Geography
-
Upload
rosalianaindah -
Category
Government & Nonprofit
-
view
205 -
download
0
Transcript of Geography
DATA KEPENDUDUKAN PROVINSI DIY
Nama Anggota Kelompok : Rizqi Pratomo Putro Rosaliana Indah S Rudwianto Bayu P Saufika Astrida W Sosiet Kogoya
• Pengertian data kependudukanData kependudukan merupakan kumpulan informasi yang diperoleh dari suatu pengamatan berupa angka, lambang atau sifat yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan atau persoalan.
A. Jumlah Penduduk Tahun 2010Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio Kota Yogyakarta 189.137 199.490 388.627 94,81 Bantul 454.491 457.012 911.503 99,45
Kulon Progo 190.694 198.175 388.869 96,23 Gunungkidul 326.703 348.679 675.382 93,70
Sleman 547.885 545.225 1.093.110 100,49 DIY 1.708.910 1.748.581 3.457.491 97,73
• Jumlah penduduk DIY pada tahun 2010 menurut hasil Sensus Penduduk (SP) 2010
sebanyak 3.457.491 jiwa dengan komposisi jumlah penduduk berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 1.708.910 jiwa dan perempuan sebanyak 1.748.581 jiwa yang tersebar
di lima kabupaten/kota. Jumlah penduduk DIY semakin bertambah setiap tahun
dengan laju pertumbuhan yang berfluktuasi, namun masih cukup terkendali.
Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY
• Faktor yang menyebabkan pertumbuhan penduduk stabil dalam wilayah tersebut yaitu faktor kelahiran dan kematian. Faktor kelahiran dijelaskan bahwa dengan adanya program KB, penundaan pernikahan dini sehingga dapat mengupayakan jumlah anak. Selain itu, adanya anggapan bahwa anak menjadi beban dalam memenuhi kebutuhan hidup. Faktor kematian dijelaskan bahwa dalam provinsi DIY, lingkungan sehat dan adanya ajaran bahwa dilarang bunuh diri serta membunuh oranglain, sehingga angka kematian relative rendah.
• Dampak dari pertumbuhan penduduk yang relative stabil yaitu tingkat pengangguran dan kemiskinan berkurang, distribusi pangan dapat tersebar secara merata, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
B. Sex Ratio
• Nilai seks rasio DIY pada tahun 2010 adalah 97,73 artinya, terdapat 98 penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan atau jumlah penduduk perempuan 2,27 persen lebih banyak dari penduduk laki-laki. Dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2000, seks rasio tahun 2010 mengalami penurunan dari 98,3 menjadi 97,73. Seks rasio di hampir semua kabupaten/kota memiliki nilai kurang dari 100, artinya jumlah penduduk perempuan lebih dominan dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Namun demikian, Kabupaten Sleman justru memiliki seks rasio lebih dari 100 yang berarti jumlah penduduk laki-lakinya lebih banyak dari perempuan. Hampir semua kabupaten/kota juga mengalami penurunan seks rasio, kecuali Bantul yang meningkat dari 99 persen pada tahun 2000 menjadi 99,45 persen pada tahun 2010.
• Komposisi penduduk DIY menurut kelompok usia berdasarkan hasil SP 2000 dan SP 2010 masih didominasi oleh kelompok penduduk berusia muda (15-34 tahun). Namun demikian, komposisi penduduk selama kedua periode menunjukkan pergeseran secara signifikan. Populasi penduduk berusia muda (kelompok usia 15-24 tahun) pada piramida penduduk tahun 2000 terlihat cukup dominan, namun pada piramida penduduk tahun 2010 populasi penduduk yang dominan terdapat pada kelompok usia 15-44 tahun. Penduduk pada kelompok umur rendah (0-9 tahun) di piramida penduduk tahun 2010 terlihat meningkat, sementara pada kelompok usia produktif (25-54) terjadi penambahan populasi yang cukup signifikan.
• Fenomena ini menunjukkan perkembangan kelompok penduduk usia muda yang cukup progresif dan mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja. Hal ini menjadi sebuah potensi manakala penduduk yang mulai masuk pasar kerja memiliki keahlian yang mumpuni dan didukung oleh tersedianya kesempatan kerja yang luas. Namun, jika kesempatan kerja yang tersedia terbatas fenomena peningkatan penduduk berusia ini perlu diantisipasi agar tidak berdampak pada peningkatan tingkat pengangguran. Secara umum juga terjadi peningkatan populasi penduduk berusia tua (>64 tahun) dan hal ini menandakan adanya perbaikan kualitas kesehatan yang mendorong meningkatnya usia harapan hidup penduduk.
Penduduk yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak
2 297 261 jiwa (66,44 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 1 160 230 jiwa
(33,56 persen).
Sumber : Profil Kependudukan DIY Hasil SP 2010, BPS DIY
Persentase distribusi penduduk menurut kabupaten/kota tahun 2010 bervariasi dari yang terendah
sebesar 11,24 persen di Kota Yogyakarta hingga yang tertinggi sebesar 31,62 persen di Kabupaten Sleman.
Kepadatan penduduk DIY pada tahun 2010 sebesar 1.085 jiwa per km2, artinya setiap 1 km2
wilayah DIY dihuni oleh 1.085 jiwa penduduk. Kepadatan penduduk ini berada pada urutan ketiga secara
nasional setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang masing-masing memiliki kepadatan penduduk
14.469 jiwa per km2 dan 1.217 jiwa per km2. Dibandingkan dengan kepadatan penduduk pada tahun 2000 yang
mencapai 979 jiwa
per km2, kepadatan penduduk pada tahun 2010 meningkat cukup tajam dengan selisih 106 jiwa per km2. Hal ini
berarti, selama rentang sepuluh tahun jumlah penduduk di setiap 1 km2wilayah DIY bertambah sebanyak 106
jiwa.
Berdasarkan wilayah, kepadatan penduduk yang tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta.
Setiap 1 km2 wilayah Kota Yogyakarta dihuni oleh 11.958 jiwa penduduk pada tahun 2000. Tingginya
kepadatan penduduk di Kota Yogyakarta berkaitan dengan statusnya sebagai ibukota pemerintahan
provinsi maupun sebagai pusat perekonomian dan pendidikan yang menuntut ketersediaan sarana dan
infrastruktur sosial ekonomi yang lebih memadai. Faktor ini menjadi daya tarik bagi sebagian
penduduk dari luar daerah untuk bermigrasi dan melakukan aktivitas ekonomi maupun aktivitas
pendidikan di Kota Yogyakarta.
Kabupaten Sleman dan Bantul menjadi dua daerah yang memiliki peningkatan kepadatan
penduduk tercepat dengan dengan tingkat kepadatan masing-masing sebesar 1.902 jiwa/km2 dan 1.798
jiwa/km2 pada tahun 2010. Sementara itu, Gunungkidul menjadi daerah dengan kepadatan penduduk
terendah yakni 445 jiwa/km2. Rendahnya kepadatan penduduk di Gunungkidul berkaitan dengan
karakteristik wilayah yang berupa pegunungan kering dengan dukungan infrastruktur yang kurang
memadai untuk dijadikan sebagai tempat tinggal maupun tempat untuk melakukan aktivitas ekonomi,
sehingga ada kecenderungan kaum terdidik dari daerah ini yang justru bermigrasi keluar dengan motif
mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak.