Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

download Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

of 12

Transcript of Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    1/12

    1 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    REFORMULASI GBHN

    MENGUATKAN KEDUDUKAN

    PEDOMAN PEMBANGUNAN NASIONAL1 

    Ir. H. Cholid Mahmud, M.TAnggota DPD RI Dapil DIY

    Salah satu hasil amandemen yang krusial terhadap UUD 1945 adalah hilangnya GBHN

    sebagai pedoman atau haluan negara dalam pelaksanaan pembangunan nasional. GBHN ini

    hilang seiring dengan berubahnya tugas lembaga MPR sebagai konsekuensi dari berubahnya posisi kelembagaannya dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tingi negara sejajar

    dengan lembaga tinggi negara lainnya, yaitu presiden, DPR, DPD, MA, BPK, dan MK.

    Hilangnya GBHN berarti hilangnya sarana pemandu pelaksanaan pembangunan nasional

    yang telah terbukti mampu memandu ORBA melaksanakan kegiatan pembangunan berturut-

    turut sejak dari 1973 sampai 1998. Dengan GBHN rezim ORBA melaksanakan

     pembangunan secara bertahap dari satu capaian pembangunan yang mampu diraih pada satu

     periode pemerintahan kecapaian berikutnya yang lebih tinggi pada periode pemerintahan

     berikutnya. Dengan GBHN pembangunan dapat dilaksanakan secara terencana, terkendali

    dan terevaluasi . Karena posisinya yang krusial sebagai pemandu pelaksanaan pembangunan

    maka GBHN yang hilang harus ada penggantinya. Karena itulah di era reformasi ini muncul

    RPJPN yang oleh rezim pembuatnya dimaksudkan sebagai pengganti GBHN.

    Belakangan RPJPN mendapat banyak tangapan kritis karena dianggap tidak representatip

    sebagai pengganti GBHN, alias tidak kredibel untuk disebut sebagai panduan dalam

     pelaksanaan pembangunan. Fenomena pelaksanaan pembangunan antara pusat dan daerah

    1 Makalah ini untuk disampaikan Pak Cholid dalam FGD tentang “Reformulasi Model GBHN: Upaya

    Mewujudkan Kesatuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah”, Universitas Gadjah Mada

    bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Kamis, 6 sept 2012, 080.00  – 15.30, Hotel Phoenix,

    Yogyakarta.

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    2/12

    2 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    dan antar daerah yang saling tidak sinkron karena jalan sendiri-sendiri yang terjadi saat ini

    ditengarai sebagai bukti nyata inkredibiltas tersebut.

    Untuk dapat segera kembali ke rel yang benar dalam pelaksanaan pembangunan maka

    konsep perencanaan pembangunan harus segera dibenahi. Pertanyaannya adalah apakah

    konsep itu berupa kembali kepada konsep GBHN atau cukup dengan merevitalisasi konsep

    RPJPN yang dimiliki saat ini? Atau memunculkan sebuah alternatip konsep baru lagi?

    GBHN vs RPJPN

    Di era ORBA landasan pembangunan yang paling dasar setelah UUD 1945 adalah keputusan

    MPR, saat MPR secara kelembagaan masih menjadi lembaga tertinggi negara. Dan salah satu

    keputusan MPR yang menjadi landasan paling dasar pembangunan adalah GBHN. Hal ini

    ditegaskan dalam UUD 1945 (pra perubahan) pasal 3 yang menyatakan  Majelis

     Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari

    ada haluan negara.

    Terhadap bunyi pasal 3 UUD 1945, dalam penjelasannya dinyatakan bahwa oleh Karena

     Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang, kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak

    terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan

     segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan

    apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari. Dari penjelasan ini dapat dipahami

     bahwa GBHN disusun lima tahun sekali karena alasan untuk mengakomodasi perkembangan

    dan dinamika paling mutakhir yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian

    diharapkan GBHN akan bersifat responsif dan uptodate terhadap problem-problem

    masyarakat.

    Dalam prakteknya GBHN telah dibuat sebanyak 6 kali (GBHN 1973, 1978, 1983, 1988,

    1993, dan 1998 (berusia hanya 6 bulan)) membersamai 32 tahun kepemimpinan ORBA di bawah hanya seorang presiden, jenderal Suharto. Ini artinya, MPR sejak 1973 senantiasa

    melakukan tugas rutinnya menyusun GBHN untuk dimandatkan pelaksanaannya kepada

     presiden yang diangkatnya yang orangnya itu-itu juga, jenderal Suharto.

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    3/12

    3 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    Dalam melaksanakan GBHN yang bersifat lima tahunan rezim ORBA membuat REPELITA

    yang didalamnya termuat rencana teknis pelaksanaan GBHN. REPELITA ini sempat

    terlaksana juga 6 kali seiring dengan GBHNnya. Penyusunan program REPELITA

    ditugaskan kepada BAPPENAS yang dalam prosesnya selalu mengikuti alur logika sebagai

     berikut:

    Berdasarkan alur logika di atas dapat dibaca bahwa GBHN yang merupakan produk MPR di

    samping berfungsi sebagai arahan juga sekaligus menjadi pedoman evaluasi terhadap

     presiden sebagai mandataris MPR dalam melaksanakan tugasnya. Sukses-gagal pesiden akan

    dilihat dari sejauh mana preseiden mampu melaksanakan amanat MPR yang tertuang dalam

    GBHN.

    Agar materi GBHN selaras dengan kondisi dan aspirasi masyarakat maka dalam mekanisme

     penyusunannya telah dibuat sedemikian rupa sehingga proses tersebut menjangkau aspirasi

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    4/12

    4 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    masyarakat sejak dari lapisan bawah. Gambaran dari proses ini dapat dilihat dalam bagan

     proses berikut2:

    Alur proses seperti di atas menunjukkan bahwa aspirasi masyarakat di setiap level

    dikehendaki dapat terserap seluruhnya. MUSBANGDES merupakan penyerapan aspirasi

    yang dilaksanakan di tingkat desa, Temu karya UDKP di tingkat kecamatan, RAKORBANG

    DT II ditingkat Kotamadya/Kabupaten, RAKORBANG DT I di tingkat propinsi, dan

    terakhir di tingkat nasional.

    Dalam pelaksanaannya alur penyerapan aspirasi tersebut dapat berjalan walaupun tidak selalu

     bisa konsisten menyentuh lapiran masyarakat awam. Dalam banyak pengamatan lapangan

    2 Sumber, Makalah Deddy Supriady Bratakusumah, “ Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Sistem

    Perencanaan Pembangunan Nasional”. 

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    5/12

    5 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    ketika itu menemukan bahwa di forum-forum penyerapan aspirasi tersebut yang hadir atau

    dihadirkan adalah selalu lembaga “representatif” masyarakat. Kalau di tingkat desa yang

    hadir adalah LKMD sedangkan di tingkat DT II yang hadir adalah wakil pemerintah dan

    anggota DPRD, itupun panitia anggaran. Bukan masyarakat awam langsung. Karena itulah

    tidak bisa dijamin apakah suara aspirasi masyarakat murni telah benar-benar tersampaikan.

    Faktanya tidak sedikit keluhan yang muncul di tingkat masyarakat terkait dengan tidak

    sesuainya program pembangunan yang ditawarkan pemerintah dengan kebutuhan mereka

    yang sebenarnya. Ketidaksesuaian itu menyentuh baik program yang bersifat pegembangan

    SDM, pembangunan phisik, atapun yang berifat bantuan. Teori prosesnya bottom up tetapi

    rasa nyatanya topdown.

    Selanjutnya, setelah mekanisme-mekanisme penyusunan rencana pembangunan telah dibuat

    sedemikian bagus seperti itu, bagaimanakah implementasinya dalam pembuatan GBHN ?

    Pessimis! Ada seorang peneliti ketika itu mengatakan bahwa dinamika yang berubah-ubah

    dalam masyarakat ternyata tidak serta merta tercermin ke dalam GBHN yang rutin disusun

    MPR setiap lima tahun itu.

    Hal itu dibuktikan bahwa rumusan tujuan dalam 6 buah GBHN yang dihasilkan sepanjang

    usia ORBA hampir tidak mengalami perubahan. Rumusan tujuan itu memiliki kesamaan satu

    sama lain, yaitu  Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil

    dan makmur yang materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara

     Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu dalam suasana peri

    kehidupan Bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan

     pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai3.

    Uniknya tujuan ini menghasilkan tema REPELITA yang berbeda dari periode ke periode.

    Titik Berat Pada Rangkaian Pelita-kepelita adalah sebagai berikut: Repelita Pertama: titik

    berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian . Repelita Kedua:

    titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan

    mentah menjadi bahan baku. Repelita Ketiga: titik berat pada sektor pertanian dengan

    3 Tap MPR No. IV/MPR/1973, Tap MPR No. IV/MPR/1978, Tap MPR No.II/MPR/1983, Tap MPR No.

    II/MPR/1988, Tap MPR No. II/MPR/1993, dan Tap MPR No. II/MPR/1998, tentang GBHN.

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    6/12

    6 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Repelita Keempat:

    titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan

    mesin industri sendiri untuk terus dikembangkan dalam Repelita selanjutnya.

     Namunpun demikian, terlepas dari banyak catatan GBHN bagaimanapun telah berhasil

    menjadi pegangan rezim ORBA untuk mengkonsolidasikan politik dan pembangunan

    sekaligus sehingga kondisi sosio politik bisa dijaga tetap stabil dan pembangunan bisa

     berjalan secara terkendali.

    Karenanya wajar jika saat ini sekolompok orang tertentu, mungkin karena pessimis melihat

    kepemimpinan di tingkat  nasional yang lemah, memimpikan suasan ORBA yang damai,

    tertib dan terkendali hadir kembali. Lupa bahwa kondisi stabil itu terbungkus dalam praktek

     politik otoriter.

    GBHN adalah produk ORBA yang ternyata keberadaannya cukup krusial sebagai pedoman

    haluan dalam pelaksanaan pembangunan. Namun, aspirasi bersemangat reformasi telah

    menghilangkannya dari sistim pembangunan nasional. Padahal keberadaannya, belakangan

    disadari, tetap dibutuhkan.

    Kemudian dimunculkannlah RPJPN, sebagaimana tertuang dalam UU no 17 tahun 2007

    tentang RPJPN. Munculnya UU ini merupakan konsekuensi dari amanat UU no 25 tahun

    2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam UU ini, pasal 13 ayat 1

    menyatakan RPJP nasional ditetapkan dengan UU .

    Tetapi hadirnya UU RPJPN ternyata tidak serta merta membuat puas mereka yang

    menghendaki hadirnya sebuah dokumen pedoman perencanaan dan pelaksanaan

     pembangunan sebagaimana GBHN. Kritik itu antara lain menyatakan dokumen RPJPN

    yang berupa UU lemah dibandingkan GBHN yang berstatus sebagai TAP MPR. Status

    sebagai UU ini memunculkan pessimisme di kalangan beberapa kritikus bahwa RPJPN akanmampu me-replace  GBHN. Dengan status ini RPJPN diyakini tidak akan powerful  untuk

    menjadi rujukan utama perencanaan pembangunan nasional. Dibanding GBHN, GBHN pada

    masanya bahkan begitu sakral sehingga “haram” untuk dilanggar. 

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    7/12

    7 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    Pendapat mengenai lemahnya RPJPN bahkan sejalan dengan kesimpulan sebuah seminar

    yang dihelat di Universitas Manokwari, Papua, yang khusus membahas tentang hal itu. . Eva

    K. Sundari, anggota DPR RI dari komisi III, mengutip kesimpulan dalam seminar tersebut

    menyatakan bahwa …. adanya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana

     Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005  –  2025 tidak dapat dianggap

     sebagai 'haluan'. Pasalnya, UU ini lebih mencerminkan visi personal presiden yang belum

    tentu mengarah pada tujuan nasional 4. Pernyataan ini dimuat dibeberapa media ketika itu.

    Kesimpulan seminar seperti di atas menkritik RPJPN sebagai bervisi personal presiden.

    Berangkat dari kesimpulan seperti ini, dengan tanpa berpretensi untuk menjawab isi

    kritiknya, adalah bijak untuk mencoba mencermati RPJPN paling tidak dari segi proses

     pembuatannya dan tujuannya.

    Pertama, RPJPN dibuat untuk berlaku 20 tahun, 2005-2025. Dalam prosesnya

     penyusunannya telah dirancang sedemikian rupa sehingga aspiratif terhadap seluas-luasnya

    masyarakat. Gambaran proses ini dapat dicermati dalam UU no 25 tahun 2004, pasal 10 sp

     pasal 13. Proses awal dimulai, berdasarkan pasal 10, ayat 1, dimana Mentri menyiapkan

    RPJP Nasional. Pasal 10, ayat 3 menyatakan bahwa rancangan menteri tersebut untuk

    menjadi bahan Musrenbang. Selanjutnya Pasal 11, ayat 1 & 2, menyatakan Mentri

    menyelenggarakan musrembang yang diikuti oleh unsur penyelenggara negara dengan

    mengikutsertakan masyarakat. Pasal 12 ayat 1, selanjutnya menyatakan Mentri menyusun

    rancangan akhir RPJP berdasarkan hasil Musrenbang, sebagaimana dimaksud dalam pasal

    11. Terakhir, pasal 13, menyatakan RPJP Nasional ditetapkan dengan UU. Ringkasnya, RPJP

    disusun mulai dari tahapan perencanaan, musrenbang untuk menjaring aspirasi masyarakat,

    dan kemudian penetapannya melalui UU.

    Karena RPJP ditetapkan melalui UU maka ini berarti dalam proses penyusunannya juga

    melibatkan DPR dengan segala mekansime tahapan pembahasan yang berlaku di DPR.Artinya, proses penyusunan RPJP dengan demikian juga telah melalui proses politik yang

    rumit dan melelahkan dengan melibatkan kekuatan-kekuatan politik yang ada di DPR.

    Artinya, ketika RPJPN resmi diundangkan maka, secara teori, telah terakomodasi

    4  GATra online, 18 Agustus 2012, 13.00

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    8/12

    8 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    didalamnya semua kepentingan dari seluruh komponen bangsa ini. Bandingkan dengan

    GBHN yang dibahas oleh MPR yang komposisi keanggotaannya juga terdiri atas wakil dari

     partai-partai politik.

    Dengan proses pembahasan yang berliku seperti itu, dimana rancangan awal telah

    dimusrenbangkan dan pada tahap akhir di DPR-kan , masihkah tuduhan “visi personal” layak

    disematkan kepada RPJPN?

    Kedua, mengenai keampuhan RPJPN menjadi rujukan bagi semua pihak dalam perencanaan

    dan pelaksanaan pembangunan dapat diketahui dengan melihat tujuan disusunnya RPJPN.

    UU no 25 tahun 2004 ttg RPJPN, pasal 2 ayat 4 menyatakan sebagai berikut:

    Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:

    a.  mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;

    b.  menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antarDaerah,

    antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;

    c.  menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,

     pelaksanaan, dan pengawasan;

    d.  mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan

    e.  menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan,

    dan berkelanjutan.

    Berdasarkan rumusan tujuan seperti di atas maka kalau semua komponen pelaku

     pembangunan bangsa ini merujuk dengan konsisten kepada UU RPJPN maka masalah-

    masalah inkonsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, baik antara pusat

    dan daerah maupun antar daerah sendiri, mestinya tidak terjadi. Karena UU ini menghendaki

    sebaliknya, yaitu upaya koordinasi di antara elemen-elemen stakeholders  pembangunan, di

     pusat maupun di daerah.

    Setelah menguraikan gambaran GBHN dan RPJPN seperti di atas, dapat diketahui beberapa

     persamaan dan perbedaan diantara keduanya. Perbedaannya, pertama, GBHN berstatus

    sebagai TAP MPR karena diproduk oleh MPR yang berkedudukan sebagai lembaga tertinggi

    negara, sedangkan RPJPN berstatus sebagai UU karena diproduk oleh DPR bersama

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    9/12

    9 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    Presiden. Secara strategis, kedudukan GBHN jauh lebih powerful  dibanding RPJPN. Kedua,

    GBHN bersifat lima tahunan sedangkan RPJPN bersifat 20 tahunan.

    Persamaannya, berdasarkan aturan yang mendasari pelaksanaannya, dalam proses

     penyusunan GBHN dan RPJPN keduanya telah “berkomitmen” melibatkan partisipasi

    masyarakat yang luas dan kekuatan-kekuatan politik di parlemen, GBHN di MPR dan

    RPJPN di DPR. Dari sisi ini sebenarnya RPJPN pun sudah cukup legitimatif untuk dijadikan

    dasar acuan pembangunan karena secara teori telah representatif mengakomodasi semua

    kepentingan, tergantung kekuatan  politicalwill yang mendukungnya.

    Back to GBHN?

    Mungkin karena di bingungkan oleh begitu banyaknya masalah yang muncul di era

    reformasi sekarang ini bermunculanlah ide atau aspirasi untuk kembali kepada GBHN.

    Makna kembali dalam konteks ini, jika mencermati lontaran beberapa pihak akhir-akhir ini,

    merentan dari kembali kepada GBHN dalam maknanya seperti di era ORBA sampai kepada

    kembali pada makna substansinya, yaitu kepada GBHN yang powerful seperti di era ORBA

    terlepas dari apapun namanya “GBHN” itu.

    Kembali dalam maknanya yang esktrim umunya dilontarkan oleh pihak-pihak yang sejak

    awal keberatan terhadap dilakukannya amandemen UUD 1945. Tuntutannya adalah kembali

    kepada UUD 1945 pra amandemen. Artinya include didalamnya kembali kepada GBHN ala

    ORBA. Sementara yang lain mengaspirasikan kembali dalam maknanya yang substansial

    yaitu sebuah “GBHN” yang more powerful dari pada RPJPN sekarang ini.

     Namun apapun aspirasinya, terdapat beberapa catatan yang perlu dicermati secara bersama

    manakala ingin mereformulasi GBHNagar benar-benar bergeraknya ke depan, bukan justru

    mundur ke belakang, yaitu bahwa situasi dan kondisi sosio politik nasional di era reformasi

    saat ini telah berbeda 180 derajat dengan di era ORBA.

    Sebuah pertanyaan yang mungkin menarik untuk dicermati adalah kenapa atau bagaimana

    GBHN di era ORBA mampu bertahan selama 32 tahun dan menghasilkan capaian-capaian

     pembangunan yang senantiasa meningkat dari period ke periode? Apakah karena GBHN itu

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    10/12

    10 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

     berkedudukan sebagai TAP MPR semata-mata yang karenanya ia begitu powerful  menjadi

    rujukan konsep pembangunan?

    ORBA ditandai melalui beberapa cirinya yang khas, yaitu secara politik rezim pemerintah

     berperilaku sangat otoriter, sistim pemerintahan bersifat sentralistis, dan tidak ada pilpres dan

     pilkada langsung. Penguasa eksekutif, Presiden Suharto, sedemikian kuatnya sehingga tidak

    ada satupun kekuatan politik yang dapat mengendalikannya, justru semuanya subordinan

     berhadapan dengannya. Pemilu bagi sang penguasa ini hanyalah sebuah ritual limatahunan

    yang fungsinya terutama untuk memperbaharui legitimasi kekuasaan yang dimilikinya. Dan

    karena itulah semua bisa diatur olehnya. Dalam konteks inilah bisa difahami bahwa

    walaupun GBHN bersifat limatahunan tetapi dijamin corak dan irama kontennya pasti bisa

    dibuat linier, karena sudah dipastikan tidak akan ada gangguan dari kompetitor manapun.

    Saat ini, di era reformasi, situasi dan kondisinya sudah sedemikian berubah. Era reformasi

    ditandai dengan terbukanya kran demokrasi dan keterbukaan berpendapat. Situasi ini

    membawa konsekuensi kepada berubahnya banyak mekanisme dan prosedur dalam tata cara

     berbangsa kita. Seperti sistim pemerintahan yang berubah menjadi desentralistis, pilpres dan

     pilkada berlangsung melalui mekanisme pilihan langsung. Kehidupan yang demokratis

     begitu terasa. Kebebasan berekspressi dan berpendapat demikian terbuka. Dalam situasi

    seperti ini masihkah pola GBHN ORBA kompatibel untuk dipertahankan?

    Lalu dimanakah posisi RPJPN? Setelah RPJPN ditetapkan masa berlakunya 20 tahun, 2005 –  

    2025, bisakah dijamin bahwa dokumen ini akan tetap dipertahankan sampai akhir masa

     berlakunya?

    Sistim pilpres langsung telah menghadirkan sebuah mekanisme baru dalam proses pemilihan

     presiden. Dalam mekanisme baru ini jika seseorang ingin menjadi presiden maka ia harus

    didukung oleh mayoritas rakyat dalam pilpres. Dan kalau ingin didukung maka seseorang

    tersebut harus dikenal oleh massa pemilih, sejak dari siapa dirinya sampai kepada apa yang

    akan dilakukannya jika menjadi presiden. Karena itu seorang kandidat dituntut mampu

    menawarkan visi dan misi yang handal, dan agar menang maka tawarannya harus lebih baik

    daripada kompetitornya. Bisa dipastikan bahwa visi misi yang akan didukung rakyat pastilah

    visi misi yang tepat membaca situasi komtemporer kehidupan mereka, yaitu tepat dalam

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    11/12

    11 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

    membaca problem yang sedang dihadapi masayarakt dan tepat pula dalam merumuskan

    solusi yang akan ditawarkan untuk mengatasi problem tersebut.

    Lalu pertanyaannya adalah bagaimana menjamin bahwa pemenang dalam pilpres telah

    menawarkan visi dan misi kepada rakyat yang sama atau sejalan dengan RPJPN? Atau

    seandainya tidak sejalan lalu bagaimana solusinya? Sementara masa berlaku 20 tahun bagi

    RPJPN itu sama dengan empat kali pilpres. Mungkin sulit menjamin bahwa ke empat

     pemenang pilpres pada setiap periode pilpres akan konsisten taat azas terhadap materi

    keterbukaan di era reformasi sekarang ini mungkin lemah sehingga perlu ditinjau ulang.

    Reformulasi Pedoman Pembangunan Nasional

    Mencermanti keberadaan pedoman perencanaan pembangunan dari perspektif situasi dan

    kondisi saat ini memang terasa dilemmatis. Harus diakui bahwa memang ada masalah.

    RPJPN yang kita miliki saat ini potensial bermasalah dari sisi statusnya sebagai UU karena

    terasa kurang powerful  dan masa waktunya yang berjangka 20 tahun karena belum tentu

    kompatibel dengan situasi dan kondisi demokrasi yang telah terbangun saat ini. Dan

    seandainya ingin kembali kepada GBHN ala ORBA juga sama bermasalahnya karena situasi

    dan kondisi sosio politik yang memang sudah berbeda saat ini. Lalu bagaimana solusinya ?

    Untuk menjawab situasi dilemmatis yang ada ini mungkin terdapat banyak alternatif yang

    mungkin diberikan oleh pihak-pihak yang peduli. Dalam hal ini salah satu alternatif solusi

    yang, menurut kami, layak dipertimbangkan adalah dengan MENGANGKAT STATUS

    RPJPN DARI UU MENJADI KEPUTUSAN MPR. Ini dimungkinkan karena berdasarkan

    UU no 12 tahun 2011, salah satu jenis aturan perundangan dalam hierarki perundangan

    nasional adalah KEPUTUSAN MPR.

    Jika RPJPN menjadi KEPUTUSAN MPR maka beberapa konsekuensi logis dari perubahan

    ini dapat diharapkan muncul, sebagai berikut:

    1.  Kedudukan RPJPN menjadi lebih kuat sama seperti GBHN di era ORBA.

    2.  Menjadikan MPR punya alasan untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan RPJPN

    oleh presiden, walaupun relasi di antara keduanya tidak harus sama dengan di era

    ORBA dimana presiden adalah mandataris MPR. Bentuk relasi di antara keduanya

  • 8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn

    12/12

    12 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com

     bisa dirancang sedemikian rupa dimana tujuan intinya adalah mengikat presiden

    terpilih untuk melaksanakan KEPUTUSAN MPR TENTANG RPJPN. Illustrasi

     berikut mungkin bisa menjadi inspirasi tentang bagaimana selayaknya hubungan itu

    dibangun.

    Sekedar illustrasi; Berdasarkan uud 1945 pasal 7b, manakala presiden melanggar

    UUD 1945 maka DPR bisa melaporkan pelanggaran tersebut kepada MK. Kemudian

    MK akan memeriksa laporan tersebut. Seandainya terbukti terjadi pelanggaran maka

    DPR bisa melanjutkan usulan pemberhentian kepada MPR untuk ditindaklanjuti.

    Selanjutnya MPR akan melakukan pembahasan untuk menyatakan sikap politiknya,

    apakah presiden akan diberhentikan atau dimaafkan.

    3.  Karena alternatif ini memanfaatkan peluang dalam UU no 12 tahun 2011 maka tidak

    menuntut dilakukannya amandemen UUD 1945. Artinya, mudah untuk dilakukan. 

    Wallahu a’lam bisshawab.