GERAKAN WANITA

9
GERAKAN WANITA INDONESIA A. LATAR BELAKANG Keragaman ideologi yang berkembang pada masa Nasionalisme Indonesia, menyebabkan terbentuknya berbagai Organisasi Pergerakan Nasional Indonesia. Salah satunya yaitu Gerakan Wanita Indonesia. 1. Pelopor Perempuan pada Masa Kolonial Bertambah banyaknya jumlah pelajar dari kaum pribumi pada lembaga pendidikan atau sekolah Barat, khususnya dari kalangan priyayi, menandakan peradaban Barat yang lengkap dengan sistem politik, sosial, ekonomi dan kebudayaannya mulai dikenal. Tingkat kemajuan pendidikan Barat sangat besar artinya dalam kehidupan kaum terpelajar bangsa Indonesia. Hal ini menyebabkan munculnya aspirasi- aspirasi untuk mengadakan modernisasi menurut model Barat pada umumnya dan Belanda pada khususnya. Kalangan terpelajar bangsa Indonesia semakin terbuka melihat adanya perbedaan yang amat mendasar antara bangsa Eropa dan Indonesia seperti dalam tingkat dan gaya hidup kalangan pribumi dengan kalangan orang Belanda dan bangsa Eropa, serta kehidupan bangsa Indonesia yang masih terbelakang

Transcript of GERAKAN WANITA

Page 1: GERAKAN WANITA

GERAKAN WANITA

INDONESIA

A. LATAR BELAKANG

Keragaman ideologi yang berkembang pada masa Nasionalisme

Indonesia, menyebabkan terbentuknya berbagai Organisasi Pergerakan Nasional

Indonesia. Salah satunya yaitu Gerakan Wanita Indonesia.

1. Pelopor Perempuan pada Masa Kolonial

Bertambah banyaknya jumlah pelajar dari kaum pribumi pada lembaga

pendidikan atau sekolah Barat, khususnya dari kalangan priyayi, menandakan

peradaban Barat yang lengkap dengan sistem politik, sosial, ekonomi dan

kebudayaannya mulai dikenal. Tingkat kemajuan pendidikan Barat sangat

besar artinya dalam kehidupan kaum terpelajar bangsa Indonesia. Hal ini

menyebabkan munculnya aspirasi-aspirasi untuk mengadakan modernisasi

menurut model Barat pada umumnya dan Belanda pada khususnya.

Kalangan terpelajar bangsa Indonesia semakin terbuka melihat adanya

perbedaan yang amat mendasar antara bangsa Eropa dan Indonesia seperti

dalam tingkat dan gaya hidup kalangan pribumi dengan kalangan orang

Belanda dan bangsa Eropa, serta kehidupan bangsa Indonesia yang masih

terbelakang dan kuno ataupun kolotnya kehidupan tradisional Indonesia. Hal

ini membawa perubahan pandangan pada kalangan terpelajar bahwa tradisi

mulai dipandang bukan lagi sebagai suatu yang wajar yang harus dijunjung

tinggi, melainkan sebagai hambatan terhadap suatu kemajuan yang ingin

dicapai.

Pada masa itu, tatanan adat dan tradisi masih cukup kuat membelenggu

kehidupan di segala bidang bangsa Indonesia. Kalangan terpelajar yang dapat

mengenyam pendidikan terbatas pada kaum laki-laki, sementara kaum

perempuan belum seluruhnya dapat menikmati pendidikan. Kenyataan ini

membuat dominasi kaum laki-laki atas perempuan begitu kuat dan mengikat.

Page 2: GERAKAN WANITA

Kaum perempuan hanya ditempatkan sebagai pendamping suami yang hanya

bertugas menyiapkan kebutuhan rumah tangganya.

Atas keprihatinan terhadap kondisi kaum perempuan Indonesia,

beberapa perempuan mencoba untuk mempelopori kebebasan dan kesetaraan

kedudukan dengan kaum laki-laki, terutama dalam bidang pendidikan.

Langkah ini dikenal dengan nama gerakan emansipasi wanita. Sang penyuara

gerakan emansipasi ini adalah Raden Ajeng Kartini seorang putri Bupati

Jepara, melalui tulisan-tulisannya dalam bentuk surat yang dilayangkan

kepada sahabat karibnya bernama Nyonya Abendanon. Kumpulan surat-surat

Kartini tiu kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul Habis

Gelap Terbitlah Terang pada tahun 1911. Dalam bukunya, diungkapkan

bagaimana sikap atau pandangan orang tua terhadap putra-putrinya, ketaatan

dan kepatuhan kepada adat, termasuk kaida-kaidah tata susila, sopan santun

serta tata cara yang mengatur segala macam hubungan sosial.

Pada masa peralihan abad ke-19 dan ke-20 kaum Aristokrat memiliki

kesempatan mengadakan kontak dan pergaulan dengan masyarakat Eropa

melalui lembaga Pendidikan. Jumlah putra-putri kaum pribumi yang

bersekolah pada lembaga pendidikan Eropa semakin besar. Hal ini sangat

wajar berdasarkan lokasi sosialnya, bangsawan pribumi menjadi pelopor

modernisasi masyarakat Indonesia. Tidak mengherankan pula dari kalangan

itu muncul prakasarsa untuk mendirikan sekolah bagi kaum wanita yang

diasuh oleh para warga ningrat itu sendiri.

Kaum wanita selain mendapat pelajaran untuk mengasah kecerdasan dan

ketrampilannya juga untuk membangun sopan santun dan kesusilaan. Karena

wanita mendapat pendidikan pada lingkungan sekolah dan lingkungan

keluarganya, maka sudah sewajarnya wanita mendapat panggilan suci dalam

pendidikan. Jadi kunci kemajuan kaum wanita Indonesia adalah kombinasi

antara pendidikan barat dengan timur.

2. Awal Mula Munculnya Organisasi Wanita Indonesia

Pada mulanya pergerakan wanita masih merupakan usaha dari beberapa

orang perempuan dan belum dibentuk dalam suatu perkumpulan.

Page 3: GERAKAN WANITA

Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun 1920 pada dasarnya masih

terbatas sifat dan tujuannya, yaitu menuju perbaikan kecakapan sebagai ibu

rumah tangga. Cara mencapainya adalah dengan jalan menambah pengajaran,

memperbaiki pendidikan, dan mempertinggi kecakapan khusus untuk wanita.

Tujuan yang bersifat sosial kemasyarakatan kebangsaan belum dikemukakan.

Perkumpulan wanita yang didirikan sebelum tahun 1920 antara lain

Putri Mardika yang didirikan atas bantuan Budi Utomo di Jakarta(1912).

Perkumpulan ini bertujuan untuk memajukan pengajaran terhadap anak-anak

perempuan dengan memberikan penerangan dan bantuan dana, mempertinggi

sikap yang merdeka dan tegak serta melenyapkan tindakan malu-malu yang

melampaui batas. Perkumpulan Kautamaan Istri didirikan pada tahun 1913

di Tasikmalaya, lalu pada tahun 1916 di Sumedang, 1916 di Cianjur, 1917 di

Ciamis dan tahun 1918 di Cicurug. Pengajar yang terkemuka dari

perkumpulan Kautamaan Istri di tanh pasundan adalah Raden Dewi Sartika.

Sekolah Kartini juga didiriakan di Jakarta pada tahun 1913, lalu berturut-turut

di Madiun tahun 1917, di Indramayu, Surabaya, dan Rembang tahun 1918.

Perkumpulan Kaum Ibu didirikan untuk memajukan kecakapan kaum

wanita yang bersifat khusus seperti memasak, menjahit, merenda, memelihara

anak-anak dan sebagainya. Di Yogyakarta pada tahun 1912 didirikan

perkumpulan wanita yang bersifat agama Islam dengan nama Sopa Tresna

yang kemudian pada tahun 1914 menjadi bagian wanita dari Muhamadiyah

dengan nama Aisyah. Di Minangkabau berdiri perkumpulan Keutamaan

Istri Minangkabau dan Kerajinan Amal Setia yang berusaha memajukan

persekolahan bagi anak-anak perempuan.

Page 4: GERAKAN WANITA

B. PERKEMBANGAN

Pada tahun 1920 mulai muncul Perkumpulan Wanita yang bersifat

kegiatan sosial dan kemasyarakatan yang lebih luas dari pada perkumpulan

wanita sebelumnya. Di Minahasa didirikan De Gorontalosche

Mohammedaanche Vrouwen Vereeninging, sedang di Yogyakarta didirikan

perkumpulan Wanito Utomo yang mulai memasukkan perempuan ke dalam

kegiatan dasar pekerjaan ke arah perbaikan kedudukan perempuan pada

umumnya. Corak kebangsaan sudah mulai masuk dan besar pengaruhnya dalam

pergerakan wanita setelah tahun 1920, sehingga dirasakan perlu ada hubungan

dan ikatan diantara perkumpulan wanita tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh

propaganda kebangsaan PNI yang mendorong dilangsungkannya Kongres

Permpuan Indonesia yang pertama di Yogyakarat(1928).

Paham kebangsaan dan persatuan Indonesia paling besar pengaruhnya

terhadap perkumpulan wanita yang menjadi bagian dari beberapa perkumpulan

pergerakan. Meskipun demikian perkumpulan wanita yang lain juga mulai

tumbuh rasa nasionalismenya.

C. PERJUANGAN

Gerakan wanita merupakan sebuah organisasi yang muncul berdasarkan

ideologi sekumpulan wanita Indonesia yang berjuang menjunjung tinggi hak

asasi wanita terutama dalam bidang pendidikan.

Mereka memperjuangkan haknya agar kedudukan wanita setara dengan

kaum lelaki. Tidak hanya berkutik di dapur mengurus suami berserta anak dan

keluarganya. Para wanita berhak mendapatkan pendidikan yang setinggi-

tingginya.

Sang pelopor organisasi, yaitu RA. Kartini bekerja sama dengan Belanda

dalam mewujudkan cita-citanya membangun masyarakat wanita yang kaya

ilmu dan pengetahuan. Ia menjadikan perkumpulan wanita Indonesia sebagai

perserikatan yang berhaluan kooperatif terhadap pemerintah. Hal ini

direlisasikan dengan diadakannya Kongres Perempuan.

Page 5: GERAKAN WANITA

D. TUJUAN ORGANISASI

Gerakan wanita Indonesia memliki beberapa tujuan, diantaranya :

1. Mendapat pelajaran untuk mengasah intelegensi untuk membangun

sopan santun dan kesusilaan.

2. Memajukan pengajaran terhadap anak-anak perempuan dengan

memberikan penerangan dan bantuan dana.

3. Mempertinggi sikap yang merdeka dan tegak.

4. Melenyapkan tindakan malu-malu yang melampaui batas.

5. Memajukan kecakapan kaum wanita yang bersifat khusus memasak,

menjahit, merenda, memelihara anak dan sebagainya.

6. Meningkatkan rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.

7. Menciptakan wanita Indonesia yang modern.

8. Merajut mimpi meraih masa depan yang cerah.

E. NILAI PERJUANGAN

Dengan adanya perkumpulan, perserikatan dan organisasi wanita

Indonesia di masa kolonial, sedikit demi sedikit wanita Indonesia memiliki

kedudukan yang sama dengan kaum lelaki. Bahkan hingga sekarang wanita

Indonesia lebih maju dari laki laki. Dapat di ambil contoh, bangsa Indonesia

pernah dipimpin oleh seorang wanita. Itu menggambarkan betapa majunya wanita

Indonesia pada masa kini. Dan itu merupakan penghargaan terbesar bagi mereka

atas perjuangan dan kerja keras selama bertahun-tahun hingga akhirnya mereka

mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan dan sekarang kita dapat

merasakan hasil dari perjuangan para wanita Indonesia tersebut.

Berkat perjuangan para pejuang wanita di masa kolonial,telah kita ketahui

bersama bahwa kita telah memiliki peraturan hukum dan merasakan nilai yang

amat mengikat yaitu HUKUM PERSAMAAN GENDER .

MERDEKAAAA!!!!!!!

Page 6: GERAKAN WANITA

F. PENUTUP

Dengan adanya makalah ini, kami berharap dapat bermanfaat bagi siswa-

siswi SMA Negeri 3 Purwokerto pada umunya dan siswa-siswi kelas IX-IA3 pada

khususnya. Sekian dan terima kasih.

Purwokerto, 29 Maret 2007

Penulis