GAMBARAN HEMATOLOGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL...
Transcript of GAMBARAN HEMATOLOGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL...
1
GAMBARAN HEMATOLOGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA
FATIMAH MUCHTAR
N121 09 531
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
2
GAMBARAN HEMATOLOGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
FATIMAH MUCHTAR N111 09 531
PROGRAM KONSENTRASI TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2013
3
GAMBARAN HEMATOLOGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA
FATIMAH MUCHTAR
N121 09 531
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
NIP. 19460614 197503 1 001 Prof. Dr. Tadjuddin Naid, M.Sc.,Apt.
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
NIP. 19630817 199503 1 001 Dr. Agus Alim Abdullah, Sp.PK (K)
NIDN 00-2502-4201 Dra Jeanny Wunas, MS.,Apt.
Pada tanggal Juli 2013
iii
4
PENGESAHAN
GAMBARAN HEMATOLOGI PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISA
Oleh
FATIMAH MUCHTAR N121 09 531
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 30 Juli 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Usmar, S.Si., M.Si.,Apt. …… …………........
2. Sekretaris : Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si.,Apt. ..………..…...
3. Anggota : Drs. H. Syaharuddin, M.Si.,Apt. …..…………………
4. Ex. Officio : Prof. Dr. H. Tadjuddin Naid, M.Sc.,Apt. ..…………….
5. Ex. Officio : dr. Agus Alim Abdullah, Sp.Pk(K) ………………
6. Ex. Officio : Dra. Jeanny Wunas, MS.,Apt. .....................
Mengetahui : Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA.,Apt. NIP. 19560114 198601 2 001
iv
5
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya
saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juli 2013
Penyusun,
Fatimah Muchtar
v
6
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian gambaran hematologi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di laboratorium hematologi di rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran hematologi darah rutin pada penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel whole blood yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Sampel whole blood diperiksa dengan metode fotometri menggunakan alat sysmex XT 2000i. Jumlah sampel sebanyak 35 yang seluruhnya merupakan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Hasil penelitian diperoleh rata-rata pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa menderita anemia dengan penurunan eritrosit 3,01 jt/µl, hemoglobin 8,3 g/dl dan hematokrit 25,2%. Leukositosis dengan peningkatan jumlah leukosit 13,18 10³/µl.
vi
7
ABSTRACT
The study of the hematologic complete blood count of chronic renal failure patients undergoing hemodialysis has been done in the hematology laboratory at the hospital of Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. The objective of this study was to determine how the image on the routine blood hematology of chronic renal failure undergoing hemodialysis. This study was an observational study with cross sectional approach using whole blood samples were taken from patients who have met the criteria of the study sample. Whole blood samples were examined using blood count analysis method with Sysmex XT 2000i. The total sample of 35 who were all chronic renal failure patients undergoing hemodialysis. The results showed in patients with chronic renal failure undergoing hemodialysis with anemia condition experienced a decrease of erythrocyte to 3.01 106/mL, hemoglobin to 8.3 g/dl and hematocrit to 25.2%. Leukocytosis with an increased count of leukocytes to 13.18 10³/mL.
vii
8
UCAPAN TERIMA KASIH
Segenap puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah yang senantiasa memberikan
kekuatan, kesehatan dan telah mempercayakan penulis untuk
mengerjakan studi dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh
karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setingi-tingginya kepada:
1. Ayahanda H. Muchtar dan Ibunda Hj. Darna, terima kasih atas semua
kasih sayang, jerih payah yang telah diberikan serta kebesaran hati
dalam memberikan doa, motivasi serta semangat selama penulis
menempuh pendidikan di Farmasi Unhas. Dan tidak lupa kepada
kakak-kakak ku Aswar M, S.si serta Firman Muchtar yang selalu
memberikan dukungan kepada saya.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA, Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr.Gemini Alam, Apt, Wakil
Dekan II Prof. Dr.rer.nat Marianti A. Manggau, Apt,dan Wakil Dekan III
Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si, Apt .
3. Pembimbing utama Prof.Dr.H. Tadjuddin Naid, M.Sc, Apt, pembimbing
pertama dr. Agus Alim Abdullah, Sp.PK (K), dan pembimbing kedua
Dra. Jeanny Wunas, M.Si, Apt.
viii
9
4. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan
Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, M. Pharm. Sc,Ph.D, Apt
beserta seluruh staf atas segala fasilitas yang diberikan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
5. Bapak Prof.Dr.H. Tadjuddin Naid, M.Sc, Apt selaku Penasihat
Akademik, terima kasih atas bimbingan dan arahan yang diberikan
selama menjalani perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
terima kasih atas perhatian, dan dorongan serta semangat yang
diberikan.
7. Untuk sahabat lolypopku tersayang, Yuyun, ucha, Madel, Jeany dan
Novhy, terima kasih atas kebersamaan, semangat serta masukannya
selama ini.
8. Teman-teman spir09raph, Nikma, Yanti, Fenti, Rizka, Ulla, Iky, k’Susi,
Rabi, Vifi, Ayu, dan teman- teman yang lain, harus selalu semangat.
Jalan yang kita tempuh untuk mencapai titik tertinggi nantinya masih
memerlukan perjuangan yang sangat besar.
9. Seluruh staf Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo, terima kasih atas
segala bantuannya.
ix
10
Terima kasih yang sama Penulis ucapkan kepada semua pihak
yang tidak dapat disebutkan, semoga Allah selalu mengingat kebaikan
kita semua. Akhirnya semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Makassar, Juli 2013
Fatimah Muchtar
x
11
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL ..................................................................... i
HALAMAN PENUNJUK SKRIPSI ................................................. . ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................ . iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................... . iv
HALAMAN PERNYATAAN........................................................... .. v
ABSTRAK ..................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
I.1. Latar Belakang .......................................................... 1
I.2. Rumusan Masalah ...................................................... 3
I.3. Tujuan Penelitian ........................................................ 3
I.4. Manfaat Penelitian ...................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 4
II.1 Tinjauan Umum Ginjal ................................................ 4
II.1.1 Anatomi dan fisiologi ginjal normal........................... 4
II.1.2 Kriteria dan klasifikasi penyakit ginjal kronik............ 6
II.1.3 Gagal Ginjal Kronik .................................................. 8
II.1.4 Gambaran Klinis....................................................... 9
xi
12
II.1.5 Gambaran Laboratoris.............................................. 10
II.1.6 Gambaran Radiologis............................................... 10
II.2 Tinjauan umum Hemodialisis....................................... 10
II.2.1 Pengertian Hemodialisis........................................... 10
II.3 Tinjauan Umum Darah................................................. 13
II.3.1 Pengertian Darah...................................................... 13
II.3.2 Volume Darah........................................................... 13
II.3.3 Fungsi Darah............................................................ 14
II.3.4 Pembentukan Sel Darah…………............................ 15
II.4 Tinjauan Umum Eritrosit.............................................. 15
II.5 Tinjauan Umum Hemoglobin....................................... 16
II.5.1 Pengertian Hemoglobin............................................ 16
II.5.2 Struktur Hemoglobin................................................. 16
II.5.3 Pembentukan Hemoglobin....................................... 17
II.5.4 Sintesis Hemoglobin................................................. 17
II.5.5 Fungsi Hemoglobin................................................... 18
II.6 Tinjauan Umum Trombosit.......................................... 19
II.6.1 Pengertian trombosit................................................. 19
II.6.2 Proses pembentukan trombosit................................ 19
II.6.3 Struktur trombosit..................................................... 20
II.6.4 Fungsi trombosit....................................................... 21
II.7 Tinjauan Umum Leukosit............................................. 24
II.7.1 Pengertian leukosit................................................... 24
xii
13
II.7.2 Jenis leukosit........................................................... 25
II.7.3 Reaksi inflamasi........................................................ 28
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ........................................ 31
III.1 Desain Penelitian ...................................................... 31
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................... 31
III.3 Populasi Penelitian ................................................... 31
III.4 Perkiraan Jumlah Sampel .......................................... 31
III.5 Kriteria Sampel .......................................................... 32
III.6 Definisi Operasional................................................... 32
III.7 Alat dan Bahan Penelitian......................................... 33
III.7.1 Alat-alat yang digunakan......................................... 33
III.7.2 Bahan-bahan yang diginakan.................................. 33
III.8 Prosdur Kerja.............................................................. 33
III.8.1 Pengambilan darah sampel...................................... 33
III.8.2 Persiapan sampel.................................................... 34
III.8.3 Pemeriksaan Hematologi Darah Rutin.................... 34
III.9 Pembacaan Hasil....................................................... 35
III.10 Analisis Data............................................................ 35
III.11 Kerangka Teori......................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 37
IV.1 Hasil Penelitian ........................................................ 37
IV.2 Pembahasan ............................................................ 39
xiii
14
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 44
V.1 Kesimpulan ............................................................... 44
V.2 Saran ......................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 45
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................ 47
xiv
15
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan umur.......................................................................................... 37
2. Gambaran rata-rata kadar eritrosit berdasarkan umur dan jenis kelamin ........................................................................... 37 3. Gambaran rata-rata kadar leukosit berdasarkan umur dan jenis kelamin ............................................................................ 38 4. Gambaran rata-rata kadar trombosit berdasarkan umur dan jenis kelamin.............................................................................. 38 5. Gambaran rata-rata kadar hemoglobin berdasarkan umur dan jenis kelamin ............................................................................ 38 6. Gambaran rata-rata kadar hematokrit berdasarkan umur dan jenis kelamin….......................................................................... 39
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal secara progresif dengan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG) kurang dari 60 ml/min selama kurang lebih 3 bulan, disertai
akumulasi produk pembuangan metabolisme protein di dalam darah.
Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang dan
berat. Penderita gagal ginjal kronik mungkin hanya menunjukkan
beberapa gejala sampai terjadi penurunan LFG <15 ml/min (sekitar 10%
dari fungsi normal).(1,2)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah salah satu masalah kesehatan
saat ini, karena selain insidensi dan prevalensinya yang semakin
meningkat, juga pengobatan pengganti ginjal yang harus dijalani oleh
penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Di
seluruh dunia pada tahun 1996 diperkirakan sekitar satu juta orang
penderita GGK menjalani pengobatan pengganti ginjal (hemodialisis,
dialisis peritoneal atau transplantasi), dimana jumlah ini akan meningkat
menjadi dua juta orang pada tahun 2011. Dari jumlah ini 70% berada di
negara-negara yang secara sosial-ekonomi telah maju dan mempunyai
program asuransi kesehatan yang mencakup hampir seluruh
masyarakatnya. (3)
Dilaporkan penyakit gagal ginjal kronik bervariasi yaitu sekitar 20%
di Jepang dan di Amerika Serikat, 6,4% sampai 9,8% di Taiwan, 2,6%
2
sampai 13,5% di Cina, 17,7% di Singapura, dan 1,6% sampai 9,1% di
Thailand. Survei komunitas yang dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi
Indonesia menunjukkan 12,5% populasi sudah mengalami penurunan
fungsi ginjal. (4)
Pada gagal ginjal kronik banyak komplikasi yang terjadi salah satu
di antaranya adalah terjadinya anemia. Anemia pada GGK terjadi karena
produksi eritropoetin pada ginjal yang mengalami penurunan ,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendrungan
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran
gastro intestinal. Fungsi eritropoetin adalah untuk menstimulasi sumsum
tulang dalam pembentukan sel darah merah. (5,6)
Untuk itu diperlukan pemeriksaan hematologi pada GGK seperti
pemeriksaan eritosit, leukosit, trombosit, hemoglobin dan hematokrit.
Eritrosit merupakan sel yang terbanyak di dalam darah yang di produksi di
sumsum tulang. Leukosit merupakan sel darah putih yang berfungsi
sebagai pertahanan tubuh dari benda dan sel asing juga berfungsi
membawa makanan dari tempat penyerapan keseluruh tubuh, membawa
bahan buangan dalam darah, yang diproduksi dalam sumsum tulang.
Trombosit atau platelet yang berfungsi penting dalam usaha tubuh
mempertahankan keutuhan jaringan jika terjadi luka. Hemoglobin
merupakan molekul protein dalam sel darah merah yang befungsi
membawa dan mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh sel
di berbagai jaringan. (7)
3
Bardasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah gagal ginjal kronik dapat mempengaruhi
jumlah kadar dari berbagai aspek hematologi seperti eritrosit, leukosit,
trombosit, hemoglobin, dan hematokrit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran
hematologi pada penyakit gagal ginjal kronik.
Manfaat penelitian ini adalah untuk memperluas atau menambah
pengetahuan ilmiah tentang penyakit GGK dan pemeriksaan hematologi
darah rutin pada GGK.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Umum Ginjal
II.1.1 Anatomi dan fisiologi ginjal normal
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal
memiliki berat kurang lebih 125 g, panjang kira-kira 12 cm, terletak pada
posisi lateral vertebra torakalis bawah, organ ini terbungkus oleh jaringan
ikat tipis yang dikenal dengan kapsula renalis.
Ginjal terbagi menjadi bagian eksternal yang disebut korteks dan
bagian internal yang disebut medula. Urin terbentuk dari unit-unit
fungsional ginjal yang disebut nefron. Pada manusia setiap ginjal tersusun
dari kurang lebih 1 juta nefron. Nefron tersusun atas sebuah glomarulus
dan tubulus. Urin yang terbentuk dari nefron ini akan mengalir ke dalam
duktus pengumpul dan tubulus renal dan kemudian menyatu untuk
membentuk pelvis ginjal. Setiap pelvis ginjal akan membentuk ureter yang
akan mengalirkan urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih
merupakan organ berongga yang terletak disebelah arterior tepat
dibelakang os pubis. Kandung kemih mempunyai kapasitas 600-1000 ml
urin dalam satu waktu. Uretra kemudian akan megalirkan urin dari
kandung kemih keluar tubuh pada saat buang air kecil/urinasi.
Ginjal adalah organ vaskular. Tiap ginjal mempunyai arteri renalis
dan vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis akan
mensuplai darah yang teroksigenasi menuju ginjal dan vena renalis akan
4
5
mengeluarkan darah yang melewati ginjal dan telah bersih dari produk
sampah tubuh kembali ke dalam vena kava interior.
Fungsi ginjal:
1. Membersihkan darah dan mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
2. Mengatur keseimbangan kadar kimia darah dalam tubuh.
3. Mengatur keseimbangan cairan elektrolit.
4. Mengeluarkan hormon yang mengatur tekanan darah. Ginjal
memproduksi hormon yang disebut erytropoetin yang menstimulasi
produksi sel darah merah dan juga memproduksi hormon calcitrial
untuk menjaga agar tulang tetap sehat.(1)
Cara kerja ginjal:
Darah yang mengandung produk sampah tubuh
Arteri Renalis
Ginjal Nefron
Filtrasi
Absorbsi Sekresi Ekskresi Vena renalis Ureter Darah ‘bersih’
Urin bersama produk sampah
Kandung kemih
6
II.1.2 Kriteria dan klasifikasi penyakit ginjal kronik
1. Kriteria penyakit ginjal kronik
a. Kerusakan ginjal setidaknya selama 3 bulan atau lebih yang
didefenisikan sebagai abnormalitas struktural dan fungsional ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus.
b. LFG yang kurang dari 60 ml/menit/1,73 m² lebih dari 3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik
Klasifikasi didefenisikan berdasarkan derajat penurunan LFG dimana
stadium yang lebih tinggi memiliki nilai LFG lebih rendah.
Stadium Penjelasan LFG (ml/menit/1,73m²)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15-29
5 Gagal ginjal tahap akhir < 15 atau dialisis
3. Gagal ginjal
a. Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal secara
mendadak pada ginjal yang sebelumnya dalam keadaan normal dan
pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi dialisis.
b. Gagal ginjal kronik yang belum perlu dialisis adalah penyakit ginjal
kronik yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG 15-30
7
ml/menit. Pasien dapat pengobatan berupa diet dan medikamentosa
(substitusi) agar fungsi ginjal dapat dipertahankan dan tidak terjadi
akumulasi toksin metabolisme dalam tubuh.
c. Gagal ginjal terminal (GGT) yang mulai perlu dialisis adalah penyakit
gagal ginjal yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG <15
ml/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun
sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh yang disebut sebagai
uremia. Pada keadaan uremia diperlukan terapi pengganti ginjal untuk
mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh
sehingga tidak terjadi gejala yang berat.
Tahapan gagal ginjal kronik dapat dibagi menurut beberapa cara
antara lain dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal
ginjal yang masih tersisa sudah minimal sehingga usaha-usaha
pengobatan konserfatif berupa diet, pembatasan minum obat-obatan dan
lain-lain tidak memberi pertolongan yang diharapkan lagi keadaan
tersebut dinamakan gagal ginjal terminal (GGT). Pada umumnya faal
ginjal yang masih tersisa yang diukur dengan klirens kreatinin tidak lebih
dari 5 ml/menit/1,73 m². Pasien GGT, apapun etiologi penyakit ginjalnya,
memerlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi
pengganti. Setelah menetapkan bahwa terapi pengganti dibutuhkan, perlu
pemantauan yang ketat sehingga dapat ditentukan dengan tepat kapan
terapi pengganti tersebut dimulai. (2)
8
II.1.3 Gagal Ginjal Kronik
Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi
dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang progresif dan pada umumnya berakhir denga gagal ginjal.
Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel. Pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis dan
transplantasi ginjal.
Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik, terjadi
kehilangan daya cadang ginjal pada keadaan basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif. Sampai LFG dibawah 30% pasien
memperlihatkan tanda gejala yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium. Pasien juga
mudah terkena infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna dan infeksi
saluran napas. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air dan
keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG
dibawah 15% akan terjadi gejala komplikasi yang serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialisis atau transplantasi
ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.(10)
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
9
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa yang diperantarai dengan molekul vasoaktif seperti sitokin dan
faktor pertumbuhan. Hal ini menyebabkan hiperfiltrasi yang diikuti dengan
peningkatan tekanan kapiler darah glomerulus. Proses ini akhirnya di ikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Beberapa hal yang dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria,
hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu dangan
yang lain. Menurut PERNEFRI tahun 2000 penyebab penyakit ginjal
kronik yang menjalani hemodialisis adalah karena glomerulonefritis,
diabetes mellitus dan hipertensi. (11)
II.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik:
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,
hipertensi, hiperurikemi, lupus eritromatus sistemik (LES).
2. Sindrom uremia, mual muntah, kelebihan volume cairan, neuropati,
perifer, pruritus dan kejang-kejang sampai koma.
3. Gejala komplikasi antara lain: hipertensi, anemia, asidosis metabolis,
gangguan keseimbangan elektrolit.
10
II.1.5 Gambaran Laboratoris
Gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik antara lain:
1. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum, kreatinin
serum, dan penurunan LFG.
2. Kelinan biokimia darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
penigkatan asam urat, hipernatremia, hiponatremia, hiperfosfatemia.
3. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.
II.1.6 Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis penyakit ginjal kronik antara lain:
1. Foto polos abdomen.
2. Pielografi intravena jarang digunakan karena terjadi pengaruh toksik
pada ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
3. Pielografi antegrad atau retrograde yang dilakukan dengan indikasi.
4. Ultrasonografi ginjal biasa memperlihatkan ukuran ginjal.
5. Pemeriksaan pemindaian ginjal dikerjakan bila ada indikasi.(10)
II.2 Tinjauan umum Hemodialisis
II.2.1 Pengertian Hemodialisis
Pada gagal ginjal terminal, hemodialisis dilakukan dengan
mengalirkan darah kedalam suatu tabung ginjal buatan (dialyzer) yang
terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan
dialirkan ke kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat dialirkan cairan
dialisis yang bebas pirogen, yang berisi dengan komposisi elektrolit mirip
11
serum normal dan tidak mengandung sisa metabolisme nitrogen. Cairan
dialisis dan darah yang terpisah akan mengalami perubahan konsentrasi
karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang tinggi kearah
konsentrasi yang rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua
kompartemen. Pada proses dialisis air juga berpindah dari kompartemen
darah kekompartemen cairan dialisis dengan cara menaikkan tekanan
hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan cairan
ini disebut ultrafiltrasi.
Berbagai jenis terapi pengganti untuk gagal ginjal kronik:
1. Dialisis
a. Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal atau yang biasa disebut continuous ambulatory
peritoneal dialysis (CAPD). Pasien membutuhkan sampai 3 liter
dialysat yang harus diganti 4-6 kali sehari. Continuous cyclic
peritoneal dialysis (CCPD) membuthkan mesin yang secara otomatis
melakukan pertukaran dialisat pada malam hari. Komplikasi yang
sering ditemukan pada pasien yang menjalani peritoneal dialysis
adalah peritonitis, yang paling sering adalah infeksi S. Aureus.(12,14)
b. Hemodialisis
Hemodialisis adalah dialisis dengan menggunakan mesin dializer
yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini darah di pompa
keluar dari tubuh masuk kedalam mesin dializer kemudian darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi
12
oleh dialisat, kemudian setelah darah dibersihkan darah akan kembali
masuk kedalam tubuh pasien. Hemodialisis sering dilakukan 3 kali
seminggu, waktu antara 3-5 jam tergantung postur badan pesien, jenis
alat dializer yang digunakan.(12,13)
Metode hemodialisis ini juga mempunyai kelemahan yaitu
prosesnya membutuhkan heparin untuk mencegah pembekuan, namun
heparin juga dapat menyebabkan pendarahan. Metode ini juga
menimbulkan gangguan hemodinamika dan penambahan beban jantung
karena tekanan darah sulit untuk dikendalikan. Kelemahan hemodialisis
yang lain adalah sering menimbulkan infeksi pada rongga perut, selain itu
meningkatkan kadar lemak dan mengakibatkan kegemukan serta dapat
menimbulkan sakit pinggang. Selain kekurangan terdapat juga kelebihan
yakni lebih memudahkan pengendalian kimia darah dan tekanan
darah.(12)
Pada gagal ginjal kronik anemia terjadi karena berkurangnnya
produksi hormon eritropoetin (EPO) akibat berkurangnya massa sel-sel
tubulus ginjal. Hormon ini diperlukan oleh sum-sum tulang untuk
merangsang pembentukan sel darah merah dalam jumlah yang cukup
untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Jika eritropoetin berkurang,
maka sel darah merah yang terbentuk pun akan berkurang, sehingga
terjadi anemia. Pada proses hemodialisis menyebabkan penurunan
hemoglobin karena dalam proses hemodialisis sebagian sel darah merah
rusak dan terjadi pelengketan sel darah merah pada membran dializer
13
pada saat hemodialisis sehingga menyebabkan penurunan
hemoglobin.(12)
II.3 Tinjauan Umum Darah
II.3.1 Pengertian Darah
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid
cair yang mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium
pertukaran antar sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar,
serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan khususnya terhadap
darah sendiri. Darah terdiri dari dua komponen utama yaitu:
1. Plasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air,
elktrolit dan protein darah.
2. Butir-butir darah yang terdiri atas komponen-komponen berikut:
a. Sel darah merah (eritrosit),
b. Sel darah putih (leukosit) dan
c. Keping darah (trombosit).(16,19)
II.3.2 Volume Darah
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah
sebanyak 6-8% dari berat badan, pada pria 7,5% dan wanita 6,5% dari
berat badan dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada tipe
orang tidak sama, tergantung pada usia, pekerjaan serta keadaan jantung
dan pembuluh darah. Tentang visikositas/kekentalannya darah lebih
14
kental dari pada air, yaitu mempunyai berat jenis (Bj) 1,041-1,067,
temperatur 38 ºC dan pH 7,37-7,43.(17,18)
II.3.3 Fungsi Darah
Fungsi darah secara umum adalah sebagai berikut:
1. Alat transport makanan, yang diserap dari saluran cerna dan diedarkan
ke seluruh tubuh.
2. Alat transport O2, yang diambil dari paru-paru atau insang untuk dibawa
ke seluruh tubuh.
3. Alat transportasi bahan buangan dari jaringan ke alat-alat eksresi
seperti paru-paru, ginjal dan kulit serta hati untuk disalurkan ke empedu
dan saluran cerna sebagai tinja.
4. Alat transport antar jaringan dari bahan-bahan yang diperlukan oleh
suatu jaringan lain. Misalnya dalam transport lipoprotein seperti
lipoprotein densitas tinggi atau High Density Lipoprotein (HDL).
5. Mempertahankan keseimbangan dinamis (homeostatis) dalam tubuh,
termasuk di dalamnya ialah mempertahankan suhu tubuh, mengatur
keseimbangan distribusi air dan mempertahankan asam-basa sehingga
pH darah dan cairan tubuh tetap dalam keadaan yang seharusnya.
6. Mempertahankan tubuh dari agresi benda atau senyawa asing yang
umumnya selalu dianggap punya potensi menimbulkan ancaman.
Dengan demikian secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi
darah ialah sebagai sarana transport, alat homeostasis dan alat
pertahanan.(21)
15
II.3.4 Pembentukan Sel Darah
Pembentukan dari sel-sel darah (hemopoiesis) terjadi pada:
1. Janin : 0-2 bulan di indung telur
: 2-7 bulan di hati dan limpa
: 5-9 bulan di sum-sum tulang
2. Bayi : di sum-sum tulang
3. Dewasa : tulang belakang, iga, sternum, tengkorak, pelvis.
Sum-sum tulang adalah satu-satunya sumber sel baru. Sel yang
berkembang terletak diluar rongga sinus. Selama kanak-kanak terdapat
pergantian lemak sum-sum yang progresif sepanjang tulang panjang
sehingga ketika dewasa terbatas pada rangka pusat (sum-sum
hemopoetik), bahkan daerah hemopoetik ini kira-kira 50% sum-sum tulang
terdiri dari lemak.
II.4 Tinjauan Umum Eritrosit
Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf dengan
diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen
masuk dan keluar sel secara cepat dengan jarak yang pendek antara
membran dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karena di
dalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan ribosom,
serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat melakukan mitosis,
fosforilasi oksidatif sel atau pembentukan protein.(19)
16
Eritropoesis (proses pembentukan eritrosit) diatur oleh hormon
eritropoetin. Hormon ini adalah suatu polipeptida yang terglikosilasi dan
terdiri dari 165 asam amino dengan berat molekul 30.400. eritropoetin
merangsang eritropoesis dengan meningkatkan jumlah sel progenitor
yang terikat untuk eritrosit. (15)
II.5 Tinjauan Umum Hemoglobin
II.5.1 Pengertian Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein khusus yang dikandung oleh eritrosit.
Darah mengandung 7,8-11,2 mmol hemoglobin monomer/L (12,6-18,4
g/dL), tergantung dengan jenis kelamin dan individu. Hemoglobin orang
dikenal sebagai rantai-α dan dua jenis subunit globin dari jenis lain yang
dikenal sebagai rantai-β. Oleh karena itu HbA dikenal sebagai α2β2.(18)
II.5.2 Struktur Hemoglobin
Hemoglobin terdiri dari 4 rantai protein dan subunit, yang terdiri dari
2 rantai alfa dan dua rantai beta. Rantai alfa terdiri dari 141 asam amino
dan rantai beta terdiri dari 146 asam amino. Tiap rantai mempunyai urutan
asam amino tersendiri tetapi keseluruhannya serupa. Molekul hemoglobin
dan subunitnya terutama mengandung asam amino hidrofobik internal dan
asam amino hidrofilik pada permukaannya.
Hemoglobin tersusun atas hem dan globin. Hem merupakan
senyawa non protein yang tersusun dari senyawa lingkar bernama
porifirin, yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi hem
17
adalah suatu porifirn besi (Fe porifirin), sedangkan globin merupakan
kompleks antara hem dan globin. (20)
II.5.3 Pembentukan Hemoglobin
pembentukan hemoglobin terjadi pada sum-sum tulang melalui
stadium pematangan. Sel darah merah memasuki sirkulasi sebagai
retikulosit pada sum-sum tulang. Retikulosit adalah stadium terakhir dari
perkembangan sel darah merah yang belum matang dan mengandung
jala yang terdiri dari serat-serat retikulair. Sejumlah kecil hemoglobin
masih dihasilkan selama 24-48 jam pematangan. Retikulum kemudian
larut dan menjadi sel darah merah matang. Saat sel darah merah menua,
sel ini menjadi lebih kaku dan rapuh dan akhirnya pecah. Hemoglobin
terutama difagositosis limfa, hati dan sum-sum tulang kemudian direduksi
menjadi hem dan globin, globin masuk kembali ke dalam sumber asam
amino. Besi dibebaskan dari hem dan sebagian besar diangkut oleh
plasma transferin ke sum-sum tulang untuk pembentukan sel darah merah
baru. (20)
II.5.4 Sintesis Hemoglobin
Sintesis hem terjadi dalam mitokondria oleh sederet reaksi biokimia
yang dimulai dengan kondensasi glisin dan suksinin koenzim A dibawah
aksi enzim kuncu delta-amino laevulinic acid (ALA)-sintetase yang
membatasi kecepatan. Piridoksal fosfat (vitamin B6) adalah koenzim untuk
reaksi ini dirangsang oleh eritropoetin dan dihambat oleh hem. Akhirnya
18
protoporfirin bergabung dengan besi untuk membentuk hem yang masing-
masing molekulnya bergabung dengan rantai globin yang terbentuk pada
poliribosom. Kemudian tetramer empat rantai globin dan masing-masing
gugus hemnya terbentuk dalam ‘kantong’ untuk membentuk hemoglobin.
(15)
II.5.5 Fungsi Hemoglobin
Secara umum, fungsi hemoglobin yaitu:
1. Mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan
tubuh.
2. Mengikat dan membawa CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru.
3. Memberi warna merah pada darah.
4. Mempertahankan keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Dalam menjalankan fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh,
hemoglobin di dalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu
ikatan kimia khusus. Reaksi yang membentuk ikatan antara hemoglobin
dengan oksigen dapat dituliskan sebagai berikut:
Hb + O2 HbO2
Hemoglobin yang belum mengikat oksigen disebut sebagi
deoksihemoglobin atau deoksi Hb dan umumnya dapat ditulis Hb.
Hemoglobin yang mengikat oksigen disebut sebagai oksihemoglobin atau
HbO2 seperti pada persamaan reaksi tersebut. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam 2 arah, yaitu reaksi yang berlangsung dalam arah ke
kanan yang merupakan reaksi penggabungan atau asosiasi terjadi di
19
dalam alveolus paru-paru, tempat berlangsungnya pertukaran udara
antara tubuh dengan lingkungan. Sebaliknya reaksi yang berjalan dalam
arah yang berlawanan, dari kanan ke kiri, yang merupakan suatu reaksi
penguraian atau disosiasi, terutama terjadi di dalam berbagai jaringan.
Dengan demikian, dapat dikatakan hemoglobin dalam sel darah merah
mengikat oksigen diparu-paru dan melepaskannya di jaringan untuk
diserahkan dan digunakan oleh sel-sel darah. (20)
II.6 Tinjauan Umum Trombosit
II.6.1 Pengertian trombosit
Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari
sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam
sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan
Wright – Giemsa, trombosit tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat
dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula
merah-ungu yang tersebar merata. (9)
II.6.2 Proses pembentukan trombosit
Trombosit diproduksi di sumsum tulang melalui fragmentasi
sitoplasma megakariosit. Jadi trombosit ini bukan sel, melainkan hanya
pecahan sitoplasma megakariosit saja. Megakariosit berfungsi sebagai sel
induk trombosit, yang mana akan matur dan kemudian mengalami
fragmentasi membentuk trombosit. Produksi trombosit dikendalikan oleh
20
mekanisme hormonal yaitu hormon Trombopoietin. Trombopoietin ini
disintesis oleh hati sebanyak 90% & sisanya 10% diproduksi di ginjal.
Trombopoesis pembentukan trombosit berasal dari sel
induk pluripotensial yang berubah menjadi megakarioblas kemudian
promegakarioblas menjadi megakariosit di dalam sumsum tulang.
Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endometotik
yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan
penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Kemudian sitoplasma
menjadi granuler dan trombosit dilepaskan. Setiap megakariosit
menghasilkan sekitar 4000 trombosit. Interval waktu dari diferensiasi sel
induk (stemcell) sampai dihasilkan trombosit sekitar membutuhkan sekitar
10 hari pada manusia.
Trombopoesis dipengaruhi oleh hormon trombopoetin yang
dihasilkan di hati dan ginjal dan sejumlah sitokin seperti: IL-11, IL-3, dan
IL-6. Interval waktu dari diferensiasi stem sel sampai dihasilkan trombosit
sekitar 7-10 hari dan dalam keadaan normal angka trombosit
menunjukkan 150.000-400.000/μL. Volume trombosit berkurang saat
matang dalam sirkulasi karena trombosit muda dapat memakan waktu 24-
36 jam dalam limfa setelah dibebaskan dari sumsum tulang dan sampai
sepertiga pengeluaran trombosit sumsum tulang dapat ditangkap pada
satu waktu dalam limfa normal. Trombosit berperan dalam adhesi, sekresi,
dan agregasi, sehingga nantinya berperan dalam hemostatis primer yaitu
pembentukan sumbat trombosit. (22)
21
II.6.3 Struktur trombosit
1. Bulat kecil/cakram oval, bikonveks, diameter 2-4 µm, tidak berinti.
2. Bagian Granulomer/chromatomer : di bagian tengah, lebih tebal,
membias sinar lebih kuat, terdapat granula alfa (protein pembekuan
darah), delta (ion Ca 2+, ADP, ATP), dan lambda (enzim lisosom),
mitokondria, dan glikogen.
3. Bagian Hialomer : di bagian tepi, lebih tipis, homogen (biru pucat),
terdapat filament untuk mempertahankan bentuk trombosit, proses
retraksi bekuan darah dan pembentukan pseudopodia.
4. Mengandung aktin dan myosin yang menyebabkan kontraksi sehingga
dapat membuat sumbatan bila terjadi perdarahan.
5. Granula dalam trombosit banyak berisi serotonin, epinefrin, ADP,
kalsium, kalium dan faktor-faktor untuk penjendalan darah.
6. Dalam sitoplasma terdapat :
a. Molekul aktin, miosin, dan tromboplastin.
b. Sisa retikulum endoplasmik dan aparatus golgi, tempat sintesis
enzim dan menyimpan ion Ca.
c. Mitokondria dan sistem enzim yang mampu membentuk ATP dan
ADP.
d. Sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, hormon setempat
yang dapat menyebabkan reaksi pembuluh darah dan reaksi
jaringan setempat.
e. Faktor stabilisasi fibrin.
22
f. Faktor pertumbuhan. (9)
II.6.4 Fungsi trombosit
Trombosit (keping darah) berperan dalam proses pembekuan
darah. Apabila darah keluar karena luka, maka trombosit akan pecah
karena bergesekan dengan permukaan yang kasar dari pembuluh darah
yang terluka. Didalam trombosit terdapat enzim
trombokinase/tromboplastin. Enzim tersebut akan merubah protrombin
(calon trombin) menjadi trombin karena pengaruh ion kalsium dalam
darah. Trombin akan mengubah protein darah (fibrinogen) menjadi
benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin akan menjaring akan
menjaring sel-sel darah sehingga luka menutup dan tidak mengeluarkan
darah. Protrombin adalah senyawa protein yang terbentuk di hati.
Pembekuan senyawa ini dipengaruhi oleh vitamin K. Agar dapat berfungsi
dengan baik, trombosit harus memadai dalam kuantitas (jumlah) dan
kualitasnya. Pembentukan sumbat hemostatik akan berlangsung dengan
normal jika jumlah trombosit memadai dan kemampuan trombosit untuk
beradhesi dan beragregasi juga bagus.
Jumlah trombosit normal adalah 150.000– 450.000/mm³ darah.
Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara
100.000– 150.000/mm³ darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari
60.000/mm³ darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. (21,22)
Mekanisme hemostasis dan pembekuan darah melibatkan suatu
proses yang cepat :
23
1. Vasokontriksi pembuluh darah.
Jika pembuluh darah terpotong, trombosit pada sisi yang rusak
melepaskan serotonin dan tromboksan A2 (prostagladin), yang
menyebabkan otot polos dinding pembuluh darah berkontraksi. Hal ini
pada awalnya akan mengurangi darah yang hilang.
2. Sumbatan trombosit
a. Trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada
serabut kolagen dinding pembuluh darah yang rusak, membentuk
sumbatan trombosit.
b. Trombosit melepaskan ADP untuk mengaktifasi trombosit lain,
sehingga mengakibatkan agregasi trombosit untuk
membentuk sumbat.
c. Jika kerusakan pembuluh darah kecil, maka sumbatan trombosit
mampu menghentikan perdarahan.
d. Jika kerusakannya besar, maka kerusakan trombosit dapat
mengurangi perdarahan, sampai proses pembekuan terbentuk.
3. Pembekuan darah.
Kerusakan pada pembuluh darah akan mengaktifkan protrombin
aktivator. Protrombin aktivator mengkatalis perubahan protombin
menjadi trombin dengan bantuan ion kalsium. Trombin bekerja
sebagai enzim untuk merubah fibrinogen menjadi fibrin dengan
bantuan ion kalsium. Fibrin berjalan dalam segala arah dan menjerat
24
trombosit, sel darah dan plasma untuk membentuk bekuan darah.
Protrombin aktivator dibentuk melalui mekanisme;
a. Mekanisme ekstrisik. Pembekuan darah dimulai dari faktor
eksternal pembuluh darah itu sendiri. Sel-sel jaringan yang rusak
atau pembuluh darah, akan melepas tromboplastin (membran
lipoprotein), yang akan mengaktivasi protrombin activator.
b. Mekanisme intrinsik. Untuk mengaktivasi protrombin melibatkan 13
faktor pembekuan, yang hanya ditemukan dalam darah.
4. Pembentukan jaringan ikat.
Setelah pembekuan terbentuk akan terjadi pertumbuhan jaringan ikat
kedalam bekuan darah untuk menutup luka secara permanen. (21,22)
II.7 Tinjauan Umum Leukosit
II.7.1 Pengertian leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel
darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal
adalah 5000-9000/mm³, bila jumlahnya lebih dari 10.000/mm³, keadaan ini
disebut leukositosis, bila kurang dari 5000/mm³ disebut leukositopenia.
Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan
granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak
homogen dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit
granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa
tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang
memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis
25
leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan
sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar
dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit
granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil) disebut leukopenia.
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan
hormonal organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan
gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat
meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan
menembus kedalam jaringan penyambung.
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal
adalah 5000-9000/mm³, waktu lahir 15000-25000/mm³, dan menjelang
hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah
normal. (23)
II.7.2 Jenis leukosit
1. Granula
a. Neutrofil
Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15 μm memilliki inti yang
khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus
dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula
merah jambu (azuropilik) atau merah lembayung. Granula terbagi
menjadi granula primer yang muncul pada stadium promielosit dan
sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada
neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer
26
mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam
lain, yang sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom. (24)
b. Eosinofil
Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih
kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein
basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil
dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari
prekursor neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil
lebih lama dari pada untuk neutropil. Eosinofil memasuki eksudat
peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon
alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran
fibrin yang terbentuk selama peradangan. (24)
c. Basofil
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal.
Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 μm.
Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak
granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin
dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”. Basofil
memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya dikaitan
dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon
alergi. (24)
27
2. Tidak bergranula
a. Monosit
Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar
daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 μm dan memiliki
inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin
mengelompok. Sitoplasma yang melimpah berwarna biru pucat dan
mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti
kaca. Granula sitoplasma juga sering ada. Prekursor monosit dalam
sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari
mieloblas dan monosit. (24)
b. Limfosit
Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan
sel kecil yang berdiameter kecil dari 10 μm. Intinya yang gelap
berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin
kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat.
Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel,
terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit yang
beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-16 μm
dengan sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula
azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang
oleh antigen, misalnya virus atau protein asing. (24)
28
II.7.3 Reaksi inflamasi
Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya benda asing,
invasi mikroorganisme atau kerusakan jaringan. Dalam usaha pertama
untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisme serta
membersihkan jaringan yang rusak, maka tubuh akan mengerahkan
elemen-elemen sistem imun ke tempat masuknya benda asing dan
mikroorganisme atau jaringan yang rusak. (25)
Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Dalam
proses inflamasi ada 3 hal yang terjadi sebagai berikut:
1. Peningkatan peredaran darah ke tempat benda asing, mikroorganisme
atau jaringan yang rusak.
2. Peninggian permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel
endotel. Hal tersebut memungkinkan molekul yang lebih besar seperti
antibodi dan fagosit bergerak ke luar pembuluh darah dan sampai di
tempat benda asing, mikroorganisme atau jaringan rusak.
3. Peningkatan leukosit terjadi terutama apabila fagosit polimorfonuklear
dan makrofag dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak ke tempat benda
asing, mikroorganisme atau jaringan yang rusak. Hal tersebut
dipermudah dengan pelepasan C3a dan C5a pada aktivasi komplemen
yang bersifat kemotaksis.
Dalam proses tersebut banyak leukosit dihancurkan. Kemudian
makrofag lain yang memasuki daerah tersebut akan mengakhiri inflamasi.
29
Ketiga kejadian di atas disebut inflamasi. C3a dan C5a merupakan
nafilatoksin yang dapat melepaskan histamin melalui degranulasi mastosit
dan basofil yang juga mempunyai sifat biologik. Selain C3a dan C5a pada
aktivasi komplemen dilepas bahan-bahan lain yang berperanan pada
inflamasi.
Fagosit akhirnya memakan benda asing, mikroorganisme atau
jaringan yang rusak. Selama proses tersebut enzim lisosom dilepaskan
oleh makrofag ke luar sel, sehingga hal itu dapat menimbulkan kerusakan
pada jaringan sekitarnya. Jelas bahawa sistem imun nonspesifik dan
sistem imun spesifik bekerja sama dalam usaha untuk mengembalikan
keseimbangan badan dan bahawa dalam usaha tersebut, hal-hal yang
tidak menyenangkan untuk tubuh seperti panas, bengkak, sakit dan
kerusakan jaringan dapat terjadi. Sel polimorfonuklear lebih sering
ditemukan pada inflamasi akut, sedangkan proliferasi monosit ditemukan
pada inflamasi kronik. (25)
II.7 Tinjauan Umum Hematokrit
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma
dengan memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan
dalam persen. (26)
Nilai hematokrit digunakan untuk mengetahui nilai eritrosit rata-rata
dan untuk mengetahui ada tidaknya anemia. Penetapan nilai hematokrit
dapat dilakukan dengan cara makro dan mikro.
30
Nilai normal hematokrit disebut dengan % , nilai untuk pria 40-48
vol % dan untuk wanita 37-43 vol %. Penetapan hematokrit dapat
dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata ± 2%.
Kecepatan penurunan Ht dapat membantu dalam penilaian
mekanisme terjadinya anemia. Pada penghentian total produksi sumsum
tulang tanpa adanya perdarahan/hemolisis akan menyebabkan penurunan
Ht tidak lebih dari 3-4 angka per minggu (1/20 masa sel darah merah per
hari, karena sel darah merah normal dapat bertahan hidup sekitar 120
hari). Penurunan yang lebih cepat dari ini, tanpa adanya perubahan
volume plasma yang nyata, biasanya berarti ada perdarahan atau
hemolisis. (26)
31
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasi laboratorium dengan
pendekatan cross sectional tentang gambaran hematologi pada penderita
Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa.
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium patologi klinik RS Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar, pada bulan Mei-Juni 2013.
III.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang
melakukan hemodialisa di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
III.4. Perkiraan Besar Sampel
Populasi sampel adalah semua penderita penyakit ginjal kronik
yang melakukan hemodialisa di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus (8):
Za²PQ n= d²
keterangan:
n = Besar sampel
31
32
Za = Deviat baku normal untuk tingkat keamanan, α (ditetapkan). Nilai
α ini dipilih sesuai dengan indeks kumulatif (IK) yang diinginkan,
bila IK 95% berarti α= 0,05, sehingga Za= 1,96.
P = Proporsi atau keadaan yang akan dicari (dari pustaka) atau
perkiraan proporsi penyakit/efek populasi dari peneliti
sebelumnya.
Q = 1-P = 1-0,1 = 0,9
d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki
Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini:
Za²PQ n= d²
(1,96)² . (0,1) . (0,9) n= (0,1)² n= 34,57
Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 35 sampel
III.5 Kriteria Sampel
Pasien GGK berusia >30 tahun, laki-laki ataupun perempuan yang
sedang menjalani hemodialisis di RS Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
III.6 Defenisi Operasional
1. Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi ginjal yang menahun
umumnya tidak reversibel dan berlangsung cukup lama, GGK terjadi
akibat penyakit ginjal primer (TBC ginjal, ginjal polikistik dan
33
glomerulonefritis) dan penyakit ginjal skunder (nefritis lupus, nefropati
analgesik dan amiloidosis ginjal).
2. Hematologi darah rutin; parameter pemeriksaan yang digunakan
untuk mendeteksi anemia, yaitu hemoglobin, hematokrit, eritrosit,
leukosit, trombosit. Pemeriksaan menggunakan alat Sysmex XT
2000i.
3. Hemodialisa adalah dialisis dengan menggunakan mesin dializer yang
berfungsi sebagai ginjal buatan.
III.7 Alat dan Bahan Penelitian
III.7.1 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain, rak tabung,
pot sampel, alat fotometer (Sysmex XT 2000i), tourniquet, vakum tainer,
holder, jarum.
III.7.2 Bahan-bahan yang diginakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah whole blood,
antikoagulan EDTA, kapas alkohol, reagen pemeriksaan eritrosit, leukosit,
trombosit, hematokrit, hemoglobin.
III.8 Prosdur Kerja
III.8.1 Pengambilan darah sampel
Vena dalam fossa cubiti dibersihkan dengan kapas alkohol dan
dibiarkan sampai kering. Ikatan pembendung dipasang pada lengan atas
dan orang yang akan diambil darahnya diminta untuk mengepal dan
34
membuka tangannya berkali-kali agar vena jelas terlihat. Pembendungan
vena tidak perlu dengan ikatan erat-erat, bahkan sebaiknya hanya cukup
erat untuk memperlihatkan dan agak menonjolkan vena. Kulit di atas vena
dengan jari-jari yang kiri ditegakkan supaya vena tidak dapat bergerak.
Kulit ditusuk dengan jarum menghadap ke atas dengan sudut kemiringan
45 derajat ke dalam lumen vena. Kemudian pembendung dilepaskan atau
direnggangkan dan hubungkan vakum tainer dengan jarum yang
terhubung dengan holder agar darah dapat masuk ke dalam vakum tainer,
jika sudah penuh vakum tainer dari jarum yang terhubung. Kapas
disimpan di atas jarum dan cabut jarum dari vena (9).
III.8.2 Persiapan sampel
Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan hematologi darah rutin
ini adalah whole blood sebanyak 3 ml dengan antikoagulan EDTA.
III.8.3 Pemeriksaan Hematologi Darah Rutin
Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatik Sysmex XT 2000i.
Sampel whole blood sebanyak 50 µl dimasukkan dalam botol sampel
sesuai nomor pemeriksaan. Homogenisasikan darah sampel yang akan
diperiksa dengan baik. Kemudian alat akan melakukan pemeriksaan
secara automatik sesuai program yang dijalankan. Setelah terdengar
bunyi Beep dua kali tarik botol darah sampel dari bawah Probe. Hasil
pemeriksaan akan tertampil pada layar alat dan keluar dalam bentuk print
out.
35
III.9 Pembacaan Hasil
1. Nilai Rujukan Kadar Eritrosit
Laki-aki : 4,5 jt – 6,0 jt/µl
Wanita : 4,0 jt – 5,5 jt/µl
2. Nilai Rujukan Kadar Leukosit
Laki-laki dan Wanita : 4.000 – 10.000/µl
3. Nilai Rujukan Kadar Trombosit
Laki-laki dan Wanita : 150.000 – 400.000/µl
4. Nilai Rujukan Kadar Hemoglobin
Laki-laki : 13,5-18 g/dl
Wanita : 12,0-16 g/dl
5. Nilai Rujukan Kadar Hematokrit
Laki-laki : 45-47%
Wanita : 40-42%
III.10 Analisis Data
Data yang didapat selama penelitian dicatat dan dikumpulkan.
Peningkatan atau penurunan kadar hematologi darah rutin dilaporkan dan
dianalisis. Data diolah dan disajikan dalam bentuk tabel.
36
III.11 Kerangka Teori
Perlangsungan yang lama
GGK
Eritropoetin
Hemodialisa
Gangguan Hematologi Darah Rutin
Anemia
Penyakit ginjal primer Penyakit ginjal skunder
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar dengan subjek penelitian adalah pasien Gagal Ginjal Kronik
yang menjalani hemodialisa pada periode bulan Mei hingga Juni 2013
dengan jumlah sampel sebanyak 35.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan umur Karakteristik Jumlah
(n) Presentase
(%) Jenis Kelamin
18 17
51,4 48,6
Laki-laki Perempuan
Total 35 100 Umur
4 15 14 2
11,4 42,9 40 5,7
31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun
Total 35 100
Tabel 2. Gambaran rata-rata kadar eritrosit berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur N % Rerata kadar eritrosit (106/µl)
31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun
4 15 14 2
11,4 42,9 40 5,7
2,43 2,86 3,20 4,01
Total 35 100 3,01 Jenis Kelamin N % Rerata kadar eritrosit (106/µl)
Laki-laki Perempuan
18 17
51,4 48,6
3,24 2,77
Total 35 100 3,01
37
38
Tabel 3. Gambaran rata-rata kadar leukosit berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur N % Rerata kadar leukosit (10³/µl)
31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun
4 15 14 2
11,4 42,9 40 5,7
14,68 11,51 14,47 13,66
Total 35 100 13,18 Jenis Kelamin N % Rerata kadar leukosit (10³/µl)
Laki-laki Perempuan
18 17
51,4 48,6
14,31 11,98
Total 35 100 13,18
Tabel 4.Gambaran rata-rata kadar trombosit berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur N % Rerata kadar trombosit (10³/µl)
31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun
4 15 14 2
11,4 42,9 40 5,7
255 355 229 288
Total 35 100 289 Jenis Kelamin N % Rerata kadar trombosit (10³/µl)
Laki-laki Perempuan
18 17
51,4 48,6
274 305
Total 35 100 289
Tabel 5. Gambaran rata-rata kadar hemoglobin berdasarkan umur dan jenis kelamin
Umur N % Rerata kadar hemoglobin (g/dl) 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun
4 15 14 2
11,4 42,9 40 5,7
6,8 7,8 9,1 9,8
Total 35 100 8,3 Jenis Kelamin N % Rerata kadar hemoglobin (g/dl)
Laki-laki Perempuan
18 17
51,4 48,6
8,9 7,8
Total 35 100 8,3
39
Tabel 6. Gambaran rata-rata kadar hematokrit berdasarkan umur dan jenis kelamin
Umur N % Rerata kadar hematokrit (%) 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun > 60 tahun
4 15 14 2
11,4 42,9 40 5,7
20,6 23,3 28,1 27,8
Total 35 100 25,2 Jenis Kelamin N % Rerata kadar hematokrit (%)
Laki-laki Perempuan
18 17
51,4 48,6
26,2 24
Total 35 100 25,1
IV.2 Pembahasan
Telah dilakukan penelitian gambaran hematologi pada pasien gagal
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa dengan jumlah sampel sebanyak
35, yang terdiri dari 18 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Penelitian
ini dilakukan di instalasi laboratorium patologi klinik di Rumah sakit Dr.
Wahidin sudirohusodo Makassar dengan menggunakan alat sysmex XT
2000i.
Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa dari hasil penelitian yang
dilakukan sebanyak 35 sampel, yang terdiri dari pasien laki-laki dan
perempuan untuk masing-masing usia, dapat dijelaskan bahwa tingkat
usia yang paling banyak menjalani hemodialisa, yaitu pada usia 41-50
tahun sebanyak 15 pasien (42,9%) dimana pada usia ini fungsi ginjal
sudah mulai menurun.
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan total pasien 35, berdasarkan usia
didapatkan pada usia 31-40 tahun, 4 pasien (11,4%) mempunyai nilai
40
rata-rata kadar eritrosit 2,4 jt/µl. Pada usia 41-50 tahun, 15 pasien (42,9%)
mempunyai nilai rata-rata kadar eritrosit 2,86 jt/µl. Pada usia 51-60 tahun,
14 pasien (40%) mempunyai nilai rata-rata kadar eritrosit 3,20 jt/µl. Pada
usia > 60 tahun, 2 pasien (5,7%) mempunyai nilai rata-rata kadar eritrosit
4,01 jt/µl. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 18 pasien
(51,4%) mempunyai nilai rata-rata kadar eritrosit 3,24 jt/µl. Pada
perempuan 17 pasien (48,6%) mempunyai nilai rata-rata kadar eritrosit
2,77 jt/µl. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pasien gagal ginjal
kronik memiliki kadar eritrosit yang rendah atau terjadi anemia. Penurunan
kadar eritrosit ini disebabkan karena fungsi ginjal sudah mulai menurun
dimana salah satu fungsi ginjal adalah tempat produksi hormon
eritropoetin, bila ginjal rusak produksi hormon eritropoetin akan berkurang.
Eritropoetin berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit)
khususnya pada proses pematangan. Jadi jika hormon eritopoetin
berkurang maka proses pembuatan eritrosit juga menurun sehingga
terjadi anemia.
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan total pasien 35, berdasarkan usia
didapatkan pada usia 31-40 tahun, 4 pasien (11,4%) mempunyai nilai
rata-rata kadar leukosit 14,68 10³/µl. Pada usia 41-50 tahun, 15 pasien
(42,9%) mempunyai nilai rata-rata kadar leukosit 11,51 10³/µl. Pada usia
51-60 tahun, 14 pasien (40%) mempunyai nilai rata-rata kadar leukosit
14,47 10³/µl. Pada usia > 60 tahun 2 pasien (5,7%) mempunyai nilai rata-
41
rata kadar leukosit 13,66 10³/µl. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,
laki-laki 18 pasien (51,4%) mempunyai nilai rata-rata kadar leukosit 14,31
10³/µl. Pada perempuan 17 pasien (48,6%) mempunyai nilai rata-rata
kadar leukosit 11,98 10³/µl. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa
pasien gagal ginjal kronik memiliki kadar leukosit tinggi atau leukositosis.
Peningkatan kadar leukosit ini disebabkan karena pada keadaan ginjal
tidak berfungsi dengan baik terdapat adanya jaringan yang rusak
sehingga leukosit dikerahkan dari sirkulasi ke jaringan yang rusak untuk
memfagositosis. Leukosit juga meningkat jika tubuh melakukan aktifitas
yang berat seperti saat melakukan hemodialisis tubuh bekerja dengan
berat sehingga menyebabkan leukosit meningkat.
Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan total pasien 35, berdasarkan usia
didapatkan pada usia 31-40 tahun, 4 pasien (11,4%) mempunyai nilai
rata-rata kadar trombosit 255 10³/µl. Pada usia 41-50 tahun, 15 pasien
(42,9%) mempunyai nilai rata-rata kadar trombosit 355 10³/µl. Pada usia
51-60 tahun, 14 pasien (40%) mempunyai nilai rata-rata kadar trombosit
229 10³/µl. Pada usia > 60 tahun, 2 pasien (5,7%) mempunyai nilai rata-
rata kadar trombosit 288 10³/µl. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin,
laki-laki 18 pasien (51,4%) mempunyai nilai rata-rata kadar trombosit 274
10³/µl. Pada perempuan 17 pasien (48,6%) mempunyai nilai rata-rata
kadar trombosit 305 10³/µl. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa
pasien gagal ginjal kronik memiliki kadar trombosit yang normal. Hal ini
42
disebabkan karena produksi trombosit dikendalikan oleh mekanisme
hormonal, yaitu hormon trombopoetin dan trombopoetin ini disintesis lebih
banyak di hati 90% sedangkan ginjal hanya 10%.
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan total pasien 35, berdasarkan usia
didapatkan pada usia 31-40 tahun, 4 pasien (11,4%) mempunyai nilai
rata-rata kadar hemoglobin 6,8 g/dl. Pada usia 41-50 tahun, 15 pasien
(42,9%) mempunyai nilai rata-rata kadar hemoglobin 7,8 g/dl. Pada usia
51-60 tahun, 14 pasien (40%) mempunyai nilai rata-rata kadar hemoglobin
9,1 g/dl. Pada usia > 60 tahun, 2 pasien (5,7%) mempunyai nilai rata-rata
kadar hemoglobin 9,8 g/dl. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
18 pasien (51,4%) mempunyai nilai rata-rata kadar hemoglobin 8,9 g/dl.
Pada perempuan 17 pasien (48,6%) mempunyai nilai rata-rata kadar
hemoglobin 7,8 g/dl. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pasien gagal
ginjal kronik memiliki kadar hemoglobin yang rendah atau terjadi anemia.
Rendahnya kadar hemoglobin ini disebabkan karena terjadinya penurunan
fungsi ginjal yang menyebabkan berkurangnya produksi hormon
eritropoetin yang berperan dalam pembentukan eritrosit. Jadi jika hormon
eritropoetin berkurang proses pembuatan eritrosit juga menurun sehingga
menyebabkan hemoglobin yang terkandung dalam eritrosit juga menurun.
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisa dengan total pasien 35, berdasarkan usia
didapatkan pada usia 31-40 tahun, 4 pasien (11,4%) mempunyai nilai
43
rata-rata kadar hematokrit 20,6%. Pada usia 41-50 tahun, 15 pasien
(42,9%) mempunyai nilai rata-rata kadar hematokrit 23,3%. Pada usia 51-
60 tahun, 14 pasien (40%) mempunyai nilai rata-rata kadar hematokrit
28,1%. Pada usia >60 tahun, 2 pasien (5,7%) mempunyai nilai rata-rata
kadar hematokrit 27,8%. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki
18 pasien (51,4%) mempunyai nilai rata-rata kadar hematokrit 26,2%.
Pada perempuan 17 pasien (48,6%) mempunyai nilai rata-rata kadar
hematokrit 24%. Dari data diatas dapat dijelaskan bahwa pasien gagal
ginjal kronik memiliki kadar hematokrit yang rendah atau terjadi anemia.
Nilai kadar hematokrit yang rendah disebabkan karena terjadinya
penurunan produksi eritrosit oleh hormon eritropoetin yang diproduksi oleh
ginjal. Hematokrit merupakan volume sel-sel darah merah dalam 100 ml
darah dan dihiting dalam persen. Jadi, jika eritrosit berkurang maka kadar
hematokrit juga akan ikut menurun.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh
kesimpulan bahwa pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa menderita anemia yang ditandai dengan penurunan eritrosit,
hemoglobin dan hematokrit. Leukositosis dengan peningkatan jumlah
leukosit.
V.2 Saran
Selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian pengaruh
terapi hormon eritropoetin terhadap kadar hematologi darah rutin pada
pasien gagal ginjal kronik.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Cahyaningsih, D.N. Hemodialisis Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Mitra Cendikia Press Jogjakarta. 2009. Hal 1
2. Suhardjono, L A., dkk. Gagal Ginjal Kronik, Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI. Edisi III. Jakarta. 2001. Hal.427-434
3. Syakhriani, F.Tes Faal Ginjal dan Manfaatnya (monograph on the internet). Bandung. 2008 (accesed 16 November 2012). Available From: http://www.kalbe.co.id.
4. Susalit, E. Diagnosis dini penyakit ginjal kronik. RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2009.
5. Kamaludin, A. Laporan Kasus Gagal Ginjal Kronik. 2010 (accesed 16 November 2012). Available from: www.Library.UPNVJ.ac.id/pdf/2S1keperawatan/10810712005/bab2.pdf
6. Mehta, A dan Hoffbrand, A.V.. At a Glance hematologi. Erlangga. Edisi II. Jakarta. 2008. Hal.86
7. Sadikin, M. Biokimia Darah. Widya Medika. Jakarta. 2001. Hal.12-14, 45-53
8. Dahlan, S.M. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Pampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta 2009. Hal.34-35
9. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta. 2006. Hal.7
10. Sudoyo W, Aru. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Fakultas Kedokteran Indonesia. Edisi IV. Jakarta. 2009. Hal.570,579
11. Sibuea, H.W. Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia. PT RINEKA CIPTA. Jakarta. 1992. Hal.256
12. Colvy, J. Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal. DAFA Publishing. Yogyakarta. 2010. Hal.59-61
13. Wlson, L.M. Gagal Ginjal Kronik. Pathofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Edisi IV. Jakarta. 1995. Hal.813-817
14. Susalit, E. Strategi Pelaksanaan Gagal Ginjal Kronik Memasuki Abad XXI. Majalah Kedokteran Indonesia Vol.48,No.8.1998. Hal.308-315
45
46
15. Hoffbrand, .AV., Petlit, E.J., dan Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. Buku Kedokteran EGC. Edisi IV. Jakarta. 2005. Hal.11,13-14
16. Syivia, A.P dan Wilson, L.M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Edisi IV. 2001. Hal.247
17. Hardjoeno, H, dkk. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium. Lembaga Penerbit Universitas Hasanuddin (Lephas). Makassar. 2003. Hal.29,155
18. Hoffbrand, A.V. dan Petlit, E.J. Kapita Selekta Hematologi. EGC. Jakarta. 2005. Hal.1, 25, 104, 221
19. Handayani, W dan Sulistyo, H.A. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika. Jakarta. 2003. Hal.1-2, 6-13
20. Sadikin, M. Biokimia Darah. Widya Medika. Jakarta. 2002. Hal.1, 7-8, 11, 73
21. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakarta. 1984. Hal.7-8
22. Waterbury, Larry. Buku Saku Hematologi. EGC. Jakarta. 1998
23. Effendi, Z. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh (accesed 10 Juni 2013). Available from: http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.pdf
24. Hoffbrand, A.V. dan Pettit, J.E. Kapita Selekta: Haematologi (Essential Haematologi). Buku Kedokteran EGC. Edisi II. Jakarta. 1996. Hal.102-105
25. Baratawidjaja, K.G. Imunologi Dasar. Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Edisi III. Jakarta. 1998. Hal.35-36
26. Sugih, R. 2012. gambaran kadar Hematokrit darah pada pekerja sepanjang Jl. Brigjen Sudiarto Semarang (accesed 10 Juni 2013). Available from: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-retnosugih-5279-2-bab2.pdf
47
LAMPIRAN I
Skema Kerja
Pasien Gagal Ginjal Kronik
Sampel darah vena
Pemeriksaan darah rutin pada alat sysmex XT 2000i
Eritrosit Leukosit Trombosit hemoglobin hematokrit
Analisa Data
Pembahasan
Kesimpulan
Hemodialisis
Dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 3 ml menggunakan vacum tainer
47
48
LAMPIRAN II
Gambar Alat Penelitian
Gambar: Alat hematologi analyzer sysmex XT 2000
Gambar: Alat hemodialisa Gambar: Sampel darah vena
48
49
LAMPIRAN III
Hasil Uji Statistik
Statistik Kategori Jenis Kelamin
Frekwensi Persen Persen tepat Persen kumulatif
Valid
L 18 51.4 51.4 51.4
P 17 48.6 48.6 100.0
Total 35 100.0 100.0
Eritrosit, Leukosit, Trombosit, Hemoglobin, Hematokrit *Kategori Jenis Kelamin
Jenis kelamin Eritrosit Leukosit Trombosit Hemoglobin Hematokrit
L
Rata-rata 3.2406 14.3144 274.5556 8.8722 26.2333
N 18 18 18 18 18
Std. Deviasi .86369 9.61614 135.86378 2.43209 7.54110
P
Rata-rata 2.7759 11.9871 305.8235 7.7647 24.0882
N 17 17 17 17 17
Std. Deviasi .68948 7.93070 151.66131 1.63819 5.60155
Total
Rata-rata 3.0149 13.1840 289.7429 8.3343 25.1914
N 35 35 35 35 35
Std. Deviasi .80760 8.78783 142.49548 2.12975 6.66207
Kategori Umur Frekwensi Persen Persen tepat Persen kumulatif
Valid
31-40 tahun 4 11.4 11.4 11.4
41-50 tahun 15 42.9 42.9 54.3
51-60 tahun 14 40.0 40.0 94.3
> 60 tahun 2 5.7 5.7 100.0
Total 35 100.0 100.0
49
50
Lanjutan Hasil Uji Statistik
Eritrosit, Leukosit, Trombosit, Hemoglobin, Hematokrit * Kategori Umur
Umur Eritrosit Leukosit Trombosit Hemoglobin Hematokrit
31-40 tahun
Rata-rata 2.4300 14.6800 255.0000 6.8500 20.6000
N 4 4 4 4 4
Std. Deviasi .40751 12.53558 117.89543 1.19304 4.69965
41-50 tahun
Rata-rata 2.8640 11.5133 355.5333 7.8000 23.3467
N 15 15 15 15 15
Std. Deviasi .68866 6.30628 180.55821 1.62481 4.99941
51-60 tahun
Rata-rata 3.2007 14.4779 229.4286 9.1143 28.1071
N 14 14 14 14 14
Std. Deviasi .90782 10.52829 74.18554 2.54403 7.87816
> 60 tahun
Rata-rata 4.0150 13.6650 288.0000 9.8500 27.8000
N 2 2 2 2 2
Std. Deviasi .36062 9.04390 4.24264 1.62635 4.24264
Total
Rata-rata 3.0149 13.1840 289.7429 8.3343 25.1914
N 35 35 35 35 35
Std. Deviasi .80760 8.78783 142.49548 2.12975 6.66207
50
51
LAMPIRAN IV
Tabulasi Hasil Penelitian
No Kode Pasien Umur Jenis
Kelamin
Gambaran Hematologi Eri
(106/µl) Leuko (10³/µl)
Plt (10³/µl)
Hb (g/dl)
Ht (%)
1 YA 44 L 3,72 9,78 516 10,4 32,3 2 YB 57 L 2,93 41,13 84 8,1 24,9 3 YC 46 P 1,52 10,7 141 5,1 15,0 4 YD 58 P 2,69 6,17 152 8,0 24,9 5 YE 43 L 2,30 19,20 424 6,4 18,1 6 YF 47 P 2,08 8,02 490 6,0 17,7 7 YG 65 L 4,27 20,06 285 8,7 24,8 8 YH 53 L 2,22 13,98 275 6,6 20,5 9 YI 32 L 2,61 6,49 145 7,1 20,2
10 YJ 39 P 2,67 11,45 220 7,5 23,9 11 YK 38 P 1,82 7,57 233 5,1 14,1 12 YL 46 L 2,93 6,70 162 9,2 26,6 13 YM 43 L 2,39 9,27 172 6,2 18,2 14 YN 54 L 3,93 7,43 249 10,8 32,9 15 YO 49 L 3,43 8,25 142 9,8 28,6 16 YP 35 P 2,62 33,21 422 7,7 24,2 17 YQ 47 L 3,08 7,85 244 8,3 24,1 18 YR 56 P 2,80 13,78 218 7,7 22,4 19 YS 48 P 2,56 7,62 259 7,7 24,3 20 YT 59 L 2,17 6,47 126 5,9 17 21 YU 50 P 3,90 10,16 262 9,1 29,2 22 YV 45 P 2,65 8,07 721 6,7 22,4 23 YW 51 P 3,25 4,06 163 9,4 30,4 24 YX 64 L 3,76 7,27 291 11,0 30,8 25 YY 52 P 2,39 9,08 350 6,8 22,0 26 YZ 56 P 3,79 29,46 249 10,5 34,7 27 ZA 42 L 2,18 25,68 382 6,3 19,5 28 ZB 44 P 3,39 7,18 506 9,3 27,2 29 ZC 58 L 5,28 9,75 247 14,5 44,3 30 ZD 55 L 4,12 8,98 300 12,9 38,9 31 ZE 48 L 3,48 24,81 593 7,5 21,3 32 ZF 56 L 3,53 24,56 305 10,0 29,2 33 ZG 50 P 3,35 9,41 319 9,0 25,7 34 ZH 54 P 2,10 17,8 256 6,3 19,7 35 ZI 57 P 3,61 10,04 238 10,1 31,7
51