Gagal Jantung

37
Gagal Jantung (Decompensatio Cordis) Pendahuluan Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007). Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita ( Sugeng dan Sitompul, 2003). Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003). Definisi Klinik Gagal Jantung Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung (Purwaningtyas, 2007). Klasifikasi Fungsional (NYHA) 1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat. 2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.

Transcript of Gagal Jantung

Page 1: Gagal Jantung

Gagal Jantung (Decompensatio Cordis)

Pendahuluan

Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun (Fathoni, 2007). Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita ( Sugeng dan Sitompul, 2003).

Berdasar perkiraan tahun 1989, di Amerika terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah 400.000 orang. Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya (Sugeng dan Sitompul, 2003).

Definisi Klinik Gagal Jantung

Merupakan sindroma klinik yang terdiri dari sesak napas dan rasa cepat lelah yang disebabkan oleh kelainan jantung (Purwaningtyas, 2007).

Klasifikasi Fungsional (NYHA)

1. I bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas fisik yang berat.

2. II bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sedang.

3. III bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang ringan.

4. IV bila timbul gejala sesak napas atau capai pada aktivitas yang sangat ringan dan pada waktu istirahat (Purwaningtyas, 2007).

Etiologi

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup

Page 2: Gagal Jantung

pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif (Chandrasoma, 2006).

Patofisiologi

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).

Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).

Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

Gambaran Klinik

Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan.

Gambaran klinik gagal curah rendah kanan : hepatomegali, peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri : edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan.

Gagal curah tinggi kanan : kematian mendadak, penurunan aliran arteri pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri : kematian mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng dan Sitompul, 2003).

Page 3: Gagal Jantung

Pemeriksaan

Diagnosis klinik berdasar pada riwayat klinik, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG, foto rontgen thorax, ekokardiografi, pemeriksaan radionuklir, dan pemeriksaan invasif (Jota, 2002; Kertohoesodo, 1987)

Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis gagal jantung dibagi 2 menjadi kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria utama : dispnea paroxismal nokturnal (PND), kardiomegali, gallop S-3, peningkatan tekanan vena, reflex hepatojugular, ronkhi. Kriteria tambahan : edem pergelangan kaki, batuk malam hari, dispnea waktu aktivitas, hepatomegali, efusi pleura, takikardi. Diagnosis ditetapkan atas adanya 2 kriteria utama atau 1 kriteria utama ditambah 2 kriteria tambahan (Fathoni, 2007).

Penatalaksanaan

Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek : mengurangi beban kerja, memperkuat kontraktilitas miokard, mengurangi kelebihan cairan dan garam, melakukan tindakan terhadap penyebab, faktor pencetus dan penyakit yang mendasari.

Pada umumnya semua penderita gagal jantung dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan. Terapi nonfarmakologi antara lain: diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur (Nugroho, 2009). Beban awal dapat dikurangi dengan pembatasan cairan, pemberian diuretika, nitrat, atau vasodilator lainnya. Beban akhir dikurangi dengan obat-obat vasodilator, seperti ACE-inhibitor, hidralazin. Kontraktilitas dapat ditingkatkan dengan obat ionotropik seperti digitalis, dopamin, dan dobutamin (Sugeng dan Sitompul, 2003).

Daftar Pustaka

1. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta :EGC.

2. Fathoni, Mochammad. 2007. Heart Failure Pathophysiologi and Management.Dalam : CatKul IPD Jantung. Surakarta : Forrinsik 04 FKUNS.

3. Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed: ke-9 . Jakarta: EGC.

4. Jota, Santa. 2002. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.

5. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI.

6. Masud, Ibnu. 1992. Dasar-Dsar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.

7. Nugroho, HS. 2009. Heart Failure Pathophysiologi and Management. Surakarta: Slide Kuliah Blok Kardiovaskuler Angkatan 2007 FKUNS.

Page 4: Gagal Jantung

8. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.

9. Purwaningtyas, Niniek. 2007. Gagal Jantung (Decompensatio Cordis). Dalam :Cardiology After Mid. Surakarta : Filamen 05 FKUNS.

10. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

11. Sugeng dan Sitompul. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Page 5: Gagal Jantung

Gagal jantung atau decompensatio cordis didefinisikan sebagai keadaan menurunnya performa myocardial (otot-otot jantung)  jantung.

Gambar: struktur jantung, ruang jantung dan arah aliran darah (courtesy: Guyton)Gagal jantung dapat terjadi secara sistolik ataupun diastolik. Pada gagal jantung sistolik terjadi penurunan fungsi kontraksi ventrikel kiri yang diistilahkan penurunan fraksi ejeksi. Sedangkan pada

Page 6: Gagal Jantung

gagal jantung diastolik tidak terjadi penurunan fraksi ejeksi.

Gambar: Fase-fase jantung dalam keadaan normal. Fase sistolik disebut juga sebagai fase ejeksi dimana terjadi kontraksi dan pengosongan ventrikel. Sedangkan fase diastolik disebut juga dengan pengisian ventrikel. (courtesy: Guyton).Penyebab (etiologi) gagal jantungGagal jantung merupakan suatu diagnosis fisiologis sedangkan penyakit-penyakit penyebabnya menjadi diagnosis etiologi.

Di antara penyebab gagal jantung yang paling umum adalah penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit katup jantung (meliputi mitral stenosis atau regurgitasi), kardiomyopati.

Gambar: beberapa penyebab gagal jantung.(courtesy: Euan A Ashley)Patofisiologi gagal jantungKerja jantung disebut juga dengan Cardiac Output yaitu Stroke Volume (volume darah sekali pompa)  dikalikan dengan Heart Rate (HR= jumlah denyut jantung permenit).CO = SV × HRFaktor-faktor yang mempengaruhi kerja jantung adalah:

Page 7: Gagal Jantung

1. Ventricular preload (aliran darah balik ke ventrikel)2. Ventricular afterload (kemampuan ventrikel memompa darah)3. Myocardial contractility (kontraktilitas otot jantung)

Secara normal kerja otot jantung memenuhi Hukum Frank-Starling. Hukum Frank-Starling berbunyi: “Dalam batas fisiologis, jantung akan memompakan  semua darah dari vena menuju aorta tanpa ada bendungan” dengan kata lain preload adalah sebanding denganafterload.Namun pada gagal jantung hukum ini sudah tidak berlaku lagi.

Gambar: curva Frank-Starling, sumbu y adalah gaya kontraksi sedangkan sumbu x adalah preload. Curva menunjukkan bahwa semakin bertambah preload maka gaya kontraksi akan meningkat sesuai gambar. (1)  keadaan hipovolemia, (2) berfungsi optimal, (3) keadaan hipervolemia dan (4) keadaan gagal jantung. (courtesy: Terry Des Jardins)Berbagai penyakit etiologi di atas dapat menurunkan kerja jantung sehingga Hukum Frank-Starling tidak berlaku lagi. Mekanisme penurunan kerja jantung karena penyakit-penyakit di atas dapat diterangkan melalui gambar di bawah ini.

Page 8: Gagal Jantung

Gambar: mekanisme terjadinya gagal jantung oleh berbagai penyakit etiologi. (courtesy: Despopoulos)Berbagai penyebab di atas menimbulkan penurunan kontraktilitas otot jantung dengan akibat akhir kegagalan sistolik dan kegagalan pengisian jantung (diastolic failure). Turunnya kedua sistolik dan diastolik menyebabkan turunnya stroke volume (SV).Pada keadaan terkompensasi, jantung akan mempercepat denyutnya (HR) untuk mendapatkan Cardiac Output yang optimal sesuai rumus: CO =  HR × SV.  Tetapi pada keadaan otot jantung yang hipertropi (penebalan otot jantung) dan dilatasi (pelebaran jantung), terjadilah keadaan dekompensasi sehingga berapa pun HR yang ditimbulkan, CO tidak akan memenuhi perfusi (aliran darah) jaringan perifer. Keadaan ini dinamakan gagal jantung (decompensatio cordis).Dan yang lebih mengenaskan lagi adalah turunnya perfusi jaringan menimbulkan keadaan hormonal sistemik yang memperparah gagal jantung itu sendiri sehingga terjadilah circulus vitreosus (lingkaran setan).

Page 9: Gagal Jantung

Keadaan hormonal sistemik tersebut adalah peningkatan ADH (antidiuretic hormone), peningkatan rennin-angiotensin system dan peningkatan system simpatis. Ini semua memperparah gagal jantung.

Gambar: hipoperfusi organ menyebabkan peningkatan hormonal yang akan memperparah gagal jantung. (courtesy: Terry Des Jardins)Gejala dan  TandaPenyakit gagal jantung memiliki sign (tanda) dan symptom (gejala atau keluhan).

SymptomGejala utama gagal jantung adalah sesak. Penyebab sesak adalah vascular congestion(bendungan aliran darah) akibat peningkatan preload jantung kiri sehingga menurunkan oksigenasi pulmonal. Penyebab sesak yang lain adalah turunnya perfusi jaringan perifer.Macam-macam sesak bisa berupa orthopnea yaitu sesak ketika terlentang dan berkurang dengan meninggikan kepala. Ini terjadi karena terjadi penumpukan aliran balik yang menyebabkan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Derajat orthopnea dapat dinilai dengan banyaknya bantal yang digunakan oleh penderita.Tipe sesak yang lain adalah paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) yaitu sesak mendadak di tengah malam. Alasan terjadinya sama seperti pada orthopnea yaitu peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri. Biasanya pasien terbangun dan ingin menambah bantal lagi sehingga kepala lebih tinggi.Gejala batuk dapat menyertai sesak. Batuk biasanya berdahak berwarna merah muda, dahak berbusa dan kadang-kadang ada serat darah sebagai akibat edema (pembengkakan) paru. Pasien juga tampak cemas.Selain itu pasien dapat mengalami nocturia yaitu banyak kencing di malam hari sebagai akibat dari peningkatan renal blood flow (aliran darah ke ginjal) pada malam hari.SignSedangkan tanda yang sering dijumpai adalah edema (pembengkakan) pada daerah di bawah jantung yaitu daerah ekstremitas bawah dan daerah perineal. Ini disebabkan tingginya tekanan hidostatik pembuluh balik sehingga terjadi transudasi (peresapan cairan) dari vena ke daerah interstisial. Transudasi di rongga abdomen disebut asites. Tanda edema ini dominan pada gagal jantung kanan.Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai pembesaran jantung dan liver.Pada auskultasi jantung dapat ditemukan suara 3 (S3) atau ventricular gallop (gallop= suara seperti telapak kuda yang berlari). Bisa juga ditemukan juga suara 4 (S4) atau atrial gallop.Pada auskultasi paru didapatkan ronchi basal sebagai akibat dari transudasi cairan dari kapiler paru ke alveoli akibat peningkatan tekanan ventrikel kiri.

Page 10: Gagal Jantung

Dapat pula ditemukan distensi (pembendungan) vena leher. Ini karena tingginya tekanan aliran vena cava superior.

Gambar: cara menentukan JVP (Jugular Venous Pressure=Tekanan Vena leher). Tinggi bendungan ditarik garis datar sehingga terbaca angka pada penggaris kemudian ditambah 5 cm maka ketemulah tekanan atrium kanan (cmH2O). (courtesy: Jennifer A. Taylor)Jadi jika sign yang dominan maka orang itu menderita gagal jantung kanan dan jika symptom yang dominan maka gagal jantung kiri. Dan jika kedua-duanya muncul dengan jelas maka disebut gagal jantung congestif (bendungan).

Gambar: seseorang dengan gagal jantung congestif. Sign dan symptom kedua-duanya muncul. (courtesy: Silbernagl).InvestigasiPemeriksaan ECG menunjukkan LVH (Left Ventricular Hypertrophy: hipertropi ventrikel kiri). Pola khas adalah LVH plus ST depresi. Dapat juga terjadi gambaran aritmia.

Page 11: Gagal Jantung

Gambar: gambaran LVH

Gambar: gambaran ST depresi

Gambar: ventricular arrhythmia dengan PVC (Premature Ventricular Contraction)Pada X-foto dada didapatkan gambaran cardiomegali (pembesaran jantung), bat’s wing sebagai tanda edema alveolar, efusi pleura, garis Kerley B dan penonjolan pembuluh darah lobus atas.

Page 12: Gagal Jantung

Gambar: Gambaran X-foto thorax dengan kardiomegali (pembesaran jantung) efusi pleura karena gagal jantungLaboratoriumPada pemeriksaan Natrium serum didapatkan hiponatremia (< 130 mmol/L) sebagai tanda pengenceran darah dan sebagai indikator prognostic yang kuat. Kalium serum akan berubah sebagai akibat pemberian obat-obat seperti diuretik dan pertahankan antara 4,25-5 mmol/L untuk menghindari aritmia jantung.

DiagnosisDiagnosis ditegakkan dengan tanda dan gejala gagal jantung kemudian disokong dengan pemeriksaan laboratorium, ECG dan foto thorax. Histori penyakit digunakan untuk menentukan diagnosis etiologi. Untuk gagal jantung kronis perlu ada klasifikasi berat ringannya penyakit. Klasifikasi yang digunakan adalah menurut New York Heart Association (NYHA):

Gambar: klasifikasi gagal jantung menurut NYHA (courtesy: Terry Des Jardins)TatalaksanaGagal jantung akutUntuk gagal jantung akut kita tangani dulu edema parunya dengan:

1. Dudukkan pasien agak tinggi2. Berikan O2 aliran tinggi3. Berikan diamorfin (2,5-5 mg intravena)

Page 13: Gagal Jantung

4. Berikan golongan nitrat seperti ISDN (Cedocard dari Darya Varia) pertama kali sublingual kemudian isosorbid mononitrat (Imdur dari Astra Zeneca) 2-10 mg perjam intravena. Pemberian nitrat dianjurkan dengan syarat tekanan darah  sistol di atas 100 mmHg

5. Berikan loop diuretic seperti furosemid (Naclex dari Pharos) 40-80 mg intravena pelanBagaimana jika tekanan darah sistol kurang dari 70 mmHg?

American Heart Association memberikan rekomendasi berikut: Jika tekanan darah sistol kurang dari 70 mmHg, berikan norepinefrin

(Vascon dariFahrenheit atau Raivas dari Dexa Medica) 0,5-30,0 μg/menit intravena Jika tekanan darah sistol antara 70-100 mmHg dan terdapat tanda-tanda syok maka dapat

dipertimbangkan pemberian dopamine (Indop dari Fahrenheit) dengan rentang 2,5-15,0 μg/kg/menit intravena

Jika tekanan darah sistol antara 70-100 mmHg tanpa ada tanda-tanda syok maka dapat dipertimbangkan pemberian dobutamin (Dobuject dari Dexa Medica) 2-20 μg/kg/menit intravenaDemikian rekomendasi American Heart Association.Jika tidak ada perbaikan maka pasien dirujuk ke cardiovascular centre untuk dilakukan pemasangan Intra-aortic balloon pump (IABP) counterpulsation. Balon dimasukkan melalui Arteri Femoralis menuju aorta desenden dengan dipandu ECG. Ditiup dengan helium pada saat diastole kemudian dikempiskan sesaat sebelum sistol. Tujuan pemasangan IABP adalah untuk memperbaiki perfusi koroner dengan meningkatkan tekanan aorta asenden selama diastole dan mendorong perfusi sistemik dengan menurunkan hambatan pada ejeksi ventrikel.

Gambar: pemasangan balon (courtesy: Terry des Jardins)Gagal jantung kronikUntuk terapi medikamentosa pada gagal jantung kronik maka kita mengacu pada paradigma memutuskan lingkaran setan yaitu memutus system rennin-angiotensin, menurunkan pengaruh ADH dan juga pengaruh system simpatis sebagaimana yang dijelaskan pada patofisiologi.

Di antara terapinya adalah:

1. Restriksi (batasi) cairan2. Diet rendah garam3. Diuretic, dipilih golongan loop diuretic seperti tablet furosemid (Naclex dari Pharos) sehari sekali

dan jika terjadi retensi cairan yang persisten berikan 2 kali sehari. Jika ada hipokalemi maka dapat dipilih golongan hemat kalium seperti spironolakton (Aldactondari Soho) dengan dosis rendah (25-50 mg) selama 1 minggu. Ukurlah secara berkala serum kreatinin dan elektrolit.

4. Pemutus rantai rennin-angiotensin, bisa digunakan ACE inhibitor seperti captopril (Farmoten dari Fahrenheit) 6,25 mg 2 kali sehari atau lisinopril (Interpril dari Interbat) 2,5 mg perhari (dosis inisial). Bisa juga diberikan ARB seperti cendesartan (Blopress dariTakeda) dengan

Page 14: Gagal Jantung

dosis awal 4 mg perhari. Hendaknya tekanan darah dicek setelah 1 minggu pemberian obat pemutus rennin-angiotensin.

5. Untuk mengurangi pengaruh simpatik dapat digunakan β-blocker seperti carvedilol (Dilbloc dari Roche)  12,5 mg (1-2 hari) kemudian 25 mg. Obat ini berfungsi sebagai non selektif  β-blocker, α-antagonis dan antioksidan. Hati-hati pada pasien dengan riwayat asma bronchial, bradikardi dan A-V block derajat 2-3.

6. Untuk meningkatkan kontraktilitas dapat digunakan digoxin (Lanoxin dariGlaxoSmithKline) 0,25-0,75 mg perhari selama 1 minggu. Obat ini memiliki pengaruh inotropik positif dan kronotropik negative. Sangat tidak dianjurkan pada pasien dengan hipokalemia.

7. Untuk vasodilatasi dapat dikombinasi hidralazin dan nitrat dengan tujuan menurunkan afterload sehingga cardiac output menjadi optimal.

8. Juga hindari stress psikologi pada pasien.Berikut ini petunjuk terapi gagal jantung kronis sesuai NYHA:

Keterangan: ACEI: Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor, BB: β-blocker, ARB: Angiotensin Receptor Blocker.Semoga bermanfaat.

Buku bacaan:1. Fisiologi Guyton2. Anatomy and Physiology of Cardiopulmonary System3. Atlas of Pathophysiology4. Cardiology, explained5. Taylor’s Cardiovascular Diseases6. Cardiology in Family Practice

Page 15: Gagal Jantung

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Decomp Cordis

Januari 22, 2012 pada 7:02 am (Uncategorized) 

A. DEFINISI

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh.(Dr. Ahmad ramali.1994)

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan fungsikontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi pompa jantung ( Tabrani,1998; Price,1995).

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)

       Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2003 )

Berdasar definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).

 B.    ETIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri : penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup mitral, miokarditis,

Page 16: Gagal Jantung

kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal jantung.

Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa.

Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan sertacompliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatanafterload).

Page 17: Gagal Jantung

Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. (Santosa, A 2007)

Grade gagal jantung menurut new York heart association

Terbagi menjadi empat kelainan fungsional :

1. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat.

2. Timbul gejala sesak pada aktifitas sedang.

3. Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan.

4. Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat.

C.   PATOFISIOLOGI

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang dapat dilihat : (1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, (2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, (3) hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun, dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif (Price dan Wilson, 2006).

Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara lain : (1) norepinephrine menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut jantung, dan toksisitas myocite, (2) angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan mengaktifkan saraf simpatis, (3) aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium, (4) endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite, (5) vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air, (6) TNF α merupakan toksisitas langsung myosite, (7) ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif pada myocite, (8) IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite (Nugroho, 2009).

Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya isi sekuncup bertambah besar. Oleh

Page 18: Gagal Jantung

karena itu pada gagal jantung, terjadi penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

D.   MANIFESTASI KLINIS

Tanda dominan :Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .

Gagal jantung kiri :

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

Dispnoe

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)

Mudah lelah

Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.

Kegelisahan dan kecemasan

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Batuk

Gagal jantung kanan :

Kongestif jaringan perifer dan viseral.

Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga abdomen.

Page 19: Gagal Jantung

Nokturia

Kelemahan.

 E. PEMERIKSAAN DIAGNISTIK

1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.

4. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)

5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

6. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik( jika disebabkan oleh AMI)

7. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan pengobatan adalah :

1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan

3. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.

Terapi Farmakologis :

Glikosida jantung.

Page 20: Gagal Jantung

Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema.

Terapi diuretik.

Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia.

Terapi vasodilator.

Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan

Obat –obat yang digunakan antara lain :

1. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan menimbulkan vasodilatasi koroner.

2. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian ventrikel.

3. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi diastolik.  Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun.

Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga memperberat kegagalan jantung.

Dukungan diet:

Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.

G.  ASUHAN KEPERAWATAN

1.     Pengkajian

Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas.

Aktivitas/istirahat

Page 21: Gagal Jantung

1. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,    insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.

2. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi,  tanda vital berubah pad aktivitas.

Sirkulasi

1. Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.

2. Tanda :

a. TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

b. Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

c. Irama Jantung ; Disritmia

d.Frekuensi jantung ; Takikardia.

e. Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah posisi secara inferior ke kiri.

f. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

g. terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

h. Murmur sistolik dan diastolic.

i. Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.

j. Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian

k. kapiler lambat.

l. Hepar ; pembesaran/dapat teraba.

m. Bunyi napas ; krekels, ronkhi.

n. Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting

o. khususnya pada ekstremitas.

Integritas ego

1. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

2. Tanda      : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.

Page 22: Gagal Jantung

Eliminasi

Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.

Makanan/cairan

1. Gejala      : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.

2. Tanda      : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).

Higiene

1. Gejala      : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.

2. Tanda      : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

Neurosensori

1. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

2. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

Nyeri/Kenyamanan

1. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.

2. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

Pernapasan

Gejala      : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.

Tanda      :

1)     Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.

2)     Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3)     Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4)     Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.

Page 23: Gagal Jantung

5)     Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6)     Warna kulit ; Pucat dan sianosis.

Keamanan

Gejala  : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.

Interaksi sosial

Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

Pembelajaran/pengajaran

Gejala      : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.Tanda      : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

2.     Diagnosa Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik,  Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,  Perubahan structural, ditandai dengan ;

Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG

Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).

Bunyi ekstra (S3 & S4)

 Penurunan keluaran urin

Nadi perifer tidak teraba

Kulit dingin kusam

Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia   terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

Intervensi:

Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Page 24: Gagal Jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.

Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.

Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.

Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.

Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat  sesuai indikasi  (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan,  Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

Tujuan /kriteria  evaluasi :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klin dapat berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,  mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi:

Page 25: Gagal Jantung

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.

Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung  daripada kelebihan aktivitas.

Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3,  Oliguria, edema,  Peningkatan berat badan, hipertensi,  Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Tujuan /kriteria  evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien mampu mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema. Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

Intervensi :

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

Page 26: Gagal Jantung

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

Pantau TD dan CVP (bila ada)

Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal

Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Konsul dengan ahli diet.

Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang  memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.

Tujuan /kriteria  evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi :

Pantau bunyi nafas, catat krekles

Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret  menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.

Page 27: Gagal Jantung

Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru.

Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.

Tujuan/kriteria  evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan integritas kulit,  mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Intervensi:

Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.

Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.

Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.

Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.

Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat  kerusakan.

Hindari obat intramuskuler

Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi..

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan  kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.

Tujuan/kriteria  evaluasi:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan klien dapat:

1. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.

Page 28: Gagal Jantung

2. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.

3. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi:

Diskusikan fungsi jantung normal

Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan.

Kuatkan rasional pengobatan.

Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala.

Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.

Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi

Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah

H. Evaluasi

1. Pasien dapat melakukan aktifitas tanpa disertai gejala gagal jantung seperti  rasa nyeri pada dada.

2. Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,  Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

3. Tidak adanaya edema pada bagian tubuh pasien serta dapat menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.

4. Pernapasan pasien terlihat normal serta tidak adanya tanda-tanda sesak nafas.

5. Tidak adanya keruasakan integritas kulit pada tubuh pasien.

6. Pengetahuan klien tentang penyakitnya meningkat dan dapat melakukan perubahan perilaku yang benar tentang pencegahan penyakitnya.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 2005, Hal. 443 – 450

Page 29: Gagal Jantung

Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002, Hal ; 52 – 64 & 240 – 249.

Gallo & Hudak,  Keperawatan Kritis, edisi VI, 2000, EGC, Jakarta

Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta  Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 – 208

Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam  praktik keperawatan professional, 2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.

Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2,  Edisi 4, Tahun 2003, Hal ; 704 – 705 & 753 – 763.

Abo