Gangguan Pengendalian Impuls
-
Upload
shinta-wulandhari -
Category
Documents
-
view
179 -
download
1
description
Transcript of Gangguan Pengendalian Impuls
Ganguan kebiasaan pada anak
Seorang anak sangat peka terhadap kasih sayang, mereka mengetahui dan lekas merasa
dicintai atau tidak. Jika merasa tidak dicintai dan diperhatikan oleh orang tuanya, anak akan
merasa tidak aman lalu timbul ketegangan yang dapat mengakibatkan gejala berupa
timbulnya kebiasaan-kebiasaan jelek yang disebut gangguan kebiasaan. Gangguan kebiasaan
pada anak ini merupakan suatu penyaluran dari suatu ketegangan emosional (tensional outlet)
bagi seorang anak. Gangguan kebiasaan pada anak dapat berupa : kebiasaan mengisap jari,
mengisap lidah, menggigit kuku, mengguling-gulingkan kepala, mencabut rambut, gagap,
menangis dan merengek-rengek.
Berikut ini akan diuraikan secara terperinci beberapa gangguan kebiasaan pada anak-
anak :
1. Enuresis (Ngompol)
Ngompol adalah keadaan dimana anak tidak dapat menahan kencing sesudah
umur 5 tahun. Enuresis nokturna adalah ngompol pada malam hari dan enuresis diurnal
terjadi pada siang hari. Ngompol merupakan gangguan kebiasaan yang sering dijumpai
pada anak-anak. Sekitar 1-5 % anak menderita gangguan kebiasaan ini, dan terjadi lebih
sering pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
o Gejala yang Timbul
Ngompol bisa bersifat menetap (primer), dimana pada malam hari anak selalu
ngompol, dan tipe regresif (sekunder) dimana anak yang sudah tidak ngompol sekurang-
kurangnya dalam 1 tahun mulai ngompol lagi. Sekitar 75% dari semua anak yang
ngompol merupakan tipe primer. Tetapi pada anak usia akhir SD biasanya menderita
ngompol tipe regresif.
Ngompol yang bersifat menetap biasanya sering karena pelatihan untuk buang air
kecil yang tidak tepat atau tidak memadai. Orang tua yang menuntut secara paksa anak
untuk segera bisa buang air kecil sendiri dapat menimbukan respon marah, anak secara
tidak sadar menentangnya dengan mengompol. Sebaliknya orang tua yang tidak cukup
memberi dukungan dan latihan buang air kecil dapat mengurangi upaya anak untuk
menahan kencing. Stress psikologis yang lama yang terjadi selama periode anak belajar
berjalan walaupun tidak terkait dengan pengalaman pelatihan buang air keci juga dapat
menganggu kemampuan anak untuk mengontrol kencing.
Ngompol tipe regresif biasanya dipengaruhi peristiwa-peristiwa lingkungan yang
penuh tekanan, seperti pindah rumah baru, konfik pernikahan orang tua, kelahiran saudara
kandung atau kematian dalam keluarga. Ngompol ini bersifat sementara dan terjadi cuma
sebentar. Biasanya tipe ini cepat sembuh.
o Penanganan
Penanganan ngompol pada anak tergantung pada faktor penyebabnya. Penanganan
harus memperhatikan faktor psikis, sosial dan lingkungan anak. Beberapa hal berikut dapat
dilakukan jika anak kita masih ngompol:
Pemberian hadiah atau pujian. Jika pada suatu malam anak kita sudah tidak ngompol
berikan suatu hadiah/pujian. Berikan hadiah yang lebih besar atau lebih anak sukai jika
ternyata dia sudah tidak ngompol pada lebih banyak malam.
Setelah makan malam, jangan berikan minuman atau makanan cair pada anak.
Sebelum tidur, anak disuruh buang air kecil terlebih dahulu.
Membangunkan anak secara berulang-ulang untuk mengantarkannya ke kamar mandi,
hal ini berguna bagi beberapa anak. Tapi dapat menimbulkan dan membangkitkan
amarah pada beberapa anak yang lain.
Pada anak yang sudah besar diminta mencuci sprei dan celananya sendiri yang kena
ompol.
Jalinlah komunikasi yang baik dengan anak, bantu anak mengatasi masalahnya.
Hindari pemberian hukuman atau penghinaan pada anak yang masih ngompol.
Penggunaan aat-alat pembantu (mialnya alarm yang berbunyi) sebaiknya dihindari, jika
sangat diperukan sebaiknya harus dengan persetujuan anak.
Konsutasilah dengan dokter anak atau dokter syaraf untuk mengetahui apakah terdapat
kelainan pada organ saluran kencing atau tidak.
2. Enkopresis
Anak-anak yang berumur 2-3 tahun biasanya sudah tidak berak di celana lagi.
Bila hal ini sekali-kali terjadi, tidak usah dikhawatirkan, sebab mungkin anak baru sakit
atau karena rangsangan emosional yang hebat. Akan tetapi jika sesudah umur 3-4 tahun
seorang anak masih buang air besar di celana, maka hal tersebut harus di”khawatirkan”.
Gangguan ini terutama pada anak aki-laki dan biasanya pada anak dengan sosial
ekonomi yang rendah. Enkopresis menunjukkan gangguan emosi yang lebih serius
daripada ngompol dan sering terkait dengan amarah.
o Faktor Penyebab Enkopresis Antara Lain :
Kelainan saluran pencernaan dan feces. Misalnya konstipasi kronis, tinja keras, dan
mencret terus menerus pada anak.
Retardasi mental.
Latihan yang salah : ibu yang tergesa-gesa melatih anaknya sebelum waktunya (sebelum
umur 1 tahun seorang anak belum dapat mengontrol BAB nya), sehingga anak menjadi
bingung dan takut. Atau anak kurang mendapat perhatian orang tua sehingga kurang
latihan.
Adanya gangguan emosional, misalnya rasa iri pada adik yang baru lahir, merasa tidak
diperhatikan dll.
o Penanganan
Tindakan seperti pada kasus ngompol bisa digunakan pada kasus ini. Tapi ada beberapa
hal yang memerlukan penanganan yang berbeda.
Jika disebabkan konstipasi kronis, maka sebaiknya orang tua lebih memperhatikan
makanan anak, beri banyak buah-buahan dan makanan berserat tinggi.
Latih anak untuk duduk di toilet sekitar 10-15 menit selesai makan.
Beri anak hadiah jika sudah tidak BAB di celana lagi.
3. Menghisap Jari
Untuk bayi menghisap jari merupakan hal yang normal. Akan tetapi bia seorang
anak masih menghisap jari setelah umur 3-4 tahun, maka biasanya ada ketegangan
emosional padanya. Orangtua sering menjadi gelisah bia melihat anaknya menghisap
jari. Yang dari kalangan intelektual khawatir timbulnya kelainan pada rahang atau anak
mendapat radang saluran cerna. Oleh karena itu anak yang menghisap jari sering
dimarahi, diancam hukuman atau dibuat malu oeh orang tuanya. Padahal hal tersebut
bisa menimbukan rasa salah dan rendah diri pada anak dan justru menambah ketegangan
emosional yang sudah ada. Bagaimanakah sebaiknya sikap orang tua terhadap anak yang
menghisap jari dan bagaimanakah pencegahannya? Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
Pada masa bayi diberikan cukup waktu untuk menghisap. Menurut banyak peneliti,
kebiasaan menghisap jari lebih sering terjadi pada anak – anak yang kurang diberi
kesempatan menghisap, misalnya pada bayi-bayi yang cepat disapih.
Diselidiki keadaan emosional anak. Bagaimanakah hubungan orang tua denagn anak?
Bila ada ketegangan emosional, maka hal ini peru diperbaiki. Berikan lebih banyak
perhatian pada anak.
Bila anak masih tetap menghisap, biarkanlah hingga anak berumur kira-kira 5 tahun.
Biasanya setelah umur 5 tahun anak lebih koperatif, dan lebih mudah diajak
komunikasi, sehingga bisa diberitahu bahwa hal tersebut adaah kebiasaan yang tidak
baik.
Berikan anak permainan atau minat yang anak sukai sehingga dengan begitu anak
akan merasa puas dan lebih ceria.Sehingga kemungkinan meluapkan emosi dengan
menghisap jari lebih rendah.
Jika anak sudah mulai mencoba dengan aktif mengendalikan kebiasaan menghisap
jari berikan pujian dan dorongan. Sehingga dengan begitu anak akan lebih termotivasi
menghiangkan kebiasaan tersebut.
Gangguan Pengendalian Impuls
Individu dengan pengendalian implus memiliki ciri-ciri berikut: pertama, individu
tidak dapat menahan suatu implus, dorongan, atau godaan untuk melakukan suatu tindakan
yang berbahaya bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Individu mungkin secara disadari
atau tidak disadari menentang implus dan mungkin merencanakan atau tidak merencanakan
tindakan tersebut. kedua, sebelum melakukan tindakan, mereka merasakan ketegangan atau
rangsangan yang meningkat. Ketiga, saat melakukan tindakan, individu dengan gangguan ini
merasakan kesenangan, kegembiraan, atau pelepasan. Tindakan adalah ego-sintonik yaitu
sejalan dengan harapan sadar pasien yang segera. Segera setelah tindakan, pasien mungkin
merasakan penyesalan yang murni, mencela diri sendiri, atau rasa bersalah, atau mungkin
tidak merasakanya.
Enam kategori gangguan pengendalian implus yaitu gangguan eksplosif intermiten,
kleptomania, berjudi patologis, trikotilomania, dan gangguan pengendalian impuls yang tidak
dapat ditentukan. Penyebab gangguan pengendalian implus adalah tidak diketahui, tetapi
faktor psikodinamika dan psikososial tampak berinteraksi untuk menyebabkan gangguan.
Gangguan mungkin memiliki mekanisme neurobiologis dasar yang sama.
ETIOLOGI
Faktor Psikodinamika
Suatu implus adalah suatu kecenderungan untuk bertindak, untuk menurunkan
ketegangan yang meningat yang disebabkan oleh dorongan instinktual yang telah
dibangun atau oleh menurunya pertahanan ego terhadap dorongan. Gangguan
pengendalian implus memiliki suatu usaha untuk melewati (by pass) pengalaman gejala
yang mengganggu atau afek yang menyakitkan dengan berusaha bertindak pada
lingkungan. Penelitian yang sering penulis telaah, dapat ditengarahi para peneliti
menengarahi bahwa perilaku implusif adalah berhubungan dengan super ego yang lemah
dan struktur ego yang lemah berhubungan dengan trauma psikis akibat kerugian di masa
anak-anak (atau salah satu tugas perkmabnagn sebelumnya).
Hal ini dapat dilihat dari pendapat Otto Fenichel yang menghubungkan perilaku
implusif dengan usaha untuk menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek
yang menyakitkan lainya melalui tindakan. Ia lebih lanjut berpendapat bahwa tindakan
tersebut merupakan pertahanan terhadap bahaya internal dan tindakan tersebut dapat
menghasilkan pemuasan agresif atau seksual yang menyimpang. Bagi pengamat sikap
atau sosial, gangguan atau perilaku implusif mungkin tampak rakus dan ingin tahu, tetapi
sebenarnya berhubungan dengan pemulihan dari rasa sakit.
Banyak bentuk masalah pengendalian implus –termasuk kleptomania, berjudi,
dan beberapa perilaku parifilia—berhubungan dengan rasa diri yang tidak lengkap. Ini
berawal dari pengamatan bahwa jika diri tidak menerima respon yang mengakui dan
menegaskan dari orang lain yang mereka cari dari persahabatan bermakna dalam
kehidupan mereka, diri mungkin terpecah. Sebagai cara menghadapi fragmentasi tersebut
dan untuk mendapatkan kembali rasa keutuhan atau keterpaduan diri, individu tersebut
melakukan perilaku implusif yang tampak bagi orang lain sebagai merusak diri sendiri.
Perilaku implusif atau menyimpang adalah suatu cara dimana anak berharap
mendapakan kembali hubungan materal primitif. Perilaku implusif adalah sikap yang
penuh harapan diamana anak masih mencari kasih sayang dan cinta dari ibunya, bukan
sikap yang menunjukan menyerah untuk mendapatkannya. Hal ini kemudian beberapa
ahli terapi menekankan fiksasi pada stadium oral dari perkembangan. Individu berusaha
menguasai kecemasan, rasa bersalah, depresi, dan afek menyakitkan lainya dengan
melakukan tindakan tersebut yang ditujukan untuk mendapatkan pemulihan bahkan
jarang berhasil kendatipun secara sementara.
Faktor Biologis
Penemuan neurotransmitter akhir-akhir ini mengilhami ilmuwan memusatkan
segala jenis gangguan dengan kemungkinan keterlibatan faktor organik dalam gangguan
pengendalian implus, khususnya bagi individu dengan perilaku yang jelas kasar.
Neurosains telah menunjukan bahwa daerah otak tertentu, seperti sistem limbik, adalah
berhubungan dengan aktivitas implusif dan kasar, selain itu juga daerah otak lainya yang
berhubungan dengan inhibisi perilaku tersebut. Hormon tertentu, khususnya testoteron,
telah dihubungkan dengan perilaku kasar dan agresif.
Gejala gangguan pengendalian implus mungkin akan terus ditemukan sampai
masa dewasa individu yang diklasifikasikan sebagai penderita gangguan
defisit-atensi/hiperaktivitas di masa anak-anaknya. Defisiensi mental seumur hidup ,
epilepsi, dan bahkan sindroma otak yang reversibel telah lama dilibatkan dalam
hilangnya pengendalian implus.
Pada beberapa gangguan pengendalian implus, pertahanan ego terlampaui tanpa
patologi sistem saraf yang aktual. Kelelahan, stimulasi yang tidak henti-henti, dan trauma
psikis dapat menurunkan daya tahan dan secara sementara menghentikan kontrol ego.
Adapun etiologi dari gangguan pengendalian impuls adalah
Faktor Psikososial
Beberapa ilmuwan telah menekankan pentingnya aspek psikososial dari
gangguan, seperti pperistiwa kehidupan awal. Model yang tidak tepat untuk identifikasi
dan tokoh orang tua yang sendirinya sulit untuk mengendalikan implus juga semestinya
dilibatkan. Di samping itu, faktor parental tertentu seperti kekerasan di rumah,
penyalahhgunaan alkohol, promiskuitas, dan kecenderungan anti sosial diperkirakan
penting.
Kilasan secara khusus tentang gangguan yang termasuk dari gangguan
Pengendalian Implus adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Eksplosif Intermiten
Gangguan eksplosif intermiten ditemukan pada individu yang memiliki episode
kehilangan kendali implus agresif, yang menyebabkan penyerangan yang serius atau
merusak barang-barang. Derajat agresivitas yang diekspresikan adalah jelas di luar
proporsi terhadap tiap stresor yang mungkin membantu mendatangkan episode.
Gejala yang dapat digambarkan adalah individu melakukan serangan atau serbuan,
tampak dalam beberapa menit atau jam, dan terlepas dari durasinya, menghilang
spontan dan cepat. Masing-masing episode biasanya diikuti oleh penyesalan atau
pencelaan diri yang murni.
Disiplin keilmuan psikologi biasa mendiagnosis Gangguan eksplosif intermiten
harus didapatkan dari penggalian riwayat penyakit yang mengungkapkan beberapa
episode kehilangan kendali yang disertai oleh serangan agresif, karena ditengarahi
episode tunggal yang tersendiri tidak membenarkan diagnosis. Riwayat penyakit
biasanya masa kanak-kanak dengan ketergantungan alkohol, kekerasan, dan
ketidakstabilan emosional. Pekerjaan klien adalah buruk, klien melaporkan kehilangan
pekerjaan, kesulitan perkawinan, dan masalah dengan hukum. Sebagian besar telah
mencari bantuan psikiatrik di masa sebelumnya, namun tidak bermanfaat. Tingkat
kecemasan, rasa bersalah, dan depresi berat biasanya ditemukan setelah suatu episode.
Diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dapat dibuat hanya setelah
menyingkirkan gangguan yang kadang-kadang berhubungan dengan kehilangan
kendali, seperti gangguan psikotik, perubahan kepribadian karena kondisi medis
umum, gangguan kepribadian antisosial atau ambang, gangguan konduksi, dan
intosikasi dengan zat psikoaktif.
Hal ini dapat dibedakan antara Gangguan eksplosif intermiten dan gangguan
kepribadian anti sosial dan ambang, karena pada gangguan kepribadian, agresivitas
dan implusivitas adalah bagian dari karakter individu dan ditemukan di antara episode
serangan. Sedangkan skizofrenia paranoid dan katatonik, individu mungkin
menunjukan perilaku kasar sebagai respon terhadap waham dan halusinasi, dan
individu memiliki gangguan yang jelas dalam tes relitas. Individu manik yang
bersikap bermusuhan mungkin agresif secara implusif, tetapi diagnosis dasar biasanya
jelas dari pemeriksaan status mental dan presentasi klinisnya.
Dari diskusi di atas, diagnosa Gangguan eksplosif intermiten, gangguan epilepsi, tumor
otak, penyakit degeneratif, dan gangguan endokrin harus dipertimbangkan dan disingkirkan,
demikian juga intoksikasi akut dengan zat tertentu seperti alkohol, halusinogen, dan
amfetamin. Kriteria diagnosis Gangguan eksplosif intermiten dalam DSM-IV adalah sebagai
berikut:
Beberapa episode terpisah kegagalan untuk menahan implus agresif yang menyebabkan
penyerangan yang serius atau menghancurkan barang-barang.
Derajat agesivitas yang diekspresikan selama episode adalah jelas diluar proporsi stresor
psikososial yang mencetuskanya.
Episode agresif tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
gangguan kepribadian anti sosial, gangguan kepribadian ambang, gangguan psikotik,
episode manik, gangguan konduksi, atau gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas
(ADD/ADHD), dan bukan afek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya obat yang
salah digunakan), atau kondisi medis umum (misalnya, trauma kepala, penyakit
Alzheimer)
Terapi menggunakan kombinasi pendekatan psikoterapi dan farmakologi memiliki
kesempatan berhasil yang terbaik. Psikoterapi pada klien adalah sulit, berbahaya, dan
seringkali tidak ada ganjaranya, karena ahli terapi psikis lebih banyak mengalami kesukaran
dengan trsferensi-balik dan batas-batas lingkungan. Psikoterapi kelompok mungkin
memberikan suatu bantuan, demikian juga terapi keluarganya, khususnya jika individu
eksplosif adalah seorang remaja atau dewasa awal.
Selain itu kleptomaniapun merupakan suatu contoh dari gangguan pengendalian
impuls. Kleptomania (bahasa Yunani: κλέπτειν, kleptein, "mencuri", μανία, "mania") adalah
penyakit jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencuri. Benda-
benda yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya adalah barang-barang yang tidak
berharga, seperti mencuri gula, permen, sisir, atau barang-barang lainnya. Sang penderita
biasanya merasakan rasa tegang subjektif sebelum mencuri dan merasakan kelegaan atau
kenikmatan setelah mereka melakukan tindakan mencuri tersebut. Tindakan ini harus
dibedakan dari tindakan mencuri biasa yang biasanya didorong oleh motivasi keuntungan dan
telah direncanakan sebelumnya.
Penyakit ini umum muncul pada masa puber dan ada sampai dewasa. Pada beberapa
kasus, kleptomania diderita seumur hidup. Penderita juga mungkin memiliki kelainan jiwa
lainnya, seperti kelainan emosi, Bulimia Nervosa, paranoid, schizoid atau borderline
personality disorder. Kleptomania dapat muncul setelah terjadi cedera otak traumatik dan
keracunan karbon monoksida
DEFINISI
Kleptomania adalah kelainan dimana terdapat dorongan yang tidak dapat ditahan
untuk mencuri barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan dan memiliki nilai yang tidak
seberapa. Kleptomania merupakan kelainan mental yang serius yang dapat menghancurkan
hidup anda jika tidak ditangani.
Kleptomania merupakan kelainan untuk mengendalikan impuls, kelainan dimana
tidak dapat menahan godaan atau dorongan untuk berbuat sesuatu yang merugikan diri
sendiri maupun orang lain.
Banyak orang dengan kleptomania hidup dengan malu karena mereka takut meminta
bantuan dari dokter atau psikiater. Walaupun tidak ada yang dapat mengobati kleptomania,
terapi dengan obat dan psikoterapi dapat membantu mengakhiri dorongan mencuri tersebut.
TANDA DAN GEJALA
Adapun 4 tanda utama kleptomania:
Dorongan yang kuat untuk mencuri barang yang tidak dibutuhkan
Merasakan gejolak yang kuat saat sedang ingin mencuri
Merasakan rasa puas saat mencuri
Merasakan rasa bersalah dan malu setelah mencuri
Tidak seperti pengutil biasa, kleptomania tidak mencuri untuk keuntungan pribadi,
atau karena ingin membalas dendam. Mereka mencuri hanya karena alasan mereka tidak
mampu menahan dorongan yang begitu besar, yang menyebabkan mereka merasa cemas,
tegang, dan terganggu, sehingga untuk melegakan perasaan ini, mereka mencuri.
Selama mencuri mereka merasa lega, namun sesudahnya mereka merasa sangat
bersalah dan merasa diri sangat rendah, juga ketakutan akan ditangkap. Namun, dorongan itu
akan kembali, dan siklus kleptomania akan berulang terus menerus. Kadang, dorongan untuk
kleptomonia muncul secara spontan, tidak direncanakan, biasanya dipicu oleh kejadian yang
menimbulkan stress sehingga memicu untuk mencuri lagi.
Biasanya penderita kleptomania mencuri dari tempat umum, seperti toko dan
supermarket. Beberapa mencuri dari teman atau kenalan, misalnya di pada acara pesta.
Biasanya barang yang dicuri tidak memiliki nilai untuk penderita itu sendiri. Biasanya barang
yang dicuri tidak akan pernah dipergunakan, atau didonasikan, diberikan ke teman atau
anggota keluarga lain, atau secara sembunyi-sembunyi mengembalikan ke tempat mereka
mencurinya.
Biasanya penderita kleptomania adalah wanita, berusia rata-rata 35 tahun, walaupun
pernah ditemukan kasus kleptomania pada usia 5 tahun.
PENYEBAB
Penyebab kleptomania tidak diketahui. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
kleptomania mungkin dapat berhubungan dengan senyawa kimia di otak yang disebut
serotonin. Serotonin bertugas untuk mengatur mood dan emosi. Terdapat berbagai bukti yang
menghubungkan kleptomania dengan kelainan obsesif kompulsif. Namun perlu penelitian
lebih lanjut untuk mengerti lebih lanjut pernyebab kleptomania.
Faktor resiko yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kleptomania:
Terdapat peristiwa hidup yang menyebabkan stress, misalnya kehilangan orang terdekat
atau sesuatu yang berharga
Cedera kepala atau otak
Memiliki riwayat keluarga dengan kleptomania, kelainan mood, dan kelainan obsesif
kompulsif.
TERAPI
Karena kleptomania yang murni adalah jarang, laporan pengobatan cenderung merupakan
penjelasan kasus individual atau sejumlah kasus yang singkat. Psikoterapi dan psikoanalisis
berorientasi tilikan telah berhasil tetapitergantung pada motifasi pasien. Orang yang merasa
bersalah dan malu mungkin dapat dibantu dengan psikoterapi berorientasi tilikan, karena
motivasi yang kuat untuk mengubah prilaku
Terapi perilaku termasuk disensitisasi sistematik, pembiasaan menentang dan kombinasi
pembiasan menentang dan berubah kemungkinan sosial telah dilaporkan berhasil,
kendatipun tidak ada motivasi.
Inhibitorambilan kembalian spesifik serotonin seperti fluxetin tampaknya efektif pada
beberapa pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, Waldo E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
2. Maramis, W.F. 1994. Catatan Imu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.
3. Mardjono, Mahar. 2000. Neuroogi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta.
4. Kaplan, Harold.2010. Sinopsis Psikiatri jilid 2. Penerbit binarupa aksara, jakarta.
MAKALAH TASK READING
GANGGUAN KEBIASAAN DAN IMPULS
Disusun oleh
M.Ade Indra Sutomo
Abdu haris
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AL-AZHAR MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2010-2011