Ggg

72
BAB I PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. (1,2) DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai, (4) penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bias menyebabkan kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease). (1,2,4) Diabetes melitus dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat diseluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi diabetes melitus yang tergantung insulin (IDDM) dan diabetes melitus yang tidak tergantung insulin (NIDDM) serta distribusi relatif kedua jenis utama diabetes ini menunjukkan perbedaan-perbedaan pokok antara negara-negara dan kelompok etnik yang berbeda didalam satu negara (4,9) Diabetes Melitus (DM), merupakan penyakit metabolik yang progresif yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah baik saat puasa maupun setelah 1

Transcript of Ggg

Page 1: Ggg

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, dimana

glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan

keadaan hiperglikemia.(1,2) DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak

dijumpai,(4) penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang

spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bias menyebabkan

kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke),

gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease).(1,2,4)

Diabetes melitus dapat ditemukan pada hampir semua masyarakat

diseluruh dunia, namun insidensi dan prevalensi diabetes melitus yang tergantung

insulin (IDDM) dan diabetes melitus yang tidak tergantung insulin (NIDDM)

serta distribusi relatif kedua jenis utama diabetes ini menunjukkan perbedaan-

perbedaan pokok antara negara-negara dan kelompok etnik yang berbeda didalam

satu negara (4,9)

Diabetes Melitus (DM), merupakan penyakit metabolik yang progresif

yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah baik saat puasa maupun

setelah makan. Karenanya secara prinsip, tujuan pengobatan diabetes adalah

bagaimana menurunkan kadar glukosa darah baik dalam keadaan puasa maupun

setelah makan. Kedua kadar glukosa ini penting artinya dalam kaitannya dengan

komplikasi jangka panjang dari diabetes. Kalau melihat kadar glukosa darah pada

diabetes, glukosa darah setelah makan merupakan tumpukan dari glukosa darah

puasa atau sebelum makan. Makin tinggi kadar glukosa puasa atau sebelum

makan, makin tinggi kadarnya saat setelah makan. Karenanya, dalam strategi

pengobatan diabetes, turunkan dulu glukosa puasa sampai sasaran yang

diinginkan kemudian jika kadar glukosa setelah makan belum mencapai sasaran

lakukan intervensi terhadap glukosa setelah makan. (3)

Agar dapat menjamin kedua kadar glukosa darah dapat mencapai sasaran

yang diinginkan maka diperlukan pengetahuan tentang tempat kerja (terutama

1

Page 2: Ggg

untuk meningkatkan sensitivitas insulin atau merangsang sekresi insulin) dan efek

glikemik (menurunkan glukosa puasa atau setelah makan ) obat-obatan anti

diabetes. (3)

Berdasarkan kriteria American Diabetes Association (ADA), sekitar 10,2

juta orang di Amerika Serikat (AS) menderita DM dan yang tidak terdiagnosis

sekitar 5,4 juta. Dengan demikian, diperkirakan lebih dari 15 juta orang di AS

menderita DM. Sementara itu, di Indonesia prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3%

penduduk usia > 15 tahun, bahkan di daerah Manado prevalensi DM sebesar

6,1%.(6) Pada tahun 1983, prevalensi DM di Jakarta baru sebesar 1,7% namun

pada tahun 1993 prevalensinya meningkat menjadi 5,7%, dan pada tahun 2001

melonjak menjadi 12,8%.(2)

WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang

cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi

kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta

pada tahun 2030.2

Dengan meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara

berkembang akibat peningkatan pendapatan dan perubahan hidup hidup terutama

di kota-kota besar, juga menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit

degeneratif lain seperti penyakit jantung, koroner, hipertensi, hiperlipidemia, dll.

Namun epidemiologi di negara berkembang belum banyak.(4)

BAB II

ISI

2

Page 3: Ggg

II.1. DEFINISI

Diabetes Melitus adalah kelainan endokrin yang ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah(1,2,4) atau suatu kumpulan gejala yang timbul

pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula

(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut ataupun relative..(1,2)

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan kareakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan

kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.(9)

II.2. EPIDEMIOLOGI

Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum

perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi

prevalensi Diabetes Melitus sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 pasien

DM akan berjumlah 5,6 juta dan berdasarkan pola pertambahan penduduk pada

tahun 2020 nanti akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes dari 178 juta penduduk

diatas 20 tahun. (2,4)

Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit

tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah

merupakan salah satu ancaman bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000

jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan

dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan

membengkak menjadi 300 juta orang. (2)

Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada

penduduk dewasa di seluruh dunia tahun 1995 dan 2025

3

Page 4: Ggg

Urutan Negara1995

(juta)Negara

2025

(juta)

1 India 19,4 India 57,2

2 Cina 16,0 Cina 37,6

3 Amerika Serikat 13,9 Amerika 21,9

4 Federasi Rusia 8,9 Pakistan 14,5

5 Jepang 6,3 Indonesia 12,4

6 Brazil 4,9 Federasi Rusia 12,2

7 Indonesia 4,5 Meksiko 11,7

8 Pakistan 4,3 Brazil 11,6

9 Meksiko 3,8 Mesir 8,8

10 Ukraina 3,6 Jepang 8,5

Semua negara lain 49,7 103,6

Jumlah 135,3 300

DM tipe lain

Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan negara berkembang.

Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan

protein yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong

yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan Asia dan Afrika berperan

dalam patogenesisnya. Di Jawa Timur sudah dilakukan survei dan didapatkan

bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah 1,47 % sama dengan di perkotaan

(1,43 %). Sebesar 21,2 % dari kasus diabetes di pedesaan adalah jenis ini.

Diabetes jenis ini di masa datang masih akan banyak, mengingat jumlah penduduk

yang masih berada dibawah kemiskinan yang masih tinggi. (2)

Diabetes gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini

meliputi 2-5 % daripada seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui

karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. (2)

4

Page 5: Ggg

II.3. ETIOLOGI

Menurut anjuran PERKENI yang sesuai dengan anjuran ADA 1997, DM

bisa dikalsifikasikan secara etiologi menjadi diabetes tipe 1, diabetes tipe 2,

diabetes dalam kehamilan, dan diabetes tipe lain.(2,,11,12)

Diabetes Tipe 1

DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengana nama Insulin Dependent

Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel B pancreas (reaksi

autoimun). Bila kerusakan sel beta telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai

muncul. Perusakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak dari pada

dewasa.(2,4,11)

Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai antibody yang

menunjukkan adanya proses autoimun, dan sebagaian kecil tidak terjadi proses

autoimun. Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar

(75%) kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak temasuk kriteria untuk

klasifikasi.(2)

Diabetes Tipe 2

DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu dikenal sebagai non

insulin dependent Diabetes mellitus (NIDDM).

Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di jaringan

perifer (insulin resistence) dan disfungsi sel beta. Akibatnya, pancreas tidak

mampu memproduksi insulin yang cukup untuk mengkompensasi insulin

resistance, Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin realtif.(2,4,11)

Gejala minimal dan kegemukan sering berhubungan dengan kondisi ini yang

umumnya terjadi pada usia > 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah,

maupun tinggi, sehingga penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.(2)

DM Dalam Kehamilan

DM dan kehamilan (Gestational Diabetes Mellitus – GDM) adalah

kehamilan normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistance (ibu hamil

5

Page 6: Ggg

gagal mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM; riwayat keluarga DM,

kegemukan, dan glikosuria GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya

hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia.

Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar

sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-

kira 3 – 5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi DM dimasa

mendatang.(2)

Diabetes Tipe Lain (2,4,7)

a) Defek genetic fungsi sel beta

- kromosom 12, HNF-1 alfa (dahulu MODY 3)

- kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

- kromosom 20, HNF-4 alfa (dahulu MODY 1)

- DNA Motikondria

b) Defek Genetik kerja insulin

c) Penyakit Eksokrin Pankreas :

- Pankreatitis

- Trauma

- Neoplasma

- Cystic Fibrosis

- Hemochromatosis

- Pankreatopati Fibrokalkulus

d) Endokrinopati

- Akromegali

- Sindroma Cushing

- Feokromositoma

- Hipertiroidisme

e) Karena obat / zat kimia yang mengganggu fungsi sel beta seperti :

- Asam nikotinat

- Glukokortikoid

- Hormon Tiroid

6

Page 7: Ggg

- Hidroklorotiasid

- Dilantin

- Interferon Alfa

f) Infeksi ; rubella, congenital dan DMV

g) Proses Imunologi (jarang) seperti antibody antireseptor insulin

h) Sindrom genetic lain seperti Sindrom Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom

Turner, hutington Chorea, Sindrom Prader Willi

Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA 2005)

II.4. PATOFISIOLOGI

Didalam tubuh terjadi suatu proses metabolisme dimana dalam hal ini

yang memegang peranan penting yaitu insulin guna memasukkan glukosa

kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagian bahan bakar dimana

insulin merupakan suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di

pancreas.(1,2,11)

Pankreas(1,2)

Adalah suatu kelenjar yang letaknya dibelakang lambung dimana

didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta

karenanya disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan

hormon insulin. Disamping itu juga memproduksi glukagon yang bekerja

7

Page 8: Ggg

sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa darah serta sel delta

yang mengeluarkan somatostatin.

Kerja Insulin (2,10)

Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu

masuknya glukosa kedalam sel untuk kemudian di dalam sel glukosa itu

dimetabolismekan menjadi tenaga. Sehingga bila insulin tida ada, maka glukosa

tidak dapat masuk sel dengan demikian kadar glukoda dalam darah akan

meningkat. Dalam keadaan ini badan menjadi lemah dan tidak ada sumber energi

dalam tubuh.

Pada keadaan normal, kadar insulin dalam darah akan berfluktuasi

tergantung kadar gula dalam darah. Kadar insulin akan meningkat sesaat setelah

makan dan akan menurun begitu kita tidak memakan sesuatu. Fungsi utama

insulin adalah mendistribusikan glukosa yang terdapat dalam darah ke seluruh

tubuh guna di metabolisme untuk menghasilkan energi. Bila kadar gula atau

glukosa yang ada melebihi kebutuhan maka kelebihan itu akan disimpan dalam

hati. Simpanan glukosa ini akan dilepaskan jika diperlukan misalnya saat tubuh

kita kelaparan.

8

Page 9: Ggg

Diabetes Tipe I

Merupakan penyakit hiperglikemia akibat defisiensi insulin absolut akibat

destruksi sel beta. Penderita penyakit ini harus mendapat insulin pengganti.

Biasanya ditemukan pada orang yang tidak gemuk dan berusia kurang dari 30

tahun.

Diperkirakan timbul akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau

Langerhans yang dicetuskan oleh lingkungan. Serangan autoimun dapat timbul

setelah infeksi virus misalnya Mumps, Rubella, atau setelah pajanan obat atau

toksik. Pada saat diagnosis diabetes tipe I ditegakkan ditemukan antibody

terhadap sel-sel pulau langerhans pada sebagian pasien. Terbentuknya antibody

terhadap sel-sel pulau langerhans tidak diketahui penyebabnya.(2,11)

Diabetes Tipe II

Merupakan suatu kelainan yang heterogenik dengan karakteristik utama

hiperglikemia kronis. Mekipun pola pewarisnya belum jelas, factor genetic

dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM tipe II ini.

Faktor genetic akan berinteraksi dengan factor lingkungan seperti gaya hidup,

diet, randahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak bebas.(2,4)

9

Page 10: Ggg

Pada dasarnya pada DM tipe II ini memiliki 2 kelainan dasar seperti :

Resistensi Insulin

Dapat menyebabkan intoleransi glukosa, hiperinsulinemia, peningkatan

trigliserida VLDL, penurunan konsentrasi HDL, hipertensi.(10) Biasa terjadi

pada organ target seperti pada liver, jaringan lemak, dan otot rangka

merupakan defek utama pada pasien DM tipe II serta pasien dengan gangguan

toleransi glukosa (Reaven 1988; Hafner 1999).(10,14)

Resistensi Insulin didefinisikan sebagai kegagalan respons efek fisiologis

insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid, protein serta fungsi endotel

vascular.

Mekanisme patologi yang melatar belakangi resistensi insulin tetap belum

sepenuhnya diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-penelitian secara

intensif. Adapun defek seluler dan molekuler yang diduga bertanggungjawab

adalah ketidakmampuan reseptor insulin, abberant receptor signaling

pathway, dan abnormalitas transport atau metabolisme glukosa.(10)

Selama Hiperinsulinemia cukup adekuat mengatasi resistensi insulin, maka

toleransi glukosa akan tetap normal. Pada pasien yang kemudian menjadi DM

tipe II respon kompensasi sel beta ini menurun, sehingga akan berkembang

menjadi defisiensi insulin baik yang relatif maupun absolut.

Defek sekresi Insulin

Akan menurunkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen di otot dan hati.

Hal ini biasa timbul sebagian oleh karena komponen genetik berkaitan

dengan GLUT 4 Transporter dan Hiperglikemia Kronik dan menyebabkan

gangguan ambilan glukosa otot melalui downregulation GLUT 4 Transporter.

Selain itu juga sering ditemukan penurunan aktivitas tirosin kinase dan IRS –

10 (Insulin Receptor Substrat-10).(2,14)

10

Page 11: Ggg

Salah satu mekanisme penting namun tidak secara langsung pada resistensi

insulin adalah adanya peningkatan asam lemak bebas dalam sirkulasi. Asam

lemak bebas dapat menganggu kerja dari insulin dan metabolisme glukosa melalui

beberapa cara. Salah satunya penting pada otot rangka dan liver.

Asam lemak tinggi → mengganggu kerja insulin hepatosit→ekstrasi insulin

hepar dan glukoneogensis meningkat (kadar asam lemak bebas tinggi) → lebih

dioksidasi oleh sel otot daripada glukosa→ asam lemak akan memproduksi

produksi insulin (lipotoxicity). Dimana paparan sel beta dalam jangka panjang

terhadap asam lemak bebas akan mengganggu respon sekresi insulin terhadap

glukosa.(2,4)

Secara umum pasien DM tipe II mengalami gangguan pada proses lipolisis

sehingga hampir sebagian besar ditemukan memiliki berat badan berlebih / obese.

II.5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula

darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL,

maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih

tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan

sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih

dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam

jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus

yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar

kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami

penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita

seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan

(polifagi). Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan

berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olah raga. Penderita

11

Page 12: Ggg

diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.(2,4)

Perbandingan antara IDDM dan IDDM (2)

IDDM NIDDM

Nama Lain DM tipe 1 DM tipe 2

Nama lama DM Juvenil DM dewasa

Umur biasa<40 (tapi tidak selalu) biasa>40 (tdk selalu0

Keadaan Klinis berat ringan

Kadar insulin tak ada insulin Insulin cukup/tinggi

Berat badan biasanya kurus biasanya gemuk

Pengobatan Insulin, diet, olahraga Diet, OR, tablet, insulin

Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2

Timbul tiba-tiba. Tidak ada gejala selama beberapa tahun.

Jika insulin berkurang semakin parah

maka sering berkemih dan sering merasa

haus.

Berkembang dengan cepat ke

dalam suatu keadaan yang disebut

dengan ketoasidosis diabetikum.

Jarang terjadi ketoasidosis.

Tabel Perbedaan DM TIPE I dan DM II(2)

GEJALA  DIABETES  MELLITUS

 

Tanda Tanda Peringatan Diabetes telah ditetapkan suatu standar yaitu

American Institute For Preventive Medicine Menggunakan Singkatan

Diabetes Dan Caution

Perhatikan munculnya gejala-gejala berikut ini :

12

Page 13: Ggg

 

Drowsiness (mengantuk)

Itching (gatal-gatal)

A family history of Diabetes (sejarah diabetes dalam keluarga)

Blurred vision (pandang kabur)

Excessive weight (berat badan yang berlebihan)

Tingling (mati rasa atau rasa sakit pada anggota tubuh bagian

bawah)

Easy infection (infeksi kulit, serasa dipotong-potong, gatal-

gatal khususnya pada kaki)

Skin infection (infeksi kulit)

   Tanda tanda lainnya adalah :

Constant urination (kencing terus menerus)

Abnormal thirst (haus yang tidak seperti biasanya)

Unusual hunger (rasa lapar yang aneh)

The rapid lost of weight (turun berat badan secara cepat)

Irritability (cepat naik darah)

Obviously weakness dand fitique (sangat lemah dan lemas)

Nausea (mual-mual dan muntah-muntah)

Tabel Gejala Diabetes Melitus(2)

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM

seperti tersebut dibawah ini.

Keluhan klasik yang khas DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia,

dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain yang tidak khas DM berupa : lemah badan, kesemutan,

gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae

pada wanita. (2)

13

Page 14: Ggg

Gejala sering timbul secara perlahan-lahan dan seringnya diagnosis

ditegakkan ketika seseorang yang belum ada keluhan akan tetapi didapatkan

peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan laboratorium rutin.(2)

Komplikasi pada diabetes melitus :

►Komplikasi akut yang dapat terjadi seperti hipoglikemia dan hiperglikemia. (13)

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan

penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat terjadi dari ringan sampai berat berupa

gelisah sampai koma dengan kejang. Penyebab tersering adalah obat hipoglikemik

golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid.

Pada keadaan apapun pengobatan yang paling baik adalah pencegahan

namun bila sudah terlanjur harus segera diatasi terutama gangguan terhadap otak,

organ yang paling sensitive terhadap penurunan glukosa darah.

Dapat diberikan gula murni + 30 gr. Atau makanan yang mengandung

hidrat arang dan diberhentikan pemakaian obat hipoglikemik untuk sementara.

Namun bila sudah terjadi koma hipoglikemia penanganan harus cepat, beri larutan

glukosa 40% sebanyak 2 flakon melalui vena setiap 10-20 menit hingga pasien

sadar disertai pembeerian cairan dekstrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk

mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau diatas normal.

Hiperglikemia sering ditandai dengan kesadaran menurun disertai

dehidrasi berat. Biasanya ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,

penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Dapat

terjadi ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non-ketosis.

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defiensi insulin berat dan akut

dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Dapat dilihat dari gejala klinik

14

Page 15: Ggg

utama seperti poliuria, polidispsia, hiperventilasi (pernafasan Kussmaul),

takikardia, dan dehidrasi. Pasien sering mengeluarkan bau keton mirip buahapel

busuk yang khas dari nafasnya. Mual-muntah dan nyeri perut sering terjadi.

Sedangkan pada hiperosmolaritas non-ketoasidoses, individu mempunyaai

jumlah insulin yang cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup untuk

mempertahankan homeostatis glukosa yang normal.

Pengobatan dimulai dari rehidrasi, pemberian insulin, koreksi elektrolit

dengan pemberian nantrium bikarbonat, kalium serta pemberian antibiotika untuk

mencegah infeksi.(6)

►Komplikasi kronik seperti : (13)

Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar seperti pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.

Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil seperti retinopati diabetik,

nefropati diabetik.

Neuropatik Diabetik

Rentan Infeksi seperti TBC paru, Gingivitis dan Infeksi Saluran Kemih.

Kaki Diabetik.

II.6. PEMERIKSAAN

Untuk diagnosis DM : pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2

jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral

(TTGO).(1,2,4,9)

Sampling untuk Pemeriksaan kadar Gula Darah

Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6 – 12 jam sebelum

diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan

seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr) untuk TTGO, dan

15

Page 16: Ggg

harus dihabiskan dalam waktu 15 – 20 menit. Dua jam kemudian diambil

darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.(2,3,9)

Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa

kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan

waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida,

fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah

palsu.(2) Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat

menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan

akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa

Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan

lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode

glukosa oksidase (GOD) dan ,metode heksokinase.(1,2)

Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik

(karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan

interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin,

asam urat, dan asam askorbat.(2)

Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi

dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang

digunakan spesifik untuk glukosa. Untuk mendiagnosa DM, digunakan kriteria

dari consensus perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI

1998)(5,12)

Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM

Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan

pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan

fruktosamin.(1,4,5,6,11) Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena

pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama .(14) Pemeriksaan

lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan

16

Page 17: Ggg

sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi

urin.(1,4)

Pemeriksaan HbA1C

HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik

antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin.

Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin

yang stabil dan ireversibel.(14,15) Metode pemeriksaan HbA1C ; ion-exchange

chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography),

electroforesis, Immunoassay, Affinity Chromatography, dan analisis kimiawi

dengan kolorimetri.(1,14,)

Metode Ion Exchange Chromatography ; harus dikontrol perubahan suhu

reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari buffer, Interferens yang

mangganggu adalah adanya Hbs dan HbC yang biasa memberikan hasil negatif

palsu.(2)

Metode HPLC ; prinsip sama dengan ion exchange chromatography, biasa

diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga

direkomendasikan menjadi metode referensi.

Metode agar gel elektroforesis : hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC,

tetapi presisinya kurang dibanding HPLC, HbF memberikan hasil positif palsu,

tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada

metode ini.(2)

Metode immunoassay (EIA) : hanya mengukur HbA1C tidak mengukur

HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.(2)

Metode Affinity Chromatography : non-glycated hemoglobin serta bentuk

lebih dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak

dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit

mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated

hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari

metode HPLC.(2)

17

Page 18: Ggg

Metode Kalorimentri : waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena

tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya

waktu lama, sample besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh

klinisi, yaitu m mol/L.

Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C

HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat.

Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah

pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya)

sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat : pemberian Therapi lebih

intensif untuk menghindari komplikasi.(1,2,3,5,14)

Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol) : 4%, 5,9%.(6)

Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau

belum.(1,12) Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan

sekali.(12)

Pemeriksaan untuk memantau Komplikasi DM

Komplikasi spesifik DM ; aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan

retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa

dari kompliksasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan

gangguan aterosklerosis.(1,2,5,6)

Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati ; mikroalbuminuria

serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan).(1,2,5,13) Pemeriksaan

lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat

fungsi ginjal.(1,2)

Mikroalbuminuria ; ekskresi albumin di urin sebesar 3-300 mg/24 jam atau

sebesar 2-200 mg/menit.(2,3) mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi

makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan

yang menetap dari fungsi ginjal, Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki

mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehinga perjalanan menuju ke nefropati

18

Page 19: Ggg

bisa diperlambat.(2,5) Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan

menggunakan trip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor

pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah

cara kuantitatif : metode Radial immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay

(RIA), Enxym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunotugbidimetry.

Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta

semuanya menggunakan antibody terhadap human albumin.(2) Sampel yang

digunakan untuk pengukuran ini adalah sample urine 24 jam.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria

Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria

normal (<20 mg/menit), mikroalbuminuria (2-200 mg/menit atau 3-300mg/24

jam), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).(2) Pemeriksaan albuminuria

sebaiknya dilakukan minimal 1 x per tahun pada semua penderita DM usia > 12

tahun.

Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis

Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklrerosis ini ialah profil

lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high

density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta

mikroalbuminuria.(3,13) Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta

berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida>2 jam dan

mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).

Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya

Antibody petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah

islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibody

terhadap glutomic acid decarboxylase (anti-GAD).

ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada

pulau-pulau pancreas. ICA menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya

19

Page 20: Ggg

ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah

diabetes tipe 1.

GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmitter

g-aminobutyric acid (GAB). Anti GAD ini bias teridentifikasi 10 tahun

sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji

saring sebelum gejala DM muncul.(1,2)

Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-

peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indicator yang baik untuk

fungsi sel beta, juga biasa digunakan untuk memonitor respons individual

setelah operasi pancreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada

transplantasi pancreas atau transplantasi sel-sel pulau pancreas.(2)

Pemeriksaan lainnya untuk komplikasi darah dan analisa rutin.

Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada

penderita DM.(3)

Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur

(pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain

yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2

jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-

kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari

DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis

metaboloik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah.

Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies,

misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi

butirat dalam darah, dan lainnya. Selain itu mungkin untuk penelitian masih

dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte

Antigen) serta pemeriksaan genetic lain.(3,5,13)

II.7. DIAGNOSIS

Dapat dilakukan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah sewaktu dengan

gejala diabetes, kadar glukosa darah puasa atau tes toleransi glukosa. Walaupun

20

Page 21: Ggg

pemeriksaan urin dapat memberikan dugaan kuat akan diabetes, ia tetap tidak

dapat digunakan sebagai dasar diagnostik diabetes mellitus.(4,9)

Menurut ADA tahun 1998 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus : (4,9,15)

Gejala Diabetes dengan glukosa darah sewaktu>200 mg/dl

Sewaktu : adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan

terakhir. Gejala klasik seperti poliuria, polidipsi, dan berat badan turun tanpa

sebab.

Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl

Puasa : adalah tanpa intake kalori selama 8 – 10 jam. Pada TTGO, kadar

glukosa darah 2 jam PP > 200 mg/dl

Dengan adanya factor resiko yang tinggi (9,15) seperti :

Keturunan

Infeksi Virus misalnya pada IDDM

Kegemukan (> 20 % berat badan ideal atau IMT >27 kg/m2)

Pola makan yang salah

Obat-obat (yang menaikkan kadar gula dalam darah)

Proses penuan biasanya diatas 40 tahun dengan factor tersebut diatas,

Stress

Orang dengan tekanan darah tinggi (>140/90)

Orang dengan dislipidemia (kolesterol HGL < 35 mg/dl atau TG > 250 mg/dl)

Wanita hamil 24 – 48 minggu atau pernah melahirkan bayi dengan berat >

4000 gr.

Maka untuk mendapatkan diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan

adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma

vena. Dengan catatan pada kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan

penyaringnya negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun,

sedang bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa factor resiko, pemeriksaan

penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Pemeriksaan penyaring ini berguna

21

Page 22: Ggg

untuk menyaring pasien DM, TGT dan GDPT sehingga dapat ditentukan langkah

terapi yang tepat untuk mereka.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil

yang diperoleh.

TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara

140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).

GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan

glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6

– 6.9 mmol/L). 2

Pemeriksaan penyaring dapat dimulai dengan pemeriksaan kadar glukosa

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa yang kemudian diikuti dengan tes

toleransi glukosa oral (TTGO) standar.(2) Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma

puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan

berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. 2

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko

DM sebagai berikut : (2)

1) Usia > 45 tahun

2) Berat badan lebih : BBR > 110 % BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)

4) Riwayat DM dalam garis keturunan

5) Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir

bayi > 4000 gram

6) Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening)

tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti

dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan.

22

Page 23: Ggg

Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk

penyakit lain atau general check-up. (2)

Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

23

Page 24: Ggg

3 hari sebelum pemeriksaan, makan seperti biasa (karbohidrat cukup),

kegiatan jasmani seperti biasa dilakukan

Puasa paling sedikit 8 jam mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum

air putih diperbolehkan tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgbb (anak-anak)

dilarutkan dalam air 250 ml dan minum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2

jam setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah bebas glukosa

Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

Petunjuk Praktis Pengelolaan DM Tipe 2, PERKENI 2002 (12)

Berdasarkan diatas maka Kriteria Diagnostik DM dan TGT dapat dilihat dari :

- Kadar glukosa darah sewaktu (Plasma Vena) ≥ 200 mg/dl atau

- Kadar glukosa darah puasa (Plasma Vena) ≥ 126 mg/dl atau

- Kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl pada 2 jam ssdh beban glukosa 75

gram pada TTGO

II.8. PENATALAKSANAAN (6,11,13)

24

Page 25: Ggg

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup

penyandang diabetes.

Tujuan penatalaksanaan:

Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM,

mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian

glukosa darah.

Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas

penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan

akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa

darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien

secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. 2

Kerangka Utama penatalaksanaan DM terdiri dari :

1. Edukasi (13)

Penting karena perjalanan penyakit DM lama dan dibutuhkan pengetahuan

yang cukup guna menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi yang

merugikan bagi pasien. Permahaman tentang penyakit, makna dan perlunya

pengendalian serta pemantauan DM perlu diketahui juga tentang penyulit,

intervensi farmakologis dan non-farmakologis, kemungkinan terjadinya

hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi dan cara mempergunakan

fasilitas perawatan kesehatan.

2. Perencanaan Makan (12,13)

Pada Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah

ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi

ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi

seimbang berupa karbohidrat (60 – 70%), protein (10 – 15%), lemak

(20 – 25%). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi,

umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.

Penentuan status gizi dapat digunakan BMI / Body Mass Index = IMT / Indeks

Masa Tubuh dan Rumus Broca.

BB ( Kg )

25

Page 26: Ggg

IMT = TB ( M2 )

Dengan Klasifikasi sbb :

- BB kurang < 18,5

- BB Normal 18,5 – 23,5

- BB Lebih > 24,0

- Dengan Resiko 24,0 – 25,0

- Obese I > 25 – 29,9

- Obese II > 29,9

Dengan Rumus Broca dipakai :

BB Idaman = ( TB – 100 ) – 10%

Status Gizi = BB actual x 100 % / TB ( cm ) – 100

- BB kurang = < 90% BB Idaman

- BB Normal = 90 – 110 % BB Idaman

- BB Lebih = 110 – 120 % BB Idaman

- Gemuk = > 120 % BB Idaman

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikali

kebutuhan basal ( 30 kkal / kg BB untuk laki-laki dan 25 kkal / kg BB untuk

wanita ) kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas ( 10-30%

untuk atlet dan pekerja berat, sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam

kegiatannya ), koreksi status gizi (bila gemuk dikurangi dan bila kurus ditambah)

serta kalori yang dibutuhkan menghadapi stress akut misalnya infeksi yang sesuai

dengan kebutuhan. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg / hari, jumlah

kandungan serta + 25 g/hari, diutamakan serat yang larut. Konsumsi garam

dibatasi bila hipertensi. Pemanis dapat digunakan secukupnya.

3. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit

yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive Endurace

training ).

26

Page 27: Ggg

Continous

Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa henti.

Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit pasien

melakukan jogging tanpa istirahat.

Rytmical

Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan

berelaksasi secara teratur.

Interval

Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh : jalan

cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.

Progressive

Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan

sampai hingga mencapai 30-60 menit.

Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate

Maksimum Heart Rate = 220-umur

Endurance

Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi, seperti

jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging, berenang dan bersepeda.

Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani ini adalah jangan

sampai memulai olah raga sebelum makan, harus menggunakan sepatu yang

pas, didampingi oleh orang yang tahu bagaimana cara mengatasi

hipoglikemia, harus membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai

pasien DM dalam pengobatan, dan memeriksa kaki dengan cermat setelah

berolahraga. (15)

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran atau zona latihan yaitu 75-85%

denyut nadi maksimal yang dapat dihitung dengan cara sbb :

DNM = 220 – Umur ( dalam Tahun )

4. Obat Hipoglikemik Oral (1,14)

A. Golongan Insulin Sensitizing

27

Page 28: Ggg

A.1 Biguanid

A.2 Glitazone

A.1 Biguanid

Golongan biguanid yang banyak digunakan adalah Metformin.

1. Konsentrasi tinggi di usus dan hati

2. Tidak dimetabolisme, secara cepat dikeluarkan melalui ginjal

3. Dosis maksimal menurunkan A1C sebesar 1-2%

4. Efek samping asidosis laktat

5. Untuk menghindari efek samping tidak diberikan pada pasien

☺ gangguan fungsi ginjal (kreatinin >1,3 mg/dL pada perempuan dan

>1,5 mg/dL pada laki-laki)

☺ gangguan fungsi hati

☺ gagal jantung

☺ orang lanjut usia. (1,13)

Fungsi Metformin :

Menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin

pada tingkat seluler - distal reseptor insulin

Menurunkan produksi glukosa hati

Meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan

glukosa darah

Menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. (1,14)

Setelah diberikan secara oral, metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam

darah setelah 2 jam dan diekskresi lewat urin dalam keadaan utuh dalam waktu

paruh 2,5 jam. Penelitian terakhir melaporkan bahwa efek metformin diatas

diduga terjadi melalui peningkatan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer yang

dipengaruhi oleh AMP activated protein kinase (AMPK), yang merupakan

regulator selular utama bagi metabolisme lipid dan glukosa. Aktifasi AMPK pada

hepatosit akan mengurangi aktifitas Acetyl Co-A karboksilase (ACC) dengan

induksi oksidasi asam lemak dan menekan enzim lipogenik. Metformin dapat

menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia sehingga

28

Page 29: Ggg

tidak dianggap sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik. Pada

pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemi dapat terjadi akibat

pengaruh sulfonilureanya. Pada pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan

glukosa darah sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaan basal

juga turun. Metformin tidak menyebabkan kenaikan berat badan seperti pada

pemakaian sulfonilurea. (1,13,14)

Kombinasi sulfonilurea dengan metformin saat ini merupakan kombinasi yang

rasional karena mempunyai cara kerja yang sinergis sehingga kombinasi ini dapat

menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan tunggal masing-

masing, baik pada dosis maksimal keduanya maupun pada kombinasi dosis

rendah. Kombinasi dengan dosis maksimal dapat menurunkan glukosa darah yang

lebih banyak. Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea sudah dapat dianjurkan

sejak awal pengelolaan diabetes, berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United

Kingdom Prospective Diabetes Study) dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang

kemudian dapat dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau

sulfonilurea sampai dosis maksimal. Kombinasi metformin dengan insulin juga

dapat dipertimbangkan pada pasien gemuk dengan glikemia yang sukar

dikendalikan. Kombinasi insulin dengan sulfonilurea lebih baik daripada

kombinasi insulin dengan metformin. Kombinasi insulin dan metformin lebih baik

dibanding dengan insulin saja. Metformin juga berpengaruh pada komponen lain

resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan darah dan juga pada plasminogen

activator inhibitor (PAI-1). (1,14)

Karena kemampuannya mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan

berat badan dan memperbaiki profil lipid maka metformin sebagai monoterapi

pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk dengan dislipidemia dan

resistensi insulin berat merupakan pilihan pertama. Bila dengan monoterapi tidak

berhasil maka dapat dilakukan kombinasi dengan SU atau obat anti diabetik lain. (14)

A.2 Glitazone

Monoterapi dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa hingga

59-80mg/dL dan A1c 1,4-26% dibandingkan dengan plasebo. Merupakan agonis

29

Page 30: Ggg

peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif

dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan target kerja insulin seperti

jaringan adipose, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut

merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposity dan kerja insulin(14)

Glitazone merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki

sensitifitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti GLUT-1, GLUT-4,

p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP). Kemudian mempengaruhi

ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin, seperti TNF-α, leptin dan lain-

lain. Diabsorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1-2 jam dan

makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Waktu paruh berkisar

antara 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi pioglitazone. Keduanya dapat

digunakan sebagai monoterapi ataupun kombinasi dengan metformin dan

sekretagok insulin. (14)

B. Golongan Sekretagok Insulin

Mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel β

pankreas. (14)

B.1 Sulfonilurea

B.2 Glinid

B.1 Sulfonilurea

Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan

diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi

gangguan pada sekresi insulin. Digunakan sebagai terapi kombinasi karena

kemampuannya untuk meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.

Mempunyai sedikit efek samping dan relatif murah. Efeknya merangsang channel

K yang tergantung pada ATP dari sel β pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada

reseptor (SUR) pada channel tersebut maka akan terjadi penutupan. Menyebabkan

terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel β, terjadi depolarisasi

membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, dan menyebabkan

peningkatan Ca intrasel. Ion Ca akan terikat calmodulin, dan menyebabkan

30

Page 31: Ggg

eksositosis granul yang mengandung insulin. Sehingga obat golongan ini bekerja

dengan cara merangsang sel β pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan.

Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih

punya kemampuan untuk sekresi insulin dan tidak dapat digunakan pada DM tipe

I. Untuk mengurangi kemungkinan efek hipoglikeminya, apalagi pada orang tua

dipilih obat yang masa kerjanya paling singkat. Efek hipoglikemi juga sering

terjadi pada pasien dengan gagal ginjal, gangguan fungsi hati berat dan pasien

dengan masukan makan yang kurang dan bila dipakai bersama obat sulfa. Jenis-

jenis obat golongan ini adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid,

glikuidon, glimeprid dan tolbutamide. Efek akut dan efek pada pemakaian jangka

panjang berbeda. Misalnya glibenklamid, mempunyai masa paruh 4 jam pada

pemakaian akut, tetapi kemudian pada pemakaian jangka panjang (lebih dari 12

minggu), masa paruhnya akan memanjang menjadi 12 jam bahkan sampai > 20

jam pada pemakaian kronik dengan dosis maksimal. Karena itu dianjurkan

memakai glibenklamid sehari sekali. Glibenklamid juga menurunkan kadar

glukosa darah puasa lebih besar daripada glukosa sesudah makan, masing-masing

sampai 36% dan 21%.

Bila diperlukan dosis terbagi dapat diberikan dengan dosis sore yang lebih

rendah. Pada pemakaian lama efektivitas obat golongan ini dapat berkurang.

Dosis permulaan sulfonilurea tergantung pada beratnya hiperglikemia. Bila

konsentrasi glukosa < 200 mg/dL, SU sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis

kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa

darah puasa 90-130mg/dL. Bila glukosa darah puasa > 200mg/dL dapat diberikan

dosis awal yang lebih besar. Obat sebaiknya diberikan setengah jam sebelum

makan karena diserap dengan lebih baik. Pada obat yang diberikan satu kali

sehari, sebaiknya diberikan pada waktu makan pagi atau pada waktu makan

makanan porsi terbesar.(8,14)

Kombinasi Sulfonilurea dengan insulin

Pemakaian kombinasi kedua obat ini didasarkan bahwa merata kadar

glukosa darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah

31

Page 32: Ggg

puasanya. Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang

lebih sama, tidak tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan

memberikan dosis insulin kerja sedang malam hari, produksi glukosa darah

puasanya dapat lebih rendah lagi. Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari

dapat diatur dengan pemberian sulfonilurea seperti biasa. Kombinasi ini

lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan ternyata

lebih rendah.(2,13)

Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih baik daripada

insulin sendiri dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih rendah.

Dan cara kombinasi ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan

insulin multipel. (2)

B.2 Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam

benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati,

sehingga diberikan 2-3 kali sehari. (2)

Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun

mempunyai masa paruh yang singkat karena lama menempel pada kompleks

SUR sehingga dapat menurunkan ekuivalen A1C pada SU. (1)

Sedang Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak

menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan

sekretagok yang khusus menurunkan glukosa pascaprandial dengan efek

32

Page 33: Ggg

hipoglikemik yang minimal. Karena sedikit mempunyai efek terhadap

glukosa puasa maka kekuatannya untuk menurunkan A1C tidak begitu kuat. (2)

C. Penghambat α Glukosidase

Acarbose merupakan penghambat enzim α glukosidase di dalam saluran

cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemia pascaprandial. Obat ini bekerja di lumen usus menghambat

pembentukan monosakarida intraluminal, menghambat dan memperpanjang

peningkatan glukosa darah pascaprandial, menghambat bioavailabilitas metformin

di usus, tidak menyebabkan hipoglikemia serta tidak berpengaruh pada kadar

insulin. Terdapat pada dinding enterosit yang terletak pada bagian proksimal usus

halus. Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala

gastrointestinal seperti meteorismus, flatulence dan diare. Dengan memberikannya

15 menit sebelum atau sesudah makan akan mengurangi dampak pengobatan

terhadap glukosa pascaprandial. (1,13)

Algoritma pengobatan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi

(Konsensus PB PERKENI 2006)

33

Page 34: Ggg

Pemeriksaan A1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,

atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang

digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini

tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.

Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. 2

34

Page 35: Ggg

Algoritma pemberian kombinasi insulin dan OHO

(Konsensus PB PERKENI 2006)

Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Berdasarkan

Konsensus American Diabetes Association (ADA) dan European

Association for the Study of Diabetes (EASD) tahun 2009.

Diabetes merupakan penyakit progresif yang memerlukan penanganan tepat dan

cepat agar tidak menimbulkan komplikasi baik komplikasi jangka pendek maupun

jangka panjang. Selama ini tiap institusi/rumah sakit punya guideline sendiri-

sendiri, baik di AS maupun di Eropa dan negara-negara lain di dunia termasuk di

Indonesia. Oleh karena itu dengan diluncurkannya konsensus ADA/EASD, para

klinisi umumnya sangat antusias karena bisa mendapatkan pegangan yang lebih

mantap. Konsensus itu bila dibandingkan dengan guideline-guideline lain yang

ada sebelum ini, jauh lebih praktis dan mudah dilaksanakan. Konsensus itu

35

Page 36: Ggg

diluncurkan pertama kali Juni 2006, kemudian pada tahun 2008 dilakukan update

pertama karena Eropa tidak mau mencantumkan thiazolidinedione (TZD) secara

umum pada pilihan untuk Step 2, tetapi mau langsung mencantumkan

pioglitazone secara eksplisit sebagai TZD, karena mereka masih belum mau

menggunakan rosiglitazone karena efek sampingnya pada sistem kardiovaskuler.

Kemudian Januari tahun ini (2009) dilakukan update kedua, terutama untuk

menampung indikasi pengobatan dengan produk-produk baru seperti GLP-1

receptor agonist, DPP-4 inhibitor, acarbose, glinid, dll. 3

Algoritma pengobatan DM tipe 2 yang terbaru ini menitikberatkan pada

intervensi perubahan gaya hidup dan pemeriksaan A1C setiap 3 bulan sampai

kadar A1C < 7% dan setelah itu diperiksa setiap 6 bulan. Intervensi harus diubah

bila kadar A1C > 7%. Sulfonilurea selain glibenklamid atau klorpropamid belum

cukup bukti keamanannya. 10

Tujuan dari pengelolaan ini untuk mencapai A1C < 7% dan perubahan

dari intervensi jika target kadar glukosa darah tidak tercapai. Diabetes type 2

adalah penyakit progresif dan pasien harus diinformasikan bahwa pasien harus

membutuhkan tambahan obat-obat penurun kadar glukosa darah setiap waktu. 10

36

Page 37: Ggg

Algorithma Manajemen Diabetes Type 2 ( Consensus ADA/ EASD 2009 )

Tier 1 : terapi inti tervalidasi baik

Intervensi ini memberikan terapi yang terbaik, baik dari segi keefektifan

pengobatan maupun dari strategi harga yang dapat menurunkan target kadar

glukosa darah. Oleh sebab itu dipilih untuk kebanyakan pasien diabetes type 2. 11

Langkah 1 : intervensi gaya hidup + metformin

Intervensi perubahan gaya hidup ditujukan untuk memperbaiki kadar

glukosa darah, tekanan darah, dan kadar lipid, dan untuk menurunkan berat badan.

Sebanyak 10 – 20 % pasien diabetes type 2 yang tidak obesitas atau over weight,

modifikasi dari komposisi diet dan aktivitas fisik adalah faktor yang mendukung

dari pengobatan tapi intervensi farmakologis tetap dibutuhkan dalam rangkaian

kegiatan diabetes. Dalam konsensus ini terapi dengan metformin diberikan secara

bersamaan dengan intervensi perubahan gaya hidup. Metformin dipilih pada awal

terapi (kecuali ada kontraindikasi) karena mempunyai efek glikemik, tidak

menyebabkan peningkatan berat badan dan hipoglikemia, efek samping ringan,

37

Page 38: Ggg

dapat diterima dengan baik, dan murah. Jika dalam 2-3 bulan pengobatan pada

langkah 1 tidak berhasil mencapai sasaran, maka dilanjutkan pada langkah 2. 11

Langkah 2 : tambahan obat kedua

Jika intervensi gaya hidup dan dosis maksimal dari metformin tidak dapat

mencapai kadar glukosa darah yang diinginkan, medikasi yang lain dapat

ditambahkan setelah 2-3 bulan dari terapi inisiasi atau dapat juga diberikan jika

target A1C tidak terpenuhi. Medikasi yang lain juga dapat diberikan jika

metformin merupakan kontra indikasi. Dalam konsensus ini dapat ditambahkan

insulin atau sulfonilurea. Insulin diberikan bila kadar A1C > 8,5 % atau pasien

dengan gejala sekunder akibat hyperglikemia, dapat diberikan insulin agar lebih

efektif. Insulin dapat dimulai dengan insulin basal. Namun demikian banyak

penderita masih memberikan respons dengan obat oral. 11

Langkah 3 : penyesuaian lebih lanjut

Jika perubahan gaya hidup, metformin, dan sulfonilurea atau insulin basal

tidak menghasilkan kadar glukosa darah yang diinginkan, langkah selanjutnya

harus dimulai dengan intensifikasi terapi insulin. Intensifikasi terapin insulin

biasanya terdiri dari injeksi tambahan yaitu insulin kerja pendek dan cepat yang

diberikan sebelum makan untuk menurunkan kadar glukosa darah postprandial.

Jika insulin intensif telah dimulai, obat-obatan secretagok insulin ( sulfonilurea

atau glinid) harus dihentikan atau diturunkan secara perlahan sampai dihentikan,

dengan pertimbangan tidak bersifat sinergik. 11

Walaupun penambahan sulfonilurea bisa diberikan, khususnya jika kadar

A1C dekat dengan sasaran (A1C <8%), sebaiknya terapi ini tidak dipilh, karena

kurang efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah, dan lebih mahal daripada

pemakaian intensif insulin. 11

38

Page 39: Ggg

Tier 2: terapi tervalidasi kurang baik

Dalam beberapa keadaan, algoritma tier-2 dapat dipertimbangkan.

Khususnya, jika hipoglikemi terutama tidak diinginkan (pada pasien dengan

pekerjaan yang membahayakan), tambahan berupa exenatide atau pioglitazone

dapat dipertimbangkan. Rosiglitazone tidak direkomendasikan dalam terapi ini. 11

Jika tujuan pengobatan yang utama untuk menurunkan berat badan dan

kadar A1C masih di bawah target (A1C<8%), exenatide merupakan pilihannya.

Jika intervensi tersebut tidak efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah atau

tidak ada toleransi, tambahan sulfonylurea dapat dipertimbangkan. Alternatif lain

yang dapat dipilih, intervensi tier 2 dihentikan dan dimulai dengan insulin basal. 11

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat anti hiperglikemik oral

1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan

secara bertahap

2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping

obat-obat tersebut.(misalnya klorpropamid jangan diberikan 3x1 tablet,

karena lama kerjanya 24 jam)

3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya

interaksi obat

4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah

menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada

insulin.

5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh pasien (14)

39

Page 40: Ggg

Pemberian OHO, terdiri dari:

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara

bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan

sampai dosis hampir maksimal

Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan

pertama

Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

40

Page 41: Ggg

41

Page 42: Ggg

Insulin (14)

Indikasi pemberian insulin pada NIDDM adalah :

- DM dengan berat badan menurun cepat / kurus

- Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar

- DM yang mengalami stress berat ( infeksi sistemik, operasi berat )

- DM dengan kehamilan / DM Gestational yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan

- DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis

maksimal atau ada kontraindikasi dari obat tersebut.

Farmakokinetik insulin eksogen berdasar waktu kerja (time course of action)

Jenis kerja Preparat Cara pemberian

42

Page 43: Ggg

Kerja pendek Actrapid human 40 / humulin.

Actrapid human 100

Diberikan 15-30 menit

sebelum makan.

Kerja sedang Monotard human 100

Insulatard

NPH

Diberikan 15-30 menit

sebelum makan.

1-2 kali sehari.

Kerja panjang PZI (tidak dianjurkan lagi) Diberikan 15-30 menit

sebelum makan.

Kerja

campuran

Mixtard Diberikan sesaat

sebelum makan.

Tabel Cara Kerja Insulin (14)

Jenis dan lama kerja insulin(2,!4)

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

insulin kerja pendek (short acting insulin)

insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

insulin kerja panjang (long acting insulin)

insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed

insulin).

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan

lama kerja yang berbeda: (14)

Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan

paling sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam 

waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja

selama 6-8 jam.

Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang

menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20

menit sebelum makan.

43

Page 44: Ggg

Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin

isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun

dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa 

disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan

dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang

malam.

Insulin kerja lama.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.

Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa

dibawa kemana-mana. (14)

TERAPI KOMBINASI

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,

untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan

dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi

dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang

mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum

tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda

atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan

klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan

kombinasi tiga OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah

atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.

Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali

glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal

insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,

44

Page 45: Ggg

kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah

puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah

sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan

dan diberikan insulin saja. 2

KRITERIA PENGENDALIAN DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian

DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila

kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C

juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan

darah. 2

Kriteria Pengendalian DM

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran

kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL,

dan sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah,

dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini

45

Page 46: Ggg

dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk

mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia dan interaksi

obat.2

II.9. PROGNOSIS (15)

Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup

seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan

kemungkinan untuk meninggal lebih

BAB III

KESIMPULAN

46

Page 47: Ggg

DM adalah kelainan metabolisme karbohidrat yang merupakan kelainan

endokrin terbanyak. Di Indonesia, prevalensi DM sebesar 1,5-2,3% penduduk usia

> 15 tahun, bahkan di Manado didapatkan prevalensi DM sebesar 6,1%.

Penderita DM mempunyai risiko komplikasi yang spesifik, yaitu

retinopati, gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis, stroke, gangren, ataupun

penyakit arteria koronaria. Pemeriksaan laboratorium DM : menegakkan Dx serta

memonitor Therapi dan timbulnya komplikasi, pemeriksaan untuk menegakan

diagnosa: kadar gula darah puasa dan 2 jam PP, TTGO ( consensus PERKENI

1998 ).

Pemeriksaan untuk monitor Therapi : kadar glukosa puasa, 2 jam PP dan

HbA1C, serta urinalisa rutin. Pemeriksaan yang mendeteksi kelainan nefropati

dini : mikroalbuminuria (masih reversible), dan yang rutin adalah serum ureum

dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. Pemeriksaan untuk memantau

komplikasi aterosklerosis : profil lipid (kolesterol total, low density lipoprotein

cholesterol/ LDL-C, high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan

trigliserida serum, serta mikroalbuminuria.

Pemeriksaan adanya komplikasi lain : darah dan urinalisa rutin (adanya

infeksi), kultur urine maupun darah, elektrolit serta analisa gas darah,

keton/aceton urine, asam laktat darah, insulin darah, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

47

Page 48: Ggg

1. Foster D.W. Diabetes Mellitus. In Harrison’s Principles of Internal Medicine,

Eds Fauci, Braunwald, Isselbacher, et al, 14th Edition, McGraw-Hill

Companies, USA, 1998, p623-75

2. Sudoyo, Aru W, Dr.dr; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2006. Halaman: 1874-1889

3. Subekti I. Apa itu Diabetes : Patofisiologi, gejala dan tanda, In : Soegondo S,

Soewondo P, Subekti I, editor, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4 th

ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2004, p. 251 – 256.

4. Suyono S. Soewondo P, Subekti I, editor, penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu, 4th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2004, p 1 – 5

5. Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In :

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu. 4th ed. Jakarta : Balai penerbit FKUI ; 2004, p. 17 – 27

6. Pengelolaan Komplikasi Diabetes Secara Tepat. Online Januari 10th 2009.

www.kefirbening.com/artikel3.html

7. Pranoto A. Konsensus Pengelolaan Diabetes di Indonesia 2002. practical

Approach in the management of diabetic complications. Surabaya, May 31,

2003

8. Mardi Santoso. Kapita Selekta Ilmu Penyakit Dalam. Yayasan Diabetes

Indonesia, Jakarta 2004.

9. Wiyono P, Murti I S. Glimepiride : Generasi Baru SulfonilUrea. Dexamedia

No. 2 vol. 17 April – Juni 2004.

10. Pengurus Besar PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes

Melitus tipe 2 di Indonesia 2006: 1-27

11. Hendromartono. Resistensi Insulin pada Diabetes Tipe II. In : prodjosudjiadi

W, Setiati S, Alwi I, editor. Pertemuan Ilmiah Nasional I PB PAPDI. Jakarta :

Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu penyakit Dalam FKUI; 2003 p.

83-87.

48

Page 49: Ggg

12. Suyono S. Patofisiologi Diabetes mellitus. In : Soegondo S, Soewondo P,

Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4 th ed. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI ; 2004. P 7 – 15.

13. Soegondo S, Subekti I. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe II di

Indonesia 2002 PB PERKENI.

14. Soegondo S. Prinsip Pengobatan Diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin.

Balai Penerbit FKUI 2005, 111-29.

15. R. Boedisantoso A. Subekti I. Komplikasi Akut Diabetes mellitus. In :

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Terpadu. 4th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2004. p. 161 – 166.

16. http://www.diabetes-therapies.com/

17. http://mayoclinic.com/health/type-2-diabetes/DS00585

49