Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

10
Generasi Y, Generasi Z dan Bonus Demografi Indonesia 2025 Leonard Merari – NIM 122140085 Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti Kampus A, Gedung D, Lantai 6 Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat [email protected] I Ketut Suyasa- NIM 122140073 Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti Kampus A, Gedung D, Lantai 6 Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat [email protected] Kelahiran Generasi 1928 - 1945 Traditionalist 1946 - 1964 Baby Boomers 1965 - 1976 Generasi X 1977 - 1998 Generasi Y

description

Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi - Revisi Editorial

Transcript of Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

Page 1: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

Generasi Y, Generasi Z dan Bonus Demografi Indonesia 2025

Leonard Merari – NIM 122140085Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti

Kampus A, Gedung D, Lantai 6Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat

[email protected]

I Ketut Suyasa- NIM 122140073Magister Manajemen - Fakultas Ekonomi Trisakti

Kampus A, Gedung D, Lantai 6Jl.Kyai Tapa No.1 Grogol, Jakarta Barat

[email protected]

Kelahiran Generasi1928 - 1945 Traditionalist1946 - 1964 Baby Boomers1965 - 1976 Generasi X1977 - 1998 Generasi Y1999 - 2012 Gen Next Tabel 1. Pembagian usia Baby Boomers,

Gen X, Gen Y dan Gen Next

Page 2: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

Abstrak — Paper ini membahas mengenai karakteristik antar generasi, khususnya gen Y dan gen Z yang akan mendominasi (sekitar 77%) struktur angkatan kerja saat Indonesia berada pada bonus demografi 2025. Diperkirakan tahun 2025 dependency ratio mencapai 0,44 yang berarti 100 angkatan usia produktif menanggung 44 angkatan non produktif. Pemaparan pada paper ini lebih menitikberatkan mengenai deskripsi serta memahami karakteristik generasi, sehingga diharapkan sebagai angkatan kerja nantinya lebih siap untuk menghadapi perbedaan-perbedaan karakteristik antar generasi yang ada dan pada akhirnya tentu mampu mengelola perbedaan tersebut menjadi hal yang produktif.

Kata Kunci — Gen Y, gen Z, bonus demografi, dependency ratio

I. LATAR BELAKANG

Pada tahun 2025 struktur usia angkatan kerja di Indonesia menikmati apa yang dinamakan bonus demografi. Bonus demografi adalah suatu wilayah yang usia produktifnya lebih banyak dibandingkan dengan usia non produktif. Dikatakan bonus karena tidak terjadi terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dalam beratus-ratus tahun. “Sekali dan tidak bertahan lama” (Azhari, 2013)

Usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada tahun 2025 adalah angkatan kerja kelahiran antara 1961-2010. Tingginya Proporsi usia produktif dapat memiliki potensi sebagai berikut (Azhari, 2013) :

Jumlah pengangguran berkurang Meningkatnya daya saing bangsa Bertumbuhkembangnya karya kreatif dan inovatif oleh

pemuda sebagai kontribusi pembangunan Negara Pertumbuhan ekonomi jauh lebih baik Indonesia menjadi negara maju

Angkatan kerja kelahiran 1961-2010 dapat dikelompokkan menjadi beberapa generasi berbeda. Menurut Acar (2014) teori mengenai generasi adalah teori mengenai aspek socio history yang menggambarkan dan menjelaskan perubahan dari perilaku publik seiring dengan bertambahnya waktu. Pengelompokan usia antar generasi menurut Acar (2014) dan juga dituliskan oleh Asril dan Hudrasyah (2013) adalah sebagai berikut :

Gen next pada tabel 1 di atas telah diidentifikasi sebagai gen Z, suatu generasi lanjutan dari gen Y yang saat ini belum terlalu banyak masuk menjadi angkatan kerja dan study

mengenai gen Z saat ini masih sebatas tren tipe konsumsi di market.

Diperkirakan struktur usia penduduk Indonesia pada saat bonus demografi di Indonesia di Indonesia adalah sebagai berikut (BPS, 2013) :

Tabel 2. Struktur usia penduduk Indonesia tahun 2025

Dengan demikian struktur usia produktif dibandingkan non produktif adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Perbandingan usia non produtif dan produktif tahun 2025

Total usia 0-14 tahun dan 64+ adalah sekitar 91 juta penduduk (32,1%) dan angka itu kurang dari setengah jumlah usia produktif yaitu 193 juta (67,9%). Dari 193 juta usia produktif tersebut terbagi atas usia kelahiran 1961-2010 yang kemudian dapat dikelompokkan menjadi Baby Boomers, gen X, gen Y dan gen Z dengan proporsi jumlah penduduk sebagai berikut :

Tabel 4. Perbandingan proporsi antar generasi tahun 2025

Proporsi dominan dengan jumlah 148 juta (77%) adalah gen Y dan gen Z.

Umur 20250-4 22,711.0 5-9 23,378.5 10-14 23,907.0 15-19 23,214.9 20-24 22,293.2 25-29 21,868.2 30-34 21,195.2 35-39 20,520.2 40-44 20,068.5 45-49 19,273.0 50-54 17,516.2 55-59 15,187.3 60-64 12,347.7 65-69 9,219.5 70-74 5,995.4 75+ 6,133.2 Total 284,829

jumlah penduduk dalam 000

Usia Produktif 15-64 193,484.4 67.9%0-14 69,996.5 24.6%64+ 21,348.1 7.5%

Non Produktif

Generasi Usia Jumlah (000) Persentase

Baby Boomers 61-64 12,347.7 6.38%Generasi X 50-59 32,703.50 16.90%Generasi Y 30-49 81,056.90 41.89%Generasi Z 15-29 67,376.30 34.82%

Page 3: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

Paper ini akan membahas proporsi gen Y dan gen Z pada saat bonus demografi 2025 serta membahas karakteristik antar generasi khususnya gen Y dan gen Z. Diharapkan pemaparan pada paper ini mampu memberi gambaran mengenai teori generasi, bonuss demografi Indonesia 2025, serta pada akhirnya dapat menyiapkan diri dengan baik menghadapi bonus demografi 2025.

II. MASALAH

Dalam interaksi generasi saat ini (Baby boomers, gen X, Y dan sebagian kecil Tradisionalist) kurangnya studi empiris mengenai strategi praktis untuk meminimalisir antar generasi membuat beberapa perusahaan tidak secara spesifik siap menghadapi potensi konflik antar generasi tersebut, seperti yang terjadi di Central Texas (Amerika Serikat) dalam journal of behavioural studies yang dipublikasikan oleh Deyoe (2011).

Foo (2012) merujuk beberapa potensi konflik antar generasi adalah : perbedaan kebiasaan, perbedaan perilaku, perbedaan prinsip serta perbedaan pengalaman. Kegagalan memahami ini dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai karakteristik antar generasi serta pada akhirnya tentu akan menyebabkan konflik dan ketidakproduktifan dalam interaksi yang terjadi.

Sedangkan dalam situasi bonus demografi Indonesia 2025 (beberapa literatur bonus demografi dimulai 2010 – 2035), Indonesia dihadapkan pada besarnya jumlah angkatan kerja dibandingkan dengan usia non produktif. Proporsi besar dari angkatan kerja tersebut adalah Gen Y dan Gen Z (77%) yang merupakan generasi yang lahir antara 1977 – 2012.

Pemaparan teori generasi mulai dari traditionalist , baby boomers, gen X, serta khususnya gen Y dan gen Z dibutuhkan tidak saja sekedar untuk pehamaman bagi angkatan kerja yang nantinya akan berinteraksi pada saat bonus demografi, akan tetapi diharapkan mampu mempengaruhi pola perilaku antar generasi nantinya.

Pada akhir pemaparan diharapkan paper ini mampu menjelaskan beberapa hal berikut :

1. Karakteristik gen Y di lingkungan kerja serta sedikit review mengenai gen Z.

2. Beberapa potensi konflik antara generasi3. Posisi gen Y dan gen Z pada bonus demografi Indonesia

2025

III. KAJIAN LITERATUR

Bonus demografi 2025 dan potensi untuk IndonesiaProfesor Sri Moertiningsih dalam artikel nya Transisis

Demografi, Bonus Demografi dan the Window of Opportunity menyebutkan dampak sukses pembangunan kependudukan dan

kesehatan adalah perubahan struktur penduduk yang dipengaruhi oleh beberapa hal berikut :

Penurunan kelahiran menurunkan proporsi jumlah anak < 15 tahun

Penurunan kematian bayi meningkatkan jumlah bayi yang tetap hidup keusia dewasa

Ledakan penduduk usia kerja Age dependency ratio - Proporsi penduduk muda

terhadap penduduk usia kerja- menurunPerubahan struktur kependudukan dan menurunnya beban

ketergantungan memberikan peluang yang disebut bonus demografi atau demographic dividend. Bonus demografi ini seringkali dikaitkan dengan the window of opportunity atau jendela peluang yang dapat diartikan sebagai munculnya suatu kesempatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Moertiningsih (2012) the window of opportunity terjadi tahun 2020-2030 dimana dependency ratio (tingkat ketergantungan usia non produktif terhadap usia produktif) mencapai titik terendah, yaitu 44 per 100 orang. Dependency ratio tersebut meningkat lagi tahun 2030 dikarenakan meningkatnya proporsi penduduk lansia. Kejadian ini menurut Moertiningsih hanya terjadi satu kali dalam sejarah suatu penduduk.

Bonus demografi menjadi topik pembahasan yang cukup menarik dan seringkali dikait-kaitkan dengan pertumbuhan ekonomis bangsa Indonesia dikarenakan beberapa hal berikut (Moertiningsih, 2012) :

Suplai tenaga kerja yang besar meningkatkan pendapatan per kapita apabila mendapat kesempatan kerja yang produktif

Peranan perempuan: jumlah anak sedikit memungkinkan perempuan memasuki pasar kerja, membantu peningkatan pendapatan

Tabungan masyarakat yang diinvestasikan secara produktif

Modal manusia yang besar apabila ada investasi untuk itu.

The window of opportunity dapat saja berubah menjadi The door to disaster apabila bangsa Indonesia tidak bersiap menghadapi ledakan jumlah angkatan kerja pada tahun 2025, karena ledakan jumlah tenaga kerja tentu menuntut kualitas SDM yang memadai dan kesempatan kerja yang sebanding dengan jumlah angkatan kerja

Teori generasi Teori mengenai generasi di angkatan kerja dipopulerkan

oleh William Strauss dan Neil Howe yang mengidentifikasi mengenai siklus generasi di sejarah Amerika Serikat. Strauss dan Howe banyak dicuplik menjadi landasan bagi riset serta penelitian mengenai perilaku generasi, misalkan oleh Mujtaba

Page 4: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

(2010) yang mendasarkan studi yang dilakukan oleh nya mengenai perbedaan kultur antara gen X dan gen Y di Thailand memakai batasan generasi yang dipakai oleh Strauss dan Howe (1997,2000).

Menurut situs Wikipedia, Strauss dan Howe menuliskan teori mengenai generasi ini dalam buku yang berjudul Generations (1991), yang menceritakan mengenai sejarah suksesi generasi anglo-American serta mengidentifikasi munculnya siklus generasi di sejarah Amerika Serikat. Buku kedua Staruss dan Howe tahun 1993 yang berjudul 13th Gen : Abort, Retry, Ignore, Fail? menjelaskan generasi kelahiran 1961-1981 sebagai Gen-Xers (disebut generasi ke-13 terhitung sejak Amerika Serikat resmi menjadi sebuah negara). Tahun 2000 Strauss dan Howe mengeluarkan sebuah buku dengan judul Millenials Rising : The Next Generation yang meneliti mengenai kepribadian mengenai Gen Y.

Traditionalist, Baby boomers, Gen X, Gen Y dan Gen Z Tradisionalist (kelahiran antara 1920-1945), menurut Clark

(2009) dan McDonald (2008) yang dituliskan kembali oleh Mujtaba (2010) adalah generasi yang memiliki nilai-nilai loyalitas, disiplin, menghormati otoritas serta menempatkan tugas (pekerjaan) di atas kesenangan pribadi. Generasi ini tumbuh di tengah perang dunia kedua dan saat ini sudah tidak terlalu banyak yang masih bekerja, jika saat ini organisasi mempertimbangkan untuk menggunakan jasa Traditionalist maka sangat disarankan untuk fokus kepada pendekatan personal serta memberikan penghormatan dikarenakan usia yang cukup senior (Bursch, 2014).

Baby Boomers (kelahiran antara 1946-1964) merupakan nama yang diberikan kepada generasi ini dikarenakan mereka adalah bagian dari baby boom setelah perang dunia kedua. Generasi ini menjadi tumpuan orang tua mereka (generasi traditionalist) yang memiliki harapan besar mengenai hal-hal yang akan mereka capai (Mujtaba, 2010).

Seperti Traditionalist, generasi ini memiliki nilai-nilai loyalitas, disiplin serta work ethic yang kuat. Namun kesamaan nilai-nilai tersebut memiliki perbedaan latar belakang, ketika traditionalist banyak dipengaruhi oleh masa kecil dan bagaimana mereka tumbuh, baby boomers lebih dipengaruhi oleh prestise, kesejahteraan dan jabatan.

Generasi X (kelahiran antara 1965-1976) dikenal juga dengan nama gen Xers. GenXers di tempat kerja banyak dipengaruhi oleh persepsi dari pencapaian orang tua mereka (Baby Boomers) yang bekerja keras untuk mencapai kesejahteraan dan menyekolahkan gen X. GenXers mulai mempertimbangkan apa yang dinamakan work life balance sebagai dampak mereka menyaksikan cara bekerja dan kompensasi yang diterima oleh baby boomers tidaklah membawa kebahagiaan untuk mereka, bahkan salah satu studi mengatakan tingkat perceraian yang tinggi dari orangtua

genXers sangat mempengaruhi cara pandang mereka terhadap kebahagiaan keluarga.

GenXers menjadi saksi atas kelahiran internet dan teknologi yang kelak mengubah cara interaksi dalam pekerjaan, sehingga secara teknis GenXers cukup baik sebagai user (Bursh, 2014). GenXers cenderung berbeda pendapat terhadap prosedur , kebijakan dan struktur organisasi sehingga dapat dikatakan penghormatan mereka terhadap otoritas sedikit berbeda dengan generasi traditionalist dan baby boomers.

Generasi Y (kelahiran 1977-1998) dikenal juga dengan nama Millenials yang disadur dari istilah pada buku Strauss dan Howe Millenials rising : The Next Generation. Millenials percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk sukses dan mereka siap untuk menjadi pembelajar seumur hidup (Mujtaba, 2010).

Gen Y memiliki tingkat harga diri dan narsisme (menganggap diri baik) lebih besar daripada generasi sebelumnya, hal ini tentu berdampak terhadap ekspektasi besar mereka di tempat kerja (terkait dengan penghargaan serta kondisi kerja). Bursch (2014) mengatakan bahwa Gen Y diidentifikasikan sebagai generasi yang paling beragam (sifat, perilaku dan kultur) dan gen Y akan sangat mewarnai keragaman di tempat kerja.

Gen Y tumbuh pada dunia yang terhubung selama 24 jam dan 7 hari sehingga informasi bagi generasi Y, informasi adalah hal yang cenderung mudah dan cepat didapatkan. Hal tersebut mempengaruhi cara mereka mencari informasi, memecahkan masalah, hubungan dengan orang lain dan berkomunikasi. Gen Y cenderung berpindah pekerjaan jika merasa ekspektasi mereka terhadap pekerjaan tidak dipenuhi, hal ini dipengaruhi oleh harga diri dan narsisme mereka yang begitu tinggi.

Karakteristik Gen Y di tempat kerja Bursch (2014) menuliskan bahwa gen Y adalah generasi

yang paling tinggi tingkat pendidikannya. Gen Y mendambakan pekerjaan dimana mereka turut ambil bagian dalam misi organisasi. Nilai pekerjaan yang berarti serta membantu orang lain adalah hal yang lebih berarti dibandingkan dengan mendapatkan uang dalam jumlah besar.

Menurut Fernades (2012), Generasi Y lebih menghargai waktu luang dibandingkan dengan generasi X. Perusahaan terkemuka seperti Google, Ebay, KPMG saat ini menawarkan waktu luang tersebut lebih banyak kepada karyawan mereka dengan cara memberi beberapa fasilitas tambahan pada karyawan mereka di tempat bekerja.

Gen Y memilih atasan yang memiliki pendekatan secara pendidikan (empiris) serta memberi perhatian terhadap tujuan personal dari Gen Y. Nilai seorang gen Y terhadap atasannya adalah orang yang melatih mereka, bersikap positif, mampu memotivasi, berorientasi terhadap pencapaian. Untuk tetap

Page 5: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

membuat seorang Gen Y nyaman dan tidak meninggalkan pekerjaan, perusahaan harus memastikan bahwa gen Y merasa berarti dalam pekerjaan serta mengkomunikasikan kontribusi gen Y terhadap misi organisasi. Gen Y juga akan selalu mencari kesempatan untuk terliabt dalam aktifitas filantropis serta relawan (Bursch, 2014).

Kerakteristik dari gen Y di tempat pekerjaan adalah :

Tabel 5. Karakteristik Gen Y (Acar, 2014)

Gen Y selalu mencari lingkungan yang sempurna dimana mereka dapat mempelajari kemampuan dan pengalaman untuk masa depan mereka selain itu Gen Y membutuhkan iklim kerja yang positif dari rekan kerja mereka (Fernandes, 2012).

Next Generation : Gen Z Rothman (2014) memprediksi bahwa tahun 2020 generasi Z

(didefinisikan Rothaman dengan kelahiran 1995-2010) akan membanjiri pasar dunia kerja. Dalam jurnal yang dituliskan oleh nya Rothman menganalogikan gen Z akan membanjiri pasar dunia kerja seperti layaknya ‘tsunami’. Ketika kita ada pada usia produktif saat gen Z memasuki dunia kerja maka kita disarankan mempelajari karakteristik gen Z ini.

Menurut Singh (2014), generasi Z dibesarkan oleh generasi X di tengah-tengah tantangan dunia seperti terorisme (peristiwa 9 September di Amerika Serikat) dan perhatian kepada lingkungan disebarluaskan melalui jaringan sosial media. Saat kita belum begitu banyak memahami mengenai karakteristik gen Z, kita paham dan mengenal dengan seksama lingkungan bagaimana mereka tumbuh.

Gen Z dikatakan oleh Singh (2014) memiliki sedikit saudara kandung dibandingkan dengan generasi sebelumnya, indikasi nya gen Z kemungkinan akan sedikit lebih individualistis. Gen Z juga diprediksi akan lebih memiliki jiwa kewirausahaan dibandingkan gen Y.

Gen Z memiliki beberapa perbedaan nyata dengan gen Y dalam beberapa hal berikut :

Akses terhadap pengetahuan mengenai sumber daya (melalui jaringan internet) yang lebih dibandingkan gen Y pada usia yang sama.

Gen Z yang kebanyakan memiliki orang tua seorang gen X akan mendapatkan lebih banyak tekanan dalam

kehidupan mereka, baik dari sisi pencapaian akademis maupun dalam berperilaku.

Gen Z memiliki waktu lebih banyak semasa muda nya untuk mendapatkan semacam ‘mentor’ yang akan mempengaruhi cara berpikir mereka. Misalkan dengan mudah mereka mempelajari mengenai Steve Jobs dan membaca nya di saat mereka masih muda.

Beberapa nama lain dari generasi Z adalah : Internet Generation (IGen), Digital natives, Screensters dan Zeds. Banyak sumber mengatakan bahwa gen Z baik dalam multitasking ataupun task switch meskipun perkembangan otak gen Z ini juga memiliki efek buruk berupa AADD (Acquired Attention Deficit Disorder) yaitu perubahan pada otak karena pemakaian teknologi yang begitu besar oleh gen Z yang berdampak kesulitan untuk fokus dan menganalisa informasi yang beragam, hal ini sangat dipengaruhi kebiasaan otak mendapatkan informasi yang pendek dan cepat melalui sosial media Rothman (2014).

Gen Z di dunia kerja menurut Rothman (2014) akan berpindah-pindah kerja dengan cepat serta mampu menghasilkan dampak dalam waktu singkat dibandingkan generasi sebelumnya. Generasi Z akan memandang kariri seperti beberapa hal berikut Singh (2014) : Kebebasan, Materialistis, Global, Eksperimental , Teknologi tinggi, Komitmen profesional . Generasi Z merepresentasikan perubahan generasi yang signifikan pada dunia kerja dan akan sangat penting untuk memahami darimana mereka datang serta tentunya memiliki strategi kunci untuk menyambut mereka.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

Paper ini banyak membahas mengenai generasi Y, generasi Z dan bonus demografi dengan melakukan beberapa hal berikut : A. Review dokumen

Jurnal yang telah dipublishLaporanArtikel Dokumen yang dipublikasikan pemerintah

B. Data Biro Pusat Statisik (BPS)Melakukan pengolahan data sederhana berdasarkan data-data yang didapatkan dari biro pusat statistik

V. PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data untuk paper ini dilakukan dengan data-data sekunder yang dikumpulkan dari Internet dan/atau melakukan pengolahan data atas data-data yang didapat dari Internet tersebut.

Gen YFokus kepada karir pribadiOptimistikBerpihak pada keragamanTeam PlayerCerdas teknologiMenyukai busana casual (non formal)MenyenangkanWork life balancePengakuan terhadap nilai pekerjaan

Page 6: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

VI. ANALISA DAN KESIMPULAN

Pada tabel 4 (bagian pendahuluan) telah dipaparkan bagaimana jumlah generasi Y dan Z pada tahun 2025, yaitu sejumlah 148 juta (77%) dari 193 juta usia angkatan kerja. Untuk itu menarik untuk secara mengamati bagaimana detail struktur usia kerja sehingga dapat lebih memahami situasi dunia kerja pada bonus demografi 2025 sebagai berikut :

Tabel 6. Struktur usia gen Y dan gen Z tahun 2025(diolah dari data BAPPENAS – BPS 2013)

Dominasi gen Y dan gen Z dibandingkan baby boomers 12 juta (6,38%) dan gen X 32 juta (16,9%) pada struktur dunia kerja tahun 2025 menegaskan pentingnya angkatan kerja mempelajari mengenai gen Y dan gen Z lebih dalam lagi. Dalam struktur usia di secara umum bahwa gen Y merupakan generasi yang menjadi atasan langsung (atau paling tidak senior) dari generasi Z.

Jika lebih jauh lagi ditarik bahwa usia angkatan kerja 22-24 tahun dikategorikan sebagai fresh graduated lulusan s1 serta 24-26 tahun untuk fresh graduated lulusan s2 , maka angkatan kerja s1 dan s2 pada masa bonus demografi ini adalah anak-anak kelahiran antara 1999-2003.

Anak kelahiran tahun 1999-2003 adalah gen Z yang pada usia mereka 5-15 tahun, Indonesia dipenuhi oleh booming gadget dan teknologi, hal tersebut mengakibatkan mereka memiliki kehidupan yang erat sekali dengan teknologi dan gadget. Perbedaan dengan gen Z yang mayoritas mulai menyentuh gadget dan dikatakan ‘melek’ teknologi pada usia > 15 tahun. Dengan demikian teknologi lebih erat ‘mengikat’ kepada gen Z atau istilah yang dipakai oleh Bursch (2014) adalah gen Y secara teknologi lebih ‘plugged-in” dibandingkan dnegan gen Y (Millenia). Dampaknya gen Z tentu akan sedikit berbeda dalam preferensi cara mereka bekerja, berkomunikasi dan menyampaikan informasi ketimbang gen Y.

Perbedaan tersebut dapat saja menjadi pemicu konflik, mengingat gen Y adalah generasi yang pada umumnya bersifat narsistik dan memiliki harga diri tinggi seolah-olah mendapat ‘lawan tanding’ sepadan yaitu gen Z yang secara nature memiliki kesamaan dari penguasaan teknologi.

Beberapa potensi konflik yang muncul pada interaksi antar generasi sebelumnya adalah Bursch (2014) :

1. Baby boomers memandang gen X dan gen Y kurang disiplin dan kurang fokus.

2. Gen X dan gen Y melihat baby boomers resisten terhadap perubahan, memiliki keyakinan benar terhadap pengalaman, serta kurang kreatif.

3. Gen X melihat gen Y sebagai generasi arogan.4. Gen Y melihat gen X lamban mengambil keputusan

dan tidak memiliki cukup kemampuan mengambil keputusan.

Potensi konflik dan cara pandang di atas sangat mungkin juga terjadi pada interaksi antara gen Y dan gen Z. Pola tersebut saat ini belum muncul, karena sebagian besar gen Y (khususnya yang memiliki gelar s1) belum masuk ke angkatan kerja, namun dalam pemaparan mengenai karakteristik antar generasi tentu potens-potensi konflik dapat dihindari atau justru dikelola menjadi sebuah interaksi yang produktif untuk dunia kerja.

Dominasi gen Y dan gen Z pada bonus demografi Indonesia tahun 2025 merupakan suatu modal besar. Generasi Y dan Z memiliki otoritas dan mengisi posisi-posisi penting pada level tactical maupun strategical , sekalipun tentunya sebagian gen X masih mendominasi pada level pucuk-pucuk pimpinan perusahaan karena mereka berada pada usia 50-59 tahun.

Generasi Y yang telah menunggu-nunggu transisi kekuasaan dari gen X tentunya telah memiliki sejumlah list rencana untuk mengelola perusahaan, divisi, departemen atau bagian apapun yang sebelumnya dipegang oleh gen X untuk kemudian diubah secara signifikan karena gen Y telah lama memperhatikan cara-cara lamban dari gen X yang kurang agresif. Pada saat itu gen Y akan mulai menerima karyawan fresh graduate atau level penyelia yang berasal dari gen Z. Sebagai pemimpin gen Y tentu menempatkan diri sebagai pribadi yang lebih matang dan menunjukkan kedewasaannya untuk membimbing gen Z, untuk itu gen Y perlu banyak mempelajari mengenai karakteristik gen Z di dunia kerja nantinya.Implikasi Manajerial Gen Y

Gen Y atau dapat dikatakan generasi kerja yang menjadi pemimpin pada saat bonus demografi Indonesia 2025 setidaknya harus mampu mengantisipasi dan mengelola konflik perbedaan generasi menjadi hal yang produktif, salah satu nya adalah mempelajari bagaimana tips praktis untuk berhadapan dengan gen Z seperti 2 (dua) hal yang disarankan oleh Rothman (2014) pada akhir jurnal penelitian nya sebagai berikut :

1. Tantangan untuk atasan dari gen Z untuk tetap membuat gen Z tertarik dan termotivasi mengurus hal-hal kecil yang mendetail.

Generasi Usia Jumlah (000) Persentase

Generasi Y 30-34 21,195.2 26.1%35-39 20,520.2 25.3%40-44 20,068.5 24.8%45-49 19,273.0 23.8%

Total Generasi Y 30-49 81,056.90 100.00%

Generasi Z 15-19 23,214.9 34.46%20-24 22,293.2 33.09%25-29 21,868.2 32.46%

Total Generasi Z 15-29 67,376.30 100.00%

Page 7: Generasi y, Generasi z Dan Bonus Demografi

2. Pemimpin diharapkan untuk meningkatkan kemampuan diri serta menyediakan kesempatan bimbingan kepada gen Z.

Karena berada pada era informasi yang cepat dan singkat (flash news dan artikel google), gen Z cenderung tidak punya kedalaman dalam mengerjakan sesuatu. Hal yang dalam dan mendetail tidak menjadi kebiasaan bagi mereka seperti masa-masa kecil sampai kuliah gen Y yang banyak berkecimpung dengan buku literature di perpustakaan. Saran dari Rothman pada poin 1 di atas adalah bagaimana membuat gen Z tetap dapat fokus untuk menyelesaikan detail pekerjaan dengan mengukur performa penyelesaian pekerjaan sampai hal terkecil, sehingga gen Z akan memiliki arahan jelas dan termotivasi terhadap itu. Hal ini membuat gen Z mengerti bahwa detail dan hal kecil dalam pekerjaan juga penting dan menjadi perhatian bagi perusahaan.

Kemampuan gen Y dalam menjadi seorang pembelajar seumur hidup (long life learner) ditandai dengan masuknya era teknologi internet pada masa-masa akhir study gen Y di universitas. Kecepatan dan ketersediaan informasi di internet dipakai oleh gen Y untuk meningkatkan kemampuan diri. Gen Y yang menganggap bahwa penguasaan terhadap suatu ilmu akan linier dengan kualitas hidup tentu merupakan generasi yang upgradable dan berbeda dengan baby boomers dan sebagian gen X yang kurang memperhatikan mengenai peningkatan kemampuan karena merasa fokus utama nya adalah pekerjaan (hidup untuk bekerja). Gen Y disarankan oleh Rothman pada poin 2 di atas untuk rajin mengupgrade diri dan menjadi mentor kepada gen Z, sehingga muncul trust dan interaksi positif antara kedua generasi tersebut.

Bonus demografi Indonesia 2025 seperti dikatakan oleh Profesor Moertiningsih (2012) merupakan the window of opportunity (jendela peluang) dan hanya terjadi sekali dalam sejarah suatu penduduk dikarenakan rasio ketergantungan (dependency ratio) mencapai titik terendah yaitu 0,44 (44 usia non produktif ditanggung oleh 100 usia produktif). Moertiningsih (2012) menggarisbawahi istilah the window of opportunity jangan sampai bergeser menjadi the door of disaster karena pengelolaan bonus demografi yang kurang tepat.

Pemahaman mengenai karakteristik generasi, khususnya gen Y dan gen Z yang dominan pada waktu bonus demografi 2025 merupakan salah satu cara bagaimana menciptakan interaksi yang produktif di tempat kerja sehingga mendukung produktifitas dan profitabilitas perusahaan.

VII. DAFTAR PUSTAKA