GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING …pemeriksaan sampel tinja pada murid dengan metode flotasi...
Transcript of GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING …pemeriksaan sampel tinja pada murid dengan metode flotasi...
i
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING TRICHURIS TRICHIURA
PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI 17 ABELI KELURAHAN POASIA
KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan PendidikanDiploma III Analis Kesehatan politeknik kesehatan kendari
OLEH :
PATRAWATIP00341014028
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2017
iiiiii
iiiiiiiii
iviviv
v
RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Identitas Diri
Nama : Patrawati
NIM : P00341014028
Tempat, dan Tgl Lahir : Molinese, 3 Juni 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/ Bangsa : Tolaki / Indonesia
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri Molinese, Tamat Tahun 2008
2. SMP Negeri 2 Lainea, Tamat Tahun 2011
3. SMA Negeri 6 Kendari, Tamat Tahun 2014
4. Sejak tahun 2014 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
vi
MOTTO
Tidak semua masalah
Harus ditemukan solusinya.
Terkadang
Kita memang hanya perlu
Bersabar dan berserah diri
Bersabar dan berserah diri pada Allah
Menjadi solusi untuk mencari ketenangan hati
Karya tulis ini kupersembahkan kepada
Ibu dan Bapakku yang tersayang,
keluargaku yang tercinta, Almamaterku,
Agama, Bangsa, Negara dan teman-teman
yang sangat menyayangiku.
vii
ABSTRAK
Patrawati (P00341014028) Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Trichuristrichiura pada Murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan PoasiaKecamatan Abeli Kota Kendari, dibimbing oleh Anita Rosanty, dan Supiati(xiv + 34 halaman + 3 gambar + 6 tabel + 9 lampiran). Trichuris trichiura termasuknematoda usus golongan Soil Transmitted Helmint (STH) biasa disebut cacingcambuk yang dapat menyebabkan penyakit trichuriasis. Resiko tertinggi terjadipada anak usia sekolah dasar yang mempunyai kebiasaan defekasi disaluran airterbuka, makan tanpa cuci tangan, dan bermain di tanah tanpa alas kaki. Penelitianini bertujuan untuk memperoleh Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Trichuristrichiura pada murid. Variabel dalam penelitian ini adalah telur cacing Trichuristrichiura pada murid. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif,yang dilakukan pada tanggal 18 Juli – 20 Juli 2016. Sampel dalam penelitian iniadalah tinja murid, diambil menggunakan teknik simple random sampling. Datayang diambil berupa data primer dan sekunder dengan instrumen penelitian adalahalat ceklis dan lembar hasil pemeriksaan. Analisis data disajikan dalam bentuk tabeldan dinarasikan. Hasil penelitian yang dilakukan dari 44 sampel tinja muridmenunjukkan 5 sampel positif telur cacing Trichuris trichiura dan 39 sampelnegatif, pada kode sampel Cs4 ditemukan jumlah cacing Trichuris trichiura (40%),kode sampel Cs3, Fs1 (10%) dan berbentuk tempayen (83,33%), 1 sampel telurcacing lain berbentuk lonjong (16,67%). Kesimpulan dalam penelitian adalah Padapemeriksaan sampel tinja pada murid dengan metode flotasi (pengapungan) telahditemukan 5 sampel yang positif telur cacing Trichuris trichiura dan 39 sampelnegatif. Disarankan bagi pihak Sekolah Dasar 17 Abeli perlu melakukanpemantauan pada murid untuk berperilaku hidup sehat dan bersih seperti mencucitangan sebelum makan, tidak membuka alas kaki ketika bermain.
Kata Kunci : Trichuris trichiura, Tinja, MuridDaftar Pustaka : 19 buah (2003-2016)
viii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas Berkat,
rahmat, petunjuk dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan Judul “Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Trichuris
trichiura pada Murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan
Abeli Kota Kendari”.
Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan berkat dukungan dari semua pihak,
terutama kepada ayahanda Haludin dan Ibunda Nurniatin. Terima kasih atas segala
Do’a, dukungan, bimbingan, jerih payah dan curahan kasih sayang yang tidak ternilai
harganya kepada penulis. Saudaraku tercinta Iswan dan Akram, A.md Kom terima
kasih dukungan dan kebersamaannya. Ibu Anita Rosanty, S.ST.,M.Kes selaku
Pembimbing I, dan Ibu Supiati, STP.,MPH selaku pembimbing II yang dengan penuh
kesabaran dan keikhlasan membimbing peneliti sehingga Karya Tulis ini dapat
terselesaikan.
Pada Kesempatan ini peneliti tidak lupa juga mengucapkan banyak terima
kasih yang tulus kepada yang terhormat:
1. Direktur Poltekkes Kemenkes Kendari Bapak Petrus, SKM.,M.Kes
2. Kepala Kantor Badan Riset Sultra yang telah memberikan izin penelitian
3. Kepala SDN 17 Abeli Ibu Hidayah, S.Pd.,M.Pd yang telah memberikan izin
kepada peneliti untuk melakukan penelitian.
4. Ketua Jurusan Analis Kesehatan Ibu Ruth Mongan,B.Sc.,S.Pd.,M.Pd
5. Kepala Laboratorium Analis Kesehatan Ibu Satya Darmayani, S.Si.,M.Eng
6. Instruktur penelitian Ibu Reni Yunus, S.Si.,M.Sc
7. Ibu Ruth Mongan, B.Sc.,S.Pd.,M.Pd selaku Penguji I, Bapak Petrus,
SKM.,M.Kes selaku Penguji II dan Reni Yunus, S.Si.,M.Sc
selaku Penguji III yang telah membantu dan mengarahkan peneliti dalam ujian
Proposal sehingga penelitian ini dapat lebih terarah.
ix
8. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
yang turut membekali ilmu pengetahuan pada peneliti selama menuntut ilmu..
9. Ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan analis kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari angkatan 2014 yang tidak dapat
peneliti sebutkan namanya satu persatu yang telah berjuang selama ±3 tahun
dalam suka maupun duka dalam menyelesaikan hasil penelitian ini.
Demikian penulis sampaikan, semoga bantuan yang diberikan selama ini
kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Akhir kata,
jazzakumullah khoir.
Kendari, Juli 2017
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ..i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS............................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………….…………...…...iii
HALAMAN PENGESAHAN………………...……….………………….....iv
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………….….....v
MOTTO……………………………………………………………………....vi
ABSTRAK…………………………………………………………………...vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………..viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………........x
DAFTRAR GAMBAR……………………………………………………...xi
DAFTRAR TABEL………………………………………….……………..xii
DAFTRAR LAMPIRAN………………………………………………..…xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Trichuris trichiura .................................... 5
B. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Telur Trichuris trichiura …. 9
C. Tinjauan Umum Tentang Murid Sekolah Dasar ............................... 11
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran................................................................................. 15
B. Kerangka Pikir ................................................................................... 16
C. Variabel Penelitian............................................................................. 17
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif........................................ 17
xi
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................. 18
B. Tempat dan waktu penelitian ............................................................. 18
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 18
D. Prosedur Pengumpulan Data.............................................................. 19
E. Instrument Penelitian ......................................................................... 20
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium................................................. 21
G. Jenis Data ........................................................................................... 23
H. Pengolahan Data ................................................................................ 23
I. Analisis Data...................................................................................... 24
J. Penyajian Data ................................................................................... 24
K. Etika Penelitian .................................................................................. 24
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 26
B. Pembahasan........................................................................................ 30
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 33
B. Saran .................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Cacing Trichuris trichiura …………………………….……...6
Gambar 2.2 : Telur Trichuris trichiura............................................................7
Gambar 2.3 : Siklus hidup Trichuris trichiura…………………………....…7
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 : Distribusi Responden Menurut Kelas Murid Sekolah Dasar
Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota
Kendari Tahun 2017……………………………………………..27
Tabel 5.2 : Distribusi Responden Menurut Umur Murid SDN 17
Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari
Tahun 2017………………………………………………........... 27
Tabel 5.3 : Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Murid SDN 17
Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari
Tahun 2017………………………………………………………28
Tabel 5.4 : Distribusi Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Adanya telur
cacing Trichuris trichiura Murid SDN 17 Abeli Kelurahan
Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari Tahun 2017…………...28
Tabel 5.5 : Distribusi Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Jumlah Telur
Cacing Trichuris trichiura Pada Murid SDN 17 Abeli
Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari
Tahun 2017……………………………………………………...29
Tabel 5.6 : Distribusi Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Bentuk Telur
Cacing Trichuris trichiura Pada Murid SDN 17 Abeli
Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari
Tahun 2017………………………………………………………29
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat izin penelitian dari Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian Dan PengembanganDaerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari SDN 17 Abeli
Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di LaboratoriumAnalis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Kendari
Lampiran 5 : Surat Keterangan Bebas Pustaka
Lampiran 6 : Lembar Hasil Penelitian
Lampiran 7 : Tabulasi Data
Lampiran 8 : Master Tabel
Lampiran 9 : Dokumentasi Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Data WHO (2011), menyebutkan bahwa lebih dari 1 miliar penduduk
dunia menderita kecacingan dan sekitar 40-60% penduduk Indonesia menderita
kecacingan. Cacingan atau sering disebut juga kecacingan adalah penyakit yang
disebabkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tertinggi, ditemukan pada anak
balita dan usia sekolah dasar (SD). Penelitian di beberapa kota besar di
Indonesia menunjukkan, kasus infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
sekitar 25–35% dan cacing cambuk (Trichuris trichiura) 65–75%. Resiko
tertinggi terutama kelompok anak yang mempunyai kebiasaan defekasi di
saluran air terbuka dan sekitar rumah, makan tanpa cuci tangan, dan bermain -
main di tanah yang tercemar telur cacing tanpa alas kaki (Rusmanto, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tenggara pada
tahun 2010 prevalensi kecacingan sebanyak 29.50%, pada tahun 2011 prevalensi
kecacingan meningkat menjadi 32.11%, pada tahun 2012 prevalensi kecacingan
turun kembali menjadi 31.08%. sedangkan pada tahun 2013 prevalensi
kecacingan di kota kendari yaitu sebesar 31,12%.
Murid sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa
depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Anak usia
sekolah dasar (SD) sangat rentan terkena kecacingan. Infeksi cacing pada orang
dewasa dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja sedangkan pada
anak–anak dapat menyebabkan gangguan pada tumbuh kembangnya. Khusus
anak usia sekolah, keadaan ini akan berakibat buruk pada kemampuannya dalam
mengikuti pelajaran disekolah. sehubungan dengan tingginya angka prevalensi
infeksi cacingan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu pada daerah
iklim tropik, yang merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing,
perilaku yang kurang sehat seperti buang air besar disembarang rempat, bermain
2
tanpa menggunakan alas kaki, umur, jenis kelamin, mencuci tangan, kebersihan
kuku, pendidikan dan perilaku individu, sanitasi makanan dan sanitasi sumber
air (Suluwi, dkk. 2016)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh wafiq khafifah (2016)
tentang Hubungan Kecacingan Dengan Anemia Pada Anak Sekolah Dasar
Negeri 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 44 siswa sebagian besar (63.64%) terinfeksi cacing usus.
Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang higienis dan
kebanyakan anak-anak bermain tanah. Selain infeksi kecacingan nematoda usus
juga diduga adanya infeksi kecacingan trichuris trichiura atau cacing cambuk.
Menurut penelitian Inge Susanto (2011), Penderita kecacingn terutama anak-
anak dengan infeksi cacing cambuk Trichuris trichiura yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala diare yang sering diselingi sindrom disentri, anemia, berat
badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.
Infeksi telur cacing Trichuris trichiura atau biasa disebut cacing cambuk
pada anak-anak merupakan infeksi kecacingan yang ringan dan berat. Infeksi
ringan tidak memberikan gejala klinis yang jelas sehingga harus dilakukan
pemeriksaan tinja. Oleh karena itu pentingnya melakukan Teknik diagnostik
yang merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi
penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara menidentifikasi dan
mengenal stadium parasit yang ditemukan (kusuma, 2014)
Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan, di Sekolah Dasar
Negeri 17 Abeli ditemukan anak sekolah berjumlah 145 orang siswa. Ada 44
siswa terdapat sebagian besar (63.64%) terinfeksi cacing usus pada tahun 2016.
Selain itu, masih ditemukan kebiasaan yang tidak memperhatikan kebersihan
perorangan seperti bermain ditanah, sebagaian siswa tidak menggunakan alas
kaki ketika bermain serta kuku-kuku yang tidak dipotong dan kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan dan sesudah bermain ditanah, Sehingga dengan
3
kondisi tersebut dapat menjadi faktor penyebab resiko terjadinya kecacingan
pada usia anak sekolah.
Berdasarkan data yang diperoleh, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura
pada Murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli
Kota Kendari”.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura pada Murid
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota
Kendari”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing
Trichuris trichiura pada Murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan
Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui adanya telur cacing Trichuris trichiura melalui
pemeriksaan tinja dengan pengamatan mikroskop
b. Untuk mengetahui jumlah telur cacing Trichuris trichiura pada tinja
Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari.
c. Untuk mengetahui bentuk telur cacing Trichuris trichiura yang
ditemukan pada tinja murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan
Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah (Kepala Sekolah dan
Staf pengajar) agar bekerja sama dalam memperhatikan kebersihan
lingkungan serta memberikan informasi bagi para siswa tentang infeksi
kecacingan khususnya kontaminasi terhadap infeksi Nematoda usus.
2. Bagi Institusi
Sebagai penambah literatur pustaka perpustakaan Analis Kesehatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
3. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman terkait penelitian
mengenai Gambaran hasil pemeriksaan telur cacing Trchuris trichiura Pada
Murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli
4. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi
penelitian yang lain untuk mengadakan penelitian lanjut tentang Gambaran
hasil pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura Pada Murid Sekolah
Dasar Negeri 17 Abeli.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Trichuris trichiura
1. Pengertian Trichuris trichiura
Trichuris trichiura (Cacing cambuk) termasuk nematoda usus gologan
soil transmitted helminth (STH) yang biasa dinamakan cacing cemeti atau
cambuk, karena tubuhnya menyerupai cemeti dengan bagian depan yang
tipis dan bagian belakangnya yang jauh lebih tebal. Trichuris yang berarti
ekor benang, yang pada mulanya adalah salah pengertian sebetulnya nama
yang benar ialah Tricho-cephalus (kepala benang) yang diberikan oleh
Goeze (1782), karena berbentuk benang itu adalah bagian kepalanya.
Penyakitnya disebut trichuriasis, trichocephaliasis atau infeksi caciing
cambuk. (Irianto, 2013 : 227)
2. Etiologi
Penyakit cacingan yang disebabkan oleh jenis parasit cacing trichuris
trichiura disebut trichuriasis, cacing ini sering dinamakan cacing cambuk.
Didaerah tropis Tercatat 80% penduduk positif di daerah tropis, sedangkan
diseluruh dunia tercatat 500 juta yang terkena infeksi. Infeksi banyak
terdapat di daerah curah hujan tinggi, iklim subtropis dan pada tempat yang
banyak populasi tanah.
Infeksi berat terhadap anak-anak lebih mudah terserang daripada
orang dewasa. Infeksi berat terhadap anak-anak yang suka bermain di tanah
dan mereka mendapat kontaminasi dari pekarangan yang kotor. Infeksi
terjadi karena menelan telur yang telah berembrio melalui tangan, makanan,
atau minuman yang telah terkontaminasi, langsung melalui debu, hewan
rumah atau barang mainan (Irianto, 2013 : 231).
6
3. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Nemathelmintes
Kelas : Nematode
Sub Kelas : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super Family : Trichurioidea
Family : Trichuridea
Genus : Trichuris
Spesies : Trichuris Trichiura
4. Morfologi
a) Cacing dewasa
Cacing dewasa panjangnya 35-55 mm, dua per lima bagian
posterior gemuk menyerupai pegangan cambuk dan tiga per lima
bagian anterior kecil panjang seperti cambuk. Cacing jantan
panjangnya 4 cm, ekornya melingkar dan memiliki sebuah specula.
Cacing betina panjangnya 5 cm, ekornya sedikit melengkung dan
ujungnya tumpul (Pusarawati, 2014).
Gambar 2.1 Cacing Trichuris trichiura
b) Telur
Telur cacing ini berukuran 50-54 x 22-23 mikron, bentuknya sep
erti tong anggur atau lemon shape dan pada kedua ujungnya terdapat
7
dua buah mucoid plug (sumbat yang jernih). Dinding telur berwarna
coklat dari warna empedu kedua ujungnya berwarna bening
(Pusarawati, 2014).
Gambar 2.2 Telur Trichuris trichiura
5. Daur hidup
Telur mengalami pematangan dan menjadi infektif di tanah dalam
waktu 3-4 minggu. Jika telur cacing yang infektif ini tertelan manusia, maka
di dalam usus halus dinding telur pecah dan larva keluar menuju sekum lalu
berkembang menjadi cacing dewasa. Dalam waktu satu bulan sejak
masuknya telur infektif ke dalam mulut, cacing telah menjadi dewasa dan
cacing betina sudah mulai mampu bertelur. Trichuris trichiura dewasa dapat
hiduP beberapa tahun di dalam usus manusia (Soedarto, 2011).
Gambar 2.3 Siklus Hidup Trichuris trichiura
8
6. Patologi dan Gejala klinik
Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi
dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada
anak, cacing tersebar di seluruh kolon dan rectum. Kadang – kadang terlihat
di mokusa rectum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita
pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya kedalam mukosa
usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan
mukosa usus. Di tempat perletakkannya dapat terjadi perdarahan. Di
samping itu cacing ini juga menghisap darah hospesnya, sehingga dapat
menyebabkan anemia (Susanto, dkk 2011).
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat
dan menahun, menunjukkan gejala diare yang sering diselingi
sindromdisentri, anemia, berat badan turun dna kadang-kadang disertai
prolapsus rektum. Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan
infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak
memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala (Susanto,
dkk 2011).
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya telur pada pemeriksaan
tinja secara langsung atau dengan cara konsentrasi (sedimentasi dan flotasi)
(Pusarawati, dkk., 2014).
Diagnosis juga ditegakkan dengan ditemukannya telur pada tinja
(feses). Pada infeksi ringan, metode pemeriksaan tinja dapat dilakukan
dengan metode konsentrasi, perhitingan jumlah telur dapat mendeterminasi
intensitas infeksi dan dapat mengetahui hasil pengobatan. Perhitungan
jumlah telur dapat dilakukan dengan metode stoll. (Irianto, 2013 : 231)
9
8. Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara efektif dengan Mebendazol 100
mg (dua kali sehari selama tiga hari berturut- turut), Pyrantel dan
Albendazol 400 mg (dosis tunggal). Hati- hati dengan Mebendazol karena
tidak boleh diberikan kepada wanita hamil sebab bisa membahayakan janin
yang dikandungnya. Infeksi ringan tidak memerlukan pengobatan yang
khusus (Zulkoni, 2010).
B. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Telur Cacing Trichuris trichiura
Pemeriksaan tinja dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur
cacing maupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses juga ini dimaksudkan
untuk mendiognosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang diperiksa
tinjanya. Pada pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura ada dua macam cara
pemeriksaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan secara kualitatif
dilakukan dengan menggunakan metode apung (flotasi) dan sedimentasi.
Sedangkan pemeriksaan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
metode Katokatz.
1. Pemeriksaan kualitatif
a) Metode Apung (flotasi)
Prinsip kerja dari metode ini berat jenis (BJ) telur-telur yang lebih
ringan dari pada BJ (berat jenis) larutan yang digunakan sehingga telur-
telur terapung dipermukaan dan digunakan untuk memisahkan partikel-
partikel besar yang ada dalam tinja. Pemeriksaan dengan metode ini
menggunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula jenuh yang
didasarkan atas berat jenis telur sehingga telur akan mengapung dan
mudah diamati (Tierney, 2002).
Metode flotasi (pengapungan) adalah metode yang menggunakan
larutan NaCl jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur sehingga akan
mengapung ke permukaan tabung dan ditutup dengan cover gelas
10
sehingga telur cacing naik ke permukaan larutan. Cover gelas tersebut
dipindahkan ke objek glass yang bersih dan kering di bawah mikroskop.
Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan
tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikian rupa
sehingga telur cacing diharapkan dapat terkumpul.
Ketetapan waktu flotasi merupakan syarat mutlak yang harus
dipenuhi sebab didasarkan atas berbagai penelitian, pembacaan sediaan
dengan waktu flotasi yang terlalu lama akan menyebabkan telur cacing
mengendap kembali sehingga hasil yang terbaca kurang maksimal atau
dapat terjadi hasil false.
b) Metode Sedimentasi
Metode ini cocok untuk pemeriksaan tinja yang telah diambil
beberapa hari sebelumnya, misalnya kiriman dari daerah yang jauh dan
tidak memiliki sarana laboratorium (Timey, 2002). Prinsip dari metode
ini adalah gaya sentrifugal dapat memisahkan supernatan dan suspense
sehingga telur cacing dapat terendapkan. Metode sedimentasi kurang
efisien dalam mencari macam telur cacing bila dibandingkan dengan
metode flotasi (Rusmatini, 2009).
2. Pemeriksaan kuantitatif
a) Metode Kato katz
Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah telur
cacing yang terdapat dalam feses yang dikeluarkan seseorang dalam
sehari. Pemeriksaan ini untuk (Soil Transmitted Helmint) STH.
Jumlah telur yang didapat kemudian dicocokkan dengan skala
pembagian berat ringannya penyakit kecacingan yang diderita
(Tierney, dkk.2002).
Pemeriksaan metode kato katz adalah suatu pemeriksaan
sediaan tinja ditutup dan diratakan dibawah “cellophane tape” yang
telah direndam dalam larutan malactite green. Dari hasil perhitungan
11
secara kuantitatif telur cacing dapat ditentukan klasifikasi intensitas
innfeksi (ringan, sedang, atau berat). Menurut jenis cacing yang
menginfeksi dalam satuan EPG (Eggs Per Gram), sehngga dapat
menggambarkan keadaan infeksi kecacingan pada daerah tersebut.
Pemeriksaan kuantitatif kecacingan menggunakan metode
Kato katz, lapangan pandang yang dihasilkan berwarna hijau
malachite sehingga pemeriksaan ini lebih efisien untuk pemeriksaan
dengan jumlah sampel yang banyak dan mempermudah dalam
perhitungan telur cacing.
C. Tinjauan Umum Tentang Murid Sekolah Dasar
1. Pengertian Murid Sekolah Dasar
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun
2010, sekolah dasar adalah salah satu pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.
Suharjo (2006) menyatakan bahwa sekolah dasar pada dasarnya merupakan
lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan enam
tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Hal ini juga diungkapkan Fuad Ihsan
(2008) bahwa sekolah dasar ditempuh selama 6 tahun.
Menurut buku data penduduk yang diterbitkan oleh kementerian
kesehatan Indonesia (2011), anak usia anak sekolah adalah anak-anak yang
berusia 7-12 tahun (Depkes 2011). Menurut wong (2009), anak usia sekolah
atau anak yang sudah sekolah akan menjadi pengalaman inti anak. Periode
ini anak-anak akan dianggap mulai bertanggungjawab atas perilakunya
sendiri dalam hubungan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lain.
Usia anak sekolah masa anak memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh
keterampilan tertentu.
12
Siswa sekolah dasar adalah bagian dari masyarakat yang masuk ke
dalam bagian masyarakat yang beresiko tinggi terhadap infeksi cacing
(Depkes, 2007). Penelitian Hairani dkk (2012), bahwa prevalensi
kecacingan pada sekelompok umur 6-9 tahun lebih tinggi dibandingkan
anak kelompok umur 10-15 tahun, baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan. Iqbal (2004) menyatakan bahwa infeksi cacing pada siswa
sekolah dasar di Kelurahan Pannampu Kecamatan Tallo Kotamadya
Makassar sebanyak 84,7%. Prevalensi tertinggi oleh cacing Ascaris
Lumbricoides yaitu 76,6%, TrichurisTrichiura 45,2% dan infeksi ganda
(Ascaris dan Trichuris)37,1%. Hasil pemeriksaan sampel tanah dari 34
lokasi yang diperiksa, diperoleh 58,8% positif tanahnya mengandung telur
cacing. Telur cacing yang ditemukan adalah Ascarislumbricodes yaitu
41,2%, telur cacing Trichuris Trichiura yaitu 32,3% dan telur cacing ganda
(Ascaris dan Trichuris)yaitu 14,7%.
Siswa yang terinfeksi oleh Ascaris lumbricoides dapat menimbulkan
gangguan gizi dengan gambaran klinik yang nyata seperti: nyeri perut
berupa kolik di daerah pusat atau epiguastrium, perut buncit, rasa mual dan
kadang-kadang muntah, cengeng, anoreksia, susah tidur dan sering diare.
Siswa yang terinfeksi oleh Trichuris trichiura terdapat keluhan nyeri di
daerah abdomen atau epigastrium yang disertai muntah-muntah, konstipasi
perut kembung dan ileus, diare dengan tinja yang terlihat bergaris-garis
merah darah dan berat badan menurun. Pada siswa yang terinfeksi
Ancylistoma duodenale umumnya mengalami anemia umumnya berupa
anemia defisiensi besi dan anemia akan semakin berat pada siswa yang
kurang protein. Gejala yang dapat dijumpai adalah lemah, lesu, pusing dan
nafsu makan yang kurang. Apabila cacing dewasa yang terdapat pada anak-
anak jumlahnya banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat
menyebabkan kematian (Ngastiyah, 2005).
13
2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecacingan Pada Murid Sekolah
Dasar
Secara epidemiologi, faktor sanitasi lingkungan dan faktor manusia
merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan.
a) Faktor sanitasi lingkungan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah faktor
lingkungan yang berperan sebagai media, faktor agent penyebab
penyakit dan host yaitu manusia sebagai objek dari penyakit sedangkan
menurut Blum untuk mewujudkan suatu keadaan sehat bagi
masyarakat, ada 4 faktor yang berperan yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan dan keturunan, tetapi faktor lingkungan
mempunyai pengaruh yang sangat besar. Faktor lingkungan seperti
tanah, air, tempat pembuangan tinjatercemar oleh telur atau larva cacing
serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu
personal hygiene maka dapat menimbulkan kejadian kecacingan.
b) Faktor perilaku perorangan
Kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya (Isro’in dkk, 2012).Kunci
pemberantasan kecacingan adalah memperbaiki higiene dan sanitasi
lingkungan, misalnya: tidak jajan di sembarang tempat apalagi jajanan
yang terbuka serta membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan, dengan begitu rantai penularan kecacingan dapat diputus
(Sasongko, 2007).
Menurut Rusmanto dkk (2012) bahwa masih ditemukan
personal hygiene yang kurang pada siswa sekolah dasar dan ada
hubungan antara personal hygiene siswa dengan kejadian kecacingan.
Personal hygiene meliputi di antaranya:
14
1. Defekasi di tanah
Penularan Trichuris trichiura dapat terjadi melalui tanah
yang terkontaminasi dengan tinja. Sampai saat ini belum terdapat
cara yang praktis untuk membunuh teur cacing yang terdapat
ditanah, terutama bila telur-telur terdapat pada tanah liat dengan
lingkungan yang hangat dan lembab. Kebiasaan seperti defekasi di
sekitar rumah dapat menyebabkan reinfeksi secara terus-menerus
terutama pada anak balita. Menurut studi pada anak sekolah di
Desa Rejosari, Kecamatan Karangawen Demak menunjukkan
bahwa kebiasaan defekasi di kebun atau tanah mempunyai faktor
resiko sebesar 2.9 kali terhadap infeksi cacing.
2. Mencuci tangan
Penelitian yang dilakukan terhadap pemukim di LPA
Lakarsantri Surabaya menunjukkan tafsiran tingkat prevalensi
Ascaris dan Trichuris masing-masing sebesar 33.3% dan 8.8%. Hal
ini disebabkan karena tidak mencuci tangan sebelum makan.
Makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu khususnya pada anak-
anak akan terus menerus mendapatkan reinfeksi.
3. Lama kontak dengan tanah
Anak yang mempunyai kebiasaan bermain dalam waktu
yang lama di tanah, beresiko terinfeksi cacing Trichuris 5.2 kali
lebih besar dibanding anak yang hanya sebentar bermain di tanah
dalam sehari.
15
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Trichuris trichiura (Cacing cambuk) termasuk nematoda usus gologan soil
transmitted helminth (STH) yang biasa dinamakan cacing cemeti atau cambuk.
Infeksi kecacingan banyak terdapat di daerah curah hujan tinggi, iklim subtropis
dan pada tempat yang banyak populasi tanah.
Murid sekolah dasar sangat rentan terkena infeksi kecacingan. Hal ini di
karenakan kebiasaan yang tidak memperhatikan kebersihan perorangan seperti
bermain ditanah, sebagaian siswa tidak menggunakan alas kaki serta kuku-kuku
yang tidak dipotong dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah bermain ditanah.
Pemeriksaan telur cacing dengan menggunakan metode apung (flotasi).
Prinsip kerja dari metode ini adalah berat jenis (BJ) telur-telur yang lebih ringan
dari pada Berat jenis larutan yang digunakan sehingga telur-telur terapung
dipermukaan dan digunakan untuk memisahkan partikel-partikel besar yang ada
dalam tinja. Pada Pemeriksaan dengan metode apung menggunakan larutan
NaCl jenuh.
. Apabila telur cacing Trichuris trichiura yang terdapat pada anak-anak
jumlahnya banyak maka dapat mengakibatkan gejala hebat dan dapat
menyebabkan kematian. Bentuk telur cacing Trichuris trichiura seperti
tempayen atau tong anggur dan pada kedua ujungnya terdapat dua buah mucoid
plug (sumbat yang jernih). Dinding telur berwarna coklat dari warna empedu
kedua ujungnya berwarna bening
16
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan dasar pemikiran diatas, dapat disimpulkan dengan bagan
kerangka pikir sebagai berikut:
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
Kebersihan perorangan
Tinja Murid Sekolah Dasar
Kontaminasi telur cacing
Pemeriksaan kualitatif
Metodeapung
(flotasi)
Pengamatan mikroskop
Ada telur cacing(positif)
Tidak ada telur cacing(negatif)
Banyaknya telurcacing (jumlah)
positif)
Telur Trichuristrichiura
Bukan telurTrichuris trichiura
)
Metodesedimetasi
Metodelangsung
17
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah telur cacing Trichuris trichiura pada
tinja Murid Sekolah Dasar 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota
Kendari
D. Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif
1. Murid sekolah dasar dalam penelitian ini adalah murid yang terdaftar pada
Sekolah Dasar 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli.
2. Trichuris trichiura adalah nama lain dari cacing cambuk yang ditemukan
pada tinja
3. pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode apung (flotasi) dan selanjutnya akan diperiksa
dibawah mikroskop.
Kriteria objektif :
a. Dikatakan positif telur cacing Trichuris trichiura jika dalam
pengamatan mikroskop terdapat:
1) Ditemukan adanya telur cacing Trichuris trichiura
2) Ditemukan jumlah telur cacing Trichuris trichiura lebih dari satu
3) Ditemukan bentuk telur cacing Trichuris trichiura seperti
tempayen atau tong anggur dan pada kedua ujungnya terdapat dua
buah mucoid plug (sumbat yang jernih) dan dinding telur berwarna
coklat dari warna empedu .
b. Dikatakan negatif telur cacing Trichuris trichiura jika dalam
pengamatan mikroskop terdapat:
1) Tidak ditemukan adanya telur cacing Trichuris trichiura
2) Tidal ditemukan jumlah telur cacing Trichuris trichiura
3) Tidak ditemukan bentuk telur cacing Trichuris trichiura seperti
tempayen atau tong anggur dan kedua ujungnya terdapat dua buah
mucoid plug (sumbat yang jernih).
18
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Peneitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk
memperoleh gambaran pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura pada Murid
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota
Kendari
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan sampel penelitian ini dilaksanakan di Sekolah
Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari,
sedangkan untuk pemeriksaan Laboratorium telah dilakukan di
Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 18-20 Juli 2017.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh murid Sekolah Dasar
Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari yaitu
berjumlah 145 murid.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah tinja Murid Sekolah Dasar
Negeri 17 Abeli kelas 1 sampai 6.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Simple
Random Sampling adalah teknik sampling yang digunakan bila populasi
19
mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara
proposional (Sugiyono,2011) Menurut Sugiyono, jika populasi lebih dari
100 maka diambil sampel 15% - 30%. Rumus sampel yang digunakan
sebagai berikut :
a) Kelas 1 x 24 = 7
b) Kelas 2 x 30 = 9
c) Kelas 3 x 22 = 7
d) Kelas 4 x 29 = 9
e) Kelas 5 x 20 = 6
f) Kelas 6 x 20 = 6
Jadi jumlah keseluruhan sampel yaitu 44 orang.
D. Prosedur Pengumpulan Data
1. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari penelitian sebelumnya yaitu
data tentang kecacingan, pengumpulan buku, jurnal atau literatur yang
mendukung penelitian.
2. Izin pengambilan data awal dari institusi, untuk mengambil data awal
tentang kecacingan ke tempat Penelitian, dan Izin Penelitian, Penelitian
dimulai setelah mendapat izin dari institusi tempat penelitian.
3. Pemeriksaan tinja anak Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Yang akan di
Lakukan Di Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kendari
20
E. Instrument Penelitian
1. Instrument dalam penelitian ini menggunakan lembar ceklis, alat tulis, dan
label.
2. Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan laboratorium yaitu:
a. Alat penelitian
1) Pipet tetes
2) Pot sampel
3) Objek glass
4) Kaca penutup/Deck glass
5) Lidi/tusuk gigi
6) Mikroskop
7) Gelas kimia 250 ml
8) Gelas ukur 100 ml
9) Tabung reaksi
10)Sendok tanduk
11) Batang pengaduk
12) Stopwatch
13) Saringan
14) Timbangan analitik
15) Cawan porselin
b. Bahan
1) Sampel tinja
2) NaCl jenuh
3) Aquadest
4) Label
21
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium
1. Pra Analitik
a. Persiapan Sampel
Sampel sebaiknya tinja segar (pagi hari) sebelum sarapan pagi,
defekasi spontan, dan diperiksa dilaboratorium dalam waktu 2-3 jam
setelah defekasi.
b. Pengumpulan sampel
1) Siapkan wadah : pot sampel yang bermulut lebar, tertutup rapat dan
bersih.
2) Sampel tinja dimasukkan kedalam pot sampel dan diberi label yang
beisikan nama responden, tanggal, nomor responden, jenis kelamin,
umur
c. Cara Pengambilan sampel
Dalam penelitian ini sampel diambil dengan cara:
1) Sebelum pot tinja dibagi perlu dilakukan wawancara tentang
pengetahuan cacingan, kebiasaan hidup sehat kepada murid sekolah
dasar atau responden.
2) Setelah wawancara, responden dibagikan pot tinja yang telah diberi
kode. Pot tersebut diisi dengan tinja sendiri dan dikumpulkan pada
keesokan harinya. Tinja yang diambil berupa tinja pagi hari setelah
bangun tidur
3) Jumlah tinja yang dimasukkan ke dalam pot sekitar 100 mg (sebesar
kelereng atau ibu jari tangan).
4) Spesimen harus segera diperiksa pada hari yang sama, sebab jika
tidak telur cacing Trichuris trichiura akan rusak. pembagian pot
sampel/tempat spesimen tinja yang sebelumnya telah diberi kode
pada Murid Sekolah Dasar 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan
Abeli Kota Kendari, tinja yang diambil berupa tinja pagi hari setelah
bangun tidur.
22
d. Persiapan alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan seperti pot sampel, objek, kaca penutup,
tabung reaksi, batang pengaduk, pipet tetes, gelas kimia dan mikroskop
dibersihkan terlebih dahulu.
e. Pembuatan larutan NaCl jenuh
Cara pembuatan latutan NaCl jenuh
a. Disiapkan aquadest sebanyak 100 ml kedalam gelas kimia 250 ml.
b. Dimasukkan garam dapur sebanyak 37 gram kedalam larutan sedikit
demi sedikit sampai larutan menjadi larutan NaCl jenuh.
f. Prinsip Metode apung (flotasi)
Prinsipnya adalah sampel diemulsikan kedalam larutan NaCl jenuh,
dimana telur cacing pada sampel mengapung ke permukaan larutan
karena perbedaan berat jenis NaCl jenuh dan telur cacing.
B. Analitik
1. Masukkan tinja (±1 gram) kedalam wadah/gelas kimia, kemudian
tambahkan larutan NaCl jenuh dan aduk sampai terbentuk suspense
homogen
2. Siapkan tabung reaksi ukuran sedang dan rak tabung reaksi.
3. Masukkan suspensi tersebut kedalam tabung reaksi sampai penuh,
buang bagian kasar yang terdapat pada permukaan larutan dengan lidi.
4. Letakkan deck glass diatas tabung reaksi tersebut dan biarkan selama 45
menit.
5. Ambil deck glass tersebut dan letakkan diatas objek glass, kemudian
periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran lensa obyektif 10x dan
40x.
23
C. Pasca Analitik
Interprestasi hasil pemeriksaan secara kualitatif dengan metode apung
(flotasi)
Hasil pemeriksaan mikroskop
a) Hasil positif ditemukan telur cacing Trichuris Trichiura
b) Hasil Negatif tidak ditemukan telur cacing Trichuris Trichiura
G. Jenis Data
1. Data primer
Data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri yang diperoleh secara
langsung dari tempat penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah
data tentang pemeriksaan telur cacing trichuris trichiura pada anak di
Sekolah Dasar 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah gambaran umum tentang
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota
Kendari
H. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini adalah :
1. Pemeriksaan data (Editing)
Editing dilakukan untuk memeriksa data yang telah dikumpulkan baik
berupa kartu atau buku register.
2. Pemberian kode (Conding)
Conding dilakukan untuk mempermudah pengolahan, sebaiknya semua
variabel diberi kode terutama data klasifikasi, misalnya jenis kelamin untuk
laki-laki diberi kode 1 dan perempuan diberi kode 2.
24
3. Pengelompokkan data (Tabulating)
Tabulating menyusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi setelah
dilakukan perhitungan data secara manual.
I. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang
dilakukan untuk mengetahui gambaran umum variabel yang diteliti, yang
dinyatakan dalam bentuk presentase, dengan merujuk pada rumus:
Keterangan :
f = variabel yang diteliti
n = Jumlah sampel
K = Konstanta (100%)
X = Persentase hasil yang dicapai (Arikunto, 1998 : 35)
J. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel
dan diuraikan dalam bentuk narasi.
K. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu memandang adanya
rekomendasi dari pihak atas atas pihak lain dengan mengajukan permohonan
izin kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapat persetujuan barulah
melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang
meliputi:
= x K
25
1. Informad consert
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti
yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat
penelitian, bila subjek menolak maka peneliti tidak akan memaksakan
kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Masalah etika Anonimity merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencatumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Yaitu menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi maupun
maslah-masalah lainnya. Informasi yang dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset.
26
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli terletak di Kelurahan Poasia
Kecamatan Abeli Kota Kendari. Luas wilayah Sekolah Dasar Negeri 17
Abeli 13.200 dan lintang/bujur 3.9856000/122.5903000.
b. Jumlah Siswa
Jumlah siswa di Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli kota Kendari
tahun 2016 sebanyak 145 siswa.
c. Sarana dan prasarana SDN 17 Abeli
Adapun sarana dan prasarana yang ada di SDN 17 Abeli terdiri
dari : Ruang kelas berjumlah 6 ruang, ruang kepala sekolah berjumlah 1
ruang, ruang guru berjumlah 1 ruang, ruang UKS berjumlah 1 ruang,
ruang perpustakaan, dan toilet
d. Tenaga Pengajar
Adapun tenaga pengajar yang ada di SDN 17 Abeli yaitu PNS
berjumlah 6 orang dan Guru GTT/PTT Kota/Kabupaten berjumlah 5
orang
27
2. Hasil penelitian
a. Karakteristik responden
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Kelas Murid SDN 17 AbeliKelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari Tahun2017
No Kelas Frekuensi Persentase
1 I 7 15,9%
2 II 9 20,5%
3 III 7 15,9%
4 IV 9 20,5%
5 V 6 13,6%
6 VI 6 13,6%
Jumlah 44 100%
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, menunjukkan bahwa sebagian
besar (13,6%) responden berada di kelas V, VI dan selebihnya (20,5%)
responden berada di kelas II dan IV.
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur Murid SDN 17Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota KendariTahun 2017
No Umur (Tahun) Frekuensi Persentase
1 5-11 Tahun 44 100%
2 12-16 Tahun 0 0%
Jumlah 44 100%
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.2 diatas, menunjukkan bahwa sebagian
besar (100%) responden berumur 5-11 tahun dan selebihnya (0%)
responden berumur 12-16 tahun.
28
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Murid SDN17 Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli KotaKendari Tahun 2017
No Jenis kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-laki 18 40,9%
2 Perempuan 26 59,1%
Jumlah 44 100%
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.3 diatas, menunjukkan bahwa sebagian
besar (59,1%) sampel berjenis kelamin perempuan dan selebihnya
(40,9%) sampel berjenis kelamin laki-laki.
b. Variabel penelitian
Tabel 5.4 Distribusi Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Adanya telurcacing Trichuris trichiura Pada Murid SDN 17 AbeliKelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari Dasar17 Abeli Tahun 2017
No Telur cacing Trichuris
trichiura
Frekuensi Persentase
1 Ada telur cacing 5 11,4%
2 Tidak ada telur cacing 39 88,6%
Jumlah 44 100%
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, menunjukkan bahwa ada 5 sampel
positif telur cacing Trichuris trichiura (11,4%) dan 39 sampel negatif
tidak ditemukan telur cacing Trichuris trichiura (88,6%).
29
Tabel 5.5 Distribusi Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Jumlah TelurCacing Trichuris trichiura Pada Murid Sekolah Dasar17 Abeli Tahun 2017
No Kode sampel Frekuensi Persentase
1 Cs2 2 20%
2 Cs3 1 10%
3 Cs4 4 40%
4 Ds7 2 20%
5 Fs1 1 10%
Jumlah 10 100%
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, menunjukkan bahwa ditemukan
jumlah telur cacing Trichuris trichiura (40%) dengan kode sampel Cs4
dan selebihnya ditemukan jumlah telur cacing Trichuris trichiura (10%)
dengan kode sampel Cs3 dan Fs1.
Tabel 5.6 Distribusi Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Bentuk TelurTrichuris trichiura Pada Murid Sekolah Dasar 17 AbeliKelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota KendariTahun 2017
No Kategori Hasil
pemeriksaan
Frekuensi Persentase
1 Bentuk TelurTrichuris trichiura
Tempayen 5 83,33%
2 Bentuk telur cacinglain
Lonjong 1 16,67%
Jumlah 6 100%
Sumber : data primer 2017
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, menunjukkan bahwa terdapat 5
sampel telur cacing Trichuris trichiura berbentuk tempayen (83,33%),
dan terdapat 1 sampel telur cacing lain berbentuk lonjong (16,67%).
30
B. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian terhadap sampel tinja pada murid SDN 17
Abeli Kelurahan Poasia Kecamatan Abeli Kota Kendari sebanyak 42 sampel
yang dilaksanakan pada tanggal 18 – 20 Juli 2017. Kemudian pemeriksaan
dilakukan di Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kendari dengan metode
pemeriksaan apung (flotasi). Prinsip kerja dari metode ini berat jenis (BJ) telur-
telur yang lebih ringan dari pada BJ (berat jenis) larutan yang digunakan adalah
NaCl jenuh sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan mudah diamati.
1. Adanya telur cacing Trichuris trichiura
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di SDN 17 Abeli
menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan telur cacing Trichuris trichiura dari
44 sampel yang diteliti terdapat 39 sampel dengan persentase 88,6% tidak
ditemukan telur cacing Trichuris trichiura. Faktor lain yang memengaruhi
prevalensi cacing lain yaitu Ascaris lumbricoides yang lebih tinggi yaitu
daya tahan telur Ascaris lumbricoides terhadap suhu panas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan telur Trichuris trichiura. Telur Trichuris trichiura
akan mati pada suhu 40-80oC sedangkan telur Ascaris lumbricoides tidak
(Jeffery and Leach, 1983).
Berdasarkan hasil penelitian yang diteliti terdapat 5 sampel dengan
persentase 11,4% ditemukan telur cacing Trichuris trichiura. Hal ini
menunjukkan Infeksi berat terhadap anak-anak lebih mudah terserang
daripada orang dewasa. Anak usia sekolah dasar (SD) sangat rentan terkena
kecacingan. Infeksi terjadi karena menelan telur yang telah berembrio
melalui tangan, makanan, atau minuman yang telah terkontaminasi,
langsung melalui debu, hewan rumah atau barang mainan (Irianto, 2013 :
231).
2. Jumlah telur cacing Trichuris trichiura
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan jumlah
telur cacing Trichuris trichiura. Seperti pada kode sampel Cs3 dan Fs1
31
ditemukan satu telur cacing Trichuris trichiura (10%) dan selebihnya juga
ditemukan telur cacing Trichuris trichiura lebih dari satu persampel seperti
pada kode sampel Cs4 (40%). Pada penelitian ini bila dilihat dari segi kelas
disekolah dan usia, terdapat hubungan bermakna antara infeksi cacing
Trichuris trichiura dengan tinggi rendahnya kelas dan usia. Infeksi
kecacingan lebih banyak terjadi pada murid usia rendah 6 tahun, 7 tahun, 8
tahun. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Adam dkk (2014),yaitu
terdapat hubungan antara usia dengan kejadian infeksi kecacingan. Pada
usia murid yang rendah 6 sampai 8 tahun rentan terinfeksi kecacingan
karena disebabkan oleh aktivitas bermain tanah yang tinggi. Begitu juga
penelitian yang dilakukan oleh Tadesse,(2005) menemukan hal yang sama
tingkat infeksi cacing berhubungan dengan tingkatan kelas, bahwa semakin
tinggi jenjang kelas murid, angka kecacingan menjadi semakin kecil. Hal ini
disebabkan aktivitas bermain ditanah murid kelas 4, 5 dan 6 sudah semakin
berkurang. Pengetahuan mempengaruhi terhadap penyakit kecacingan dan
sangat berperan penting untuk mencegah terjadinya penyakit kecacingan
sehingga kecenderungan pengetahuan rendah akan semakin meningkatkan
resiko infeksi pada kecacingan. Demikian halnya dengan Rahmawati (2009)
dalam penelitiannya bahwa pengetahuan seseorang akan semakin baik bila
ditunjang dengan tingkat pendidikan yang tinggi, dengan kata lain semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula tingkat pengetahuan yang
dimilikinya. Penularan Trichuris trichiura tergantung dari kontaminasi
tanah dengan tinja maka penggunaan fasilitas dan sanitasi yang baik
merupakan tindakan pencegahan yang terpenting.
3. Bentuk telur cacing Trichuris trichiura
Berdasarkan hasil penelitian dari 44 sampel yang diteliti terdapat 5
sampel ditemukan telur cacing Trichuris trichiura berbentuk tempayen
(83,33)% dan 1 sampel ditemukan juga telur cacing bentuk lain yaitu
bentuknya lonjong (16,67%) yang teridendifikasi sebagai telur Enterobuis
32
Vermicularis. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahayu, (2006) yang
menyatakan bahwa ditemukannya prevalensi telur Trichuris trichiura adalah
11,59%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor internal berupa struktur
morfologi telur Ascaris lumbricoides yang lebih kompleks dibandingkan
dengan struktur morfologi telur Trichuris trichiura. Lapisan terluar telur
Ascaris lumbricoides memiliki bentuk beralur dan berbenjol-benjol yang
berfungsi untuk melawan rintangan ketika berada dilingkungan sedangkan
telur Trichuris trichiura tidak memiliki struktur albuminoid sehingga
adaptasinya terhadap lingkungan lebih rendah. Hal ini dikarenakan
kebiasaan bermain di tanah dan kebiasaan jajan disembarang tempat, yang
mana kebiasaan tersebut bisa menjadi sumber penularan kecacingan pada
anak.
Selain itu juga ditemukan bentuk cacing yang lain seperti telur cacing
enterobius vermivularis atau cacing kremi. Telur berbentuk lonjong
asimetris. Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur
cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu 6 jam setelah
dikeluarkan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara dingin. Dalam
keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. Cacing kremi yang
ditemukan pada pada tinja anak laki-laki. Hal ini sesuai teori Sutanto,
(2009) yang menyatakan bahwa pada umumnya laki-laki lebih banyak yang
terkena infeksi kecacingan, serta gejala penyakit lain lebih nyata terinfeksi
pada laki-laki, karena laki-laki berhubungan dengan aktivitas fisik.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting, (2003) di Sumatera
Utara, menemukan bahwa infeksi cacing berhubungan dengan jenis
kelamin, yaitu laki-laki lebih banyak terkena infeksi cacing karena laki-laki
lebih sering beraktivitas diluar rumah.
33
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada pemeriksaan sampel tinja pada murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli
dengan metode flotasi (pengapungan) telah ditemukan adanya 5 sampel
positif telur cacing Trichuris trichiura (11,4%) dan 39 sampel negatif tidak
ditemukan telur cacing Trichuris trichiura (88,6%).
2. Pada pemeriksaan sampel tinja murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli telah
ditemukan jumlah telur cacing Trichuris trichiura lebih dari satu persampel
yaitu pada kode sampel Cs4 (40%). Dan pada kode sampel Cs3 dan Fs1
ditemukan satu telur cacing Trichuris trichiura (10%).
3. Pada pemeriksaan sampel tinja murid Sekolah Dasar Negeri 17 Abeli telah
ditemukan 5 sampel telur cacing Trichuris trichiura berbentuk tempayen
(83,33%), dan 1 sampel ditemukan juga telur cacing bentuk lain yaitu
bentuknya lonjong (16,67%) yang teridendifikasi sebagai telur Enterobuis
Vermicularis.
B. Saran
1. Bagi siswa SDN 17 Abeli perlu membiasakan diri untuk memanfaatkan
jamban yang telah tersedia dan meningkatkan hyhiene perorangan, baik dari
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, setelah buang air
besar (BAB) dan setelah bermain serta membiasakan memakai alas kaki
ketika bermain dan memotong kuku agar terhindar dari infeksi telur
Trichuris Trichiura.
2. Bagi pihak SDN 17 Abeli perlu melakukan pemantauan pada siswa-
siswinya, untuk berprilaku hidup sehat dan bersih dengan pengaktifan UKS
untuk mengawasi PHBS di Sekolah.
3. Bagi pihak puskesmas perlu memberikan penyuluhan berkaitan PHBS pada
murid sekolah seperti kebersihan kuku, dan cuci tangan yang baik, memakai
34
alas kaki ketika bermain serta melakukan pemeriksaan dan pengobtan setiap
6 bulan sekali di SDN 17 Abeli.
4. Bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan sampel yang lebih banyak lagi
guna mendapatkan hasil yang lebih valid dan dijadikan sebagai referensi
peneliti selanjutnya dengan metode yang berbeda dengan melihat faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi infeksi Trichuris Trichiura
35
36
DAFTAR PUSTAKA
Agung, H & Agus, F. 2003. Diare akibat infeksi parasit. Vol. 4 No. 4, Maret 2003:
198 – 203. Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Depkes RI.(2010). Pedoman Tumbuh Nasional Tumbuh Kembang Anak. Jakarta :
Gramedia
Fausiah, A. dkk. 2016. Studi Komparatif Determinan Kejadian Diare Diwilayah
Pesisir (Puskesmas Abeli) Dan Perkotaan (Puskesmas Lepo-Lepo). Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Haluoleo.
Fausiyah, A. dkk. 2015. Laporan Praktikum Mata Kuliah Parasitologi Pemeriksaan
Telur Cacing Parasit Pada Feses (Metode Apung Dengan Dan Tanpa
Disentrifugasi) Serta Metode Modifikasi Harada Mori. Jurusan Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Universitas Jendral
Soedirman Purwokerto.
Irianto, K. 2013. Parasitologi Medis(Mecal Laboratory). Bandung: Alfabeta
Isro`in, dkk. 2012. Personal hygiene, konsep proses dan aplikasi dalam praktek
keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Khafifah, W. 2016. Hubungan Kecacingan Dengan Anemia Pada Anak Sekolah
Dasar 17 Abeli Kota Kendari Sulawesi Tenggara. Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kendari.
Kusuma, S.I. 2014. Laporan Praktikum Parasitologi. Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Jendral Soedirman Purwokerto.
Limpomo, A.B. 2014. Perbedaan Metode Flotasi Menggunakan Larutan Znso4
Dengan Metode Kato Katz Untuk Pemeriksaan Kuantitatif Tinja. Fakultas
Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Natadisatra, D & Agoes, R. 2009. Parasitologi Kedokteran (Ditinjau Dari Organ
Tubuh Yang Diserang). Jakarta: EGC.
Pusarawati, Suhintam, dkk. (2014) Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta:EGC.
Rahmadani, N.S. 2016. Uji Diagnostic Kecacingan Antara Pemeriksaan Feses Dan
Pemeriksaan Kotoran Kuku Pada Siswa SDN 1 Krawangsari Kecamatan
Natar Lampung Selatan. Dalam Rusmatini, T. 2009. Teknik Pemeriksaan
Cacing Parasitik. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Rusmanto, D.J. 2012. Hubungan Personal Higyene Siswa Sekolah Dasar dengan
Kejadian Kecacingan. The Indonesian Journal of Publick Health. Vol. 8:
105-111.
Sarayati, S. 2016. Analisis Faktorr Perilaku Anak. ADLN Pepustakaan Universitas
Airlangga.
Soedarto. (2011) Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : CV Sagung Seto.
Suluwi, S. dkk. 2016. Pengaruh Penyuluhan Dengan Metode Permainan Edukatif
Sukata Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Tentang Pencegahan
[Enyakit Cacingan Pada Siswa Kelas IV Dan V SD Negeri 1 Mawasangka
Kabupaten Buton Tengah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat,
Vol. 2 No. 5, Januari 2016 : ISSN 250-731X. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Haluoleo
Susanti, S.2014. Pemeriksaan Telur Cacing Nematoda Usus Ada Siswa SD Negeri
14 Palangka Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Program Studi
Analis Kesehatan. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah
Palangka Raya
Susanto, I. Dkk. 2011. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: FKUI
Wong, D, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
LAMPIRAN
TABULASI DATA
GAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING TRICHURIS TRICHIURA PADA MURID SEKOLAHDASAR NEGERI 17 ABELI KELURAHAN POASIA KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI TAHUN 2017
No Tgl Kodesampel
Kelas Umur Jeniskelamin
tinja Adanya Telur Jumlah Telur Bentuk TelurTrichuristrichiura
Kategori Trichuristrichiura
Kategori Trichuristrichiura
Kategori
1 19 Juli 2017 As1 Kelas 1 6 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif2 19 Juli 2017 As2 Kelas 1 6 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif3 19 Juli 2017 As3 Kelas 1 6 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif4 19 Juli 2017 As4 Kelas 1 6 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif5 19 Juli 2017 As5 Kelas 1 6 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif6 19 Juli 2017 As6 Kelas 1 6 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif7 19 Juli 2017 As7 Kelas 1 6 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif8 19 Juli 2017 Bs1 Kelas 2 7 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif9 19 Juli 2017 Bs2 Kelas 2 7 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif10 19 Juli 2017 Bs3 Kelas 2 7 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif11 19 Juli 2017 Bs4 Kelas 2 7 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif12 19 Juli 2017 Bs5 Kelas 2 7 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif13 19 Juli 2017 Bs6 Kelas 2 7 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif14 19 Juli 2017 Bs7 Kelas 2 7 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif15 19 Juli 2017 Bs8 Kelas 2 7 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif16 19 Juli 2017 Bs9 Kelas 2 7 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif17 19 Juli 2017 Cs1 Kelas 3 8 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif18 19 Juli 2017 Cs2 Kelas 3 8 Thn L Segar Ada Positif 2 Positif Tempayen Positif19 19 Juli 2017 Cs3 Kelas 3 8 Thn P Segar Ada Positif 1 Positif Tempayen Positif
20 19 Juli 2017 Cs4 Kelas 3 8 Thn P Segar Ada Positif 4 Positif Tempayen& lonjong
Positif
21 19 Juli 2017 Cs5 Kelas 3 8 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif22 19 Juli 2017 Cs6 Kelas 3 8 Thn P Segar - Negatif - Negatif - Negatif23 19 Juli 2017 Cs7 Kelas 3 8 Thn L Segar - Negatif - Negatif - Negatif
MASTER TABELGAMBARAN HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING TRICHURIS TRICHIURA
PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI 17 ABELI KELURAHAN POASIAKECAMATAN ABELI KOTA KENDARI TAHUN 2017
No Tanggal Kodesampel
Kelas Umur Jeniskelamin
Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Trichuris trichiura
I II III IV V VI 5-11Thn
12-16Thn
L P Adanya telur Jumlah BentukAda Tidak
ada0 1 2 3 4 Tempayen Lonjong Tidak
adabentuk
1 19 Juli 2017 As1 2 19 Juli 2017 As2 3 19 Juli 2017 As3 4 19 Juli 2017 As4 5 19 Juli 2017 As5 6 19 Juli 2017 As6 7 19 Juli 2017 As7 8 19 Juli 2017 Bs1 9 19 Juli 2017 Bs2 10 19 Juli 2017 Bs3 11 19 Juli 2017 Bs4 12 19 Juli 2017 Bs5 13 19 Juli 2017 Bs6 14 19 Juli 2017 Bs7 15 19 Juli 2017 Bs8 16 19 Juli 2017 Bs9 17 19 Juli 2017 Cs1 18 19 Juli 2017 Cs2 19 19 Juli 2017 Cs3
20 19 Juli 2017 Cs4 21 19 Juli 2017 Cs5 22 19 Juli 2017 Cs6 23 19 Juli 2017 Cs7 24 20 Juli 2017 Ds1 25 20 Juli 2017 Ds2 26 20 Juli 2017 Ds3 27 20 Juli 2017 Ds4 28 20 Juli 2017 Ds5 29 20 Juli 2017 Ds6 30 20 Juli 2017 Ds7 31 20 Juli 2017 Ds8 32 20 Juli 2017 Ds9 33 20 Juli 2017 Es1 34 20 Juli 2017 Es2 35 20 Juli 2017 Es3 36 20 Juli 2017 Es4 37 20 Juli 2017 Es5 38 20 Juli 2017 Es6 39 20 Juli 2017 Fs1 40 20 Juli 2017 Fs2 41 20 Juli 2017 Fs3 42 20 Juli 2017 Fs4 43 20 Juli 2017 Fs5 44 20 Juli 2017 Fs6
Frekuensi 7 9 7 9 6 6 44 0 18 26 5 39 39 2 2 0 1 5 1 38
Jumlah 44 44 44 44 44 44
LAMPIRAN 9
DOKUMENTASI PENELITIAN
(Gambar 1. Proses pengambilan sampel tinja pada murid SDN 17 Abeli)
(Gambar 2. Alat dan Bahan pemeriksaan sampel)
(Gambar 3. Penimbangan tinja dan pembuatan larutan NaCl Jenuh)
(Gambar 4. Penuangan suspensi tinja dan proses pembuatan preparat )
(Gambar 5 Sampel yang didiamkan dalam larutan NaCl Jenuh selama 45 menit)
(Gambar 6 Preparat yang akan diperiksa dibawah Mikroskop)
(Gambar 7 pemeriksaan preparat dibawah mikroskop)
Gambar 8. Trichuris trichiura pada hasil pengamatan mikroskop dengan
perbesaran 10 X
Gambar 9. Trichuris trichiura pada hasil pengamatan mikroskop dengan
perbesaran 40 X
Gambar 10. Enterobius vermicularis pada hasil pengamatan mikroskop
dengan perbesaran 40 X