Gelatin PKMP
description
Transcript of Gelatin PKMP
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Produk halal, kini bukan lagi semata-mata isu umat atau Agama Islam semata, tapi sudah
merambah pada bidang bisnis dan perdagangan. Saat ini, jaminan halal suatu produk sudah
menjadi simbol global bahwa produk yang bersangkutan terjamin kualitasnya. Selain itu,
masyarakat dunia saat ini cenderung memilih produk-produk yang berlabelkan halal. Sebagai
contoh konkret, di Inggris yang jumlah penduduk muslimnya hanya sekitar 2 juta orang, tapi
anehnya ada sekitar 6 juta konsumen yang lebih memilih produk daging berlabelkan halal
(Anonymous, 2005a).
Sementara kita di Indonesia yang notabene berpenduduk muslim terbesar di dunia, masih
belum memperhatikan dan kurang menyadari pentingnya mengkonsumsi makanan halal. Setiap
konsumen yang membeli produk makanan bisa dipastikan yang terlebih dahulu dilihat adalah
tanggal kadaluarsa yang terdapat pada kemasan. Tapi jarang dari kita yang memperhatikan
labelisasi halal yang menjamin produk makanan/minuman yang kita beli halal untuk dikonsumsi.
Padahal seperti juga batas kadaluarsa, kehalalan makanan menjadi suatu hal yang penting,
bahkan lebih penting. Lebih-lebih bagi umat Islam (Anonymous, 2005b).
Kurangnya kesadaran soal makanan halal ini bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti :
kurangnya pengetahuan tentang pentingnya selalu mengkonsumsi makanan halal, belum kuatnya
peraturan yang mengatur produk halal, kurang efesiennya lembaga labelisasi halal serta masih
belum tersedianya alternatif makanan/bahan makanan halal untuk produk tertentu secara
memadai (seperti halnya produk gelatin).
Permasalah ini sangat mendasar, karena makanan yang kita telan akan menjadi darah dan
daging, dan apa yang kita telan akan berpengaruh terhadap tindakan dan perilaku kita. Sehingga
pentingnya mengkonsumsi makanan halal ini diatur dalam Islam sebagaimana tertuang dalam
Al-Qur’an :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah olehmu dari rizqi yang halal lagi baik, dan
janganlah kamu mengikuti langkah setan, sesungguhnya setan merupakan musuh yang
nyata bagimu” (QS : Al-Baqarah 174).
Disamping itu Rasulullah SAW juga bersabda :
“Barang siapa memakan sesuap dari barang haram, maka tidak akan diterima shalatnya
selama empat puluh hari” (HR. Abu Daud).
Berdasarkan dalil di atas, kita diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan halal dalam
setiap suapan yang masuk ke tubuh kita, termasuk juga makan/ bahan makanan yang
mengandung gelatin, karena selama ini masih banyak gelatin yang diekstraksi dari kulit dan
tulang babi.
Gelatin merupakan salah satu jenis protein konversi yang diperoleh melalui proses
hidrolisis kolagen dari kulit, tulang dan jaringan serat putih (white fibrous) hewan. Di Indonesia
gelatin ini masih merupakan barang impor, terutama dari Eropa, Amerika dan China. Gelatin
telah marak digunakan, dalam industri makanan berfungsi sebagai penstabil, pengental
(tickenner), pengemulsi (emulsifier), pembentuk jelly, pengikat air, pengendap dan pembungkus
makanan (edible coating). Sedangkan dalam industri farmasi gelatin digunakan sebagai bahan
pembuat kapsul, disamping itu juga digunakan untuk bahan kosmetik dan film (Damanik, 2005).
Berdasarkan banyaknya kegunaan gelatin khususnya untuk produk pangan, maka
diperlukan gelatin yang kehalalannya terjamin. Karena selama ini dipasaran banyak gelatin yang
berasal dari kulit dan tulang babi, bahkan sebesar 41,4% produk gelatin dunia diekstraksi dari
kulit babi (Anonymous, 2002).
Maka dari itu, untuk mengatasi kelangkaan gelatin halal di pasaran, perlu dicari alternatif
bahan baku dalam pembuatan gelatin. Beberapa percobaan telah dilakukan untuk memenuhi
tuntutan ini, diantaranya dari tulang unggas dan jenis ikan tertentu seperti hiu, pari dan limbah
kulit ikan tuna (Pelu dkk, 1998).
2. Perumusan Masalah
Usulan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) dengan judul diatas
dimaksudkan untuk menjawab permasalahan “bagaimana mencari solusi penyediaan gelatin
halal bagi masyarakat serta bagaimana memanfaatkan hasil samping perikanan yang selama ini
masih dianggap limbah, menjadi bahan yang memiliki ekonomis tinggi”.
Hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut: “ Limbah perikanan (kulit ikan tuna, tulang
ikan hiu dan kulit ikan pari) dapat diekstraksi menjadi gelatin yang halal dan memiliki kualitas
tinggi”.
Dalam kegiatan PKMP ini lingkup yang akan dijadikan sasaran adalah terbatas pada
proses ekstraksi gelatin dari limbah kulit ikan tuna, tulang ikan hiu dan kulit ikan pari, serta
bagaimana perbandingan kualitas gelatin dari ketiganya dengan perlakuan suhu dan lama
ekstraksi yang berbeda dari masing-masing sampel.
Penelitian ini menggunakan ekstraksi asam (HCl 4 %) dengan variabel bebas berupa lama
perendaman dan suhu ekstraksi yang berbeda untuk masing-masing sampel dan variabel
bebasnya yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar garam, nilai pH, titik
jendal, kekuatan gel dan viskositas dari masing-masing perlakuan.
3. Tujuan Program
Tujuan dari pelaksanaan Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) ini adalah
sebagai berikut :
a. Mengetahui metode ekstraksi gelatin halal dari dari limbah kulit ikan tuna, tulang ikan
hiu dan kulit ikan pari dengan menggunakan HCl 4 %.
b. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang alternatif pembuatan gelatin halal dari
limbah kulit ikan tuna, tulang hiu dan kulit ikan pari.
c. Meminimalisir penggunaan gelatin kulit babi yang beredar di pasaran.
d. Memberikan nilai tambah terhadap limbah perikanan yang selama ini memiliki nilai
ekonomis rendah atau belum termanfaatkan dengan baik.
e. Mendapatkan kualitas gelatin terbaik dari bahan baku limbah perikanan.
4. Luaran Yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini berupa informasi tentang metode ekstraksi
gelatin halal dari limbah perikanan serta jenis perlakuan dan bahan baku terbaik yang diperoleh
dari penelitian.
5. Kegunaan Program
Kegiatan PKMP ini mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. Memberikan informasi pemanfaatan gelatin yang halal dengan kualitas tinggi pada
masyarakat dan pelaku industri khususnya industri pangan.
b. Mendapatkan alternatif pengolahan limbah perikanan (kulit ikan tuna, tulang ikan hiu dan
kulit ikan pari) menjadi produk yang bernilai tinggi.
c. Menjadi acuan dan pedoman bagi industri pengolahan tuna, hiu dan pari dalam memberikan
nilai tambah pada limbah industrinya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Gelatin
Nama gelatin merupakan turunan dari Bahasa Latin “gelatus” yang berarti kaku atau
beku. Gelatin pertama kali digunakan sebagai bahan pangan pada masa Napoleon ketika
digunakan sebagai sumber protein bagi tentara Prancis selama blokade Inggris (Marchaban,
1992). Menurut Sone (1972), gelatin merupakan produk yang didapatkan dari hidrolisis tidak
sempurna jaringan kolagen yang berasal dari kulit, tulang dan tendon binatang baik melalui
proses asam maupun proses basa. Gelatin diperoleh dari kulit dan tulang binatang yang memiliki
kemurnian tinggi untuk digunakan pada bahan pangan Gelatin mengandung dua protein yaitu
ossein yang terdapat pada tulang dan collegen yang mengandung skleroprotein yang terdapat
pada otot (Hui, 1991).
Gelatin kering mempunyai kadar air 9-12%, tidak berbau, tidak berasa dan berbentuk
padat. Sifat fisika dan kimia gelatin dipengaruhi oleh sumber kolagen, metode pengolahan,
kondisi selama ekstraksi, konsentrasi, pH dan kemurnian. Gelatin larut dalam air, asam sitrat dan
polyhidrixy alcohol (gliserol, propilen, glikol, sorbitol dan manittol). Viskositas gelatin makin
meningkat dengan bertambahnya konsentrasi dan penurunan suhu (Benion, 1980).
Komponen utama gelatin yaitu kompleks polipeptida yang terdiri dari asam-asam amino
yang sama seperti pada kolagen. Gelatin komersial mempunyai kandungan asam amino antara
lain tirosin 0,2 % dan glisin 30,5% (Parker, 1990). Gelatin dapat dimanfaatkan di bidang farmasi,
makanan, kosmetik, fotografi dan bidang lainnya. Di bidang makanan gelatin digunakan sebagai
bahan pengental, stabilizer dan emulsifier. Gelatin juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber
protein (Marchaban, 1992).
2. Ikan Tuna (Thunnus spp.)
Ikan tuna (Thunnus spp.) merupakan ikan ekonomis penting (Royce, 1972). Menurut
Uktosedjo et al., (1989), potensi lestari ikan tuna di Indonesia mencapai 166.303 ton/tahun. Tuna
merupakan salah satu komoditi ekspor yang dapat mendatangkan devisa negara, diantaranya
dalam bentuk tuna kaleng (Khotimah, 2002). Namun dijelaskan lebih lanjut bahwa pemanfaatan
tuna hanya terbatas pada dagingnya saja, sedangkan bagian lainnya seperti kulit terbuang dan
hanya menjadi limbah yang pemanfaatannya terbatas menjadi tepung ikan untuk pakan ternak.
Menurut Tambunan (1985), besarnya limbah ikan tuna yang terbentuk dari proses
pengalengan adalah 7,5 % bahan baku. Komposisi limbah ini berupa kulit, kepala, hati,
gelembung udara, isi perut dan daging merah yang pemanfaatannya belum optimal.
Dari kenyataan diatas, kulit ikan tuna yang memiliki kadar protein perlu dimanfaatkan
dengan menambahkan bahan-bahan dan melalui proses yang sesuai. Salah satu usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan nilai dari kulit tersebut adalah dengan memanfaatkannya sebagai
bahan baku penyedia gelatin.
Menurut Helfman and Gene (1997), Klasifikasi ikan tuna sebagai berikut :
Philum : Chordata
Kela : Pisces
Sub kelas : Sarcopterygii
Famili : Scombridae
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus spp.
Daerah penyebaran ikan tuna di Indonesia adalah sepanjang panta barat Sumatera, Bali,
NTB, bagian Utara Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Tuna merupakan ikan pelagis yang sering
malakukan migrasi dari daerah panta hingga ke tengah samudera, bahkan beberapa tuna
bermigrasi antar samudera. Tuna merupakan ikan yang gesit, berbentuk torpedo, rakus, bersifat
karnivora, bermulut lebar dan biasanya melepaskan telurnya di laut lepas (Royce, 1972).
Ikan tuna bagian tubuh atasnya berwarna gelap keabu-abuan, bagian abdomen berwarna
kuning perak, pada perut terdapat sirip tambahan berwarnakuning cerah dan terdapat garis putus-
putus berwarna putih pucat melintang (Sutarno, 1990).
REK TAMBAHI KOMPOSISI TUNA YO...............
Tabel 2. Komposisi Kimia Daging Ikan Tuna
Zat gizi Jumlah
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Fosfor
Besi
Air
Sumber :
3. Ikan Hiu (Charcarias sp.)
Ikan hiu merupakan salah satu jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis dan tingkat
kegunaan yang tinggi. Ikan hiu dimanfaatkan mulai dari daging, sirip, kulit, tulang hingga
hatinya (Wibowo dan Susanto, 1995). Potensi lestari ikan hiu di perairan Indonesia cukup besar
yaitu mencapai 60.000 ton/tahun, mendorong upaya untuk memanfaatkan ikan hiu sebagai
komoditas yang memberikan prospek cerah dalam perdagangan (Wikanta, 2000).
Sampai saat ini tercatat sedikitnya dikenali ikan hiu sebanyak 84 spesies di Indonesia
(Gloerfelt dan Kailola, 1984). Pada umumnya ikan hiu bersifat predator. Adapun habitatnya
bervarisai dari perairan dekat pantai hingga palung dalam. Pengusahaan ikan hiu pada awalnya
hanya sebagai hasil tangkapan sampingan dari penangkapan tuna, namun akhir-akhir ini
semenjak harga sirip hiu melambung, maka bertambah pula perhatian terhadap komoditas ini
(Anung et al., 2001).
Menurut Uktosedjo et al. (1998), potensi hiu makro di Indonesia adalah sebesar 16.202 ton
per tahun dengan tingkat pemnfaatan sekitar 52,6%. Dari beberapa sentra pendaratan ikan (PPI),
tempat pendaratan ikan cucut banyak di pelabuhan ratu (Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah) dan
tanjung Luar (Lombok Timur).
Tulang ikan hiu merupakan jenis tulang rawan dan banyak mengandung kolagen, sehingga
memungkinkan pemanfaatannya sebagai gelatin (Ilyas dan Suparno, 1995).
Menurut Helfman and Gene (1997), Klasifikasi ikan hiu sebagai berikut :
Philum : Chordata
Kelas : Pisces
Famili : Elasmobranchii
Genus : Charcarias
Spesies : Charcarias sp.
4. Ikan Pari (Dasyatis sp.)
Ikan pari tergolong ikan bertulang rawan, disebut demikian karena sepanjang hidupnya
kerangka penyususn tubuh tetap terdiri atas tulang rawan. Sepintas lalu bentuk tubuh ikan pari
tidak mempunyai penutup insang dan tidak mempunyai lembaran sisik yang pipih. Di belakang
mata pada kedua sisi kepalanya terdapat celah insang yang masing-masing sebanyak 5-7 buah.
Ikan pari mempunyai bentuk tubuh yang pipih dan mulut di bagian bawah kepala agak ke
belakang (Nontji, 1986).
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan pari adalah sebagai berikut :
Philum : Chordata
Sub Philum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Elasmobranchii
Ordo : Batoidei
Famili : Trygonidae
Genus : Dasyatis
Spesies : Dasyatis sp.
Ikan pari merupakan ikan air laut yang memiliki zat gizi tinggi, namun ikan pari jarang
dikonsumsi secara langsung sebagaimana ikan-ikan lain pada umumnya, karena daging segarnya
terdapat urea yang sangat tinggi (Dhani, 1993).
Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Ikan Pari
Zat gizi Jumlah (%)
Kadar Air (Wb) 76.96
Kadar Abu (db) 1.63
Kadar Protein (db) 86.76
Kadar Lemak (db) 2.65
Urea (db) 41.57
TVB(mg N%) 25.14
pH 6.38
Sumber : Hak (1988)