Gangguan Berkemih Pada Geriatri

22
GANGGUAN BERKEMIH PADA GERIATRI INFEKSI SALURAN KEMIH Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40-60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 % sedangkan pada usia ≥ 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi sebesar 20 %. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur. Akan tetapi wanita lebih sering mengalami ISK dibandingkan pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah. Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena: 1. Sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif. 2. Mobilitas menurun. 3. Nutrisi sering kurang baik. 2

Transcript of Gangguan Berkemih Pada Geriatri

Page 1: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

GANGGUAN BERKEMIH PADA GERIATRI

INFEKSI SALURAN KEMIH 

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40-60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 % sedangkan pada usia ≥ 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi sebesar 20 %. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur. Akan tetapi wanita lebih sering mengalami ISK dibandingkan pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%.

Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala pada saluran kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah. 

Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena:

1. Sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif.

2. Mobilitas menurun. 3. Nutrisi sering kurang baik.4. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral.5. Adanya hambatan pada aliran urin.6. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

ISK pada usia lanjut dipandang dari segi penatalaksanaan sering dibedakan atas:

a. ISK uncomplicated (simple)ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing baik anatomis maupun fungsional normal. ISK sederhana ini lebih sering menyerang wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah E. coli.

b. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotik. Sering terjadi bakteriemia,

2

Page 2: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

sepsis, dan syok. Bakteri yang sering ditemukan pada ISK complicated adalah Pseudomonas, Proteus, dan Klebsiela. ISK complicated terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagai berikut:

Kelainan abnormal saluran kemih, misalnya batu (pada usia lanjut kemungkinan terjadinya batu lebih besar dari pada usia muda).

Refleks vesiko urethral obstruksi, paraplegi, atoni kandung kemih, kateter kandung kemih menetap, serta prostatitis menahun.

Kelainan faal ginjal, baik gagal ginjal akut (GGA) maupun gagal ginjal kronis (GGK). 

Etiologi 1. Gram Negatif: E.Coli, Proteus, Klebsiela, Enterobacter, dan Pseudomonas.2. Gram Positif : Entercoccus, Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeroginosa, Brusella, Nokardia, Actinomyces dan Mycobacterium tuberculosae. 

3. Adenovirus tipe 11 dan 124. Cacing : Schistosoma hematobium5. Jamur : Candida albicans dan Candida tropicalis

Patogenesis Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui

penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi tersebut dan hematogen limfogen eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistiskopi

Dua jalur utama terjadinya ISK : 1. Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan

tubuh yang rendah atau pasien yang sementara mendapat pengobatan imunosupresif.

2. Infeksi asending dapat terjadi mulai dari kolonisasi uretra dan daerah introitusvagina, masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, multiplikasi bakteri dalam kandungkemih dan pertahanan kandung kemih kemudian naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal. 

Gejala Klinis Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa

gejala. Gejala yang sering ditemukan :1. Disuria 2. Polakisuria 3. Stranguria4. Nokturia 5. Tenesmus

6. Prostatismus 7. Enuresis nokturnal sekunder 8. Nyeri uretra, suprapubik, dan

pelvis9. Kolik ureter dan ginjal.

3

Page 3: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik. Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam,menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang

Pemeriksaan Laboratorium 1. Urinalisisa

a. Leukosuriab. Hematuria

2. Bakteriologisa a. Mikroskopis b. Biakan bakteri

3. Tes kimiawi - Tes Plat-Celup (Dip-slide4. Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya

a. Pielografi intravena (IVP)b. Ultrasonografi c. CT-scanning

Tata Laksana1. Pasien dianjurkan banyak minum agar diuresis meningkat 2. Diberikan obat yang menyebabkan suasana urin alkali jika terdapat disuria

berat  3. Diberikan antibiotik

Diagnosis Banding  Infeksi atau iritasi pada periuretra atau vagina. 

Komplikasi  Pielonefritis akut Kerusakan ginjal

INKONTINENSIA URIN 

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, yang mengakibatkan masalah sosial dan higienis penderitanya. Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15-30% pada usia lanjut dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin dan saat berumur 65-74 tahun

4

Page 4: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

kemungkinan inkontinensia urin meningkat sebesar 25-30%. Angka kejadian inkontinensia urin dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. 

Etiologi1. Resistensi urin karena obat-obatan2. Obstruksi 3. Inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) 4. Konstipasi5. Glukosuria atau kalsiuria6. Gangguan pada jantung seperti gagal jantung dan insufisiensi vena dapat

menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin nokturnal.

7. Penggunaan obat-obat Calcium Channel Blocker, Agonist Adrenergic Alfa, Analgesic Narcotic, Psikotropik, Antikolinergik dan Diuretic. 

Klasifikasi1. Inkontinensia Urin Akut Reversible

Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya. 

2. Inkontinensia Urin Persisten Inkontinensia urin persisten diklasifikasikan menjadia. Klinis

Inkontinensia urin stressTak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, seperti pada saat batuk, bersin atau berolah raga. Disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.

Inkontinensia urin urgensi Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity). Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.

5

Page 5: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

Inkontinensia urin overflow Tidak terkendalinya pengeluaran urin disebabkan oleh obstruksi. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh. 

b. Fungsional Tidak terkendalinya pengeluaran urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih.

Diagnosis Evaluasi diagnosis inkontinensia urin bertujuan untuk:

1. Menentukan kemungkinan inkontinensia urin tersebut reversible.

2. Menentukan kondisi yang memerlukan uji diagnostik khusus.

3. Menentukan jenis penanganan operatif, obat dan perilaku.

Langkah pertama proses diagnosis adalah identifikasi inkontinensia urin melalui observasi langsung atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan penapis. Untuk mencapai tujuan diagnosis dilakukan pendekatan yang komprehensif dalam beberapa aspek :

1. Riwayat penyakita. Lama dan karakteristik inkontinensia urin

Waktu dan jumlah urin pada saat mengalami inkontinensia urin dan saat kering (kontinen)

Asupan cairan - jenis (kopi, cola, teh) dan jumlahnya. Gejala lain seperti nokturia, disuria, frekwensi, hematuria dan

nyeri. Kejadian yang menyertai seperti batuk, operasi, diabetes, obat-

obatan. Perubahan fungsi usus besar atau kandung kemih. Penggunaan Pad atau Modalitas lainnya. 

b. Pengobatan inkontinensia urin sebelumnya dan hasilnya2. Pemeriksaan fisik terarah ditekankan pada pemeriksaan abdomen, rektum,

genital dan evaluasi persarafan lumbosakral. Pemeriksaan pelvis perempuan penting untuk menemukan beberapa kelainan seperti prolaps, inflamasi dan keganasan.

3. Urinalisis4. Volume residu urine pasca berkemih 5. Pemeriksaan penunjang khusus

a. Uji urodinamikb. Laboratoriumc. Catatan berkemih (voiding record)

6

Page 6: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

7

Tabel 1. Komponen komponen pokok evaluasi diagnostik inkontinensia urine

1. Semua pasien

- Riwayat penyakit termasuk kartu catatan berkemih

- Pemeriksaan fisik

- Urinalisis

- Pengukuran volume residu urine post miksi

2. Pasien dengan kondisi tertentu

- Laboratorium

a. Kultur urine

b. Sitologi urine

c. Gula darah ,kalsium darah

d. Uji faal ginjal

e. USG ginjal

- Pemeriksaan ginekologik

- Pemeriksaan urologik

- Cystourogroscopy

- Uji urodinamik

a. Simpel

Observasi proses pengosongan kandung kemih

Uji batuk

Cystometri simpel

b. Kompleks

Urine flowmetry

Multi channel cystometogram

Pressure-flow study

Leak-point pressure

Urethral profilometry

Sphincter electromyography

Video urodynamics

Page 7: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

Tata Laksana Tata laksana inkontinensia urin menurut Muller:

1. Mengurangi faktor resiko2. Mempertahankan homeostasis3. Mengontrol inkontinensia urin

Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih) dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekuensi berkemih 6-7 x/hari.

Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).

4. Modalitas lain Pampers Kateter  Alat bantu toilet seperti urinal, komod dan bedpan yang digunakan

oleh orang usia lanjut yang tidak mampu bergerak dan menjalani tirah baring.

5. Latihan otot pelvis Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan

terbuka, kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri, ke depan ke belakang, berputar searah dan berlawanan dengan jarum jam dan gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang air besar dilakukan  10 kali untuk masing-masing gerakan.

6. Medikasi Inkontinensia urgensi: Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine,

Flavoxate, Imipramine (antikolinergik) Inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu

pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol

atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi.

7. Pembedahan Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan

pembedahan untuk menghilangkan retensi urin dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic pada wanita.

Komplikasi

8

Page 8: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

1. Infeksi saluran kemih2. Kelainan kulit3. Gangguan tidur

4. Problem psikososial5. Dehidrasi 6. Dekubitus

HIPERTROFI PROSTAT JINAK  

Berdasarkan angka otopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 0-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik anatomik. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari akan menyebabkan gejala dan tanda klinik.

Etiologi Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan

testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirny amengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.

 Gambaran klinis  

1. Obstruksi Penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi tersebut

menetes pada akhir, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus.

2. Iritasi Bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan

disuria. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi.

Cara Pemeriksaan

9

Page 9: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

1. Pemeriksaan colok dubur Keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum,kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Harus diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. 

2. Menentukan jumlah sisa urin setelah miksi spontan dengan kateterisasi. Sisa urin >100 cc dianggap sebagai batas indikasi untuk melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.

3. Uroflowmetri, mengukur pancaran urin sewaktu miksi. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.

4. Pemeriksaan pencitraan Pemeriksaan radiologik seperti foto polos perut dan pielografi intravena. Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih.

5. Ultrasonografi, untuk mengetahui pembesaran prostat dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal (transrectalultrasonogarphy = TRUS).

Tata Laksana 1. WHO PSS (WHO Prostate symptom score)

Terapi non bedah - WHO PSS < 15 Terapi bedah - WHO PSS ≥ 25 atau bila timbul obstruksi. 

2. Pembagian besar prostat Derajat I - belum memerlukan tindakan bedah. Diberikan

penghambat adrenoreseptor alfa seperti alfazosin, prazosi dan terazosin.

Derajat II - indikasi tindakan pembedahan. Biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui urethra (transurethral resection = TUR). Kadang dapat dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat III - bila prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu jam, sebaiknya dilakukan pembedahan kemudian prostat dienukleasi dari dalam simpainya. 

Derajat IV - tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistostomi. Setelah itu dilakukan pemeriksan lebih lanjut untuk melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitif dengan TUR atau pembedahan terbuka.

3. Pengobatan konservatif terhadap penderita yang tidak bisa mendapatkan terapi pembedahan

Pemberian obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pemberian obat anti androgen.

4. Pengobatan invasif minimal TUMT (Transurethral Microwave Thermotherapy)

10

Page 10: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

TUMT berasal dari gelombang mikro yang disalurkan melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga dapat merusak kelenjar prostat yang diinginkan.Morbiditasnya rendah dan dapat dikerjakan tanpa pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah dan energi tinggi. TUMT energi rendah diperuntukkan bagi adenoma yang kecil dan obstruksi ringan, sedangkan TUMT energi tinggi untuk prostat yang besar dan obstruksi yang lebih berat. TUMT energi tinggi menghasilkan respon terapi yang lebih baik, tetapi menimbulkan morbiditas yang lebih besar.

TULIP (Transurethral Ultrasound guided Laser Induced Prostatectomy)Keuntungan :a. kehilangan darah minimalb. sindroma TUR jarang terjadic. dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan

antikoaguland. dapat dilakukan out patient procedurKerugian :a. sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologib. pemasangan kateter postoperasi lebih lamac. lebih iritatifd. biaya besar

TUBD (Transurethral Balloon Dilatation)Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40>3). Sekarang teknik ini jarang digunakan.

Diagnosis Banding 1. Kelemahan detrusor - kelainan saraf (kandung kemih neurologik)

Lesi medula spinalis Neuropati diabetes Bedah radikal yang mengorbankan persarafan di daerah pelvis Penggunaan obat penenang, obat penghambat reseptor ganglion

dan parasimpatolitik. 2. Kekakuan leher vesika disebabkan oleh

Proses fibrosis3. Resistensi urethra

Pembesaran prostat jinak atau ganas Tumor di leher kandung kemih Batu pada urethra Striktur urethra

Komplikasi 1. Batu endapan2. Hematuria

3. Sistitis 4. Pielonephritis

11

Page 11: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

5. Inkontinensia paradoks 6. Gagal ginjal

Evaluasi dan Penatalaksanaan pada geriatri dengan gangguan miksi

1. Evaluasi

Pendekatan sistematis untuk mengetahui maslah gangguan miksi selama

rehabilitasi pasien merupakan hal yang penting karena penatalaksanaan yang baik

sejak awal akan mencegah komplikasi urologis dan kerusakan ginjal permanen.

Pemeriksaan meliputi penilaian saluran kencing bagian atas, penilaian

pengosongan kandung kencing dan deteksi hiperrefleksia detrusor

a. Penilaian saluran kencing bagian atas

Meskipun jarang didapatkan masalah pada saluran kencing bagian atas,

gangguan ginjal merupakan hal yang potensial mengancam penderita.

Penilaian ditujukan untuk menilai fungsi ginjal dandeteksi hidronefrosis.

Pemeriksaan radiologis harus meliputi urografi intravena dan voiding

cystourethrogram untuk menilai saluran bagian atas dan menyingkirkan

kemungkinan adanya refluks vesikoureteral.

b. Penilaian pengosongan kandung kencing

Penilaian sisa urine dapat dilakukan dengan katerisasi pada saat pertama

pemeriksaan meupun dengan menggunakan USG. Residu urine lebih dari

100 ml dikatakan bermakna

c. Deteksi hiperrefleksia detrusor

Pemeriksaan CMG dan EMG dari sfingter uretral eksterna akan membantu

menentukan disfungsi neurogenik dan adanya suatu DDS yang signifikan.

Kontraksi abnormal dari otot detrusor dapat dideteksi dengan baik dengan

menggunakan filling cystometrogram (CMV). Pada orang normal,

kandung kencing dapat mengakomodasi pengisian kandung kencing

bahkan pada kecepatan pengisian yang tinggi sedangkan pada penderita

dengan hiperrefleksia kandung kencing, terjadi peningkatan tekanan yang

spontan pada pengisian

d. Pemeriksaan neurologis

12

Page 12: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

Pemeriksaan neurologis harus meliputi pemeriksaan sensibilitas perianal

untuk mengetahui ada tidaknya sacral sparing. Adanya tonus anal, refleks

anal dan refleks bulbokavernosus hanya menandakan utuhnya konus dan

lengkung refleks lokal. Didapatkannya kontraksi volunter sfingter anal

menunjukkan uthunya kontrol volunter dan pada kasus kuadriplegia, ini

menandakan lesi medula spinalis yang inkomplit. Pada lesi medula

spinalis, dalam hari pertama sampai 3 atau 4 minggu berikutnya seluruh

refleks dalam pada tingkat di bawah lesi akan hilang. Hal ini biasanya

dihubungkan dengan fase syok spinal. Dalam periode ini, kandung

kencing bersifat arefleksi danmemerlukan drainase periodik atau kontinu

yang cermat dan tes provokatif dengan menggunakan 4 oz air dingin steril

suhu 4oC tidak akan menimbulkan aktifitas refleks kandung kencing. Tes

air es dikatakan positif bila pengisian dengan air dingin segera diikuti

dengan pengeluaran air kateter dari kandung kencing. Drainase kandung

kencing yang adekuat selama fase syok spinal akan dapat mencegah

timbulnya distensi yang berlebih dan atoni dari kandung kencing yang

arefleksi.

2. Penatalaksanaan

Dasar dari penatalaksanaan dari disfungsi kandung kemih adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal dan mengurangi gejala.

a. Penatalaksanaan gangguan pengosongan kandung kemih dapat

dilakukan dengan cara

Stimulasi kontraksi detrusor, suprapubic tapping atau stimulasi

perianal

Kompresi eksternal dan penekanan abdomen, crede’s manoeuvre

Clean intermittent self-catheterisation

Indwelling urethral catheter

b. Penatalaksanaan hiperrefleksia detrusor

Bladder retraining (bladder drill)

Pengobatan oral, Propantheline, imipramine, oxybutinin

c. Penatalaksanaa operatif

13

Page 13: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

Tindakan operatif berguna pada penderita usia muda dengan kelainan

neurologis kongenital atau cedera medula spinalis.

d. Bladder training

Metode Bladder training (latihan berkemih) juga bisa disebut bladder drill.

Caranya dengan mengaktifkan penghambat kortikal sampai di pusat reflex

miksi sacral. Latihan Berkemih tujuannya untuk meningkatkan interval

pengosongan dan menurunkan keadaan yang mendesak yang

berhubungan dengan inkontinensia yang mendesak. Dapat dilakukan

dengan pemeriksaan refleks

1. Refleks otomatik

Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang

bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini

adalah tes air es (ice water test). Test positif menunjukkan tipe UMN

sedangkan bila negatif (arefleksia) berarti tipe LMN.

2. Refleks Somatis

Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani

eksternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif

berarti tipe UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN

fase syok spinal.

Pemeriksaan ini biasanya digunakan pada pasien dengan gejala OAB

termasuk pendesakan, frekunsi, inkontinensia mendesak dan nokturia. Ada

3 komponen untuk dilatih : edukasi pasien, jadwal pengosongan dan

penguatan positif. Pengaturan cairan, kemih harian dan penekanan desakan

juga sering ditambahkan. Teknik sikap yang spesifik mungkin tidak terlalu

penting pada efek pengobatan yang mencakup semua komponen.

Langkah-langkah Bladder Training:

1. Tentukan tipe kandung kencing neurogeniknya apakah UMN atau

LMN

2. Rangsangan setiap waktu miksi

3. Kateterisasi

14

Page 14: Gangguan Berkemih Pada Geriatri

a. Pemasangan indwelling cathether (IDC)=dauer cathether

IDC dapat dipasang dengan sistem kontinu ataupun penutupan

berkala (clamping). Dengan pemakaian kateter menetap ini,

banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk

bladder training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka

yang dipilih adalah penutupan berkala oleh karena IDC yang

kontinu tidak fisiologis dimana kandung kencing yang selalu

kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta

terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot kk.

b. Kateterisasi berkala

Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:

Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang

tinggi/overdistensi yang mengakibatkan aliran darah ke

mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal

mungkin

Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara

berkala seakan-akan berfungsi normal

Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula

spinalis, maka penderita dapat melewati masa syok spinal

secara fisiologis sehingga fedback ke medula spinalis tetap

terpelihara

Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu

kegiatan sehari-harinya.

15