gastro.doc

11
ULKUS PEPTIKUM Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis Terdapat nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitis, anoreksia dan kembung Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus !arium dobel kontras Endoskopi saluran cerna bagian Tanpa komplikasi Suporti" # nutrisi Memperbaiki $ menghindari "aktor resiko Pemberian obat%obatan # antasida, antagonis reseptor &', proton pump inhibito pemberian obat%obatan untuk mengikat asam empedu, prokinetik, pemberian obat eradikasi kuman &elicobacter pylori, pemberian obat%obatan untuk mengikat "ak de"ensi" (engan komplikasi Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suporti" sesuai penatalaksanaan hematemesis melena secara umum Penatalaksanaan $ tindakan khusus# Tindakan $ terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklero "ib"inogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi las terapi koagulasi listrik atau bipolar probe Pemberian obat somatostatin )angka pendek Terapi embolisasi arteri melalui arteriogra"i Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanaka masuk dalam keadaan ga*at I sd II maka pasien masuk dalam indikasi operasi (ISPEPSI+ (ispepsia merupakan kumpilan ge)ala atau sindroma yang terdiri atas nyeri hati, mua muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan senda*a Penyakit re"luks gastroeso"ageal Irritable bo*el syndrome Karsinoma saluran cerna bagian atas Kelainan pankreas dan kelainan hati Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya in"eksi &elicobacter pylori, pemeriksaan "ungsi hati, amilase dan lipase, "os"atase alkali, T, US abdomen suporti" # nutrisi Pengobatan empirik selama - minggu pengobatan berdasarkan etiologi &EM+TEMESIS MELE.+ &ematemesis adalah muntah darah ber*arna hitam ter yang berasal dari saluran cerna atas Melena adalah buang air besar /!+!0 ber*arna hitam ter yang berasal dari salu atas 1ang dimaksud saluran cerna bagian atas adalah saluran serna di atas / proksi ligamentum Treit2, mulai dari )e)unum proksimal, duodenum, gaster dan eso"agus

Transcript of gastro.doc

ULKUS PEPTIKUM

Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit saluran cerna bagian atas yang kronis

Terdapat nyeri epigastrium, dispepsia, nausea, vomitis, anoreksia dan kembung.

Ulkus gaster, ulkus duodenum, dispepsia non ulkus

Barium dobel kontras

Endoskopi saluran cerna bagian

Tanpa komplikasi

Suportif : nutrisi

Memperbaiki / menghindari faktor resiko

Pemberian obat-obatan : antasida, antagonis reseptor H2, proton pump inhibitor, pemberian obat-obatan untuk mengikat asam empedu, prokinetik, pemberian obat untuk eradikasi kuman Helicobacter pylori, pemberian obat-obatan untuk mengikat faktor defensif.

Dengan komplikasi

Pada tukak peptik yang berdarah dilakukan penatalaksanaan umum atau suportif sesuai dengan penatalaksanaan hematemesis melena secara umum.

Penatalaksanaan / tindakan khusus:

Tindakan / terapi hemostatik per endoskopik dengan adrenalin dan etoksisklerol atau obat fibfinogen trombin atau tindakan hemostatik dengan heat probe atau terapi laser atau terapi koagulasi listrik atau bipolar probe.

Pemberian obat somatostatin jangka pendek.

Terapi embolisasi arteri melalui arteriografi.

Terapi bedah atau operasi, bila setelah semua pengobatan tersebut dilaksanakan tetap masuk dalam keadaan gawat I s.d II maka pasien masuk dalam indikasi operasi

DISPEPSIA

Dispepsia merupakan kumpilan gejala atau sindroma yang terdiri atas nyeri hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan sendawa.

Penyakit refluks gastroesofageal

Irritable bowel syndrome

Karsinoma saluran cerna bagian atas

Kelainan pankreas dan kelainan hati

Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap adanya infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase, fosfatase alkali, dan gamma GT, USG abdomen.

suportif : nutrisi

Pengobatan empirik selama 4 minggu

pengobatan berdasarkan etiologi

HEMATEMESIS MELENA

Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna atas. Yang dimaksud saluran cerna bagian atas adalah saluran serna di atas ( proksimal ) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.

Muntah dan BAB darah warna hitam dengan sindroma dispepsia, bila ada riwayat makan obat OAINS , jamu pegal linu, alkohol yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum, riwayat sakit kuning / hepatitis.

Keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, dapat disertai gangguan kesadaran( prekoma/ koma hepatikum), dapat terjadi syok hipovolemik

Hemoptoe , hematokhezia

DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuab , masa protrombin, elektrolit ( Na, K, Cl), pemeriksaan fungsi hati ( cholinesterase, albumin/globulin, SGOT, SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskopi saluran cerna bagian atas, diagnostik atau foto rontgen OMD, USG hati.

Non farmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT untuk dekompresi, pantau perdarahan.

Farmakologis :

Transfusi darah PRC ( sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10 gr% , pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%.

Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma ( misalnya dekstran/hemacel) atau NaCl 0.9% atau RL

Untuk penyebab non varises :

1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau penghambat proton.

2. Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram atau Trepenon 3x1 tablet

3. Antasida

4. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau sirosis hati.

Untuk penyebab varises :

1. Somatostatin bolus 250 ug + drip 250 ug/jam intravena atau okreotide (sandostatin) 0.1 mg/ 2 jam. Pemberian diberikan sampai perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah skleroterapi/ligasi varises esofagus.

2. Propanolol dimulai dosis 2x10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% ( setelah keadaan stabil) --> hematemesis melena (-)

3. Isosorbid dinitrat/ mononitrat 2x1 tablet / hari hingga keadaan umum stabil.

4. Metoklopramid 3x 10 mg/hari

Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan

Pada pasien dengan pecah varises atau penyakit hati kronik/ sirosis hati diberikan

1. Laktulosa 4x1 sendok makan

2. Neomisin 4x 500 mg

Obat ini diberikan sampai tinja normal.

Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif.Bedah emergensi di indikasikan bila pasien masuk dalam keadaan gawat I -II

HEMATOSKEZIA

Hematoskezia adalah buang air besar berupa darah segar warna merah yang berasal dari saluran cerna bagian bawah.

Buang air besar berupa darah merah segar sampai merah tua.

Demam bila penyebabnya infeksi usus.

Nyeri perut diatas umbilikus seperti kejang/kolik , atau perut kanan bawah yang hilang timbul dapat akut atau kronik, dapat ditemukan masa.

Dapat disertai diare sampai dehidrasi, dapat terjadi syok hipovolemik.

Bising usus menurun atau menghilang.

Berat badan dapat menurun.

Ada riwayat kontak dengan pasien lain, memakan makanan yang tidak biasanya, mendapat terapi antibiotik, penyakit kardiovaskular, dapat disertai gejala ekstra intestinal seperti kelainan kulit, sendi dan radang mata.

- Melena, hemorrhoid, infeksi usus, penyakit usus inflamatorik.

- Divertikulosis kolon dan atau usus halus, angiodisplasi, tumor kolon dan atau usus halus, kolitis iskemik, kolitis radiasi.

Laboratorium :

- DPL tiap 6 jam , analisa gas darah, elektrolit.

- Pemeriksaan hemostasis lengkap.

-Pemeriksaan etiologi : Kultur Widal Gall, serologi amuba, serologi IDT amuba, kultur Salmonella Shigella feses urin, pemeriksaan mikroskop parasit di feses.

Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi, dan biopsi. Pada demam tifoid kolonoskopi sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan keadaan umum membaik.

Foto abdomen 3 posisi

Colon in loop kontras ganda

USG abdomen

CT scan abdomen/ foto usus halus

Foto dada

Ekg

Non farmakologis : puasa, perbaikan hemodinamik. Jika hemodinamik stabil dapat nutrisi enteral.

Farmakologis :

- Transfusi PRC/WB sampai dengan Hb > 10gr%

-Infus cairan

- Pengobatan infeksi sesuai penyebab

Bila ada kelainan hemostasis diobati sesuai penyebabnya.

DIARE KRONIK

Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari sejak awal diare.

Diare dengan lama lebih dari 15 hari.

Kelainan pankreas, kelainan usus halus, dan usus besar, kelainan PEM dan tirotoksikosis, kelainan hati, sindrom kolon irritabel tipe diare.

Pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan darah : DPL, kadar feritin, SI-TIBC, kadar vitamin B-12 darah, kadar asam folat darah, albumin serum, eosinofil darah, serologi amuba IDT, widal, pemeriksaan imunodefisiensi ( CD4, CD8) , feses lengkap dan darah samar.

Pemeriksaan anatomi usus : Barium enema / colon in loop ( didahului BNO) , kolonoskopi, ileoskopi, dan biopsi, barrium follow through atau enteroclysis, ERCP, USG abdomen, CT scan abdomen.

Fungsi usus dan pankreas : tes fungsi ileum dan yeyunum, tes fungsi pankreas, tes Schilling, CEA dan Ca 19-9

Nonfarmakologis :

diet lunak tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein,bila tidak tahan laktosa diberikan rendah laktosa, bila maldigesti lemak diberikan rendah lemak. Bila penyakit Chron dan kolitis ulserosa diberikan rendah serat pada keadaan akut. Pertahankan minum yang baik, bila perlu infus untuk mencegah dehidrasi.

Farmakologis:

- bila sesak nafas dapat diberikan oksigen, infus untuk memberikan cairan dan elektrolit.

- Antibiotik bila terdapat infeksi

- Bila penyebab amuba/ parasit/ giardia dapat diberikan metronidazol.

- Bila alergi makanan/ obat/ susu diobati dengan menghentikan obat atau makanan tersebut.

- Keganasan / polip diobati dengan pengangkatan kanker/polip.

- TB usus diobati dengan OAT

- Diare karena kelainan endokrin diobati dengan kelaianan endokrinnya.

- Malabsorbsi diatasi dengan pemberian enzim.

- Kolitis diatasi sesuai dengan jenis kolitis

PANKREATITIS AKUT

Pankreatitis akut adalah reaksi peradangan pankreas yang akut

Keadaan umum pasien seperti dispepsia sedang sampai berat, gelisah kadang disertai gangguan kesadaran.

Demam, ikterus, gangguan hemodinamik, syok dan takikardi bising usus menurun ( ileus paralitik )

Dapat ditemukan penyakit penyerta yang meningkatkan resiko : batu empedu, trauma, tindakan bedah di abdomen, diabetes melitus, hipertiroidisme, alkoholisme, ulkus peptikum, leptospirosis, demam berdarah dengue.

Perforasi ulkus peptikum, kolangitis akut, apendisitis akut, nefrolitiasis kanan akut, apendisitis akut, infark miokard akut inferior.

DPL, amilase serum, lipase serum, gula darah, kalsium serum, LDH serum, fungsi ginjal, SGOT, SGPT, analisis gas darah, elektrolit.

Non farmakologis : Puasa dan pemasangan infud untuk nutrisi parenteral total sampai amilase dan lipase serum normal / mendekati normal dan pada selang nasogastrik cairan lambung < 300 cc, dan pasien tak merasakan nyeri ulu hati.

Farmakologis:

Analgesik dan sedatif, infus cairan, pasang selang lambung

Antibiotik bila ada infeksi

Penghambat sekresi enzim pankreas

Prosedur bedah oada infeksi berat berupa drainase cairan.

Demam berdarah dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk demam berdarah dengue (DBD)

Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

- Uji torniquet positif ( > 20 petekie dalam 2,54 cm2)

- Petekie, ekimosis' atau purpura

- Perdarahan mukosa saluran, bekas suntikan, atau tempat lain.

- Hematemesis melena

Trombositopenia ( 20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin dan populasi yang sama.

- Hematokrit turun hingga > 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan

- Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteinemia.

Derajat

I: Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi perdarahan hanya berupa uji torniquet positif dan/ atau mudah memar.

II: Derajat I disertai perdarahan spontan

III: Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah.

IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV digolongkan dalam sindroma renjatan dengue.

Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia

Hb,Ht,lekosit trombosit, serologi dengue

Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak.

Farmakologis :

Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam

Tatalaksana terinci dapat dilihatnpada lampiran protokol tatalaksana DBD

- Cairan intravena : Ringer Laktat atau ringer asetat 4-6 jam/kolf, Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan.

- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi

- Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV dengan koagulasi intravaskuler diseminata (KID)

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi

Ax : Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap/ kontinyu atau remitten pada minggu kedua. Demam terutama sore/ malam hari, sakitnkepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah , obstipasi atau diare.

PF : Febris, kesadaran berkabut, bradikardi relatif ( peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 x/ menit), lidah berselaput ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae ( jarang pada orang Indonesia)

Dapat ditemukan lekopeni, lekositosis,atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati. Kultur darah ( biakan empedu) positif atau peningkatan titer uji widal > 4 xblipat setelah satu minggu memastikan diagnosis. Uji widal tunggal dengan titer antibodi O 1/32O atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas yang menyokong diagnosis.

Hepatitis Tifosa : Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990): hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium ( antara lain : bilirubin > 30.6 umol/l, peningkatan SGOT, SGPT, penurunan indeks PT ), kelainan histopatologi.

Tifoid karier : Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca demam tifoid.

Infeksi virus, malaria

DPL, tes fungsi hati, serologi, kultur darah ( biakan empedu)

Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak rendah serat

Farmakologis :

Simptomatis

Antimikroba :

- Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam.

Alternatif lain :

- Tiamfenikol 4 x 500mg ( komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan kloramfenikol )

- Kotrimoksazol 2x2 tablet selama 2 minggu

- Ampisillin dan amoksisilin 50 - 150 mg/kgBB selama 2 minggu

- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama 1/2 jam perinfus sekali sehari, selama 3-5 hari.

Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2x1 gram.

- Fluorokuinolon ( demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV ) :

- Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari

- Siprofloksasin 2x500 mg/ hari selama 6 hari

- Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

- Pefloksasin 400mg/hari selama 7 hari

- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Pada kasus toksik tifoid ( demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal ) langsung diberikannkombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4x1 gram dan deksamethason 3x 5 mg

Kombinasi antibiotik hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, renjatan septik

Steroid hanya diindikasi pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami renjatan septik dengan dosis 3x5 mg

Kasus tifoid karier :

Tanpa kolelithiasis --> pilihan rejimen terapi selama 3 bulan :

Dengan kolelithiasis --> kolesistektomi + regimen tersebut diatas selama 28 hari atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :

Dengan infeksi Schistosoma haematobium pada traktus urinarius --> eradikasi Schistosoma haematobium :

- Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau

- Metrifonat 7.5 - 10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu

Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas.

Perhatian : pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak boleh digunakan. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III . Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I. Obat yang dianjurkan golongan beta laktam : ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi III ( seftriakson).

1. dr. Khaira Utia Yusrie, Sp.PD

2. dr. Dwi Rohmawati, Sp.PD, M.Sc

3. dr. Kusmardi Sumarjo, Sp. PD

4. dr. E. Mudjaddid, Sp.PD

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, atau Plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles.

Riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke daerah endemik malaria, trias malaria ( keadaan menggigil yang diikuti dengan demam , dan kemudian timbul keringat yang banyak; pada daerah endemik malaria, trias malaria mungkin tidak ada, diare dapat merupaksn gejala utama)

konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegali

Sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium, serologi malaria (+)

Malaria berat : ditemukan P. falciparum dalam stadium aseksual disertai satu atau lebih gejala berikut ;

1. Malaria serebral : koma dalam yang tak dapat / sulit dibangunkan dan bukan disebabkan oleh penyakit lain.

2. Anemia berat ( normositik) pada keadaan hitung parasit > 10.000/ ul ; Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%)

3. Gagal ginjal akut ( urin < 400ml/24 jam pada orang dewasa, atau < 12 ml/kgbb pada anak-anak setelah dilakukaan rehidrasi disertai krreatinin > 3 mg/dl)

4. Edema paru/ acute respiratori distress syndrome

5. Hipoglikemi ( gula darah < 40 mg/dl)

6. Gagal sirkulasi atau syok ( tekanan sistolik < 70 mmHg, disertai keringat dingin atau perbedaan temperartur mukosa-kulit >1 C )

7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau diisertai gangguan koagulasi intravaskuler.

8. Kejang berulang lebih dari 2 x dalam 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia.

9. Asidemia ( pH 7.25) atau asidosis ( bikarbonat plasma < 15 mEq/l)

10. Hemoglobinuria makroskopik oleh karena infeksi malaria akut ( bukan karena efek samping obat antimalaria pada pasien dengan defisiensi G6PD).

11. Diagnosis pasca kematian dengan ditemukan P. falciparum yang padat pada pembuluh darah kapiler jaringan otak.

Beberapa keadaan yang dapat digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran klinis daerah setempat :

1. Gangguan kesadaran

2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis ( tak bisa duduk atau jalan)

3. Hiperparasitemia >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria.

4. Ikterus ( bilirubin> 3% mg/dl)

5. Hiperpireksia ( suhu rektal >40 C)

Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis.

Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungi ginjal tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostasis, rontgen thorak, EKG.

I. Infeksi P. vivax atau P. ovale

a. Daerah sensitifv klorokuin :

Klorokuin basa 150 mg :

Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian)

Hari II dan III: 2 tablet atau

Hari I dan II : 4 tablet,

Hari III: 2 tablet

Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari.

Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400 - 600 mg/ hari selama 7 hari.

b. Daerah resisten klorokuin

Kina 3 x 400-600 mg selams 7 hari

bTerapi radikal ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari.

II. Infeksi P. falciparum ringan/sedang, infeksi campur P. falciparum dan P. vivax

Artemisin

Amodiaquin

Kloroquin basa 150 mg

Bila perlu ditambah terapi radikal : ditambah primaquin 45 mg (3 tablet) ( dosis tunggal) ; infeksi campur : primakuin 1x 15 mg selama 14 hari --> bila resisten dengan pengobatan tersebut : SP 3 tablet ( dosis tunggal ) atau kina sulfat 3x400 - 600 mg/hari selama 7 hari

III. Malaria berat

Artesunat iv/im 2,4 mg/kgbb diberikan pada jam ke -0, 12, 24, dilanjutkan 1x/hari.

Drip kina HCL 500 mg ( 10mg/kgbb) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimum 2000mg) dengan pemantauan EKG dan gula darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum peroral atau sampai hitung parasit malaria sesuai target ( total pemberian parenteral dan per oral selama 7 hari dengan dosis per oral 10 mg/kgbb/24 jam diberikan 3 x sehari)

pengobatan dengan kina dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin 94 mg/kgbb diberikan 4 x sehari atau doksisiklin 3 mg/kgbb sekali sehari.

Perhatian SP tidak boleh diberikan pada bayi dan ibu hamil. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi pada malaria serebral.

Pemantauan pengobatan : hitung parasit minimal tiap 24 jam' target hitungan parasit pada HI 50% H0 dan H3 38C atau 90x/menit

Frekuensi nafas >24x/menit atau PaCO212.000/mm3 atau < 4.000/mm3, atau adanya >10% sel batang

2. Adanya fokus infeksi yang bermakna.

Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kutur darah, dan infeksi fokal ( urin, pus, sputum ) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba, foto thoraks.

Eradikasi fokus infeksi

Antimikroba empirik diberikan sesuai dengan tempat infeksi, dugaan kuman penyebab, profil antimikroba ( farmakokinetik dan farmakodinamik), keadaan fungsi ginjal dan fungsi hati.

Antimikroba definitif diberikan bila hasil kutur mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme.

Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan, vaspressor/inotropik, dan transfusi ( sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respon secepatnya

Resusitasi cairan. Hipovolemia pada sepsis segera diatasi dengan pemberian cairan kristaloid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respons klinis ( respons terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran ) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan ( peningkatan tekanan vena jugularis, ronki, galop S3, dan penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP ( dipertahankan 8-12 mmHg), dengan mempertimbangkan kebutuhan kalri perhari.

Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindikasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernafasan.

Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetap hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sistolik >90 mmHg atau MAP 60 mmHg dan urin dipertahankan > 30 ml/jam. Dapat digunakan vasopressor seperti dopamin dengan dosis 8ug/kgbb/menit, norepinefrin 0.03 - 1,5 ug/kgbb/menit, fenilefrin 0.5-8 ug/kgbb/menit atau epinefrin 0,1 - 0,5 ug/kgbb/menit. Bila terdapat disfungsi miokard dapat digunakan inotropik seperti dobutamin dengan dosis 2 - 28 ug/kgbb/menit, dopamin 3-8 mcg/kgbb/menit , epinefrin 0.1-0.5 mcg/kgbb/menit atau fosfodiesterase inhibitor ( amrinon dan milrinon).

Transfusi komponen udara sesuai indikasi.

Koreksi gangguan metabolik : elektrolit, gula darah, dan asidosis metabolik ( secara empiris dapat diberikan bila pH< 7.2, atau bikarbonat serum < 9 mEq/l dengan disertai upaya perbaikan hemodinamik )

Nutrisi yang adekuat

Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal.

Kortikosteroid bila ada kecurigaan insufisiensi adrenal.

Bila terdapat KID dan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis 100 IUkgbb bolus, dilanjutkan 15-25 iu/kgbb/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan untuk mencapai target aPTT 1,5 - 2 kali kontrol atau antikoagulan lainnya.

Penyakit Ginjal Kronik

Kriteria penyakit ginjal kronik adalah :

1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunsn laju filtrasi glomerulus ( LFG) berdasarkan :

- kelainan patologik atau

- petanda kerusakan ginjal termasuk kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.

2. LFG < 60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Anamnesis : lemas, mual, muntah, sesak nafas, pucat, BAK berkurang.

Pemeriksaan fisik : anemis, kulit kering, edema tungkai atau palpebra, tanda bendungan paru.

Laboratorium : gangguan fungsi ginjal

dd ; Gagal ginjal akut.

DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin ( TTK ) ukur, elektrolit ( Na, K, Cl, Ca, P, Mg) , profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto polos abdomen, renogram, foto thoraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HBsAg, Anti HCV, Anti HIV.

Non farmakologis :

Pengaturan asupan protein :

Pengaturan asupan kalori