GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS Rattus norvegicus ... · biokompatibel, biodegradabel,...

29
GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS (Rattus norvegicus) SETELAH PEMBERIAN NANOPARTIKEL MAGNETIK (Fe 3 O 4 ) BERLAPIS KITOSAN ULFI NURUL FADLILAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018

Transcript of GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS Rattus norvegicus ... · biokompatibel, biodegradabel,...

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS

(Rattus norvegicus) SETELAH PEMBERIAN NANOPARTIKEL

MAGNETIK (Fe3O4) BERLAPIS KITOSAN

ULFI NURUL FADLILAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histopatologi Hati Tikus (Rattus norvegicus) Setelah Pemberian Nanopartikel Magnetik (Fe3O4) Berlapis Kitosan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2018

Ulfi Nurul Fadlilah

NIM B04140031

ABSTRAK

ULFI NURUL FADLILAH. Gambaran Histopatologi Hati Tikus (Rattus

norvegicus) Setelah Pemberian Nanopartikel Magnetik (Fe3O4) Berlapis Kitosan. Dibimbing oleh VETNIZAH JUNIANTITO dan WAHONO ESTHI PRASETYANINGTYAS.

Studi morfologi mengenai kemajuan nanopartikel magnetik sangat

terbatas. Dewasa ini nanopartikel magnetik telah digunakan sebagai material penghantar obat, agent kontras, dan aplikasi diagnostik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh nanopartikel magnetik berlapis kitosan terhadap struktur hati tikus putih (Rattus norvegicus) dan penyebaran ion besi nanopartikel pada hati. Sebanyak 3 ekor tikus perlakuan diberi injeksi nanopartikel magnetik berlapis kitosan dengan dosis 1 mL/kgBB. Pengamatan mikroskopis dilakukan pada preparat hati yang diwarnai Hematoksilin Eosin dan Prussian Blue. Data dianalisis secara deskriptif serta kualitatif. Gambaran mikroskopis hati pada tikus perlakuan nanopartikel magnetik tidak menunjukan lesio yang signifikan. Hati pada tikus yang diberikan perlakuan hanya menunjukkan gambaran mikrovakuola lemak pada daerah hepatosit. Mikrovakuola lemak pada gambaran mikroskopis adalah normal karena dapat berhubungan dengan metabolisme lemak pada hati. Distribusi ion besi pada vena porta perlakuan dan vena porta kontrol menunjukkan perbedaan yang nyata dengan uji Mann-Whitney (P < 0,05), sementara distribusi partikel besi pada daerah vena sentralis perlakuan dengan vena sentralis kontrol tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Distribusi partikel besi nanopartikel lebih banyak ditemukan di daerah vena porta dibandingkan pada daerah vena sentralis (P < 0,05) pada hati tikus yang diberikan perlakuan nanopartikel magnetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan nanopartikel magnetik Fe3O4 dengan dosis 1 mL/kgBB tidak menyebabkan lesio yang signifikan pada hati dan tidak menimbulkan toksisitas. Nanopartikel dengan dosis 1 mL/kgBB dapat digunakan sebagai agen kontras, drug delievery, serta partikel dalam aplikasi biomedis lainnya.

Kata kunci : nanopartikel magnetik Fe3O4, ion besi, vena porta, vena sentralis,

hati

ABSTRACT ULFI NURUL FADLILAH. Histopathological Features of Rat’s (Rattus norvegicus) Liver After Injected With Chitosan-Coated Fe3O4 Magnetic Nanoparticles. Supervised by VETNIZAH JUNIANTITO and WAHONO ESTHI PRASETYANINGTYAS. Morphological studies on efficacy of magnetic nanoparticles are very limited. Recently, magnetic nanoparticles has been used as drug delivery material, contrast agent, and diagnostic application. This research was aimed to analyze the effect of chitosan-coated magnetic nanoparticle on rat’s liver structure and the distribution of nanoparticle iron ions in the liver. A total of 3 rats were injected by magnetic nanoparticle intravenously with dosage 1 mL/kgBB via coccygea vein. The liver histophatological was observation by staining Hematoksilin Eosin and Prussian Blue. The data were analysed descriptively and qualitatively. The microscopic view of liver in rats was injected magnetic nanoparticle did not show significant lesio. The liver in rats was injected magnetic nanoparticle only showed fatty microvacuola in hepatocyte areas. The fatty microvacuola is normal because it can be related with fat metabolism in the liver. The distribution of iron ions in the portal vein of treatment and control portion vein showed a marked difference with the Mann-Whitney test (P < 0,05), and the distribution of iron particles in the central vein area of treatment with the control vein showed no significant difference (P > 0,05).The distribution of nanoparticle iron was found more in portal vein area than centralis venous area (P < 0,05) in rat’s liver treated with magnetic nanoparticles. The result showed that the use of magnetic-nanoparticle with dosage 1mL/kgBB did not causes significant lesio in the liver and did not cause toxicity.Nanoparticles with doses 1 mL/kgBB can be used as contrast agent, drug delievery, and particle in biomedical applications. Key words : Fe3O4 magnetic nanoparticles, iron, porta vein, centralis vein, liver

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS

(Rattus norvegicus) SETELAH PEMBERIAN NANOPARTIKEL

MAGNETIK (Fe3O4) BERLAPIS KITOSAN

ULFI NURUL FADLILAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2018

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2017 sampai Maret 2018 ini berjudul Gambaran histopatologi hati tikus (Rattus norvegicus) setelah pemberian nanopartikel magnetik (Fe3O4) berlapis kitosan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Vetnizah Juniantito, PhD, APVet selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian serta telah banyak memberi saran dan masukan terkait dengan penulisan karya ilmiah dengan baik dan benar. Di samping itu, penghargaan Penulis sampaikan kepada Ibu Drh Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan masukan terkait penulisan, doa, serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Drh Tri Isyana Tungga Dewi, Staff Laboratorium Histopatologi FKH IPB, Ka Irham Abdul Aziz, SSi, dan PSTBM-BATAN yang telah membantu Penulis selama penelitian. Tidak lupa, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Engkus Kusdanar dan Ibu Janah Nurniawati selaku orang tua tercinta serta saudara kandung saya Rizki, Hilmi, Nadia, Aziz, Ibnu dan Albar yang telah memberi doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga Penulis ucapkan untuk teman sepenelitian saya (Noura dan Gita) yang telah membantu dalam penelitian dan teman-teman satu bimbingan akademik (Fikri dan Ang). Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada teman angkatan 51 Acynonix, teman kelas AA, Vela, Atika, Ismah, Elma SZ, sahabat saya (Anisa, Devi, Intan, Falah, Rizkaustar, Sayyid, Faiz, Igun, Agung, Rizal, dan Fanzi), keluarga An-nuur (Opi, Upah, Azhar, Fika), keluarga Jurnalistik, serta keluarga Alumni MAN 1 Sukabumi yang telah memberikan dukungan dan semangat hingga Penulis dapat menyelesaikan tahap ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Agustus 2018

Ulfi Nurul Fadlilah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2 Nanopartikel magnetik 2 Kitosan 2 Tikus (Rattus norvegicus) 3 Hati 4

METODE PENELITIAN 4 Waktu dan Tempat Penelitian 4 Bahan dan Alat 4 Pemberian Perlakuan 5 Isolasi Organ Hati 5 Pembuatan Preparat Histopatologi 5 Pewarnaan Hematoksilin Eosin 6 Pewarnaan Prussian Blue 6 Pengamatan Mikroskopis 6 Analisis Data 7

HASIL PEMBAHASAN 7 Gambaran Mikroskopis Hati dengan Pewarnaan HE 7 Penyebaran Ion Besi pada Hati Tikus 9 SIMPULAN DAN SARAN 11 Simpulan 11 Saran 11 DAFTAR PUSTAKA 12 LAMPIRAN 14 RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL

1 Skoring penyebaran partikel besi pada hati 6 2 Perbandingan distribusi partikel besi pada vena porta dan vena

sentralis di hati pada tikus yang diinjeksi nanopartikel magnetik dan aquabides.

9

DAFTAR GAMBAR

1 Histopatologi hati pada kelompok perlakuan dan kontrol 7 2 Perbandingan penyebaran ion besi pada vena sentralis dan vena

porta kelompok perlakuan dan kontrol. 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil skoring perlakuan nanopartikel 14 2 Hasil skoring kontrol (pemberian aquabides) 14

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nanoteknologi merupakan salah satu teknologi berbasis pengelolaan materi yang berukuran nanometer atau satu per miliar meter yang sedang banyak dikembangkan pada berbagai industri. Nanopartikel ini memiliki sifat yang terkenal sangat potensial sehingga bermanfaat dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang kedokteran (Rahmadani 2011). Salah satu jenis nanopartikel yang sedang banyak dikembangkan adalah nanopartikel magnetik. Hal tersebut karena nanopartikel magnetik berukuran sangat kecil, memiliki sifat supraparamagnetik, dan rendah toksisitas (Li et al. 2008). Nanopartikel magnetik biasanya terdiri atas elemen seperti nikel, besi, dan kobalt. Namun, elemen iron oxide (Fe3O4) merupakan salah satu elemen nanopartikel magnetik yang sudah diaplikasikan secara in vitro dalam dunia kedokteran dan bioteknologi selama hampir 40 tahun (Babadi et al. 2012). Penggunaan nanopartikel magnetik juga biasanya dilapisi oleh material seperti karbohidrat, protein, lemak, serta sintesis polimer. Pelapisan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya agregasi nanopartikel magnetik dan perubahan struktur dalam aplikasinya secara in vivo (Assa et al. 2017). Dewasa ini, kitosan menjadi material pelapis nanopartikel magnetik yang menjanjikan karena material ini merupakan poliaminosakarida yang bersifat biokompatibel dan bioaktif, serta memiliki kandungan kimia yang terdiri dari polikationik, hidrogel , dan gugus reaktif OH dan NH2 (Li et al. 2008). Penggunaan nanopartikel magnetik dalam kedokteran diklasifikasikan berdasarkan lokasi in vivo atau in vitro. Secara in vivo nanopartikel magnetik dapat diaplikasikan untuk terapi hipertermia, Drug Delivery Sistem (DDS), aplikasi diagnostik, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Secara in vitro, nanopartikel magnetik dapat diaplikasikan untuk uji diagnostik secara selektif, terapi anemia chronic kidney, serta penyakit muskuloskeletal (Assa et al. 2017). Pemberian nanopartikel magnetik biasanya dilakukan melalui injeksi ke pembuluh darah vena yang kemudian akan diarahkan menuju target organ spesifik oleh medan magnet eksternal (Wu et al. 2007). Menurut Babadi et al. (2012), nanopartikel magnetik yang masuk ke pembuluh darah kemudian akan terdistribusi dan banyak terakumulasi di dalam sel dan jaringan kanker. Distribusi nanopartikel magnetik paling banyak terdapat pada hati yaitu sekitar 80%-90%. Hal tersebut menimbulkan beberapa kekhawatiran mengenai keamanan nanopartikel dalam aplikasi biomedis. Salah satu kekhawatiran tersebut adalah kemungkinan adanya dampak nanopartikel terhadap organ. Hati merupakan organ yang berperan dalam menjaga homeostasis tubuh dan melibatkan interaksi dengan sebagian besar organ lainnya. Sel – sel pada hati membantu dalam sistem eksresi, mendetoksifikasi zat-zat yang beracun, serta membuang sisa-sisa metabolisme (Campbell et al. 2004). Aplikasi nanopartikel magnetik, terutama dalam bidang kedokteran diharapkan tidak memiliki efek yang dapat merusak organ. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nanopartikel magnetik dalam aplikasinya.

2

Tujuan Penelitian

Penetilian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nanopartikel magnetik berlapis kitosan terhadap struktur histopatologi organ hati tikus putih (Rattus

norvegicus) dan penyebaran ion besi nanopartikel pada organ hati. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi ilmiah mengenai efek nanopartikel magnetik berlapis kitosan terhadap hati. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan acuan yang berguna untuk penelitian yang lebih lanjut sehingga diharapkan penggunaan nanopartikel magnetik dalam dunia kesehatan maupun bidang lainya dapat dikembangkan lebih lanjut ke arah yang lebih baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Nanopartikel magnetik

Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel cair atau padat dengan ukuran antara 10-1 000 nm. Ukuran dan karakterisktik permukaan nanopartikel mudah dimanipulasi untuk mencapai target pengobatan sehingga penggunaan nanopartikel sebagai sistem pengantar terkendali obat sangat menguntungkan. Nanopartikel juga mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transport ke sasaran, dan obat dapat dimasukkan ke dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel dalam beberapa tahun terakhir banyak digunakan sebagai pendekatan secara fisik terhadap farmakokinetik dan farmakodinamis dalam jenis molekul obat. Nanopartikel sudah digunakan secara in vivo untuk melindungi masuknya obat ke sistem sirkulasi. Obat dihancurkan kemudian dilapisi atau ditanam ke dalam matriks nanopartikel (Mohanraj dan Chen 2006). Nanopartikel magnetik biasa digunakan sebagai bahan diagnostik dan agen terapi untuk aplikasi biomedis. Secara kuantitatif analisa biodistribusi dan farmakokinetik dapat dilakukan secara in vivo pada tikus (Gao et al. 2007).

Kitosan

Nanopartikel dari bahan polimer alam kitosan banyak diaplikasikan pada sistem penghantaran obat karena sifat-sifatnya yang istimewa seperti biokompatibel, biodegradabel, mukoadhesif dan meningkatkan permeabilitas (Mardliyati et al. 2012). Kitosan adalah polisakarida biodegradabel hasil ekstraksi cangkang Crustaceae seperti udang dan rajungan yang merupakan salah satu polimer kationik yang telah banyak digunakan. Kitosan sangat efektif mengikat

3

DNA dalam larutan saline atau larutan asam asetat dan melindungi DNA dari degradasi nuklease (Nugroho dan Anggrowati 2017).Kitosan adalah sebuah biopolimer yang terdiri atas β-(1-4)-2-asetamido-d-glukosa dan β-(1-4)-2-amino-d-glukosa. Material di dalam kitosan memiliki banyak kegunaan untuk pembentukan mikro/nanopartikel. Kitosan mampu mengatur pelepasan agen aktif, serta menghindari penggunaan bahan organik berbahaya. Kitosan mudah larut dalam cairan asam encer. Ikatan glikosidik pada kitosan adalah hemiasetal, dan tidak stabil dalam asam dan akan terhidrolisis dibawah kondisi asam, sehingga menyebabkan penurunan kekentalan dan berat molekul kitosan. Bahan kimia dan fisik kitosan tergantung pada berat molekul dan derajat deasitilasi (Assa et al. 2017).

Tikus (Rattus Norvegicus)

Genus Rattus terdiri dari 80 spesies, namun Rattus norvegicus merupakan salah satu genus yang sudah sering digunakan menjadi hewan laboratorium. Sebagian besar tikus memiliki berat 400-800 gram. Tikus jantan dewasa memiliki tubuh lebih besar dibandingkan dengan betina (Aspinal et al. 2015). Menurut Suckow et al. (2006), tikus putih dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Familia : Muridae Genus : Rattus Species : Rattus norvegicus

Tikus mulai didomestikasi pada abad 19. Proses domestikasi pada tikus terjadi melalui tiga proses yaitu, perubahan neoteni, modifikasi keseimbangan hormon sehingga mengurangi pertengkaran, dan mengurangi ukuran otak. Rattus

norvegicus memiliki ciri-ciri fisik seperti, ukuran badan yang besar, moncong tumpul, daun telinga yang kecil, ekor yang keras dan kokoh dibandingkan dengan tikus hitam (R.rattus). Rattus norvegicus ditemukan pertama kali di Europa pada abad ke-18 melalui Rusia. Spesies ini termasuk ke dalam spesies beriklim dingin (Mason 1984).

Tikus sangat terkenal dengan kesuburan reproduksinya. Dewasa kelamin terjadi pada hari ke-50 sampai 60 pada kedua jenis kelamin. Tikus betina termasuk ke dalam hewan poliestrus dengan 4-5 kali siklus estrus. Periode puncak ditandai dengan peningkatan aktivitas yang terjadi secara cepat. Hal tersebut dimulai di sore hari atau menjelang malam dan terjadi selama 12-18 jam. Ovum hidup sekitar 12 jam, sementara spermatozoa hidup dalam saluran betina sekitar 14 jam. Masa kebuntingan pada tikus sedikit beragam sekitar 22 hari (Mason 1984).

4

Hati

Hati merupakan organ yang berperan penting dalam proses metabolisme karbohidrat, lipid, protein. Selain itu, hati juga berperan dalam detoksifikasi obat dan hormon, ekresi bilirubin, sintesis garam empedu, penyimpanan, fagositosis, dan aktivasi vitamin D. Dalam proses metabolisme karbohidrat, hati sangat berperan penting dalam mengatur kadar normal glukosa darah. Peran hati dalam metabolisme lipid yaitu hepatosit menyimpan beberapa trigliserida yang akan dipecah menjadi asam lemak untuk digunakan sebagai ATP. Metabolisme protein pada hati dilakukan oleh hepatosit yang akan melakukan deaminasi dan memperoleh asam amino untuk digunakan sebagai ATP atau diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Hati dapat mendetoksifikasi materi seperti alkohol, obat-obatan, dan bahan kimia lainnya. Hati juga berfungsi dalam penyimpanan glikogen, vitamin A, B12, D, E, K, dan mineral (besi dan copper) yang akan dilepaskan dari hati jika tubuh membutuhkan. Fagositosis diperankan oleh sel Kupffer yang akan memfagosit sel darah merah tua, sel darah putih, dan beberapa bakteri (Tortora dan Derrickson 2011).

Histologi hati terdiri dari beberapa komponen yaitu, hepatosit, saluran empedu, dan sinusoid hepatik. Hepatosit adalah sel fungsional utama dalam hati dan berperan dalam proses metabolisme, sekresi, dan fungsi endokrin, Sel tersusun dari sel epitel dengan 5-12 sisi sekitar 80% dari total volume hati. Saluran empedu adalah saluran kecil yang menampung produksi empedu dan terletak di antara hepatosit. Empedu dari saluran empedu dilanjutkan ke duktus-duktus empedu menuju duktus empedu. Sinusoid hepatik terletak diantara deretan hepatosit yang menerima darah oksigenasi dari cabang arteri hepatik dan menerima darah kaya nutrisi dari vena porta hepatik. Sinusoid hepatik mengumpulkan dan menyalurkan darah ke vena centralis, lalu diteruskan ke vena hepatik yang kemudian disalurkan menuju vena cava inferior. Duktus empedu bersama-sama dengan cabang arteri hepatik dan cabang vena hepatik bersatu menjadi portal triad (Tortora dan Derrickson 2011).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2017 – Maret 2018 di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) FKH IPB dan Laboratorium Histopatologi bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH IPB.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, nanopartikel magnetik berlapis kitosan, enam ekor tikus (Rattus norvegicus ; umur sama ; bobot ± 250 gram ; jenis kelamin jantan) dengan nomor komite etik hewan FKH IPB

5

071/KEH/SKE/IX/2017, ketamin, xylazin, aquabides steril, formaldehida, Buffer

Neutral Formalin (BNF) 10%, entelan, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 96%), alkohol absolut I, alkohol absolut II, xylol I, xylol II, xylol III, blok paraffin, pottasium ferrocyanide 5%, larutan HCL 5%, dan aquades. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang tikus, peralatan bedah minor, gloves, masker, gelas objek, cover glass, mikrotom, tissue cassette, inkubator, dan mikroskop cahaya.

Prosedur Penelitian

Pemberian Perlakuan

Penelitian ini menggunakan enam ekor tikur jantan yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebanyak tiga ekor tikus kelompok perlakuan diberi nanopartikel magnetik dan sebanyak tiga ekor tikus kelompok kontrol diberi larutan aquabides steril. Nanopartikel magnetik dan aquabides steril diberikan secara injeksi melalui intravena pada vena coccygea dengan dosis injeksi sebanyak 1 mL/kgBB. Isolasi Organ Hati

Isolasi organ dilakukan setelah hari ke-28 pasca injeksi. Sebanyak enam ekor tikus dianestesi menggunakan ketamin 10% dengan dosis dosis 70 mg/mL dan xylazin 2% dengan dosis 8 mg/mL secara intravena melalui vena coccygea pada ekor tikus. Tikus yang telah teranestesi kemudian di euthanasia. Tikus yang telah di euthanasia kemudian dinekropsi dan dilakukan pengambilan organ hati. Hati tikus yang telah diambil, lalu dimasukan ke dalam larutan BNF 10%.

Pembuatan Preparat Histopatologi

Organ hati yang telah dikoleksi kemudian difiksasi dalam larutan BNF 10%. Proses selanjutnya yaitu trimming dengan memotong organ menjadi ukuran kecil. Organ yang sudah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam kaset. Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi jaringan di dalam alkohol bertingkat selama masing-masing 2 jam mulai dari konsentrasi alkohol 70%, 80%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, serta alkohol absolut II. Proses selanjutnya yaitu clearing dalam larutan xylol I,II, dan III selama masing-masing 40 menit. Clearing dilakukan untuk penjernihan jaringan. Proses selanjutnya embedding yaitu penanaman jaringan ke dalam paraffin cair, lalu ditunggu hingga membeku. Jaringan yang sudah tertanam pada blok paraffin kemudian dipotong dengan ketebalan 5-6 µm. Jaringan yang dipotong diambil secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam air hangat, lalu diangkat dan langsung diletakkan di atas gelas objek secara hati-hati. Sediaan kemudian dimasukan ke dalam inkubator bersuhu 60°C selama 24 jam. Preparat yang sudah terdapat jaringan kemudian diwarnai dengan pewarnaan Haematoksilin Eosin dan Prussian Blue. Pewarnaan Haematoksilin Eosin (HE) bertujuan untuk mengetahui gambaran kerusakan organ hati, sementara pewarnaan Prussian Blue bertujuan untuk mengetahui pernyebaran ion besi pada hati.

6

Pewarnaan Hematoksilin Eosin

Proses pewarnaan diawali dengan deparafinisasi yaitu dengan melakukan pencelupan preparat ke dalam larutan xylol III, II, I selama masing-masing tiga menit. Pencelupan selanjutnya ke dalam larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat mulai dari alkohol absolut I, II, III, alkohol 96%, 80%, dan 70% selama masing-masing tiga menit. Preparat kemudian dibilas dengan akuades selama satu menit. Preparat kemudian diwarnai dengan sediaan warna Mayer Hematoksilin selama 8 menit, lalu dibilas kembali dengan air selama 30 detik. Preparat kemudian dicelupkan ke dalam lithium karbonat sebanyak tiga kali dan dibilas kembali dengan air selama 2 menit. Selanjutnya, preparat diwarnai dengan pewarna Eosin selama 2-3 menit, lalu kembali dibilas dengan air selama 30-60 detik. Proses selanjutnya yaitu memasukan preparat sediaan ke dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat yaitu mulai dari alkohol 70%, 80%, 96% sebanyak 10 kali celupan, kemudian dicelupkan ke dalam alkohol absolut sebanyak 15 kali celupan. Selanjutnya preparat dicelupkan ke dalam larutan xylol I selama 1 menit, xylol II selama 2 menit, setelah itu preparat dikeringkan.

Pewarnaan Prussian Blue

Proses pewarnaan diawali dengan pemotongan organ pada blok parafin dengan ketebalan 5 µm, lalu dimasukan ke dalam inkubator. Sediaan warna Prussian Blue dibuat dengan mencampurkan pottasium ferrocyanide 5% ke dalam larutan HCL 5% dengan perbandingan 1:1. Preparat sediaan di deparafinisasi, setelah itu dicelupkan kedalam pewarna Prussian Blue selama 2x15 menit. Proses selanjutnya yaitu dehidrasi jaringan dengan memasukan preparat ke dalam larutan alkohol bertingkat dan di clearing dengan xylol. Setelah proses clearing, preparat dikeringkan lalu dilakukan proses mounting dengan meneteskan entellan pada gelas objek lalu ditutup dengan cover glass.

Pengamatan Mikroskopis

Preparat yang telah terbuat kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya. Parameter yang diamati pada pewarnaan HE meliputi, perubahan pada hepatosit, sinusoid, vena centralis, vena portal. Pengamatan pada preparat Prussian Blue dengan melihat dan membandingkan ditribusi ion besi pada kelumpok kontrol dan kelompok perlakuan nanopartikel magnetik.

Pengamatan distribusi nanopartikel magnetik pada sel yang positif berwarna biru pada pewarnaan Prussian Blue dilakukan dengan skoring secara kualitatif dengan melakukan skoring pada 15 lapang pandang. Penilaian skoring (Tabel 1), berdasarkan metode Gibson-Corley et al. (2013) dengan tipe skoring ordinal.

Tabel 1 Skoring penyebaran besi pada hati

Skor Keterangan 0 Tidak ada endapan besi pada sitoplasma, vena centralis, dan vena porta 1 <25% endapan besi pada sitoplasma, vena centralis, dan vena porta 2 25-50% endapan besi pada sitoplasma, vena centralis, dan vena porta 3 50-80 % endapan besi pada sitoplasma, vena centralis, dan vena porta 4 >80% endapan besi pada sitoplasma, vena centralis, dan vena porta

7

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui hasil pengamatan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data skoring Prussian Blue dianalisis dengan menggunakan uji Mann-Whitney dengan aplikasi Minitab.18.

HASIL PEMBAHASAN

Gambaran Mikroskopis Hati dengan Pewarnaan HE

Pengamatan struktur mikroskopis dilakukan dengan mengamati perubahan pada hepatosit, sinusoid, vena centralis, dan daerah vena porta. Berdasarkan pengamatan secara menyeluruh pada hati tikus kelompok kontrol yang hanya diberi aquabides tidak menunjukkan kerusakan baik pada vena sentralis, vena porta, hepatosit, dan sinusoid (Gambar 1A,C).

Gambar 1 Perbandingan gambaran histopatologi jaringan hati di sekitar vena porta pada kelompok kontrol (A) dan perlakuan (B), sekitar vena centralis pada kelompok kontrol (C) dan perlakuan (D). Gambaran histopatologi berupa adanya mikrovakuola lemak (panah a), hepatosit normal (panah b), sel Kuppfer (panah c), dan sinusoid (panah d). Pewarnaan HE

C

a

b c d

D

b

d

c a

B

b c

d

A

b

c d

8

Hasil pengamatan pada hati kelompok kontrol memperlihatkan hepatosit menyebar dari vena sentralis menuju ke perifer secara radier dan teratur. Hepatosit terlihat berbentuk poligonal dengan ukuran yang seragam serta inti sel masih terlihat jelas dan bulat, sementara itu sinusoid juga terlihat diantara parenkim hati dan saling berhubungan. Sel Kupffer juga dapat ditemukan di tepi sinusoid. Namun, pada sekitar vena centralis dapat pula ditemukan vakuola kecil di dekat inti sel.

Pengamatan pada histopatologi hati tikus kelompok perlakuan secara keseluruhan dengan injeksi nanopartikel magnetik Fe3O4 tidak ditemukan kerusakan yang signifikan. Gambaran secara mikroskopis (Gambar 1B,D) memperlihatkan bahwa hepatosit pada tikus perlakuan masih memiliki inti bulat dan jelas dengan ukuran yang seragam dan ditemukan mikrovakuola lemak. Sinusoid juga masih dapat terlihat diantara parenkim hati dengan sel Kupffer yang berada di tepi. Adanya mikrovakuola lemak yang terlihat pada hati hewan merupakan sesuatu yang dapat dianggap normal. Hal tersebut berhubungan dengan metabolisme lemak pada hati. Hati merupakan salah satu organ yang berfungsi sebagai tempat metabolisme lemak (Kumar et al. 2013). Metabolisme lemask tersebut terdiri dari produksi dan degradasi plasma lipid seperti kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan lipoprotein. Kolesterol disintesis, disekresi, dan didegradasi oleh hepatosit. Hepatosit juga dapat mensintesis asam lemak ketika kelebihan energi, serta dapat pula mengoksidasi asam lemak menjadi energi ketika dibutuhkan (Zachary 2017). Labhasetwar et al. (2007), pada penelitiannya menyatakan bahwa injeksi nanopartikel magnetik iron oxide tidak menyebabkan perubahan jangka panjang baik pada level enzim, maupun level stress oxidatif. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Azis (2017), yang memperlihatkan bahwa penggunaan nanopartikel magnetik dengan dosis 1mL/kgBB tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap fungsi hati yang dilihat dari hasil biokimia darah meliputi bilirubin, albumin, globulin, ALT,dan ALP yang masih dalam rentang normal.

Toksisitas suatu nanopartikel tergantung pada beberapa faktor meliputi, ukuran partikel, konsentrasi, komposisi kimia, rute administrasi, biodistribusi, bentuk, struktur, dan modifikasi nanopartikel (Assa et al. 2017). Selain itu, adanya pelapisan nanopartikel oleh kitosan juga mempengaruhi sifat biodistribusi. Kitosan merupakan polimer yang bersifat biokompatibel, biodegradabel, serta tidak toksik. Kitosan berasal dari bahan alam yang larut air sehingga cenderung tidak memiliki efek toksik jika diaplikasikan sebagai penghantar obat dan terapi biomedis (Thiyaboochai 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel magnetik besi berlapis kitosan dengan dosis 1mL/kgBB tidak menimbulkan lesio signifikan pada struktur hati karena sifat biokompatibel material ini yang menyebabkan nanopartikel magnetik berlapis kitosan ini tidak memiliki efek toksik yang berat jika diaplikasikan secara in vivo.

9

Penyebaran Ion Besi pada Hati Tikus

Penyebaran ion besi nanopartikel pada hati tikus dapat diamati dengan melakukan pewarnaan Prussian Blue. Menurut Sprague et al. (2003), pewarnaan Prussian Blue merupakan pewarnaan yang dapat digunakan untuk mendeteksi akumulasi zat besi dalam hepatosit. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan penyebaran ion besi pada hati kontrol dan perlakuan. Tabel 2 menunjukkan analisis dari hasil skoring. Tabel 2 Hasil perbandingan sebaran ion besi di vena porta dan vena centralis

pada kelompok kontrol dan perlakuan

Kontrol Perlakuan P C P C

Rata-rata 2.22±1.15 1.73±1.07 2.64 ± 1.03a,b 1.44 ± 0.66 Keterangan: a = terdapat perbedaan nyata antara kelompok perlakuan dan kontrol (P<0.05) b = terdapat perbedaan nyata antara vena porta dengan vena centralis pada kelompok perlakuan (P<0.05) P = vena porta C = vena centralis

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, hasil (Tabel 2) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara kedua perlakuan (P<0.05), sehingga ion besi pada tikus di daerah vena porta yang diberi perlakuan nanopartikel magnetik Fe3O4 lebih banyak ditemukan dibandingkan ion besi pada hati tikus yang hanya diberikan aquabidest. Hal tersebut diperkuat dengan gambaran mikroskopik (Gambar 2A,B) yang memperlihatkan bahwa ion besi yang ditunjukkan dengan warna biru pada pewarnaan Prussian Blue ditemukan lebih banyak di daerah vena porta pada perlakuan dibandingkan daerah vena porta pada kontrol. Hasil penyebaran ion besi (Tabel 2) pada daerah vena centralis (Gambar 2C,D) menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0.05). Ion besi pada daerah vena centralis perlakuan hampir memiliki penyebaran yang sama pada daerah vena centralis kontrol. Hal tersebut dapat terjadi karena vena centralis merupakan zona 3 pada lobus hati, sehingga menyebabkan konsentrasi ion besi nanopartikel sama dengan ion besi hasil metabolisme normal tubuh pada daerah vena centralis. Menurut Zachary (2017), zona 3 adalah zona terdekat menuju ke terminal vena hepatik (vena centralis) serta menerima sedikit darah yang mengandung oxygen. Hasil yang diperoleh (Tabel 2) membuktikan bahwa nanopartikel magnetik Fe3O4 sampai menuju ke organ. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Babadi et

al. (2012), bahwa nanopartikel magnetik yang masuk ke pembuluh darah akan terdistribusi dan banyak terakumulasi di dalam sel, termasuk sel hati. Zachari (2017) menyatakan bahwa hati berfungsi sebagai organ yang melakukan metabolisme xenobiotik (zat asing) yang dilakukan dengan mengonversi zat asing ke bentuk yang larut dalam air untuk dapat dieleminasi dari tubuh.

10

Gambar 2 Perbandingan penyebaran besi (warna biru) pada daerah vena porta kontrol (A) perlakuan (B). Perbandingan penyebaran besi pada daerah vena centralis kontrol (C) perlakuan (D). Pewarnaan Prussian Blue.

Nanopartikel yang diinjeksikan dan masuk ke aliran darah akan didegradasi oleh monosit-makrofag sistem (Tseng et al. 2012). Monosit-makrofag sistem pada hati yaitu berupa sel Kupffer yang terdapat pada lumen sinusoid. Sel Kupffer berperan dalam melakukan pembersihan agen infeksius, sel yang menua seperti eritrosit, material tertentu, dan substansi lainnya (Zachary dan McGavin 2012). Nanopartikel yang masuk ke hati didegradasi oleh makrofag di jaringan menjadi ion ferric (Fe3). Ion ferric kemudian akan berikatan dengan transferrin di dalam plasma darah sehingga meningkatkan konsentrasi besi di dalam serum. Selanjutnya ion ferric akan ditransportasikan menuju ke organ. Ion tersebut kemudian disimpan sebagai ferritin di hati (Tseng et al. 2012). Konsentrasi ion besi pada perlakuan dapat berasal dari hasil degradasi nanopartikel yang bercampur dengan ion besi normal dalam tubuh sehingga meningkatkan konsentrasi ion besi dalam darah.

Hasil pengamatan menunjukkan pula bahwa ion besi juga tersebar di hati tikus kontrol. Hal tersebut karena besi merupakan unsur mineral yang paling melimpah pada mamalia. Engelking (2015) menyatakan bahwa sekitar 70% besi di dalam tubuh akan terikat dengan hemoglobin, dan sebagian besarnya lagi akan disimpan dalam bentuk ferritin di dalam jaringan, terutama pada hati, limpa, dan sumsum tulang. Fungsi utama besi dalam tubuh normal melibatkan transportasi

C D

A B

11

oksigen dalam darah dan otot, dan transfer elektron yang berkaitan dengan metabolisme energi. Ion besi juga menjadi komponen yang berguna di dalam sitokrom dan menjadi molekul pengikat oksigen serta berbagai macam enzim. Berdasarkan hasil (Tabel 2) memperlihatkan bahwa penyebaran ion besi pada kelompok perlakuan di daerah vena porta dengan vena centralis menunjukan terdapat perbedaan yang nyata. Distribusi ion besi pada kelompok perlakuan sekitar daerah vena porta memiliki konsentrasi lebih banyak dibandingkan pada daerah sekitar vena centralis (Gambar 2B,D).

Hasil yang memperlihatkan bahwa ion besi lebih banyak ditemukan pada daerah vena porta dapat terjadi karena aliran darah masuk pertama kali melalui pembuluh darah yang berada di segitiga porta. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa nanopartikel masuk pertama kali melalui pembuluh darah dan terdegradasi di daerah porta yang menerima lebih banyak darah oksigenasi dibandingkan pada daerah vena centralis. Zachary (2017) menyebutkan sebanyak 70-80% aliran darah pertama kali masuk menuju hati melalui vena porta atau arteri hepatik yang terdapat pada segitiga porta. Darah porta dan darah arteri hepatik kemudian akan bercampur di dalam sinusoid, kemudian disalurkan ke vena centralis dan secara cepat menyebar menuju ke vena sublobular hingga vena hepatik. Lobulus hati terdiri dari tiga zona. Zona 1 atau disebut juga zona periportal adalah zona yang dekat dengan aliran darah afferent yang berasal dari arteri hepatik dan vena porta. Zona 2 adalah zona peripheral atau disebut juga midzonal yang merupakan zona diantara zona 1 dan zona 3. Zona 3 disebut juga zona sentrilobular yaitu zona yang menerima paling sedikit darah oksigenasi sehingga paling beresiko terhadap hipoxia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penyebaran ion besi nanopartikel lebih banyak ditemukan pada daerah vena porta perlakuan. Pemberian nanopartikel magnetik dengan dosis 1 mL/kg BB tidak menyebabkan lesio yang signifikan pada hati. Dengan demikian, penggunaan nanopartikel magnetik dengan dosis 1 mL/kg BB tidak menunjukkan toksisitas sehingga aman untuk diaplikasikan sebagai material terapi dalam kedokteran.

Saran

Saran berupa perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai distribusi nanopartikel besi dengan menggunakan uji lain yang lebih spesifik. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang lebih besar untuk mengetahui tingkat keamanan pada berbagai dosis nanopartikel magnetik.

12

DAFTAR PUSTAKA

Aspinall V, Cappello M, Philips C. 2015. Introduction to Veterinary Anatomy and

Physiology. 3th Ed. London (UK) : Elsevier Academic Press. Assa F, Jafarizadeh MH, Ajamein H, Vaghari H, Anarjan N, Ahmadi O, Berenjian

A. 2017. Chitosan magnetic nanoparticles for drug delivery systems. Critical Reviews Biotechnology. 37(4) : 492-509.

Azis IA. 2017. Uji in vivo nanopartikel magnetik berlapis kitosan pada profil darah tikus. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Babadi VY, Najafi L, Najafi A, Gholami H, Zarju MEB, Golzadeh J, Amraie E, Shirband A. 2012. Evaluation of iron oxide nanoparticles effects on tisue and enzymes of liver in rats. Journal of Pharmaceutical and Biomedical

Sciences. 23(4) : 1-5. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biologi Jilid 3. Edisi Kelima.

Jakarta (ID) : Erlangga. Engelking LR. 2015. Textbook of Veterinary Physiological Chemistry. 3rd

Edition. San Diego (US): Elsivier Inc. Gao L, Zhuang J, Nie L, Zhang J, Zhang Y, Gu N, Wang T, Feng J, Yang D,

Perrett S, Yan X. 2007. Intrinsic peroxidase-likeactivity of ferromagnetic nanoparticles. Natural Nanotechnology. 2: 577−583.

Gibson-Corley KN, Olivier AK, Meyerholz DK. 2013. Principles for valid histopathologic scoring in research. Vet Pathol. 50(6): 1-22.

Kumar V, Abbas AK, Aster JC. 2013. Robbins Basic Pathology. 9th Ed. Philadelphia (US) : Elsivier Saunders.

Labhasetwar V, Leslie-Pelecky D, Jain T. 2007. Multifunctional magnetikc nanopartikel for imaging and drug delivery. Unemed The Science of

innovation. [Internet]. [diunduh 2018 Jan 03]. Tersedia pada: https://pdfs.semanticscholar.org/e78d/baa737c2452b9346e175797e5e94043e9703.pdf

Li GY, Huang KL, Jiang YR, Ding P, Yang DL. 2008. Preparation and characterization of carboxyl functionalization of chitosan derivate magnetic nanoparticles. Biochemical Engineering Journal. 40: 408- 414.

Mardliyati E, Muttaqien SE, Setyawati DR. 2012. Sintesis Nanopartikel Kitosan-Trypolyphosphate dengan metode gelasi ionik : pengaruh konsentrasi dan rasio volume terhadap karakteristik partikel. Di dalam : Prosiding

Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dn Tekhnologi Bahan; 2012 Okt 3; Serpong. Serpong (ID) : BPPT. hlm 90.

Mason IL. 1984. Evolution of Domesticated Animal. New York (US) : Longman Inc.

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanopartikel : A Review. Tropical Journal of

Pharmaceutical Research. 5(1): 561-573 Nugroho ED, Anggrowati R. 2017. Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi).

Yogyakarta (ID) : Deepublish. Rahmadani M. 2011. Sintesis dan karakteristik nanopartikel magnetik (Fe3O4)

berbasis batuan besi. [skripsi]. Padang (ID): Program Studi Fisika FMIPA Universitas Andalas.

13

Sprague WS, Hackett TB, Johnson JS, Swardson-Olver CJ. 2003. Hemochromatosis secondary to repeated blood transfusions in a dog. Vet. Pathol. 40(3) : 334-337.

Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat. London (UK): Elsevier Academic Press.

Thiyaboochai W. 2003. Chitosan nanoparticles : a promising system for drug delivery. Naresuan University Journal. 11(3): 51-66.

Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy & Physiology. 13th Edition. United States (US) : John Wiley & Sons, Pte Ltd

Tseng WKM Chieh JJ, Yang YF, Chiang CK, Chen YL, Yang SY, Horng HE, Yang HC, Wu CC. 2012. A noninvasive method to determine the fate of Fe3O4 nanoparticles following intravenous injection using scanning squid biosusceptometry. Plos One. 7(11) :

Wu T, Hua MY, Chen JP, Wei KC, Jung SM, Chang YJ, Jou MJ, Ma YH. 2007. Effects of externa magnetic field on biodistribution of nanoparticles : A histological study. Journal of Magnesium and Magnetic Material. 311 : 372-375.

Zachary JF dan McGavin MD. 2012. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Fifth Edition. St.Loius Missouri (US) : Elsevier.

Zachary JF.2017. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Sixth Edition. St.Loius Missouri (US) : Elsevier.

14

LAMPIRAN

Tabel 4. Hasil skoring perlakuan nanopartikel magnetik

Tabel 5. Hasil skoring kontrol (pemberian aquabides)

Lapang pandang

T1 T2 T5 V.Porta V.centralis V.Porta V.centralis V.Porta V.centralis

40 40 40 40 40 40 1 3 3 3 1 2 2 2 3 1 4 1 1 2 3 2 1 4 1 3 1 4 1 1 4 1 3 2 5 1 1 4 1 2 2 6 3 1 2 1 1 2 7 1 2 4 1 3 1 8 3 1 4 3 1 1 9 2 1 3 2 3 1

10 3 1 3 2 3 2 11 3 1 4 1 3 2 12 1 1 3 2 2 1 13 1 1 4 1 2 1 14 3 2 2 1 2 3 15 4 1 2 1 4 3

Rataan 2 1 3 1 2 2

Lapang pandang

T3 T4 T7

V.Porta V.centralis V.Porta V.centralis V.Porta V.centralis

40 40 40 40 40 40 1 3 1 3 3 1 1 2 2 1 3 2 3 1 3 1 2 2 1 2 3 4 1 1 1 1 4 3 5 4 1 3 2 1 0 6 1 1 0 1 1 1 7 1 1 2 2 2 1 8 4 1 3 1 1 3 9 3 4 1 2 2 1

10 3 4 1 1 4 2 11 4 4 1 1 3 1 12 4 4 1 1 4 1 13 3 3 2 1 3 3 14 3 3 1 1 2 1 15 3 3 1 1 2 1

Rataan 3 2 2 1 2 2

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 26 Mei 1996 dari ayah Engkus

Kusdanar dan Ibu Janah Nurniawati. Penulis adalah putri ketiga dari tujuh bersaudara. Tahun 2014 penulis lulus dari MAN 1 Kota Sukabumi, serta pada tahun yang sama melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Anatomi Veteriner 1 FKH pada tahun 2015/2016, asisten praktikum Ilmu Tekhnologi Reproduksi pada tahun 2016/2017 dan 2017/2018. Penulis juga aktif sebagai sekretaris departemen Kajian Strategis dan Advokasi (KASTRAD) BEM FKH IPB tahun 2016/2017, anggota Himpunan Profesi (Himpro) Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (HKSA), anggota organisasi mahasiswa daerah Sukabumi (IKAMASI), serta menjadi staff divisi eksternal Himpro HKSA pada tahun 2015/2016 dan 2016/2017.

Penulis juga aktif dalam beberapa lomba di tingkat mahasiswa. Penulis pernah menjadi juara 3 lomba voli pada Olimpiade Veteriner (2016), juara 1 lomba bussines plan pada Protein Day (2017), finalis 30 besar lomba karya tulis ilmiah di Jember (2017), finalis Youth Animal Science Paper Competition Japan, dan lolos pendanaan PKM KEMEMRISTEKDIKTI tahun 2018.