Gepeng Purna Bina

12

Click here to load reader

Transcript of Gepeng Purna Bina

Page 1: Gepeng Purna Bina

PENGKAJIAN PROGRAM KUBE BAGI GELANDANGAN DAN PENGEMIS PURNA BINA BALAI RESOS

MARDI UTOMO SEMARANG I

Latar Belakang

Permasalahan Gelandangan dan Pengemis merupakan fenomena sosial yang

tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di

daerah perkotaan (kota-kota besar). Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi

perkembangan masalah Pemulung adalah kemiskinan, dimana kemiskinan ini

berdampak negatif terhadap meningkatnya arus urbanisasi dari daerah pedesaan ke

kota-kota besar, sehingga terjadi kepadatan penduduk dan daerah kumuh yang menjadi

pemukiman para urban tersebut. Disamping itu, sulit dan terbatasnya pengetahuan dan

keterampilan menyebabkan banyak diantaranya yang mencari nafkah untuk

mempertahankan hidup dengan terpaksa hidup menggelandang menjadi pemulung,

pengemis dijalanan kota, Akibat lain dari hal tersebut terjadi kesemrawutan,

ketidaknyamanan, ketidaktertiban serta mengganggu keindahan kota.

Dilihat dari aspek kesejahteraan sosial, kondisi kehidupan sehari-hari pemulung sangat

memprihatinkan. Pola kehidupan mereka di wilayah perkotaan cenderung kumuh dan

mengelompok di kantong-kantong kemiskinan. Mereka banyak tinggal di tempat-tempat

yang beresiko tinggi seperti di kolong jembatan, pinggir kali, lokasi pembuangan sampah,

atau bahkan ada yang tidur di gerobak sampah bersama anak dan istrinya.

Dari aspek kesehatan, pekerjaan ini memiliki resiko besar karena rentan terkena

penyakit ditambah lagi kadar gizi yang rendah serta akses pelayanan kesehatan yang

minim.

Realita tersebut, harus kita hadapi bersama baik Pemerintah, Orsos / LSM /

Yayasan dan masyarakat yang tentunya memerlukan pemikiran bersama guna upaya

penanggulangannya, mengingat Gelandangan dan Pengemis juga memiliki kesamaan

hak hidup yang perlu diperjuangkan.

Salah satu upaya penanganan yang kita kenal dan telah diselenggarakan pemerintah

adalah dalam bentuk pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui sistem pelayanan Balai

Rehabilitasi Sosial dengan harapan pada gilirannya mereka memperoleh hak hidup

layak, produktif dan normatif di tengah masyarakat.

Page 2: Gepeng Purna Bina

Dalam hal ini Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I adalah lembaga

Unit Pelayanan Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang memberikan pelayanan

kesejahteraan sosial dibidang rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental,

sosial dan latihan ketrampilan bagi gelaandangan, pengemis dan orang terlantar agar

mampu, mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan ditengah masyarakat.

Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan pengkajian ini antara lain :

1. Mengadakan pengkajian dalam upaya memahami implementasi kebijakan

penanganan Gelandangan dan Pengemis yang telah purna bina dan kembali ke

daerah asal dengan mendapat Bantuan Stimulan usaha ekonomi produktif (UEP)

melalui program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang jenis bantuannya

disesuaikan dengan mata pencaharian keluarganya, tentunya secara selektif.

2. Mengadakan identifikasi dan menemukan alternatif solusi pemecahan masalah

penanganan Gelandangan dan Pengemis di daerah asalnya agar tidak kembali

menggelandang di kota.

3. Membuat kesimpulan dan rekomendasi sebagai alternatif solusi pemecahan

masalah.

Tujuan dari penyusunan laporan ini antara klain :

1. Sebagai informasi dalam rangka proses penyaluran Penerima Manfaat

(gelandangan, Pengemis) setelah mendapat bimbingan dan rehabilitasi di Balai

Rahabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I khususnya yang berpotensial mampu

bekerja baik namun mengalami kendala kekurangan modal usaha yang dijadikan

sebagai sumber mata pencaharian bersama keluarga di daerah asalnya

2. Agar selama mendapat bantuan stimulan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) melalui

program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) mendapat pendampingan petugas yang

ditunjuk dalam memonitor penghasilan dari hasil usaha agar bis ditabung untuk

mencukupi kebutuhan hidupnya dan pengembangan usaha selanjutnya, selain itu

dapat mengelola / memanaje keuangan keluarga yang baik.

Page 3: Gepeng Purna Bina

Kerangka Pemikiran

Guna menyamakan persepsi dalam kerangka pemikiran laporan ini, maka batasan

konsep dalam laporan ini adalah sebagai berikut :

1. Program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) :

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok penerima manfaat yang

dibentuk oleh Penerima manfaat / keluarga penerima manfaat yang telah dibina di

Balai Rehabilitasi Sosial yang menangani permasalahan gelandangan dan pengemis

untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan Usaha Ekonomi Produktif

(UEP) dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf

kesejahteraan sosialnya.

2. Gelandangan dan Pengemis :

Gelandangan adalah seseorang yang hidup dalam keadaan yang tidak mempunyai

tempat tinggal dan tidak memiliki pekerjaan tetap dan mengembara ditempat umum

sehingga hidup tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam

masyarakat.

Pengemis adalah seseorang yang mendapat penghasilan dengan meminta-minta

ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mendapatkan belas kasihan

dari orang lain.

Gelandangan dan Pengemis adalah seserang hidup menggelandang dan sekaligus

mengemis. Oleh karena tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan berdasarkan

berbagai alasan harus tinggal dibawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan,

pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan

menjalankan kehidupan sehari-hari.

3. Purna bina :

Adalah Penerima Manfaat yang telah selesai mendapatkan pelayanan di Balai

Rehabilitasi Sosial yang menangani permasalahan gelandangan, pengemisdan dan

sudah dikembalikan pada keluarga, masyarakat, tempat usaha.

4. Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I :

Adalah lembaga Unit Pelayanan Teknis Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah yang

memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dibidang rehabilitasi sosial yang

meliputi pembinaan fisik, mental, sosial dan latihan ketrampilan bagi gelandangan,

pengemis dan orang terlantar agar mampu, mandiri dan berperan aktif dalam

kehidupan ditengah masyarakat.

Page 4: Gepeng Purna Bina

Permasalahan

Gelandangan Kota Semarang jumlahnya dari tahun ke tahun semakin bertambah.

Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi perkembangan masalah ini adalah

kemiskinan. Kemiskinan di Indonesia berdampak negatif terhadap meningkatnya

urbanisasi dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, menyebabkan banyak

dari mereka yang mencari nafkah untuk mempertahankan hidup dengan terpaksa

menjadi gelandangan atau pengemis di kota Semarang. Sulitnya mencari pekerjaan,

membuat para pendatang dari desa ke kota tidak sedikit yang akhirnya menjadi

pengangguran di kota. Desakan penghidupan yang memerlukan biaya untuk

kelangsungan hidup, maka diantara para pengangguran tersebut ada yang sebagian

akhirnya menjadi gelandangan

. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gelandangan dapat

disimpulkan menjadi :

Faktor penyebab yang bersifat internal (faktor yang datang dan berasal dari diri

gelandangan sendiri) yaitu ; pendidikan, kepribadian, ketaatan pada agama.

Faktor penyebab yang bersifat eksternal (faktor yang disebabkan karena adanya

pengaruh atau berasal dari luar) yaitu ; urbanisasi, lingkungan, geografis dan ekonomi.

Gelandangan dan Pengemis pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu mereka

yang masuk dalam kategori menggelandang dan mengemis untuk bertahan hidup, dan

mereka yang menggelandang dan mengemis karena malas dalam bekerja.

Gelandangan dan pengemis pada umumnya tidak memiliki kartu identitas karena takut

atau malu dikembalikan ke daerah asalnya titas. Sebagai akibatnya perkawinan

dilakukan tanpa menggunakan aturan dari pemerintah, yang sering disebut dengan

istilah kumpul kebo (living together out of wedlock). Praktek ini mengakibatkan anak-

anak keturunan mereka menjadi generasi yang tidak jelas, karena tidak mempunyai akte

kelahiran. Sebagai generasi yang frustasi karena putus hubungan dengan kerabatnya di

desa.

Gelandangan dan pengemis adalah salah satu kelompok yang terpinggirkan dari

pembangunan, dan di sisi lain memiliki pola hidup yang berbeda dengan masyarakat

secara umum. Mereka hidup terkonsentrasi di sentra-sentra kumuh di perkotaan.

Sebagai kelompok marginal, gelandangan dan pengemis tidak jauh dari berbagai stigma

yang melekat pada masarakat sekitarnya. Stigma ini mendeskripsikan gelandangan dan

pengemis dengan citra yang negatif. Gelandangan dan pengemis dipersepsikan sebagai

orang yang merusak pemandangan dan ketertiban umum seperti kotor, sumber kriminal,

tanpa norma, tidak dapat dipercaya, tidak teratur, penipu, pencuri kecil-kecilan, malas,

apatis, ahkan disebut sebagai sampah masyarakat.

Page 5: Gepeng Purna Bina

Pandangan semacam ini mengisyaratkan bahwa gelandangan dan pengemis, dianggap

sulit memberikan sumbangsih yang berarti terhadap pembangunan kota karena

mengganggu keharmonisan, keberlanjutan, penampilan, dan konstruksi masyarakat

kota. Hal ini berarti bahwa gelandangan dan pengemis, tidak hanya menghadapi

kesulitan hidup dalam konteks ekonomi, tetapi juga dalam konteks hubungan sosial

budaya dengan masyarakat kota. Akibatnya komunitas gelandangan dan pengemis

harus berjuang menghadapi kesulitan ekonomi, sosial psikologis dan budaya. Namun

demikian, gelandangan dan pengemis memiliki potensi dan kemampuan untuk tetap

mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Indikasi ini

menunjukkan bahwa gelandangan dan pengemis mempunyai sejumlah sisi positif yang

bias dikembangkan lebih lanjut.

Salah satu upaya pemerintah melalui Balai rehabilitasi sosial (balai resos) / Panti

sosial yang menangani permasalahan gelandangan dan pengemis berupaya

memaksimalkan jangkauan pelayanan bagi gelandangan dan pengemis dengan cara di

tampung di balai resos / panti sosial untuk diberikan pelayanan pemenuhan kebutuhan

dasar hidup wajar setiap hari dan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi bimbingan

fisik, mental, sosial dan latihan ketrampilan dengan harapan agar setelah mereka selesai

dan keluar dari balai resos / panti sosial untuk kembali ke daerah asal (purna bina)

mereka mampu merubah pola hidup dan dapat mencari penghasilannya sesuai dengan

norma-norma yang berlaku di masyarakat, serta mampu menjalankan fungsi sosialnya di

masyarakat secara wajar.

Pelayanan dan rehabilitasi di balai resos bagi Gelandangan dan pengemis dilaksanakan

melalui serangkaian proses dan tahap kegiatan yang dilaksanakan secara berurutan,

sejak tahap pendekatan awal yaitu tahap memperkenalkan program dimasyarakat untuk

mendapat dukungan dan bantuan serta mendapatkan calon penerima yang akan

direhabilitasi, sampai dengan tahap penyaluran atau tahap saat penerima manfaat

dinyatakan selesai mengikuti pelayanan rehabilitasi sosial kemudian disalurkan kembali

ke masyarakat dalam kehidupan dan penghidupan yang normatif baik dilingkungan

keluarga, daerah asal mapun ke lapangan kerja / wiraswasta.

Pada tahap penyaluran penerima manfaat juga diarahkan untuk lebih

memantapkan, meningkatkan dan mengembangkan kemandiriannya secara sosial

maupun ekonomi dalam kehidupan bermasyarakat yang layak. Perwujudan dari upaya

tersebut penerima manfaat mendapatkan bantuan stimulan berupa peralatan ketrampilan

kerja praktis sebagai modal awal untuk merangsang berwirausaha atau agar cepat

memperoleh lapangan pekerjaan di daerah asalnya.

Page 6: Gepeng Purna Bina

Namun secara realita bantuan stimulan yang diberikan penerima manfaat saat

purna bina masih belum cukup membantu mengembangkan wirausaha yang dilakukan

sebagai mata pencaharian keluarga didarah asalnya. Oleh sebab itu perlu perhatian

bersama baik Pemerintah, Orsos / LSM / Yayasan dan masyarakat untuk ikut

mengembangkan wirausaha dengan bantuan stimulan langsung. Bantuan ini berupa

bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP) yang dilakukan melalui kelompok-

kelompok usaha bersama (KUBE) penerima manfaat purna bina bersama keluarganya

yang jenis bantuannya disesuaikan denga mata pencaharian. Dengan harapan wirausaha

yang sudah dijalankan di daerah asalnya dapat lebih dirasakan sebagai sumber mata

pencaharian yang menjanjikan, dengan begitu mereka akan merasa betah berada di

daerah asalnya bersama keluarga dan tidak akan kembali ke kota menjadi gelandangan,

pengemis dan orang terlantar.

Sebagai latar belakang permasalahan yang penulis ungkap sesuai dengan

judul diatas, pada tahap penyaluran penerima manfaat, kendala yang dihadapi belum

benar-benar siap hidup mandiri dalam masyarakat karena pada umumnya latar belakang

permasalahan adalah :

1. Penerima manfaat purna bina belum memiliki modal usaha untuk sebagai sumber

mata pencaharian bersama keluarganya didaerah asal.

2. Modal awal kerja belum bisa mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.

3. Daya juang untuk hidup berproduktif dan mandiri lemah, ada kecenderungan

ketergantungan terhadap bantuan / fasilitas pemerintah.

Fokus Masalah

Fokus masalah pengkajian bagi gelandangan dan pengemis purna bina dari

Balai Rehabilitasi Sosial “Mardi Utomo” Semarang I yang disalurkan kembali ke daerah

asal diharapkan mendapat bantuan stimulan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) melalui

proram Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai pengembangan modal usaha

gelandangan, pengemis bersama keluarganya sesuai mata pencaharian di daerah

asalnya, ada beberapa hal ini antara lain :

1. Dari aspek kesiapan penerima manfaat ; beberapa diantaranya yang memenuhi

persyaratan sebagai gelandangan, pengemis potensial / produktif mengalami

kendala tidak bisa berwiraswasta karena kekurangan modal usaha / penghasilan

Page 7: Gepeng Purna Bina

tidak mencukupi, maka diharapkan mereka mendapat bantuan stimulan UEP

melalui program KUBE dari Kementrian Sosial / Dinas Sosial dengan nama

“Program Desaku Menanti” sebagai pilot project yang akan diuji coba di daerah

dalam upaya Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis secara Terpadu

Berbasis Desa”.

2. Dari aspek pendampingan perlu dilakukan secara profesional secara bersama

pemerintah dan Orsos / LSM / Yayasan untuk memonitor perkembangan,

penghasilan dan kendala berwirausaha.

3. Idealnya penanganan kelayan dalam menempati rumah antara dalam pelaksanaan

kegiatannya ;

a. Secara keseluruhan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten.

b. Pelaksana pendampingan dilakukan oleh pekerja sosial fungsional atau petugas

pendamping yang ditunjuk.

c. Setiap sekali dalam sebulan diadakan evaluasi perkembangan.

d. Penyelesaian masalah dengan mengadakan case conference.

Penanganan Masalah Yang Sudah Dilakukan.

Penanganan yang telah dilakukan Balai Rehabiliotasi Sosial Mardi Utomo

Semarang I dalam mempersiapkan penerima manfaat pada tahap penyaluran kembali

ke daerah asal antara lain :

a. Praktek Kerja Lapangan

Praktek Kerja Lapangan merupakan bagian dari pelayanan rehabilitasi ketrampilan

yang dilaksanakan pada dunia usaha/industri sebagai mitra kerja Balai Rehabilitasi

Sosial Mardi Utomo Semarang I. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan bekal

kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan kepada penerima manfaat guna

meningkatkan kualitas tenaga kerja, sehingga penerima manfaat memiliki etos kerja

yang tinggi pada bidang pekerjaan yang dibidanginya. Praktek Kerja Lapangan

dilaksanakan selama 1 (satu) minggu sebelum mengikuti kegiatan Praktek Belajar

Kerja (PBK).

b. Praktek Belajar Kerja

Praktek Belajar Kerja (PBK) dilaksanakan di perusahaan, home industri atau tempat

usaha selama 1 (satu) bulan sebelum penerima manfaat mengikuti Ujian

Ketrampilan Kerja.

Page 8: Gepeng Purna Bina

c. Bimbingan Kewirausahaan

Bimbingan ini bertujuan untuk mempersiapkan penerima manfaat yang akan

kembali ke masyarakat, sehingga mereka mampu menghadapi persaingan pasar

yang berkembang di masyarakat. Didalam bimbingan kewirausahaan ini diajarkan

tentang bimbingan managemen dan pemasaran, teknik dan cara berwirausaha,

memasarkan hasil keterampilan, sebagai contoh bimbingan kewirausahaan

dilakukan atas kerjasama Warung Sosial Kemahasiswaan antara Fakultas

Peternakan Diploma III Universitas Diponegoro dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa

Tengah yang dilaksanakan oleh Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I,

bertempat di kampus Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Warung sosial

kemahasiswaan ini hanyalah sebagai media pembelajaran bagi mahasiswa dan

penerima manfaat. Keuntungan bagi penerima manfaat dapat belajar dan sekaligus

praktek berjualan olahan pangan / home industri seperti yang sudah dipelajari di

Balai antara lain ; soto ayam, bakso, mie ayam, rujak, makanan ringan, minuman, dll

yang dipraktekkan mulai dari bagaimana cara memasak, menyajikan dan tata cara

menghidangkan kepada pembeli dengan baik, sedangkan bagi mahasiswa dapat

belajar bagaimana memanajement suatu usaha yang baik untuk budidaya

peternakan sebagai bahan pokok wirausaha.

Penanganan Masalah Yang Direncanakan

Program KUBE bagi Gelandangan dan Pengemis yang sudah purna bina dari Balai

Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I adalah sebagai Penguatan Ketahanan

Sosial, Ekonomi Keluarga Berbasis Desa. Adapun tujuan dari Program ini adalah

mengembangkan model penanganan gelandangan dan pengemis agar hilang secara

permanen di kota-kota besar. Program ini adalah inovasi dari program penanganan

gelandangan, pengemis yang selama ini dilakukan, yaitu dengan memfokuskan semua

pelayanan di daerah asal para gelandangan dan pengemis (berbasis desa). Disamping itu,

semua kegiatan akan melibatkan seluruh komponen di daerah asal, seperti pemerintah

daerah, pengusaha (CSR), LSM, dan tokoh-tokoh masyarakat. Inti dari program ini

adalah menciptakan keteraturan sosial melalui peningkatak kontrol sosial dari masyarakat.

Yang menjadi sasaran dalam program KUBE ini adalah ; gelandangan dan pengemis.

Page 9: Gepeng Purna Bina

Jenis Kegiatan

Program KUBE ini sebagai upaya penghapusan gelandangan dan pengemis. Oleh

karena itu kegiatan-kegiatan yang ada pun, baik preventif maupun kuratif dilakukan

secara bersamaan, simultan, dan berkesinambungan. Diharapkan pada tahap replikasi

dapat mengadvokasi pemerintah daerah supaya program ini ke depan dapat dibiayai

dengan menggunakan APBD.

a. Kegiatan Preventif

Kegiatan preventif dilakukan di tempat-tempat yang potensial menjadi daerah

pengirim Gelandangan dan pengemis. Kegiatan ini dipandang penting dengan

Kegiatan ini berupa bantuan stimulan usaha ekonomi produktif (UEP) yang dilakukan

melalui kelompok-kelompok usaha bersama (KUBE) yang jenis bantuannya

disesuaikan dengan mata pencaharian penduduk setempat, sasarannya adalah

Gelandangan dan pengemis

b. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berjenjang dan intensif untuk

meminimalisir resiko kegagalan program.

c. Koordinasi dan Kerjasama

Koordinasi dilakukan secara terus menerus oleh Kementerian Sosial, Pemerintah

Daerah, LSM dan masyarakat secara luas (tokah masyarakat dan tokoh agama).

Kerja sama juga dilakukan dengan media nasional maupun lokal untuk mendukung

Program KUBE bagi gelandangan dan pengemis purna bina kembali daerah asal.

d. Indikator Keberhasilan

Adapun indikator keberhasilan dari Program ini adalah sebagai berikut :

1) Mantan gelandangan dan pengemis ataupun mereka yang rawan menjadi

gelandangan dan pengemis dapat menyelesaikan proses layanan sampai

tuntas.

2) Ketahanan ekonomi keluarga meningkat dan mereka dapat hidup kembali

normal di desa.

3) Pemerintah daerah semakin peduli dan berkontribusi Program ini dengan

mengalokasikan dana untuk pengembangan dan keberlanjutan program dimasa

mendatang.

4) Masyarakat mendukung penuh pelaksanaan Program Desaku Menanti dan

berpartisipasi aktif baik dalam sosialisasi maupun pengawasan.

Page 10: Gepeng Purna Bina

E Analisis Program

1) Kekuatan

- Program ini tidak hanya berfokus kepada kegiatan rehabilitatif namun juga

mencakup kegiatan preventif.

- Kegiatan-kegiatan dalam Program ini berbasis desa atau dilakukan di daerah

asal sehingga kemungkinan menggelandang kembali sehabis menerima

layanan relatif kecil.

- Program ini dipastikan akan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak,

baik pemerintah pusat, daerah, LSM maupun masyarakat luas, mengingat

permasalahan gelandangan dan pengemis adalah masalah kemiskinan

yang sudah menjadi isu nasional.

2) Kelemahan

- Program ini membutuhkan pendamping yang cakap,

profesional dan penuh dedikasi serta memiliki pengalaman

dalam menangani gelandangan dan pengemis.

3) Peluang

- Program ini searah dengan kebijakan Millenium Development Goals (MDGs)

sehingga besar kemungkinan akan disupport oleh lembaga-lembaga

internasional yang bergerak di bidang kemiskinan.

- Program berbasis desa sehingga pelaksanaannya pun dilakukan di daerah

asal, sehingga tidak menambah rumit pemerintah kota.

- Program dilakukan di desa asal sehingga pembinaan mental pun dapat

dilakukan dengan menggunakan kearifan-kearifan lokal.

F Pembiayaan

Usulan pembiayaan akan diajukan setelah proposal disetujui.

G. Penutup

Demikianlah garis besar mengenai Program KUBE bagi Gelandangan dan

Pengemis purna bina Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I. Selain

berupaya menghapus gelandangan dan pengemis di perkotaan, program ini juga

dapat menumbuhkan kepedulian sosial dan kontrol sosial dari pemerintah daerah

dan masyarakat.

Page 11: Gepeng Purna Bina

Kesimpulan

Salah satu upaya penanganan masalah Gelandangan dan Pengemis dan yang

diselenggarakan pemerintah dalam bentuk pelayanan dan rehabilitasi sosial melalui

sistem balai rehabilitasi sosial / panti mempunyai harapan agar nantinya mereka dapat

memperoleh hak hidup layak, produktif dan normatif di tengah masyarakat. Salah satu

kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan pembinaan pelayanan dan rehabilitasi

sosial ini adalah ketersediaan lapangan kerja, modal usaha yang memadai saat mereka

harus kembali ke masyarakat setelah purna bina. Untuk itu perlu diupayakan

ketersediaan pelayanan dalam rangka ketuntasan pelayanan, diantaranya dengan

“Program KUBE bagi Gelandangan dan Pengemis purna bina yang tentunya diberikan

secara selektif.

Program KUBE bagi Gelandangan dan Pengemis purna bina adalah salah satu

upaya terobosan yang dilakukan Pemerintah dalam rangka menangani masalah

penerima manfaat potensial / produktif mampu bekerja baik namun mengalami kendala

kekurangan biaya modal usaha karena penghasilan belum mencukupi, dan mendapat

pendampingan untuk memonitor penghasilan dari hasil bekerja, bagaimana mengelola

penghasilan keluarga dan bagaimana mengembangkan usahnya setelah mendapat

program KUBE.

======== ooo 000 ooo =======

Semarang, 29 Nopember 2012.

Drs. Wahyu Setio Pribadi.

Pekerja Sosial Fungsional Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang I

Page 12: Gepeng Purna Bina

Perihal : Pengajuan artikel untuk K e p a d a Yth,

Majalah Dinamika Sosial.

Pemimpin Redaksi Majalah

Dinamika Sosial Dinas Sosial

Provinsi Jawa Tengah

Jl. Pahlawan No.12 Semarang

di –

Semarang

Dalam rangka upaya kami memenuhi persyaratan dalam penetapan

angka kredit jabatan pekerja sosial fungsional khususnya unsur penunjang,

kegiatan yang mendukung pekerjaan sosial yang salah satunya adalah

penulisan karya ilmiah, maka bersama ini kami mohon perkenan Bapak dapat

memuat penulisan artikel kami berjudul “Pengkajian Program KUBE bagi

Gelandangan dan Pengemis Purna bina Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo

Semarang I” sebagai artikel pada Majalah Dinamika Sosial.

Demikian atas perkenan Bapak diucapkan terima kasih.

Semarang, 29 Nopember 2012.

Pekerja Sosial Fungsional

Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang

Drs. WAHYU SETIO PRIBADI.

NIP. 19660905 199303 1 012.