gangguancemas

download gangguancemas

of 18

Transcript of gangguancemas

  • 7/30/2019 gangguancemas

    1/18

    BAB II

    ISI

    1. Gangguan Panik

    A. Definisi Gangguan Panik

    Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan

    tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang

    kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala

    somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan

    gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan

    multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.

    B. Epidemiologi Gangguan Panik

    Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk

    gangguan panik adalah 1,5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5,6%. Sebagai

    contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang

    dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup

    adalah 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik dan 2,2% untuk

    serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria

    diagnostik lengkap

    Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Faktor

    sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik

    adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling

    sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira

    25 tahun, walaupun dapat berkembang pada setiap usia.

    C. Etiologi Gangguan Panik

    1

  • 7/30/2019 gangguancemas

    2/18

    1.Faktor Biologis

    Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam

    struktur otak dan fungsi otak. Beberapa penelitian telah menghasilkan hipotesisyang menyebabkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam

    patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan

    peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang

    berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang.

    Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan

    gammaaminobutyric acid(GABA).

    2.Faktor Genetika

    Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan

    panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan

    panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan

    gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien

    dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.

    3.Faktor Psikososial

    Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang

    dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan

    klasik.Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari

    pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan

    kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan

    menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala

    somatik.Peneliti menyatakan bahwa serangan panik kemungkinan melibatkan arti

    bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik

    mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi

    psikologis.

    D. Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik

    2

  • 7/30/2019 gangguancemas

    3/18

    Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif

    singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan

    menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:

    1. Palpitasi

    2. Berkeringat

    3. Gemetar

    4. Sesak napas

    5. Perasaan tercekik

    6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman

    7. Mual dan gangguan perut

    8. Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan

    9. Derealisasi atau depersonalisasi

    10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila

    11. Rasa takut mati

    12. Parestesi atau mati rasa

    13. Menggigil atau perasaan panas.

    Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan

    cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu

    perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu

    menyebutkan sumber ketakutannya.

    E. Pedoman Diagnostik Gangguan Panik

    1.Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ

    III):

    3

  • 7/30/2019 gangguancemas

    4/18

    Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak

    ditemukan adanya gangguan anxietas fobik

    Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan

    anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-

    kira satu bulan:

    a. Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak

    ada bahaya;

    b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat

    diduga sebelumnya (unpredictable situations);

    c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas

    pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun

    demikian umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik,

    yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang

    mengkhawatirkan akan terjadi).

    2.MenurutDiagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-

    TR)

    Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia

    A. Baik (1) atau (2):

    1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan

    2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau

    lebihberikut ini:

    (a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan

    (b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya

    (c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan

    perilaku bermakna berhubungan dengan serangan

    4

  • 7/30/2019 gangguancemas

    5/18

    B. Tidak terdapat serangan.

    C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi

    medis umum.

    D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,

    seperti fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan

    stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.

    F. Diagnosis Banding Gangguan Panik

    Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah

    gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya

    infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan diagnosis banding

    psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia sosial

    dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik,dan gangguan depresi.

    G. Penatalaksanaan Gangguan Panik

    Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita

    memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-

    obatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain

    itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang

    mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas.

    a. Farmakoterapi

    Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat

    anti depresi dan obat anti cemas:

    1. SSRI ( Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa

    macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,

    escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung

    kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat

    mencegah kekambuhan

    5

  • 7/30/2019 gangguancemas

    6/18

    2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6

    minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai

    akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya

    minum golongan SSRI.

    b. Psikoterapi

    Terapi Relaksasi

    Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan

    menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap

    hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu

    mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan

    mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam

    proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.

    Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.

    Terapi Kognitif Perilaku

    Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk

    kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang

    lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.

    Psikoterapi Dinamik

    Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar

    menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien lebih

    6

  • 7/30/2019 gangguancemas

    7/18

    banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini

    memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini

    tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta

    kesabaran kedua belah pihak.

    H. Prognosis Gangguan Panik

    Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan

    fungsi premorbid yang baik sertai durasi serangan yang singkat bertendensi untuk

    prognosis yang lebih baik.

    2. Gangguan Cemas

    a. Definisi Gangguan Cemas

    Menurut Sadock dan Virginia (2007) gangguan cemas adalah keadaan seseorang

    mengalami perasaan gelisah atau cemas dengan aktivitas sistim syaraf otonom

    dalam merespon terhadap ancaman tersebut.

    Menurut Mirza, L (2010) gangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai

    dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan keluhan somatik yang

    diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem syaraf otonom.

    Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya

    terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau

    keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri

    B.Tanda dan Gejala Gangguan Cemas

    Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran

    terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap

    7

  • 7/30/2019 gangguancemas

    8/18

    rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga

    mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut

    menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu

    belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan

    daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan

    lainnya.

    Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan

    melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan

    persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.

    C. Teori Gangguan Cemas

    Teori Psikoanalitik

    Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya 1926 Inhibitons, Symptoms,

    Anxiety bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan

    yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan

    sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil

    tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas

    tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul

    sebagai serangan panik.

    Teori Perilaku

    Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang

    spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang

    memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu

    ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.

    Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.

    8

  • 7/30/2019 gangguancemas

    9/18

    Teori Eksistensi

    Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang

    bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalamdunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa

    kekosongan eksistensi dan arti.

    Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya

    cemas yang patologis antara lain:

    Neurotransmiter

    Sistem saraf otonom

    A.Neurotransmiter

    1. Norepinephrine

    Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa

    serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan

    karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan

    norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki

    kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan

    aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara

    primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus

    pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.

    Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut

    menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak

    menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan

    gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik

    ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan

    serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,

    agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.

    9

  • 7/30/2019 gangguancemas

    10/18

    2. Serotonin

    Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran

    serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkanpeningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens,

    amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan

    penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan

    obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan

    kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki

    reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral

    brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.

    3. GABA

    Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan

    benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A.

    Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan

    cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan

    clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik

    Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan

    ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat

    benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal

    kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi

    pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada

    hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG

    menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan

    cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.

    Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus

    kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala.

    B.Sistem Saraf Otonom

    Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom

    adalah:

    10

  • 7/30/2019 gangguancemas

    11/18

    sistem kardiovaskuler (palpitasi)

    muskuloskeletal (nyeri kepala)

    gastrointestinal (diare)

    respirasi (takipneu)

    Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien

    dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik,

    yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang

    sedang.

    Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks

    serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.

    Korteks Serebri

    Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal,

    cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan

    cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini didugakarena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan

    epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

    Sistem Limbik

    Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga

    memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada

    primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas

    dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni

    peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa

    cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif

    kompulsif.

    C. Klasifikasi Gangguan Cemas

    11

  • 7/30/2019 gangguancemas

    12/18

    Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV),

    gangguan cemas terdiri dari :

    (1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;

    (2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;

    (3) Fobia spesifik;

    (4) Fobia sosial;

    (5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;

    (6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );

    (7) Gangguan Stress Akut;

    (8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).

    Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia

    III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform

    dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

    F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN

    GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES

    F40 Gangguan Anxietas Fobik

    F40.0 Agorafobia

    .00 Tanpa gangguan panik

    .01 Dengan gangguan panikF40.1 Fobia sosial

    F40.2 Fobia khas (terisolasi)

    F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya

    F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

    F41 Gangguan Anxietas Lainnya

    F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)

    12

  • 7/30/2019 gangguancemas

    13/18

    F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

    F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif

    F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya

    F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT

    F41.9 Gangguan anxietas YTT

    F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif

    F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan

    F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)

    F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional

    F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya

    F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT

    F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)

    F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)

    F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)

    F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

    3. Gangguan Penyesuaian

    A. Definisi Gangguan Penyesuaian

    Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka

    pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama tiga bulan

    dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan respon patologis

    terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai kekurang beruntungan, atau

    yang menurut para psikiater disebut sebagai stressor psikososial. Gangguan ini

    bukan merupakan kondisi lebih buruk dari gangguan psikiatrik yang sudah ada.

    (Kaplan & Sadock, 1991).

    Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa gangguan penyesuaian diri

    adalah reaksi terhadap satu atau beberapa perubahan (stressor) dalam kehidupan

    13

  • 7/30/2019 gangguancemas

    14/18

    seseorang yang lebih ekstrem dibandingkan dengan reaksi normal orang pada

    umumnya, terhadap perubahan (stressor) yang sama.

    ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaansementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi

    seseorang akibat tekanan pada emosi dan psikis, yang muncul sebagai bagian

    adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh

    tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang

    serius. Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai suatu keadaan yang tidak

    akan terjadi tanpa adanya stressor.

    B. Penggolongan Gangguan Penyesuaian

    Menggolongkan gangguan penyesuaian sebagai sebuah gangguan mental

    memunculkan beberapa kesulitan karena tidak mudah mendefinisikan apa yang

    normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila sesuatu yang

    buruk terjadi pada hidup kita, maka wajar bila kita merasa sedih. Bila ada krisis

    dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, bisa

    dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya justru apabilakita tidak bereaksi maladaptif, paling tidak secara temporar, karena terjadinya

    peristiwa- peristiwa tersebut, dapat menunjukkan ada yang tidak wajar pada diri

    kita. Namun, bila reaksi emosional kita berlebihan, atau kemampuan kita untuk

    berfungsi mengalami penurunan atau hendaya, maka kondisi ini bisa didiagnosis

    sebagai gangguan penyesuaian. Jadi, bila kita sulit berkonsentrasi dalam

    mengerjakan tugas kuliah karena putus cinta dan nilai akademis menurun, maka

    ada kemungkinan kita mengalami gangguan penyesuaian (Rathus & Nevid, 1991).

    C. Epidemiologi

    Berdasarkan DSM-IV TR prevalensi dari gangguan penyesuaian diantara 2

    sampai 8 persen dari total populasi. Wanita didiagnosa dua kali lebih sering

    dibanding dengan pria, dan wanita single secara umum memiliki resiko yang

    paling tinggi. Pada anak-anak dan remaja, tidak ada perbedaan kecenderungan

    gangguan penyesuaian antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada remaja,

    14

  • 7/30/2019 gangguancemas

    15/18

    baik laki-laki maupun perempuan, stressor yang umum menyebabkan gangguan

    penyesuaian diantaranya masalah sekolah, penolakan dari orang tua, perceraian

    orang tua, dan tindak kekerasan yg diterima. Sedangkan pada orang dewasa,

    sumber stressor yang umum diantaranya, masalah keluarga, perceraian, berpindah

    ke lingkungan yang baru, dan masalah finansial (Kaplan & Sadock, 2007).

    Gangguan penyesuaian merupakan salah satu gangguan yang paling banyak

    ditemukan pada

    pasien yang dirawat di rumah sakit, baik yang dirawat karena penyakit fisik,

    maupun juga pasien yang hendak mengalami operasi. Pada suatu penelitian

    ditemukan bahwa 5 persen dari semua pasien yang dirawat pada suatu rumah sakitselama masa 3 tahun didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian. Kemudian

    juga ditemukan bahwa 50 persen dari orang-orang yang memiliki riwayat

    penyakit medis, didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian (Kaplan &

    Sadock, 2007).

    D. Etiologi

    Berdasarkan definisi yang diungkapkan, gangguan penyesuaian selalu didahului

    oleh satu atau lebih stressor. Kadar kekuatan dari stressor tersebut tidak selalu

    sebanding dengan kadar kekuatan gangguan yang dihasilkan. Kadar dari stressor

    tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks, seperti derajat stressor,

    kuantitas, durasi, lingkungan maupun konteks pribadi yang menerima stressor

    tersebut. Misalnya, reaksi dari anak berusia 10 tahun dan 40 tahun tentu sangat

    berbeda terhadap peristiwa meninggalnya orang tua. Faktor kepribadian, norma

    kelompok, serta budaya setempat juga sangat berpengaruh terhadap caraseseorang menanggapi sebuah stressor (Kaplan & Sadock, 2007).

    Diagnosis gangguan penyesuaian membutuhkan identifikasi dari kejadian yang

    penuh tekanan. Masih terjadi perdebatan apakah pasien dengan gangguan

    penyesuaian memiliki vulnerabilitas yang tinggi terhadap stressor yang umum

    atau vulnerabilitas yang umum terhadapp stressor yang besar. Berikut adalah

    beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan penyesuaian pada

    seseorang.

    15

  • 7/30/2019 gangguancemas

    16/18

    1. Peran stress

    Seseorang harus mengalami kejadian yang penuh tekanan untuk dianggap

    mengalami gangguan penyesuaian. Stressor yang menyebabkan gangguan

    penyesuaian bisa jadi berbeda tipe dan bobot. Paykel et al mengklasifikasikan

    kejadian hidup menjadi desirable/undesirable (seperti kemajuan karir.penyakit),

    penerimaan/kehilangan (seperti pernikahan/kematian seseorang yang dicintai).

    Stressor bisa single/tunggal bisa multiple/banyak, single misalnya, kehilangan

    orang yang dicintai, sedangkan yang multiple misalnya selain kehilangan orang

    yang dicintai, juga di PHK, dan mengidap suatu penyakit. Selain itu stressor jugadapat berupa sesuatu yang berulang, misalnya kesulitan bisnis di masa sulit, serta

    dapat berupa sesuatu yang terus menerus, misalnya kemiskinan dan penyakit

    kronis. Perselisihan dalam keluarga dapat menyebabkan gangguan penyesuaian

    yang berpengaruh terhadap semua anggota keluarga, namun dapat juga gangguan

    hanya terbatas pada satu anggota keluarga yang mungkin menjadi korban, atau

    secara fisik, menderita penyakit. Terkadang, gangguan penyesuaian juga dapat

    muncul pada konteks kelompok atau komunitas, dimana sumber stres nya

    mempengaruhi beberapa orang atau sekaligus, seperti komunitas yang terjadi pada

    korban bencana alam. Selain itu tahap perkembangan tertentu seperti mulai masuk

    sekolah, meninggalkan rumah untuk merantau, menikah, menjadi ayah ibu, gagal

    meraih citacita, maupun ditinggal anak untuk merantau, sering diasosiasikan

    dalam gangguan penyesuaian (Kaplan dan Sadock, 2007).

    2. Vulnerabilitas individu

    Masing-masing individu memiliki vulnerabilitas yang berbeda terhadap gangguan

    penyesuaian, tergantung dari karakteristik kepribadian dan latar belakang masing-

    masing. Tidak semua orang yang mengalami stress akan memiliki gangguan

    penyesuaian. Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi vulnerabilitas seseorang

    terhadap stress:

    a. Variabilitas individu: usia, jenis kelamin, tingkat kesehatan atau komorbiditas

    kejiwaan.

    16

  • 7/30/2019 gangguancemas

    17/18

    b. Faktor hubungan, seperti tingkat instruksi; etik, politik, kepercayaan.

    c. Lingkungan keluarga: keberadaan dukungan, kekuatan hubungan, dan status

    ekonomi.

    d. Kejadian di masa kecil: seorang ibu yang mengontrol anaknya atau seorang

    ayah yang suka meng-abuse anaknya, berhubungan dengan peningkatan risiko

    gangguan penyesuaian.

    Faktor personal dari tingginya neurotisme dan rendahnya ekstraversi mungkin

    berhubungan dengan gangguan penyesuaian. :

    1.Level pendidikan, level pendidikan yang tinggi dapat melindungi diri dari

    distress psikologis.2.Status pernikahan: Pernikahan dianggap sebagai faktor yang dapat melindungi

    diri dari gangguan penyesuaian.

    3.Hubungan antara kelainan kepribadian dan gangguan penyesuaian masih tidak

    jelas. Meskipun gangguan kepribadian dapat meningkatkan risiko

    berkembangnya gangguan penyesuaian, pasien dengan gangguan penyesuaian

    lebih jarang untuk memiliki kelainan kepribadian dibandingkan dengan pasien

    depresi.

    E. Manifestasi Klinik

    Gangguan penyesuaian didiagnosis saat seseorang memiliki gejala kejiwaan saat

    menyesuaikan diri terhadap keadaan baru. Gejala-gejala yang muncul bervariasi,

    misalnya depresi, kecemasan, atau campuran di antara keduanya. Gejalacampuran ini yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Berikut adalah

    gabungan dari beberapa gejala gangguan penyesuaian:

    1. Gejala psikologis. Meliputi depresi, cemas, khawatir, kurang konsentrasi,

    dan mudah tersinggung.

    2. Gejala fisik. Meliputi berdebar-debar, nafas cepat, diare, dan tremor.

    17

  • 7/30/2019 gangguancemas

    18/18

    3. Gejala perilaku. Meliputi agresif, ingin menyakiti diri sendiri, alcohol

    abuse, penggunaan obat-obatan yang tidak tepat, kesulitan sosial, dan

    masalah pekerjaan.

    Gejala-gejala tersebut muncul bertahap setelah adanya kejadian yang penuh

    tekanan, dan biasanya berlangsung dalam waktu sebulan (ICD-10) atau 3 bulan

    (DSM IV). Gangguan ini jarang terjadi lebih dari 6 bulan. Contoh kejadian yang

    penuh tekanan antara lain putusnya hubungan, pemutusan hubungan kerja,

    perselisihan dalam pekerjaan, kehilangan, sakit dan perubahan besar.

    Seseorang yang menderita gangguan penyesuaian akan memiliki kesulitan dalam

    fungsi sosial dan pekerjaan; kerja dan hubungan antara sesama akan terganggu

    akibat stress yang berlangsung atau kurangnya konsentrasi. Bagaimanapun juga

    kesulitan yang terjadi tidak akan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang

    sampai level yang signifikan. Gejala tidak selalu menghilang segera setelah

    stressor menghilang dan jika stressor berlanjut, gangguan mungkin akan menjadi

    kronik.

    18