Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
-
Upload
merta-triyadi -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
1/12
1 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
REFORMULASI GBHN
MENGUATKAN KEDUDUKAN
PEDOMAN PEMBANGUNAN NASIONAL1
Ir. H. Cholid Mahmud, M.TAnggota DPD RI Dapil DIY
Salah satu hasil amandemen yang krusial terhadap UUD 1945 adalah hilangnya GBHN
sebagai pedoman atau haluan negara dalam pelaksanaan pembangunan nasional. GBHN ini
hilang seiring dengan berubahnya tugas lembaga MPR sebagai konsekuensi dari berubahnya posisi kelembagaannya dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tingi negara sejajar
dengan lembaga tinggi negara lainnya, yaitu presiden, DPR, DPD, MA, BPK, dan MK.
Hilangnya GBHN berarti hilangnya sarana pemandu pelaksanaan pembangunan nasional
yang telah terbukti mampu memandu ORBA melaksanakan kegiatan pembangunan berturut-
turut sejak dari 1973 sampai 1998. Dengan GBHN rezim ORBA melaksanakan
pembangunan secara bertahap dari satu capaian pembangunan yang mampu diraih pada satu
periode pemerintahan kecapaian berikutnya yang lebih tinggi pada periode pemerintahan
berikutnya. Dengan GBHN pembangunan dapat dilaksanakan secara terencana, terkendali
dan terevaluasi . Karena posisinya yang krusial sebagai pemandu pelaksanaan pembangunan
maka GBHN yang hilang harus ada penggantinya. Karena itulah di era reformasi ini muncul
RPJPN yang oleh rezim pembuatnya dimaksudkan sebagai pengganti GBHN.
Belakangan RPJPN mendapat banyak tangapan kritis karena dianggap tidak representatip
sebagai pengganti GBHN, alias tidak kredibel untuk disebut sebagai panduan dalam
pelaksanaan pembangunan. Fenomena pelaksanaan pembangunan antara pusat dan daerah
1 Makalah ini untuk disampaikan Pak Cholid dalam FGD tentang “Reformulasi Model GBHN: Upaya
Mewujudkan Kesatuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah”, Universitas Gadjah Mada
bekerjasama dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Kamis, 6 sept 2012, 080.00 – 15.30, Hotel Phoenix,
Yogyakarta.
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
2/12
2 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
dan antar daerah yang saling tidak sinkron karena jalan sendiri-sendiri yang terjadi saat ini
ditengarai sebagai bukti nyata inkredibiltas tersebut.
Untuk dapat segera kembali ke rel yang benar dalam pelaksanaan pembangunan maka
konsep perencanaan pembangunan harus segera dibenahi. Pertanyaannya adalah apakah
konsep itu berupa kembali kepada konsep GBHN atau cukup dengan merevitalisasi konsep
RPJPN yang dimiliki saat ini? Atau memunculkan sebuah alternatip konsep baru lagi?
GBHN vs RPJPN
Di era ORBA landasan pembangunan yang paling dasar setelah UUD 1945 adalah keputusan
MPR, saat MPR secara kelembagaan masih menjadi lembaga tertinggi negara. Dan salah satu
keputusan MPR yang menjadi landasan paling dasar pembangunan adalah GBHN. Hal ini
ditegaskan dalam UUD 1945 (pra perubahan) pasal 3 yang menyatakan Majelis
Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari
ada haluan negara.
Terhadap bunyi pasal 3 UUD 1945, dalam penjelasannya dinyatakan bahwa oleh Karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang, kedaulatan negara, maka kekuasaannya tidak
terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun Majelis memperhatikan
segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan
apa yang hendaknya dipakai untuk dikemudian hari. Dari penjelasan ini dapat dipahami
bahwa GBHN disusun lima tahun sekali karena alasan untuk mengakomodasi perkembangan
dan dinamika paling mutakhir yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian
diharapkan GBHN akan bersifat responsif dan uptodate terhadap problem-problem
masyarakat.
Dalam prakteknya GBHN telah dibuat sebanyak 6 kali (GBHN 1973, 1978, 1983, 1988,
1993, dan 1998 (berusia hanya 6 bulan)) membersamai 32 tahun kepemimpinan ORBA di bawah hanya seorang presiden, jenderal Suharto. Ini artinya, MPR sejak 1973 senantiasa
melakukan tugas rutinnya menyusun GBHN untuk dimandatkan pelaksanaannya kepada
presiden yang diangkatnya yang orangnya itu-itu juga, jenderal Suharto.
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
3/12
3 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
Dalam melaksanakan GBHN yang bersifat lima tahunan rezim ORBA membuat REPELITA
yang didalamnya termuat rencana teknis pelaksanaan GBHN. REPELITA ini sempat
terlaksana juga 6 kali seiring dengan GBHNnya. Penyusunan program REPELITA
ditugaskan kepada BAPPENAS yang dalam prosesnya selalu mengikuti alur logika sebagai
berikut:
Berdasarkan alur logika di atas dapat dibaca bahwa GBHN yang merupakan produk MPR di
samping berfungsi sebagai arahan juga sekaligus menjadi pedoman evaluasi terhadap
presiden sebagai mandataris MPR dalam melaksanakan tugasnya. Sukses-gagal pesiden akan
dilihat dari sejauh mana preseiden mampu melaksanakan amanat MPR yang tertuang dalam
GBHN.
Agar materi GBHN selaras dengan kondisi dan aspirasi masyarakat maka dalam mekanisme
penyusunannya telah dibuat sedemikian rupa sehingga proses tersebut menjangkau aspirasi
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
4/12
4 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
masyarakat sejak dari lapisan bawah. Gambaran dari proses ini dapat dilihat dalam bagan
proses berikut2:
Alur proses seperti di atas menunjukkan bahwa aspirasi masyarakat di setiap level
dikehendaki dapat terserap seluruhnya. MUSBANGDES merupakan penyerapan aspirasi
yang dilaksanakan di tingkat desa, Temu karya UDKP di tingkat kecamatan, RAKORBANG
DT II ditingkat Kotamadya/Kabupaten, RAKORBANG DT I di tingkat propinsi, dan
terakhir di tingkat nasional.
Dalam pelaksanaannya alur penyerapan aspirasi tersebut dapat berjalan walaupun tidak selalu
bisa konsisten menyentuh lapiran masyarakat awam. Dalam banyak pengamatan lapangan
2 Sumber, Makalah Deddy Supriady Bratakusumah, “ Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional”.
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
5/12
5 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
ketika itu menemukan bahwa di forum-forum penyerapan aspirasi tersebut yang hadir atau
dihadirkan adalah selalu lembaga “representatif” masyarakat. Kalau di tingkat desa yang
hadir adalah LKMD sedangkan di tingkat DT II yang hadir adalah wakil pemerintah dan
anggota DPRD, itupun panitia anggaran. Bukan masyarakat awam langsung. Karena itulah
tidak bisa dijamin apakah suara aspirasi masyarakat murni telah benar-benar tersampaikan.
Faktanya tidak sedikit keluhan yang muncul di tingkat masyarakat terkait dengan tidak
sesuainya program pembangunan yang ditawarkan pemerintah dengan kebutuhan mereka
yang sebenarnya. Ketidaksesuaian itu menyentuh baik program yang bersifat pegembangan
SDM, pembangunan phisik, atapun yang berifat bantuan. Teori prosesnya bottom up tetapi
rasa nyatanya topdown.
Selanjutnya, setelah mekanisme-mekanisme penyusunan rencana pembangunan telah dibuat
sedemikian bagus seperti itu, bagaimanakah implementasinya dalam pembuatan GBHN ?
Pessimis! Ada seorang peneliti ketika itu mengatakan bahwa dinamika yang berubah-ubah
dalam masyarakat ternyata tidak serta merta tercermin ke dalam GBHN yang rutin disusun
MPR setiap lima tahun itu.
Hal itu dibuktikan bahwa rumusan tujuan dalam 6 buah GBHN yang dihasilkan sepanjang
usia ORBA hampir tidak mengalami perubahan. Rumusan tujuan itu memiliki kesamaan satu
sama lain, yaitu Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil
dan makmur yang materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan bersatu dalam suasana peri
kehidupan Bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan
pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai3.
Uniknya tujuan ini menghasilkan tema REPELITA yang berbeda dari periode ke periode.
Titik Berat Pada Rangkaian Pelita-kepelita adalah sebagai berikut: Repelita Pertama: titik
berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian . Repelita Kedua:
titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan
mentah menjadi bahan baku. Repelita Ketiga: titik berat pada sektor pertanian dengan
3 Tap MPR No. IV/MPR/1973, Tap MPR No. IV/MPR/1978, Tap MPR No.II/MPR/1983, Tap MPR No.
II/MPR/1988, Tap MPR No. II/MPR/1993, dan Tap MPR No. II/MPR/1998, tentang GBHN.
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
6/12
6 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi. Repelita Keempat:
titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin industri sendiri untuk terus dikembangkan dalam Repelita selanjutnya.
Namunpun demikian, terlepas dari banyak catatan GBHN bagaimanapun telah berhasil
menjadi pegangan rezim ORBA untuk mengkonsolidasikan politik dan pembangunan
sekaligus sehingga kondisi sosio politik bisa dijaga tetap stabil dan pembangunan bisa
berjalan secara terkendali.
Karenanya wajar jika saat ini sekolompok orang tertentu, mungkin karena pessimis melihat
kepemimpinan di tingkat nasional yang lemah, memimpikan suasan ORBA yang damai,
tertib dan terkendali hadir kembali. Lupa bahwa kondisi stabil itu terbungkus dalam praktek
politik otoriter.
GBHN adalah produk ORBA yang ternyata keberadaannya cukup krusial sebagai pedoman
haluan dalam pelaksanaan pembangunan. Namun, aspirasi bersemangat reformasi telah
menghilangkannya dari sistim pembangunan nasional. Padahal keberadaannya, belakangan
disadari, tetap dibutuhkan.
Kemudian dimunculkannlah RPJPN, sebagaimana tertuang dalam UU no 17 tahun 2007
tentang RPJPN. Munculnya UU ini merupakan konsekuensi dari amanat UU no 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam UU ini, pasal 13 ayat 1
menyatakan RPJP nasional ditetapkan dengan UU .
Tetapi hadirnya UU RPJPN ternyata tidak serta merta membuat puas mereka yang
menghendaki hadirnya sebuah dokumen pedoman perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan sebagaimana GBHN. Kritik itu antara lain menyatakan dokumen RPJPN
yang berupa UU lemah dibandingkan GBHN yang berstatus sebagai TAP MPR. Status
sebagai UU ini memunculkan pessimisme di kalangan beberapa kritikus bahwa RPJPN akanmampu me-replace GBHN. Dengan status ini RPJPN diyakini tidak akan powerful untuk
menjadi rujukan utama perencanaan pembangunan nasional. Dibanding GBHN, GBHN pada
masanya bahkan begitu sakral sehingga “haram” untuk dilanggar.
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
7/12
7 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
Pendapat mengenai lemahnya RPJPN bahkan sejalan dengan kesimpulan sebuah seminar
yang dihelat di Universitas Manokwari, Papua, yang khusus membahas tentang hal itu. . Eva
K. Sundari, anggota DPR RI dari komisi III, mengutip kesimpulan dalam seminar tersebut
menyatakan bahwa …. adanya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025 tidak dapat dianggap
sebagai 'haluan'. Pasalnya, UU ini lebih mencerminkan visi personal presiden yang belum
tentu mengarah pada tujuan nasional 4. Pernyataan ini dimuat dibeberapa media ketika itu.
Kesimpulan seminar seperti di atas menkritik RPJPN sebagai bervisi personal presiden.
Berangkat dari kesimpulan seperti ini, dengan tanpa berpretensi untuk menjawab isi
kritiknya, adalah bijak untuk mencoba mencermati RPJPN paling tidak dari segi proses
pembuatannya dan tujuannya.
Pertama, RPJPN dibuat untuk berlaku 20 tahun, 2005-2025. Dalam prosesnya
penyusunannya telah dirancang sedemikian rupa sehingga aspiratif terhadap seluas-luasnya
masyarakat. Gambaran proses ini dapat dicermati dalam UU no 25 tahun 2004, pasal 10 sp
pasal 13. Proses awal dimulai, berdasarkan pasal 10, ayat 1, dimana Mentri menyiapkan
RPJP Nasional. Pasal 10, ayat 3 menyatakan bahwa rancangan menteri tersebut untuk
menjadi bahan Musrenbang. Selanjutnya Pasal 11, ayat 1 & 2, menyatakan Mentri
menyelenggarakan musrembang yang diikuti oleh unsur penyelenggara negara dengan
mengikutsertakan masyarakat. Pasal 12 ayat 1, selanjutnya menyatakan Mentri menyusun
rancangan akhir RPJP berdasarkan hasil Musrenbang, sebagaimana dimaksud dalam pasal
11. Terakhir, pasal 13, menyatakan RPJP Nasional ditetapkan dengan UU. Ringkasnya, RPJP
disusun mulai dari tahapan perencanaan, musrenbang untuk menjaring aspirasi masyarakat,
dan kemudian penetapannya melalui UU.
Karena RPJP ditetapkan melalui UU maka ini berarti dalam proses penyusunannya juga
melibatkan DPR dengan segala mekansime tahapan pembahasan yang berlaku di DPR.Artinya, proses penyusunan RPJP dengan demikian juga telah melalui proses politik yang
rumit dan melelahkan dengan melibatkan kekuatan-kekuatan politik yang ada di DPR.
Artinya, ketika RPJPN resmi diundangkan maka, secara teori, telah terakomodasi
4 GATra online, 18 Agustus 2012, 13.00
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
8/12
8 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
didalamnya semua kepentingan dari seluruh komponen bangsa ini. Bandingkan dengan
GBHN yang dibahas oleh MPR yang komposisi keanggotaannya juga terdiri atas wakil dari
partai-partai politik.
Dengan proses pembahasan yang berliku seperti itu, dimana rancangan awal telah
dimusrenbangkan dan pada tahap akhir di DPR-kan , masihkah tuduhan “visi personal” layak
disematkan kepada RPJPN?
Kedua, mengenai keampuhan RPJPN menjadi rujukan bagi semua pihak dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan dapat diketahui dengan melihat tujuan disusunnya RPJPN.
UU no 25 tahun 2004 ttg RPJPN, pasal 2 ayat 4 menyatakan sebagai berikut:
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:
a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antarDaerah,
antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan;
d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan,
dan berkelanjutan.
Berdasarkan rumusan tujuan seperti di atas maka kalau semua komponen pelaku
pembangunan bangsa ini merujuk dengan konsisten kepada UU RPJPN maka masalah-
masalah inkonsistensi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, baik antara pusat
dan daerah maupun antar daerah sendiri, mestinya tidak terjadi. Karena UU ini menghendaki
sebaliknya, yaitu upaya koordinasi di antara elemen-elemen stakeholders pembangunan, di
pusat maupun di daerah.
Setelah menguraikan gambaran GBHN dan RPJPN seperti di atas, dapat diketahui beberapa
persamaan dan perbedaan diantara keduanya. Perbedaannya, pertama, GBHN berstatus
sebagai TAP MPR karena diproduk oleh MPR yang berkedudukan sebagai lembaga tertinggi
negara, sedangkan RPJPN berstatus sebagai UU karena diproduk oleh DPR bersama
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
9/12
9 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
Presiden. Secara strategis, kedudukan GBHN jauh lebih powerful dibanding RPJPN. Kedua,
GBHN bersifat lima tahunan sedangkan RPJPN bersifat 20 tahunan.
Persamaannya, berdasarkan aturan yang mendasari pelaksanaannya, dalam proses
penyusunan GBHN dan RPJPN keduanya telah “berkomitmen” melibatkan partisipasi
masyarakat yang luas dan kekuatan-kekuatan politik di parlemen, GBHN di MPR dan
RPJPN di DPR. Dari sisi ini sebenarnya RPJPN pun sudah cukup legitimatif untuk dijadikan
dasar acuan pembangunan karena secara teori telah representatif mengakomodasi semua
kepentingan, tergantung kekuatan politicalwill yang mendukungnya.
Back to GBHN?
Mungkin karena di bingungkan oleh begitu banyaknya masalah yang muncul di era
reformasi sekarang ini bermunculanlah ide atau aspirasi untuk kembali kepada GBHN.
Makna kembali dalam konteks ini, jika mencermati lontaran beberapa pihak akhir-akhir ini,
merentan dari kembali kepada GBHN dalam maknanya seperti di era ORBA sampai kepada
kembali pada makna substansinya, yaitu kepada GBHN yang powerful seperti di era ORBA
terlepas dari apapun namanya “GBHN” itu.
Kembali dalam maknanya yang esktrim umunya dilontarkan oleh pihak-pihak yang sejak
awal keberatan terhadap dilakukannya amandemen UUD 1945. Tuntutannya adalah kembali
kepada UUD 1945 pra amandemen. Artinya include didalamnya kembali kepada GBHN ala
ORBA. Sementara yang lain mengaspirasikan kembali dalam maknanya yang substansial
yaitu sebuah “GBHN” yang more powerful dari pada RPJPN sekarang ini.
Namun apapun aspirasinya, terdapat beberapa catatan yang perlu dicermati secara bersama
manakala ingin mereformulasi GBHNagar benar-benar bergeraknya ke depan, bukan justru
mundur ke belakang, yaitu bahwa situasi dan kondisi sosio politik nasional di era reformasi
saat ini telah berbeda 180 derajat dengan di era ORBA.
Sebuah pertanyaan yang mungkin menarik untuk dicermati adalah kenapa atau bagaimana
GBHN di era ORBA mampu bertahan selama 32 tahun dan menghasilkan capaian-capaian
pembangunan yang senantiasa meningkat dari period ke periode? Apakah karena GBHN itu
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
10/12
10 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
berkedudukan sebagai TAP MPR semata-mata yang karenanya ia begitu powerful menjadi
rujukan konsep pembangunan?
ORBA ditandai melalui beberapa cirinya yang khas, yaitu secara politik rezim pemerintah
berperilaku sangat otoriter, sistim pemerintahan bersifat sentralistis, dan tidak ada pilpres dan
pilkada langsung. Penguasa eksekutif, Presiden Suharto, sedemikian kuatnya sehingga tidak
ada satupun kekuatan politik yang dapat mengendalikannya, justru semuanya subordinan
berhadapan dengannya. Pemilu bagi sang penguasa ini hanyalah sebuah ritual limatahunan
yang fungsinya terutama untuk memperbaharui legitimasi kekuasaan yang dimilikinya. Dan
karena itulah semua bisa diatur olehnya. Dalam konteks inilah bisa difahami bahwa
walaupun GBHN bersifat limatahunan tetapi dijamin corak dan irama kontennya pasti bisa
dibuat linier, karena sudah dipastikan tidak akan ada gangguan dari kompetitor manapun.
Saat ini, di era reformasi, situasi dan kondisinya sudah sedemikian berubah. Era reformasi
ditandai dengan terbukanya kran demokrasi dan keterbukaan berpendapat. Situasi ini
membawa konsekuensi kepada berubahnya banyak mekanisme dan prosedur dalam tata cara
berbangsa kita. Seperti sistim pemerintahan yang berubah menjadi desentralistis, pilpres dan
pilkada berlangsung melalui mekanisme pilihan langsung. Kehidupan yang demokratis
begitu terasa. Kebebasan berekspressi dan berpendapat demikian terbuka. Dalam situasi
seperti ini masihkah pola GBHN ORBA kompatibel untuk dipertahankan?
Lalu dimanakah posisi RPJPN? Setelah RPJPN ditetapkan masa berlakunya 20 tahun, 2005 –
2025, bisakah dijamin bahwa dokumen ini akan tetap dipertahankan sampai akhir masa
berlakunya?
Sistim pilpres langsung telah menghadirkan sebuah mekanisme baru dalam proses pemilihan
presiden. Dalam mekanisme baru ini jika seseorang ingin menjadi presiden maka ia harus
didukung oleh mayoritas rakyat dalam pilpres. Dan kalau ingin didukung maka seseorang
tersebut harus dikenal oleh massa pemilih, sejak dari siapa dirinya sampai kepada apa yang
akan dilakukannya jika menjadi presiden. Karena itu seorang kandidat dituntut mampu
menawarkan visi dan misi yang handal, dan agar menang maka tawarannya harus lebih baik
daripada kompetitornya. Bisa dipastikan bahwa visi misi yang akan didukung rakyat pastilah
visi misi yang tepat membaca situasi komtemporer kehidupan mereka, yaitu tepat dalam
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
11/12
11 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
membaca problem yang sedang dihadapi masayarakt dan tepat pula dalam merumuskan
solusi yang akan ditawarkan untuk mengatasi problem tersebut.
Lalu pertanyaannya adalah bagaimana menjamin bahwa pemenang dalam pilpres telah
menawarkan visi dan misi kepada rakyat yang sama atau sejalan dengan RPJPN? Atau
seandainya tidak sejalan lalu bagaimana solusinya? Sementara masa berlaku 20 tahun bagi
RPJPN itu sama dengan empat kali pilpres. Mungkin sulit menjamin bahwa ke empat
pemenang pilpres pada setiap periode pilpres akan konsisten taat azas terhadap materi
keterbukaan di era reformasi sekarang ini mungkin lemah sehingga perlu ditinjau ulang.
Reformulasi Pedoman Pembangunan Nasional
Mencermanti keberadaan pedoman perencanaan pembangunan dari perspektif situasi dan
kondisi saat ini memang terasa dilemmatis. Harus diakui bahwa memang ada masalah.
RPJPN yang kita miliki saat ini potensial bermasalah dari sisi statusnya sebagai UU karena
terasa kurang powerful dan masa waktunya yang berjangka 20 tahun karena belum tentu
kompatibel dengan situasi dan kondisi demokrasi yang telah terbangun saat ini. Dan
seandainya ingin kembali kepada GBHN ala ORBA juga sama bermasalahnya karena situasi
dan kondisi sosio politik yang memang sudah berbeda saat ini. Lalu bagaimana solusinya ?
Untuk menjawab situasi dilemmatis yang ada ini mungkin terdapat banyak alternatif yang
mungkin diberikan oleh pihak-pihak yang peduli. Dalam hal ini salah satu alternatif solusi
yang, menurut kami, layak dipertimbangkan adalah dengan MENGANGKAT STATUS
RPJPN DARI UU MENJADI KEPUTUSAN MPR. Ini dimungkinkan karena berdasarkan
UU no 12 tahun 2011, salah satu jenis aturan perundangan dalam hierarki perundangan
nasional adalah KEPUTUSAN MPR.
Jika RPJPN menjadi KEPUTUSAN MPR maka beberapa konsekuensi logis dari perubahan
ini dapat diharapkan muncul, sebagai berikut:
1. Kedudukan RPJPN menjadi lebih kuat sama seperti GBHN di era ORBA.
2. Menjadikan MPR punya alasan untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan RPJPN
oleh presiden, walaupun relasi di antara keduanya tidak harus sama dengan di era
ORBA dimana presiden adalah mandataris MPR. Bentuk relasi di antara keduanya
-
8/16/2019 Gbhn 2 Makalah Reformulasi Gbhn
12/12
12 Cholid Mahmud, M.T, http://www.cholidmahmud.com
bisa dirancang sedemikian rupa dimana tujuan intinya adalah mengikat presiden
terpilih untuk melaksanakan KEPUTUSAN MPR TENTANG RPJPN. Illustrasi
berikut mungkin bisa menjadi inspirasi tentang bagaimana selayaknya hubungan itu
dibangun.
Sekedar illustrasi; Berdasarkan uud 1945 pasal 7b, manakala presiden melanggar
UUD 1945 maka DPR bisa melaporkan pelanggaran tersebut kepada MK. Kemudian
MK akan memeriksa laporan tersebut. Seandainya terbukti terjadi pelanggaran maka
DPR bisa melanjutkan usulan pemberhentian kepada MPR untuk ditindaklanjuti.
Selanjutnya MPR akan melakukan pembahasan untuk menyatakan sikap politiknya,
apakah presiden akan diberhentikan atau dimaafkan.
3. Karena alternatif ini memanfaatkan peluang dalam UU no 12 tahun 2011 maka tidak
menuntut dilakukannya amandemen UUD 1945. Artinya, mudah untuk dilakukan.
Wallahu a’lam bisshawab.