Gamet Betina

download Gamet Betina

of 12

description

Biologi reproduksi

Transcript of Gamet Betina

GAMET BETINA

Oleh:

Nama:Ainis NurlailaNIM:B1J011085Rombongan:IIKelompok:2LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI REPRODUKSIKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2014I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gamet adalah sel kelamin, yaitu sel khusus dari tubuh yang membawa separoh material genetik dari orang tuanya untuk diteruskan ke generasi selanjutnya, dalam proses penyatuan gamet yang disebut fertilisasi atau pembuahan. Ada dua sel gamet yaitu gamet jantan yang disebut spermatozoon, jamaknya spermatozoa dan sel gamet betina yang disebut telur atau ovum, jamaknya ova. Sel gamet sangat berbeda dari sel tubuh lainnya yaitu bila sel tubuh akan mati bersama matinya suatu individu maka sel gamet sebagian tetap hidup dan berkembang dalam individu generasi penerus (Sistina, 2008).Gamet dihasilkan dalam gonad. Gamet jantan spermatozoon dihasilkan dalam gonad jantan, disebut testis. Gamet betina ovum dihasilkan dalam gonad betina, disebut ovarium. Tahap perbanyakan (polifrasi) berlangsung secara mitosis berulang-ulang. Gametagonium membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8 dan seterusnya. Gametogonium ini akan tumbuh, menjadi gametosit I. Gametosit I akan mengalami tahap pematangan, berlangsung secara miosis. Akhir miosis I membentuk gametosit II, perubahan berbentuk (transformasi) menjadi gamet (Yatim, 1994).Telur ikan adalah sel gamet betina yang mempunyai program perkembangan untuk menjadi individu baru, setelah perkembangan tersebut diaktifkan oleh spermatozoa. Selama masa perkembangan, telur mengalami beberapa proses yang merupakan awal hidup ikan dimana berhubungan dengan stabilitas populasi ikan dalam suatu perairan (Effendi, 2002).B. Tujuan

Tujuan dari praktikum gamet betina adalah berpengalaman terampil menangani gamet betina dari hewan yang disediakan dan tingkat kematangan gamet betina dalam hal persiapan untuk fertilisasi dapat dinilai dari ukuran gametnya.II. MATERI DAN METODEA. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain kateter, object glass, pipet, cawan petri, mikroskop dan mikrometer.Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antar lain medium untuk gamet yang terdiri dari larutan sera (60% methanol + 30% formaldehid + 10% asam asetat), larutan ringer ikan dan induk ikan betina yang sudah matang gonad.B. Metode1. Dipastikan alat-alat sudah siap yaitu untuk pengambilan dan pengamatan gamet betina yaitu kateter, mikroskop dan obyek glass.2. Dipegang induk betina ikan dengan cara yang benar.3. Diamati bagian ventral dekat sirip ekor lubang-lubang pengeluaran pada ikan betina, kenali dengan baik.4. Dengan hati-hati, dimasukkan satu ujung kateter ke dalam lubang pengeluaran telur, kemudian dengan ujung satunya lagi di mulut, disedot telur sehingga telur masuk kateter.5. Dikeluarkan kateter dengan hati-hati dari tubuh induk dan dipindahkan telur dari dalam kateter dengan meniupkan ke dalam obyek glass atau ke dalam wadah yang telah disediakan.6. Dipisahkan beberapa gamet betina untuk ditetesi larutan sera.7. Diamati dan diukur diameter gamet segar dan juga gamet yang telah ditetesi larutan sera dengan menggunakan mikroskop

8. Dicatat jumlah telur yang dapat dikoleksi dari kateter

9. Dicatat dan dilaporkan ukuran gamet telur yang diperoleh dari pengukuran menggunakan mikroskop dengan mikrometer

10. Dilaporkan hasil pengamatan dan dilengkapi dengan gambar gamet. Dapat berupa sketsa gambar gamet menggambarkan ukuran gamet diukur dari bagian mana sampai dengan titik/bagian mana dan berapa hasil pengukurannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil

Tabel 1. Diameter telur Ikan Nilem dan Ikan Lele hasil kateter dan stripping

NoIkan NilemIkan Lele

PBS 100 x (m)Sera 40 x (m)PBS 100 x (m)Sera 40 x (m)

1.568,41415,2176,41220

2.578,21366,4529,41464

3.4901390,8196317,2

4.5191317,6274,41708

5.5881664225,41805,6

6.509,61415,25392908,4

7.607,61512,8274,41878,8

8.5881830196

9.5391512,8274,4

10.666,41488,4186,2

Rata2565,421491,32287,161614,57

Gambar 1. Telur Ikan lele (Kontrol)Gambar 2. Telur Ikan lele (Sera)

Gambar 3. Telur Ikan Nilem (Kontrol) Gambar 4. Telur Ikan Nilem (Sera)B. PembahasanBerdasarkan hasil praktikum di dapatkan hasil yaitu diameter telur ikan Nilem dan ikan lele yang diberi larutan sera lebih besar bila dibandingkan dengan diameter sel telur yang diberi larutan PBS. Nilai rata-rata diameter sel telur ikan Nilem yang diberi larutan PBS yaitu sebesar 565,42 m dan yang diberi larutan sera yaitu 1491,32 m. nilai rat-rata diameter sel telur ikan Lele yang diberi larutan PBS sebesar 287,16 m dan yang diberi larutan PBS sebesar 1614,57 m. Larutan sera dan PBS berfungsi sebagai larutan fiksatif agar selnya tidak rusak. Semakin besar diameter telur berarti menggambarkan tingkat kesiapan gamet betina untuk dibuahi karena terjadi proses vitelogenesis yang merupakan proses penimbunan vitelin atau yolk atau kuning telur untuk bakal individu kelak sebagai langkah persiapan telur untuk siap dibuahi oleh spermatozoa.Salah satu tanda yang amat jelas yang membedakan telur dari sel lainnya adalah ukurannya yang besar. Bentuknya adalah bulat atau ovoid (oval). Ukuran diamaternya adalah 100 m pada manusia dan sea urchin dan 1-2 mm pada katak dan bangsa ikan dan beberapa cm pada bangsa burung dan reptil, dibandingkan dengan diameter sel somatic yang sekitar 20 m (Sistina, 2008).Menurut Moeller (2004), telur ikan nilem berbentuk bulat dengan yolk berwarna kuning kehijauan. Diameter telur sudah masak dan belum tercelup air 0,98-1,08m dan setelah terbuahi diameternya 1,36-1,40m. yolk terdistribusi tidak merata dan dapat digolongkan pada telur tipe telolechital berat, sehingga tipe pembelahan clevagenya termasuk pembelahan meroblastik. Telur terbungkus karion dengan dilengkapi satu mikropil untuk jalan masuk spermatozoa pada saat pembuahan.Berdasarkan hasil praktikum dapat diamati bahwa terdapat kuning telur pada sel telur yang dikeluarkan dari ikan Nilem maupun ikan Lele. Hal ini menunjukkan bahwa sel telur sudah siap atau sudah matang untuk dibuahi spermatozoa. Pada saat menjelang ovulasi akan terjadi peningkatan diameter oosit karena diisi oleh massa kuning telur yang homogen akibat adanya peningkatan kadar estrogen dan vitelogenin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nagahama (1983), bahwa stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume sitoplasma, penampilan nukleus dan nukleolus, serta keberadaan butiran kuning telur. Berdasarkan kriteria ini, oosit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas. Yamamoto dalam Nagahama (1985) membaginya ke dalam 8 kelas, yaitu stadia kromatin-nukleolus, perinukleolus (yang terdiri atas awal dan akhir nukleolus), stadium oil drop stadium yolk primer, sekunder, tertier, dan stadium matang. Pengetahuan tingkat kematangan gonad sangat penting dan sangat menunjang keberhasilan dalam membenihkan ikan karena berkaitan erat dengan pemilihan calon calon induk ikan yang akan dipijahkan. Semakin tinggi tingkat perkembangan gonad, telur yang terkandung di dalamnya semakin membesar sebagai hasil dari akumulasi kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak yang berjalan secara bertahap.

Secara garis besar, perkembangan gonad ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad ikan sampai ikan menjadi dewasa kelamin dan selanjutnya adalah pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung mulai dari ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa, dan terus berkembang selama fungsi reproduksi masih tetap berjalan normal (Lagler et al. 1977).Pada gonad stadia ripe, sebagian besar dari total jumlah telur telah siap untuk dibuahi baik dalam ukuran maupun kelengkapan nutrisinya sehingga daya tetasnya paling optimal diantara TKG lainnya. Telur yang berdiameter rata-rata mencapai 250 m diharapkan memperlihatkan karakter reproduksi yang baik (Litaay, 2005), sedangkan dalam FAO (1990) menyebutkan bahwa ukuran telur matang yang siap dibuahi adalah 220 m. Pada gonad stadia maturing, daya tetas hanya mencapai rata-rata 22,12%, jauh lebih rendah dibandingkan stadia ripe. Telur yang tidak matang cenderung akan membentuk gumpalan dan jarang dapat terbuahi. Apabila terjadi pembuahan, maka embrionya akan mengalami perkembangan yang tidak normal sehingga tidak menetas. Pada stadia recovery, tidak terjadi penetasan karena tidak berhasilnya proses pembuahan, seperti yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan pada stadia partly spawned atau spent, pada umumnya gonad telah kosong sehingga tidak terjadi penetasan.Siregar (1991) menyatakan bahwa induk yang pantas dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur (fase vitellogenesis) dan masuk ke fase dorman. Fase pembentukan kuning telur dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur da!am sel telur dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ke tengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat (dorman), apabila rangsangan diberikan pada saat ini, maka akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, kemudian inti pecah atau melebur pada saat pematangan oosit, ovulasi (pecahnya folikel), dan oviposisi, bilamana kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak tersedia maka telur dorman tersebut akan mengalami degenerasi (rusak) lalu diserap kembali oleh lapisan folikel melalui atresia. Faktor-faktor eksternal lain yang menyebabkan terjadinya atresia adalah ketersediaan pakan, sedangkan faktor internal adalah umur telur. Ukuran sel telur ada hubungannya dengan fekunditas. Makin banyak telur yang dipijahkan ukuran telurnya makin kecil, misalnya ikan cod (diameternya 1-1,7mm) produksinya 10 juta telur.Kualitas gamet betina pada ikan berkonsentrasi pada hubungan karakteristik sel telur terhadap kesuksesan tingkat fertilisasi. Sebagai contoh, ukuran sel telur yang secara positif berkolerasi dengan kapasitas fertilisasi, dihitung sebagai persentase telur yang terbuahi pada system batch dan juga ukuran larva. Kualitas telur yang baik diketahui menunjukkan tingkat mortalitas yang rendahpada proses fertilisasi, eying, hatching, dan first feeding dan juga menhasilkan anakan ikan yang tumbuh dengan cepat dan sehat. Diameter sel telur memiliki efek yang baik pada proses fertilisasi dan peningkatan inkubasi sel telur. Banyak peneliti yang mengatakan bahwa ketika ukuran anak-anak ikan dan meningkatnya umur, ukuran sel telur akan meningkat (Aliniya et al., 2013).

Proses pembentukan ovumberawaldari oogonium.Telur ikan mempunyai rangka tulang yang bentuknya relatif besar dan berisi banyak detoplasma. Pembelahan selalu partial dan menuju ke pembentukan blastoderm. Keping lembaga berbentuk plat yang tebal terdapat pada kutub animal. Pada keping lembaga itulah terjadi pembelahan sel zigot yang akan membentuk blastoderm. Ooplasma membaur dengan detoplasma di dalam blastoderm dan berisi banyak inti yang menyebar (Effendi, 2002).Oogenesis berbeda dari spermatogenesis dalam tiga hal penting. Pertama, selama pembelahan miosis oogenesis, sitokinesis bersifat tidak sama (unequal), dengan hampir semua sitoplasma dimonopoli oleh satu sel anak, yaitu oosit sekunder. Sel besar tersebut dapat terus berkembang menjadi ovum; produk lain miosis, yaitu sel yang lebih kecil yang disebut badan polar (polar body) akan mengalami degenerasi. Hal tersebut berbeda dari spermatogenesis, ketika keempat produk miosis I dan II berkembang menjadi sperma yang dewasa. Kedua, sementara sel-sel asal sperma berkembang terus membelah melalui mitosis sepanjang hidup laki-laki, hal ini tidak berlaku bagi oogenesis pada betina. Saat lahir, ovarium telah mengandung semua sel yang akan berkembang menjadi telur. Ketiga, oogenesis mempunyai periode istirahat yang panjang, berlawanan dengan spermatogenesis yang menghasilkan sperma dewasa dari sel prekursor dalam urutan yang tidak berhenti (Campbell, 2004).

Dalam tahap pertama perkembangan folikel terjadilah folikel primer yang berasal dari satu sel epitel benih yang membelah diri. Sel yang nantinya aka menjadi ovum (telur) berada di tengah-tengah dikelilingi oleh sel-sel kecil hasil pembelahan tadi. Sel-sel kecil ini merupakan lapisan sel yang tebal yang disebut membrane granulose. Folikel perimer ini kebanyakan berada langsung di bawah kulit ovarium yang tipis sekali dan disebut tunika albuginea. Folikel primer ini dapat dibedakan dari folikel sekunder dari letaknya dan membrane yang membungkus ovumnya. Folikel primer terletak dekat atau melekat pada permukaan ovarium dan ovanya tidak terbungkus oleh membrane viteline (Partodiharjo, 1987).Pada ovarium ikan terdapat bakal sel telur yang dilindungi suatu jaringan pengikat yang bagian luarnya dilapisi peritoneum dan bagian dalamnya dilapisi epitelium. Sebagian dari sel-sel epitelium akan membesar dan berisi nukleus, yang kemudian butiran ini kelak akan menjadi telur. Selama perkembangannya, ukuran oositakan bervariasi. Pada tahap perkembangan awal, oogonia terlihat masih sangat kecil, berbentuk bulat dengan inti sel yang sangat besar dibandingkan dengan sitoplasmanya. Oogonia terlihat berkelompok tapi kadang-kadang ada juga yang berbentuk tunggal. Sementara itu oogonia terus membelah diri dengan cara mitosis. Pada ikan yang mempunyai siklus reproduksi tahunan atau tengah tahunan akan terlihat adanya puncak-puncak pembelahan oogonia. Pada ikan yang memijah sepanjang tahun, perbanyakan oogonia akan terus menerus sepanjang tahun (Hartanti dan Nurjanah, 2013).

Di alam sangat jarang terjadi perkawinan antara dua jenis ikan yang berbeda (Crossbreed). Andaipun terjadi, embrio yang dihasilkan biasanya tidak berkembang dengan baik. Walaupun dapat tumbuh hingga dewasa individu tersebut biasanya menjadi individu yang steril (mandul) dan tidak dapat berproduksi. Apabila seekor individu ikan berbuat kesalahan dengan melakukan perkawinan dengan individu dari jenis lain, maka telur atau spermanya hanya akan terbuang percuma. Oleh karena itu, jenis-jenis ikan yang hidup bersama di dalam lingkup area yang sama, mempunyai tingkah laku meminang dan tingkah laku kawin yang berbeda-beda, sehingga mereka hanya dapat melakukan perkawinan dengan pasangan dari jenis yang sama (Patent, 1976).V. KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Pengambilan gamet betina dengan menggunakan kateter dan diletakan diwadah kemudian diberi larutan fiksatif agar selnya tidak mudah rusak.2. Diameter sel telur ikan Nilem dan Ikan lele yang diberi larutan sera lebih besar bila dibandingkan dengan diameter sel telur yang diberi larutan PBS. Semakin besar diameter telur berarti menggambarkan tingkat kesiapan gamet betina untuk dibuahi. Hal ini juga ditunjukkan dengan terdapatnya kuning telur pada sel telur ikan Nilem dan ikan Lele yang menunjukkan sel telur sudah matang dan siap dibuahi.B. SaranBerdasarkan hasil praktikum, sebaiknya perlakuan saat pengambilan sel telur lebih hati-hati.DAFTAR REFERENSIAliniya, M., H. Khara, S. B. Noveiri and H. Dadras. 2013. Influence of age of common carp (Cyprinus carpio) broadstock on reproductive traits and fertilization. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. Vol. 13 : 19-25.

Campbell, N. A. 2004. Biologi Edisi ke 5 Jilid III. Penerbit Erlangga, Jakarta.Effendi, M. I. 2002. Biologi Perikanan.Pustaka Nusantara, Bogor.FAO. 1990. Training Manual on Artificial Breeding of Abalone (Haliotis discus hannai) in Korea Dtr: Part I Biology and Culture of Abalone. Fisheries and Aquaculture Department.Hartanti, Umi Ninik, Nurjanah. 2013. Pemacu Pematangan Gonad Induk Ikan Nilem Dengan Teknik Induksi Hormon. Oseatek. No.5.Lagler, K. F., J. E. Bardach, R.R Miller and D. R. May Passino. 1977. Ichthyology. John Wiley and Sons, New York.

Litaay, M. 2005. Nutritional roles in the productive cycle of abalone. Oseana, Vol. 30 (3): 1-7.Moeller, R. B. 2004. Biology of Fish. California Animal Health and Food Safety Laboratory. System University of California, Caifornia.Nagahama.Y. 1985. Indentifikasi of Maturations Inducing Steroid in Teleost The Amago Salmon (Oncohyncus rhodanus). Dev.Biol. Vol. 109 (2) : 428-35.Partodihardjo, Soebadi. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Patent, D. H. 1976. Fish and how they reproduce. Holiday House, New York.Siregar .S. 1991. Induksi Ovulasi Ikan Kapiek (Puntius schwane Blleker) dengan Ekstrak Hipofisa (EH) dan HCG (Hormon Chrorionic Gonadotropin). Pusat Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru.Sistina, Y. 2008. Bahan Ajar Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.