Gelar Al(.ademil( Dicabut? - Universitas...

1
Pikiran Rakyat ,'. Gelar Al(.ademil(. Dicabut? G ELAR. akademik lulu- san perguruan tinggi (PT) atau alumni yang terbukti korupsi dieabut? Bagaimana logikanya, apa dasar hukumnya, apa dosa per- guruan tinggi atau almamater- nya. Juga, sejauh mana tang- gung jawab yuridis formal PT terhadap para lulusannya yang telah meninggalkan kampus. Bersalahkah PT yang telah sungguh-sungguh mendidik para mahasiswa dengan baik, termasuk dalam hal moral, tapi di lapangan kerja dia/rnereka korupsiatauterpaksa/dipaksa oleh lingkungannya untuk ko- rupsi? Pernyataan tegas Rektor In- stitut Teknologi Telkom Ban- dung, Ahmad Tri Hanuranto (Pikiran Rakyat, 30/7), menarik untuk dikaji. Tam- paknya sang rektor PT swasta (PTS) itu terinspirasi oleh pernyataan Rektor Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakar- ta, Harjanto Prabowo, baru- baru ini. Sejak 2011 pemimpin Binus menerapkan aturan ten- tang pencabutan ijazah kesar- janaan (maksudnya gelar akademik) bila lulusannya se- eara hukum terbukti korupsi. Harjanto menegaskan, aturan keras itu dibuat karena korupsi di negeri ini semakin marak di semua sektor. Peran PT me- ngajarkan bukan ilmu penge- tahuan belaka, tetapi juga men- didik karakter mahasiswa. Bila : kelak terbukti korupsi, berarti lulusan yang bersangkutan ga- gal mengimplementasikan ni- lai-nilai PT (Binus) yang telah diserapnya di kampus, sehing- ga ijazah kesarjanaannya pan- tas dicabut (Kompas, 27/7). Akan tetapi, sang rektor tidak menjelaskan dasar hukum pembuatan aturan keras tersebut. Motif dan se- mangat besar kedua rektor PTS itu haruslah kita dukung sepenuhnya, tetapi peraturan resmi PT haruslah berlan- daskan hukum formal. Kita pastilah setuju, semua lulusan PT seharusnya tidak korupsi. Tentu tak satu pun PT di negeri ini yang sengaja mengajarkan kiat-kiat jitu korupsi kepada para mahasiswanya. Beberapa PTN dan PTS di Pulau Jawa se- jak beberapa tahun lalu mem- berikan kuliah pendidikan an- tikorupsi sebagai mata kuliah wajib. Bahkan, mata kuliah ter- baru ini akan diwajibkan di se- mua PT. Ini melengkapi mata kuliah agama yang wajib dia- jarkan di semua PT. Kementer- ian Pendidikan dan Kebu- dayaan (Kemdikbud) telah melatih 1.000 dosen PTN dan PTS untuk mengajarkan mata kuliah terbaru itu (Kompas, 28/7). Pemberian (penamba- han) mata kuliah ini diha- rapkan bisa mencegahpara lu- lusan PT korupsi. .~ Akan tetapi, yakinkah Anda (yang terhormat) penambahan l- t mata kuliah di bidang moral ini efektif? Akankah semua maha- siswa yang telah lulus pen- didikan antikorupsi tak lagi menjiplak (meneuri karya orang lain)? Akankah para ma- hasiswa tidak lagi meneontek karya mahasiswa lainnya se- waktu ujian tengah dan akhir semester? Tentu kita masih ingat Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Paneasila) pada zaman kekuasaan otoriter Presiden Soeharto atau Orde baru, Pe- nataran itu wajib diikuti semua siswa dan mahasiswa baru, para wartawan, pejabat, anggota lembaga legislatif, dan para pengusaha, Apa hasilnya? Bagaimana mungkin mata kuliah pendidikan antikorupsi efektifbila mahasiswa sejak ke- eil sudah diajar korupsi oleh para orangtua, guru, pejabat, dan media massa? Mahasiswa pasti sangat sinis terhadap ma- ta kuliah wajib itu, Bagaimana mungkin mahasiswa pereaya terhadap dosen dan materi ku- liah tersebut bila mereka tahu pasti bahwa di lingkungan kampus mereka sendiri, di Ke- menterian Pendidikan dan Ke- budayaan, di Dinas Pen- didikan, dan di sekolah-sekolah pun banyak yang korupsi tanpa pernah dihukum? Sebagai ilustrasi, simaklah satu kisah nyata ini! Paduan suara salah satu PTN di Ban- dung biasa diundang oleh pe- merintah daerah (pemda) di Bandung bila ada aeara besar, Paduan suara itu wajib menyanyikan enam-tujuh lagu. Pesertanya yang diajukan res- mi biasanya 30 mahasiswa, tetapi kadang-kadang yang bisa tampil di bawah jumlah ini. Mereka dijanjikan honorarium besar menli'rut ukuran maha- siswa. Seusai penampilan, sang bendahara paduan suara PTN itu disuruh panitia acara menandatangani kuitansi de- ngan angkajelas Rp 32,5.(tiga puluh duajuta lima ratus ribu rupiah), tetapi yang cair hanya Rp 6 juta- Rp 10juta, Dia juga dipaksa membubuhkantanda tangan (tentu saja palsu) se- mua anggota paduansuara yang tidak hadir, Suatu ketika paduan suara itu memiliki bendahara baru, Dia tidak mau membubuhkan tanda tangan palsu dalam daf- tar hadir peserta paduan uara itu. Dia juga tak mau meneken kuitansi karena yang dia terima hanya Rp 10juta. Tentu saja ini berbuntut panjang karena sang bendahara dianggap melanggar kebiasaan (yang buruk), Ketua paduan suara tersebut kepada sang bendara mengatakan, itu (penyunatan honorarium yang lebih 65 persen) sudah biasa. Kalau tidak diterima, nanti paduan suara mereka tidak akan memperolehjob (peker- jaan atau undangan tampil) dari pemda besar itu. Dengan sangat berat hati sang benda- hara meneken kuitansi (tanpa tanda terima) berisi Rp 32,5ju- ta dan menerima hanya Rp 10 juta. Dia juga terpaksa mem- bubuhkan tanda tangan palsu sahabat-sahabatnya yang tak ikut tampil dalam acara. Bendahara baru itu sempat stres berat bermingu-minggu karena sebelumnya kedua orangtuanya melarangnya menandatangani kuitansi dan daftar hadir asli tapi palsu itu. Sejak kecil pun dia diajar ayah- bundanya untuk tidak meneuri hak milik orang lain. Dia merasa berdosa besar karena dipaksa tarut mendukung KO- rupsi. Tragedi, yang oleh para seniornya di paduan suara PTN itu sudah biasa, membuat ma- hasiswa tersebut tak memer- cayai lagi seluruh pejabat pem- da atau pemerintah. Suatu praktik buruk (korup- si) yang disaksikan langsung oleh mahasiswa jauh lebih efektif daripada mata kuliah pendidikan antikorupsi berbobot 25 satuan kredit se- mester sekalipun, dengan nilai A pula. Peneegahan alumni se- mua PT melakukan korupsi haruslah melalui keteladanan para orangtua, guru, kepala sekolah, dosen, pemimpin (pe- jabat) PT, pejabat dan pegawai Dinas Pendidikan, serta sege- nap jajaran Kemdikbud di Senayan Jakarta sana, Kete- ladanan konkret mereka jauh lebih efektifketimbang seribu khotbah subuh. *** Iq I p In I Hum a I U np .• d2012

Transcript of Gelar Al(.ademil( Dicabut? - Universitas...

  • Pikiran Rakyat

    ,'.

    Gelar Al(.ademil(. Dicabut?

    G ELAR. akademik lulu-san perguruan tinggi(PT) atau alumni yangterbukti korupsi dieabut?Bagaimana logikanya, apadasar hukumnya, apa dosa per-guruan tinggi atau almamater-nya. Juga, sejauh mana tang-gung jawab yuridis formal PTterhadap para lulusannya yangtelah meninggalkan kampus.Bersalahkah PT yang telahsungguh-sungguh mendidikpara mahasiswa dengan baik,termasuk dalam hal moral, tapidi lapangan kerja dia/rnerekakorupsiatauterpaksa/dipaksaoleh lingkungannya untuk ko-rupsi?Pernyataan tegas Rektor In-

    stitut Teknologi Telkom Ban-dung, Ahmad Tri Hanuranto(Pikiran Rakyat, 30/7),menarik untuk dikaji. Tam-paknya sang rektor PT swasta(PTS) itu terinspirasi olehpernyataan Rektor UniversitasBina Nusantara (Binus) Jakar-ta, Harjanto Prabowo, baru-baru ini. Sejak 2011 pemimpinBinus menerapkan aturan ten-tang pencabutan ijazah kesar-janaan (maksudnya gelarakademik) bila lulusannya se-eara hukum terbukti korupsi.Harjanto menegaskan, aturankeras itu dibuat karena korupsidi negeri ini semakin marak disemua sektor. Peran PT me-ngajarkan bukan ilmu penge-tahuan belaka, tetapi juga men-didik karakter mahasiswa. Bila

    :

    kelak terbukti korupsi, berartilulusan yang bersangkutan ga-gal mengimplementasikan ni-lai-nilai PT (Binus) yang telahdiserapnya di kampus, sehing-ga ijazah kesarjanaannya pan-tas dicabut (Kompas, 27/7).Akan tetapi, sang rektor

    tidak menjelaskan dasarhukum pembuatan aturankeras tersebut. Motif dan se-mangat besar kedua rektor PTSitu haruslah kita dukungsepenuhnya, tetapi peraturanresmi PT haruslah berlan-daskan hukum formal. Kitapastilah setuju, semua lulusanPT seharusnya tidak korupsi.Tentu tak satu pun PT di negeriini yang sengaja mengajarkankiat-kiat jitu korupsi kepadapara mahasiswanya. BeberapaPTN dan PTS di Pulau Jawa se-jak beberapa tahun lalu mem-berikan kuliah pendidikan an-tikorupsi sebagai mata kuliahwajib. Bahkan, mata kuliah ter-baru ini akan diwajibkan di se-mua PT. Ini melengkapi matakuliah agama yang wajib dia-jarkan di semua PT. Kementer-ian Pendidikan dan Kebu-dayaan (Kemdikbud) telahmelatih 1.000 dosen PTN danPTS untuk mengajarkan matakuliah terbaru itu (Kompas,28/7). Pemberian (penamba-han) mata kuliah ini diha-rapkan bisa mencegahpara lu-lusan PT korupsi. .~Akan tetapi, yakinkah Anda

    (yang terhormat) penambahanl-

    t

    mata kuliah di bidang moral iniefektif? Akankah semua maha-siswa yang telah lulus pen-didikan antikorupsi tak lagimenjiplak (meneuri karyaorang lain)? Akankah para ma-hasiswa tidak lagi meneontekkarya mahasiswa lainnya se-waktu ujian tengah dan akhirsemester? Tentu kita masihingat Penataran P4 (PedomanPenghayatan dan PengamalanPaneasila) pada zamankekuasaan otoriter PresidenSoeharto atau Orde baru, Pe-nataran itu wajib diikuti semuasiswa dan mahasiswa baru,para wartawan, pejabat,anggota lembaga legislatif, danpara pengusaha, Apa hasilnya?Bagaimana mungkin mata

    kuliah pendidikan antikorupsiefektifbila mahasiswa sejak ke-eil sudah diajar korupsi olehpara orangtua, guru, pejabat,dan media massa? Mahasiswapasti sangat sinis terhadap ma-ta kuliah wajib itu, Bagaimanamungkin mahasiswa pereayaterhadap dosen dan materi ku-liah tersebut bila mereka tahupasti bahwa di lingkungankampus mereka sendiri, di Ke-menterian Pendidikan dan Ke-budayaan, di Dinas Pen-didikan, dan di sekolah-sekolahpun banyak yang korupsi tanpapernah dihukum?Sebagai ilustrasi, simaklah

    satu kisah nyata ini! Paduansuara salah satu PTN di Ban-dung biasa diundang oleh pe-merintah daerah (pemda) diBandung bila ada aeara besar,Paduan suara itu wajibmenyanyikan enam-tujuh lagu.Pesertanya yang diajukan res-mi biasanya 30 mahasiswa,tetapi kadang-kadang yang bisatampil di bawah jumlah ini.Mereka dijanjikan honorariumbesar menli'rut ukuran maha-siswa. Seusai penampilan, sangbendahara paduan suara PTNitu disuruh panitia acaramenandatangani kuitansi de-ngan angkajelas Rp 32,5.(tigapuluh duajuta lima ratus riburupiah), tetapi yang cair hanyaRp 6 juta- Rp 10 juta, Dia jugadipaksa membubuhkantandatangan (tentu saja palsu) se-mua anggota paduansuarayang tidak hadir,Suatu ketika paduan suara

    itu memiliki bendahara baru,Dia tidak mau membubuhkantanda tangan palsu dalam daf-

    tar hadir peserta paduan uaraitu. Dia juga tak mau menekenkuitansi karena yang dia terimahanya Rp 10juta. Tentu saja iniberbuntut panjang karena sangbendahara dianggap melanggarkebiasaan (yang buruk), Ketuapaduan suara tersebut kepadasang bendara mengatakan, itu(penyunatan honorarium yanglebih 65 persen) sudah biasa.Kalau tidak diterima, nantipaduan suara mereka tidakakan memperolehjob (peker-jaan atau undangan tampil)dari pemda besar itu. Dengansangat berat hati sang benda-hara meneken kuitansi (tanpatanda terima) berisi Rp 32,5ju-ta dan menerima hanya Rp 10juta. Dia juga terpaksa mem-bubuhkan tanda tangan palsusahabat-sahabatnya yang takikut tampil dalam acara.Bendahara baru itu sempat

    stres berat bermingu-minggukarena sebelumnya keduaorangtuanya melarangnyamenandatangani kuitansi dandaftar hadir asli tapi palsu itu.Sejak kecil pun dia diajar ayah-bundanya untuk tidak meneurihak milik orang lain. Diamerasa berdosa besar karenadipaksa tarut mendukung KO-rupsi. Tragedi, yang oleh paraseniornya di paduan suara PTNitu sudah biasa, membuat ma-hasiswa tersebut tak memer-cayai lagi seluruh pejabat pem-da atau pemerintah.Suatu praktik buruk (korup-

    si) yang disaksikan langsungoleh mahasiswa jauh lebihefektif daripada mata kuliahpendidikan antikorupsiberbobot 25 satuan kredit se-mester sekalipun, dengan nilaiA pula. Peneegahan alumni se-mua PT melakukan korupsiharuslah melalui keteladananpara orangtua, guru, kepalasekolah, dosen, pemimpin (pe-jabat) PT, pejabat dan pegawaiDinas Pendidikan, serta sege-nap jajaran Kemdikbud diSenayan Jakarta sana, Kete-ladanan konkret mereka jauhlebih efektifketimbang seribukhotbah subuh. ***

    Iq I p In I Hum a I Unp .•d 2 012