, operasi berat )
- DM dengan kehamilan / DM Gestational yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontraindikasi dari obat tersebut.
Farmakokinetik insulin eksogen berdasar waktu kerja (time course of action)
Jenis kerja Preparat Cara pemberian
42
![Page 43: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/43.jpg)
Kerja pendek Actrapid human 40 / humulin.
Actrapid human 100
Diberikan 15-30 menit
sebelum makan.
Kerja sedang Monotard human 100
Insulatard
NPH
Diberikan 15-30 menit
sebelum makan.
1-2 kali sehari.
Kerja panjang PZI (tidak dianjurkan lagi) Diberikan 15-30 menit
sebelum makan.
Kerja
campuran
Mixtard Diberikan sesaat
sebelum makan.
Tabel Cara Kerja Insulin (14)
Jenis dan lama kerja insulin(2,!4)
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
insulin kerja pendek (short acting insulin)
insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
insulin kerja panjang (long acting insulin)
insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed
insulin).
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan
lama kerja yang berbeda: (14)
Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan
paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam
waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja
selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang
menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20
menit sebelum makan.
43
![Page 44: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/44.jpg)
Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin
isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun
dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa
disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan
dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang
malam.
Insulin kerja lama.
Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa
dibawa kemana-mana. (14)
TERAPI KOMBINASI
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa
darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan
dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi
dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum
tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda
atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan
klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan
kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah
atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
44
![Page 45: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/45.jpg)
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah
puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah
sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan
dan diberikan insulin saja. 2
KRITERIA PENGENDALIAN DM
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian
DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila
kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C
juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan
darah. 2
Kriteria Pengendalian DM
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran
kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL,
dan sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah,
dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini
45
![Page 46: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/46.jpg)
dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk
mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi
obat.2
II.9. PROGNOSIS (15)
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup
seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih
BAB III
KESIMPULAN
46
![Page 47: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/47.jpg)
DM adalah kelainan metabolisme karbohidrat yang merupakan kelainan
endokrin terbanyak. Di Indonesia, prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia
> 15 tahun, bahkan di Manado didapatkan prevalensi DM sebesar 6,1%.
Penderita DM mempunyai risiko komplikasi yang spesifik, yaitu
retinopati, gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis, stroke, gangren, ataupun
penyakit arteria koronaria. Pemeriksaan laboratorium DM : menegakkan Dx serta
memonitor Therapi dan timbulnya komplikasi, pemeriksaan untuk menegakan
diagnosa: kadar gula darah puasa dan 2 jam PP, TTGO ( consensus PERKENI
1998 ).
Pemeriksaan untuk monitor Therapi : kadar glukosa puasa, 2 jam PP dan
HbA1C, serta urinalisa rutin. Pemeriksaan yang mendeteksi kelainan nefropati
dini : mikroalbuminuria (masih reversible), dan yang rutin adalah serum ureum
dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Pemeriksaan untuk memantau
komplikasi aterosklerosis : profil lipid (kolesterol total, low density lipoprotein
cholesterol/ LDL-C, high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan
trigliserida serum, serta mikroalbuminuria.
Pemeriksaan adanya komplikasi lain : darah dan urinalisa rutin (adanya
infeksi), kultur urine maupun darah, elektrolit serta analisa gas darah,
keton/aceton urine, asam laktat darah, insulin darah, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
47
![Page 48: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/48.jpg)
1. Foster D.W. Diabetes Mellitus. In Harrison’s Principles of Internal Medicine,
Eds Fauci, Braunwald, Isselbacher, et al, 14th Edition, McGraw-Hill
Companies, USA, 1998, p623-75
2. Sudoyo, Aru W, Dr.dr; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. Halaman: 1874-1889
3. Subekti I. Apa itu Diabetes : Patofisiologi, gejala dan tanda, In : Soegondo S,
Soewondo P, Subekti I, editor, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4 th
ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2004, p. 251 – 256.
4. Suyono S. Soewondo P, Subekti I, editor, penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu, 4th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2004, p 1 – 5
5. Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In :
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. 4th ed. Jakarta : Balai penerbit FKUI ; 2004, p. 17 – 27
6. Pengelolaan Komplikasi Diabetes Secara Tepat. Online Januari 10th 2009.
www.kefirbening.com/artikel3.html
7. Pranoto A. Konsensus Pengelolaan Diabetes di Indonesia 2002. practical
Approach in the management of diabetic complications. Surabaya, May 31,
2003
8. Mardi Santoso. Kapita Selekta Ilmu Penyakit Dalam. Yayasan Diabetes
Indonesia, Jakarta 2004.
9. Wiyono P, Murti I S. Glimepiride : Generasi Baru SulfonilUrea. Dexamedia
No. 2 vol. 17 April – Juni 2004.
10. Pengurus Besar PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus tipe 2 di Indonesia 2006: 1-27
11. Hendromartono. Resistensi Insulin pada Diabetes Tipe II. In : prodjosudjiadi
W, Setiati S, Alwi I, editor. Pertemuan Ilmiah Nasional I PB PAPDI. Jakarta :
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu penyakit Dalam FKUI; 2003 p.
83-87.
48
![Page 49: Ggg](https://reader038.fdokumen.com/reader038/viewer/2022110308/55721381497959fc0b926ee4/html5/thumbnails/49.jpg)
12. Suyono S. Patofisiologi Diabetes mellitus. In : Soegondo S, Soewondo P,
Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4 th ed. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI ; 2004. P 7 – 15.
13. Soegondo S, Subekti I. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe II di
Indonesia 2002 PB PERKENI.
14. Soegondo S. Prinsip Pengobatan Diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin.
Balai Penerbit FKUI 2005, 111-29.
15. R. Boedisantoso A. Subekti I. Komplikasi Akut Diabetes mellitus. In :
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. 4th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2004. p. 161 – 166.
16. http://www.diabetes-therapies.com/
17. http://mayoclinic.com/health/type-2-diabetes/DS00585
49