gagal jantung
Transcript of gagal jantung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal jantung merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas. Akhir-akhir
ini insiden gagal jantung mengalami peningkatan. Kajian epidemiologi menunjukkan
bahwa ada berbagai kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung. Kondisi
tersebut dinamakan faktor resiko. Gagal jantung terjadi saat jantung tidak dapat
memompakan sejumlah darah yang cukup kedalam sirkulasi sistemik untuk memenuhi
kebutuhan kerja jantung. Biasanya dibedakan antara gagal jantung kiri dengan gagal
jantung kanan, gagal jantung umumnya disebabkan oleh kelainan jantung kongenital
selama bayi.
Penyakit jantung dan pembuluh darah di negara maju seperti Eropa, merupakan
penyakit pembunuh nomor satu. Menurut estimasi para ahli organisasi kesehatan sedunia
(WHO), 12 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya, setengahnya (6 juta)
meninggal dunia akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Insiden CHF pada infant
dan anak-anak tidak diketahi secara pasti, hal ini dikarenakan luasnya penyebabab dari
CHF. Kelainan jantung kongenital umunya merupakan penyebab CHF pada infant.
(Suddaby, 2001). Di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, penyebab
kematian akibat infeksi masih merupakan penyebab kematian nomor satu, namun tidak
menutup kemungkinan beberapa dekade mendatang. Masalah kematian akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah akan menjadi suatu permasalahan yang utama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Gagal Jantung?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Gagal jantung ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Penyakit Gagal Jantung
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Gagal Jantung
1
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut:
1. Penulis
Melalui makalah ini, penulis mendapatkan pengetahuan tentang Konsep Gagal
jantung dan Konsep Asuhan Keperawatannya
2. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat, makalah ini memberikan masukan
2
BAB II
KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) atau juga bisa disebut Gagal Jantung adalah suatu
kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk
dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.
Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot
jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
2. Etiologi
Gagal Jantung merupakan hasil dari suatu kondisi yang menyebabkan overload volume,
tekanan dan disfungsi miokard, gangguan pengisian, atau peningkatan metabolik.
1. Overload Volume
a. Over Tranfusion
b. Left-to Right Shunts
c. Hipervolemia
2. Overload Tekanan
a. Stenosis Aorta
b. Hipertensi
c. Hipertrofi kardiomiopati
3. Disfungsi Miokard
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Iskemik/Infark
d. Disritmia
e. Keracunan
4. Gangguan Pengisian
a. Stenosis Mitral
3
b. Stenosis trikuspidalis
c. Tamponade Kardial
d. Perikarditis konstriktif
5. Peningkatan Kebutuhan Metabolik
a. Anemia
b. Demam
c. Beri-beri
d. Penyakit Paget’s
e. Fistula Arteriovenous
Etiologi diatas dapat pula dikelompokkan berdasarkan faktor etiologi eksterna maupun
interna.
1. Faktor Eksterna (dari luar jantung): hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung).
a. Disfungsi katup : Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect (ASD),
Stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia : Atrial fibrilasi, Ventrikel Fibrilasi, dan Heart Block.
c. Keruusakan Miokard : Kardiomiopati, Miokarditis, dan Infark Miokard.
d. Infeksi : Endokarditis bacterial sub-akut.
Tiga mekanisme kompensasi berusaha untuk mempertahankan fungsi pompa jantung
normal yaitu :
1. Stimulasi Simpatis
Pada CHF, stimulasi sistem saraf simpatis adalah paling berperan sebagai mekanisme
kompensasi segera.
2. Respons Frank Starling
Respons frank Starling meningkatkan preload, dimana membantu mempertahankan
curah jantung.
4
3. Hipertrofi Miokard
Hipertrofi Miokard dengan atau tanpa dilatasi ruang, tampak sebagai suatu penebalan
dari dinding jantung menambah massa otot, mengakibatkan kontraktilitas lebih efektif
dan lebih lanjut meningkatkan curah jantung.
Penyakit utama gagal jantung dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1. Penyakit dari jantung itu sendiri
a. Kelainan otot jantung Dimana akibatnya terjadi penurunan kontraktilitas jantung itu
sendiri. Hal ini akibat dari adanya aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis koroner Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Oleh karena itu terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat).
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan after load) Meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung
dimana pada akhirnya mengakibatkan gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Dikarenakan kondisi radang dan
penyakit miokardium ini secara langsung merusak serabut jantung yang
menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain Mekanisme yang biasanya terlihat mencakup gangguan aliran
darah melalui jantung (misalnya : stenosis katub semilunaris), ketidakmampuan
jantung untuk mengisi darah (misalnya: temponade pericardium, perikarditis, atau
stenosis katub atrioventrikular).
2. Penyakit dari luar atau adanya faktor pencetus, hal ini sering disebabkan karena
meningkatnya kerja ventrikel yang dikondisikan dengan menurunnya miokard.
1. Peningkatan laju metabolisme (misalnya demam, tiroxikosis), hipoksia dan
anemia. Hal ini memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
sistemik.
2. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai O2 ke jaringan.
3. Abnormalitas elektrolit yang dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
4. Disaritmia jantung yang dapat menurunkan efisiensi kerja jantung.
5
3. Klasifikasi
Ada empat kategori utama yang diklasifikasikan, yaitu sebagai berikut:
1) Backward versus Forward Failure
Backward failure dikatakan sebagai akibat ventrikel tidak mampu memompa
volume darah keluar, menyebabkan darah terakumulasi dan meningkatkan tekanan
dalam ventrikel, atrium, dan system vena baik untuk jantung sisi kanan maupun
jantung sisi kiri
Forward failure adalah akibat ketidakmampuan jantung mempertahankan curah
jantung, yang kemudian menurunkan perfusi jaringan. Karena jantung merupakan
system tertutup, maka backward failure dan forward failure selalu berhubungan satu
sama lain.
Efek Backward Failure
Kegagalan ventrikel kiri Kegagalan ventrikel kanan
1. Peningkatan volume dan tekanan
dalam ventrikel kiri dan atrium kiri
(preload).
2. Edema paru
1. Peningkatan volume dalam vena
sirkulasi.
2. Peningkatan tekanan atrium kanan
(preload).
3. Hepatomegali dan splenomegali.
4. Edema perifer dependen.
Efek Forward Failure
Kegagalan ventrikel kiri Kegagalan ventrikel kanan
1. Penurunan curah jantung.
2. Penurunan perfusi jaringan.
3. Peningkatan sekresi hormone
rennin, aldosteron dan ADH.
1.Peningkatan volume darah.
2.Penurunan volume darah ke paru.
6
4. Peningkatan retensi garam dan
air.
5. Peningkatan volume cairan
ekstraseluler.
2) Low-Output versus High-Output Syndrome
Low output syndrome terjadi bilamana jantung gagal sebagai pompa, yang
mengakibatkan gangguan sirkulasi perifer dan vasokontriksi perifer. Bila curah
jantung tetap normal atau di atas normal namun kebutuhan metabolik tubuh tidak
mencukupi, maka high-output syndrome terjadi.
3) Kegagalan Akut versus Kronik
Manifestasi klinis dari kegagalan jantung akut dan kronis tergantung pada
seberapa cepat sindrom berkembang. Gagal jantung akut merupakan hasil dari
kegagalan ventrikel kiri mungkin karena infark miokard, disfungsi katup, atau krisi
hipertensi. Kejadiannya berlangsung demikian cepat di mana mekanisme
kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi edema paru dan
kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
Gagal jantung kronis berkembang dalam waktu yang relative cukup lama dan
biasanya merupakan hasil akhir dari suatu peningkatan ketidakmampuan
mekanisme kompensasi yang efektif. Biasanya gagal jantung kronis dapat
disebablkan oelh hipertensi, penyakit katup, atau penyakit paru obstruksi
kronis/menahun.
4) Kegagalan Ventrikel Kiri versus Ventrikel Kanan
Kegagalan ventrikel kiri adalah merupakan frekuensi tersering dari dua contoh
kegagalan jantung di mana hanya satu sisi jantung yang dipengaruhi. Secar tipekal
disebabkan oleh penyakit hipertensi, Coronary Artery Disease (CAD), dan penyakit
7
katup jantung sisi kiri (mitral dan aorta). Kongesti pulmoner dan edema paru
biasanya merupakan gejala segera (onset) dari gagal jantung kiri.
Gagal jantung kanan sering disebabkan oleh gagal jantung kiri, gangguan katup
trikuspidalis, atau pulmonal. Hipertensi pulmoner juga mendukung berkembangnya
kegagalan jantung kanan, peningkatan kongesti ataubendungan vena sistemik, dan
edema perifer.
Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan
1. Volume dan tekanan ventrikel
kiri serta atrium kiri meningkat.
2. Volume vena pulmonal
meningkat.
3. Edema paru.
4. Curah jantung menurun sehingga
perfusi jaringan menurun.
5. Darah ke ginjal dan kelenjar
menurun.
6. Volume darah ke paru menurun.
1. Volume vena sistemik meningkat.
2. Volume dalam organ/sel meningkat.
3. Hati membesar.
4. Limpa membesar.
5. Dependen edema.
6. Hormone retensi air dan Na+
meningkat sehingga reabsorbsi
meningkat.
7. Volume cairan ekstrasel meningkat.
8. Volume darah total meningkat.
4. Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala
Pasien dengan gagal jantung biasanya muncul dengan keluhan sesak, mudah lelah,
berkeringat banyak walaupun tidak beraktivitas berat (diaphoresis), terbangun di malam
hari karena sesak (paroxysmal nocturnal dyspnea), nyeri dada sebagai keluhan awal,
bengkak di daerah kaki, ketidak nyamanan di perut atas bagian kanan.
5. Patofisiologis
Bila reservasi jantung normal untuk berespon terhadap stress tidak terlalu kuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, maka jantung dinyatakan gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa dan akibatnya terjadi gagal jantung, demikian juga, pada tingkat
awal disfungsi komponen pompa seccara nyata dapat mengakibatkan gagal jantung.
Jika reservasi jantung normal mengalami kepayahan dan kegagalan, respon fisiologis
tertentu pada penurunan curah jantung adalah penting. Semua respon ini menunjukkan
8
upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital tetap normal. Terdapat 4
mekanisme respon primer terhadap gagal jantung, meliputi:
1. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
2. Meningkatnya beban akibat aktivitasi neurohormon
3. Hipertrofi ventrikel
4. Volume cairan berlebih
6. Penatalaksanaan Gagal Jantung
1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup
a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki
gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.
b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki
aliran darah paru.
c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan
meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat
memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan
gejala dan hemodinamik bermakna.
2. Terapi obat-obatan
a. Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan
pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay, 2007). Diuterik
yang sering digunakan golongan diuterik loop dan thiazide (Lee, 2005). Diuretik
Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan ginjal
dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila diberikan secara
oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena absorbs usus. Diuretik
ini menyebabkan hiperurisemia. Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid,
hidroklorotiazid, mefrusid, metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus
distal dan membantu reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan
dengan diuretic loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun
9
dibawah 30%. Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude
bersifat sinergis. Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer
dan dapat menyebabkan intoleransi karbohidrat (Gibbs CR, 2000).
b. Digoksin, pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan
penggunaan ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin
meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu
memeperkuat kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis
diperbesar serta jantung yang membesar menjadi mengecil (Tjay, 2007). Digoksin
tidak meneyebabkan perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah
jantung ditentukan tidak hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan
denyut jantung. Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan
menghilangkan mekanisme kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.
c. Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,
yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan
konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat
bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada pasien
yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan
menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan
tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri
juga dapat menurunkan tekanan darah (Gibbs CR, 2000).
d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol). Penyekat beta adrenoreseptor
biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja inotropik negatifnya. Namun,
stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada gagal jantung menyebabkan
regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan memblok paling tidak beberapa
aktivitas simpatik, penyekat beta dapat meningkatkan densitas reseptor beta dan
menghasilkan sensitivitas jantung yang lebih tinggi terhadap simulasi inotropik
katekolamin dalam sirkulasi. Juga mengurangi aritmia dan iskemi miokard (Gibbs
CR, 2000). Penggunaan terbaru dari metoprolol dan bisoprolol adalah sebagai obat
10
tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada dekompensasi tak berat. Obatobatan
tersebut dapat mencegah memburuknya kondisi serta memeperbaiki gejala dan
keadaan fungsional.
e. Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati
karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu cabangnya.
Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup penderita (Tjay,
2007).
f. Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan
menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatan ini sedikit banyak juga
mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obatobatan ini juga
dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia (Tjay, 2007). Obat
antiaritmia memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan
keuntungan simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam
mencegah AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap
ada (Gibbs, 2000).
Pemeriksaan penunjang pada gagal jantung :
1. Echocardiografi: untuk menentukan stroke volume, end distolik volume dan fraksi
ejeksi. Selain itu juga bisa menilai gangguan katup, kondisi pericardium. Fraksi
ejeksi normal adalah 50-79%, pada disfungsi sistolik maka fraksi ejeksi akan
turun menjadi <40%
2. Chest X-ray untuk menilai cardiomegali dengan menilai cardiothoracic ratio.
3. EKG digunakan untuk menilai ada tidaknya aritmia, penyakit jantung iskemik,
hipertrofi jantung , dan kemungkinan gangguan konduksi.
4. Uji darah (Na, K, Renal livwer function test, thyroid function test, CBC, CRP)
5. Angiografi menilai kondisi A.coronari sebagai penyuplai nutrisi untuk
myokardium.
11
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan (Gaffar, 1999 : 57).
1. Pengumpulan data
a. Identitas Klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, no RM/CM, tanggal masuk,
tanggal dikaji dan ruangan tempat klien dirawat.
Identitas penanggung jawab mencakup : nama, jenis kelamin, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Alasan masuk perawatan
Kronologis yang menggambarkan kejadian sebagai faktor pencetus klien atau
keluarga meminta pertolongan pada dokter waktu gejala-gejala masih ringan
seperti nyeri dada, sesak, mudah lelah.
2) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan keluhan klien pada saat dikaji dan bersifat subjektif.
Klien dengan gagal jantung biasanya mengeluh sesak napas, mudah lelah,
ortopnea, batuk, mual serta adanya edema pada daerah ekstremitas bawah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
12
Mencerminkan kapan klien mengalami sesak, bagaimana kejadiannya sehingga
klien dibawa ke rumah sakit. Riwayat kesehatan sekarang juga merupakan
perluasan dari keluhan utama dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P :Paliatif (yang memberatkan / meringankan penyakit)
Q : Qualitas (seberapa besar keluhan tersebut)
R : Regio (daerah/lokasi yang dirasakan)
S : Skala ( tingkat kegawatan dari pada keluhan tersebut)
T : Timing (keluhan yang dirasakan bagaimana contoh mendadak, selang
seling)
4) Riwayat kesehatan dahulu
Pada kasus ini dikaji pada kebiasaan klien dan gaya hidup klien sebelum masuk
RS yang menjadi faktor predisposisi sehingga klien berada pada keadaan saat ini,
perlu dikaji juga apakah klien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya
serta apakah klien mempunyai riwayat hipertensi atau faktor resiko lainnya.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama atau
penyakit keturunan seperti asma atau diabetes melitus.
c. Pola Aktivitas sehari-hari
Pada aspek ini perlu dikaji mengenai pola kebiasaan klien sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit, yang terdiri dari :
1) Pola makan dan minum
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, porsi makan yang dihabiskan,
makanan atau minuman pantangan, nafsu makan dan keluhan-keluhan yang
dirasakan. Biasanya pada gagal jantung ada riwayatnya seperti pola kebiasaan
13
sebagai faktor resiko yaitu kebiasaan makanan minum kopi, rokok dan makanan
yang mengandung lemak.
2) Eliminasi
Biasanya ditemukan nokturia dan peningkatan frekuensi BAK sedangkan
kebiasaan BAB terganggu (Brunner dan Suddart, 2001 : 808).
3) Istirahat dan Tidur
Adanya gangguan pola istirahat dan tidur terutama pada malam hari karena sering
sesak napas akibatnya klien merasa terganggu pola istirahat dan tidur.
4) Personal Hygiene
Pada klien personal hygiene terganggu dan dibantu oleh keluarga akibatnya klien
membutuhkan bantuan untuk memenuhi personal hygienenya.
5) Aktivitas
Pada klien ditemukan keterbatasan aktivitas akibatnya aktivitas klien terganggu
dan tidak dapat melakukan aktivitas sehari-harinya.
d. Pemeriksaan fisik
Menurut Price (1995 : 589) pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Penampilan umum
Klien akan mengalami sesak napas, kelemahan/kegelisahan
2) Pemeriksaan sistematis (persistem)
a) Sistem Kardiovaskuler
14
Pada klien akan ditemukan peningkatan tekanan vena jugularis, terdapat
murmur, adanya peningkatan/penularan tekanan darah, takikardia, CRT lebih
dari 3 detik, terdapat clubbing finger dan kardiomegali.
b) Sistem Pernapasan
Pada klien ditemukan dispnea atau perasaan sulit bernapas, ortopnea, batuk,
pada auskultasi terdengar rales adanya edema paru (C. Long 1996 : 581)
c) Sistem Pencernaan
Dapat ditemukan hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar, bila berkembang maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen maka terjadi asites (Brunner dan Suddart, 2001 : 808). Juga
ditemukan gejala-gejala lain pada saluran cerna seperti anorexia, rasa penuh
dan mual, dan adanya distensi abdomen (C. Long 1996 : 581).
d) Sistem Saraf
Pada sistem ini perlu dikaji tentang fungsi reflek, fungsi motorik dan tes fungsi
cranial, fungsi reflek pada klien dengan gagal jantung tidak ditemukan kelainan
baik refleks patella, babinski maupun bisep-trisep.
Fungsi motorik pada klien gagal jantung akan ditemukan kelelahan atau
kelemahan. Tes fungsi crainal pada klien gagal jantung tidak ditemukan
kelainan pada syaraf kranialnya mulai dari nerveus I sampai nerveus XII.
(Barbara bath, 1996)
e) Sistem Perkemihan
Pada klien biasanya ditemukan adanya nokturia, urine pekat dan jumlah urine
sedikit akibatnya susah BAK dan mengalami oedema pada ekstremitas bawah.
15
f) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan oedema terutama pada exstermitas, perlu dikaji mengenai
tonus dan kekuatan otot dimana klienn yang mengalami kelemahan dan
kelelahan akibat gagal jantung akan mengalami penurunan kekuatan tonus otot.
g) Sistem Endokrin
Biasanya pada sistem ini tidak mengalami tentuan gangguan seperti
pembekakan kelenjar tiroid.
h) Sistem Integumen
Pada klien biasanya ditemukan oedema, perlu dikaji juga keadaan kulitnya
seperti turgor, biasanya kulit tidak dapat kembal dalam waktu kurang dari 3
detik.
i) Sistem Reproduksi
Sistem reproduksi biasanya tidak mengalami gangguan. (C. Long 1996 : 582).
e. Data Psikologis
Menurut Keliat (2001 : 9) terdapat lima komponen dalam konsep diri, yaitu :
1) Body Image / gambar diri
Mencakup persepsi dan perasaan terhadap tubuhnya, fungsi penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu pada klien gagal jantung, biasanya
mengalami kegelisahan dengan bentuk, fungsi dan potensi tubuhnya karena klien
mengalami keterbatasan dalam perawatan diri sendiri, pada gagal jantung
terhadap perubahan seperti pada ekstermitas terhadap oedema dan pada
abdomen asites (Brunner dan Suddart, 2001 : 808)
2) Harga Diri
16
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh
memenuhi ideal diri. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan
dari orang lain.
3) Ideal Diri
Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran dan harapan penyakitnya.
4) Peran
Peran yang di emban dalam keluarga atau kelompok masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran tersebut. Pada klien gagal
jantung biasanya ditemukan kecemasan karena peran sebagai suaminya
terganggu (C. Long, 1996 : 582).
5) Identitas
Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan
posisinya. Pada klien gagal jantung biasanya akan mengalami ketakutan karena
kematiannya sudah dekat (Engram, 1999 : 456).
f. Data Sosial
Pada aspek ini perlu dikaji pola komunitas dan interaksi interpersonal, gaya hidup,
faktor sosiokultural, support sistem.
g. Data Spiritual
Mengenai kenyataan terhadap Tuhan YME, penerimaan terhadap penyakitnya,
keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan sebelum/selama dirawat.
h. Analisa Data
Menurut Gaffar (1999 : 60) terhadap terakhir dari pengkajian adalah analisa data
untuk menentukan diagnosa keperawatan. Proses analisa adalah menghubungkan
data yang diperoleh dengan konsep diri, teori, prinsip, asuhan keperawatan yang
relevan dengan kondisi klien.
17
B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jantung, kongesti vena sekunder
terhadap kegagalan kompensasi jantung.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap
status hemodinamik tidak stabil.
3. Risiko terhadap atau kelebihan volume cairan: edema b/d peningkatan preload,
penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal, penurunan laju filtrasi
glomerulus (peningkatan produksi ADH dan retensi air + garam).
4. Penurunan pola tidur b/d nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah sakit yang asing
bagi klien.
5. Risiko terhadapkerusakan integritas kulit: ulkus decubitus b/d imobilitas/intoleransi
aktivitas, edema, dan perubahan perfusi jaringan.
6. Risiko terhadap deficit volume cairan b/d efek terapi diuretic yang berlebih.
7. Perubahan konsep diri (peran, harga diri) b/d perubahan kondisi fisik dan prognosis
penyakit.
C. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan perfusi jaringan b/d penurunan curah jantung, kongesti vena sekunder
terhadap kegagalan kompensasi jantung.
Intervensi Rasional
1. Atur posisi tidur yang nyaman
(fowler/high fowler)
Posisi tersebut memfasilitasi ekspansi
paru.
2. Bed rest total dan mengurangi
aktivitas yang merangsang
timbulnya respon valsava/vagal
maneuver. Catat reaksi klien
terhadap aktivitas yang dilakukan.
Pembatas aktivitas dan istirahat
mengurangi konsumsi oksigen miokard dan
beban kerja jantung .
3. monitor tanda-tanda vital dan
denyut apikal setiap jam ( pada
fase akut) dan kemudian tiap 2-4
Tanda dan gejala tersebut membantu
diagnosis gagal jantung kiri . disritmia
menurunkan curah jantung . BJ3 dan BJ4
18
jam bila fase akut berlalu. Gallop’s akibat dari penurunan
pengembangan ventrikel kiri dampak dari
kerusakan katup jantung . peningkatan
kadar BUN dan kreatinin mengindikasikan
penurunan suplai darah renal. Penurunan
sensori terjadi akibat penurunan perfusi
otak. Kecemasan meningkatkan konsumsi
oksigen miokard. Istirahat dan pembatasan
aktivitas mengurangi konsumsi oksigen
miokard.
4. Monitor dan catat tanda-tanda
disritmia, auskultasi perubahan
buni jantung.
5. Monitor BUN / kreatinin sesuai
program terapi.
6. Observasi perubahan sensori.
7. Observasi tanda-tanda kecemasaan
dan upayakan memelihara
lingkungan yang nyaman.
Upayakan waktu istirahat dan tidak
adekuat.
8. Kolaborasi tim gizi untuk
memberikan diet rendah garam,
rendah protein, dan rendah kalori
(bila klien obesitas) serta cukup
selulosa.
Diet rendah garam mengurangi retensi
cairan ekstraseluler; selulosa memudahkan
buang air besar dan mencegah respons
valsava saat buang air besar. Oral hygiene
meningkatkan nafsu makan.
9. Berikan diet sedikit-sedikit tapi
sering dan lakukan oral hygiene
secara teratur.
10. Lakukan latihan gerak secara pasif
(bila fase akut berlalu) dan
tindakan lain untuk mencegah
tromboemboli.
Latihan gerak yang diprogramkan dapat
mencegah tromboemboli pada vascular
perifer.
11. Kolaborasi tim medis untuk terapi
dan tindakan.
a. Glikosid jantung
b. Inotropik atau digitalis dan
obat vasoaktif.
c. Antiemetic dan laxative (sesuai
indikasi)
a.Meningkatkan kontraktilitas miokard
b. Menurunkan preload dan afterload,
meningkatkan curah jantung dan
menurunkan beban kerja jantung.
c.Mencegah aktivitas berlebihan saluran
pencernaan yang merangsang respons
valsava.
19
d. Tranquilizer/sedative (bila
perlu)
e. Bantuan oksigen (tingkatkan
aliran/konsentrasinya) setiap
kali klien selesai melakukan
aktivitas/makan.
f. Cek EKG serial.
g. Rontgen toraks (bila ada
indikasi)
h. Kateterisasi jantung (Flow-
Direct Catheter), bila ada
indikasi.
i. Pasang pacemaker (bila ada
disritmia maligna atau AV
Block Total)
d. Menurunkan kecemasan dan
memberikan relaksasi.
e.Meningkatkan suplai oksigen selama
dan setelah terjadi peningkatan aktivitas
organ.
f-h.pemeriksaan tersebut membantu
menegakkan diagnosis dan menentukan
perkembagan kondisi fisik dan fungsi
jantung.
12. Monitor serum digitalis secara
priodik dan efek samping obat-
obatan serta tanda-tanda
peningkatan ketegangan jantung.
Toksisitas digitalis menimbulakan rigiditas
miokard, menurunkan curah jantung dan
menurunkan perfusi jantung.
13. Jangan memberikan digitalis bila
didapatakan perubahan denyut
nadi, bunyi jantung, atau
perkembangan toksisitas digitalis
dan segera laporkan kepada tim
medis.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d akumulasi cairan dalam alveoli paru sekunder terhadap
status hemodinamik tidak stabil.
Intervensi Rasional
1. Posisi tidur semi fowler dan batasi 1-2 Memfasilitasi ekspansi paru dan
20
jumlah pengunjung. mengurangi konsumsi oksigen miokard.
2. Bed rest total dan batasi aktivitas
selama periode sesak napas, bantu
mengubah posisi.
3. Auskultasi suara napas dan catat
adanya rales (crackles) atau ronkhi di
basal paru, wheezing.
3-7 Terdengarnya crakles, polanapas
PND atau orthopnea, sianosis,
peningkatan PAWP mengindikasikan
kongesti pulmonal, akibat peningkatan
tekanan jantung sisi tiri.
Tanda dan gejala hipoksia
mengindikasikan tidak adekuatnya
perfusi jaringan akibat kongesti pulmonal
dampak dari gagal jantung kiri.
Pernafasan cheyne stokes
mengindikasikan kerusakan pusat napas
di otak, akibat penurunan perfusi otak.
4. Observasi kecepatan pernapasan dan
kedalaman (pola napas) tiap 1-4 jam
5. Monitor tanda/gejala edema pulmonal
(sesak napas saat aktivitas;
PND/orthopnea; batuk; takipnea;
sputum; bau, jumlah, warna,
viskositas; peningkatan Pulmonary
Artery Wedge Pressure)
6. Monitor tanda/gejala hipoksia
(perubahan nilai gas darah; takikardia;
peningkatan sistolik tekanan darah;
gelisah, bingung, pusing, nyeri dada,
sianosis di bibir dan membrane
mukosa).
7. Observasi tanda-tanda kesuliatan
respirasi, pernapasan Cheyne stokes.
Segera laporkan tim medis.
8. Kolaborasi tim medis untuk terapi dan
tindakan
a. Pemberian oksigen melalui nasal
kanul 4-6 liter per menit (kecuali
bila klien mengalami hipoksia
kronis) kemudian 2 liter per
8 a.Terapi oksigen dapat meningkatan
suplai oksigen miokardium.terapi
oksigen yang tidak adekuat dapat
mengakibatkan keracunan oksigen.
b.Diuretik menurunkan volume cairan
ekstraseluler. Suplemen kalium
21
menit. Observasi reaksi klien dan
efek pemberian oksigen (nilai
kadar ABG)
b. Diuretic dan suplemen kalium.
c. Bronkodilator
d. Sodium nitropruside
e. Sodium bikarbonat (bila asidosis
metabolik).
mencegah hipokalamia selama terapi
diuretik.
c.Membebaskan jalan napas,
meningkatkan inhalasi oksigen.
d.Relaksasi otot polos arteri dan vena
(vasodilatsi), menurunkan tahanan
perifer.
d.Mengoreksi asidosis metabolik.
9. Monitor efek yang diharapkan efek
samping dan toksisitas dari terapi
yang diberikan. Cek kadar elektrolit.
Laporkan kepada tim medis bila
ditemukan tanda toksisitas atau
komplikasi lain.
9.Efek samping obat yang
membahayakan harus dikaji dan
dilaporkan.
10. Kolaborasi tim gizi untuk
memberikan diet jantung (rendah
garam-rendah lemak)
10.Diet rendah garam dapat menurunkan
volume vascular akibat retensi cairan.
Diet rendah lemak membantu
menurunkan kadar kolestoral darah.
3. Risiko terhadap atau kelebihan volume cairan: edema b/d peningkatan preload,
penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal, penurunan laju filtrasi
glomerulus (peningkatan produksi ADH dan retensi air + garam).
Intervensi Rasional
1. Monitor dan evalusi CPV, PWP,
denyut nadi/jantung, tekanan darah
secara ketat/tiap jam (fase akut) atau
2-4 jam setelah fase akut berlalu.
1-5 Tanda peningkatan tekanan
hemodinamik memicu kegagalan
sirkulasi akibat peningkatan volume
vascular, afterload dan preload jantung
kiri. 2. Monitor bunyi jantung, murmur,
palpasi iktus kordis, lebar denyut
apeks dan disritmia.
22
3. Observasi tanda-tanda edema
anasarka.
4. Timbang berat badan tiap hari (bila
kondisi klien memungkinkan).
5. Observasi pembesaran hati dan limpa
catat adanya mual, muntah, distensi,
dan konstipasi.
6. Batsi makanan yang menimbulkan
gas dan minuman yang mengandung
karbonat.
6.Penimbunan gas dalam saluran
pencernaan menimbulkan
ketidaknyamanan.
7. Batasi asupan cairan dan berikan diet
rendah garam.
7-8.Mencegah retensi cairan ekstraseluler
dan mempertahankan keseimbangan
elektrolit.
8. Observasi input dan output cairan
(terutama per infus) dan produksi urin
per jam atau per 24 jam.
9. Kolaborasi tim medis untuk terapi
dan tindakan.
a.Diuretic, catat produksi urin.
b. Cek kadar elektrolit serum.
c.Oksigenasi dengan tekanan rendah.
d. Thoracocentesis, paracentesis,
phlebotomy, atau rotating
tourniquet (bila perlu).
9.a.Menurunkan volume cairan
ekstraseluler.
b.Perubahan elektrolit memicu disritmia
jantung.
c.Terapi oksigen akan meningkatkan
suplai oksigen jaringan.
d.Menurunkan takanan intralokal,
meningkatkan kontraktilitas jantung.
Rotating tourniquet menurunkan
aliran balik vena dan menurunkan
preload ventrikel kiri.
4. Penurunan pola tidur b/d nyeri, sesak napas, dan lingkungan rumah sakit yang asing
bagi klien.
23
Intervensi Rasional
1. Mengidentifikasi pola normal tidur
klien sebelum MRS dan perubahan
yang terjadi setelah MRS.
1-6.Perubahan pola tidur menyebabkan
kecemassan, yang dapat memicu nyeri
dada dan meningkatkan konsumsi
oksigen miokard. Keluhan fisik yang
menganggu tidur harus dikelola untuk
menunjang kebutuhan istirahat dan
mengurangi konsumsi oksigen miokard.
Prosedur ritual dapat memberikan
kenyamanan fisik sebelum tidur yang
menunjang relaksasi.
2. Membantu klien dalam beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit.
3. Menilai adanya faktor yang
menunjang terjadinya gangguan pola
tidur (sesak napas, PND, sering buang
air kecil, nyeri, rasa takut, cemas,
merasa kesepian, kebisingan, lampu
yang terlalu terang, dan
tindakankeperawatan).
4. Memberikan tindakan untuk
mengatasi faktor penyebab(mengatur
posisi tubuh yang nyaman, terapi
diuretic diberikan pada pagi hari,
memberikan obat anti nyeri sesuai
program terapi, memberikan selimut,
dan meredupkan lampu ruangan).
5. Memberikan tindakan perawatan
yang dapat menunjang istirahat/tidur
klien (masase punggung, minum susu
hangat, gosok gigi, mengatur suhu
ruangan, memberikan bantal yang
nyaman, dan mengajak berdoa).
6. Merncanakan tindakan
perawatan/medis yang tidak
mengganggu jam istirahat/tidur klien.
7. Kolaborasi tim medis untuk
pemberian tranquilizer sesuai
7.Obat sedatif atau tranquilizer
menurunkan kecemasan dan membantu
24
kebutuhan/indikasi. tidur.
5. Risiko terhadapkerusakan integritas kulit: ulkus decubitus b/d imobilitas/intoleransi
aktivitas, edema, dan perubahan perfusi jaringan.
Intervensi Rasional
1. Cek perubahan warna kulit atau tanda
peradangan kulit (missal:eritema dan
kepucatan) di area tonjolan tulang
(punggung, pantat, tumit, dan di area
lain setiap pergantian sif. Evaluasi
skala risiko ulkus dekubitus dengan
skala Braden setiap minggu.
1.Perubahan warna kulit di area tertekan
mengindikasikan iskemia jaringan
setempat. Nilai skala Braden membantu
perencanaan tindakan pencegahan ulkus
dekubitus.
2. Gunakan alas tidur yang lembut. 2-4.Mencegah gesekan kulit dengan
permukaan eksternal. Mempertahankan
kebersihan dan kelembapan kulit.
3. Lakukan perawatan kulit dan masase
tiap slesai mandi.
4. Ganti linen bila basah, lembab atau
kotor. Ganti baju klien bila
berkeringat banyak.
5. Bantu mobilisasi ringan sesuai
kemampuan klien dan upayakan
ambulasi miring ke kiri, terlentang
dan miring ke kanan setiap 2 jam
sekali secara terjadwal.
5.Memcegah penekanan lama dan
iskemia jaringan di area kulit beresiko
tinggi.
6. Lakukan perawatan dini ulkus
dekubitus bila didapatkan tanda
kemerahan/eritema di kulit tertekan
(proteksi dengan balutan hidrokoloid
atau transparan film).
6.Hidrokoloid atau transparan film
melindungi eritema di area kulit tertekan
dari gesekan.
7. Tetapkan jadwal pengosongan
kandung kemih (mulai setiap 2 jam ).
7.Mencegah inkontinensia yang memicu
kelembapan berlebih.
25
6. Risiko terhadap deficit volume cairan b/d efek terapi diuretic yang berlebih.
Intervensi Rasional
1. Monitor efek pemberian diuretic
dengan saksama.
1-7.Hipovolemia dan deficit elektrolit
dapat terjadi pada pemberian diuretic
jangka panjang. Hipokalemia memicu
iritabilitas miokard (disritmia).
2. Observasi tanda-tanda vital dan kenali
tanda-tanda dehidrasi.
3. Monitor kadar elektrolit (potassium,
sodium, klorida, hydrogen, kalsium,
kalium).
4. Kolaborasi dengan tim medis untuk
memberikan suplemen potassium
/kalium jika kadar kalium serum
rendah.
5. Kolaborasi untuk mendapatkan diet
yang cukup kalium (missal: pisang
hijau).
6. Monitor intake cairan dan produksi
urine per 24 jam.
7. Segera melaporkan kepada tim medis
bila didapatkan tanda-tanda dehidrasi.
7. Perubahan konsep diri (peran, harga diri) b/d perubahan kondisi fisik dan prognosis
penyakit.
Intervensi Rasional
1. Berikan dukungan pada tingkah laku
sedih klien secara wajar.
1-8. Membantu klien melalui setiap tahap
berduka dan kehilangan secara wajar.
Keterlibatan keluarga dapat memberikan 2. Berikan privasi pada klien dan
keluarga atau teman dekat klien agar
26
klien mampu mengekspresikan
perasaannya dan mencari alternative
pemecahan masalah atau adaptasi.
dukungan psikologis positif bagi klien.
Klien dan keluarga tetap memiliki
kendali atas keputusan yang diambil
dalam perawatannya. 3. Observasi tanda-tanda kecemasan/
ketakutan/khawatir baik verbal
maupun nonverbal dan berupaya
selalu berada di dekat klien bila klien
membutuhkan.
4. Hindari konfrontasi dengan klien,
upayakan untuk menerima perasaan
denial/marah klien.
5. Cegah tingkah laku destruktif klien
yang dapat membahayakan dirinya.
6. Lakukan komunikasi terapeutik
(membesarkan hati dan harapan
klien), libatkan keluarga/orang
terdekat.
7. Lakukan aktivitas bertahap sesuai
dengan pogram terapi dan
kemampuan klien.
8. Melibatkan klien dalam pengambilan
keputusan tentang perawatan dirinya.
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa penyakit gagal
jantung merupakan penyakit yang tergolong sangat berbahaya, karena menyerang organ
vital dari tubuh manusia. Oleh karena itu harus segera ditangani, apabila tidak segera
ditangani maka akan dapat menyebabkan kematian bagisi penderita.
( mean arteri presure) Tekanan rata-rata arteri yang tidak normal
Map = (S+2d)/3
S: td sistolik
D: td diastolik
Perbedaan Pengkajian yang didapatkan dari masing2 klasifikasi CHF bias dilihat dari
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan enzim, pemeriksaaan fisik.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan yaitu bagi penderita gagal jantung agar melakukan
pemeriksaan selalu guna mengetahui sejauh mana kondisi dan seberapa parah penyakitnya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Jannah, Raudatul. 2015. “Gagal Jantung”. https://www.scribd.com diakses pada 23 september
2015.
Udjianti, Wajan juni. 2010. “Keperawatan Kardiovaskuler”. Salemba medika : Jakarta.
Wikipedia. 2015. “Gagal Jantung”. https://id.wikipedia.org diakses pada 23 sptember 2015.
https://scholar.google.co.id
29