GAMBARAN INDEKS ERITROSIT SELAMA MANUVER … · ventilasi dan perfusi dengan konsekuensi terjadinya...
Transcript of GAMBARAN INDEKS ERITROSIT SELAMA MANUVER … · ventilasi dan perfusi dengan konsekuensi terjadinya...
GAMBARAN INDEKS ERITROSIT SELAMA MANUVER
REKRUTMEN PADA KASUS CEDERA PARU AKUT ANAK
BABI (Sus scrofa)
RIENA CARLINA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Indeks
Eritrosit selama Manuver Rekrutmen pada Kasus Cedera Paru Akut Anak Babi
(Sus scrofa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Riena Carlina
NIM B04100028
ABSTRAK
Gambaran Indeks Eritrosit selama Manuver Rekrutmen pada Kasus Cedera Paru
Akut Anak Babi (Sus scrofa). Di bawah bimbingan GUNANTI dan RIKI
SISWANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks eritrosit (nilai eritrosit,
hemoglobin, hematokrit, VER, HER dan KHER) pada anak babi cedera paru akut
selama manuver rekrutmen. Sepuluh ekor anak babi berumur 1-1.5 bulan dengan
berat 4-8 kg yang dibagi ke dalam dua kelompok. Paru hewan dikumbah dengan
Salin 0.9% agar menyerupai kondisi cedera paru akut. Manuver rekrutmen
dilakukan pada hewan setelah paru kolaps dengan metode frekuensi tinggi oksilasi
pada ventilator mekanik. Pada kelompok pertama (RB) tidak diberikan
pembebatan dada (60 mmHg) selama manuver rekrutmen, sedangkan pada
kelompok kedua (RBp) diberikan pembebatan dada selama manuver rekrutmen.
Pengambilan sampel darah melalui arteri femoralis dilakukan pada saat post
kumbah dan post manuver rekrutmen. Hasil pemeriksaan nilai indeks eritrosit
menunjukkan bahwa hewan mengalami anemia makrositik regeneratif. Manuver
rekrutmen tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai indeks
eritrosit (p>0.05).
Kata kunci: anak babi, anemia makrositik, cedera paru akut, indeks eritrosit,
manuver rekrutmen
ABSTRACT
Representation of Erythrocytes Indices during Recruitment Maneuver at Acute
Lung Injury Case in Piglet (Sus scrofa). Under supervision of GUNANTI and
RIKI SISWANDI.
The aim of this study was to evaluate erythrocyte indices (erythrocyte count,
hemoglobin concentration, PCV, MCV, MCH and MCHC) in acute lung injury
animal model during recruitment maneuver. Ten piglets 1-1.5 months age and 4-8
kg body weight were divided into two groups. The lung of animal was lavaged by
Saline 0.9% in order to make a condition of acute lung injury. Recruitment
maneuver performed in animal after collapsed lung by using high frequency
oxylation methode at mechanical ventilator. The first group (RB) were not
bandaged on their chest during recruitment maneuver while the second group
(RBp) were bandaged on their chest during recruitment maneuver. Samples were
taken through femoralis artery access after lung lavaged and after recruitment
maneuver. The result of erythrocytes indices value showed that the animals
suffered regeneratif macrocytic anemia. There were no significant differences in
erythrocytes indices value that caused by recruitment maneuver (p>0.05).
Keywords: acute lung injury, erythrocytes indices, macrocytic anemia, piglets,
recruitment maneuver
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
GAMBARAN INDEKS ERITROSIT SELAMA MANUVER
REKRUTMEN PADA KASUS CEDERA PARU AKUT ANAK
BABI (Sus scrofa)
RIENA CARLINA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Gambaran Indeks Eritrosit selama Manuver Rekrutmen pada Kasus
Cedera Paru Akut Anak Babi (Sus scrofa)
Nama : Riena Carlina
NIM : B04100028
Disetujui oleh
Dr Drh Gunanti, MS
Pembimbing I
Drh Riki Siswandi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013 ini adalah
“Gambaran Indeks Eritrosit selama Manuver Rekrutmen pada Kasus Cedera Paru
Akut Anak Babi (Sus scrofa)”. Adapun penyusunan skripsi ini sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengetahui bahwa skripsi ini belum sempurna sehingga bimbingan
dan arahan yang membangun sangat diharapkan demi hasil penelitian yang lebih
baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Gunanti, MS selaku
pembimbing I dan Drh Riki Siswandi, MSi selaku pembimbing II serta Dr Drh
Risa Tiuria, MS sebagai dosen pembimbing akademik. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis (Ibu Endang Sulistiowati dan
Bapak Sugiarto), kakak (Galih Sugiharto), keluarga, Hasan Ashari, Dini,
Nafisatul, Amanda, Shovia, Intan, Abid serta teman-teman Acromion FKH 47
atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Ririe Fachrina Malisie,
MspA (K) dan rekan-rekan satu tim penelitian (Shine, Hafizha, Ryan, Ardi, Nunu
dan Hanif) atas kerja samanya. Semoga penulis dapat menghasilkan skripsi yang
bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi pembaca.
Bogor, September 2014
Riena Carlina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Cedera Paru Akut 2
Indeks Eritrosit 3
Anak Babi (Sus scrofa) 4
METODE PENELITIAN 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat Penelitian 5
Tahap Persiapan 6
Adaptasi Hewan 6
Tahap Perlakuan 6
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHAAN 8
Jumlah Eritrosit 8
Nilai Hemoglobin (Hb) 9
Nilai Hematokrit (PCV) 9
Nilai Volume Eritrosit Rata-Rata (VER) 10
Nilai Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER) 11
Nilai Konsentrasi Hemoglobi Eritrosit Rata-Rata (KHER) 11
SIMPULAN DAN SARAN 12
Simpulan 12
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Nilai indeks eritrosit anak babi 4 2 Rataan jumlah eritrosit 8 3 Rataan nilai hemoglobin (Hb) 9 4 Rataan nilai hematokrit (PCV) 10 5 Rataan nilai volume eritrosit rata-rata (VER) 10 6 Rataan nilai hemoglobin rata-rata (HER) 11 7 Rataan nilai konsentrasi hemoglobin rata-rata (KHER) 12
DAFTAR GAMBAR
1 Anak babi (Sus scrofa) 5
2 Mesin ventilator mekanik AVEA® bicore 6
3 Manuver rekrutmen pada anak babi (Sus scrofa) 7
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit
paru akut yang memerlukan perawatan di intensive care unit (ICU) dan
mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60% (Susanto dan Sari
2012). Bentuk yang lebih ringan dari ARDS disebut acute lung injury (ALI)
karena ALI merupakan prekursor ARDS. Tidak ada tindakan yang spesifik untuk
mencegah kejadian cedera paru akut meskipun faktor risiko sudah diidentifikasi
sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi mekanik pada pasien
cedera paru akut masih konvensional (Susanto dan Sari 2012). Ventilasi mekanik
pada cedera paru akut adalah komponen esensial dalam upaya pemenuhan
pasokan oksigen ke organ-organ dan merupakan satu-satunya tata laksana yang
sudah terbukti bermakna menurunkan mortalitas (Kornecki et al. 2005).
Walaupun ventilasi mekanik adalah intervensi penyelamat pada pasien cedera
paru akut, perangkat ini dapat memperburuk kerusakan unit paru yang sudah
terjadi dan seringkali berakibat iatrogenic, dinamakan kerusakan paru yang
diinduksi oleh ventilator (ventilatory-associated lung injury/VALI) (Pelosi et al.
2001).
Penggunaan ventilator pada penderita cedera paru akut dapat mencetuskan
terjadinya stres oksidatif yang dapat diakibatkan langsung dari penggunaan
ventilasi mekanik. Stres oksidatif dapat menyebabkan kerusakan epitel alveoli
dan menyebabkan terjadinya gangguan pada beberapa organ lainnya yang disebut
sebagai disfungsi organ multipel atau multiple organ disease (MOD). Menurut
Sarget dan Talmor (2009), manuver rekrutmen berguna untuk mencegah kolaps
alveoli dan dilakukan dengan meningkatkan tekanan transpulmoner. Konsep
rekrutmen paru adalah untuk meningkatkan sebesar mungkin alveoli yang terbuka
dan mempertahankannya sehingga pertukaran gas pada permukaan alveoli
berlangsung efektif (Fan et al. 2008). Sasaran utama pencapaian rekrutmen paru
adalah keseimbangan antar rekrutmen dan overdistensi alveoli (Albert et al. 2009).
Darah merupakan bagian dalam sistem sirkulasi tubuh, berfungsi sebagai
media transportasi atau alat angkut bagi berbagai macam zat yang dibutuhkan oleh
tubuh. Sebagai media transportasi, darah membawa bahan-bahan penting yang
dibutuhkan oleh tubuh seperti nutrisi, oksigen, karbondioksida, hormon dan
lainnya, serta mengangkut hasil metabolisme. Darah juga berperan memelihara
keseimbangan cairan dalam tubuh dan memelihara keseimbangan asam basa (pH)
(Reece 2006).
Selain dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik, untuk peneguhan suatu
diagnosa penyakit tentu saja harus ditunjang oleh berbagai pemeriksaan
laboratorium. Salah satu pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan darah.
Pemeriksaan darah (hematologi klinis) merupakan salah satu metode untuk
menetapkan suatu diagnosis penyakit yang dapat memberi gambaran tentang
keadaan patologis dan fisiologis. Pemeriksaan darah lengkap (complete blood
count) adalah suatu pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
sel darah pasien.
2
Melalui pemeriksaan darah dapat diketahui adanya kelainan-kelainan dalam
darah atau organ-organ pembentuk darah, serta kelainan darah akibat proses
sistemik. Oleh karena itu pemeriksaan darah biasanya menjadi rangkaian
pemeriksaan awal saat pasien berobat di rumah sakit. Selain sebagai pemeriksaan
awal, pemeriksaan darah lengkap juga kerap dilakukan pada pemeriksaan rutin
atau medical check-up. Pada pemeriksaan darah lengkap, dilakukan pemeriksaan
terhadap indeks eritrosit, yaitu: jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai
hematokrit atau PCV, volume eritrosit rata-rata (VER), hemoglobin eritrosit rata-
rata (HER) dan konsentrasi hemoglobin rata-rata (KHER).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran indeks eritrosit
berupa nilai eritrosit, hemoglobin, hematokrit, VER, HER dan KHER pada anak
babi cedera paru akut selama manuver rekrutmen pada kelompok hewan
perlakuan manuver rekrutmen tanpa pembebatan (RB) dengan kelompok hewan
perlakuan manuver rekrutmen dengan pembebatan (RBp).
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran untuk diagnosis
pada hewan yang menderita cedera paru akut melalui hasil pemeriksaan indeks
eritrosit.
TINJAUAN PUSTAKA
Cedera Paru Akut
Acute lung injury (ALI) atau cedera paru akut adalah bentuk yang lebih
ringan dari acute respiratory distress syndrome (ARDS). Cedera paru akut
merupakan hasil akhir dimana paru-paru adalah organ hilir dari rangkaian proses
inflamasi akibat kondisi atau penyakit yang menimbulkan gejala tersebut (Plataki
dan Hubmayr 2010). Cedera paru akut adalah sindrom klinis dari inflamasi paru
akut yang ditandai dengan rusaknya integritas kapiler alveoli dengan manifestasi
berupa peningkatan permeabilitas kapiler, edema paru non hidrostatik, alveoli
kempes dan tergenang cairan, penurunan komplians paru, ketidaksesuaian
ventilasi dan perfusi dengan konsekuensi terjadinya pintasan intrapulmonar
sebagai penyebab utama hipoksemia. Menurut Jia (2007), cedera paru akut
merupakan prekursor ARDS. Faktor risiko terjadinya cedera paru akut dapat
dibedakan menjadi faktor pulmonar (direct) dan faktor non pulmonar (indirect).
Faktor pulmonar (direct) dapat berasal dari pneumonia, aspirasi, aspirasi
hidrokarbon, cedera inhalasi dan kontusio paru. Faktor non pulmonar (indirect)
dapat berasal dari sepsis, pankreatitis, traum, transfusi dan tenggelam (Flori et al.
2005).
3
Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian cedera paru akut
meskipun faktor risiko sudah diidentifikasi sebelumnya. Hal yang harus
diperhatikan agar faktor risiko tidak berkembang menjadi ARDS antara lain
mencegah kejadian trauma, pencegahan infeksi nosokomial, aspirasi dan terapi
anti mikroba yang adekuat terhadap infeksi. Perawatan penunjang pada pasien
yang telah mengalami cedera paru akut menentukan prognosis dan mortalitas.
Menurut Susanto dan Sari (2012), pengertian tentang patogenesis cedera paru akut
berperan penting dalam strategi penatalaksanaan cedera paru akut. Ventilasi
dengan volume tidal besar dan tekanan inspirasi tinggi mengakibatkan timbulnya
cedera paru akut ditandai oleh rusaknya membran hialin dan infiltrat inflamasi. Hipoksia merupakan gambaran esensial cedera paru akut yang disebabkan
rusaknya pertahanan alveolar kapiler. Komplians paru menurun dan akibatnya
penderita akan berusaha mempertahankan ventilasi semenit dengan mempercepat
laju pernapasan (takipnu). Hipoksia akan memperberat cedera paru yang ada dan
strategi tatalaksananya adalah bagaimana usaha untuk memperbaiki oksigenasi
dan melakukan koreksi penyakit dasarnya. Gejala dan tanda cedera paru akut
terdiri dari empat komponen yaitu: gagal napas akut, perbandingan antara
PaO2/FiO2 <300 mmHg untuk cedera paru akut dan <200 mmHg untuk ARDS,
terdapat gambaran infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan gambaran edema
paru pada foto toraks dan tidak ada hipertensi atrium kiri serta tekanan kapiler
wedge paru <18 mmHg (Susanto dan Sari 2012).
Indeks Eritrosit
Sel darah merah pada babi merupakan sel darah terbanyak yang beredar
dalam sistem sirkulasi dan memiliki bentuk menyerupai cakram atau bikonkaf dan
tidak mempunyai inti seperti sel darah merah mamalia lain. Babi memiliki jumlah
sel darah merah sekitar 6–8 juta per mililiter kubik darah (Aspinall dan O’Reilly
2004). Sel darah merah atau eritrosit pada babi memiliki diameter sekitar 4–8
mikrometer dengan rata–rata 6.0 mikrometer. Babi dewasa memiliki volume
darah berkisar 61–68 ml/kg dengan sistem pembekuan darah babi serupa dengan
manusia (Swindle 2007).
Indeks eritrosit merupakan suatu nilai yang diperoleh setelah jumlah
eritrosit, kadar hemoglobin, serta nilai hematokrit diketahui (Reece 2006). Indeks
eritrosit menunjukkan ukuran rata–rata dan kandungan hemoglobin dalam eritrosit
(Weiss dan Tvedten 2004). Indeks eritrosit dapat digunakan untuk membedakan
jenis anemia berdasarkan morfologinya. Indeks eritrosit terdiri atas: jumlah
eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit atau PCV, volume eritrosit
rata-rata (VER), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER), konsentrasi hemoglobin
eritrosit rata-rata (KHER) dan retikulosit.
Volume eritrosit rata-rata (VER) adalah perhitungan volume rata-rata
sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan femtoliter (fL). Hemoglobin eritrosit
rata-rata (HER) adalah banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan
pikogram (pg). Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) adalah kadar
hemoglobin yang didapat per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) atau satuan
yang lebih tepat adalah gr/dL. Perhitungan indeks eritrosit (VER, HER dan
KHER) menurut Meyer dan Harvey (2004) adalah sebagai berikut:
4
VER (fL) = PCV x 10
∑𝑅𝐵𝐶
HER (pg) = Hb x 10
∑𝑅𝐵𝐶
KHER (gr/dL) = Hb x 100
𝑃𝐶𝑉
Tabel 1 Nilai indeks eritrosit anak babi
Kisaran Rata – rata
Eritrosit (x106/ uL) 5.11-6.47 5.79
Hemoglobin (g/dL) 9.1–11.1 10.1
Hematokrit (%) 29.0–35.0 32.0
VER (fL) 49.9–63.1 56.5
HER (pg) 15.5–19.7 17.6
KHER (%) 30.1–32.1 31.1
(Svoboda dan Drabek 2002)
Anak Babi (Sus scrofa)
Penggunaan babi lokal (Sus domestica) dalam riset biomedis telah banyak
dilakukan, terutama dalam riset terkait pembedahan dan fisiologi (Patterson et al.
2008). Babi merupakan hewan coba primer yang sering digunakan dalam studi
biomedis terkait penyakit pada manusia karena kemiripan ukuran, anatomi dan
fisiologi antara babi dengan manusia (Swindle 2007). Respon imunitas babi lebih
mirip dengan respon imun pada manusia (lebih dari 80%) dibandingkan dengan
kemiripan respon imun tikus terhadap manusia (kurang dari 10%). Babi termasuk
salah satu jenis hewan mamalia besar berdarah panas dalam tingkatan klasifikasi
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Bangsa : Cetartiodactyla
Famili : Suidae
Genus : Sus
Spesies : Sus scrofa
Subspesies : Domestik
Babi mempunyai laring yang relatif besar. Trakea babi pendek dengan
diameter yang kecil dan mempunyai 32-35 buah cincin trakea. Paru babi terbagi
atas lobus dan lobulus. Terkadang, bagian lobus kanan paru babi mempunyai
bagian apikal yang ganda (Swindle 2007).
5
Gambar 1 Anak babi (Sus scrofa)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 16 Februari
2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Divisi Bedah dan Radiologi
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi. Pemeliharaan hewan dilakukan di
kandang ruminansia kecil unit pengelolaan hewan laboratorium (UPHL) FKH IPB.
Bahan dan Alat Penelitian
Selama perlakuan digunakan seperangkat alat bedah minor, laryngoscope,
endotracheal tube (ETT), seperangkat alat infus, pompa syringe, pompa hisap,
three way stop cock, IV-cath, jarum bulat tumpul, benang jahit silk dan
polypropilen, mesin ventilator mekanik AVEA® bicore (Carefusion, Yorba
Linda-Amerika) dan pembebat dinding dada menggunakan manset yang
tersambung dengan selang pompa, manometer air raksa (spigmomanometer) dan
hematology blood analyzer. Anastesi dilakukan dengan menggunakan pompa
anastesi mekanik dan obat bius yang terdiri dari Propofol (Propofol-Lipuro 1%,
PT. B. Braun Medical Inc.), Midazolam (Midazolam-Hameln 5 mg/ml, Hameln)
dan Fentanyl (Fentanyl dihydrogenum citrate, Janssen Pharmaceutica Belgium).
Ketamin 10% (Ketamil 100 mg/ml, Ilium) dan Xylazine (Ilium Xylazil-20 20
mg/ml, Ilium) secara intramuskular untuk induksi. Premedikasi hewan dilakukan
dengan preparat Atropin Sulphate (Atropine 0.25 mg/ml, PT. Ethica) secara
intravena dengan dosis 0.04 mg/kg BB dan Vecuronium (Ecron 10, Korean
United Pharm Inc.) untuk agen paralitikum secara intravena dengan dosis 2-10
µg/kg BB yang diberikan secara periodik setiap 30 menit.
6
Gambar 2 Mesin ventilator mekanik AVEA® bicore
Tahap Persiapan
Populasi target pada penelitian ini adalah anak babi (Sus scrofa) jantan atau
betina berumur 1-1.5 bulan dengan berat badan 4-8 kg sebanyak 10 ekor. Anak
babi (Sus scrofa) sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan secara klinis,
pemeriksaan darah dan radiologi.
Anak babi dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri
atas 5 ekor babi untuk kelompok hewan perlakuan manuver rekrutmen tanpa
pembebatan (RB) dan 5 ekor babi untuk kelompok hewan perlakuan manuver
rekrutmen dengan pembebatan (RBp). Babi ditempatkan di dua kandang terpisah
berdasarkan berat badannya.
Adaptasi Hewan
Adaptasi anak babi dilakukan dalam lingkungan dan pakan baru untuk
membiasakan hewan dan mengurangi tingkat stres pada babi. Hewan diberi pakan
dan minum pada pagi dan sore hari. Kandang hewan dibersihkan pada pagi dan
sore hari. Hewan juga menjalani tahap penapisan sebelum penelitian yang
meliputi: pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, pemeriksaan radiologi,
pemberian antibotik oksitetrasiklin 6-11 mg/kg BB dan pemberian obat cacing
oxfendazol 5 mg/kg BB.
Tahap Perlakuan
Anak babi (Sus scrofa) yang memenuhi kriteria inklusi, secara acak akan
menjadi subjek penelitian, yang ditatalaksanakan dengan ventilasi mekanik modus
kontrol tekanan. Kelompok RB adalah kelompok dimana hewan tidak diberikan
pembebatan pada dinding dada selama manuver rekrutmen. Kelompok RBp
adalah kelompok dimana hewan diberikan pembebatan pada dinding dada selama
7
manuver rekrutmen. Hewan diinduksi anastesi terlebih dahulu dengan
menggunakan ketamin xylazine secara intramuskular (IM) sebelum diberi
perlakuan. Selanjutnya, hewan diberi perlakuan dasar berupa pemasangan kateter
vena perifer pada vena auricularis yang disambungkan pada layar monitor dan
akses vaskular di jalur arteri femoralis.
Hewan dikondisikan sedemikian rupa sehingga menyerupai kondisi cedera
paru akut. Hewan dikumbah bronkus menggunakan larutan NaCl fisiologis. Pada
hewan yang sudah dikondisikan cedera paru akut dilakukan manuver rekrutmen
menggunakan ventilator mekanik dengan metode high frequency oxylation. Pada
kelompok hewan RBp diberikan pembebatan pada dinding dada selama proses
rekrutmen. Setelah hewan stabil, diambil kembali darah melalui akses arteri
femoralis untuk sampel kedua. Pada akhir penelitian, hewan di-euthanasia dalam
keadaan tetap teranastesi dengan tujuan memerhatikan animal welfare.
Pengambilan sampel darah dilakukan melalui arteri femoralis. Sampel darah
diambil pada saat post kumbah dan post manuver rekrutmen. Darah yang diambil
selanjutnya dikirim ke laboratorium YASA Bogor untuk dianalisis menggunakan
hematology blood analyzer dengan metode otomatik optik.
Gambar 3 Manuver rekrutmen pada anak babi (Sus scrofa)
Analisis Data
Data berupa rataan dan simpangan baku diolah menggunakan IBM SPSS
Statistic 20 dan Microsoft Excel 2007. Perbedaan pada antar tahap pengambilan
sampel dan antar kelompok perlakuan dianalisis menggunakan analisis ragam
(analysis of variant/ANOVA). Data dianalisis lanjutan dengan uji Duncan pada
selang kepercayaan 95%.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeriksaan darah (hematologi klinis) merupakan salah satu metode untuk
menetapkan suatu diagnosis penyakit yang dapat memberi gambaran tentang
keadaan patologis dan fisiologis. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui adanya
kelainan-kelainan dalam darah atau organ-organ pembentuk darah serta kelainan
darah akibat proses sistemik. Pemeriksaan darah dapat dilakukan dengan
mengevaluasi jumlah dan morfologi eritrosit, kadar hemoglobin dan jumlah
plasma darah.
Jumlah Eritrosit
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil rataan jumlah eritrosit pada
kelompok RBp lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok RB. Rataan jumlah
eritrosit mengalami penurunan pada saat post rekrutmen (Tabel 2). Tidak ada
perbedaan nyata rataan jumlah eritrosit antar kelompok perlakuan dan antar tahap
pengambilan darah. Rataan jumlah eritrosit pada anak babi dengan cedera paru
akut tersebut berada di bawah nilai referensi yang diperoleh yaitu 5.11–6.47x106
μL dengan rata–rata 5.79x106
μL (Svoboda dan Drabek 2002) sehingga anak babi
cedera paru akut tersebut dapat dikatakan mengalami anemia.
Tabel 2 Rataan jumlah eritrosit (x106/μL)
Perlakuan Kelompok babi RB RBp
Post kumbah 3.97±1.03 a,x 4.44±1.07
a,x Post rekrutmen 3.76±0.93
a,x 4.33±1.27 a,x
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf
superscript (x,y) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar tahap pengambilan data.
Anemia merupakan kondisi dimana terjadi penurunan jumlah eritrosit dari
jumlah normal yang bersirkulasi di dalam darah. Sejak awal diduga hewan sudah
mengalami anemia. Rendahnya jumlah eritrosit bisa disebabkan oleh kehilangan
darah akibat keluarnya darah dari pembuluh darah (ekstravasasi) yang ditandai
dengan berkurangnya volume darah, hemolisis, adanya infeksi parasit dan
penurunan produksi eritrosit (Harvey 2001). Penurunan jumlah eritrosit pada saat
post rekrutmen diduga disebabkan karena adanya proses kehilangan darah karena
ekstravasasi. Proses kehilangan darah dapat terjadi secara akut dan kronis. Pada
kejadian akut dapat disebabkan oleh trauma, pendarahan, luka yang besar dan
kelainan hemostatik (Meyer et al. 1992). Kumbah paru pada anak babi
menyebabkan terjadinya trauma pada paru terutama pada kapiler alveol paru.
Trauma pada kapiler alveol paru diduga menjadi penyebab terjadinya ekstravasasi
dari kapiler alveol paru sehingga terjadi proses kehilangan darah. Hal tersebut
sejalan dengan temuan pada pemeriksaan radiologi (Azni 2014) dan
ekokardiografi (Nufus 2014) yang mengindikasikan adanya penimbunan cairan di
paru. Penimbunan cairan dapat berupa kongesti darah sehingga jumlah eritrosit
hewan mengalami penurunan post rekrutmen.
9
Nilai Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin (Hb) adalah protein yang berfungsi untuk mengangkut O2 dan
bertanggung jawab terhadap pigmen eritrosit dengan struktur kimia
kromoproteida. Kadar hemoglobin dalam darah menjadi salah satu parameter
untuk mengukur keadaan anemia dari seekor hewan (Frandson et al. 2009). Nilai
rataan Hb pada kelompok RB dan RBp mengalami penurunan post rekrutmen.
Penurunan nilai rataan hemoglobin post rekrutmen dapat menunjukkan penurunan
jumlah eritrosit. Nilai rataan hemoglobin pada kelompok RBp lebih tinggi
dibanding kelompok RB (Tabel 3). Temuan itu sejalan dengan penurunan jumlah
eritrosit pada kelompok RBp lebih rendah dibandingkan dengan kelompok RB.
Tabel 3 Rataan nilai hemoglobin (%) Perlakuan Kelompok babi
RB RBp Post kumbah 10.54±1.30
a,x 11.22±1.90
a,x
Post rekrutmen 9.22±1.04a,x
10.16±1.37a,x
Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf
superscript (x,y) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar tahap pengambilan data.
Hemoglobin bekerja efisien ketika berada di dalam eritrosit. Hemoglobin
akan dilepaskan langsung dalam plasma darah ketika membran eritrosit rusak dan
lisis (Colville dan Bassert 2002). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai
hemoglobin babi pada kedua perlakuan hampir tidak menunjukkan adanya
perbedaan nyata, baik antar kelompok perlakuan maupun antar tahap pengambilan
darah. Rataan nilai hemoglobin pada kedua kelompok perlakuan, pada saat post
kumbah dan post rekrutmen masih berada di rentang nilai hemoglobin normal
antara 9.1–11.1% dengan rata–rata sebesar 10.1% (Svoboda dan Drabek 2002).
Penurunan nilai hemoglobin pada saat post rekrutmen dapat mendukung dugaan
adanya ekstravasasi akibat trauma oleh proses kumbah pada saat post rekrutmen.
Ekstravasasi dapat diindikasikan dengan adanya penurunan jumlah eritrosit dan
nilai hemoglobin.
Nilai Hematokrit (PCV)
Nilai hematoktrit menunjukkan proporsi relatif eritrosit terhadap plasma
yang berhubungan erat dengan jumlah eritrosit dan kadar Hb (Colville dan Bassert
2002). Hasil penelitian menunjukkan nilai rataan hematokrit pada anak babi
cedera paru akut pada kelompok RBp lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
RB. Pada tahap pengambilan darah post rekrutmen terjadi penurunan nilai rataan
hematokrit (Tabel 4).
Nilai rataan hematokrit antar kelompok perlakuan dan antar tahap
pengambilan darah tidak berbeda nyata. Pada tabel 2 didapatkan terdapat nilai
rataan jumlah eritrosit berada di bawah kisaran normal sehingga nilai rataan
hematokrit pada anak babi cedera paru akut juga sedikit berada di bawah kisaran
normal 29–35% dengan rata–rata 32% (Svoboda dan Drabek 2002). Hal tersebut
10
dapat terjadi karena pada saat post kumbah terjadi penurunan jumlah eritrosit yang
disertai dengan peningkatan jumlah volume plasma darah.
Tabel 4 Rataan nilai hematokrit (%) Perlakuan Kelompok babi
RB RBp Post kumbah 31.66±3.61
a,x 33.48±5.71 a,x
Post rekrutmen 27.66±3.35 a,x 30.62±4.10
a,x Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf
superscript (x,y) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar tahap pengambilan data.
Pada ekstravasasi secara akut, nilai hematokrit berada di kisaran normal
karena eritrosit dan plasma darah menurun jumlahnya (Meyer et al. 1992). Akan
tetapi pada saat post rekrutmen terjadi penurunan nilai hematokrit. Penurunan
nilai hematokrit tersebut dapat disebabkan oleh peningkatan volume plasma
darah, penurunan jumlah eritrosit dan hemoragi. Peningkatan volume plasma
darah post rekrutmen dapat terjadi karena adanya terapi cairan selama rekrutmen
sehingga nilai hematokritnya mengalami penurunan.
Nilai Volume Eritrosit Rata-Rata (VER)
Volume eritrosit rata-rata (VER) menunjukkan ukuran rata-rata eritrosit
dalam femtoliter (fl). Nilai rataan VER pada kelompok RBp lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok RB. Pada tahap pengambilan darah post
rekrutmen juga terjadi penurunan nilai rataan VER, akan tetapi tidak ada
perbedaan nyata antar kelompok perlakuan dan antar tahap pengambilan darah
(Tabel 5). Nilai rataan VER pada kedua kelompok anak babi berada di atas
kisaran normalnya, yaitu 49.9–63.1 fL dengan nilai rata–rata 56.5 fL (Svoboda
dan Drabek 2002).
Tabel 5 Rataan nilai VER (fL) Perlakuan Kelompok babi
RB RBp Post kumbah 82.08±11.39
a,x 76.88±10.47 a,x
Post rekrutmen 74.76±8.76 a,x 74.52±17.04
a,x Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf
superscript (x,y) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar tahap pengambilan data.
Peningkatan nilai VER di atas nilai normal menunjukkan bahwa eritrosit
yang bersirkulasi berukuran besar dan penurunan nilai VER menunjukkan bahwa
eritrosit yang bersirkulasi berukuran kecil. Berdasarkan nilai VER tersebut dan
jumlah eritrosit sebelumnya, dapat dikatakan bahwa anak babi cedera paru akut
tersebut mengalami anemia makrositik. Anemia makrositik merupakan anemia
11
regeneratif dengan jumlah makrosit tinggi (makrositosis) yang disertai dengan
peningkatan retikulosit (Meyer dan Harvey 2004).
Hewan diduga sudah mengalami anemia sejak awal sehingga terjadi
peningkatan retikulosit sebagai respon sumsum tulang. Retikulosit adalah eritrosit
muda yang berukuran besar dan masih mengandung sisa inti sel (Reece 2006).
Peningkatan retikulosit menyebabkan sejak awal tersebut menyebabkan
peningkatan nilai VER pada hewan.
Nilai Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER)
Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) menunjukkan berat rata-rata dari
hemoglobin yang ada di dalam eritrosit dan dinyatakan dalam pikogram (pg).
Nilai rataan HER pada kelompok RBp lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok RB. Terdapat penurunan nilai rataan HER post rekrutmen (Tabel 6).
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai rataan HER anak babi cedera paru
akut antar kelompok perlakuan dan antar tahap pengambilan darah tidak berbeda
nyata.
Tabel 6 Rataan nilai HER (pg) Perlakuan Kelompok babi
RB RBp Post kumbah 27.28±3.64
a,x 25.72±3.33 a,x
Post rekrutmen 25.16±3.31 a,x 24.74±5.96
a,x Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf
superscript (x,y) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar tahap pengambilan data.
Nilai rataan HER berada di atas rentang nilai HER normal babi yaitu 15.5–
19.7 pg dengan rata–rata 17.6 pg (Svoboda dan Drabek 2002). Ukuran eritrosit
yang lebih besar (VER tinggi/makrositik) cenderung memiliki HER yang lebih
tinggi, sedangkan ukuran eritrosit yang lebih kecil (VER rendah/mikrositik) akan
memiliki nilai HER yang lebih rendah (Reece 2006). Peningkatan nilai HER pada
hewan sejalan dengan peningkatan nilai VER. Sejak awal anak babi diduga sudah
mengalami anemia makrositik sehingga nilai HER meningkat di atas normal.
Nilai Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (KHER)
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) menunjukkan rata-rata
konsentrasi hemoglobin per unit volume PCV dalam satuan gram per desiliter
(gr/dl) atau %. Nilai tersebut bervariasi pada setiap spesies (Meyer and Harvey
2004). Nilai rataan KHER pada kelompok RBp lebih tinggi dibandingkan pada
kelompok RB dan nilainya menurun pada saat rekrutmen. Akan tetapi, nilai rataan
KHER pada antar kelompok perlakuan dan antar tahap pengambilan darah tidak
berbeda nyata (Tabel 7). KHER pada babi normal yaitu 30.1–32.1% dengan nilai
rata–rata 31.1% (Svoboda dan Drabek 2002). Hasil perhitungan nilai KHER
12
kedua kelompok babi pada setiap tahap pengambilan darah tampak masih berada
dalam rentang normal.
Tabel 7 Rataan nilai KHER (%) Perlakuan Kelompok babi
RB RBp Post kumbah 33.26±0.49
a,x 33.46±0.37 a,x
Post rekrutmen 33.32±1.25 a,x 33.16±0.66
a,x Keterangan: Huruf superscript (a,b) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan
adanya perbedaan nyata (p<0.05) antar kelompok perlakuan. Huruf
superscript (x,y) yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan adanya
perbedaan nyata (p<0.05) antar tahap pengambilan data.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa konsentrasi hemoglobin
dalam eritrosit pada kedua kelompok babi sedikit berada diatas normal.
Peningkatan KHER hingga diatas rentang normalnya (hiperkromia) dapat terjadi
akibat adanya hemolisis, lipemia, aglutinasi dan defisiensi vitamin B12 atau asam
folat. Nilai KHER yang lebih rendah dari rentang normalnya (hipokromia) dapat
ditemukan pada hewan yang mengalami anemia regeneratif dan defisiensi zat besi
kronis (Meyer dan Harvey 2004).
Menurut hasil pemeriksaan nilai indeks eritrosit anak babi berupa penurunan
jumlah eritrosit, peningkatan nilai VER dan nilai KHER normal, dapat dinyatakan
hewan mengalami anemia makrositik normokromik. Anemia makrositik
normokromik merupakan anemia dengan jumlah VER tinggi dan KHER normal.
Anemia jenis ini menunjukkan ukuran eritrosit besar dan konsentrasi hemoglobin
yang normal (Kerr 2002).
Penurunan jumlah eritrosit sejak awal juga menyebabkan terjadinya
peningkatan ukuran eritrosit dan jumlah retikulosit. Menurut Meyer dan Harvey
(2004), tingginya retikulosit yang dilepaskan oleh sumsum tulang yang
bersirkulasi di dalam pembuluh darah mengindikasikan suatu keadaan anemia
regeneratif, dimana jumlah eritrosit dewasa yang bersirkulasi di dalam pembuluh
darah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Anemia regeneratif
adalah anemia yang disertai dengan respon sumsum tulang yang baik dan ditandai
dengan meningkatnya jumlah retikulosit di sirkulasi darah. Anemia regeneratif
dapat disebabkan oleh hemolisis, hemoragi, parasit, parasit darah, trauma,
penyakit autoimun dan bahan kimia (Meyer et al. 1992)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Anak babi cedera paru akut tersebut dapat dikatakan mengalami anemia
makrositik regeneratif berdasarkan nilai indeks eritrosit berupa penurunan jumlah
eritrosit, peningkatan nilai VER dan nilai KHER normal. Pada saat post
rekrutmen terjadi penurunan jumlah eritrosit pada kedua kelompok perlakuan. Hal
tersebut diduga disebabkan oleh adanya ekstravasasi karena trauma akibat
13
kumbah paru. Manuver rekrutmen yang dilakukan saat post kumbah tidak
mempengaruhi nilai indeks eritrosit pada kedua kelompok. Pembebatan sebagai
model neonatal dengan otot pernapasan yang belum berkembang ternyata tidak
menunjukkan gangguan indeks eritrosit yang lebih besar dibandingkan dengan
normalnya.
Saran
Pemeriksaan retikulosit penting dilakukan untuk melihat aktivitas
eritropoiesis pada penelitian ini. Hasil indeks eritrosit perlu dikaji dengan hasil
lainnya seperti hasil ecocardiography, radiologi dan differensiasi leukosit untuk
melihat pengaruh rekrutmen pada kejadian cedera paru akut. Perlu adanya
penelitian serupa dengan menggunakan pembebatan pada tekanan yang lebih
tinggi sehingga didapatkan hasil yang lebih signifikan. Penelitian lanjutan
disarankan dengan menggunakan hewan dengan memperhatikan jenis kelamin
dan bobot hewan yang seragam.
DAFTAR PUSTAKA
Albert P, DiRocco J, Allen GB, Bates JHT, Lafollette R, Kubiak BD, Fischerl J,
Maroneyl S, Niemanl GF. 2009. The role of time and pressure on alveolar
recruitment. J Appl Physiol. 106 (7): 57-65.
Azni A. 2014. Interpretasi radiografi anak babi selama manuver rekrutmen pada
hewan model cedera paru akut [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor,
siap terbit.
Aspinall V, O’Reilly M. 2004. Introduction to Veterinary Anatomy and
Physiology. New York (US): Butterworth-Heinemann.
Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Phisiology For Veterinary
Technicians. Philadelphia (US): Mosby.
Fan E, Wilcox ME, Brower RG, Stewart TE, Metha S, Lapinsky SE, Meade MO,
Ferguson ND. 2008. Recruitment manuvers for acute lung injury, a systemic
review. Am J Respir Crit Care Med. 178 (11): 56-63.
Flori HR, Glidden DV, Rutherford GW, Matthay MA. 2005. Pediatric acute lung
injury–prospective evaluation of risk factors associated with mortality. Am J
Respir Crit Care Med. 171: 995-1001.
Frandson RD, Wilke WL, Fais AD. 2009. Anatomy and Physiology of FaRB
Animals. Ed ke-7. Colorado (US): Wiley-Blackwell.
Harvey JW. 2001. Atlas of Veterinary Hematology: Blood and Bone Marrow of
Domestic Animals. Philadelphia (US): Saunders. Guyton AC, Hall JE. 2006. Medical Physiology. Ed ke-11. Jakarta (ID): Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jia X. 2007. The effects of mechanical ventilation on the development of acute
respiratory distress syndrome [tesis]. Massachusetts (US): Massachusetts
Institute of Technology.
14
Kerr MG. 2002. Veterinary Laboratory Medicine. Ed ke-2. Colorado (US):
Blackwell Science.
Kornecki A, Tsuchida S, Ondiveeran HK, Engelberts D, Frndove H, Transwell
AK et al. 2005. Lung development and susceptibility to ventilator-induced
lung injury. Am J Respir Crit Care Med. 171 (7): 43-52.
Meyer DJ, Coles EH, Rich LJ. 1992. Veterinary Laboratory Medicine:
Interpretation and Diagnosis. Philadelphia (US): Saunders.
Meyer DJ, Harvey Jw. 2004. Veterinary Laboratory Medicine, Interpretation and
Diagnosis. Ed ke-3. Missouri (US): Saunders.
Nufus SK. 2014. Evaluasi ekokardiografi anak babi selama manuver rekrutmen
pada model cedera paru akut pediatri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor, siap terbit.
Patterson JK, Xin GL, Miller DD. 2008. The pig as an experimental model for
elucidating the mechanisme governing dietary influence on mineral
absorption. Exper Bio Med. 233: 651-664.
Pelosi P, Caironi P, Gattino L. 2001. Mechanical ventilation strategies to avoid
complications of long term mechanical ventilation. J Anaesthesie und
intensivbehandlung. 4: 303-305.
Plataki M, Hubmayr RD. 2010. The physical basic of ventilator-induced lung
injury. Expert Rev Respir Med. 4 (3): 73-85.
Reece WO. 2006. Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animal. Ed
ke-3. Philadelphia (US): Lippincott, Williams, and Wilkins.
Sarget T, Talmor D. 2009. Targetting transpulmonary preasure to prevent
ventilator induced lung injury. Minerva Anestesiol. 752 (9): 3-9.
Susanto YS, Sari FS. 2012. Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada acute
respiratory distress syndrome (ARDS). J Indo Respir. 32: 1.
Svoboda M, Drabek J. 2002. Effect of oral administration of Fe2+
-fumarate on
erythrocyte profile and growth rate of suckling piglets. Acta Vet Brno. 70:
217-222.
Swenson KS, Mazur MJ, Vashisht K, Rund LA, Beever JE, Counter CM, Schook
LB. 2004. Genomics and clinical medicine: rationale for creating and
effectively evaluating animal models. Exper Bio Med. 229: 866–875.
Swindle MM. 2007. Swine in the Laboratory: Surgery, Anasthesia, Imaging, and
Experimental Techniques. Ed ke-2. New York (US): CRC Pr.
Waters JH, Williams B, Yazer MH, Kameneva MV. 2007. Modification of
suction-induced hemolysis during cell salvage. J Intern Anesthesia Research
Society. 104 (3): 7-684.
Weiss D, Tvedten H. 2004. The Complete Blood Count and Bone Marrow
Examination : General Comments and Selected Techniques. Dalam Willard
MD, Tvedten H, editor: Small Animal Clinical Diagnosis by Laboratory
Method. Ed ke-4. Philadelphia (US): Saunders.
15
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Rawamangun, Jakarta Timur pada tanggal 13 Maret 1993
dari Ayah bernama Sugiarto dan Ibu bernama Endang Sulistiowati. Penulis
merupakan putri kedua dari dua bersaudara dengan seorang kakak bernama Galih
Sugiharto. Penulis pernah bersekolah di SDN 05 Pagi Rawamangun Jakarta
Timur pada tahun 1998-2004, SMPN 92 Jakarta tahun 2004-2007, lulus dari
SMAN 68 Jakarta tahun 2010 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa MANDIRI
dan Karya Salemba Empat (KSE). Penulis juga aktif menjadi anggota di UKM
Futsal IPB pada tahun 2010, anggota himpro HKSA tahun 2012-2013, anggota
divisi dance Komunitas Seni STERIL tahun 2012-2013 dan sekretaris PC
IMAKAHI IPB pada tahun 2013-2014. Penulis juga pernah menjadi delegasi pada
IVSA Exchange Program Indonesia-Japan 2013 dan menjadi Local Committee
pada 63rd IVSA Congress Indonesia 2014.