GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI …repository.utu.ac.id/488/1/BAB I_V.pdf · 2017....

49
GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI UNIT GAWAT DARURAT RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI OLEH : YUSRI RAMADHANI NIM : 08C10104148 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH ACEH BARAT 2013

Transcript of GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI …repository.utu.ac.id/488/1/BAB I_V.pdf · 2017....

  • GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI

    UNIT GAWAT DARURAT RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH

    KABUPATEN ACEH BARAT

    SKRIPSI

    OLEH :

    YUSRI RAMADHANI

    NIM : 08C10104148

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    UNIVERSITAS TEUKU UMAR

    MEULABOH ACEH BARAT

    2013

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Standar pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah

    ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib

    daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Indikator SPM

    adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk

    menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh didalarn pencapaian suatu

    SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan.

    (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65, 2005).

    Standar pelayanan minimal rumah sakit pada hakekatnya merupakan jenis-

    jenis pelayanan rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/pemerintah

    provinsi/pemerintah kabupaten/kota dengan standar kinerja yang ditetapkan.

    Namun demikian mengingat kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan

    sumber daya yang tidak merata maka diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan

    SPM oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan

    tahun 2012, sesuai dengan kondisi/perkembangan kapasitas daerah. Mengingat

    SPM sebagai hak konstitusional maka seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam

    perencanaan dan penganggaran daerah.

    Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan

    pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang sangat strategis

    dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu

    Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan

  • 2

    standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat

    (Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/2008).

    Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

    1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

    di Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65

    Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

    Minimal, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan standar pelayanan

    minimal Rumah Sakit yang wajib dimiliki oleh Rumah Sakit.

    Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh

    rumah sakit salah satunya adalah Pelayanan di Unit Gawat Darurat (UGD) yang

    memiliki peran sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.

    Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam kualitas dan

    kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah sakit

    tercermin dari kemampuan unit gawat darurat. Bekerja di UGD membutuhkan

    kecekatan, keterampilan, dan kesiagaan setiap saat, (Hardianti, 2008).

    indikator- indikator pada pelayanan gawat darurat yang ingin diteliti

    meliputi pemberian pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat ATLS

    (Advanced Trauma Life Support) / BTLS (basic trauma life support) / ACLS

    (Advanced Cardac Life Support ) / PPGD (Pertolongan Penderita Gawat

    Darurat), waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat, dan kepuasan

    Pelanggan pada Gawat Darurat.

    Dewasa ini citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal

    ini terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti

    Malaysia dan Singapura. Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara

  • 3

    umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang

    diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22

    Desember 2004, setiap tahun sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan

    devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien

    yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan

    Aceh. Permasalahan secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya

    rumah sakit belum memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).

    Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Unit Gawat Darurat (UGD)

    di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh terdapat berbagai keluhan karena pelayanan

    yang diberikan belum sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah

    ditetapkan seperti keterlambatan dalam menangani pasien, masih kurangnya

    pemberi pelayanan kegawat daruratan yang memiliki sertifikat pelatihan ATLS/

    BTLS/ ACLS/ PPGD apalagi sebagian dari mereka sudah dipindahkan ke unit

    bagian lain dan juga masih kurangnya fasilitas atau ruangan seperti triase di UGD.

    Disamping itu, belum adanya tim penanggulangan bencana karena terkendala

    dengan masalah dana. Berdasarkan hasil data laporan atau dokumentasi di ruang

    UGD kematian pasien dibawah 24 jam pada tahun 2010 sebanyak 40 jiwa dan

    pada tahun 2011 meningkat menjadi 44 jiwa. Kondisi tersebut menunjukkan

    bahwa pelayanan yang diberikan RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh belum sesuai

    dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan.

    Berdasarkan hal tersebut diatas, Maka peneliti merasa tertarik untuk

    melakukan penelitian tentang gambaran pencapaian Standar Pelayanan Minimal

    di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.

  • 4

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti

    menetapkan rumusan masalah bagaimana gambaran pencapaian Standar

    Pelayanan Minimal di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.

    1.3. Tujuan Penelitian

    1.3.1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui gambaran pencapaian Standar Pelayanan Minimal di

    Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.

    1.3.2. Tujuan Khusus

    1. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang waktu tanggap

    Pelayanan Dokter di Gawat Darurat.

    2. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang kepuasan Pelanggan

    pada Gawat Darurat.

    3. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang pemberian pelayanan

    kegawat daruratan yang bersertifikat ATLS / BTLS / ACLS / PPGD.

    1.4. Manfaat penelitian

    1. Manfaat bagi Penulis

    Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam

    melakukan penelitian tentang gambaran tentang pencapaian Standar

    Pelayanan Minimal di Unit Gawat Darurat.

    2. Manfaat bagi rumah sakit

    Sebagai informasi tambahan tentang kondisi Pelayanan Kesehatan

    di Ruang Unit Gawat Darurat secara riil yang ada di wilayah penelitian

  • 5

    penulis, hal ini nantinya akan dapat bermanfaat untuk menyusun

    rencana program di masa yang akan datang.

    3. Manfaat Bagi UTU

    Sebagai referensi tambahan tentang standar pelayanan minimal di

    UGD sehingga bisa menjadi rujukan.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Rumah Sakit

    2.1.1. Pengertian Rumah Sakit

    Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang

    rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

    menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

    menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit

    juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan

    untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk

    mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan

    dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),

    pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan

    (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta

    berkesinambungan (Siregar, 2004).

    Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para ahli :

    a) Menurut American Hospital Association (1974) Rumah Sakit adalah suatu

    organisasi yang melalui tenaga medis profesioanal yang terorganisir serta

    sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

    asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan

    penyakit yang diderita oleh pasien.

  • b) Menurut Association Of Hospital Care (1947) rumah sakit adalah pusat dimana

    pelayan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran

    diselenggarakan.

    c) Menurut Wolper dan Pena (1987) Rumah Sakit adalah tempat dimana orang

    sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana

    pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga

    profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.

    2.1.2. Fungsi Rumah Sakit

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, fungsi Rumah

    Sakit adalah :

    a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

    dengan standar pelayanan rumah sakit.

    b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

    kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

    c) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

    peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

    d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

    bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

    memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

    2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Umum

    1. Rumah Sakit kelas A

    Rumah Sakit kelas A adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan

    pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh Pemerintah,

    Rumah Sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan

  • rujukan tertinggi (Top Refeeal Hospital) atau disebut pula sebagai Rumah

    Sakit Pusat.

    2. Rumah Sakit kelas B

    Rumah Sakit kelas B adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan

    pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas.

    Direncanakan Rumah Sakit kelas B didirikan di setiap ibukota Propinsi

    yang menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten.

    Rumah Sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasi

    sebagai Rumah Sakit kelas B.

    3. Rumah Sakit kelas C

    Rumah Sakit kelas c adalah Ruamh Sakit yang mampu memberikan

    pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada emapat macam

    pelayanan spesilis ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam,

    pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayana kebidanan

    dan kandungan. Direncanakan Rumah Sakit kelas C ini akan didirikan di

    setiap ibukota Kabupaten yang menampung pelayanan rujukan dari

    PUSKESMAS.

    4. Rumah Sakit kelas D

    Rumah Sakit kelas D adalah Rumah Sakit transisi kerena pada satu saat

    akan ditingkatkan menjadi Rumah Sakit kelas C. Pada saat ini

    kemampuan Rumah Sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan

    kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan Rumah

    Sakit kelas C, Rumah Sakit kelas D ini juga menampung pelayanan

    rujukan yang berasal dari PUSKESMAS.

  • 2.2. Standar Pelayanan Minimal

    2.2.1. Landasan Hukum

    1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan.

    2. Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    3. Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan

    Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah.

    5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang

    Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.

    6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang

    Pengelolaan Keuangan Daerah.

    7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang

    Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

    8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 / MenKes/SK/ III/ 2002 tentang

    Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minirnal Rumah Sakit Yang

    Wajib Dilaksanakan Daerah.

    9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ Menkes/ SK / II /2005 tentang

    Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

    2.2.2. Pengertian Standar Pelayanan minimal

    Beberapa pengertian dari standar adalah sebagai berikut :

    1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai

    patokan dalam melakukan kegiatan (PP No. 25 tahun 2000).

  • 2. Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaiatan dengan

    sesuatu yang harus dicapai atau standar adalah ukuran pencapaian

    mutu/kinerja yang diharapkan bisa dicapai (Kepmenkes No. 228 tahun

    2008).

    Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam

    interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan

    menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat diartikan sebagai usaha

    melayani kebutuhan orang lain (Hasyim, 2006).

    Standar pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan

    penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia

    pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas

    (LAN, 2003).

    Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah meliputi penyelenggaraan

    pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang, dan

    pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus

    diselenggarakan oleh rumah sakit.

    Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN,

    2003) :

    1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat

    pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan

    fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi

    antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan

    pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi

    alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.

  • 2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja

    pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan

    bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat

    luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah

    memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan

    oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun

    pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat

    dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan lainnya.

    3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat

    membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan

    pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar

    pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan

    pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses

    pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya

    mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.

    Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan

    Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bab 1 ayat 6 menyatakan standar

    pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang

    jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

    diperoleh setiap warga Negara secara minimal. Ayat 7 menjelaskan indikator SPM

    adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk

    menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu

    SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. Dalam

    penjelasan pasal 39 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58 tahun

  • 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud

    dengan standar pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan

    capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.

    Standar pelayanan minimal adalah ketentuan jenis dan mutu pelayanan dasar

    yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga Negara

    secara minimal.

    Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi

    daerah dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta

    pengawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan standar pelayanan

    minimal rumah sakit. Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk

    menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator, kinerja,

    ukuran/satuan, rujukan, target nasional untuk tahun 2007 sampai dengan tahun

    2012, cara perhitungan/rumus/pembilang dan penyebut/standar/satuan pencapaian

    kinerja dan sumber data.

    Tujuan standar pelayanan minimal di RSUD adalah untuk melihat pelayanan

    yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat sehingga dapat diketahui apakah

    sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan atau masih sangat jauh dibawah

    standar.

    2.2.3. Jenis-jenis pelayanan Rumah Sakit

    Jenis-jenis pelayanan Rumah Sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah

    sakit meliputi :

    1. Pelayanan Gawat Darurat

    2. Pelayanan Rawat Jalan

    3. Pelayanan Rawat Inap

  • 4. Pelayanan Bedah

    5. Pelayanan Persalinan dan Perinatologi

    6. Pelayanan Intensif

    7. Pelayanan Radiologi

    8. Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik

    9. Pelayanan Rehabilitasi Medik

    10. Pelayanan Pengendalian Infeksi

    11. Pelayanan Gizi

    12. Pelayanan Tranfusi Darah

    13. Pelayanan Keluarga Miskin

    14. Pelayanan Rekam Medis

    15. Pelayanan Limbah

    16. Pelayanan Administrasi Manajemen

    17. Pelayanan Ambulans / Kereta Jenazah

    18. Pelayanan Pemulasaran Jenazah

    19. Pelayanan Laundry

    20. Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit

    21. Pelayanan Keamanan di Rumah Sakit.

    2.2.4. Prinsip penyusunan dan penetapan SPM

    Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

    228/Menkes/SK/III/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, di

    dalam menyusun SPM telah memperhatikan hal hal sebagai berikut :

  • 1. Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai komponen atau sektor

    terkait dari unsur-unsur kesehatan dan departemen terkait yang secara rinci

    terlampir dalam daftar tim penyusun.

    2. Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah dimengerti dan

    dipahami.

    3. Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang, waktu dan

    persyaratan atau prosedur teknis.

    4. Terukur, seluruh indikator dan standar di dalam SPM dapat di ukur baik

    kualitatif ataupun kuantitatif.

    5. Terbuka, SPM dapat di akses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat.

    6. Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan dana

    yang tersedia.

    7. Akuntabel, SPM dapat dipertanggung gugatkan kepada publik.

    8. Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan

    keuangan, kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM.

    Pada dasarnya penetapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan

    mengacu pada kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan yaitu :

    1. Terbangunnya komitmen antara pemerintah, legislatif, masyarakat dan

    Stakeholder lainnya guna kesinambungan pembangunan kesehatan.

    2. Terlindunginya kesehatan masyarakat, khususnya penduduk miskin, kelompok

    rentan, dan daerah miskin.

    3. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program kesehatan.

  • SPM Bidang Kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :

    1. Diterapkan pada urusan wajib. Oleh karena itu SPM merupakan bagian integral

    dari Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu,

    sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

    2. Diberlakukan untuk seluruh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. SPM harus

    mampu memberikan pelayanan kepada publik tanpa kecuali (tidak hanya

    masyarakat miskin) dalam bentuk, jenis, tingkat dan mutu pelayanan yang

    esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

    3. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa mengorbankan

    mutu dan mempunyai dampak luas pada masyarakat (positive Health

    Ekternality).

    4. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola dengan manajerial

    professional sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas penggunaan

    sumberdaya.

    5. Bersifat dinamis.

    6. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar.

    2.2.5. Langkah-Langkah Penyusunan SPM

    Sejalan dengan amanah PP Nomor 65 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri

    Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007, proses penyusunan SPM bidang kesehatan di

    Kabupaten/Kota melalui langkah-langkah sebagai berikut :

    1. Mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis

    yang mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar.

    2. Menyelaraskan jenis pelayanan dasar dengan pelayanan dasar yang tertuang

    dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), RKP

  • (Rencana Kerja Pemerintah) dan dokumen kebijakan, serta konvensi/perjanjian

    internasional.

    3. Menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pelayanan dasar terhadap

    kebijakan dan pencapaian tujuan nasional.

    4. Menganalisis dampak kelembagaan dan personil.

    5. Mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi

    secara nasional dan daerah.

    6. Menyusun rancangan SPM.

    7. Menganalisis pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah

    (dampak keuangan ).

    8. Menganalisis data dan informasi yang tersedia.

    9. Melakukan konsultasi dengan sektor-sektor terkait dan daerah.

    10. Menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional.

    Dalam pelaksanaan SPM Bidang Kesehatan untuk jangka waktu tertentu

    ditetapkan target pelayanan yang akan dicapai (minimum service target), yang

    merupakan spesifikasi peningkatan kinerja pelayanan yang harus dicapai dengan

    tetap berpedoman pada standar teknis yang ditetapkan guna mencapai status

    kesehatan yang diharapkan. Dalam urusan wajib dan SPM, nilai indikator yang

    dicantumkan merupakan nilai minimal nasional sebagaimana komitmen global

    dan komitmen nasional yaitu target Tahun 2010 dan Tahun 2015.

  • 2.2.6. Kriteria SPM

    Departemen Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria SPM yaitu :

    1. Merupakan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga hal-

    hal yang berkaitan dengan manajemen dianggap sebagai faktor pendukung

    dalam melaksanakan urusan wajib (perencanaan, pembiayaan,

    pengorganisasian, perizinan, sumberdaya, sistem dsb), tidak dimasukkan

    dalam SPM (kecuali critical support function).

    2. Merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah Daerah karena melindungi

    hak-hak konstitusional perorangan dan masyarakat, untuk melindungi

    kepentingan nasional dan memenuhi komitmen nasional dan global serta

    merupakan penyebab utama kematian/kesakitan.

    3. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan masyarakat.

    4. Dilaksanakan secara terus-menerus (sustainable), terukur (measurable)

    dan dapat dikerjakan (feasible).

    2.2.8. Peran Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota

    Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan SPM bidanng

    Kesehatan adalah sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor

    : 741/MENKES/SK/IX/2008 sebagai berikut :

    1. Pengorganisasian

    a. Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan

    kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan oleh

    Perangkat Daerah, Kabupaten/Kota dan masyarakat.

  • b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan

    Minimal sebagaimana dimaksud dalam butir a secara operasional

    dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

    2. Pembinaan

    a. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi penyelenggaraan

    pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal dan mekanisme

    kerjasama antar daerah kabupaten/kota.

    b. Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar

    teknis,pedoman, bimbingan teknis, pelatihan, meliputi:

    1) Perhitungan kebutuhan Pelayanan kesehatan sesuai Standar

    Pelayanan Minimal.

    2) Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target

    SPM.

    3) Penilaian pengukuran kinerja.

    4) Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan

    standar pelayanan minimal di bidang kesehatan.

    3. Pengawasan

    a. Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan

    pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal di daerah

    masing-masing

    b. Bupati/Walikota menyampaikan laporan pencapaian kinerja pelayanan

    kesehatan sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan

    pemerintah.

  • 2.3. Unit Gawat Darurat (UGD)

    2.3.1. Pengertian Unit Gawat Darurat

    Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang

    memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian

    dari rangkaian yang perlu diorganisir. Tidak semua rumah sakit harus mempunyai

    bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan

    canggih, karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana.

    Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan dua

    aspek yaitu : sistim rujukan penderita gawat darurat.

    Suatu unit gawat darurat (UGD) harus mampu memperhatikan pelayanan

    dengan kualitas tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut. Pelayanan

    unit gawat darurat harus mampu mencegah kematian dan cacat, melakukan

    rujukan, menanggulangi korban bencana.

    Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep

    Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan

    penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat

    rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan

    multisektoral. Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi

    suatu sistem terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar

    jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit

    untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah

    Sakit.

  • 2.3.2. Tujuan Unit Gawat Darurat

    Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk

    memberikanertollongan pertama pada pasien yang datang dan menghindari

    berbagai resiko seperti kematian, menanggulangi korban kecelakaan, atau bencana

    lainnya yang langsung membutuhkan tindakan.

    Pelayanan pada unit gawat daruratuntuk pasien yang datang akan langsung

    dilakukan tindakan sesuaidengan kebutuhan dan prioritasnya. Bagi pasien yang

    tergolong (akut) maka langsung dilakukan tindakan menyelamatkan jiwa pasien

    (live saving). Bagi pasien yang tergolong tidak akut dan gawat akan dilakukan

    pengobatan sesuai dengan kebutuhan dan kasus masalahnya yang setelah itu akan

    dipulangkan kerumah.

    2.3.3. Kriteria Unit Gawat Darurat

    Kriteria Unit Gawat Darurat adalah : a) unit gawat darurat harus buka 24 jam,

    b) unit gawat darurat juga harus melayani penderita-penderita “false emergency”

    tetapi tidak boleh mengganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita gawat

    darurat, c) unit gawat darurat sebaiknya hanya melakukan”primary care”

    sedangkan “definative care” dilakukan ditempat lain dengan cara kerja sama yang

    baik, d) unit gawat darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun

    masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat, e) unit

    gawat darurat harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas pelayanan

    kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 1992).

  • 2.3.4. Fasilitas Unit Gawat Darurat

    1. Susunan ruangan dan arsitektur bangunan harus dapat menjamin

    efisiensi pelayanan kegawatan.

    2. Harus ada pelayanan radiologi yang diorganisasi dengan baik serta

    lokasinya.

    3. Alat dan instrument harus berkualitas baik dan selalu bersedia untuk

    dipakai.

    4. Memiliki mobil Ambulance.

    2.3.5. Indikator Unit Gawat Darurat

    1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa digawat darurat, standar

    100%.

    Tabel 2.1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa digawat darurat,

    standar 100%

    Judul Kemampuan menangani life saving Di Gawat Darurat

    Dimensi Mutu Keselamatan

    Tujuan Tergambarnya kemampuan Rumah Sakit dalam

    memberikan Pelayanan Gawat Darurat

    Dimensi

    Operasional

    Life saving adalah upaya penyelamatan jiwa manusia

    dengan urutan Airway, Breath, Circulation

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Setiap bulan

    Periode Analisa 3 bulan sekali

    Numerator Jumlah kumulatif pasien yang mendapat pertolongan life

    saving di Gawat Darurat

  • Denominator Jumlah seluruh pasien yang membutuhkan penanganan

    life saving di unit Gawat Darurat

    Sumber Data Rekam Medik di Gawat Darurat

    Standar 100%

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instalasi Gawat Darurat

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    Batasan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care)

    adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam

    waktu segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).

    Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan

    segera yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan.

    Pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting (time

    saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa.

    2. Jam buka pelayanan Gawat Darurat, standar 24 jam.

    Tabel 2.2. Jam buka pelayanan Gawat Darurat, standar 24 jam

    Judul Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam

    Dimensi Mutu Akses dan Keselamatan

    Tujuan Tersedianya pelayanan gawat darurat 24 jam disetiap

    Rumah Sakit, sehingga menjamin akses dan

    keselamatan pasien

    Definisi

    Operasional

    Jam buka 24 adalah gawat darurat selalu siap

    memberikan pelayanan selama 24 jam penuh, dengan

    tenaga dokter jaga

  • Frekuensi

    Pengumpulan Data

    1 bulan

    Periode Analisa 3 bulan

    Numerator Jumlah hari dengan jam buka 24 jam di Gawat Darurat

    dalam satu bulan

    Denominator Jumlah hari dalam satu bulan

    Sumber Data Laporan bulanan

    Standar 100%

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instansi Gawat Darurat

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    Jam buka pelayanan unit gawat darurat dilakukan selama 24 jam. Hal ini

    disebabkan karena pasien yang datang untuk berobatat di unit ini jumlahnya lebih

    banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini bersifat penting

    (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari selama 7

    hari dalam 1 minggu secara terus menerus dalam melaksanakan tugas, meski pada

    malam hari jumlah staf yang ada di sana akan lebih sedikit (Depkes RI, 2006).

    3. Pemberian ATLS / BTLS / ACLS / PPGD (pelayanan kegawat daruratan yang

    bersertifikat yang masih berlaku), standar 100%.

    Tabel 2.3. Pemberian ATLS / BTLS / ACLS / PPGD (pelayanan kegawat

    daruratan yang bersertifikat yang masih berlaku), standar 100%

  • Judul Pemberi Pelayanan Kegawat Daruratan bersertifikat

    ATLS/ BTLS/ ACLS/ PPGD

    Dimensi Mutu Kompetensi teknis dan keselamatan

    Tujuan Tersedianya Pelayanan Gawat Darurat oleh tenaga

    kompeten dalam bidang kegawatdaruratan

    Definisi

    Operasional

    Tenaga kompeten pada Gawat Darurat adalah tenaga

    yang sudah memiliki sertifikat pelatihan ATLS/ BTLS/

    ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuannya

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Setiap bulan

    Periode Analisa 3 bulan sekali

    Numerator Jumlah tenaga yang bersertifikat pelatihan ATLS/ BTLS/

    ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuannya

    Denominator Jumlah tenaga yang memberi pelayanan kegawat

    darurat

    Sumber Data Catatan Diklat

    Standar 100%

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    ATLS (Advanced Trauma Life Support) adalah salah satu nama pelatihan

    atau kursus tentang penanganan terhadap pasien korban kecelakaan. Pelatihan ini

    semacam review praktis yang bertujuan agar peserta (khusus dokter) dapat

    melakukan diagnosa secara tepat dan akurat terhadap pasien trauma, dapat

  • mengerjakan pertolongan secara benar dan sistematis serta mampu menstabilkan

    pasien untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Sertifikat course ATLS saat ini

    semakin dicari karena sebagian besar klinik atau rumah sakit dan instansi layanan

    kesehatan menetapkannya sebagai salah satu syarat untuk mempekerjakan seorang

    dokter. Dari Depkes pun telah menetapkan sertifikasi pelatihan ini sebagai

    standard dalam penilain akreditasi rumah sakit. BTLS adalah bagian awal dari

    ATLS, sebuah pelatihan yang dikembangkan untuk dijadikan standar dalam

    pelayanan awal pasien trauma. Tujuan dari pelatihan BTLS ini adalah untuk

    mempermudah mempelajari ATLS nanti. Pada BTLS ini dokter atau tenaga

    kesehatan lainnya tidak diminta untuk memberikan tatalaksana sesuai diagnosis

    definitif nya tapi hanya memberikan kesempatan bagi pasien untuk mendapatkan

    pelayanan kesehatan nantinya.

    PPGD adalah kepanjangan dari “Pertolongan Penderita Gawat Darurat

    Yaitu suatu usaha pertolongan segera untuk menyelamatkan penderita karena

    adanya ancaman kematian. Istilah ini berasal dari terjemahan kata “Critical Ill

    Patient” yaitu penderita yang dalam keadaan kritis dan akan meninggal segera

    bila tidak dilakukan pertolongan segera. Jadi PPGD merupakan salah satu

    pelatihan khususnya untuk perawat.

    4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana,standar 1 tim.

    Tabel 2.4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana,standar 1 tim

    Judul Ketersediaan tim penanggulangan bencana

    Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas

    Tujuan Kesiagaan rumah sakit untuk memberikan pelayanan

    penanggulangan bencana

  • Definisi

    Operasional

    Tim penanggulangan bencana adalah tim yang dibentuk

    di rumah sakit dengan tujuan untuk penanggulangan

    akibat bencana yang mungkin terjadi sewaktu-waktu

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Setiap bulan

    Periode Analisa 3 bulan sekali

    Numerator Jumlah tim penanggulangan bencana yang ada di rumah

    sakit

    Denominator Tidak ada

    Sumber Data Instalasi Gawat darurat

    Standar Satu tim

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instalasi Gawat Darurat/ Tim Mutu/ Panitia

    Mutu

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    5. Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat,standar ≤ 5 menit terlayani

    setelah pasien datang.

    Tabel 2.5. Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat,standar ≤ 5 menit

    terlayani setelah pasien dating

    Judul Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat

    Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas

    Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsive dan

    mampu menyelamatkan pasien gawat darurat

  • Definisi

    Operasional

    Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah

    kecepatan pasien dilayani semenjak pasien datang

    sampai mendapat pelayanan dokter

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Setiap bulan

    Periode Analisa 3 bulan sekali

    Numerator Jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejak

    kedatangan semua pasien yang disampling secara acak

    sampai dilayani dokter

    Denominator Jumlah seluruh pasien yang disampling (minimal n=50)

    Sumber Data Sampel

    Standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instalasi Gawat Darurat/ Tim Mutu/ Panitia

    Mutu

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan

    pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kemat ian dan

    kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons

    time) (Depkes RI, 2006).

  • 6. Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat, standar ≤ 70%.

    Tabel 2.6. Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat, standar ≤ 70%

    Judul Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat

    Dimensi Mutu Kenyamanan

    Tujuan Terselenggaranya pelayanan gawat darurat yang mampu

    memberikan kepuasan pelanggan

    Definisi

    Operasional

    Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan

    terhadap pelayanan yang diberikan

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Setiap bulan

    Periode Analisa 3 bulan sekali

    Numerator Jumlah kumulatif rata penilaian kepuasan pasien Gawat

    Darurat yang di survei

    Denominator Jumlah seluruh pasien Gawat Darurat yang di survei

    (minimal n=50)

    Sumber Data Survei

    Standar ≤ 70%

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instalasi Gawat Darurat/ Tim Mutu/ Panitia

    Mutu

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang atau masyarakat

    setelah membandingkan hasil yang dirasakannya dengan harapannya, apabila hasil

    yang dirasakannya sama atau melebihi harapannya, akan timbul perasaan puas,

    sebaliknya (Pohan, 2007). Penilaian pelanggan terhadap apa yang diharapkannya

  • dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk , harapan tersebut

    dibandingkan dengan persepsi mengkomsumsi produk itu, jika harapan lebih

    tinggi dari kinerja produk maka pelanggan akan merasa tidak puas, jika harapan

    sama atau lebih rendah dari produk maka pelanggan akan merasa puas (Aritonang,

    2005). Menurut Kotler (1994) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan

    seseorang setelah membandingkan hasil kinerja atau hasil yang dirasakan

    dibandingkan dengan harapannya. Interpretasi dari pelanggan yang

    mengkonsumsi produk barang atau jasa adalah arti kepuasan pelanggan (Tjiptono,

    2007).

    Kepuasan pelanggan dipengaruhi banyak faktor antara lain yang

    berhubungan dengan : (1) Pendekatan dan perilaku petugas serta perasaan pasie n

    terutama pertama kali datang, (2) Mutu informasi apa yang diterima, seperti apa

    yang dirasakan dan apa yang diharapkan, (3) Prosedur perjanjian, (4) Waktu

    tunggu, (5) Fasilitas umum yang tersedia, (6) Fasilitas untuk penginapan untuk

    pasien seperti mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan sreta hasil terapi

    dan perawatan yang diterima (Wiyono, 1999).

    Kualitas pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan adalah

    (Parasuraman et.al., 1988) :

    a) Kehandalan (reliability) merupakan kemampuan memberikan pelayanan sesuai

    dengan yang dijanjikan, bisa diandalkan dan akurat meliputi kecepatan

    pelayanan, ketepatan pelayanan dan kelancaran pelayanan.

    b) Wujud Nyata (tangibles) merupakan bukti nyata atau tampilan produk yang

    meliputi kualitas fisik/bersih, kualitas peralatan/layak, dan kerapihan

    penampilan petugas.

  • c) Ketanggapan (responsiveness) merupakan kemauan pihak pemberi pelayanan

    untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat.

    d) Jaminan (assurance) yaitu adanya jaminan yang mencakup pengetahuan dan

    ketrampilan petugas, kesopanan dan keramahan petugas, memiliki rasa hormat

    dalam melakukan pelayanan.

    e) Perhatian (empathy) yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan atau kontak

    personal dan komunikasi, memahami dan berusaha untuk mengetahui siapa

    yang dilayani dan apa yang diinginkan.

    7. Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat, standar ≤ 2 per 1000 (pindah ke

    pelayanan rawat inap selama 8 jam).

    Tabel 2.7. Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat, standar ≤ 2 per 1000

    (pindah ke pelayanan rawat inap selama 8 jam)

    Judul Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat

    Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan

    Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu

    menyelamatkan pasien gawat darurat

    Definisi

    Operasional

    Kematian ≤ 24 jam adalah kematian yang terjadi dalam

    periode 24 jam sejak pasien datang

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Tiga bulan

    Periode Analisa Tiga bulan

    Numerator Jumlah pasien yang meninggal dalam periode ≤ 24 jam

    sejak pasien datang

    Denominator Jumlah seluruh yang ditangani di Gawat darurat

  • Sumber Data Rekam Medik

    Standar ≤ 2 per 1000

    Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instalasi Gawat Darurat

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    8. Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka, standar 100%.

    Tabel 2.8. Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka, standar 100%

    Judul Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka

    Dimensi Mutu Akses dan Keselamatan

    Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang mudah diakses dan

    mampu segera memberikan pertolongan pada pasien

    gawat darurat

    Definisi

    Operasional

    Uang muka adalah uang yang diserahkan kepada pihak

    rumah sakit sebagai jaminan terhadap pertolongan

    medis yang akan diberikan

    Frekuensi

    Pengumpulan Data

    Tiga bulan

    Periode Analisa Tiga bulan

    Numerator Jumlah pasien gawat darurat yang tidak membayar uang

    muka

    Denominator Jumlah seluruh pasien yang datang di Gawat darurat

    Sumber Data Survei

    Standar 100%

  • Penanggung Jawab

    Pengumpul Data

    Kepala Instalasi Gawat Darurat

    Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.

    2.4. Kerangka Konsep

    Tabel 2.9. Tabel kerangka konsep penelitian

    Input

    Proses

    Output

    1. Peraturan

    pemerintah

    2. Undang-Undang

    3. Rumah Sakit

    1. Tercapai

    2. Tidak

    Tercapai

    SPM

    1. Pemberian pelayanan

    kegawat daruratan yang

    bersertifikat ATLS/ BTLS/

    ACLS/ PPGD

    2. Waktu tanggap dokter

    3. Kepuasan pelanggan

  • BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

    pendekatan deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mendiskripsikan atau

    menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat

    (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini yang akan dideskripsikan adalah

    pencapaian standar pelayanan minimal di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak

    Dhien Meulaboh 2012.

    3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dan penelitian

    ini di lakukan dari tanggal 1 sampai 10 januari 2013.

    3.3. Populasi dan Sampel

    3.3.1 Populasi

    Populasi penelitian adalah 40 tenaga kesehatan yang terdiri dari 15 dokter

    dan 25 perawat dan 487 pasien yang peneliti ambil berdasarkan kunjungan

    pasien hari penelitian yaitu dari tanggal 1 sampai 10 januari di ruang Unit

    Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien di Kabupaten Aceh Barat.

    3.3.2 Sampel

    Menurut Notoatmodjo (2010), sampel adalah sebagain yang diambil dari

    keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

    Untuk tenaga kesehatan yang diambil keselurhan yaitu 40 orang

  • 38

    sedangkan untuk pasien yang populasinya berjumlah 487 menggunakan

    rumus Slovin yaitu:

    2)(1 dN

    Nn

    n = Jumlah sampel

    N= Jumlah Populasi

    d2= Presisi (diambil 25 % =0,01)

    2)(1 dN

    Nn

    )01,0(4871

    487

    n

    87,41

    487

    n

    87,5

    487n

    839,82 n

    Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan

    menggunakan metode Accidental sampling yaitu dengan cara mengambil

    responden yang tersedia di suatu tempat sesuai dengan kontek penelitian

    (Notoadmojo,2010). Pengambilan sampel dengan cara menunggu pasien

    di ruang Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien.

  • 38

    3.4. Metode Pengolahan Data

    Pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan cara

    data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual dengan langkah- langkah

    sebagai berikut (Hidayat, 2007) :

    a. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuisioner

    yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh

    responden.

    b. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil

    jawaban pada kuesioner.

    c. Transfering yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurut mulai

    dari responden pertama sampai responden terakhir, lalu dimasukkan ke

    dalam tabel.

    d. Tabulating yaitu pengelompokkan nilai responden berdasarkan ketegori

    yang telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukkan ke

    dalam tabel distribusi frekuensi.

    3.4.1. Jenis dan sumber data

    1. Data primer

    Diperoleh dengan melaksanakan metode wawancara dengan

    mengunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan.

    2. Data sekunder

    Data sekunder diperoleh dari Rekam Medik RSUD Cut Nyak

    Dhien Meulaboh.

  • 38

    3.5. Definisi Operasional

    Tabel 3.5 Definisi Operasional

    No Variabel Keterangan Variabel Independen

    1 Pemberi pelayanan bersertifikat

    Definisi Tenaga yang sudah memiliki sertifikat pelatihan ATLS/ BTLS/ ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuannya.

    Cara ukur Wawancara

    Alat ukur Observasi

    Hasil ukur 1. Ada 2. Tidak Ada

    Skala ukur Ordinal

    2 Waktu Tanggap Definisi Kecepatan pasien dilayani semenjak pasien datang sampai mendapat pelayanan dokter

    Cara ukur Observasi

    Alat ukur Check list

    Hasil ukur 1. Cepat 2. Lambat

    Skala ukur Ordinal

    3 Kepuasan Definisi Pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan

    Cara ukur Wawancara

    Alat ukur Kuesioner

    Hasil ukur 1. Memuaskan 2. Tidak Memuaskan

    Skala ukur Ordinal

    3.6 Aspek Pengukuran Variabel

    Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam

    penelitian ini adalah skala Likert yaitu memberikan skor dari nilai tertinggi ke

    nilai terendah berdasarkan jawaban responden.

    1. Pemberi pelayanan bersertifikat

    Ada : Jika responden mendapat skor nilai ≥ 50% dari total skor.

    Tidak Ada : Jika responden mendapat skor nilai < 50% dari total skor.

  • 38

    2. Waktu Tanggap

    Cepat : Jika Pernyatan Di Jawab “Memuaskan” ( Skor 1)

    Lambat : Jika pernyatan di jawab “ Tidak Memuaskan” (skor 0 )

    3. Kepuasan

    Memuaskan : Jika Pernyatan Di Jawab “Memuaskan” ( Skor 1)

    Tidak memuaskan : Jika pernyatan di jawab “ Tidak Memuaskan” (skor 0 )

    3.7. Tenik Analisa Data

    3.7.1. Analisis Univariat

    Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui distribusi dari variabel-

    variabel yang diteliti.

  • 41

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian

    4.1.1. Gambaran Umum

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan satu-

    satunya rumah sakit pemerintah kabupaten Aceh Barat yang melayani masyarakat

    Aceh Barat di bidang kesehatan. Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien

    Meulaboh menyediakan fasilitas pelayanan rawat inap yang terdiri dari 7 (tujuh)

    ruangan, 1 (satu) instalansi Gawat Darurat dan 8 (delapan) pelayanan Poliklinik

    serta pelayanan penunjang lainnya. Dengan fasilitas dan pelayanan yang semakin

    baik, Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh juga menjadi rumah

    sakit rujukan bagi runah sakit yang ada di kabupaten lain yang bertertangga

    dengan kabupaten Aceh Barat.

    Kabupaten Aceh Barat setelah pemekaran terletak pada 04o06-04o47

    Lintang Utara dan 95o52-96o30 Bujur Timur dengan luas wilayah 2.927,95 Km2

    (292.795 hektar). Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan :

    1. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagan Raya

    2. Sebelah Utara berbatasan dengan Pidie

    3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Aceh Jaya Sebelah Barat berbatasan

    dengan Samudra Indonesia

    Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah rumah

    Sakit milik pemerintah yang berada dalam wilayah Aceh Barat dengan status type

    C dan berlokasi di Jalan Gajah Mada No 1 Kelurahan Drien Rampak Kecamatan

  • 46

    Johan Pahlawan Meulaboh. Adapun batasan Rumah Sakit Umum Daerah Cut

    Nyak Dhien Meulaboh adalah:

    1. Sebelah Timur berbatasan dengan Sekolah MIN/MANPK

    2. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja

    3. Sebelah selatan bebatasan dengan Lorong Banteng/Komplek Perumahan

    Dokter

    4. Sebelah Barat berbatasan dengan jalan Gajah Mada.

    Penelitian ini dilakukan di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien

    Meulaboh, tenaga kesehatan yang memberi pelayanan berjumlah 40 orang yang

    terdiri dari:

    Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenis Kelamin.

    No Tenaga kesehatan Jenis kelamin

    Laki-laki Perempuan

    1 Dokter 5 10

    2 Perawat 20 5

    Jumlah 25 15

    Sumber: dari data sekunder

    Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Umur.

    No Umur Jumlah

    1 21-30 tahun 23

    2 31-40 tahun 16

    3 > 40 tahun 1

    Jumlah 40

    Sumber: dari data sekunder

    Tabel 4.3. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pendidikan.

    No Pendidikan Jumlah

    1 S1 Kedokteran 15

    2 D-III Keperawatan 19

    3 SPK 6

    Jumlah 40

    Sumber: dari data sekunder

  • 46

    4.1.2. Analisis Univariat

    1. Pemberi Pelayanan Bersertifikat

    Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemberi Pelayanan

    Bersertifikat Di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien

    Meulaboh Tahun 2013.

    No Pemberi Pelayanan

    Bersertifikat

    Frekuensi %

    1 Ada 7 17,5 2 Tidak Ada 33 82,5

    Total 40 100

    Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.4. diketahui bahwa Petugas kesehatan yang bersertifikat

    hanya 7 orang yaitu 17,5% dari total 40 tenaga kesehatan sedangkan yang tidak

    ada mencapai 82,5% yaitu sebanyak 33 orang.

    2. Waktu Tanggap

    Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Tanggap Dokter

    Terhadap Pasien Di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien

    Meulaboh Tahun 2013.

    No Waktu Tanggap Frekuensi %

    1 Cepat 50 60,2

    2 Lambat 33 39,8

    Total 83 100

    Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

    Dari Tabel 4.5. diketahui bahwa Dokter yang waktu tanggapnya cepat

    terhadap pasien sebanyak 50 orang (60,2%) dari 83 pasien, sedangkan yang

    lambat 39,8% yaitu 33 pasien.

    3. Kepuasan

    Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien Di Unit

    Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2013.

    No Kepuasan Frekuensi %

    1 Puas 40 48,2

    2 Tidak Puas 43 51,8

    Total 83 100

    Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)

  • 46

    Dari Tabel 4.6. diketahui bahwa pasien yang puas sebanyak 40 orang yaitu

    48,2% dari 83 pasien sedangkan yang tidak puas sebanyak 51,8% yaitu 43 orang.

    4.2. Pembahasan

    4.2.1. Pemberian Pelayanan Bersertifikat

    Tenaga kesehatan wajib memiliki sertifikat pelatihan diantaranya ATLS/

    BTLS/ ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuan. ATLS (Advanced

    Trauma Life Support) adalah salah satu nama pelatihan atau kursus tentang

    penanganan terhadap pasien korban kecelakaan. Pelatihan ini semacam review

    praktis yang bertujuan agar peserta (khusus dokter) dapat melakukan diagnosa

    secara tepat dan akurat terhadap pasien trauma. BTLS adalah bagian awal dari

    ATLS, sebuah pelatihan yang dikembangkan untuk dijadikan standar dalam

    pelayanan awal pasien trauma. PPGD adalah kepanjangan dari “Pertolongan

    Penderita Gawat Darurat Yaitu suatu usaha pertolongan segera untuk

    menyelamatkan penderita karena adanya ancaman kematian (Depkes RI, 2006).

    Indikator pemberi pelayanan gawat darurat yang bersertifikat ATLS, ACLS,

    PPGD standarnya adalah 100%, artinya seluruh tenaga kesehatan baik dokter atau

    perawat yang ada di Unit Gawat Darurat harus mempunyai sertifikat pelatihan

    sehingga dapat menangani pasien dengan baik.

    Pada unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien yang memiliki sertifikat

    pelatihan hanya 7 orang dari 40 tenaga kesehatan (15 dokter dan 25 perawat)

    yang ada di unit tersebut diantaranya ATLS 2 orang (2 dokter), ACLS 3 orang

    (1 dokter dan 2 perawat), dan PPGD 2 orang (2 perawat). Dapat diartikan bahwa

    82,5% tenaga kesehatan tidak memiliki sertifikat pelatihan.

  • 46

    4.2.2. Waktu Tanggap

    Waktu tanggap dokter merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien

    tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari

    dokter di UGD dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang diperlukan pasien

    sampai selesai. Waktu tanggap dokter dapat dihitung dengan hitungan menit.

    Indikator waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat standarnya ≤ 5 menit

    terlayani, setelah pasien datang.

    Dari hasil observasi peneliti di unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien,

    yaitu kecepatan dokter dalam memberi pelayanan pada saat pasien tiba dengan ≥ 5

    menit atau ≤ 5 menit. Dari 83 pasien, yang medapat pelayanan dengan cepat

    sebanyak 60,2% sedangkan yang lambat sebanyak 39,8%. Keterlambatan

    mendapat pelayanan di unit tersebut di sebabkan banyaknya pasien sedangkan

    dokternya masih kurang sehingga terjadi ketidak seimbangan yang menimbulkan

    keterlambatan mendapat pelayanan, namun itu akan terjadi pada saat pasien yang

    berkunjung sedang banyak.

    Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan

    pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan

    kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons

    time) (Depkes RI, 2006).

  • 46

    4.2.3. Kepuasan Pasien

    Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang atau masyarakat

    setelah membandingkan hasil yang dirasakannya dengan harapannya, apabila hasil

    yang dirasakannya sama atau melebihi harapannya, akan timbul perasaan puas,

    dan sebaliknya (Pohan, 2007).

    Namun, kepuasan pelanggan juga dipengaruhi banyak faktor antara lain

    yang berhubungan dengan : (1) Pendekatan dan perilaku petugas serta perasaan

    pasien terutama pertama kali datang, (2) Mutu informasi apa yang diterima,

    seperti apa yang dirasakan dan apa yang diharapkan, (3) Prosedur perjanjian, (4)

    Waktu tunggu, (5) Fasilitas umum yang tersedia, (6) Fasilitas untuk penginapan

    untuk pasien seperti mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan sreta hasil

    terapi dan perawatan yang diterima (Wiyono, 1999).

    Indikator kepuasan pelanggan atau pasien standarnya adalah ≥ 70%, artinya

    jika kepuasan pasien terhadap pelayanan ≤ 7% maka pasien belum puas terhadap

    pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan di unit gawat darurat.

    Dari hasil wawancara peneliti dengan 83 pasien yang berkunjung di Unit

    Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien hanya 48,2% saja yang merasa puas

    sedangkan 51,8% tidak puas dengan pelayanan yang diberikan ini disebabkan oleh

    faktor- faktor yang diatas dimana kurang tanggapnya pasien dalam memberi

    pelayanan sehingga pasien harus menunggu, perilaku petugas dalam memberi

    pelayanan dari tata bahasa dan sikap yang membuat pasien tidak nyaman, dan

    kemampuan perawat yang belum memadai membuat pasien merasa tidak puas

    dengan pelayanan yang diberikan.

  • 46

    4.2.4. Jam buka Pelayanan Gawat Darurat

    Jam buka pelayanan unit gawat darurat dilakukan selama 24 jam. Hal ini

    disebabkan karena pasien yang datang untuk berobat di unit ini jumlahnya lebih

    banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini bersifat penting

    (emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari selama 7

    hari dalam 1 minggu secara terus menerus dalam melaksanakan tugas, meski pada

    malam hari jumlah staf yang ada di sana akan lebih sedikit (Depkes RI, 2006).

    Dari hasil observasi peneliti di unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien,

    yaitu jam buka pelayanan di unit gawat darurat dilakukan selama 24 jam setiap

    hari karena pasien yang mengalami kecelakaan selalu ada setiap waktu.

    4.2.5. Ketersediaan tim penanggulangan bencana

    Ketersediaan tim penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan

    pelayanan penanggulangan bencana yang terjadi sewaktu-waktu tanpa diduga

    kapan bencana itu akan terjadi. Indikator ketersediaan tim penanggulangan

    bencana standarnya adalah satu tim.

    Dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala di Unit Gawat Darurat RSUD

    Cut Nyak Dhien yaitu belum adanya pembentukan tim penanggulangan bencana

    karena disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kurangnya dana untuk

    pembentukan tim.

  • 47

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    1. Dari total 40 tenaga kesehatan, yang bersertifikat hanya 17,5% sedangkan

    yang tidak ada mencapai 82,5%.

    2. Dari 83 pasien, pasien yang mendapat pelayanan dari Dokter dengan

    waktu tanggapnya cepat terhadap pasien sebanyak 60,2% sedangkan yang

    lambat 39,8%.

    3. Dari 83 pasien, pasien yang puas sebanyak 48,2% sedangkan yang tidak

    puas sebanyak 51,8%.

    3.2. Saran

    1. Kepada Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh agar dapat

    memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan yang belum bersertifikat,

    agar seluruh tenaga kesehatan yang belum memiliki sertifikat dapat

    memilikinya.

    2. Kepada Kepala kasie keperawatan agar senantiasa memantau kinerja

    perawat dan melakukan rotasi dalam jangka waktu 3 bulan seka li untuk

    mencegah kejenuhan.

    3. Kepada Tenaga Kesehatan di Unit Gawat Darurat agar dapat lebih

    meningkatkan lagi kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada

    pasien, agar dapat memberikan rasa kepuasan terhadap pasien dalam

    mendapatkan pelayanan kesehatan.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Azwar, S. 2005. Metode Penelitian (cetakan VI), Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

    Direktorat jenderal bina pelayanan medik departemen kesehatan R.I., 2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Bakti husada.

    Departemen Kesehatan R.I., Sistem Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Februari 2004.

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia direktorat jenderal pelayanan medik

    direktorat rumah sakit umum dan pendidikan.,1999. Standar Pelayanan Rumah Sakit, edisi ke-11 cetakan kelima, Bakti husada.

    Departemen kesehatan RI, kepmenkes No.1457 Tentang Standar Pelayanan inimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Jakarta, 2003.

    Depkes RI, Pedoman Pelayanan Gawat Darurat, Cetakan kedua, Dirjen Yanmedik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Jakarta, 1995.

    Hardianti, 2008. Jenis-jenis Pelayanan Minimal di Rumah Sakit, Jakarta.

    Http://dinkes.acehprov.go.id (Diakses tanggal 30 juli 2012)

    Http://www.prasko.com/2012/08/standar-pelayanan-minimal-rumah-sakit.html (Diakses tanggal 2 September 2012).

    Http://www.ittc.co.id/penyusunan-spm.php (Diakses tanggal 10 September 2012).

    Menkes RI., 2008. Undang-undang nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

    RSHS, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Bandung, 2000.

    Slamet Teguh. 2010. Skripsi : Hubungan Pelayanan Keperawatan dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD. Dr.M. Ashari Kab. Pemalang. S1

    Keperawatan. Stikes Cirebon. Yayasan AGD 118, Basic Trauma and Cardiac Life Support, Jakarta Utara, 2004.

    http://www.prasko.com/2012/08/standar-pelayanan-minimal-rumah-sakit.htmlhttp://www.ittc.co.id/penyusunan-spm.php

  • -Unlicensed-cover-Unlicensed-BaB 1-Unlicensed-BaB 11-Unlicensed-BAB III-Unlicensed-BAB IV-Unlicensed-Bab V-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA