Garis Tepi Seorang Lesbian
-
Upload
muh-syafiudin -
Category
Documents
-
view
121 -
download
2
Transcript of Garis Tepi Seorang Lesbian
GARIS TEPI SEORANG LESBIAN
HELINATIENS
Nama : Ana Muanwati Dewi
NPM : 0620073212
Kelas : II/PBSI B
Lesbian atau istilah kerennya adalah “belok” merupakan jalinan asmara antara dua
jenis sesama perempuan. Lesbian sendiri banyak terjadi di kota-kota besar, tidak
memandang tua muda, kaya miskin. Mereka yang melakoni merasa bangga, karena
mereka berfikir itu tidak merugikan orang lain.
Masyarakat Indonesia yang notabennya “Budaya Timur” yang masih memegang
teguh aturan-aturan norma sosial, agama dan budaya. Akibatnya jika ada kasus gay dan
lesbian muncul, beramai-ramai mereka berunjuk rasa, mengutuk tindakan semacam itu,
karena masyarakat berpendapat hal itu menyimpang, tidak normal, dan menjijikkan. Pada
realitanya pera lesbian I ni dihujat habis-habisan, dikucilkan dan tidak “diwongke”.
Anggapan itulah mengapa sebagian masyarakat kurang bisa menghargai sesuatu
yang baru dan berbeda dengan tangan terbuka atau pluralitas dalam masyarakat masih
rendah. Diketahui bahwa dalam kehidupan masyarakat ini terhadap keragaman orientasi
seksual, yang diakui ataupun tidak, eksistensinya tetap ada.
Lesbian yang sering diidentikkan dengan melakukan seks nyatanya para “belok”
memiliki perasaan kasih sayang saling pengertian dan rasa ingin memiliki. Perasaan itu
wajar seperti halnya pasangan heteroseksual. Hanya saja pasangan lesbian
condong/menyimpang sesama jenis. Keragaman apapun, terlebih masalah seksualitas,
bisa menjadi alat saling menghormati dan menghargai atas proses hasil intelektual di
masyarakat luas, agar mampu dewasa dalam menanggapi isu-isu yang berbau pro dan
kontra. Seperti kata Chairil Anwar “mereka tetap punya tempat dan tetap harus dicatat”.
AMANAT NOVEL GARIS TEPI SEORANG LESBIAN
Perbedaan itu tidak selamanya beda dan harus dijauhi, apalagi tidak dianggap. Para
lesbian bukan kaum kotor yang harus dikucilkan, mereka sama mempunyai perasaan
saling menyayangi, memiliki dan pengertian terhadap pasangannya.
Rasa itu timbul bukan karena penyakit atau gangguan jiwa, karena Tuhan yang
menciptakan rasa sayang dan ketertarikan itu pada masing-masing primitif dan
pluralitasnya masih rendah. Sah saja jika mereka menganggap hal itu sebagai penyakit
yang menjijikkan. Asal kita tetap menghormati dan menghargai keberadaan mereka.