gagal jantung
-
Upload
rizqikholifaturrahmy -
Category
Documents
-
view
15 -
download
9
description
Transcript of gagal jantung
PEMBAHASAN
GAGAL JANTUNG
Gagal Jantung adalah sindrom klinis yang kompleks yang dapat dihasilkan dari setiap gangguan jantung
struktural atau fungsional yang merusak kemampuan ventrikel untuk mengisi atau mengeluarkan darah. Gagal
jantung dapat didefinisikan dimana jantung tidak mau mengeluarkan isinya dengan adekuat. Selain itu juga
sering didefinisikan jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh
meskipun tekanan pengisian adekuat. Define yang lazim dianut para klinis adalah definisi dari poole-wilson:
gagal jantung adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh suatu kelainan jantung dan dapat dikenali dari
respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang karakteristik.
Epidemiologi
Gagal jantung merupakan permasalahan yang besar saat ini. Di Amerika Serikat, sekitar 5 juta pasien
mengalami penyakit gagal jantung. Pada tahun 2001 hampir 53 000 pasien meninggal karena Gagal jantung.
Jumlah kematian karena Gagal jantung terus meningkat walaupun pengobatannya sudah lebih baik dan
merupakan akibat infark miocard akut awal. Pada tahun 2004 angka kematian akibat HF mencapai 287.000.
Survival post diagnosis pada laki-laki 1,7 tahun dan wanita 3,2 tahun.
Gagal jantung terutama pada lansia, diakui bahwa penuaan populasi akan memberikan kontribusi
terhadap peningkatan insiden penyakit HF, sekitar 80% pasien rawat inap dengan gagal jantung berumur diatas
65 tahun. AHA dan ACC pertama kali mengeluarkan pedoman penatalaksanaan dan mengevaluasi HF pada
tahun 1995, dan revisi dikeluarkan pada tahun 2001. Sejak saat itu, banyak kemajuan telah dibuat dalam
pengembangan farmakologis dan nonfarmakologis untuk pengobatan HF. Kedua organisasi ini melakukan
penilaian kembali dan merevisi pedoman untuk penatalaksanaan HF.
Etiologi
Berbagai macam penyakit jantung baik yang congenital maupun didapat bisa menimbulkan komplikasi
gagal jantung. Suatu mekanisme fisiologis yang bisa menimbulkan gagal jantung adalah
1. Peningkatan beban awal atau preload
2. Peningkatan beban akhir atau afterload
3. Dan penurunan kontraktilitas miokardium.
Kondisi yang bisa meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta serta cacat septum
interventrikularis. Sedangkan kondisi yang bisa menimbulkan peningkatan beban akhir seperti stetosis aorta dan
hipertensi sistemik. Penurunan kontraktilitas miokard bisa menurun pada keadaan iskemia miokard dan
kardiomiopati.
Selain hal diatas, kondisi lain yang bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung adalah pada penyakit
katup jantung seperti stenosis katup atrioventrikularis yaitu penyakt katup tricuspid atau katup mitral. Faktor
lainnya bisa berupa tamponade janung , perikarditis konstriktif dan emboli paru.
Patofisiologi Gagal Jantung
Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada disfungsi sistolik,
kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat
disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang
menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi
diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering
disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofi.
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai respon terhadap
menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk
memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme tersebut mencakup:
1. Peningkatan aktivitas adrenergic simpatik
Penurunan stroke volume pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis yang akan
menyebabkan pengeluaran katekolamin dari saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal. Efek dari
perangsangan ini adalah meningkatnya denyut jantung dan kontraksi untuk kebutuhan metabolisme dan
Cardiak output.
Selain itu vasokontriksi arteri perifer juga berfungsi unuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi distribusi ke organ yang metabolismenya rendah
sehingga perfusi ke organ vital akan tetap terpenuhi.
2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)
Aktivasi sistem RAA menyebabkan resistensi natrium dan air oleh ginjal, peningkatan volume
ventrikel dan regangan serabut sehingga terjadi penambahan konstriksi miokardium. Mekanisme yang
mengakibatkan aktivasi RAA pada gagal jantung masih belum jelas, tetapi diperkirakan terdapat
sejumlah factor seperti rangsangan simpatis adrenergic pada reseptor β didalam apparatus
jukstaglumerulus, respon reseptor macula densa terhadap perubahan pelepasan Na ke tubulus distal dan
respon baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.
Penurunanan kardiak output pada gagal jantung akan memulai perangsagan peristiwa seperti:
a. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glumerulus
b. Pelepasan renin dari apparatus jukstaglmerlus
c. Interaksi rennin dengan angiotensin dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I
d. Pengkonversian angiotensin I menjadi angiotensin II
e. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
f. Retensi Na dan H2O pada tubulus distal dan duktus koligentes
Selain itu, angiotensin II juga menghasilkan efek vasokontriksi yang akan meningkatkan
tekanan darah. Pada gagal jantung yang berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan penurunan
perfusi hati akan mengakibatkan gangguan pada metabolism aldosteron dihati sehingga kadar hormone
aldosteron dalam darah akan meningkat. Kadar hormone ADH juga meningkat pada gagal jantung
berat untuk meningkatkan reabsorpsi H2O.
3. Hipertrofi ventrikel
Respon kompensasi terakhir pada pasien gagal jantung adalah hipertrofi miokardium.
Hipertrofi miokardium akan meningkakan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium untuk
meningkatkan kontrkatilitas.
4. Mekanisme kompensasi lainnya
Mekanisme yang terjadi pada tingkat jaringan unuk mengkompensasi terjadinya gagal jantung
adalah peningkatan kadar 2,3 di fosfogliserat plasma sehingga afinits oksigen dengan sel darah merah
menjadi berkurang, akibatnya akan mempercepat pelepasan dan pengambilan oksigen oleh jaringan.
Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah pada tingkat
yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis,
perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan
menyebabkan gangguan fungsional dan struktural yang semakin mengganggu fungsi ventrikel kiri.
Gagal jantung kiri
Penyakit iskemik yang paling sering mengenai ventrikel kiri. Penurunan curah menyebabakan
peningkatan EDP ventrikel kiri (preload) dan tekanan vena pulmonalis karena darah kembali dalam
sirkulasi pulmonal(kongesti pulmonal). Keadaan ini menyebabkan jantung berdilatasi dan peningkatan
tekanan kapiler pulmonal memacu terjadinya akumulasi cairan pada jaringan interstitial paru.
Peningkatan darah dan cairan dalam paru menyebabkan paru menjadi berat, sehingga
menyebabkan dispnea. Dispnea hanya daoat terjadi bila pasien datar (orthopnea) karena cairan
terdistribusi ke paru. Dispnea episodik yang menyebabkan pasien terbangun di malam hari disebut
paroxysmal nocturnal dispnea. Bila keadaan ini berat, maka peningkatan tekanan kapiler dapat
mendorong cairan ke dalam alveoli (edema pulmonal), suatu kondisi mengancam nyawa yang
menyebabkan dispnea hebat, yang mengurangi pertukaran gas dan menyebabkan hipoksemia.
Gagal jantung kanan
Gagal jantung kiri meningkatkan tekanan vaskular pulmonal, dana dapat menyebabkan
overload tekanan sertas gagal jantung kana, suatu kondisi yang disebut gagal jantung kongestif. Gagal
jantung kanan sendiri dikaitkan dengan penyakit paru kronik (korpulmonal), hipertensi pulmonal atau
embolisme dan penyakit katup;.JVP sangat meninglkat pada gagal jantung kanan, terlihat sebagai
distensi vena jugularis, dan menyebabkan akumulasi cairan pada jaringan perifer (edema perifer),
peritoneum (asites) dan hati, yang menyebabkan rasa nyeri dan pembesaran hati (hepatomegali).
Faktor Resiko
1. Miokarditis
2. Diabetes
3. Kegemukan (Obsitas)
4. Perokok
5. Minum minuman beralkohol
6. Hipertensi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Gagal jantung bukan suatu diagnosis. Untuk dapat
member terapi yang tepat perlu diketahui kausa gagal jantung. Secara epidemiologi cukup penting untung
mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi
merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah
penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk
menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita
penyakit jantung koroner pada Framingham
Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada
perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan
kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia
atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan
kuat dengan perkembangan gagal jantung.4
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif
dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal
pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus,
penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati
hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih
memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi
septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopatihipertrofik
obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk,
tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian
ventrikel.4,5
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai
berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral
dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan
struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung
seringkali timbul bersamaan.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal
jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3%
dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga
dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti
zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
Manifestasi Klinis Gagal Jantung
Pada umumnya manifestasi klinis atau keluhan utama seseorang dengan gagal jantung adalah nyeri dada.
Dimana nyeri dada ini paling banyak disebabkan oleh infark miokard pada gagal jantung. Selain nyeri dada,
keluhan lain yang sering dirasakan adalah sesak napas mendadak, sianosis, distress, dan lain sebagainya.
1. Gagal Ventrikel Kiri
- Manifestasi klinis:
a. Sesak nafas
b. Ortopnea
c. Dispnea nocturnal paroksismal
d. Kadang mengi/wheezing
e. Batuk
f. Sputum merah muda berbusa
g. Toleransi aktivitas menurun (sulai darah jaringan menurun metabolism anaerob asidosis
metabolic ATP menurun Fatigue toleransi aktivitas menurun)
2. Gagal Ventrikel Kanan
- Manifestasi klinis:
a. Edema perifer (khususnya pada kaki, tungkai, sacrum)
b. Asites
c. Ikterik
d. Nyeri hati
e. Mual (Tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena
pembesaran vena di abdomen mual)
f. Nafsu makan berkurang (akibat edema usus)
g. Efusi pleura yang jarang terjadi
Penegakan Diagnosis Gagal Jantung
Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien dengan gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. Dispnea
Gambaran klinis gagal jantung adalah perasaan sesak nafas. Sesak napas dialami pada saat beraktivitas
berat (dyspneu d’effort), namun semakin penyakit ini berkembang, sesak napas juga dialami pada aktivitas
ringan, dan pada akhirnya bahkan pada saat beristirahat. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja
pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran
udara juga menimbulkan dispnea.
b. Ortopnea atau dispnea saat berbaring.
Disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa kearah sirkulasi sentral.
c. Dispnea nokturnal paroksismal/PND (mendadak terbangun karena dispnea).
Dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupaka maifestasi yang lebih spesifik dari gagal
jantung kiri.
d. Batuk pada malam hari juga dapat akibat kongesti paru. Ronki juga akan timbul karena disebabkan oleh
transudasi cairan paru yang merupakan ciri khas gagal jantung.
e. Hemoptisis
Disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang dapa terjadi akibat distensi vena.
f. Peningkatan tekanan JVP.
Bendungan vena dileher dapat meningkatkan JVP.
g. Hepatomegali.
Pembesaran hati terjadi karena peregangan kapsula hati
h. Ganguan saluran cerna
Pasien dengan HF dapat pula datang dengan keluhan gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan perasaan penuh
yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan
dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar dan regangan kapsula hati.
i. Edema perifer
Terjadi karena akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan beberapa pemeriksaan berikut.
Berdasarkan kriteria framingham :
Kriteria mayor :
Distensi vena leher
Edema paru akut
Gallop S3
Kardiomegali
Paroksismal nokturnal dispnea
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Ronki paru
Kriteria minor :
Batuk malam hari
Dispnea de effort
Edema ekstremitas
Efusi pleura
Hepatomegali
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (> 120x/menit)
Diagnosis ditegakan jika terdapat 1 kriteria mayor atau 2 kriteria minor.
EKG
Pada gagal jantung kronis sering didapat bentuk abnormal pada EKG. Tetapi bentuk abnormal EKG tidak
menunjukkan spesifik terhadap gagal jantung kronis.
Bentuk abnormal EKG :
Q patologis
Blokade cabang berkas kiri
Hipertrofi ventrikel kiri.
Fibrilasi atrium.
Non-spesific ST atau perubahan gelombang T
Foto thoraks
Ditemukan pembesaran jantung dan tanda-tanda bendungan paru. Apabila telah terjadi edema paru, dapat
ditemukan gambaran kabut di daerah perihiler, penebalan interlobar fissure. Sedangkan pada kasus berat dapat
ditemukan efusi pleural.
Pemeriksaan laboratorium
Terdapat peningkatan jumlah sel-sel darah merah, penurunan PO2 dan asidosis pada analisis gas darah akibat
kekurangan oksigen, Pemeriksaan Hb, elektrolit, fungsi ginjal dan fungsi kelenjar tiroid.
Pemeriksaan enzim jantung
Seperti pada infark miokard, yaitu didapatkan peningkatan enzim creatinin kinase (CK)
Ekokardiografi
Ekhokardiografi untuk mengetahui struktur dan pergerakan otot jantung, ukuran jantung, penebalan dinding
jantung, kerja pompa jantung, masalah pada katup jantung. Kateterisasi jantung dimana kateter dimasukkan
melalui pembuluh darah di sela paha atau lengan, kemudian dengan hati-hati diarahkan ke jantung. Jika kateter
itu sudah mencapai target di tempat yang dituju, cairan khusus akan disuntikkan melalui selang dan dilakukan
foto khusus (angiogram). Angiogram dapat merekam pembuluh darah yang tersumbat. Kateterisasi ini dapat
menunjukkan adanya gangguan pemompaan, aliran darah di jantung atau katup jantung.
Penatalaksanaan Gagal Jantung
1. Faktor umum dan faktor gaya hidup
a. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktivitas yang sesuai menurunkan tonus
simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki gejala, rasa sehat, dan toleransi
aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil. Aktivitas tidak memperbaiki kontraktilitas
miokard atau ketahanan hidup. Bila terjadi perburukan akut pada gagal jantung, diperlukan satu
periode masa istirahat. Duduk dalam posisi tegak akan menghilangkan gejala kongesti vena
pulmonal (ortopnea, PND) dan istirahat di tempat tidur meningkatkan aliran darah ginjal serta
membantu menginduksi diuresis.
b. Oksigen
Oksigen merupakan vasorelaksan paru, menurunkan afterload RV, dan memperbaiki aliran darah
paru.
c. Merokok
Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan meningkatkan
resistensi vaskular sistemik dan pulmonal, dan harus dihentikan.
d. Konsumsi alkohol
Komsumsi alkohol mengubah keseimbangan cairan, inotropik negatif, dan dapat memperburuk
hipertensi, serta mempresipitasi aritmia (terutama AF). Penghentian konsumsi alkohol
memperlihatkan perbaikan gejala dan hemodinamik bermakna. Maka konsumsi alkohol harus tetap
dijaga dalam batas minimal atau bahkan dihindari, terutama bila dipertimbangkan merupakan
penyebab kardiomiopati.
e. Vaksininasi
Gagal jantung merupakan predisposisi infeksi paru, sehingga pasien harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan vaksinasi terhadap influenza dan pneumokokus.
f. Nutrisi
Beberapa pasien dengan gagal jantung kronis memiliki risiko malnutrisi karena napsu makan yang
jelek, malabsorpsi, dan peningkatan tingkat metabolik basal (sekitar 20%), sehingga nutrisi yang
cukup sangat penting. Begitu pula pada mereka yang kegemukan, penurunan berat badan yang
sukses dapat memberikan perbaikan gejala bermakna. Gejala membaik bila asupan Na+ harian (3-6
gr/hari) dikurangi. Garam meja, makanan yag diproses (keju, sosis, cokelat, makanan kaleng, ikan
asap) dan makanan bergaram (keriik, kacang, dll) harus dihindari dan konsumsi buah, sayuran, dan
ikan segar ditingkatkan. Kalium klorida (KCl) dapat digunakan sebagai pengganti dalam masakan.
Biasanya disarankan untuk membiarkan asupan cairan sesuai penilaian pasien namun pada gagal
jantung lanjut hormon antidiuretik (antidiuretic hormone / ADH) meningkat dan pasien tidak
mampu mengekskresikan beban cairan, menyebabkan hiponatremia dilusi. Jadi asupan cairan
harus dibatasi jika natrium serum di bawah 125-190 mmol/L.
2. Terapi penyebab dasar
Penyebab dasar yang umum (penyakit jantung koroner, hipertensi, kardiomiopati) harus diterapi
dengan optimal. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, revaskularisasi tandur alih pintas arteri
koroner (Coronary Artery Bypass Graft / CABG) atau angioplasti koroner transluminal perkutan
(Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty / PTCA) dapat memperbaiki fungsi jantung dengan
mengurangi iskemia, dan memperpanjang harapan hidup. Pembedahan juga menguntungkan bila ada
penyakit katup jantung bermakna (biasanya aorta atau mitral). Jika diduga disfungsi diastol,
penggunaan penyekat β, antagonis kalsium, pembatas laju (verapamil, diltiazem), atau penghambat
ACE (menurunkan hipertrofi LV) secara teoretis dapat membantu.
3. Koreksi faktor pemberat
Perhatian harus diberikan pada faktor mananpun yang dapat memperberat atau mengekserbasi gagal
jantung (misalnya infeksi, perubahan terapi obat, angina yang memburuk, gangguan elektrolit).
Bradikardia bermakna harus diterapi dengan pacu jantung permanen dan pemasangan pacu jantung
biventrikel pada beberapa pasien dengan gagal jantung berat merupakan hal yang menarik saat ini.
Aritmia atrium atau ventrikel harus diterapi dan defibrilator implan dapat digunakan bila diduga
terdapat aritmia yang mengancam nyawa.
4. Terapi obat-obatan
a. Diuretik
- Diuretik loop (bumetanid, furosemid, frusemid) meningkatkan ekskresi natrium dan cairan
ginjal. Bekerja pada ansa Henle asenden. Jika diberikan secara oral dapat menghilang pada
gagal jantung berat karena gangguan absorpsi usus. Diuretik ini menyebabkan hilangnya
kalium dan dapat menyebabkan hiperurisemia.
- Diuretik hemat kalium, antagonis aldosteron (spironolakton) dan penghambat konduksi
natrium pada duktus pengumpul (amilorid, triamteren) yang menghilangkan sekresi kalium
dan ion hidrogen ginjal. Obat-obat ini umumnya digunakan untuk mengimbangi efek
kehilangan kalium dan magnesium dari diuretik loop.
- Diuretik osmotik (manitol) mampu mempertahankan aliran urin pada laju filtrasi glomerular
(GFR) yang rendah sehingga dapat digunakan pada gagal jantung. Manitol difiltrasi oleh
glomerulus namun tidak direabsorpsi atau dimetabolisasi oleh ginjal.
b. Digoksin
Digoksin dapat meningkatkan kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif. Digoksin
merupakan penghambat yang poten pada aktivitas pompa saluran natrium, yang menyebabkan
peningkatan pertukaran Na-Ca dan peningkatan kalsium intraselular. Efeknya adalah peningkatan
ketersediaan ion kalsium untuk elemen kontraktil miokard pada saat coupling eksitasi-kontraksi.
Efek elektrofisiologi klinis yang utama adalah pelambatan konduksi melalui nodus AV, meskipun
pada dosis toksik dapat terjadi berbagai aritmia atrium dan ventrikel.
Pada gagal jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme
kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala. Digoksin amat berguna bila terdapat AF,
karena efeknya dalam memperlambat laju ventrikel. Digoksin tidak boleh digunakan pada
kardiomiopati hipertrofik dimana kontraktilitas yang meningkat dapat meningkatkan obstruksi alur
keluar ventrikel kiri, dan pada penyakit amiloid jantung dimana digoksin berakumulasi dalam
miokard.
c. Vasodilator
Vasodilator menurunkan afteroad jantung dan tegangan dinding ventrikel, yang merupakan
determinan utama kebutuhan oksigen miokard, dan mengkatkan curah jantung. Vasodilator dapat
bekerja pada sistem vena (nitrat) atau arteri (hidralazim) atau memiliki efek campuran venodilator
dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor angiotensin, prazosin, nitropusida).
Dilator arterial cenderung meningkatkan curah jantung dan venodilator cenderung menurunkan
kongesti vena pulmonalis. Karena sebagian besar pasien memiliki kedua masalah ini, obat pilihan
biasanya yang memiliki kerja campuran atau kombinasi obat dari kedua kelompok. Venodilator
menurunkan preload dan pada pasien yang memakan diuretik dosis tinggi, dapat menurunkan
curah jantung dan menyebabkan hipotensi postural. Namun, pada gagal jantung kronis, penurunan
tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri juga dapat menurunkan
tekanan darah.
d. Obat-obatan simpatomimetik
Dopamin merupakan katekolamin endogen dan prekursor segera norepinefrin. Dopamin bekerja
langsung pada reseptor β-1 pada miokard dan secara tidak langsung pada miokard dengan
melepaskan norepinefrin dari ujung saraf. Vasodilatasi sekunder akibat aktivasi spesifik reseptor
dopaminegrik pada dinding arteri merupakan efek tergantung dosis, dengan dosis yang lebih tinggi
(>5μg/kg/men) menyebabkan vasokontriksi dan penurunan aliran darah ginjal karena stimulasi
serotonin dan reseptor α-1.
Dobutamin (dosis 2,5-10 μg/kg/men) merupakan amin simpatomimetik sintetik yang menstimulasi
reseptor β-1, β-2, dan α namun tidak mengaktivasi reseptor dipaminergik serta tidak melepaskan
norepinefrin dari ujung saraf. Dobutamin menurunkan resistensi vaskular sistemik dan
meningkatkan curah jantung. Dobutamin bukan merupakan vasodilator ginjal dan dapat
menginduksi aritmia pada dosis lebih tinggi yang dapat menyebabkan masalah. Obat ini dapat
menurunkan kalium serum.
e. Penyekat β
β – blockers telah menjadi kontraindikasi pada pasien disfungsi sistolik karena, efek negative obat
inotropicdari obat bisa memperburuk gejala. Secara bertentangan, beberapa penelitian menunjukan
bahwa β – blockers mempunyai kenutungan bagus pada gagal jantung, termasuk menambah
kardiak output, mengurangi deteriorasi hemodinamis, dan meningkatkan survival. Penjelasan
untuk obsevarsi ini masih belum jelas tapi mungkin berhubungan dengan efek obat dalam
mengurangi denyut jantung dan menurunkan aktifasi simpatik kronik atau pada anti-iskemik.
Pada percobaan pasien dengan gejala gagal jantung semua kelas, β-blockers dapat ditolerir dengan
baik pada pasien yang stabil misalnya pada pasien tanpa gejala deteriorasi atau tanda aktif
overload volum.
f. Antikoagulasi
Risiko emboli sistematik dan emboli paru meningkat pada gagal jantung namun peran
antikoagulan oral (warfarin) untuk mencegah emboli kurang jelas. Pasien dengan AF atau stenosis
mitral, dan pasien dengan bukti trombus intrakardiak pada pemeriksaan penunjang harus diberikan
antikoagulan kecuali bila terdapat kontraindikasi, yang bertujuan untuk mendapatkan rasio
normalisasi internasional (international normalized ratio/ INR) sebesar 2,5-3,0. Pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri berat, pasien yang relatif imobil, dan pasien dengan riwayat kejadian
emboli juga harus dipertimbangkan mendapat terapi antikoagulan. Penelitian yang ada
menunjukkan aspirin tidak memberikan keuntungan yang sama dengan antikoagulan.
g. Antiaritmia
Mempertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan simtomatik dan
amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah AF dan memperbaiki kesempatan
keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada. Bila AF kronis, digoksin (0,125-0,25 mg perhari)
merupakan obat paling sesuai untuk mengontrol laju ventrikel. Aritmia ventrikel merupakan
penyebab umum kematian pada gagal jantung berat dan dapat dicetuskan oleh hipokalemia,
hipomagnesemia, toksisitas digoksin, iskemia miokard, dan obat yang mempengaruhi stabilitas
elektrisitas (efek proaritmia dari obat antiaritmia dan beberapa obat antidepresan). Kebanyakan
studi menunjukan tidak ada perbaikan ketahanan hidup dari amiodaron empiris pada pasien dengan
gagal jantung, kecuali mungkin pada kasus kardiomiopati noniskemik (studi GESICA, sudi CHF-
STAT). Sebaiknya pemberian pemberian amiodaron dipersiapkan pada pasien gagal jantung dan
aritmia ventrikel simtomatik, yang juga harus dipertimbangkan untuk pemasangan defibrilator
kardioverter implan otomatis (automatic implantable cardioverter defibrilator/AICD).
5. Lainnya
a. Konterpulsasi balon intraaorta
Pada disfungsi ventrikel kiri berat, dimana ada kemungkinan perbaikan penyakit dasar (misalnya
pascapembedahan jantung dini atau infark miokard, pada miokarditis akut, atau kadang pada
angina tidak stabil), penggunaan konterpulsasi balon aorta dapat membantu sirkulasi untuk
beberapa hari sampai beberapa minggu. Konterpulsasi balon aorta juga dapat digunakan sementara
sebelum tranplantasi jantung, sambil menunggu donor yang tepat. Balon panjang diinsersikan
perkutan, biasanya melalui arteri femoralis, dan diposisikan agar terletak diantara bagian atas aorta
torakalis desenden, tepat di belakang awal arteri subklavia kiri, dan bagian suprarenal aorta
abdominalis. Sejumlah gas inert yang sebelumnya sudah ditentukan volumenya digunakan untuk
mengisi balon dan inflasi (pengembangan) yang sesuai dengan pompa disinkronisasi dengan EKG
agar terjadi pada saat diastol, dan deflasi terjadi pada onset sistol. Dengan demikian tekanan
perfusi koroner meningkat pada diastol dan afterload ventrikel kiri berkurang saat sistol. Pasien
harus diberikan antikoagulan dengan heparin intravena sementara balon in situ. Setelah
mengeluarkan balon, hemostasis dicapai dengan tekanan femoral lokal atau perbaikan arteri secara
bedah.
b. Alat bantu ventrikel
Berbagai alat mekanik telah didesain untuk mendukung fungsi ventrikel sebagai perantara sebelum
terapi yang lebih definitif, seperti transplantasi jantung. Pompa ini dapat terletak eksternal dan
dihubungkan dengan sirkulasi pasien dengan tabung, atau diimplantasi internal. Pada pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri berat dimana pompa balon intraaorta tidak cukup mempertahankan
sirkulasi yang adekuat, alat bantu ventrikel (ventricular assit device / VAD) kiri dapat digunakan.
Alat bantu ventrikel kiri ini membutuhkan pemasangan bedah dengan drainase dari atrium kiri ke
pompa mekanik yang dijalankan secara pneumatik, outputnya dikembalikan ke aorta asenden.
Kemiripannya dengan pintas kardiopulmonal sangat jelas, pada kasus ini diberikan bantuan murni
pada ventrikel kiri dan bukannya memberikan dukungan sirkulasi total.
c. Transplantasi jantung
Pada pasien dengan gejala yang berat akibat disfungsi miokard, tranplantasi jantung merupakan
satu-satunya metode untuk memperbaiki morbiditas dan mortalitas jangka panjang. Ketersediaan
jantung donor terbatas sehingga pemilihan pasien yang tepat sangat penting. Pasien yang berusia
tua (usia >60 tahun) lebih kecil kemungkinannya dicalonkan menerima donor jantung, begitu pula
dengan pasien dengan ganguan fungsi ginjal, memiliki komorbiditas lain, atau memiliki resistensi
pulmonal yang tinggi saat dilakukan kateterisasi jantung. Begitu jantung donor diperoleh dan
ditranspor pada pasien, prosedur operasinya sendiri cukup cepat. Pasien diletakkan dalam pintas
kardiopulmonal, jantug diangkat dengan meninggalkan potongan pada atrium kiri dan kanan
pasien, pada atrium kiri termasuk vena pulmonalis. Aorta dan arteri pulmonalis utama ditranseksi,
sehingga memungkinkan jantung diangkat dan anastomosis jantung donor dapat dilakukan pada
sisa jaringan atrium dan pembuluh darah besar.
Tingkat ketahanan hidup setelah transplantasi jantung sekitar 85% pada 1 tahun dan 60-70% pada
5 tahun di rumah sakit terbaik. Pascaoperasi, semua pasien mendapatkan terapi imunosupresif
untuk menekan penolakan. Siklosporin A merupakan obat antipenolakan utama. Untuk
mengidentifikasi kemungkinan timbulnya penolakan pada tahap awal, semua pasien menjalani
biopsi jantung transvena teratur untuk penilaian histologis.
d. Kardiomioplasti
Karena kesulitan dalam mendapatkan jantung donor untuk transplantasi jantung, telah dilakukan
berbagai usaha untuk mengembangkan metode terapi alternatif seperti kardiomioplasti. Konsep
dari operasi ini adalah menggunakan otot skelet latisimus dorsi untuk memberikan otot tambahan
bagi kontraksi jantung. Satu lapisan latisimus dorsi dibungkus di sekitar ventrikal kiri dengan
memindahkan otot melalui dada kiri pada pedikel arterinya. Satu pacu jantung digunakan untuk
memicu kontraksi otot skelet dan memperkuat kontraktilitas miokard. Kesulitannya adalah otot
sketet mudah lelah dan tidak cocok untuk kontraksi repetitif dalam jangka panjang. Namun,
setelah 6 minggu, otot skelet dapat dikondisikan agar bersifat seperti otot jantung dengan stimulasi
elektrik repetitif. Selama masa ini idak terdapat penguatan fungsi miokard bermakna. Pasien yang
dipertimbangkan akan sesuai untuk kardiomioplasti harus cukup memiliki cadangan miokard
untuk menjalani operasi jantung tanpa adanya tambahan manfaat pada masa pascaoperasi awal.
Prosedur ini jarang dilakukan dan umumnya terbatas pada pasien dengan gejala stabil dan restriktif
yang tidak cocok untuk menjalani transplantasi jantung.
Prognosis
Gagal Jantung Akut
Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Pada suatu uji acak terkontrol
yang besar, pasien yang dirawat dengan gagal jantung dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6% dan apabila
dikombinasikan dengan mortalitas perawatan ulang dalam 60 hari menjadi 35,2%. Angka kematian akan lebih
tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat, dengan mortalitas 30% dalam 12 bulan.
Gagal Jantung Kronis
Gagal jantung memiliki prognosis yang buruk. Setelah kejadian pertama dari gejala yang dirasakan, rasio
kematian 5 tahun (Framingham Heart Study) 62% pada pria dan 42% pada wanita, dengan rasio rerata 50%.
Risiko terjadinya kematian pada pasien dengan gejala ringan 5-10% setiap tahunnya, sedangkan pada
pasien dengan gejala yang berat 30-40% per tahun.
Beberapa predictor kuat buruknya prognosis, seperti usia lanjut, etiologi iskemik, riwayat sudden death,
riwayat gagal jantung sebelumnya, NYHA III-IV, EKG dengan QRS lebar atau aritmia ventrikel yang
kompleks, hiponatremia atau peningkatan troponin.
Komplikasi Gagal Jantung
1. Dekompensata Cor
2. Edema Paru
Peningkatan derajat dilatasi
Peningkatan tegangan dinding rongga yang
bersangkutan
Peningkatan kebutuhan oksigen pada mikoard yang
melemah
Tidak mampu untuk memompa darah untuk
tubuh bahkan saat istirahat
Gagal jantung
dekompensata
3. Bendungan vena sistemik dan edema jaringan lunak
4. Hiperaldosteron Sekunder
Pasien gagal jantung kiri
Bendungan pasif di sirkulasi paru
Gagal jantung ventrikel kiri makin parah
Tekanan hidrostatik di pembuluh paru
meningkat
Kebocoran cairan
Eritrosit masuk ke dalam jaringan
intertisium & rongga paru
Edema paru
Gagal jantung kiri
Bendungan pasif di sirkulasi paru
Meningkatkan retensi vaskular
paru
Peningkatan beban kerja pada sisi kanan jantung
Gagal jantung kanan
Bendungan vena sistemik & edema
jaringan lunak
Analisis Skenario
Hasil anamnesis dan pemeriksaan Analisis dan intrepretasi
Nama : Mrs. X
Umur : 56 tahun
Keluhan Utama : Sesak sejak 2 minggu yang lalu saat
beraktifitas,
Diagnosis banding yang diajukan bisa sesak karena
kardiak atau pernafasan seperti asthma dan PPOK,
namun disimpulkan bahwa sesak muncul saat
beraktivitas dan didukung oleh gejala2 lain, maka
sesak diduga ditimbulkan karena adanya gagal jantung
yang menyebabkan :
1. Pompa tidak bekerja dengan baik sehingga
aliran darah ke sistemik berkurang dan
kebutuhan O2 meningkat terlebih ketika
beraktifitas sesak
2. Diduga terjadi edema paru dan mengganggu
elastisitas alveoli dalam pertukaran O2
sesak
Gagal jantung kelas IV , di mana pasien mengalami
sesak nafas tidak hanya saat beraktifitas namun juga
saat beristirahat. Nocturnal Paroxysmal Dispneu
(sesak malam hari) biasanya terjadi pada orang dengan
Gagl jantung terjadi
Perubahan sistemik terjadi & berfungsi
untuk mempertahankan CO
Sampai batas waktu tertentu, terjadi penurunan CO di
ventrikel kiri
Penurunan perfusi ke ginjal
Ginjal mengaktivasi sistem RAA
Aldosteron dikeluarkan
Tubukus ginjal mereabsorpsi Na
dan air
Peningkatan volume plasma &
total CES
Hiperaldosteron
Sekunder
Sesak memberat sejak 3 hari yang lalu sampai saat
beristirahat sesak tidak membaik, sering kambuh pada
malam hari
Batuk berdahak
Bengkak pada kedua kaki
RPD : DM dan hipertensi (150/80)
Nadi : 108 X per menit
Nafas : 36 X / menit dan dangkal
Suhu : 37,1 Celcius
Kardiomegali
Ronki basah dan Wheezing
gagal jantung ventrikel kiri
Diduga karena adanya penumpukan cairan yang
berlebihan di paru (edema)
penumpukan cairan di ekstremitas bawah karena pada
pasien gagal ginjal terjadi penumpukan cairan yang
berlebih dalam tubuh (volume darah meningkat) dan
terjadilah ekstravasasi cairan dari pembuluh darah ke
jaringan interstisial edema ekstremitas
Merupakan factor resiko terjadinya Gagal jantung.
Hiperglikemi darah pada pasien DM menyebabkan
terganggunya fungsi endotel atherosclerosis
IMA gagal jantung. Hipertensi bisa terjadi karena
overload cairan pada pasien tsb.
Normal
Sesak
Normal
Hipertrofi ventrikel yang terjadi pada gagal jantung
kronik payah jantung
Menggambarkan adanya edema paru khususnya pada
jaringan alveoli sehingga pada saat inspirasi dan
ekspirasi terganggu dan muncullah bunyi abnormal
Jika dilihat dari gejala , tanda, dan keluhan yang muncul, banyak sekali kriteria mayor dan minor yang termasuk
didalamnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami gagal jantung kelas IV.