Gangguan Makan

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar belakang Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat psikologis dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang didefinisikan sebagai gangguan perilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan ada tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan binge-eating disorder (BED). AN ditandai dengan keengganan untuk menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh, ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar yang sering dan berulang- ulang, kemudian coba memuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan (National Institute of Mental Health. 1 Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu hingga dua juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk 1

Transcript of Gangguan Makan

Page 1: Gangguan Makan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik dengan akibat

psikologis dan medis yang serius. Gangguan makan, seperti anorexia

nervosa (AN) dan bulimia nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang

didefinisikan sebagai gangguan perilaku makan atau perilaku dalam

mengkontrol berat badan. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders, 4th Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan ada tiga jenis

gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa (BN), dan

binge-eating disorder (BED). AN ditandai dengan keengganan untuk

menetapkan berat badan normal, penyimpangan pandangan terhadap tubuh,

ketakutan ekstrim menjadi gemuk, dan perilaku makan yang sangat

terganggu. BN ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang besar

yang sering dan berulang-ulang, kemudian coba memuntahkan kembali,

penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan

(National Institute of Mental Health.1

Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat

secara global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika Serikat, dilaporkan satu

hingga dua juta wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk BN, dan 500,000

wanita memenuhi kriteria diagnostik untuk AN (Academy for Eating

Disorder, 2006). Peningkatan ini berkaitan dengan kesadaran ekstrim

tentang berat badan dan tampilan fisik, kebanyakan dikalangan generasi

muda.1

Penelitian internasional tentang gangguan makan menunjukkan 1%

dari remaja wanita di Amerika Serikat menderita AN, sedangkan 4%

menderita BN. Sebanyak 1.2% anak sekolah di Cairo dan 3.2% anak sekolah

di Iran menderita BN.2 Di Norway, sebanyak 2.6% mahasiswa perempuan

dan 1.3 % mahasiswa Itali menderita AN.3

1

Page 2: Gangguan Makan

Jika dibandingkan prevalensi di negara Barat dan di negara non-Barat,

prevalensi di negara non-Barat menunjukkan jumlah yang lebih rendah

daripada di negara Barat tetapi menunjukkan adanya peningkatan.

Prevalensi di negara Barat untuk AN ialah 0.1-5.7% pada subjek wanita,

manakala untuk BN ialah 0-2-1% pada laki-laki, dan 0.3-7.3% pada wanita.

Prevalensi di negara non-Barat untuk BN ialah 0.46-3.2% pada wanita.3

Sejak 1980-an, terjadi peningkatan prevalensi gangguan makan dalam

populasi Asia. Sejak kebelakangan ini, terdapat peningkatan fenomena ini di

kalangan wanita muda di Singapura. Di Singapura, prevalensi wanita muda

yang beresiko untuk menghidapi gangguan makan ialah sebanyak 7.4%.4

Satu media di Singapura, pada tahun 2007, melaporkan jumlah remaja

dengan gangguan makan semakin meningkat sebanyak enam kali lipat sejak

tahun 2002. Singapore General Hospital menyatakan sebanyak 140 kasus

gangguan makan dilaporkan setiap tahun, tetapi hanya 10 hingga 20% yang

datang berobat. 0.05% sampel pasien psikitrik di Malaysia telah terdiagnosis

mengalami AN dan angka ini tidak meningkat selama 15 tahun.

Di Indonesia, 12-22% wanita berusia 15-29 tahun menderita defisiensi

energi kronis (IMT <18,5) di beberapa kawasan. Apakah defisiensi ini

disebabkan oleh gangguan makan atau hal lain tidaklah dijelaskan secara

rinci. Bagaimanapun, masih kurang penelitian dilakukan tentang gangguan

makan di Indonesia sehingga prevalensinya tidak diketahui secara pasti.

Akibat dari gangguan makan yang berkepanjangan, bisa terjadi

hipotensi kronis, bradikardia, hipotermia, pembengkakan kelenjar liur,

anemia, dehidrasi, alkalosis dan hipokloremia dapat dilihat. Ruptur lambung

juga dapat terjadi. Lebih dari 90% penderita AN mengalami amenorrea

sekunder disebabkan oleh malnutrisi kronis. Pengurangan densitas tulang

merupakan masalah yang serius karena sukar diobati, dan keadaan ini

meningkatkan resiko fraktur tulang. Gangguan makan juga dapat

menyebabkan gangguan pada jantung. Resiko tertinggi pada panderita

dengan gangguan makan adalah gagal jantung.

BAB II

2

Page 3: Gangguan Makan

ISI

2.1 Definisi Gangguan Makan

Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan hadir

ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah laku makan,

seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau makan terlalu

banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau keprihatinan tentang

berat atau bentuk tubuh yang ekstrem. Seseorang dengan gangguan makan

mungkin berawal dari mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih

banyak daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan

lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan.6

2.2 Tipe Gangguan Makan

Terdapat dua tipe utama bagi gangguan makan adalah anoreksia

nervosa dan bulimia nervosa. Kategori ketiga adalah “gangguan makan lain

yang tidak ditetapkan” (EDNOS – eating disorders not otherwise specified)

yang memasukkan beberapa variasi gangguan makan. Kebanyakannya

adalah mirip dengan anoreksia atau bulimia tetapi dengan karakter yang

berbeda sedikit. Binge-eating disorder, yang menerima peningkatan dalam

jumlah penelitian dan perhatian media dalam beberapa tahun kebelakangan

ini adalah salah satu tipe EDNOS.6

2.2.1 Anoreksia Nervosa

2.2.1.1 Definisi

Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) dimaksudkan dengan

“keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira 85% dari yang

diprediksi, ketakutan yang berlebihan untuk menaikkan berat badan, dan

tidak mengalami menstruasi selama 3 siklus berturut-turut.”

AN terbagi kepada dua jenis. Dalam jenis restricting-tye anorexia,

individu tersebut menurunkan berat badan dengan berdiet sahaja tanpa

makan berlebihan (binge eating) atau muntah kembali (purging). Mereka

3

Page 4: Gangguan Makan

terlalu menghendaki konsumsi karbohidrat dan makan mengandung

lemak. Manakala pada tipe binge-eating/purging, individu tersebut makan

secara berlebihan kemudian memuntahkannya kembali secara segaja.6

2.2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi AN tidaklah diketahui tetapi kemungkinan melibatkan

kombinasi psikologis, biologis dan faktor risiko kultural. Faktor risiko seperti

penderitaan seksual atau fisik, dan riwayat keluarga yang mengalami

gangguan mood, adalah salah satu faktor risiko nonspesifik yang

meningkatkan kecenderungan kepada gangguan psikiatris, termasuklah AN.

Sebagian orang muda, perilaku makan seperti berdiet yang dilakukan semasa

usia remaja dapat menyebabkan masalah makan yang lebih serius.

2.2.1.3 Gambaran Klinis

Kebanyakan orang dengan AN melihat diri mereka sebagai orang

dengan kelebihan berat badan, walaupun sebenarnya mereka menderita

kelaparan atau malnutrisi. Makan, makanan dan kontrol berat badan

menjadi suatu obsesi. Seseorang dengan AN akan sentiasa mengukur berat

badannya berulang kali, menjaga porsi makanan dengan berhati-hati, dan

makan dengan kuantiti yang sangat kecil dan terhadap pada sebagian

makanan.1,6

Kebanyakan pasien dengan AN juga akan mempunyai masalah

psikiatri dan macam-macam penyakit fisik, termasuk depresi, ansietas,

perilaku terasuk (obsessive), penyalahgunaan zat, komplikasi

kardiovaskular dan neurologis, dan perkembangan fisik yang terhambat.

Gejala lain yang mungkin terlihat dari waktu ke waktu termasuk penipisan

tulang (osteopenia atau osteoporosis), rambut dan kuku yang rapuh, kulit

yang kering dan kekuningan, perkembangan rambut halus dikeseluruhan

tubuh (misalnya, lanugo), anemia ringan, kelemahan dan kehilangan otot,

konstipasi berat, tekanan darah rendah, pernafasan dan pols yang

melemah, penurunan suhu tubuh internal; menyebabkan orang tersebut

sering merasa dingin, dan kelesuan.1,6

4

Page 5: Gangguan Makan

Sebagai akibat dari nutrisi buruk, gangguan endokrin yang

melibatkan aksis hipotalamus-pituitari-gonad timbul, bermanifestasi pada

wanita yaitu amenorrea dan pada laki-laki yaitu kurangnya minat

berseksual dan kesuburan. Pada anak-anak yang prapubertas, pubertasnya

lambat dan perkembangan dan pertumbuhan fisiknya terbantut. Gejala

metabolik lainnya, seperti lelah dan intoleransi terhadap kedinginan juga

disebabkan oleh gangguan aksis hipotalamus-pituitari-gonad. Selain itu,

resiko untuk mengalami fraktur tulang berkaitan juga dengan pasien

dengan AN karena saiz tulang yang berkurang dan densitas mineral

tulang.1

Kadar serum leptin dalam AN yang tidak dirawat adalah rendah.

Pada AN juga dijumpai peningkatan kadar kortisol dan kegagalan

deksametason untuk mensupresinya. Kadar thyroid-stimulating hormone

(TSH) adalah normal, tetapi kadar tiroksin dan triiodotironin adalah

rendah. Growth hormone meningkat, tetapi insulin-like growth factor 1

(IGF-1) yang diproduksi oleh hati, menurun. Pengurangan densitas tulang

diobservasi pada pasien dengan AN meningkatkan risiko untuk mengalami

fraktur dan berkaitan dengan defisiensi berbagai nutrisi, penurunan sterois

gonad dan peningkatan kortisol dan.6

Pada pasien dengan tipe tertentu AN, sering dilihat kadar serotonin

total, yang menyokong hipotesis bahwa kadar serotonin otak yang tinggi

dapat menyebabkan perbuatan kompulsif, atau mungkin menginhibisi

pusat selera (Tecott, 1995).

2.2.1.4 Diagnosis

Diagnosa AN adalah berdasarkan karakteristik perilaku, psikologis

dan fisiknya. Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas ialah dari

American Psychiatry Association, melalui DSM-IV. Kriteria ini

termasuklah : 6

Ketakutan berlebihan untuk meningkatkan berat badan atau menjadi

gemuk

5

Page 6: Gangguan Makan

Keengganan untuk menetapkan berat badan pada atau di atas berat

normal yang minimal sesuai umur dan ketinggian tubuhnya

Distorsi pandangan tubuh (merasakan dirinya “terlalu gemuk”

walaupun dirinya telah underweight)

Tidak mengalami menstruasi (amenorrea) selama sekurang-kurangnya

3 siklus berturut-turut.

2.2.1.5 Terapi

Terdapat beberapa indikasi pasien dengan AN yang perlu dirawat

inap di rumah sakit, antara lain ialah berat badan kurang daripada 75%

daripada berat badan ideal, walaupun pemeriksaan darah rutin dalam batas

normal. Untuk pasien yang berat badannya sangat kurang, kalori yang

cukup (kira-kira 1200-1800 kkal/hari) perlu diberi dalam hidangan sehari-

hari dalam bentuk makanan atau suplemen cairan untuk meningkatkan

berat badan dan menstabilkan keseimbangan cairan dan elektrolit.6

Konseling gizi juga membantu untuk menetapkan berat badan sehat

dan memperlengkapkan pasien dan keluarga tentang diet sehat dan risiko

jangka pendek dan jangka panjang akibat gangguan makan.6

Keterlibatan keluarga dalam penatalaksanaan AN pada remaja telah

menjadi komponen standar, walaupun pengobatan utamanya lebih kepada

mengembalikan nutrisi di rumah sakit dan psikoterapi individu atau

konseling. Walaupun sebagian besar pasien dengan AN perlu dirawat inap,

peran keluarga juga memainkan peranan penting dalam pengobatan yang

efektif.6

Pengobatan dengan olanzapin ternyata meningkatkan berat badan

dan selera makan pada pasien AN, dan mengubah persepsi diri tentang

gambaran tubuhnya. Mereka akan memikirkan bahwa mereka lebih normal

dan matang.1,6

2.2.1.6 Prognosis

6

Page 7: Gangguan Makan

Mortalitas merupakan risiko pada pasien dengan AN, disebabkan

oleh percobaan bunuh diri atau komplikasi dari gangguan makan yang

kronis. Risiko mortalitas telah menurun sepanjang 25 tahun ini dengan

pengobatan dan identifikasi dini AN. Kira-kira 25% tetap simptomatik.

Proses penyembuhan berlangsung lama, bisa 2 tahun dari onset AN.

Terdapat juga pasien dengan AN beralih kepada jenis gangguan

makan lain, seperti bulimia nervosa dan binge-eating disorder,

menunjukkan terdapat hubungan antara gangguan makan tersebut.1

Gangguan makan dapat berakibat fatal akibat dari defisiensi nutrisi

yang berkelanjutan. Pasien dengan gangguan makan kadang kala mencoba

untuk membunuh diri atau menghindari kegiatan sosialnya. Perlu

ditekankan bahawa gangguan ini tidak hanya mengganggu perilaku

makan, tetapi juga mendatangkan akibat pada fisik, psikologis dan aspek

sosial pasien.5

2.2.2 Bulimia Nervosa

2.2.2.1 Definisi

Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang makan

berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan kompensatori

(muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Makan berlebihan

disertai dengan perasaan subjektif kehilangan kawalan ketika makan.

Muntah yang dilakukan secara sengaja atau beriadah secara berlebihan,

serta penyalahgunaan pencahar, diuretik, amfetamin dan tiroksin juga

boleh terjadi.6

DSM-IV membagikan BN kepada dua bentuk yaitu purging dan

nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali

makanan secara sengaja atau menyalahgunakan obat pencahar, diuretik

atau enema. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara

lain selain cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau

beriadah secara berlebihan.6

2.2.2.2 Gambaran Klinis

7

Page 8: Gangguan Makan

BN digolongkan pada orang yang mengalami episode konsumsi

makanan dengan jumlah yang sangat banyak (misalnya, binge-eating)

secara rekuren dan sering, dan merasakan kurangnya penguasaan terhadap

makan. Perilaku binge-eating diikuti dengan perilaku yang

mengkompensasi binge dengan menyingkirkan makanan yang dimakan

(misalnya, muntah, penggunaan obat cuci perut atau diuretik yang

berlebihan), berpuasa dan/atau senaman yang berlebihan.6

Tidak seperti AN, orang yang menderita BN dapat jatuh kepada

golongan dengan berat badan yang normal sesuai dengan umur mereka.

Akan tetapi, seperti AN, mereka juga mempunyai ketakutan untuk

pertambahan berat badan, dan sangat nekad untuk mengurangi berat

badan, merasa ketidakbahagiaan hebat atas ukuran dan bentuk tubuh.

Kebiasaannya, perilaku bulimik adalah rahasia, karena selalu disertai

dengan perasaan jijik dan malu. Siklus perilaku binging dan penyingkiran

ini selalunya berulang selama beberapa kali dalam seminggu.6

Mirip dengan AN, orang yang menderita BN juga mempunyai

penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan

penyalahgunaan zat. Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek

penyingkiran penyakit, termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah

gastrointestinal, dan masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigi.6

Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit

tenggorokan, pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang,

robekan enamel gigi dan meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi

akibat daripada pemaparan terhadap asam perut, penyakit refluks

gastroesofagus, intestinal distress dan iritasi akibat penyalahgunaan obat

cuci perut, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat diuretik, dan

dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari tubuh.6

Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan BN dan simptom

cemas dan tegang (tension) sering dialami (Chavez dan Insel, 2007).

Kebanyakan pasien dengan BN mengalami depresi ringan dana sesetengah

mengalami gangguan mood dan perilaku yang serius seperti cobaan

8

Page 9: Gangguan Makan

membunuh diri dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.

Biasanya, pasien dengan BN merasa malu dengan perbuatannya sendiri

dan cenderung untuk merahsiakannya daripada keluarga dan teman-

teman.6

2.2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor risiko untuk terjadinya BN antara lain ialah faktor familial

seperti obesitas pada orang tua, gangguan afek, dan kritikan dari keluarga

tentang berat badan atau kebiasaan makan. Terdapat juga kerentanan genetik

pada anak kembar untuk mengalami BN tetapi bagaimana hal ini terjadi tidak

begitu jelas.1

2.2.2.4 Diagnosis

Diagnosis BN menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan oleh

DSM-IV. Kriteria diagnostik BN ialah;6

Episode makan berlebihan yang berulang yang dikarakteristikkan dengan

konsumsi sejumlah besar makanan dalam waktu yang singkat (selalunya

kurang daripada 2 jam) dan perasaan untuk makan tidak terkontrol.

Perilaku kompensasi makan berlebihan yang berulang, seperti

memuntahkan kembali, penggunaan pencahar, berdiet keras atau berpuasa

secara berlebihan sebagai melawan perbuatan makan berlebihan.

Perbuatan 1 dan 2 telah berlangsung sebanyak sekurang-kurangnya 2

kali/minggu selama sekurang-kurangnya 3 bulan.

Perhatian yang berlebihan terhadap bentuk dan berat badan.

2.2.2.5 Terapi

Untuk mengurangi dan mengeliminasi perilaku makan/muntah, individu

tersebut perlu menjalani kaunseling gizi dan psikoterapi, terutama terapi

perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy (CBT)) atau diberi

pengobatan seperti antidepresan seperti fluoksetin, yang merupakan satu-

satunya obat yang dibenarkan oleh Food and Drug Administration untuk

mengobati BN.1

9

Page 10: Gangguan Makan

CBT merupakan pengobatan psikologis jangka pendek (4-6 bulan) yang

berfokus pada perhatian berlebihan pada bentuk dan berat badan, diet yang

persisten dan perilaku makan/muntah yang menggambarkan gangguan ini.1

2.2.2.6 Prognosis

Prognosis BN lebih baik daripada prognosis AN. Mortalitas yang

rendah, dan penyembuhan sempurna bisa terjadi pada 50% dalam masa 10

tahun. Kira-kira 25% pasien mengalami simptom BN yang persisten dan ada

yang beralih dari BN menjadi AN.1

2.2.3 Binge-eating Disorder

2.2.3.1 Definisi

Menurut DSM-IV, kriteria binge-eating disorder (BED) memerlukan

episode makan berlebihan, sama seperti BN, tetapi yang membedakan

BED dengan BN ialah BED tidak melibatkan perbuatan untuk melawan

perilaku makan berlebihan, seperti memuntahkan kembali makanan,

penggunaan pencahar dan beriadah berlebihan.6

2.2.3.2 Etiologi dan Faktor Resiko

Obesitas semasa kecil dan orang tua yang mengalami obesitas

merupakan faktor risiko spesifik untuk terjadinya BED, dan BED berkaitan

dengan kelainan genetik yang sangat jarang, yaitu mutasi pada gen untuk

reseptor melanokortin 4.6

2.2.3.3 Gambaran Klinis

BED digolongkan pada orang dengan episode binge-eating yang

rekuren sewaktu seseorang merasakan hilangnya penguasaan terhadap

perilaku makannya. Tidak seperti BN, episode binge-eating ini tidak

diikuti dengan proses penyingkiran, olahraga yang berlebihan, atau puasa.

Hasilnya, orang dengan BED adalah kebiasaanya kelebihan berat badan

atau gemuk. Mereka juga merasa bersalah, malu dan/atau distress dengan

binge-eating yang dapat membawa kepada lebih banyak episode binge-

10

Page 11: Gangguan Makan

eating. Mereka juga sering mempunyai penyakit psikologis termasuklah

ansietas, depresi, dan kekacauan kepribadian.6

2.2.3.4 Diagnosis

Diagnosis BED menggunakan kriteria diagnostik yang dikemukakan

oleh DSM-IV. Kriteria BED termasuk:6

Episode makan berlebihan yang berulang, seperti BN.

Episode makan berlebihan yang lebih cepat daripada biasa, makan hingga

perut terasa terlalu penuh, makan sejumlah besar makanan walaupun tidak

merasa lapar, makan sendirian karena merasa malu dengan jumlah

makanan yang dikonsumsinya, dan/atau merasa jelek terhadap diri

sendiri, depresi, dan rasa bersalah selepas makan.

Rasa tertekan terhadap perbuatan makan yang berlebihan.

Perilaku makan tersebut berlaku sekurang-kurangnya 2 hari/minggu

selama 6 bulan.

Perilaku makan tersebut tidak diikuti dengan perbuatan kompensatori

untuk melawan balik perilaku makan itu.

2.2.3.5 Terapi

Tujuan terapi pada pasien dengan BED ialah untuk megurangi perilaku

makan berlebihan tersebut, memperbaiki simptom gangguan mood dan rasa

cemas yang berkaitan dengan ED, dan mengurangi berat badan pada individu

yang juga mengalami obesitas. Terapi psikologis seperti cognitive behavioral

therapy dan farmakologis bukan saja efektif mengobati BN tetapi berguna

untuk mengurangi frekuensi makan padan pasien dengan BED dan

memperbaiki gangguan mood.7

2.2.3.6 Prognosis

BED mempunyai kadar remisi yang tinggi, walaupun tanpa pengobatan.

Juga tidak ada kecenderungan untuk BED beralih ke tipe gangguan makan

yang lain.1

2.3 Etiologi Gangguan Makan

11

Page 12: Gangguan Makan

Walaupun etiologi gangguan makan adalah kompleks, beberapa

penelitian nasional telah menjelaskan bahwa riwayat penderaan fisik dan

seksual sebagai faktor risiko predisposisi bagi perkembangan gangguan

makan. Terdapat bukti yang kukuh bahawa predisposisi genetik, kelahiran

premature, trauma ketika lahir (Cnattingius et al, 1999) dan biokimia

individual memainkan peranan yang signifikan yang akhirnya berkembang

menjadi suatu gangguan makan.6

Kedua-dua AN dan BN secara statistiknya lebih umum dijumpai pada

ahli keluarga penderita dibandingkan populasi umum dan terdapat transmisi

menyilang bagi kedua-dua kondisi. Misalnya, seseorang dari ahli keluarga

menderita AN mempunyai risiko untuk menjadi BN dari seseorang yang

tidak mempunyai riwayat keluarga bagi gangguan makan. Penelitian yang

sama juga menjumpai gangguan makan atipikal (seperti binge-eating) juga

mempunyai riwayat keluarga.1

Akibat kesukaran untuk memisahkan antara genetik dari lingkungan

dalam penelitian berhubungan dengan keluarga, penelitian tentang gangguan

makan yang melibatkan kembar telah menyediakan data yang penting

mengenai riwayat keluarga. Banyak penelitian yang dilakukan menunjukkan

risiko untuk berkembang menjadi AN atau BN adalah lebih besar pada

kembar identik berbanding kembar tidak identik dan efek genetik ini muncul

hanya selepas pubertas. Sebanyak 50 hingga 83% BN diteliti, keturunan

telah ditentukan sebagai salah satu faktor. 6

Komorbiditas, assosiasi kedua atau lebih patologi, juga berlaku pada

mereka yang mempunyai gangguan makan dan ahli keluarga mereka. Ahli

keluarga yang mempunyai gangguan makan akan mempunyai risiko 2.0

hingga 3.5 kali lebih besar untuk memiliki depresi bipolar atau unipolar.

Pada contoh komorbiditas yang lain, terdapat peningkatan signifikan 3

hingga 4 kali lebih besar risiko untuk penyalahgunaan zat yang melibatkan

penderita BN, keluarga penderita, atau penderita dengan binging anorexic

apabila dibandingkan dengan ahli keluarga anoreksia atau kontrol yang tidak

mempunyai gangguan makan atau riwayat keluarga gangguan makan.6

12

Page 13: Gangguan Makan

Disregulasi hormon serotonin telah menunjukkan faktor yang penting

dalam gangguan makan. Penelitian klinis telah mencadangkan bahawa

perubahan pada sistem serotonin akan mempengaruhi perilaku makan.

Khususnya serotonin, yang meningkatkan respon kepuasan (satiety), lemah

dalam pasien BN. Resistensi insulin, yang mungkin terdapat pada pasien AN

dan BN, melemahkan kemampuan tubuh menghasilkan serotonin dari L-

tryptophan. Olahraga yang mendorong (bersifat kompulsif) mungkin

berhubungan dengan perubahan metabolisme serotonin yang diinduksi oleh

restriksi makanan. Sebagai contoh, penelitian telah menunjukkan

pengurangan gejala dalam orang-orang yang melakukan senaman yang

kompulsif setelah diberikan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)

fluoxetine.6

Serotonin dengan kadar yang rendah telah dilaporkan pada pasien AN

dengan berat badan rendah. Kurangnya kadar serotonin sebagai substrat

telah diusulkan sebagai alasan mengapa pasien AN tidak respon pada terapi

kelas antidepresant-SSRI. Bukan semua penelitian pada kadar triptofan pada

cairan serebrospinal pada pasien AN menunjukkan kadar serotonin rendah

yang berarti, dan masih dalam penelitian dalam menentukan samada pasien

AN tanpa perilaku purging mempunyai disfungsi serotonin yang berbeda

dengan pasien AN dengan kecenderungan untuk menjadi BN. 6

Pada sebagian besar penelitian, BN juga terdapat perubahan pada

metabolisme serotonin. Pasien BN mempunyai respon yang kurang pada

pemberian serotonin apabila serotonin agonist diberikan dan kadar metabolit

serotonin mayor 5-hydroxyindolacetic acid (5-HIAA), merupakan indikasi

pengurangan aktivitas serotonin (McBride et al, 1991). Disregulasi serotonin

juga telah mejadi implikasi bagi beberapa penyakit psikiatri yang terjadi

pada pasien BN dan ahli keluarga pasien BN seperti penyalahgunaan zat,

alkoholism, penyakit depresif mayor, ansietas, perasaan ingin membunuh

diri, dan impulsive. 6

Perilaku binging dan muntah juga telah menunjukkan pengurangan

sintesis serotonin, dan frekuensi binge telah secara kebalikan berhubungan

13

Page 14: Gangguan Makan

dengan konsentrasi serotonin dalam cairan serebrospinal (Jimerson et al,

1992). Walaupun sembuh setelah satu atau beberapa tahun, wanita dengan

BN dijumpai masih lagi memiliki peningkatan gejala inti gangguan makan

apabila dibandingkan dengan kontrol (Kaye et al, 1998). Mereka

mempunyai kadar dopamin dan norepinefrin yang normal tetapi peningkatan

dalam kadar 5-HIAA, yang digunakan dalam menilai kadar serotonin.

Peningkatan kadar 5-HIAA setelah sembuh juga dijumpai pada pasien AN.

Fenomena ini belum dipahami dan telah digambarkan sebagai kemungkinan

efek pantulan (‘rebound’ effect’) dalam proses penyembuhan.6

Literatur medis mendukung bahwa pasien yang didiagnosa BN respon

terhadap pemberian antidepressant. Walaupun begitu ia masih lagi tidak

memberikan hasil sebaik terapi perilaku-kognitif dan hanya sedikit bukti

yang menunjukkan keberhasilan terapi antidepressant (Atria, 1998). Masih

lagi tidak diketahui sama ada mekanisme pengobatan antidepresan pada BN

adalah sama pada pasien depresi. SSRI telah menunjukkan dampak hanya

apabila diberikan pada dosis yang tinggi (60 mg fluoxetine) pada pasien BN

lebih tinggi dari pada yang selalu diberikan pada terapi antidepresan. Pasien

BN yang juga di diagnosis mempunyai depresi juga tidak dapat

memprediksi sama ada antidepresan itu memberikan dampak dalam

penatalaksanaan pasien dengan BN.6

2.4 Faktor Risiko Gangguan Makan

Gejala gangguan makan sama ada sepenuhnya atau sebagiannya telah

mempengaruhi 10% remaja perempuan dan telah menyebabkan ancaman

pada kesehatan dan kegembiraan mereka. Adalah sangat membantu apabila

dapat terdeteksi risiko yang paling banyak dalam terjadinya gangguan

makan, untuk mencegah penyakit berkembang atau agar dapat dimulainya

penatalaksanaan secara dini. Pengalaman klinis dan bukti penelitian telah

menandai bahwa gangguan makan ini umumnya berawal dengan perilaku

mirip diet yang normal, wanita muda yang berdiet merupakan kelompok

14

Page 15: Gangguan Makan

penting dengan risiko yang tinggi, walaupun hanya minoritas yang

berkembang menjadi gangguan makan. 5

Suatu penelitian menjumpai faktor risiko lain yang juga dikatakan

terlibat adalah wanita, ras yang kebanyakannya dari kelompok Hispanik,

keinginan untuk mendapatkan tubuh yang kurus dan tekanan sosial serta

pengaruh psikologis umum yang berlaku pada waktu yang sama. Selain itu,

perubahan perilaku akibat peristiwa hidup yang negatif pada seseorang

merupakan faktor risiko independen karena tidak berkaitan langsung dengan

variabel lain seperti jenis kelamin, ras dan sebagainya.3

Pada suatu penelitian lain yang dijalankan, wanita Australia dan wanita

Hong Kong mempunyai sikap yang sama terhadap pola makan, tetapi

berbeda dalam persepsi bayangan tubuh dan peneliti beranggapan bahwa

persepsi tubuh bukanlah faktor yang kuat bagi wanita Hong Kong. Hal ini

konsisten dengan referensi DSM-IV di mana gangguan bayangan tubuh pada

pasien gangguan makan non-barat adalah tidak jelas. Hal ini menyatakan

bahwa ketidakhadiran faktor ini pada individual non-barat tidak

menyingkirkan bahwa terdapatnya gangguan makan sekiranya gejala lain

ada. 2

Faktor risiko lain yang terkait dengan gangguan makan adalah ejekan

yang berhubungan dengan berat badan yang sangat lazim di kalangan anak

remaja. Remaja yang kelebihan berat badan melaporkan derajat frekuensi

ejekan yang lebih tinggi berbanding kawan sebaya dengan berat badan

sedang. Sembilan belas persen remaja perempuan dengan berat badan

sedang dan 13% remaja lelaki dengan berat badan yang sedang dilaporkan

telah diejek mengenai berat badan mereka sekurang-kurangnya beberapa

kali dalam masa setahun, manakala >45% daripada remaja perempuan dan

lelaki dengan kelebihan berat badan melaporkan frekuensi ejekan mengenai

berat badan mereka. 1,6

Permasalahannya yang muncul sekarang adalah akibat kemungkinan

besar penganiayaan yang berhubungan dengan berat badan ini dapat

mempengaruhi perilaku remaja terhadap berat badan. Penyakit gangguan

15

Page 16: Gangguan Makan

makan adalah lebih umum mengenai kelompok usia remaja. Dari Sistem

Pengawasan Risiko Perilaku Remaja 2003, suatu penelitian tingkat nasional

telah dijalankan yang menyertakan 15240 orang pelajar dari kelas 9 hingga

kelas 12, yang menjumpai hampir 60% pelajar perempuan dan 29% pelajar

lelaki sedang berusaha untuk menurunkan berat badan. Lebih dari 13%

pelajar dilaporkan berpuasa dalam masa 24 jam atau lebih dalam beberapa

bulan untuk mengurangi berat badan, dan >11% perempuan dan 7% lelaki

dilaporkan mengambil pil diet, bubuk, atau cairan dalam beberapa bulan.

Delapan persen perempuan dan hampir 4% lelaki dilaporkan memuntahkan

atau mengambil obat pencuci perut (laxative) dalam beberapa bulan untuk

menurunkan berat badan. 6

Penelitian prospektif telah meneliti efek ejekan pada perkembangan

penyakit gangguan makan yaitu menunjukkan hasil yang bercampur.

Wetheim, Koerner, dan Paxton menunjukkan bahwa ejekan dapat

memprediksi peningkatan pada perilaku bulimia di kalangan remaja

perempuan. Gardner et al pula meninjau anak-anak yang berumur 6 – 14

tahun selama 3 tahun, dan melihat bahwa ejekan dapat memprediksi

gangguan makan skor di kalangan lelaki bukan perempuan. Dua hasil

penelitian prospektif lainnya menjumpai ejekan yang berhubungan dengan

berat badan tidak berkait langsung dengan perilaku purging yang berlaku

maupun perilaku membatasi atau bulimia di kalangan remaja perempuan,

setelah perubahan pada faktor lain yang dianggap relevan. 6

DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute of Mental Health, 2007. Eating Disorders. NIH

Publication. Diunduh dari: http://www.nimh.nih.gov/health/publications/

eatingdisorders/nimheatingdisorders.pdf (diakses pada tanggal 29 maret

2012)

16

Page 17: Gangguan Makan

2. Makino, M., Tsuboi, K., Dennerstein, L., 2004. Prevalence of Eating

Disorder : A Comparison of Western and Non-Western Countries.

Medscape General Medicine

3. Edquist, K., 2009. Globalizing Pathologies? Eating Disorders and the

Global Deterritorialization of Authority, Oregon. Diunduh dari:

http://www.allacademic.com/meta/p_mla_apa_research_citation/0/8/7/7/2/

p87726_index.html [diakses pada tanggal 29 maret 2012]

4. Ho, T. F., Tai B. C., Lee, E.L., Cheng, S., Liow P. H., 2006. Prevalence

and Profile of Females At Risk of Eating Disorder in Singapore. Singapore

Med J

5. Tsuboi, K., 2005. Eating Disorders in Adolescence and Their Implications.

Japan of Japan Medical Association.

6. American Psychiatric Association (APA), 2005. Let’s Talk Facts About

Eating Disorders. Diunduh dari : http://www.healthyminds.org

/letstalkfacts.cfm (diakses pada tanggal 29 maret 2012)

7. Kay, J., Tasman, A., 2006, Essentials of Psychiatry. USA: John Wiley &

Sons.

17