GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI …repository.utu.ac.id/488/1/BAB I_V.pdf · 2017....
Transcript of GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI …repository.utu.ac.id/488/1/BAB I_V.pdf · 2017....
-
GAMBARAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI
UNIT GAWAT DARURAT RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH :
YUSRI RAMADHANI
NIM : 08C10104148
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH ACEH BARAT
2013
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Standar pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Indikator SPM
adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh didalarn pencapaian suatu
SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan.
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65, 2005).
Standar pelayanan minimal rumah sakit pada hakekatnya merupakan jenis-
jenis pelayanan rumah sakit yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah/pemerintah
provinsi/pemerintah kabupaten/kota dengan standar kinerja yang ditetapkan.
Namun demikian mengingat kondisi masing-masing daerah yang terkait dengan
sumber daya yang tidak merata maka diperlukan pentahapan dalam pelaksanaan
SPM oleh masing-masing daerah sejak ditetapkan pada tahun 2007 sampai dengan
tahun 2012, sesuai dengan kondisi/perkembangan kapasitas daerah. Mengingat
SPM sebagai hak konstitusional maka seyogyanya SPM menjadi prioritas dalam
perencanaan dan penganggaran daerah.
Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada mayarakat memiliki peran yang sangat strategis
dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu
Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
-
2
standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat
(Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/2008).
Dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
di Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65
Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal, maka perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan standar pelayanan
minimal Rumah Sakit yang wajib dimiliki oleh Rumah Sakit.
Jenis – jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh
rumah sakit salah satunya adalah Pelayanan di Unit Gawat Darurat (UGD) yang
memiliki peran sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.
Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam kualitas dan
kesiapan dalam perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah sakit
tercermin dari kemampuan unit gawat darurat. Bekerja di UGD membutuhkan
kecekatan, keterampilan, dan kesiagaan setiap saat, (Hardianti, 2008).
indikator- indikator pada pelayanan gawat darurat yang ingin diteliti
meliputi pemberian pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat ATLS
(Advanced Trauma Life Support) / BTLS (basic trauma life support) / ACLS
(Advanced Cardac Life Support ) / PPGD (Pertolongan Penderita Gawat
Darurat), waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat, dan kepuasan
Pelanggan pada Gawat Darurat.
Dewasa ini citra pelayanan kesehatan di Indonesia semakin menurun, hal
ini terindikasi dengan tingginya minat masyarakat berobat ke luar negeri seperti
Malaysia dan Singapura. Kecenderungan masyarakat berobat ke luar negeri secara
-
3
umum disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang
diberikan telah memenuhi harapan pasien. Dalam Suara Karya On Line 22
Desember 2004, setiap tahun sekitar 5.000 pasien berobat ke luar negeri dan
devisa yang dikeluarkan mencapai 400 juta dolar atau 3,6 triliun. Rata-rata pasien
yang berobat ke Malaysia dan Singapura berasal dari Jakarta, Medan Riau dan
Aceh. Permasalahan secara umum adalah kualitas pelayanan kesehatan khususnya
rumah sakit belum memenuhi standar dan harapan masyarakat (Puspita, 2009).
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bagian Unit Gawat Darurat (UGD)
di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh terdapat berbagai keluhan karena pelayanan
yang diberikan belum sesuai dengan standar pelayanan minimal yang sudah
ditetapkan seperti keterlambatan dalam menangani pasien, masih kurangnya
pemberi pelayanan kegawat daruratan yang memiliki sertifikat pelatihan ATLS/
BTLS/ ACLS/ PPGD apalagi sebagian dari mereka sudah dipindahkan ke unit
bagian lain dan juga masih kurangnya fasilitas atau ruangan seperti triase di UGD.
Disamping itu, belum adanya tim penanggulangan bencana karena terkendala
dengan masalah dana. Berdasarkan hasil data laporan atau dokumentasi di ruang
UGD kematian pasien dibawah 24 jam pada tahun 2010 sebanyak 40 jiwa dan
pada tahun 2011 meningkat menjadi 44 jiwa. Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa pelayanan yang diberikan RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh belum sesuai
dengan standar pelayanan minimal yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, Maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian tentang gambaran pencapaian Standar Pelayanan Minimal
di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
-
4
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti
menetapkan rumusan masalah bagaimana gambaran pencapaian Standar
Pelayanan Minimal di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pencapaian Standar Pelayanan Minimal di
Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang waktu tanggap
Pelayanan Dokter di Gawat Darurat.
2. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang kepuasan Pelanggan
pada Gawat Darurat.
3. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang pemberian pelayanan
kegawat daruratan yang bersertifikat ATLS / BTLS / ACLS / PPGD.
1.4. Manfaat penelitian
1. Manfaat bagi Penulis
Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian tentang gambaran tentang pencapaian Standar
Pelayanan Minimal di Unit Gawat Darurat.
2. Manfaat bagi rumah sakit
Sebagai informasi tambahan tentang kondisi Pelayanan Kesehatan
di Ruang Unit Gawat Darurat secara riil yang ada di wilayah penelitian
-
5
penulis, hal ini nantinya akan dapat bermanfaat untuk menyusun
rencana program di masa yang akan datang.
3. Manfaat Bagi UTU
Sebagai referensi tambahan tentang standar pelayanan minimal di
UGD sehingga bisa menjadi rujukan.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1. Pengertian Rumah Sakit
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit
juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan
dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta
berkesinambungan (Siregar, 2004).
Beberapa pengertian rumah sakit yang dikemukakan oleh para ahli :
a) Menurut American Hospital Association (1974) Rumah Sakit adalah suatu
organisasi yang melalui tenaga medis profesioanal yang terorganisir serta
sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,
asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien.
-
b) Menurut Association Of Hospital Care (1947) rumah sakit adalah pusat dimana
pelayan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran
diselenggarakan.
c) Menurut Wolper dan Pena (1987) Rumah Sakit adalah tempat dimana orang
sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana
pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan berbagai tenaga
profesi kesehatan lainnya diselenggarakan.
2.1.2. Fungsi Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, fungsi Rumah
Sakit adalah :
a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
1. Rumah Sakit kelas A
Rumah Sakit kelas A adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh Pemerintah,
Rumah Sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan
-
rujukan tertinggi (Top Refeeal Hospital) atau disebut pula sebagai Rumah
Sakit Pusat.
2. Rumah Sakit kelas B
Rumah Sakit kelas B adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis luas dan subspesialis terbatas.
Direncanakan Rumah Sakit kelas B didirikan di setiap ibukota Propinsi
yang menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten.
Rumah Sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasi
sebagai Rumah Sakit kelas B.
3. Rumah Sakit kelas C
Rumah Sakit kelas c adalah Ruamh Sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada emapat macam
pelayanan spesilis ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam,
pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak serta pelayana kebidanan
dan kandungan. Direncanakan Rumah Sakit kelas C ini akan didirikan di
setiap ibukota Kabupaten yang menampung pelayanan rujukan dari
PUSKESMAS.
4. Rumah Sakit kelas D
Rumah Sakit kelas D adalah Rumah Sakit transisi kerena pada satu saat
akan ditingkatkan menjadi Rumah Sakit kelas C. Pada saat ini
kemampuan Rumah Sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan
kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan Rumah
Sakit kelas C, Rumah Sakit kelas D ini juga menampung pelayanan
rujukan yang berasal dari PUSKESMAS.
-
2.2. Standar Pelayanan Minimal
2.2.1. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
3. Undang-Undang Nomor I tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang pembinaan dan
Pengawasan atas Penyelenggara Pemerintah Daerah.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228 / MenKes/SK/ III/ 2002 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minirnal Rumah Sakit Yang
Wajib Dilaksanakan Daerah.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1575/ Menkes/ SK / II /2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.
2.2.2. Pengertian Standar Pelayanan minimal
Beberapa pengertian dari standar adalah sebagai berikut :
1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai
patokan dalam melakukan kegiatan (PP No. 25 tahun 2000).
-
2. Standar adalah nilai tertentu yang telah ditetapkan berkaiatan dengan
sesuatu yang harus dicapai atau standar adalah ukuran pencapaian
mutu/kinerja yang diharapkan bisa dicapai (Kepmenkes No. 228 tahun
2008).
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat diartikan sebagai usaha
melayani kebutuhan orang lain (Hasyim, 2006).
Standar pelayanan adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan
penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia
pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
(LAN, 2003).
Standar Pelayanan Rumah Sakit Daerah meliputi penyelenggaraan
pelayanan manajemen rumah sakit, pelayanan medik, pelayanan penunjang, dan
pelayanan keperawatan baik rawat inap maupun rawat jalan yang minimal harus
diselenggarakan oleh rumah sakit.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN,
2003) :
1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat
pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan
fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi
antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan
pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi
alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.
-
2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja
pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan
bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat
luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah
memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan
oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun
pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan lainnya.
3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat
membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar
pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan
pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses
pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya
mereka lakukan dalam memberikan pelayanan.
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimal Bab 1 ayat 6 menyatakan standar
pelayanan minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga Negara secara minimal. Ayat 7 menjelaskan indikator SPM
adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu
SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. Dalam
penjelasan pasal 39 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.58 tahun
-
2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan standar pelayanan minimal adalah tolak ukur kinerja dalam menentukan
capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
Standar pelayanan minimal adalah ketentuan jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga Negara
secara minimal.
Standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya panduan bagi
daerah dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta
pengawasan dan pertanggung jawaban penyelenggaraan standar pelayanan
minimal rumah sakit. Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk
menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator, kinerja,
ukuran/satuan, rujukan, target nasional untuk tahun 2007 sampai dengan tahun
2012, cara perhitungan/rumus/pembilang dan penyebut/standar/satuan pencapaian
kinerja dan sumber data.
Tujuan standar pelayanan minimal di RSUD adalah untuk melihat pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat sehingga dapat diketahui apakah
sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan atau masih sangat jauh dibawah
standar.
2.2.3. Jenis-jenis pelayanan Rumah Sakit
Jenis-jenis pelayanan Rumah Sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah
sakit meliputi :
1. Pelayanan Gawat Darurat
2. Pelayanan Rawat Jalan
3. Pelayanan Rawat Inap
-
4. Pelayanan Bedah
5. Pelayanan Persalinan dan Perinatologi
6. Pelayanan Intensif
7. Pelayanan Radiologi
8. Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik
9. Pelayanan Rehabilitasi Medik
10. Pelayanan Pengendalian Infeksi
11. Pelayanan Gizi
12. Pelayanan Tranfusi Darah
13. Pelayanan Keluarga Miskin
14. Pelayanan Rekam Medis
15. Pelayanan Limbah
16. Pelayanan Administrasi Manajemen
17. Pelayanan Ambulans / Kereta Jenazah
18. Pelayanan Pemulasaran Jenazah
19. Pelayanan Laundry
20. Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
21. Pelayanan Keamanan di Rumah Sakit.
2.2.4. Prinsip penyusunan dan penetapan SPM
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
228/Menkes/SK/III/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, di
dalam menyusun SPM telah memperhatikan hal hal sebagai berikut :
-
1. Konsensus, berdasarkan kesepakatan bersama berbagai komponen atau sektor
terkait dari unsur-unsur kesehatan dan departemen terkait yang secara rinci
terlampir dalam daftar tim penyusun.
2. Sederhana, SPM disusun dengan kalimat yang mudah dimengerti dan
dipahami.
3. Nyata, SPM disusun dengan memperhatikan dimensi ruang, waktu dan
persyaratan atau prosedur teknis.
4. Terukur, seluruh indikator dan standar di dalam SPM dapat di ukur baik
kualitatif ataupun kuantitatif.
5. Terbuka, SPM dapat di akses oleh seluruh warga atau lapisan masyarakat.
6. Terjangkau, SPM dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya dan dana
yang tersedia.
7. Akuntabel, SPM dapat dipertanggung gugatkan kepada publik.
8. Bertahap, SPM mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan
keuangan, kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM.
Pada dasarnya penetapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan
mengacu pada kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan yaitu :
1. Terbangunnya komitmen antara pemerintah, legislatif, masyarakat dan
Stakeholder lainnya guna kesinambungan pembangunan kesehatan.
2. Terlindunginya kesehatan masyarakat, khususnya penduduk miskin, kelompok
rentan, dan daerah miskin.
3. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program kesehatan.
-
SPM Bidang Kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Diterapkan pada urusan wajib. Oleh karena itu SPM merupakan bagian integral
dari Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu,
sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.
2. Diberlakukan untuk seluruh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. SPM harus
mampu memberikan pelayanan kepada publik tanpa kecuali (tidak hanya
masyarakat miskin) dalam bentuk, jenis, tingkat dan mutu pelayanan yang
esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
3. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa mengorbankan
mutu dan mempunyai dampak luas pada masyarakat (positive Health
Ekternality).
4. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola dengan manajerial
professional sehingga tercapai efisiensi dan efektivitas penggunaan
sumberdaya.
5. Bersifat dinamis.
6. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar.
2.2.5. Langkah-Langkah Penyusunan SPM
Sejalan dengan amanah PP Nomor 65 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007, proses penyusunan SPM bidang kesehatan di
Kabupaten/Kota melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengkaji standar jenis pelayanan dasar yang sudah ada dan/atau standar teknis
yang mendukung penyelenggaraan jenis pelayanan dasar.
2. Menyelaraskan jenis pelayanan dasar dengan pelayanan dasar yang tertuang
dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), RKP
-
(Rencana Kerja Pemerintah) dan dokumen kebijakan, serta konvensi/perjanjian
internasional.
3. Menganalisa dampak, efisiensi, dan efektivitas dari pelayanan dasar terhadap
kebijakan dan pencapaian tujuan nasional.
4. Menganalisis dampak kelembagaan dan personil.
5. Mengkaji status pelayanan dasar saat ini, termasuk tingkat pencapaian tertinggi
secara nasional dan daerah.
6. Menyusun rancangan SPM.
7. Menganalisis pembiayaan pencapaian SPM secara nasional dan daerah
(dampak keuangan ).
8. Menganalisis data dan informasi yang tersedia.
9. Melakukan konsultasi dengan sektor-sektor terkait dan daerah.
10. Menggali masukan dari masyarakat dan kelompok-kelompok profesional.
Dalam pelaksanaan SPM Bidang Kesehatan untuk jangka waktu tertentu
ditetapkan target pelayanan yang akan dicapai (minimum service target), yang
merupakan spesifikasi peningkatan kinerja pelayanan yang harus dicapai dengan
tetap berpedoman pada standar teknis yang ditetapkan guna mencapai status
kesehatan yang diharapkan. Dalam urusan wajib dan SPM, nilai indikator yang
dicantumkan merupakan nilai minimal nasional sebagaimana komitmen global
dan komitmen nasional yaitu target Tahun 2010 dan Tahun 2015.
-
2.2.6. Kriteria SPM
Departemen Kesehatan telah sepakat menambahkan kriteria SPM yaitu :
1. Merupakan pelayanan yang langsung dirasakan masyarakat, sehingga hal-
hal yang berkaitan dengan manajemen dianggap sebagai faktor pendukung
dalam melaksanakan urusan wajib (perencanaan, pembiayaan,
pengorganisasian, perizinan, sumberdaya, sistem dsb), tidak dimasukkan
dalam SPM (kecuali critical support function).
2. Merupakan prioritas tinggi bagi Pemerintah Daerah karena melindungi
hak-hak konstitusional perorangan dan masyarakat, untuk melindungi
kepentingan nasional dan memenuhi komitmen nasional dan global serta
merupakan penyebab utama kematian/kesakitan.
3. Berorientasi pada output yang langsung dirasakan masyarakat.
4. Dilaksanakan secara terus-menerus (sustainable), terukur (measurable)
dan dapat dikerjakan (feasible).
2.2.8. Peran Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota
Peran Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan SPM bidanng
Kesehatan adalah sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor
: 741/MENKES/SK/IX/2008 sebagai berikut :
1. Pengorganisasian
a. Bupati/Walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan oleh
Perangkat Daerah, Kabupaten/Kota dan masyarakat.
-
b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan
Minimal sebagaimana dimaksud dalam butir a secara operasional
dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Pembinaan
a. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi memfasilitasi penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal dan mekanisme
kerjasama antar daerah kabupaten/kota.
b. Fasilitasi dimaksud butir a dalam bentuk pemberian standar
teknis,pedoman, bimbingan teknis, pelatihan, meliputi:
1) Perhitungan kebutuhan Pelayanan kesehatan sesuai Standar
Pelayanan Minimal.
2) Penyusunan rencana kerja dan standar kinerja pencapaian target
SPM.
3) Penilaian pengukuran kinerja.
4) Penyusunan laporan kinerja dalam menyelenggarakan pemenuhan
standar pelayanan minimal di bidang kesehatan.
3. Pengawasan
a. Bupati/walikota melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan sesuai standar pelayanan minimal di daerah
masing-masing
b. Bupati/Walikota menyampaikan laporan pencapaian kinerja pelayanan
kesehatan sesuai standar pelayanan minimal yang ditetapkan
pemerintah.
-
2.3. Unit Gawat Darurat (UGD)
2.3.1. Pengertian Unit Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang
memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian
dari rangkaian yang perlu diorganisir. Tidak semua rumah sakit harus mempunyai
bagian gawat darurat yang lengkap dengan tenaga memadai dan peralatan
canggih, karena dengan demikian akan terjadi penghamburan dana dan sarana.
Oleh karena itu pengembangan unit gawat darurat harus memperhatikan dua
aspek yaitu : sistim rujukan penderita gawat darurat.
Suatu unit gawat darurat (UGD) harus mampu memperhatikan pelayanan
dengan kualitas tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut. Pelayanan
unit gawat darurat harus mampu mencegah kematian dan cacat, melakukan
rujukan, menanggulangi korban bencana.
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep
Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan
penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat
rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan
multisektoral. Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi
suatu sistem terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar
jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit
untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah
Sakit.
-
2.3.2. Tujuan Unit Gawat Darurat
Tujuan dari pelayanan gawat darurat ini adalah untuk
memberikanertollongan pertama pada pasien yang datang dan menghindari
berbagai resiko seperti kematian, menanggulangi korban kecelakaan, atau bencana
lainnya yang langsung membutuhkan tindakan.
Pelayanan pada unit gawat daruratuntuk pasien yang datang akan langsung
dilakukan tindakan sesuaidengan kebutuhan dan prioritasnya. Bagi pasien yang
tergolong (akut) maka langsung dilakukan tindakan menyelamatkan jiwa pasien
(live saving). Bagi pasien yang tergolong tidak akut dan gawat akan dilakukan
pengobatan sesuai dengan kebutuhan dan kasus masalahnya yang setelah itu akan
dipulangkan kerumah.
2.3.3. Kriteria Unit Gawat Darurat
Kriteria Unit Gawat Darurat adalah : a) unit gawat darurat harus buka 24 jam,
b) unit gawat darurat juga harus melayani penderita-penderita “false emergency”
tetapi tidak boleh mengganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita gawat
darurat, c) unit gawat darurat sebaiknya hanya melakukan”primary care”
sedangkan “definative care” dilakukan ditempat lain dengan cara kerja sama yang
baik, d) unit gawat darurat harus meningkatkan mutu personalia maupun
masyarakat sekitarnya dalam penanggulangan penderita gawat darurat, e) unit
gawat darurat harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 1992).
-
2.3.4. Fasilitas Unit Gawat Darurat
1. Susunan ruangan dan arsitektur bangunan harus dapat menjamin
efisiensi pelayanan kegawatan.
2. Harus ada pelayanan radiologi yang diorganisasi dengan baik serta
lokasinya.
3. Alat dan instrument harus berkualitas baik dan selalu bersedia untuk
dipakai.
4. Memiliki mobil Ambulance.
2.3.5. Indikator Unit Gawat Darurat
1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa digawat darurat, standar
100%.
Tabel 2.1. Kemampuan menangani life saving anak dan dewasa digawat darurat,
standar 100%
Judul Kemampuan menangani life saving Di Gawat Darurat
Dimensi Mutu Keselamatan
Tujuan Tergambarnya kemampuan Rumah Sakit dalam
memberikan Pelayanan Gawat Darurat
Dimensi
Operasional
Life saving adalah upaya penyelamatan jiwa manusia
dengan urutan Airway, Breath, Circulation
Frekuensi
Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa 3 bulan sekali
Numerator Jumlah kumulatif pasien yang mendapat pertolongan life
saving di Gawat Darurat
-
Denominator Jumlah seluruh pasien yang membutuhkan penanganan
life saving di unit Gawat Darurat
Sumber Data Rekam Medik di Gawat Darurat
Standar 100%
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
Batasan yang dimaksud dengan pelayanan gawat darurat (emergency care)
adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam
waktu segera (imediatlely) untuk menyelamatkan kehidupannya (life saving).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan
segera yaitu cepat, tepat, dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan.
Pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan yang sangat penting (time
saving is life saving) bahwa waktu adalah nyawa.
2. Jam buka pelayanan Gawat Darurat, standar 24 jam.
Tabel 2.2. Jam buka pelayanan Gawat Darurat, standar 24 jam
Judul Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam
Dimensi Mutu Akses dan Keselamatan
Tujuan Tersedianya pelayanan gawat darurat 24 jam disetiap
Rumah Sakit, sehingga menjamin akses dan
keselamatan pasien
Definisi
Operasional
Jam buka 24 adalah gawat darurat selalu siap
memberikan pelayanan selama 24 jam penuh, dengan
tenaga dokter jaga
-
Frekuensi
Pengumpulan Data
1 bulan
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah hari dengan jam buka 24 jam di Gawat Darurat
dalam satu bulan
Denominator Jumlah hari dalam satu bulan
Sumber Data Laporan bulanan
Standar 100%
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instansi Gawat Darurat
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
Jam buka pelayanan unit gawat darurat dilakukan selama 24 jam. Hal ini
disebabkan karena pasien yang datang untuk berobatat di unit ini jumlahnya lebih
banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini bersifat penting
(emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari selama 7
hari dalam 1 minggu secara terus menerus dalam melaksanakan tugas, meski pada
malam hari jumlah staf yang ada di sana akan lebih sedikit (Depkes RI, 2006).
3. Pemberian ATLS / BTLS / ACLS / PPGD (pelayanan kegawat daruratan yang
bersertifikat yang masih berlaku), standar 100%.
Tabel 2.3. Pemberian ATLS / BTLS / ACLS / PPGD (pelayanan kegawat
daruratan yang bersertifikat yang masih berlaku), standar 100%
-
Judul Pemberi Pelayanan Kegawat Daruratan bersertifikat
ATLS/ BTLS/ ACLS/ PPGD
Dimensi Mutu Kompetensi teknis dan keselamatan
Tujuan Tersedianya Pelayanan Gawat Darurat oleh tenaga
kompeten dalam bidang kegawatdaruratan
Definisi
Operasional
Tenaga kompeten pada Gawat Darurat adalah tenaga
yang sudah memiliki sertifikat pelatihan ATLS/ BTLS/
ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuannya
Frekuensi
Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa 3 bulan sekali
Numerator Jumlah tenaga yang bersertifikat pelatihan ATLS/ BTLS/
ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuannya
Denominator Jumlah tenaga yang memberi pelayanan kegawat
darurat
Sumber Data Catatan Diklat
Standar 100%
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
ATLS (Advanced Trauma Life Support) adalah salah satu nama pelatihan
atau kursus tentang penanganan terhadap pasien korban kecelakaan. Pelatihan ini
semacam review praktis yang bertujuan agar peserta (khusus dokter) dapat
melakukan diagnosa secara tepat dan akurat terhadap pasien trauma, dapat
-
mengerjakan pertolongan secara benar dan sistematis serta mampu menstabilkan
pasien untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Sertifikat course ATLS saat ini
semakin dicari karena sebagian besar klinik atau rumah sakit dan instansi layanan
kesehatan menetapkannya sebagai salah satu syarat untuk mempekerjakan seorang
dokter. Dari Depkes pun telah menetapkan sertifikasi pelatihan ini sebagai
standard dalam penilain akreditasi rumah sakit. BTLS adalah bagian awal dari
ATLS, sebuah pelatihan yang dikembangkan untuk dijadikan standar dalam
pelayanan awal pasien trauma. Tujuan dari pelatihan BTLS ini adalah untuk
mempermudah mempelajari ATLS nanti. Pada BTLS ini dokter atau tenaga
kesehatan lainnya tidak diminta untuk memberikan tatalaksana sesuai diagnosis
definitif nya tapi hanya memberikan kesempatan bagi pasien untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan nantinya.
PPGD adalah kepanjangan dari “Pertolongan Penderita Gawat Darurat
Yaitu suatu usaha pertolongan segera untuk menyelamatkan penderita karena
adanya ancaman kematian. Istilah ini berasal dari terjemahan kata “Critical Ill
Patient” yaitu penderita yang dalam keadaan kritis dan akan meninggal segera
bila tidak dilakukan pertolongan segera. Jadi PPGD merupakan salah satu
pelatihan khususnya untuk perawat.
4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana,standar 1 tim.
Tabel 2.4. Ketersediaan tim penanggulangan bencana,standar 1 tim
Judul Ketersediaan tim penanggulangan bencana
Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas
Tujuan Kesiagaan rumah sakit untuk memberikan pelayanan
penanggulangan bencana
-
Definisi
Operasional
Tim penanggulangan bencana adalah tim yang dibentuk
di rumah sakit dengan tujuan untuk penanggulangan
akibat bencana yang mungkin terjadi sewaktu-waktu
Frekuensi
Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa 3 bulan sekali
Numerator Jumlah tim penanggulangan bencana yang ada di rumah
sakit
Denominator Tidak ada
Sumber Data Instalasi Gawat darurat
Standar Satu tim
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instalasi Gawat Darurat/ Tim Mutu/ Panitia
Mutu
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
5. Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat,standar ≤ 5 menit terlayani
setelah pasien datang.
Tabel 2.5. Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat,standar ≤ 5 menit
terlayani setelah pasien dating
Judul Waktu tanggap Pelayanan Dokter di Gawat Darurat
Dimensi Mutu Keselamatan dan efektifitas
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang cepat, responsive dan
mampu menyelamatkan pasien gawat darurat
-
Definisi
Operasional
Kecepatan pelayanan dokter di gawat darurat adalah
kecepatan pasien dilayani semenjak pasien datang
sampai mendapat pelayanan dokter
Frekuensi
Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa 3 bulan sekali
Numerator Jumlah kumulatif waktu yang diperlukan sejak
kedatangan semua pasien yang disampling secara acak
sampai dilayani dokter
Denominator Jumlah seluruh pasien yang disampling (minimal n=50)
Sumber Data Sampel
Standar ≤ 5 menit terlayani setelah pasien datang
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instalasi Gawat Darurat/ Tim Mutu/ Panitia
Mutu
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kemat ian dan
kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons
time) (Depkes RI, 2006).
-
6. Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat, standar ≤ 70%.
Tabel 2.6. Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat, standar ≤ 70%
Judul Kepuasan Pelanggan pada Gawat Darurat
Dimensi Mutu Kenyamanan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan gawat darurat yang mampu
memberikan kepuasan pelanggan
Definisi
Operasional
Kepuasan adalah pernyataan tentang persepsi pelanggan
terhadap pelayanan yang diberikan
Frekuensi
Pengumpulan Data
Setiap bulan
Periode Analisa 3 bulan sekali
Numerator Jumlah kumulatif rata penilaian kepuasan pasien Gawat
Darurat yang di survei
Denominator Jumlah seluruh pasien Gawat Darurat yang di survei
(minimal n=50)
Sumber Data Survei
Standar ≤ 70%
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instalasi Gawat Darurat/ Tim Mutu/ Panitia
Mutu
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang atau masyarakat
setelah membandingkan hasil yang dirasakannya dengan harapannya, apabila hasil
yang dirasakannya sama atau melebihi harapannya, akan timbul perasaan puas,
sebaliknya (Pohan, 2007). Penilaian pelanggan terhadap apa yang diharapkannya
-
dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk , harapan tersebut
dibandingkan dengan persepsi mengkomsumsi produk itu, jika harapan lebih
tinggi dari kinerja produk maka pelanggan akan merasa tidak puas, jika harapan
sama atau lebih rendah dari produk maka pelanggan akan merasa puas (Aritonang,
2005). Menurut Kotler (1994) kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan hasil kinerja atau hasil yang dirasakan
dibandingkan dengan harapannya. Interpretasi dari pelanggan yang
mengkonsumsi produk barang atau jasa adalah arti kepuasan pelanggan (Tjiptono,
2007).
Kepuasan pelanggan dipengaruhi banyak faktor antara lain yang
berhubungan dengan : (1) Pendekatan dan perilaku petugas serta perasaan pasie n
terutama pertama kali datang, (2) Mutu informasi apa yang diterima, seperti apa
yang dirasakan dan apa yang diharapkan, (3) Prosedur perjanjian, (4) Waktu
tunggu, (5) Fasilitas umum yang tersedia, (6) Fasilitas untuk penginapan untuk
pasien seperti mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan sreta hasil terapi
dan perawatan yang diterima (Wiyono, 1999).
Kualitas pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan adalah
(Parasuraman et.al., 1988) :
a) Kehandalan (reliability) merupakan kemampuan memberikan pelayanan sesuai
dengan yang dijanjikan, bisa diandalkan dan akurat meliputi kecepatan
pelayanan, ketepatan pelayanan dan kelancaran pelayanan.
b) Wujud Nyata (tangibles) merupakan bukti nyata atau tampilan produk yang
meliputi kualitas fisik/bersih, kualitas peralatan/layak, dan kerapihan
penampilan petugas.
-
c) Ketanggapan (responsiveness) merupakan kemauan pihak pemberi pelayanan
untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat.
d) Jaminan (assurance) yaitu adanya jaminan yang mencakup pengetahuan dan
ketrampilan petugas, kesopanan dan keramahan petugas, memiliki rasa hormat
dalam melakukan pelayanan.
e) Perhatian (empathy) yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan atau kontak
personal dan komunikasi, memahami dan berusaha untuk mengetahui siapa
yang dilayani dan apa yang diinginkan.
7. Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat, standar ≤ 2 per 1000 (pindah ke
pelayanan rawat inap selama 8 jam).
Tabel 2.7. Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat, standar ≤ 2 per 1000
(pindah ke pelayanan rawat inap selama 8 jam)
Judul Kematian Pasien ≤ 24 jam di Gawat Darurat
Dimensi Mutu Efektifitas dan Keselamatan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang efektif dan mampu
menyelamatkan pasien gawat darurat
Definisi
Operasional
Kematian ≤ 24 jam adalah kematian yang terjadi dalam
periode 24 jam sejak pasien datang
Frekuensi
Pengumpulan Data
Tiga bulan
Periode Analisa Tiga bulan
Numerator Jumlah pasien yang meninggal dalam periode ≤ 24 jam
sejak pasien datang
Denominator Jumlah seluruh yang ditangani di Gawat darurat
-
Sumber Data Rekam Medik
Standar ≤ 2 per 1000
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
8. Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka, standar 100%.
Tabel 2.8. Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka, standar 100%
Judul Tidak adanya keharusan untuk membayar uang muka
Dimensi Mutu Akses dan Keselamatan
Tujuan Terselenggaranya pelayanan yang mudah diakses dan
mampu segera memberikan pertolongan pada pasien
gawat darurat
Definisi
Operasional
Uang muka adalah uang yang diserahkan kepada pihak
rumah sakit sebagai jaminan terhadap pertolongan
medis yang akan diberikan
Frekuensi
Pengumpulan Data
Tiga bulan
Periode Analisa Tiga bulan
Numerator Jumlah pasien gawat darurat yang tidak membayar uang
muka
Denominator Jumlah seluruh pasien yang datang di Gawat darurat
Sumber Data Survei
Standar 100%
-
Penanggung Jawab
Pengumpul Data
Kepala Instalasi Gawat Darurat
Sumber : Peraturan Bupati Aceh Barat tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2008.
2.4. Kerangka Konsep
Tabel 2.9. Tabel kerangka konsep penelitian
Input
Proses
Output
1. Peraturan
pemerintah
2. Undang-Undang
3. Rumah Sakit
1. Tercapai
2. Tidak
Tercapai
SPM
1. Pemberian pelayanan
kegawat daruratan yang
bersertifikat ATLS/ BTLS/
ACLS/ PPGD
2. Waktu tanggap dokter
3. Kepuasan pelanggan
-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan
pendekatan deskriptif yaitu penelitian yang diarahkan untuk mendiskripsikan atau
menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat
(Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini yang akan dideskripsikan adalah
pencapaian standar pelayanan minimal di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh 2012.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dan penelitian
ini di lakukan dari tanggal 1 sampai 10 januari 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah 40 tenaga kesehatan yang terdiri dari 15 dokter
dan 25 perawat dan 487 pasien yang peneliti ambil berdasarkan kunjungan
pasien hari penelitian yaitu dari tanggal 1 sampai 10 januari di ruang Unit
Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien di Kabupaten Aceh Barat.
3.3.2 Sampel
Menurut Notoatmodjo (2010), sampel adalah sebagain yang diambil dari
keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
Untuk tenaga kesehatan yang diambil keselurhan yaitu 40 orang
-
38
sedangkan untuk pasien yang populasinya berjumlah 487 menggunakan
rumus Slovin yaitu:
2)(1 dN
Nn
n = Jumlah sampel
N= Jumlah Populasi
d2= Presisi (diambil 25 % =0,01)
2)(1 dN
Nn
)01,0(4871
487
n
87,41
487
n
87,5
487n
839,82 n
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode Accidental sampling yaitu dengan cara mengambil
responden yang tersedia di suatu tempat sesuai dengan kontek penelitian
(Notoadmojo,2010). Pengambilan sampel dengan cara menunggu pasien
di ruang Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien.
-
38
3.4. Metode Pengolahan Data
Pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan cara
data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual dengan langkah- langkah
sebagai berikut (Hidayat, 2007) :
a. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian kuisioner
yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang diberikan oleh
responden.
b. Coding yaitu memberikan kode berupa angka-angka untuk setiap hasil
jawaban pada kuesioner.
c. Transfering yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurut mulai
dari responden pertama sampai responden terakhir, lalu dimasukkan ke
dalam tabel.
d. Tabulating yaitu pengelompokkan nilai responden berdasarkan ketegori
yang telah dibuat untuk tiap-tiap variabel dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam tabel distribusi frekuensi.
3.4.1. Jenis dan sumber data
1. Data primer
Diperoleh dengan melaksanakan metode wawancara dengan
mengunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari Rekam Medik RSUD Cut Nyak
Dhien Meulaboh.
-
38
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.5 Definisi Operasional
No Variabel Keterangan Variabel Independen
1 Pemberi pelayanan bersertifikat
Definisi Tenaga yang sudah memiliki sertifikat pelatihan ATLS/ BTLS/ ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuannya.
Cara ukur Wawancara
Alat ukur Observasi
Hasil ukur 1. Ada 2. Tidak Ada
Skala ukur Ordinal
2 Waktu Tanggap Definisi Kecepatan pasien dilayani semenjak pasien datang sampai mendapat pelayanan dokter
Cara ukur Observasi
Alat ukur Check list
Hasil ukur 1. Cepat 2. Lambat
Skala ukur Ordinal
3 Kepuasan Definisi Pernyataan tentang persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan
Cara ukur Wawancara
Alat ukur Kuesioner
Hasil ukur 1. Memuaskan 2. Tidak Memuaskan
Skala ukur Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam
penelitian ini adalah skala Likert yaitu memberikan skor dari nilai tertinggi ke
nilai terendah berdasarkan jawaban responden.
1. Pemberi pelayanan bersertifikat
Ada : Jika responden mendapat skor nilai ≥ 50% dari total skor.
Tidak Ada : Jika responden mendapat skor nilai < 50% dari total skor.
-
38
2. Waktu Tanggap
Cepat : Jika Pernyatan Di Jawab “Memuaskan” ( Skor 1)
Lambat : Jika pernyatan di jawab “ Tidak Memuaskan” (skor 0 )
3. Kepuasan
Memuaskan : Jika Pernyatan Di Jawab “Memuaskan” ( Skor 1)
Tidak memuaskan : Jika pernyatan di jawab “ Tidak Memuaskan” (skor 0 )
3.7. Tenik Analisa Data
3.7.1. Analisis Univariat
Data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui distribusi dari variabel-
variabel yang diteliti.
-
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan satu-
satunya rumah sakit pemerintah kabupaten Aceh Barat yang melayani masyarakat
Aceh Barat di bidang kesehatan. Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien
Meulaboh menyediakan fasilitas pelayanan rawat inap yang terdiri dari 7 (tujuh)
ruangan, 1 (satu) instalansi Gawat Darurat dan 8 (delapan) pelayanan Poliklinik
serta pelayanan penunjang lainnya. Dengan fasilitas dan pelayanan yang semakin
baik, Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh juga menjadi rumah
sakit rujukan bagi runah sakit yang ada di kabupaten lain yang bertertangga
dengan kabupaten Aceh Barat.
Kabupaten Aceh Barat setelah pemekaran terletak pada 04o06-04o47
Lintang Utara dan 95o52-96o30 Bujur Timur dengan luas wilayah 2.927,95 Km2
(292.795 hektar). Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan :
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagan Raya
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Pidie
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Aceh Jaya Sebelah Barat berbatasan
dengan Samudra Indonesia
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah rumah
Sakit milik pemerintah yang berada dalam wilayah Aceh Barat dengan status type
C dan berlokasi di Jalan Gajah Mada No 1 Kelurahan Drien Rampak Kecamatan
-
46
Johan Pahlawan Meulaboh. Adapun batasan Rumah Sakit Umum Daerah Cut
Nyak Dhien Meulaboh adalah:
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Sekolah MIN/MANPK
2. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Sisingamangaraja
3. Sebelah selatan bebatasan dengan Lorong Banteng/Komplek Perumahan
Dokter
4. Sebelah Barat berbatasan dengan jalan Gajah Mada.
Penelitian ini dilakukan di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh, tenaga kesehatan yang memberi pelayanan berjumlah 40 orang yang
terdiri dari:
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Jenis Kelamin.
No Tenaga kesehatan Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
1 Dokter 5 10
2 Perawat 20 5
Jumlah 25 15
Sumber: dari data sekunder
Tabel 4.2. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Umur.
No Umur Jumlah
1 21-30 tahun 23
2 31-40 tahun 16
3 > 40 tahun 1
Jumlah 40
Sumber: dari data sekunder
Tabel 4.3. Jumlah Tenaga Kesehatan Berdasarkan Pendidikan.
No Pendidikan Jumlah
1 S1 Kedokteran 15
2 D-III Keperawatan 19
3 SPK 6
Jumlah 40
Sumber: dari data sekunder
-
46
4.1.2. Analisis Univariat
1. Pemberi Pelayanan Bersertifikat
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemberi Pelayanan
Bersertifikat Di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Tahun 2013.
No Pemberi Pelayanan
Bersertifikat
Frekuensi %
1 Ada 7 17,5 2 Tidak Ada 33 82,5
Total 40 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari Tabel 4.4. diketahui bahwa Petugas kesehatan yang bersertifikat
hanya 7 orang yaitu 17,5% dari total 40 tenaga kesehatan sedangkan yang tidak
ada mencapai 82,5% yaitu sebanyak 33 orang.
2. Waktu Tanggap
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Tanggap Dokter
Terhadap Pasien Di Unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien
Meulaboh Tahun 2013.
No Waktu Tanggap Frekuensi %
1 Cepat 50 60,2
2 Lambat 33 39,8
Total 83 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari Tabel 4.5. diketahui bahwa Dokter yang waktu tanggapnya cepat
terhadap pasien sebanyak 50 orang (60,2%) dari 83 pasien, sedangkan yang
lambat 39,8% yaitu 33 pasien.
3. Kepuasan
Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kepuasan Pasien Di Unit
Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Tahun 2013.
No Kepuasan Frekuensi %
1 Puas 40 48,2
2 Tidak Puas 43 51,8
Total 83 100
Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
-
46
Dari Tabel 4.6. diketahui bahwa pasien yang puas sebanyak 40 orang yaitu
48,2% dari 83 pasien sedangkan yang tidak puas sebanyak 51,8% yaitu 43 orang.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pemberian Pelayanan Bersertifikat
Tenaga kesehatan wajib memiliki sertifikat pelatihan diantaranya ATLS/
BTLS/ ACLS/ PPGD dan masih berlaku sesuai ketentuan. ATLS (Advanced
Trauma Life Support) adalah salah satu nama pelatihan atau kursus tentang
penanganan terhadap pasien korban kecelakaan. Pelatihan ini semacam review
praktis yang bertujuan agar peserta (khusus dokter) dapat melakukan diagnosa
secara tepat dan akurat terhadap pasien trauma. BTLS adalah bagian awal dari
ATLS, sebuah pelatihan yang dikembangkan untuk dijadikan standar dalam
pelayanan awal pasien trauma. PPGD adalah kepanjangan dari “Pertolongan
Penderita Gawat Darurat Yaitu suatu usaha pertolongan segera untuk
menyelamatkan penderita karena adanya ancaman kematian (Depkes RI, 2006).
Indikator pemberi pelayanan gawat darurat yang bersertifikat ATLS, ACLS,
PPGD standarnya adalah 100%, artinya seluruh tenaga kesehatan baik dokter atau
perawat yang ada di Unit Gawat Darurat harus mempunyai sertifikat pelatihan
sehingga dapat menangani pasien dengan baik.
Pada unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien yang memiliki sertifikat
pelatihan hanya 7 orang dari 40 tenaga kesehatan (15 dokter dan 25 perawat)
yang ada di unit tersebut diantaranya ATLS 2 orang (2 dokter), ACLS 3 orang
(1 dokter dan 2 perawat), dan PPGD 2 orang (2 perawat). Dapat diartikan bahwa
82,5% tenaga kesehatan tidak memiliki sertifikat pelatihan.
-
46
4.2.2. Waktu Tanggap
Waktu tanggap dokter merupakan gabungan dari waktu tanggap saat pasien
tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari
dokter di UGD dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang diperlukan pasien
sampai selesai. Waktu tanggap dokter dapat dihitung dengan hitungan menit.
Indikator waktu tanggap pelayanan dokter di gawat darurat standarnya ≤ 5 menit
terlayani, setelah pasien datang.
Dari hasil observasi peneliti di unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien,
yaitu kecepatan dokter dalam memberi pelayanan pada saat pasien tiba dengan ≥ 5
menit atau ≤ 5 menit. Dari 83 pasien, yang medapat pelayanan dengan cepat
sebanyak 60,2% sedangkan yang lambat sebanyak 39,8%. Keterlambatan
mendapat pelayanan di unit tersebut di sebabkan banyaknya pasien sedangkan
dokternya masih kurang sehingga terjadi ketidak seimbangan yang menimbulkan
keterlambatan mendapat pelayanan, namun itu akan terjadi pada saat pasien yang
berkunjung sedang banyak.
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah waktu tanggap (respons
time) (Depkes RI, 2006).
-
46
4.2.3. Kepuasan Pasien
Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang atau masyarakat
setelah membandingkan hasil yang dirasakannya dengan harapannya, apabila hasil
yang dirasakannya sama atau melebihi harapannya, akan timbul perasaan puas,
dan sebaliknya (Pohan, 2007).
Namun, kepuasan pelanggan juga dipengaruhi banyak faktor antara lain
yang berhubungan dengan : (1) Pendekatan dan perilaku petugas serta perasaan
pasien terutama pertama kali datang, (2) Mutu informasi apa yang diterima,
seperti apa yang dirasakan dan apa yang diharapkan, (3) Prosedur perjanjian, (4)
Waktu tunggu, (5) Fasilitas umum yang tersedia, (6) Fasilitas untuk penginapan
untuk pasien seperti mutu makanan, privasi, dan pengaturan kunjungan sreta hasil
terapi dan perawatan yang diterima (Wiyono, 1999).
Indikator kepuasan pelanggan atau pasien standarnya adalah ≥ 70%, artinya
jika kepuasan pasien terhadap pelayanan ≤ 7% maka pasien belum puas terhadap
pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan di unit gawat darurat.
Dari hasil wawancara peneliti dengan 83 pasien yang berkunjung di Unit
Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien hanya 48,2% saja yang merasa puas
sedangkan 51,8% tidak puas dengan pelayanan yang diberikan ini disebabkan oleh
faktor- faktor yang diatas dimana kurang tanggapnya pasien dalam memberi
pelayanan sehingga pasien harus menunggu, perilaku petugas dalam memberi
pelayanan dari tata bahasa dan sikap yang membuat pasien tidak nyaman, dan
kemampuan perawat yang belum memadai membuat pasien merasa tidak puas
dengan pelayanan yang diberikan.
-
46
4.2.4. Jam buka Pelayanan Gawat Darurat
Jam buka pelayanan unit gawat darurat dilakukan selama 24 jam. Hal ini
disebabkan karena pasien yang datang untuk berobat di unit ini jumlahnya lebih
banyak dan silih berganti setiap hari, serta unit pelayanan ini bersifat penting
(emergency) sehingga diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari selama 7
hari dalam 1 minggu secara terus menerus dalam melaksanakan tugas, meski pada
malam hari jumlah staf yang ada di sana akan lebih sedikit (Depkes RI, 2006).
Dari hasil observasi peneliti di unit Gawat Darurat RSUD Cut Nyak Dhien,
yaitu jam buka pelayanan di unit gawat darurat dilakukan selama 24 jam setiap
hari karena pasien yang mengalami kecelakaan selalu ada setiap waktu.
4.2.5. Ketersediaan tim penanggulangan bencana
Ketersediaan tim penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan
pelayanan penanggulangan bencana yang terjadi sewaktu-waktu tanpa diduga
kapan bencana itu akan terjadi. Indikator ketersediaan tim penanggulangan
bencana standarnya adalah satu tim.
Dari hasil wawancara peneliti dengan Kepala di Unit Gawat Darurat RSUD
Cut Nyak Dhien yaitu belum adanya pembentukan tim penanggulangan bencana
karena disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kurangnya dana untuk
pembentukan tim.
-
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari total 40 tenaga kesehatan, yang bersertifikat hanya 17,5% sedangkan
yang tidak ada mencapai 82,5%.
2. Dari 83 pasien, pasien yang mendapat pelayanan dari Dokter dengan
waktu tanggapnya cepat terhadap pasien sebanyak 60,2% sedangkan yang
lambat 39,8%.
3. Dari 83 pasien, pasien yang puas sebanyak 48,2% sedangkan yang tidak
puas sebanyak 51,8%.
3.2. Saran
1. Kepada Direktur RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh agar dapat
memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan yang belum bersertifikat,
agar seluruh tenaga kesehatan yang belum memiliki sertifikat dapat
memilikinya.
2. Kepada Kepala kasie keperawatan agar senantiasa memantau kinerja
perawat dan melakukan rotasi dalam jangka waktu 3 bulan seka li untuk
mencegah kejenuhan.
3. Kepada Tenaga Kesehatan di Unit Gawat Darurat agar dapat lebih
meningkatkan lagi kinerjanya dalam memberikan pelayanan kepada
pasien, agar dapat memberikan rasa kepuasan terhadap pasien dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan.
-
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2005. Metode Penelitian (cetakan VI), Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Direktorat jenderal bina pelayanan medik departemen kesehatan R.I., 2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Bakti husada.
Departemen Kesehatan R.I., Sistem Kesehatan Nasional, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Februari 2004.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia direktorat jenderal pelayanan medik
direktorat rumah sakit umum dan pendidikan.,1999. Standar Pelayanan Rumah Sakit, edisi ke-11 cetakan kelima, Bakti husada.
Departemen kesehatan RI, kepmenkes No.1457 Tentang Standar Pelayanan inimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota, Jakarta, 2003.
Depkes RI, Pedoman Pelayanan Gawat Darurat, Cetakan kedua, Dirjen Yanmedik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Jakarta, 1995.
Hardianti, 2008. Jenis-jenis Pelayanan Minimal di Rumah Sakit, Jakarta.
Http://dinkes.acehprov.go.id (Diakses tanggal 30 juli 2012)
Http://www.prasko.com/2012/08/standar-pelayanan-minimal-rumah-sakit.html (Diakses tanggal 2 September 2012).
Http://www.ittc.co.id/penyusunan-spm.php (Diakses tanggal 10 September 2012).
Menkes RI., 2008. Undang-undang nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
RSHS, Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD), Bandung, 2000.
Slamet Teguh. 2010. Skripsi : Hubungan Pelayanan Keperawatan dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD. Dr.M. Ashari Kab. Pemalang. S1
Keperawatan. Stikes Cirebon. Yayasan AGD 118, Basic Trauma and Cardiac Life Support, Jakarta Utara, 2004.
http://www.prasko.com/2012/08/standar-pelayanan-minimal-rumah-sakit.htmlhttp://www.ittc.co.id/penyusunan-spm.php
-
-Unlicensed-cover-Unlicensed-BaB 1-Unlicensed-BaB 11-Unlicensed-BAB III-Unlicensed-BAB IV-Unlicensed-Bab V-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA