gangguancemas
-
Upload
oktariana-amindyta -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
Transcript of gangguancemas
-
7/30/2019 gangguancemas
1/18
BAB II
ISI
1. Gangguan Panik
A. Definisi Gangguan Panik
Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan
tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan yang
kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala
somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan
gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan
multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.
B. Epidemiologi Gangguan Panik
Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk
gangguan panik adalah 1,5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5,6%. Sebagai
contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang
dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup
adalah 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik dan 2,2% untuk
serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria
diagnostik lengkap
Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki. Faktor
sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan panik
adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan paling
sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah kira-kira
25 tahun, walaupun dapat berkembang pada setiap usia.
C. Etiologi Gangguan Panik
1
-
7/30/2019 gangguancemas
2/18
1.Faktor Biologis
Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam
struktur otak dan fungsi otak. Beberapa penelitian telah menghasilkan hipotesisyang menyebabkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam
patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang
berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang.
Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan
gammaaminobutyric acid(GABA).
2.Faktor Genetika
Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan
panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan
panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien dengan
gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari pasien
dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar monozigot.
3.Faktor Psikososial
Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses pembiasan
klasik.Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari
pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan
kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan
menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala
somatik.Peneliti menyatakan bahwa serangan panik kemungkinan melibatkan arti
bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik
mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi
psikologis.
D. Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik
2
-
7/30/2019 gangguancemas
3/18
Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif
singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba akan
menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:
1. Palpitasi
2. Berkeringat
3. Gemetar
4. Sesak napas
5. Perasaan tercekik
6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman
7. Mual dan gangguan perut
8. Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan
9. Derealisasi atau depersonalisasi
10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Rasa takut mati
12. Parestesi atau mati rasa
13. Menggigil atau perasaan panas.
Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat dengan
cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu
perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu
menyebutkan sumber ketakutannya.
E. Pedoman Diagnostik Gangguan Panik
1.Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ
III):
3
-
7/30/2019 gangguancemas
4/18
Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik
Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan
anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-
kira satu bulan:
a. Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif tidak
ada bahaya;
b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat
diduga sebelumnya (unpredictable situations);
c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas
pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun
demikian umumnya dapat terjadi juga anxietas antisipatorik,
yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang
mengkhawatirkan akan terjadi).
2.MenurutDiagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-
TR)
Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobia
A. Baik (1) atau (2):
1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan
2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau
lebihberikut ini:
(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan
(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya
(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan
perilaku bermakna berhubungan dengan serangan
4
-
7/30/2019 gangguancemas
5/18
B. Tidak terdapat serangan.
C. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi
medis umum.
D. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,
seperti fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan
stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.
F. Diagnosis Banding Gangguan Panik
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah
gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis misalnya
infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan diagnosis banding
psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia sosial
dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik,dan gangguan depresi.
G. Penatalaksanaan Gangguan Panik
Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita
memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-
obatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain
itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang
mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas.
a. Farmakoterapi
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat
anti depresi dan obat anti cemas:
1. SSRI ( Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa
macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,
escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung
kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat
mencegah kekambuhan
5
-
7/30/2019 gangguancemas
6/18
2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6
minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai
akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya
minum golongan SSRI.
b. Psikoterapi
Terapi Relaksasi
Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan
menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap
hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu
mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan
mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam
proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.
Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.
Terapi Kognitif Perilaku
Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk
kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang
lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.
Psikoterapi Dinamik
Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar
menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien lebih
6
-
7/30/2019 gangguancemas
7/18
banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini
memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini
tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta
kesabaran kedua belah pihak.
H. Prognosis Gangguan Panik
Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan
fungsi premorbid yang baik sertai durasi serangan yang singkat bertendensi untuk
prognosis yang lebih baik.
2. Gangguan Cemas
a. Definisi Gangguan Cemas
Menurut Sadock dan Virginia (2007) gangguan cemas adalah keadaan seseorang
mengalami perasaan gelisah atau cemas dengan aktivitas sistim syaraf otonom
dalam merespon terhadap ancaman tersebut.
Menurut Mirza, L (2010) gangguan cemas merupakan keadaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan yang disertai dengan keluhan somatik yang
diperlihatkan dengan hiperaktifitas sistem syaraf otonom.
Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya
terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau
keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri
B.Tanda dan Gejala Gangguan Cemas
Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran
terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap
7
-
7/30/2019 gangguancemas
8/18
rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga
mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal tersebut
menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat menganggu
belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan
daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu hal dengan
lainnya.
Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas akan
melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat membenarkan
persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa cemas.
C. Teori Gangguan Cemas
Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya 1926 Inhibitons, Symptoms,
Anxiety bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan
yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan
sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil
tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas
tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul
sebagai serangan panik.
Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang
spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang
memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu
ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.
Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.
8
-
7/30/2019 gangguancemas
9/18
Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas yang
bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di dalamdunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap rasa
kekosongan eksistensi dan arti.
Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya
cemas yang patologis antara lain:
Neurotransmiter
Sistem saraf otonom
A.Neurotransmiter
1. Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa
serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan
norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki
kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan
aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara
primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus
pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut
menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak
menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan
gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor -adrenergik
( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor -2 adrenergik dapat mencetuskan
serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor -2 menunjukan pengurangan gejala cemas.
9
-
7/30/2019 gangguancemas
10/18
2. Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran
serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkanpeningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens,
amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan
penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan
obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan
kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki
reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral
brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
3. GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-obatan
benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA tipe A.
Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala gangguan
cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam dan
clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik
Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan peningkatan
ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi obat
benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus temporal
kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik. Beberapa studi
pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan abnormal pada
hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG
menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan
cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.
Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus
kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas pada amygdala.
B.Sistem Saraf Otonom
Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf otonom
adalah:
10
-
7/30/2019 gangguancemas
11/18
sistem kardiovaskuler (palpitasi)
muskuloskeletal (nyeri kepala)
gastrointestinal (diare)
respirasi (takipneu)
Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada pasien
dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus simpatetik,
yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada stimuli yang
sedang.
Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan korteks
serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.
Korteks Serebri
Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal,
cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan
cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini didugakarena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan
epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.
Sistem Limbik
Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga
memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada
primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas
dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti, yakni
peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa
cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif
kompulsif.
C. Klasifikasi Gangguan Cemas
11
-
7/30/2019 gangguancemas
12/18
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders ( DSM-IV),
gangguan cemas terdiri dari :
(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;
(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;
(3) Fobia spesifik;
(4) Fobia sosial;
(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;
(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );
(7) Gangguan Stress Akut;
(8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan somatoform
dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).
F40F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN
GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES
F40 Gangguan Anxietas Fobik
F40.0 Agorafobia
.00 Tanpa gangguan panik
.01 Dengan gangguan panikF40.1 Fobia sosial
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT
F41 Gangguan Anxietas Lainnya
F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)
12
-
7/30/2019 gangguancemas
13/18
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT
F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)
F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional
F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya
F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT
F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)
F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)
F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)
F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)
3. Gangguan Penyesuaian
A. Definisi Gangguan Penyesuaian
Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka
pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama tiga bulan
dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan respon patologis
terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai kekurang beruntungan, atau
yang menurut para psikiater disebut sebagai stressor psikososial. Gangguan ini
bukan merupakan kondisi lebih buruk dari gangguan psikiatrik yang sudah ada.
(Kaplan & Sadock, 1991).
Halgin & Whitbourne (1994) mengungkapkan bahwa gangguan penyesuaian diri
adalah reaksi terhadap satu atau beberapa perubahan (stressor) dalam kehidupan
13
-
7/30/2019 gangguancemas
14/18
seseorang yang lebih ekstrem dibandingkan dengan reaksi normal orang pada
umumnya, terhadap perubahan (stressor) yang sama.
ICD-10 dan DSM-IV mendefinisikan gangguan penyesuaian sebagai keadaansementara yang ditandai dengan munculnya gejala dan terganggunya fungsi
seseorang akibat tekanan pada emosi dan psikis, yang muncul sebagai bagian
adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan, kejadian hidup yang penuh
tekanan, penyakit fisik yang serius, atau kemungkinan adanya penyakit yang
serius. Gangguan Penyesuaian diasumsikan sebagai suatu keadaan yang tidak
akan terjadi tanpa adanya stressor.
B. Penggolongan Gangguan Penyesuaian
Menggolongkan gangguan penyesuaian sebagai sebuah gangguan mental
memunculkan beberapa kesulitan karena tidak mudah mendefinisikan apa yang
normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila sesuatu yang
buruk terjadi pada hidup kita, maka wajar bila kita merasa sedih. Bila ada krisis
dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, bisa
dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya justru apabilakita tidak bereaksi maladaptif, paling tidak secara temporar, karena terjadinya
peristiwa- peristiwa tersebut, dapat menunjukkan ada yang tidak wajar pada diri
kita. Namun, bila reaksi emosional kita berlebihan, atau kemampuan kita untuk
berfungsi mengalami penurunan atau hendaya, maka kondisi ini bisa didiagnosis
sebagai gangguan penyesuaian. Jadi, bila kita sulit berkonsentrasi dalam
mengerjakan tugas kuliah karena putus cinta dan nilai akademis menurun, maka
ada kemungkinan kita mengalami gangguan penyesuaian (Rathus & Nevid, 1991).
C. Epidemiologi
Berdasarkan DSM-IV TR prevalensi dari gangguan penyesuaian diantara 2
sampai 8 persen dari total populasi. Wanita didiagnosa dua kali lebih sering
dibanding dengan pria, dan wanita single secara umum memiliki resiko yang
paling tinggi. Pada anak-anak dan remaja, tidak ada perbedaan kecenderungan
gangguan penyesuaian antara anak laki-laki dan anak perempuan. Pada remaja,
14
-
7/30/2019 gangguancemas
15/18
baik laki-laki maupun perempuan, stressor yang umum menyebabkan gangguan
penyesuaian diantaranya masalah sekolah, penolakan dari orang tua, perceraian
orang tua, dan tindak kekerasan yg diterima. Sedangkan pada orang dewasa,
sumber stressor yang umum diantaranya, masalah keluarga, perceraian, berpindah
ke lingkungan yang baru, dan masalah finansial (Kaplan & Sadock, 2007).
Gangguan penyesuaian merupakan salah satu gangguan yang paling banyak
ditemukan pada
pasien yang dirawat di rumah sakit, baik yang dirawat karena penyakit fisik,
maupun juga pasien yang hendak mengalami operasi. Pada suatu penelitian
ditemukan bahwa 5 persen dari semua pasien yang dirawat pada suatu rumah sakitselama masa 3 tahun didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian. Kemudian
juga ditemukan bahwa 50 persen dari orang-orang yang memiliki riwayat
penyakit medis, didiagnosis mengalami gangguan penyesuaian (Kaplan &
Sadock, 2007).
D. Etiologi
Berdasarkan definisi yang diungkapkan, gangguan penyesuaian selalu didahului
oleh satu atau lebih stressor. Kadar kekuatan dari stressor tersebut tidak selalu
sebanding dengan kadar kekuatan gangguan yang dihasilkan. Kadar dari stressor
tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang kompleks, seperti derajat stressor,
kuantitas, durasi, lingkungan maupun konteks pribadi yang menerima stressor
tersebut. Misalnya, reaksi dari anak berusia 10 tahun dan 40 tahun tentu sangat
berbeda terhadap peristiwa meninggalnya orang tua. Faktor kepribadian, norma
kelompok, serta budaya setempat juga sangat berpengaruh terhadap caraseseorang menanggapi sebuah stressor (Kaplan & Sadock, 2007).
Diagnosis gangguan penyesuaian membutuhkan identifikasi dari kejadian yang
penuh tekanan. Masih terjadi perdebatan apakah pasien dengan gangguan
penyesuaian memiliki vulnerabilitas yang tinggi terhadap stressor yang umum
atau vulnerabilitas yang umum terhadapp stressor yang besar. Berikut adalah
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan penyesuaian pada
seseorang.
15
-
7/30/2019 gangguancemas
16/18
1. Peran stress
Seseorang harus mengalami kejadian yang penuh tekanan untuk dianggap
mengalami gangguan penyesuaian. Stressor yang menyebabkan gangguan
penyesuaian bisa jadi berbeda tipe dan bobot. Paykel et al mengklasifikasikan
kejadian hidup menjadi desirable/undesirable (seperti kemajuan karir.penyakit),
penerimaan/kehilangan (seperti pernikahan/kematian seseorang yang dicintai).
Stressor bisa single/tunggal bisa multiple/banyak, single misalnya, kehilangan
orang yang dicintai, sedangkan yang multiple misalnya selain kehilangan orang
yang dicintai, juga di PHK, dan mengidap suatu penyakit. Selain itu stressor jugadapat berupa sesuatu yang berulang, misalnya kesulitan bisnis di masa sulit, serta
dapat berupa sesuatu yang terus menerus, misalnya kemiskinan dan penyakit
kronis. Perselisihan dalam keluarga dapat menyebabkan gangguan penyesuaian
yang berpengaruh terhadap semua anggota keluarga, namun dapat juga gangguan
hanya terbatas pada satu anggota keluarga yang mungkin menjadi korban, atau
secara fisik, menderita penyakit. Terkadang, gangguan penyesuaian juga dapat
muncul pada konteks kelompok atau komunitas, dimana sumber stres nya
mempengaruhi beberapa orang atau sekaligus, seperti komunitas yang terjadi pada
korban bencana alam. Selain itu tahap perkembangan tertentu seperti mulai masuk
sekolah, meninggalkan rumah untuk merantau, menikah, menjadi ayah ibu, gagal
meraih citacita, maupun ditinggal anak untuk merantau, sering diasosiasikan
dalam gangguan penyesuaian (Kaplan dan Sadock, 2007).
2. Vulnerabilitas individu
Masing-masing individu memiliki vulnerabilitas yang berbeda terhadap gangguan
penyesuaian, tergantung dari karakteristik kepribadian dan latar belakang masing-
masing. Tidak semua orang yang mengalami stress akan memiliki gangguan
penyesuaian. Berikut adalah hal-hal yang mempengaruhi vulnerabilitas seseorang
terhadap stress:
a. Variabilitas individu: usia, jenis kelamin, tingkat kesehatan atau komorbiditas
kejiwaan.
16
-
7/30/2019 gangguancemas
17/18
b. Faktor hubungan, seperti tingkat instruksi; etik, politik, kepercayaan.
c. Lingkungan keluarga: keberadaan dukungan, kekuatan hubungan, dan status
ekonomi.
d. Kejadian di masa kecil: seorang ibu yang mengontrol anaknya atau seorang
ayah yang suka meng-abuse anaknya, berhubungan dengan peningkatan risiko
gangguan penyesuaian.
Faktor personal dari tingginya neurotisme dan rendahnya ekstraversi mungkin
berhubungan dengan gangguan penyesuaian. :
1.Level pendidikan, level pendidikan yang tinggi dapat melindungi diri dari
distress psikologis.2.Status pernikahan: Pernikahan dianggap sebagai faktor yang dapat melindungi
diri dari gangguan penyesuaian.
3.Hubungan antara kelainan kepribadian dan gangguan penyesuaian masih tidak
jelas. Meskipun gangguan kepribadian dapat meningkatkan risiko
berkembangnya gangguan penyesuaian, pasien dengan gangguan penyesuaian
lebih jarang untuk memiliki kelainan kepribadian dibandingkan dengan pasien
depresi.
E. Manifestasi Klinik
Gangguan penyesuaian didiagnosis saat seseorang memiliki gejala kejiwaan saat
menyesuaikan diri terhadap keadaan baru. Gejala-gejala yang muncul bervariasi,
misalnya depresi, kecemasan, atau campuran di antara keduanya. Gejalacampuran ini yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Berikut adalah
gabungan dari beberapa gejala gangguan penyesuaian:
1. Gejala psikologis. Meliputi depresi, cemas, khawatir, kurang konsentrasi,
dan mudah tersinggung.
2. Gejala fisik. Meliputi berdebar-debar, nafas cepat, diare, dan tremor.
17
-
7/30/2019 gangguancemas
18/18
3. Gejala perilaku. Meliputi agresif, ingin menyakiti diri sendiri, alcohol
abuse, penggunaan obat-obatan yang tidak tepat, kesulitan sosial, dan
masalah pekerjaan.
Gejala-gejala tersebut muncul bertahap setelah adanya kejadian yang penuh
tekanan, dan biasanya berlangsung dalam waktu sebulan (ICD-10) atau 3 bulan
(DSM IV). Gangguan ini jarang terjadi lebih dari 6 bulan. Contoh kejadian yang
penuh tekanan antara lain putusnya hubungan, pemutusan hubungan kerja,
perselisihan dalam pekerjaan, kehilangan, sakit dan perubahan besar.
Seseorang yang menderita gangguan penyesuaian akan memiliki kesulitan dalam
fungsi sosial dan pekerjaan; kerja dan hubungan antara sesama akan terganggu
akibat stress yang berlangsung atau kurangnya konsentrasi. Bagaimanapun juga
kesulitan yang terjadi tidak akan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang
sampai level yang signifikan. Gejala tidak selalu menghilang segera setelah
stressor menghilang dan jika stressor berlanjut, gangguan mungkin akan menjadi
kronik.
18