Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

19
1 Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan Demensia pada Lansia di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun 2017 Taufiqa Hidayati, Tiara Amelia Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Edukasi pencegahan demensia pada lansia penting untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap lansia terhadap upaya pencegahan demensia. Implementasi program edukasi pencegahan demensia dilihat berdasarkan upaya peningkatan aktifitas fisik, sosial, kognitif dan gizi di wilayah Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif menggunakan teori implementasi kebijakan Edward III. Pengumpulan data melalui indepth interview, focus group discussion dan observasi. Hasil penelitian ini adalah program edukasi pencegahan demensia sudah berjalan namun belum optimal dari sisi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Selain itu, lansia memiliki risiko tinggi terkena demensia sedangkan pengetahuan mengenai demensia masih kurang. Hal ini dikarenakan fokus program saat ini adalah skrinning pencatatan dan pelaporan jumlah lansia berdasarkan perintah Kemenkes RI. Saran penelitian ini adalah meningkatkan koordinasi dan komitmen seluruh pelaksana dan pemangku kebijakan untuk menjadikan upaya pencegahan demensia sebagai prioritas program. Keyword: demensia, edukasi, implementasi program, lansia Implementation of Dementia Prevention Education Program among Elderly at Puskesmas Kecamatan Jatinegara Year 2017 Abstract Dementia prevention education among elderly is important to improve knowledge and attitude toward prevention of dementia. Implementation of dementia prevention education program can be seen based on efforts to increase physical, social, cognitive activity and nutritional fulfillment in elderly community of Puskesmas Jatinegara sub- district. This is a qualitative research with descriptive design using Edward III implementation theory. Data collection was obtained using indepth interview, focus group discussion and observation. The result of this research mention that dementia prevention educational program is running with unsatisfactory result from communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. Furthermore, elderly have a high risk of dementia, while knowledge of dementia still lacking. All this happen because the focus of current program are screening, recording and reporting the number of elderly based on the Ministry of Health's order. The research recommendation is to improve coordination and commitment of all implementers and stakeholders to make dementia prevention as a priority program. Keyword: dementia, education, elderly, implementation program Pendahuluan Penurunan fungsi kognitif pada lansia akan menurunkan aktifitas sosial sehari-hari menjadi tidak produktif (Kementerian Kesehatan, 2013). Hal ini akan berdampak besar terhadap kondisi kesehatan, sosial dan ekonomi pembiayaan keluarga, masyarakat dan Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Transcript of Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

Page 1: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

1

Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan Demensia pada Lansia di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Tahun 2017

Taufiqa Hidayati, Tiara Amelia

Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: [email protected]

Abstrak Edukasi pencegahan demensia pada lansia penting untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap lansia terhadap upaya pencegahan demensia. Implementasi program edukasi pencegahan demensia dilihat berdasarkan upaya peningkatan aktifitas fisik, sosial, kognitif dan gizi di wilayah Puskesmas Kecamatan Jatinegara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif menggunakan teori implementasi kebijakan Edward III. Pengumpulan data melalui indepth interview, focus group discussion dan observasi. Hasil penelitian ini adalah program edukasi pencegahan demensia sudah berjalan namun belum optimal dari sisi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Selain itu, lansia memiliki risiko tinggi terkena demensia sedangkan pengetahuan mengenai demensia masih kurang. Hal ini dikarenakan fokus program saat ini adalah skrinning pencatatan dan pelaporan jumlah lansia berdasarkan perintah Kemenkes RI. Saran penelitian ini adalah meningkatkan koordinasi dan komitmen seluruh pelaksana dan pemangku kebijakan untuk menjadikan upaya pencegahan demensia sebagai prioritas program. Keyword: demensia, edukasi, implementasi program, lansia

Implementation of Dementia Prevention Education Program among Elderly at Puskesmas Kecamatan Jatinegara Year 2017

Abstract

Dementia prevention education among elderly is important to improve knowledge and attitude toward prevention of dementia. Implementation of dementia prevention education program can be seen based on efforts to increase physical, social, cognitive activity and nutritional fulfillment in elderly community of Puskesmas Jatinegara sub-district. This is a qualitative research with descriptive design using Edward III implementation theory. Data collection was obtained using indepth interview, focus group discussion and observation. The result of this research mention that dementia prevention educational program is running with unsatisfactory result from communication, resources, disposition, and bureaucratic structure. Furthermore, elderly have a high risk of dementia, while knowledge of dementia still lacking. All this happen because the focus of current program are screening, recording and reporting the number of elderly based on the Ministry of Health's order. The research recommendation is to improve coordination and commitment of all implementers and stakeholders to make dementia prevention as a priority program. Keyword: dementia, education, elderly, implementation program Pendahuluan

Penurunan fungsi kognitif pada lansia akan menurunkan aktifitas sosial sehari-hari

menjadi tidak produktif (Kementerian Kesehatan, 2013). Hal ini akan berdampak besar

terhadap kondisi kesehatan, sosial dan ekonomi pembiayaan keluarga, masyarakat dan

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 2: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

2

pemerintah. Tahun 2015, Kementerian Kesehatan telah merancang strategi nasional

penanggulangan demensia dan edukasi pencegahan demensia merupakan langkah awal untuk

mencegah demensia.

Pentingnya edukasi lanjut usia ini didukung oleh hasil penelitian yang menyebutkan

bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan pencegahan demensia

(Musafa, 2006). Selain itu, pendidikan kesehatan sangat penting untuk meningkatkan

pengetahuan dan sikap lansia tentang demensia (Husnia, 2007).

Pentingnya program edukasi lansia dalam strategi nasional penanggulangan demensia

tersebut, tidak terlepas dari konsep yang dibuat dan implementasi nyata di lapangan. Menurut

Riant (2008) dalam penelitian Riau 2016, konsep yang baik berkontribusi pada 60%

keberhasilan kebijakan, namun keberhasilan akan hangus jika 40% implementasinya tidak

konsisten dengan konsep. Kesenjangan yang terjadi saat ini adalah banyak peneliti yang

menemukan bahwa dari konsep-konsep perencanaan, rata-rata konsistensi implementasi

antara 10-20% saja, dari sini terlihat bahwa implementasi kebijakan adalah hal yang krusial

(Riau, 2016). Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran implementasi

program edukasi pencegahan demensia pada lansia khususnya di Kecamatan Jatinegara.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran implementasi program

edukasi pencegahan demensia pada lanjut usia serta hambatan dan tantangan yang dihadapi

Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur tahun 2017. Sedangkan tujuan khusus dari

penelitian ini adalah mengetahui gambaran komunikasi, sumber daya, disposisi, struktur

birokrasi dan gambaran demensia pada lansia dari sisi aktifitas, faktor risiko, pengetahuan dan

ketertarikan informasi demensia.

Tinjauan Teoritis Lansia adalah adalah suatu proses nyata biologis yang dinamis, dan diluar kontrol

manusia. Di banyak negara, definisi lansia adalah titik dimana kontribusi aktif seorang

manusia tidak lagi memungkinkan (WHO, 2002). Batasan umur lansia yaitu pra lansia 45 –

59 tahun, lanjut usia 60 – 69 tahun, lanjut usia risiko tinggi >70 tahun atau ≥ 60 tahun dengan

masalah kesehatan (Permenkes Nomor 25 Tahun 2016).

Demensia adalah istilah yang digunakan untuk melukiskan gejala-gejala sekelompok

penyakit yang mempengaruhi otak. Demensia bukanlah hal yang normal dalam penuaan. Hal

ini terjadi ketika otak terserang penyakit (Alzheimer’s Society, 2016). Gejala demensia umum

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 3: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

3

diantaranya masalah daya ingat, perubahan perilaku dan perubahan fisik (Dementia handbook

for careers, 2014)

Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan

tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan,

sikap, ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu,

kelompok maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan (Suliha,

2002). Secara garis besar, selain dengan perilaku hidup sehat, peningkatan aktifitas sosial,

fisik, kognitif dan peningkatan gizi menjadi upaya edukasi dalam mencegah demensia (Feria,

2017).

Penelitian ini menggunakan model implementasi kebijakan menurut George C. Edward

III (1980). Pemilihan model ini karena model Edward III fokus pada aktor-aktor kebijakan

yang mengimplementasikan kebijakan itu sendiri atau implementor kebijakan (Riau, 2016).

Gambar 1

Model pendekatan implementasi menurut George C. Edward III

Sumber: George C. Edward, 1980, dikutip dari Tahjan, 2006

Faktor utama berasarkan teori model implementasi Edward III yang akan diteliti yaitu

komunikasi (transmisi, kejelasan dan konsistensi), sumber daya (SDM, anggaran, fasilitas,

informasi dan kewenangan), disposisi (sikap implementor), dan struktur birokrasi

(fragmentasi) terhaap implementasi program edukasi pencegahan demensia pada lansia.

Metode Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif untuk

mendapatkan informasi mendalam mengenai gambaran edukasi pencegahan demensia sebagai

bagian dari strategi nasional penanggulangan demensia. Waktu penelitian ini adalah sejak

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 4: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

4

bulan Maret hingga Juni 2017. Lokasi dilaksanakannya penelitian adalah wilayah kerja

Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur. Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini menggunakan data sekunder berupa dokumen dan data primer berupa observasi,

wawancara mendalam (in-depth interview) kepada Stakeholder bidang lansia Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Timur dan Stakeholder bidang lansia Puskesmas Kecamatan Jatinegara

serta melakukan FGD (Focus Group Discussion) kepada kelompok kader dan lansia di

Cipinang Besar Utara wilayah kerja Puskesmas Jatinegara.

Informan dalam penelitian ini dipilih sesuai dengan prinsip pengambilan sampel pada

metode kualitatif yaitu non-probabilitas purposive sampling, dengan prinsip kesesuaian

(appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Dalam mengumpulkan data atau informasi

yang dibutuhkan, penelitian ini menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara

mendalam (In-Depth Interview), pedoman FGD, alat pencatat dan alat perekam (tape

recorder).

Hasil Penelitian

Data penelitian diperoleh dengan melakukan dan 2 Focus Group Discussion (FGD) dan 2

Indepth Interview atau wawancara mendalam. Pada FGD kader terdapat 10 informan yang

berusia 37 - 58 tahun yang tersebar di berbagai RT dengan pendidikan terakhir SMP sampai

dengan S1. Pekerjaan kader sebagian besar adalah ibu rumah tangga, dan seluruhnya sudah

menjadi kader selama 4 tahun. Pada FGD lansia, didominasi oleh lansia kategori risiko tinggi

yaitu berusia ≥ 60 tahun dengan masalah kesehatan. Informan wawancara mendalam

merupakan tenaga kesehatan stakeholder pemegang program lansia di Suku Dinas Kesehatan

Jakarta Timur dan Puskesmas Jatinegara. Hasil yang didapatkan diantaranya:

a. Program pencegahan demensia

Langkah pertama dalam pencegahan demensia menurut strategi nasional adalah

dengan meningkatkan pengetahuan lansia dengan edukasi pencegahan demensia. Upaya

edukasi pencegahan demensia sudah berjalan sebelumnya melalui upaya peningkatan

aktifitas fisik, sosial, kognitif dan gizi. Selain melanjutkan edukasi yang ada, pemberian

informasi khusus demensia belum dilakukan. Hal ini dikarenakan pada saat ini, fokus

program berada di tahap skrinning pencatatan dan pelaporan jumlah lansia dan menilai

kemampuan kognitif dengan tes intelegensi lansia. Semua program yang dijalankan

disesuaikan dengan perintah dari Kementerian Kesehatan RI.

b. Komunikasi (Transmisi)

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 5: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

5

Transmisi atau cara penyampaian informasi beragam. Transmisi informasi bersifat

fleksibel dan didominasi oleh bimbingan teknis, pelatihan dan rapat. Transmisi informasi

sudah memiliki alur yang jelas dan setiap institusi memiliki cara tersendiri dalam

menyampaikan informasi. Sebagaimana alur transmisi berikut:

Gambar 2 Alur Transmisi Informasi

Media yang digunakan dalam transmisi informasi berupa elektronik dan non

elektronik. Hambatan dalam pelaksanaan transmisi diantaranya intensitas pelatihan yang

kurang dan tidak merata sampai ke kelurahan, serta informasi yang diterima secara

berantai. Menurut Stakeholder Lansia Puskesmas Jatinegara, transmisi informasi tidak

berjalan dengan baik. Keterbatasan dana untuk mengadakan pelatihan yang merata

menjadi salah satu penghambat berjalannya transmisi. Hal ini menyebabkan informasi

yang diterima tidak optimal.

c. Komunikasi (Kejelasan)

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 6: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

6

Kejelasan merupakan informasi yang dapat dimengerti dan tidak membingungkan

pelaksana. Informasi dan sosialisasi program sudah diberikan pada bulan April 2017.

Namun, masih terdapat masalah dalam pencatatan dan pelaporan diakibatkan definisi

operasional yang belum jelas pada buku kesehatan lanjut usia dan format skrinning

pencatatan dan pelaporan. Kejelasan informasi yang kurang optimal tersebut merupakan

dampak dari hambatan dalam transmisi informasi yang tidak merata.

d. Komunikasi (Konsistensi)

Konsistensi merupakan suatu perintah yang tidak berubah, tidak membingungkan,

konsisten, kesesuaian persepsi dan respon pelaksana dalam memahami kebijakan.

Menurut Stakeholder Lansia Sudinkes Jaktim ada ketidaksesuaian persepsi dan respon

pelaksana dalam memahami kebijakan. Dalam sosialisasi kebijakan baru pada pencatatan

dan pelaporan, tidak semua petugas pelaksana mendapatkan sosialisasi. Hal ini

dikarenakan tenaga kesehatan yang sudah terlatih dan sudah disosialisasi

dipindahtugaskan ke tempat lain. Sebab kedua, karena peserta pelatihan sosialisasi yang

diundang sedang berhalangan hadir sehingga digantikan oleh petugas lain yang bukan

berasal dari bidang lansia.

Sementara itu menurut kader, berkurangnya konsistensi cenderung kepada perubahan

sikap petugas puskesmas yang dirasa kurang memberikan perhatian pada kader. Hal ini

berakibat pada berkurangnya motivasi kader dalam memberikan laporan tepat waktu.

e. Sumber daya (Sumber daya manusia)

Sumber daya manusia dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kuantitas atau jumlah

dan kualitas atau kompetensi petugas. Dari hasil pengumpulan data, ditemukan bahwa

kuantitas tenaga kesehatan di wilayah kerja Jakarta Timur, khususnya di Kecamatan

Jatinegara terbatas. Program pencegahan demensia yang terhambat akibat kuantitas

sumber daya manusia adalah pelaksanaan puskesmas santun lansia, pemeriksaan kognitif

tes intelegensi, pemeriksaan awal dan konseling demensia, serta pelaksanaan Pos Lansia.

Dari segi kualitas atau kompetensi petugas pelaksana program di wilayah kerja Jakarta

Timur, khususnya Kecamatan Jatinegara turut dirasa kurang dalam pelaksanaan program

lansia.

f. Sumber daya (Anggaran)

Sumber dana sudinkes berasal dari APBD (Anggaran, Pendapatan, dan Belanja

Daerah), puskesmas berasal dari BLUD (Bantuan Langsung Umum Daerah) dan pada

awal pembentukan Pos Lansia berasal dari dana kelurahan. Namun, dalam pelaksanaan

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 7: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

7

kegiatan, dana Pos Lansia berasal dari swadaya warga. Walaupun sumber dana berbeda,

hal yang serupa diungkapkan bahwa dana yang ada jumlahnya terbatas.

Salah satu dampak dari keterbatasan dana di wilayah kerja Sudinkes Jakarta Timur

adalah pelatihan yang kurang merata. Diketahui bahwa Jakarta Timur memiliki wilayah

yang luas dengan 10 Puskesmas Kecamatan dan 78 Puskesmas Kelurahan. Sementara itu,

petugas kesehatan penanggung jawab lansia di kelurahan berganti dengan cepat dengan

variasi sekitar 2 sampai 6 bulan sekali. Dana yang terbatas, sedangkan kebutuhan

pelatihan yang tinggi mengakibatkan pelaksanaan program lansia belum optimal.

Dampak lain dari keterbatasan anggaran adalah Program tidak aktif di bidang pencegahan

demensia melalui aktifitas sosial yaitu pertemuan forum keluarga lanjut usia (FKLU)

kelurahan akibat minimnya dana penunjang. Selain itu, program peningkatan kognitif

lansia yang bekerja sama dengan dinas sosial belum dilanjutkan kembali akibat anggaran

pemberdayaan lansia yang belum dialokasikan.

g. Sumber daya (fasilitas)

Dari segi fasilitas, Stakeholder Lansia Sudinkes Jaktim dan kader menyatakan bahwa

fasilitas yang tersedia belum memadai seperti ketersediaan poli lansia, media promosi

edukasi pencegahan demensia, dan alat cek laboratorium. Hal yang berbeda diungkapkan

oleh Stakeholder Lansia Puskesmas Kecamatan Jatinegara yang menyatakan bahwa di

Puskesmas Kecamatan jatinegara sudah memiliki Poli lansia dan fasilitas yang tersedia

dirasa sudah cukup dalam program edukasi lansia.

Keterbatasan fasilitas lebih dirasakan di Puskesmas kelurahan akibat minimnya

ruangan poli lansia yang tersedia. Hal ini mengakibatkan pendirian Puskesmas Santun

Lansia belum dapat direalisasikan di kelurahan.

h. Sumber daya (informasi dan kewenangan)

Informasi dan kewenangan adalah ketersediaan informasi dalam bentuk tulisan,

pedoman, petunjuk dan tata cara pelaksanaan kebijakan, dan wewenang. Dalam hal ini,

Sudinkes Jaktim mapun Puskesmas sudah terdapat informasi yang tersedia dalam bentuk

modul dari Kemenkes. Sementara itu, belum tersedianya informasi berupa media promosi

edukasi pencegahan demensia diantaranya poster, flyer, dan leaflet. Selain itu, belum

tersedianya data lansia yang terkena demensia karena belum dilakukan pemeriksaan. Di

Pos Lansia, informasi kesehatan lebih cenderung pada penyakit degeneratif dan belum

ada informasi mengenai demensia. Bentuk informasi yang tersedia berasal dari kader

yang berinisiatif membuat informasi yang ditempel di ruang Pos Lansia.

i. Disposisi (sikap implementor)

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 8: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

8

Disposisi merupakan watak atau karakteristik pelaku kebijakan. Dari penelitian ini

ditemukan bahwa sikap implementor dirasa kurang dalam mendukung terlaksananya

program. Berbagai hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program, mengakibatkan

program yang berjalan masih belum optimal. Hambatan yang muncul terlihat dari

perilaku kinerja petugas yang lambat dan kurangnya pemahaman program.

Salah satu hal yang menjadi perhatian dalam variabel disposisi adalah pendapat

kader petugas puskesmas dianggap masih kurang dalam merespon kebutuhan Pos Lansia.

Selain itu, keterlambatan pengiriman data seperti yang dikatakan pihak puskesmas

sependapat dengan kader yang terlambat mengirimkan data. Setelah ditelusuri, ternyata

ada hubungan timbal balik antara kurangnya perilaku positif berupa perhatian puskesmas

dengan terlambatnya pengiriman data oleh kader.

j. Struktur Birokrasi (Fragmentasi)

Struktur birokrasi Program Lansia daerah wilayah Jakarta Timur khususnya di

Kecamatan Jatinegara adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2

Struktur Organisasi

Dalam struktur organisasi, Stakeholder Lansia Sudinkes Jaktim, Stakeholder Lansia

Puskemas Jatinegara dan Stakeholder Lansia Puskesmas Kelurahan masing-masing

dipegang oleh 1 orang di bidang lansia. Sementara itu, struktur organisasi kader di Pos

Lansia terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.

Pada fragmentasi atau penyebaran wewenang dan tanggung jawab, menurut

Sudinkes Jaktim tidak memiliki penyebaran dalam satu institusi karena setiap 1 institusi

hanya ada 1 pengelola lansia tanpa tim khusus lansia. Sehingga, penyebaran wewenang

dan tanggung jawab hanya kebawah.

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 9: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

9

Menurut Stakeholder Lansia Puskesmas Jatinegara adanya ketidaksesuaian antara

tugas, pokok dan fungsi dalam menjalankan program lansia karena pemegang program

bertanggung jawab juga di poli lain. Sementara itu, diperlukan penguatan koordinasi

dengan kepala puskesmas untuk pembentukan poli lansia dan penetapan petugas

pemegang program lansia agar tidak berganti terlalu cepat.

k. Demensia pada lansia

Pada kelompok lansia, sebagian besar lansia telah merealisasikan aktifitas sosial,

fisik, kognitif dan pemenuhan gizi lansia sebagai upaya pencegahan demensia. Namun,

pada semua lansia ditemukan berbagai faktor risiko terhadap kejadian demensia. dari

hasil penuturan lansia saat FGD, ditemukan beberapa lansia yang diindikasikan memiliki

gejala demensia yaitu lupa ketika meletakkan barang-barang berharga di rumah maupun

tempat umum. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa lansia menganggap demensia

adalah hal yang normal dari penuaan. Oleh karena itu, lansia lebih tertarik pada informasi

kesehatan yang berhubungan langsung dengan penyakit yang sedang lansia diderita

seperti hipertensi, diabetes, asma, dan tuberkulosis.

Pembahasan

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu informan stakeholder lansia Kemenkes tidak

dapat diwawancarai karena sibuk. Akibat dari informan yang tidak dapat diwawancarai,

informasi mengenai kondisi implementasi program edukasi pencegahan demensia dari pihak

pembuat program tidak dapat diperoleh. Selain itu, keterbatasan penulis dalam menggali

informasi masih kurang, penelitian ini bersifat lokalitas dan jumlah FGD kader dan lansia

yang kurang akibat keterbatasan waktu an perizinan. Pembahasan dalam penelitian ini

menggunakan teori model implementasi kebijakan menurut George C. Edward III (1980).

a. Program pencegahan demensia

Strategi nasional penanggulangan demensia merupakan strategi yang masih baru.

Upaya mendukung terlaksananya program ini khususnya edukasi pencegahan demensia,

langkah pertama yang saat ini dilakukan adalah pengumpulan data berupa skrinning

pencatatan dan pelaporan jumlah lansia, serta tes intelegensi lansia. Dalam

pelaksanaannya, upaya edukasi pencegahan demensia masih terus dilakukan tidak hanya

berupa peningkatan wawasan, namun edukasi dapat berupa tersedianya kegiatan yang

dapat mencegah demensia sesuai sesuai dengan upaya pencegahan demensia yaitu

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 10: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

10

dengan meningkatkan aktifitas fisik, sosial, kognitif, dan gizi (Kementerian Kesehatan

2017, Alzheimer Research UK 2016; Feria, 2017).

b. Komunikasi (Transmisi)

Kegiatan dalam alur transmisi informasi tergolong baik karena setiap institusi

memiliki cara tersendiri dalam menyampaikan informasi pada sasaran. Hal ini sesuai

teori implementasi kebijakan Edward III yang menyatakan bahwa kebijakan dan perintah

harus disampaikan kepada personil yang tepat dengan informasi yang akurat dan mudah

dimengerti oleh pelaksana.

Keterkaitan antar insititusi dilakukan dengan adanya alur transmisi yang melintas

atau melompati suatu institusi. Hal ini menjadikan tahapan birokrasi pemberian informasi

menjadi lebih fleksibel. Hal ini sesuai teori implementasi kebijakan Edward III, bahwa

informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada

kelompok sasaran dan pihak yang terkait.

Menurut teori implemetasi Edward III, dalam transmisi, terdapat 3 poin utama dalam

penyampaian informasi. Perintah harus disampaikan kepada personil yang tepat dengan

informasi yang mudah dimengerti, penyaluran informasi yang meminimalkan tahapan

birokrasi, dan kesesuaian kebijakan dengan keadaan di lapangan. Dalam penelitian ini,

sudah terdapat alur transmisi informasi yang jelas, tahapan birokrasi fleksibel sesuai

sasaran dan kebutuhan. Namun, dalam penyampaian informasi masih terdapat kendala

pesan yang berantai, pelatihan yang tidak merata dan kebijakan yang tidak sesuai dengan

keadaan di lapangan. Hal ini menjadikan transmisi informasi belum berjalan optimal.

c. Komunikasi (Kejelasan)

Dari hasil penelitian, kejelasan informasi dianggap masih kurang. Pada kenyataannya,

Menurut teori implementasi kebijakan Edward III, implementasi kebijakan seharusnya

tidak hanya dipahami namun harus jelas. Hal ini berdampak pada perbedaan persepsi

petugas dalam pencatatan dan pelaporan sehingga validitas data menjadi berkurang dan

saat ini diakui data masih belum valid.

Jika ditelusuri, pelatihan sudah diberikan untuk meningkatkan kompetensi petugas.

Namun, petugas yang telah diberi pelatihan berganti terlalu cepat dalam jangka waktu

beragam yaitu 2- 6 bulan. Sedangkan petugas yang baru tidak mendapat pelatihan karena

keterbatasan dana dari penyelenggara. Hal inilah yang mendasari petugas kebingungan

dalam menyelesaikan tugas karena tidak memahami informasi. Upaya yang dilakukan

untuk meningkatkan pemahaman petugas yang dilakukan adalah dengan turun langsung

kelapangan atau melakukan konsultasi langsung.

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 11: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

11

d. Komunikasi (Konsistensi)

Program edukasi pencegahan demensia dan format skrinning pencatatan dan

pelaporan yang bersifat baru, menjadi awal kebingungan pelaksana program. Menurut

teori implementasi kebijakan Edward III, perintah yang berubah mengakibatkam

ketidaksesuaian respon pelaksana dalam memahami program. Kondisi saat ini adalah

sulitnya petugas dalam memahami tugas akibat perubahan format laporan yang tidak

disosialisasikan sejak awal, pemindahtugasan petugas terlatih, dan ketidaksesuaian

sasaran peserta pelatihan menjadikan menurunnya validitas laporan pencatatan dan

pelaporan jumlah lansia untuk mengintervensi pencegahan demensia.

Hal ini tidak dapat disalahkan pada suatu institusi karena perubahan adalah hal yang

aktif dan dinamis (Webster, 1828). Namun yang disayangkan adalah kurangnya

sosialisasi yang justru menjadi penghambat walau perubahan adalah upaya untuk

menjadikan program berjalan lebih baik.

Point utama dalam konsistensi tidak hanya dalam persepsi, namun konsistensi dapat

berupa perilaku pelaksana. Konsistensi yang dirasakan berubah menurut kader karena

pergantian dan perilaku petugas. Kader yang biasanya merasa diperhatikan saat ini

menjadi menurun respon dan kinerjanya. Perhatian atau dukungan mungkin terlihat kecil

namun memiliki dampak yang besar. Dalam penelitian ini, dampak dari perilaku yang

tidak konsisten adalah keterlambatan dalam mengumpulkan laporan.

e. Sumber daya (Sumber daya manusia)

Menurut teori implementasi kebijakan Edward III, implementasi program tidak akan

berjalan efektif tanpa tersedianya sumber daya yang memadai. Dari hasil penelitian,

seluruh informan sepakat bahwa kuantitas atau jumlah tenaga medis sedikit dengan

pekerjaan yang banyak. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kualitas atau kompetensi

petugas di puskesmas dinilai masih kurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya

pemahaman, pemindahtugasan tenaga yang terlatih, pergantian petugas yang cepat

sehingga tidak mengikuti pelatihan, intensitas pelatihan yang kurang, beban kerja yang

tinggi dan keberanian petugas. Pada penelitian lain, keterbatasan sumber daya turut

mengakibatkan sumber daya manusia dalam implementasi program menjadi penghambat

proses kerja yang efektif (Sosiawan, 2008). Dari hasil penelitian ini, kuantitas dan

kualitas sumber daya manusia dalam implementasi program lansia masih belum memadai.

f. Sumber daya (Anggaran)

Anggaran dapat disebut sebagai motor penggerak program. Menurut teori

implementasi kebijakan Edward III, anggaran diperlukan untuk menjamin terlaksananya

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 12: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

12

kebijakan. Ketersediaan anggaran mempengaruhi 4 faktor utama dalam implementasi

kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Beberapa

hambatan yang terjadi akibat kurangnya dana diantaranya

Komunikasi : sosialisasi dan pelatihan yang tidak merata

Sumber daya : belum optimalnya kualitas sumber daya manusia

dalam pelaksanaan program melalui pelatihan, belum

optimalnya ketersediaan fasilitas poli lansia dan Pos

Lansia

Disposisi : Semangat kader Pos Lansia berbeda dengan semangat

kader PSN yang mendapat insentif

Struktur

birokrasi

: Pelaksanaan koordinasi dengan kepala puskesmas

dalam pendirian poli lansia. dan koordinasi dengan

petugas pelaksana dalam implementasi program

g. Sumber daya (fasilitas)

Menurut teori implementasi kebijakan Edward III, fasilitas merupakan hal penting

dalam pelaksanaan program. Fasilitas menyangkut sarana dan prasarana yang layak

seperti gedung, tanah, peralatan perkantoran dan penunjang lainnya akan mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan.

Menurut Stakeholder Lansia Sudinkes Jakarta Timur, ketersediaan fasilitas khusus

untuk lansia dirasakan kurang. Selain keterbatasan fasilitas pada ketersediaan poli lansia

di Puskesmas, keterbatasan turut dirasakan media yang mendukung edukasi pencegahan

demensia pada lansia seperti poster, flyer, dan leaflet. Namun, untuk Puskesmas lain

masih terdapat keterbatasan dalam fasilitas untuk lansia, khususnya dalam edukasi lansia.

Hal serupa dinyatakan oleh kader di Pos Lansia yang kekurangan fasilitas dalam

pemeriksaan kesehatan, dan alat kesehatan yang tersedia diakui sering error dan belum

pernah dikalibrasi sejak 4 tahun Pos Lansia didirikan. Nyatanya, kalibrasi alat kesehatan

sebaiknya dilakukan satu tahun sekali untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan

(Medicalogy, 2017).

h. Sumber daya (informasi dan kewenangan)

Menurut teori implementasi kebijakan Edward III, ketersediaan informasi dalam

bentuk pedoman menjadi pemudah petugas dalam melaksanakan program. Informasi ini

dapat berupa segala keterangan dalam bentuk tulisan, pedoman, petunjuk dan tata cara

pelaksanaan untuk melaksanakan kebijakan. Dalam penelitian ini, informasi sudah

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 13: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

13

tersedia dalam bentuk buku dan modul pelatihan sebagai pedoman pelaksanaan yang

bersumber dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Namun, masih ada kebutuhan pelaksanaan program edukasi pencegahan demensia

yang belum dimiliki institusi kesehatan yaitu poster, flyer, dan leaflet mengenai demensia.

Nyatanya, informasi kesehatan yang dapat dilihat langsung oleh sasaran atau lansia akan

meningkatkan awareness dan penyerapan informasi kesehatan.

Hambatan yang muncul dalam ketersediaan informasi adalah data mengenai lansia

yang terkena demensia. Pada dasarnya, kegunaan data dapat memberikan suatu gambaran

keadaan atau persoalan (Nenggol, 2015). Hambatan yang terjadi saat ini, data kognitif

lansia belum seluruhnya tersedia karena tidak dilakukannya pemeriksaan akibat

keterbatasan jumlah dan waktu petugas. Selain itu, hambatan lain yang terjadi saat ini

adalah data yang tersedia masih belum valid. Nyatanya, data merupakan hal penting yang

dapat mempermudah analisis situasi dan merencanakan tindakan intervensi yang sesuai.

i. Disposisi (sikap implementor)

Menurut teori implementasi kebijakan Edward III, disposisi merupakan faktor yang

bertalian dengan watak atau sikap serta komitmen yang harus dimiliki oleh pelaksana

kebijakan, pelaksana harus mengetahui apa yang harus dikerjakan, memiliki kapasitas

untuk melakukannya, dan memiliki perilaku yang positif dalam mengimplementasikan

kebijakan. Dalam penelitian ini, komitmen, dukungan dan perilaku pelaksana dalam

mengimplementasikan kebijakan dinilai beragam. Namun, sebagian besar informan

mengatakan bahwa perilaku petugas masih dirasa kurang dalam mendukung

terlaksananya program.

Dari pernyataan informan, diketahui bahwa terdapat hal-hal yang mendasari

menurunnya komitmen dan dukungan petugas dalam melaksanakan program diantaranya

karena kurangnya pengetahuan, usia, ketersediaan insentif, ketersediaan anggaran

program, perhatian atasan dan beban pekerjaan yang tinggi. Nyatanya, hal ini

melatarbelakangi perilaku petugas sehingga menjadikan proses implementasi kebijakan

menjadi tidak efektif. (Tachjan, 2006).

j. Struktur Birokrasi (Fragmentasi)

Jakarta Timur khususnya daerah wilayah Kecamatan Jatinegara memiliki area yang

luas. Kebutuhan struktur birokrasi atau organisasi yang baik dapat mengoptimalkan

implementasi program. Menurut teori implementasi kebijakan Edward III, struktur

organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 14: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

14

Dalam struktur organisasi pelaksanaan program lansia, diketahui bahwa hanya

terdapat 1 penanggung jawab program dari setiap institusi, sehingga fragmentasi hanya

kearah bawah dan tidak ada penyebaran setingkat atau tim dalam 1 institusi. Keuntungan

dari sistem organisasi seperti ini adalah mempermudah dalam koordinasi dan pemberian

informasi. Struktur seperti ini dinilai fleksibel karena tidak terlalu rumit. Hal ini sesuai

dengan teori implementasi kebijakan Edward III yaitu struktur organisasi yang terlalu

panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni

prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak

fleksibel.

Hambatan yang terjadi dalam struktur birokrasi khususnya di puskesmas adalah

penanggung jawab program lansia ditugaskan di poli lain yang tidak linier dengan

kesehatan lansia. Padahal, edukasi lansia dapat berlangsung saat pemeriksaan kesehatan

lansia walau hanya sebentar. Selain itu, diketahui bahwa pergantian petugas terlalu cepat

tanpa adanya pelatihan yang memadai. Hal ini menjadikan kompetensi dan koordinasi

petugas dalam melaksanakan program menjadi terhambat karena penanggung jawab lama

yang sudah mendapat pelatihan tidak memiliki kesempatan untuk mengimplementasikan

program yang dibuat.

k. Demensia pada lansia

Aktifitas lansia yang dapat mendukung pencegahan demensia, telah dilakukan sesuai

dengan empat cara pencegahan demensia. Aktifitas lansia yang dilakukan sebagian besar

lansia telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pencegahan demensia dapat

dilakukan dengan meningkatkan aktifitas fisik, kognitif, sosial dan gizi lansia

(Kementerian Kesehatan, 2017; Alzheimer Research UK, 2016; Feria, 2017).

Penelitian ini didominasi oleh masyarakat berumur ≥ 60 tahun dengan masalah

kesehatan. Hal ini tentu meningkatkan risiko demensia pada lansia karena semakin

bertambahnya usia, lansia memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap lansia (Alzheimer

Australia, 2016). Diketahui bahwa pengetahuan dari sesi pengertian, penyebab, faktor

risiko, dan upaya pencegahan demensia dinilai masih kurang. Sumber pengetahuan lansia

tentang demensia didominasi oleh pengalaman pribadi. Salah satu penyebab pengetahuan

lansia masih kurang karena lansia belum pernah terpapar informasi khusus mengenai

demensia. Pemberian informasi kesehatan di Pos Lansia hanya diterima 1-2 tahun sekali,

dan belum pernah ada edukasi mengenai demensia.

Diketahui dalam penelitian ternyata lansia lebih tertarik pada informasi yang

berhubungan langsung dengan penyakit yang sedang diderita. Hal ini didasarkan pada

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 15: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

15

kebutuhan prioritas lansia itu sendiri. Prioritas merupakan sesuatu yang didahulukan dan

diutamakan dari pada hal yang lain (KBBI, 2017), dalam penelitian ini, lansia memiliki

kebutuhan prioritas informasi yang didasarkan pada penyakit yang diderita.

Kesimpulan

Strategi nasional penanggulangan demensia yang diluncurkan pada tahun 2016 menjadi

jawaban atas permasalahan peningkatan jumlah lansia di Indonesia yang menderita demensia.

Langkah pertama dalam pencegahan demensia menurut strategi nasional adalah dengan

meningkatkan pengetahuan lansia dengan edukasi pencegahan demensia. Upaya edukasi

pencegahan demensia sudah berjalan sebelumnya melalui upaya peningkatan aktifitas fisik,

sosial, kognitif dan gizi. Namun, upaya edukasi ini ternyata masih membutuhkan proses yang

sangat panjang. Hal ini dikarenakan fokus program berada di tahap skrinning pencatatan dan

pelaporan jumlah Lansia. Hal ini disesuaikan dengan perintah dari Kementerian Kesehatan.

Sosialisasi strategi nasional telah dilakukan dari Kementerian Kesehatan RI hingga

kepada Puskesmas. Namun dalam pengimplementasiannya, masih ditemukan banyak

hambatan sehingga edukasi pencegahan demensia ini belum optimal. Sebagaimana teori

Edward III bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi komunikasi, sumber

daya, disposisi dan struktur birokrasi.

1. Komunikasi menjadi hal pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi dari

Kemenkes sampai Puskesmas. Komunikasi dalam program edukasi pencegahan demensia

di wilayah Kecamatan Jatinegara Kelurahan Cipinang Besar Utara masih belum optimal

baik dalam transmisi, kejelasan dan konsistensi informasi. Transmisi informasi yang

berantai melalui kegiatan pelatihan masih belum merata. Akibatnya, kejelasan program

tidak komprehensif dan konsistensi kebijakan apabila mengalami perubahan tidak

tersampaikan dengan baik sampai Puskesmas Kelurahan.

2. Sumber daya terutama masalah anggaran yang terbatas menyebabkan implementasi

program edukasi demensia mengalami keterbatasan dalam banyak hal. Mulai dari kualitas

sumber daya manusia yang kurang mendapat pelatihan, fasilitas poli lansia dan pos lansia,

media edukasi dan kegiatan sosialisasi. Kondisi ini tentu menyebabkan pencapaian

keberhasilan program edukasi pencegahan demensia pada lansia belum optimal.

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 16: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

16

3. Disposisi berupa komitmen dan dukungan petugas pada program lansia belum optimal.

Hal ini dikarenakan program edukasi pencegahan demensia masih program baru dan

masih fokus pada kegiatan skrinning pencatatan dan pelaporan.

4. Struktur birokrasi sudah efektif dalam arti alur yang pendek dan pembagian tugas pokok

dan fungsi sesuai dengan orang yang terlibat, namun demikian, terbatasnya sumber daya

manusia membuat petugas yang terlibat juga bertanggung jawab pada program lain.

Akibatnya petugas tidak fokus hanya pada program lansia.

5. Lansia yang tinggal di wilayah Cipinang Besar Utara memiliki risiko tinggi terhadap

demensia dikarenakan usia, riwayat penyakit dan keterpaparan asap rokok. Sebagian

besar pengetahuan lansia mengenai adalah demensia dianggap hal yang normal akibat

dari proses penuaan dan tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, lansia lebih tertarik pada

edukasi kesehatan yang dialami saat ini seperti hipertensi, diabetes, asam urat, ashtma,

dan tuberkulosis.

Kesemua hal tersebut menyimpulkan bahwa, edukasi pencegahan demensia memang

belum optimal. Hal ini wajar terjadi karena saat ini fokus kegiatan pencegahan demensia pada

skrinning pencatatan dan pelaporan. Oleh karena itu, kedepannya diharapkan pada tahap

edukasi pencegahan demensia mendapat perhatian yang cukup baik dalam materi maupun

imateri. Sehingga dapat mengatasi masalah yang terjadi baik pada komunikasi, sumber daya,

disposisi, dan struktur birokrasi.

Saran Dalam upaya optimalisasi implementasi program edukasi pencegahan demensia pada lansia,

terdapat beberapa rekomendasi pelaksanaan diantaranya:

Saran Aplikatif

1. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

a. Memasukan program pencegahan demensia menjadi salah satu program prioritas.

b. Meningkatkan sosialisasi implementasi program edukasi pencegahan demensia

melalui petihan kepada para petugas yang terkait dari Suku Dinas Kesehatan sampai

Puskesmas.

c. Memberikan masukan pada pihak puskesmas agar petugas kesehatan yang sudah

mendapat pelatihan mengenai demensia dan bertanggung jawab di bidang lansia

tidak dirotasi terlalu cepat. Sehingga dapat mengimplementasikan program edukasi

pencegahan demensia di wilayah cakupan Puskemas.

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 17: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

17

2. Bagi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

a. Meningkatkan sosialisasi program edukasi pencegahan demesia melalui pelatihan

untuk meningkatkan kompetensi petugas kesehatan di level Puskesmas.

b. Melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi kepada pihak Puskemas selama

proses implementasi kebijakan edukasi pencegahan demensia.

3. Bagi Puskesmas Kecamatan Jatinegara dan Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara

a. Sebagai upaya meningkatkan motivasi kader dalam edukasi pencegahan demensia

pada lansia, pihak Puskesmas dapat memberikan reward kepada kader berupa

pemberian pelatihan, sehingga kader memiliki wewenang memberikan informasi

pencegahan demensia pada lansia.

b. Melakukan advokasi kepada pihak kelurahan agar anggaran dana PMT dapat

digunakan untuk mendukung kegiatan pos lansia sebagai upaya pencegahan

demensia.

Saran Kebijakan

1. Bagi Kementerian Kesehatan RI

a. Melakukan pengadaan media edukasi pencegahan demensia dan melakukan

pendistribusian dengan jumlah yang cukup sesuai sasaran dan kebutuhan sampai

pada level puskesmas.

2. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

a. Meningkatkan kerjasama dengan lintas sektor yang turut memiliki fokus pada lansia

dalam hal ini Dinas Sosial. Hal ini ditujukan untuk memperluas penjaringan skrining

pencatatan dan pelaporan lansia yang terkena demensia agar lebih efektif dan optimal,

serta melakukan pemberdayaan lansia sebagai upaya pencegahan demensia.

3. Bagi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

a. Melakukan advokasi kepada Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan Kementerian

Kesehatan RI dalam meningkatkan komitmen upaya pencegahan demensia menjadi

program prioritas.

Saran Akademis

1. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan menggunakan mix method kuantitatif dan

kualitatif mengenai implementasi kebijakan pencegahan demensia pada lansia.

2. Melakukan penelitian yang berfokus pada monitoring dan evaluasi setelah semua tahapan

implementasi kebijakan strategi nasional penanggulangan demensia lengkap dilakukan

untuk melihat efektifitas program.

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 18: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

18

Daftar Pustaka Alzheimer Australia (2016). About dementia: understand alzheimer’s educate Australia.

Australia. Alzheimer Research UK. (2016). All about dementia, the power to defeat dementia. Granta

Park, Cambridge. Alzheimer’s Society. (2016). The dementia guide, living well after diagnosis. Dementia Handbook for Careers. (2014). What is dementia?. Copyright BHTF 2014.

Berkshire West Edward III, C. George. (1980). Implementing public policy. Washington Dc. Congressional

Quaterly Inc. Feria. (2017). Personal interview Husnia, Rina. (2007). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan

sikap lansia tentang demensia di panti wredha wening wardoyo ungaran. Undergraduate Thesis, Diponegoro University. http://eprints.undip.ac.id/16288/.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (2017). Pengertian prioritas. Juli 6, 2017. http://kbbi.web.id/prioritas.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Buletin jendela data dan informasi kesehatan. ISSN 2088-270X. semester I, 2013. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Modul pelatihan bagi pelatih pelayanan kesehatan lanjut usia dan geriatri untuk petugas puskesmas: materi dasar kebijakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia di puskesmas. Jakarta

Medicalogy (2017). Pentingnya kalibrasi alat kesehatan. Juli 5, 2017. https://www. medicalogy.com/blog/pentingnya-kalibrasi-alat-kesehatan/.

Musafa, Ahmad Said. (2006). Hubungan tingkat pengetahuan tentang demensia senilis dengan tindakan pencegahan pada lansia di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Rambipuji Kabupaten Jember. Universitas Airlangga. Surabaya.

Neggol. (2015). Arti dan kegunaan data. Juli 4, 2017. http://nenggol.com/arti-dan-kegunaan-data/.

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019.

Riau, Dwi Putranto. (2016). Pengaruh komunikasi, struktur birokrasi dan dukungan publik terhadap sumber daya dan disposisi dalam meningkatkan kinerja implementasi kebijakan. Disertasi. Universitas Jember.

Sosiawan, Edwi Arief. (2008). Tantangan dan hambatan dalam implementasi e-government di Indonesia. Seminar Nasional Informatika (Semnas IF). ISSN: 1979-2328 UPN “Veteran” yogyakarta, 24 mei 2008. Ilmu Komunikasi FISIP UPN "Veteran": Yogyakarta.

Suliha, U. (2002). Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Tachjan, Dr. H, M.Si. (2006). Implementasi kebijakan publik. Bandung: Aipi. Tachjan. (2006). Implementasi kebijakan publik. Asosiasi ilmu politik indonesia. Puslit KP2W

Lemlit Unpad: Bandung. Webster. (1828). pengertian perubahan. Mei 3, 2017. http://www.merriam-webster.com. World Health Organization. (2002). Proposed working definition of an older person in Africa

for the MDS Project. Retrieved from Health statistics and information systems: http://www.who.int/healthinfo/survey/ageingdefnolder/en/

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017

Page 19: Gambaran Implementasi Program Edukasi Pencegahan …

19

Gambaran implementasi ..., Taufiqa Hidayati, FKM UI, 2017