Genre dan Proses Kreatif.doc

4
Genre dan Proses Kreatif November 17th, 2008 Genre dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah adalah aliran, dalam wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas disebutkan bahwa genre atau ragam adalah pembagian suatu bentuk seni atau tutur tertentu menurut kriteria yang sesuai untuk bentuk tersebut. Dalam semua jenis seni genre adalah suatu kategori tanpa batas- batas yang jelas, yang terbentuk melalui konvensi atau kebiasaan sosial yang timbul dari meniru teman sezaman seseorang dan bukan nenek moyang, tidak mengiblat secara mutlak dan biasanya beroperasi dalam masalah kelakuan dan urusan-urusan[1] Merujuk pada pengertian genre diatas, menurut hemat saya bagaimanapun juga genre yang pernah ada selalu mempengaruhi proses kreatif seorang seniman. Sistem konvensi yang hadir dengan sendirinya tersebut, mengkristal kemudian pada wilayah-wilayah proses penciptaan seorang seniman untuk melahirkan suatu relitas baru dengan berbagai macam dalih tergantung kepada konsep-konsep penciptaan masing-masing individu sang seniman sendiri. Sebagai contoh adalah upaya-upaya seorang pelukis membuat bentuk-bentuk visual atau simbol-simbol baru. Dengan kata lain seniman senantiasa terus menerus berusaha menciptakan hal-hal baru yang mana hal ini adalah hakikat dari genre itu sendiri. Yang muncul akibat konvensi atau keberterimaan oleh sekelompok sosial. Mengkiblat pada konvensi barat tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu pada akhirnya mempengaruhi paradigma seniman yang masih sedang belajar disuatu perguruan tinggi seni maupun sitem kurikulum yang disepakati, acapkali bagi sang seniman yang sedang berproses, pengkiblatan suatu genre akan sangat menyulitkan dalam proses penggalian jati dirinya atau dengan kata lain, pencarian karakter pribadi dalam karya visual akan terasa tidak orisinil. Hal tersebut dikarenakan sikap kebiasaan dalam proses penciptaan atau proses kreatif seorang seniman khususnya pemula adalah sakral. Kesakralan proses kreatif yang dialami seniman pemula rata-rata karena mereka tidak mengindahkan metode referensial[2] yang dianggap tidak orisinil atau hanya mengiblat pada gaya yang sudah ada. Dengan tendensi umum adalah pengharapan terlepas dari konvensi-konvensi yang sudah ada tersebut dan membuat konvensi baru atau genre baru. Namun acapkali harapan ini terjengkang oleh

Transcript of Genre dan Proses Kreatif.doc

Genre dan Proses Kreatif

Genre dan Proses KreatifNovember 17th, 2008

Genre dalam Kamus Induk Istilah Ilmiah adalah aliran, dalam wikipedia bahasa Indonesia ensiklopedia bebas disebutkan bahwa genre atau ragam adalah pembagian suatu bentuk seni atau tutur tertentu menurut kriteria yang sesuai untuk bentuk tersebut. Dalam semua jenis seni genre adalah suatu kategori tanpa batas-batas yang jelas, yang terbentuk melalui konvensi atau kebiasaan sosial yang timbul dari meniru teman sezaman seseorang dan bukan nenek moyang, tidak mengiblat secara mutlak dan biasanya beroperasi dalam masalah kelakuan dan urusan-urusan[1]Merujuk pada pengertian genre diatas, menurut hemat saya bagaimanapun juga genre yang pernah ada selalu mempengaruhi proses kreatif seorang seniman. Sistem konvensi yang hadir dengan sendirinya tersebut, mengkristal kemudian pada wilayah-wilayah proses penciptaan seorang seniman untuk melahirkan suatu relitas baru dengan berbagai macam dalih tergantung kepada konsep-konsep penciptaan masing-masing individu sang seniman sendiri. Sebagai contoh adalah upaya-upaya seorang pelukis membuat bentuk-bentuk visual atau simbol-simbol baru. Dengan kata lain seniman senantiasa terus menerus berusaha menciptakan hal-hal baru yang mana hal ini adalah hakikat dari genre itu sendiri. Yang muncul akibat konvensi atau keberterimaan oleh sekelompok sosial.

Mengkiblat pada konvensi barat tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu pada akhirnya mempengaruhi paradigma seniman yang masih sedang belajar disuatu perguruan tinggi seni maupun sitem kurikulum yang disepakati, acapkali bagi sang seniman yang sedang berproses, pengkiblatan suatu genre akan sangat menyulitkan dalam proses penggalian jati dirinya atau dengan kata lain, pencarian karakter pribadi dalam karya visual akan terasa tidak orisinil. Hal tersebut dikarenakan sikap kebiasaan dalam proses penciptaan atau proses kreatif seorang seniman khususnya pemula adalah sakral. Kesakralan proses kreatif yang dialami seniman pemula rata-rata karena mereka tidak mengindahkan metode referensial[2] yang dianggap tidak orisinil atau hanya mengiblat pada gaya yang sudah ada. Dengan tendensi umum adalah pengharapan terlepas dari konvensi-konvensi yang sudah ada tersebut dan membuat konvensi baru atau genre baru. Namun acapkali harapan ini terjengkang oleh kenyataan bahwa hasil ciptaan seniman-seniman masa kini adalah pengulangan hasil dari kreasi dari seniman-seniman sebelumnya.

Pertanyaan mendasar yang seringkali melingkupi seniman pemula khususnya akademik adalah bisakah karya saya sebagai hasil dari pencarian saya sendiri tanpa harus dipersamakan dengan karya seniman-seniman sebelumnya dengan mengandalkan kreatifitas saya dan melupakan konvensi barat yang digunakan selama ini. Contoh kasus diatas bagi saya adalah salah satu bentuk kebingungan dampak dari wacana sosial seni rupa yang mengkiblat pada hasil pemikiran dan kreatifitas orang-orang barat.

Menjawab pertanyaan diatas berarti pemahaman terhadap realitas seni haruslah diutamakan. Memberi batasan-batasan pada suatu kondisi sosial masyarakat dan konvensi khususnya seni merupakan hal yang sangat sulit. Hal ini terjadi karena realitas seni memiliki jalinan erat dengan sejarah masa lalu yang secara progresif mengantarkan pada kekinian yang tidak bisa ditolak. Sebagai contoh adalah aliran-aliran dalam seni lukis yang muncul secara bertautan antara masa setelah dan sebelumnya. Perkembangan suatu aliran seni tidak selalu mengubah substansi dari aliran-aliran yang muncul, semua menjadi abadi dikarenakan aliran-aliran tersebut memiliki zaman yang juga bertautan, dan yang sangat penting adalah posisi aliran itu sendiriyang mewakili gaya tutur atau genre yang berada diluar kesadaran kita adalah gaya kepribadian dan karakter itu sendir. Artinya bagaimanapun juga dan tidak usah ditunggu setiap konvensi akan mengikuti perkembangan zaman. Dan jawaban atas kebingungan atau kegelisahan mengenai konvensi suatu genre seperti diatas adalah bagaimana kita tidak berhenti berkarya dan terus melakukan eksplorasi untuk menemukan kepuasan jiwa yang menjadi point seorang seniman ketika berkarya dan memutuskan karyanya sudah selesai dengan kekayaan nilai estetik atau keindahan yang ditinggi.

Pengaruh Genre Terhadap Proses KreatifSeperti yang telah saya uraikan diatas bahwa genre mempengaruhi proses kreatif seniman atau perupa, biasanya ditandai dengan kesamaan karakter pada karyanya dengan karya seniman-seniman sebelumnya. Selalu memiliki dualisme pengaruh genre terhadap proses kreatif seniman adalah positif dan negatif.

Pengaruh positif genre adalah keberkembangan gaya seatu karya seni, hal ini menjadi nilai kompetitif bagi setiap seniman untuk semakin kreatif dan eksploratif. Sedangkan dampak negative pada umumnya adlah pemenjaraan ekspresi, yang saya maksud adalah ketika sang seniman berkarya dengan memuja dan memakai gaya yang sama maka dengan sendirinya stigma bahwa seniman tersebut tidak berkembang dan mengikuti zaman akan terjadi, sedangkan pengekspresian karya saat ini telah mencapai masa-masa yang postmodernisme, atau telah menanggalkan konvensi-konvensi tertentu dalam kesenirupaan bahkan konvensi barat sekalipun yang selama ini dipakai dalam paradigmatik kesenian kita. Sebagaimana yang terjadi dalam kurun waktu 1,5 tahun belakangan ini, terjadi fenomena yang menarik mengenai booming pasar yang telah mengkiblat pada konvensi Asia khususnya lukisan gaya China yang cenderung berwacana dan menggelitik patronase seni rupa kita. Pemenjaraan ekspresi untuk masa kini berarti bunuh diri secara perlahan.

Agar tidak terjebak dalam prokontra positif dan negatif suatu pengaruh genre terhadap proses kreatif, sebaiknya seniman memahami dia hidup dizaman yang bagaimana dan seperti apa pada saat ini. Karena saat terjebak dalam kungkungan isme atau aliran apa yang telah tuntas dimasa lampau seniman akan kehilangan ruh berkeseniannya, atau seperti hidup bukan pada zamannya. Begitu saya sebuti.

Sedangkan wilayah pedagogik atau dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi seni, pengaruh genre untuk masa saat ini tidak layak lagi dipakai karena zaman postmodernisme telah melucuti konvensi-konvensi yang kaku mengenai proses kreatif mahasiswanya, karenanya kritik yang ideal adalah yang menggunakan metode non konvensional juga, artinya kritik-kritik yang dibutuhkan adalah kritik yang segar dan tidak kaku. Kritik-kritik karya akan terasa memaksa jika pemilihan isme dituntut oleh seorang dosen dikelas karena hal itu sama artinya dengan memenjarakan kebebasan ekspresi mahasiswanya yang sedang berproses menggali karakter pribadi untuk karya yang akan diciptakannya.

[1] M. Dahlan .Y. Al Barry dan L.Lya Sofyan Yacub Kamus Induk Istilah Ilmiah, Target Press Surabaya, 2003 hal. 418.

[2] Yang berhubungan dengan referensi-khususnya seni rupa atau visual.