g Sebelum membahas mengenai grosse akta, terlebih dahulu...
Transcript of g Sebelum membahas mengenai grosse akta, terlebih dahulu...
g
Sebelum membahas mengenai grosse akta, terlebih dahulu dijelaskan
mengenai pengertian akta. Istilah akta yang dalam bahasa Belanda disebut “acta”
dan dalam bahasa Inggris disebut “act” atau “deed”. Menurut R. Subekti dan
Gitrosudibio dalam bukunya “Kamus Hukum”, bahwa kata “acta” merupakan
bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa Latin dan berarti
perbuatan-perbuatan.1
A. Pitlo mengartikan akta itu sebagai berikut ”Surat-surat yang
ditandatangani, dibuat untuk dipakai sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh
orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat”.2
Di samping pengertian akta sebagai surat yang sengaja dibuat untuk
dipakai sebagai alat bukti, dalam peraturan perundang-undangan sering kita
jumpai perkataan akta yang maksudnya sama sekali bukanlah “surat” melainkan
perbuatan. Hal ini kita jumpai misalnya dalam pasal 108 KUH Perdata yang
berbunyi :
Seorang istri, biar ia kawin di luar persatuan harta kekayaan atau telah berpisah dalam hal itu sekalipun, namun tak bolehlah ia menghibahkan barang sesuatu, atau memindahkantangankannya, atau memperolehnya,
1 R. Subekti dan R.Tjitro Soedibio, Kamus Hukum, Jakarta : PT. Pradaya Paramita, 1980, hlm. 9.
2 A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa, Terjemahan oleh M. Isa Arif, Jakarta : PT. Intermasa, 1978, hlm. 52.
surat yang diperuntukkan sebagai alat bukti.3
Menurut R. Subekti, dalam bukunya “Pokok Pokok Hukum Perdata”, kata
akta dalam Pasal 108 KUH Perdata tersebut di atas bukanlah berarti surat,
melainkan harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata”acta” yang
dalam bahasa Perancis berarti perbuatan.
Jadi dapat disampaikan bahwa yang dimaksud dengan akta adalah :
1. Perbuatan handeling/ perbuatan hukum (rechtsandeling) itulah pengertian
yang luas.
2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai sebagai bukti perbuatan hukum
tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu.
Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian akta ini dalam peraturan
perundang-undangan, maka yang dimaksudkan dengan akta dalam pembahasan
ini adalah akta dalam pengertian surat yang sengaja dibuat dan diperuntukkan
sebagai alat bukti.
Sedangkan pengertian dari grosse akta, jika ditinjau dari etimologi
bahasa, kata “grosse akta” itu berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua suku
kata, yakni “grosse” dan “akta”. Menurut kamus hukum karangan H. Van Der
Tas, arti dari grosse sebagai berkut “Oorspronkelijk : Een net of schrift in grose
3 R. Subekti, Pokok—Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Intermasa, 1980, hlm.29.
g, p
kutipan, dengan memuat di atasnya kata-kata : ”Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa dan di bawahnya dicantumkan kata-kata : “Diberikan
sebagai grosse pertama”, dengan menyebut nama dari orang, yang atas
permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya.5
Mengenai pengertian akta telah penulis uraikan terdahulu, yaitu akta
adalah surat yang diberikan tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang
menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk alat pembuktian.
Dengan demikian grosse akta adalah suatu salinan atau turunan dari akta
autentik, yang memakai kepala di atasnya kata-kata : “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan pada bagian bawahnya harus
dicantumkan sebagai grosse pertama dengan menyebutkan nama orang yang atas
permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberian grosse itu, di mana
salinan tersebut mempunyai kekuatan eksekusi yang sama dengan suatu putusan
pengadilan yang tetap.6
4 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan
Eksekusi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, Cet. I, 1993, hlm. 38. 5 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : PT. Erlangga, 1980, hlm.228. 6 Victor M. Situmorang, dan Cormentyna Sitanggang, Loc.Cit.
p g y , , p (
de akten, dezelverorm van de minuten, atschiften en repertoria), sub. 1860-3, di
simpulkan sebagai berikut:7
1. Grosse akta adalah salinan atau kutipan (secara pengecualian) yang pertama
dari minuta akta (naskah asli), yang di atasnya memuat irah-irah : Atas nama
Raja (sekarang baca : Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa) dan di bawahnya dicantumkan kata-kata : Diberikan sebagai grosse
pertama oleh saya …………notaris/pejabat di ………… kepada dan atas
permintaan ……… pada hari ini ……….tanggal ………..
2. Kepada yang berkepentingan, para ahli waris, atau para penerima hak.
Mereka itu hanya diberikan grosse pertama saja, sedangkan pemberian grosse
kedua dan seterusnya, harus berdasarkan ketetapan pengadilan di daerah
hukum penyimpanan minuta akta yang bersangkutan berkedudukan.
3. Perbedaan antara : turunan, petikan dan grosse akta antara lain bahwa yang
mempunyai executorial Krachts hanya grosse pertama saja, sedangkan
turunan dan petikan tidak mempunyai kekutan eksekutorial.
7 Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Cet. I, 1995, hlm. 233.
, y g g
berarti akta-akta di bawah tangan tidak dapat dikeluarkan grossenya.
2. Orang/pejabat yang dapat mengeluarkan /memberikan grosse akta tersebut
hanyalah notaris. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Jabatan
Notaris yang berbunyi :
“ Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain”.
3. Notaris yang dapat mengeluarkan /memberikan grosse suatu akta hanya
notaris penggantinya yang secara sah memegang minuta akta tersebut. Hal in
sebagaimana yang diatur oleh pasal 38 Peraturan Jabatan Notaris yang
berbunyi “Hanya notaris yang dihadapkannya dibuat suatu akta,
penggantinya sementara, atau pemegang sah dari minuta akta yang
berwenang untuk memberikan dari padanya grosse, salinan dan kutipan”.
4. Notaris hanya diperbolehkan memberikan grosse suatu akta kepada yang
berkepentingan sebagaimana yang diatur oleh pasal 40 Peraturan Jabatan
Notaris yang berbunyi “Dengan pengecualian dalam hal-hal yang diatur
8 Ibid., hlm. 234.
y g g g p g , p p
5. Grosse akta yang diberikan hanyalah grosse pertama, sedangkan grosse
kedua dan seterusnya atas penetapan pengadilan. Mengenai hal ini
pengaturannya dapat dilihat dalam pasal 41 Peraturan Jabatan Notaris yang
berbunyi :
“Kepada setiap orang yang berlangsung berkepentingan pada suatu akta notaris. Para ahli waris atau penerimanya hanya dapat diberikan satu grosse dari akta itu”. Kemudian dalam pasal 42 Peraturan Jabatan Notaris tersebut menyatakan bahwa “Pemberian grosse kedua atau seterusnya kepada yang berkepentingan yang sama tidak dapat dilakukan selain menurut cara yang ditentukan dalam reglement acara perdata …… “.
6. Bahwa antara grosse akta dengan turunan dan petikan terdapat perbedaan-
perbedaan yang terletak pada titel eksekutorialnya, yang “executorial
kracht”nya tidak diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris.
B. Bentuk-Bentuk Grosse Akta
Pasal 224 HIR berbunyi sebagai berikut :
“Surat asli dari surat hipotik dan surat hutang yang diperkuat di hadapan notaris di Indonesia dan kepalanya memakai perkataan ‘Atas nama Undang-undang’ berkekuatan sama dengan keputusan hakim, jika surat yang demikian itu, tidak ditepati dengan jalan damai, maka perihal menjalankannya dilangsungkan dengan perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya orang yang berhutang itu diam atau tinggal atau memilih tempat tinggalnya dengan cara yang dinyatakan dalam pasal-pasal di atas dalam bagian ini, akan tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan jika sudah diijinkan dengan keputusan hakim. Jika hal menjalankan keputusan itu
p y y g p p p
adalah sebagai berikut :
1. Surat hutang memakai hipotik
2. Surat hutang yang dilakukan dihadapan notaris (akta notaris) yang kepalanya
memakai perkataan-perkataan dahulu “Atas Nama Raja”. Kemudian berturut-
turut diubah menjadi “Atas Nama Republik Indonesia”, “Atas Nama Undang-
Undang” dan sekarang berdasarkan pasal 4 UU Pokok Kehakiman
No. 14/170 menjadi “Demikian Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha
Esa”.
Apabila surat-surat yang tersebut di atas itu tidak ditepati dengan jalan
damai, maka akan dijalankan seperti keputusan hakim biasa yaitu dilangsungkan
dengan perintah dan pimpinan ketua pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya orang yang berhutang itu diam atau tinggal atau memilih sebagai
tempat tinggalnya. Akan tetapi mengenai paksaan badan hanya dapat dilakukan
apabila diizinkan dengan keputusan pengadilan negeri.10
9R. Soesilo, RIB/HIR dengan Penjelasan, Bogor: Politeia, 1995, hlm.160.
10 Ibid., hlm. 161.
g g
2. Masing-masing akta tersebut “murni” berdiri sendiri dan tidak boleh
dicampuradukkan.
3. Pada masing-masing bentuk grosse akta tersebut, dengan sendirinya menurut
hukum telah melekat kekuatan hukum eksekusi.
Begitulah bentuk grosse akta yang diatur dalam pasal 224 HIR, yang
antara kedua bentuk tersebut tidak boleh dicampur aduk atau saling tindih dalam
satu objek hutang yang sama.
Para pihak yang mengadakan perjanjian kredit hanya boleh memilih
bentuk hipotik atau grosse akta pengakuan hutang. Kalau sudah jatuh pilihan
kepada bentuk grosse akta pengakuan hutang, perjanjian kredit yang bersangkutan
tidak boleh ditimpali dengan bentuk perjanjian hipotik. Begitu juga kalau
bentuknya telah mereka pilih hipotik, tidak dibolehkan menimpalinya dengan
grosse akta pengekuan hutang.11
Jika sekitarnya suatu perjanjian hutang telah diikat dengan bentuk grosse
akta pengakuan hutang, dan bentuk ini oleh pihak kreditur dianggap kurang
menjamin kepentingannya, mereka dapat mengalihkan kepada bentuk grosse akta
11 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta: PT.
Gramedia, Cet I, 1988, hlm. 199.
p , p g g p g g y g
dahulu, maka menurut hukum dianggap terdapat kekacauan bentuk ikatan yang
saling bertindih. Begitu pula sebaliknya, kalau bentuk ikatan grosse akta hipotik
akan diubah menjadi grosse akta pengakuan hutang, maka harus melalui
pembaharuan perjanjian yang menegaskan pembatalan ikatan grosse akta hipotik.
Dari pembatalan grosse akta hipotik itu baru dilahirkan bentuk ikatan grosse akta
pengakuan hutang.
Bentuk grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan hutang yang diatur
dalam pasal 224 HIR adalah dua macam jenis bentuk grosse. Jenisnya memang
sama-sama grosse akta, akan tetapi walaupun jenisnya sama, namun spesiesnya
mempunyai spesifikasi yang berbeda. Perbedaan spesifikasinya terutama terletak
pada dokumen yang mengiringi sifat assesornya, segi prosedur dan hak yang
melekat pada benda jaminan12.
C. Ciri-Ciri Grosse Akta
Untuk lebih jelasnya maka akan diuraikan tentang ciri-ciri dari grosse
akta sebagai berikut :
1. Grosse akta merupakan suatu salinan atau turunan dari suatu akta notaris. Hal
12 Ibid., 200.
g p
suatu ciri yang dapat membedakan antara grosse akta dengan suatu salinan
biasa yang tidak ada titel eksekutorialnya “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
3. Suatu grosse akta itu mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan
suatu putusan pengadilan yang tetap, maksudnya apabila suatu grosse akta itu
akan dimintakan eksekusinya ke Pengadilan Negeri, maka tidak perlu melalui
prosedur gugatan yang berbelit-belit dan membutuhkan waktu, biaya dan
tenaga. Tetapi hanya cukup dengan minta penetapan saja dari Ketua
Pengadilan Negeri agar grosse akta tersebut dapat dilaksanakan eksekusinya.
4. Pada bagian akhir dari grosse akta selalu tercantum kalimat: “Diberikan
sebagai grosse pertama oleh saya …. notaris di ….. kepada dan atas perintah
dari ……. (nama kreditur) pada hari ini …….tanggal …..
Ciri ini dapat membedakan antara grosse akta dengan salinan akta biasa,
sebab pada salinan akta biasa tidak memuat kalimat seperti di atas, tetapi
hanya tercantum kata-kata sebagai berikut : “Diberikan sebagai salinan yang
sama bunyinya.”
5. Grosse akta bersifat assesor.
Grosse akta pengakuan hutang dan grosse akta hipotik merupakan dampingan
yang melihat pada perjanjian pokok. Oleh karena itu tanpa adanya perjanjian
g p j j g y g
mendahuluinya, artinya untuk mewujudkan ikatan grosse akta diperlukan :
a. Tindakan lain berupa persetujuan atau pernyataan pengakuan sebagai
ikatan tambahan yang melengkapi kelahiran grosse akta, yakni dokumen
tambahan. Ikatan tambahan tersebut dalam bentuk perikatan tertulis
berupa akta notaris maupun akta PPAT. Akta inilah dinamakan dokumen
tambahan. Perikatan grosse sebagai perikatan tambahan terhadap
perjanjian pokok harus berbentuk tertulis, yaitu berupa akta notaris atau
akta PPAT, sebagai dokumen tambahan yang mendukung kebenaran dan
pembuktian akan adanya ikatan grosse akta.
6. Hanyalah notaris yang bewenang untuk membuat /mengeluarkan grosse akta.
Sebenarnya apabila ditinjau dalam pasal 38 Peraturan Jabatan Notaris, maka
notaris itu tidak saja berwenang untuk mengeluarkan grosse akta, tetapi juga
wajib untuk memberikan grosse akta kepada pihak yang berkepentingan.13
D. Tata Cara Pemberian Grosse Akta
Selanjutnya yang berhak menerbitkan atau mengeluarkan grosse akta
adalah sebagai berikut :
1. Notaris yang membuat akta.
13 Victor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, Op.Cit., hlm. 50.
p y g g g
1. Orang-orang yang disebutkan menjadi pihak dalam akta.
2. Para ahli waris dari orang-orang yang tersebut di atas.
3. Orang-orang yang mendapatkan hak dari orang yang tersebut di atas.14
Adapun cara membuat grosse akta yaitu seorang kreditur dan seorang
debitur menghadap ke notaris dan mengemukakan apa maksudnya. Kemudian
notaris membuat akta, akta aslinya setelah dibacakan oleh notaris kepada para
pihak yang menghadap itu dan diketahui para saksi, kemudian akta itu
ditandatangani oleh para pihak yang menghadap, saksi-saksi dan notaris. Akta
yang asli itu disimpan di notaris, yang untuk selanjutnya notaris membuat salinan
akta untuk diberikan kepada masing-masing pihak yang menghadap.
Bila di kemudian hari kreditur memandang perlu untuk meminta grosse
akta, maka kreditur harus menghadap kepada notaris yang bersangkutan itu lagi,
dan menyatakan kehendaknya yaitu meminta grosse akta. Atas pemintaan tersebut
notaris membuat sekali lagi salinan akta. Namun salinan itu kini diberi judul
dengan kalimat ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang
diletakkan pada awal kalimat atau awal aktanya. Sedangkan pada akhir grosse
akta ditutup dengan kalimat “Diberikan sebagai Grosse Pertama oleh saya ………
14 Kurdiyanto, Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek, Surabaya:
PT. Usaha Nasional, 1991, hlm. 101.
p p y g y p
Tetapi jika ternyata eksemplar itu hilang, maka notaris yang bersangkutan hanya
diperbolehkan mengeluarkan sekali lagi bila telah ada perintah dari Pengadilan
Negeri setempat. Jadi pemegang grosse akta yang hilang itu harus mengajukan
permohonan terlebih dahulu kepada Pengadilan Negeri setempat agar notaris yang
bersangkutan mengeluarkan grosse akta selanjutnya. Untuk itu yang bersangkutan
harus dapat membuktikan atas hilangnya grosse akta pertama tersebut kepada
Pengadilan Negeri setempat.15
Adapun dokumen yang melengkapi grosse akta, yang pertama penulis
kemukakan terlebih dahulu adalah dokumen yang melengkapi grosse akta
pengakuan hutang yaitu :
1. Dokumen perjanjian pokok berupa perjanjian hutang atau perjanjian kredit
(akta kredit). Perjanjian pokok ini sebagai dokumen pertama dalam grosse
akta pengakuan hutang, dapat berwujud:
a. Bentuk tertulis baik berupa akta di bawah tangan maupun berupa otentik.
b Bentuk perjanjian lisan.
15 Ibid., hlm. 102.
g y g g p g p
sebagai berikut :
1. Dokumen perjanjian hutang sebagai dokumen pokok tanpa ada perjanjian
pokok tidak dapat diwujudkan. Ikatan perjanjian hipotik adalah perjanjian
yang assesor dengan perjanjian hutang yang ada terlebih dahulu. Perjanjian
pokoknya adalah sama dengan perjanjian pokok yang terdapat pada grosse
akta pengakuan hutang.
2. Dokumen kuasa memasang hipotik merupakan lanjutan perjanjian
hutang/kredit yang dibuat setelah perjanjian tersebut disetujui dan
ditandantangi debitur dan kreditur. Kuasa memasang hipotik ini
pemasangannya di hadapkan notaris (PPAT).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan akta
perjanjian kuasa memasang hipotik adalah sebagai berikut :
a. Kuasa memasang hipotik dapat disatukan sekaligus dalam akta
perjanjian hutang/kredit jika perjanjian tersebut berbentuk akta otentik
(akta notaris).
16 M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 206.
p g p y g
permintaan pihak kreditur maupun kedua belah pihak.
4. Dokumen ke empat yang melengkapi keabsahan perikatan kekuatan hukum
eksekutional proses untuk mewujudkan dokumen sertifikat hipotik, yaitu :
a. Akta hipotik
b. Sertifikat hak tanah
c. Dokumen lain yang diperlukan (akta perjanjian hutang, kuasa memasang
hipotik atau surat lain).
Di sampaikan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (Kantor Sub
Direktorat Agraria Kabupaten/Kota Madya) yang bersangkutan untuk didaftarkan
dan pendaftarannya dalam buku tanah.
Jadi pemasangan hipotik dilakukan di hadapan PPAT yang melahirkan
dokumen akta hipotik, sedang pendaftaran akta hipotik diajukan kepada Kepala
Kantor Pendaftaran Tanah yang mengeluarkan sertifikat hipotik sebagaimana
diatur dalam pasal 22 ayat 4 PP No. 10/1961.17
Pada dasarnya grosse akta merupakan suatu turunan atau salinan dari akta
notaris yang dibuat berdasarkan minuta yang disimpan oleh notaris di kantornya.
Perbedaannya ialah terletak pada adanya irah-irah “Demi Keadian Berdasarkan
17 Ibid., hlm. 216.
, y g g y
akta-akta di bawah tangan tidak dapat dikeluarkan grosse-nya. Kemudian notaris
atau notaris penggantinya atau yang secara sah memegang minuta akta tersebut
dapat memberikan grossenya.
Dari uraian tersebut dapatlah dikemukakan urutan-urutan dan tata cara
pemberian /pengeluaran suatu grosse akta sebagai berikut :
1. Antara deitur dan kreditur mengadakan perjanjian hutang piutang oleh dan di
hadapan notaris, dalam kesempatan itu dibuat akta pengakuan hutang.
2. Kreditur meminta kepada notaris yang membuat akta pengakuan hutang
tersebut atau penggantinya, untuk mengeluarkan/memberikan grosse akta
atas pengakuan hutang tersebut. Permintaan ini dilakukan, baik pada saat
diadakan perjanjian hutang piutang tersebut ataupun beberapa waktu setelah
diadakannya perjanjian itu.
3. Atas dasar permintaan dari kreditur, maka notaris yang sebelumnya membuat
atas pengakuan hutang tersebut, atau penggantinya dapat memberikan grosse
akta pengakuan hutang berdasarkan minuta yang disimpannya. Grosse akta
pengakuan hutang tersebut dikeluarkan dengan irah-irah pada bagian kepala
akta”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
4. Grosse akta pengakuan ini, diberikan dengan nama grosse pertama diterima
dan disimpan oleh kreditur untuk keperluan kemudahan eksekusinya.
g j p p g g p
mana notaris yang membuat dan menyimpan minuta akta tersebut bertempat
tinggal.
2. Apabila permohonan tersebut dapat dikabulkan, Pengadilan Negeri akan
membuat/mengeluarkan surat perintah kepada notaris yang bersangkutan
untuk mengeluarkan grosse keuda atau selanjutnya.
E. Beberapa Ketentuan Yang Mengatur Tentang Grosse Akta
Adapun landasan hukum dari grosse akta dapat dijumpai dalam pasal 224
HIR. Selanjutnya ketentuan tentang grosse akta ini dapat juga dilihat Peraturan
Jabatan Notaris dan beberapa komentar yang penulis kutip dari buku Peraturan
Jabatan Notaris yang merupakan landasan hukum grosse akta, yakni :
1. Pasal 224 HIR
Kepada grosse akta hipotik dan surat-surat pengakuan hutang yang
dibuat dihadapan notaris di Indonesia dan berkepala “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” diberikan kekuatan hukum yang
sama seperti kepada surat-surat keputusan. Dalam hal ini pelaksanaan tidak
dapat dilakukan secara damai, maka dilaksanakan di bawah pimpinan Ketua
18 Hasanuddin Rahman, Op.Cit., hlm. 234.
y g p p
harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan yang diperintahkan oleh
ketua, diberlakukan ketentuan-ketentuan menurut pasal 195 ayat 2 dan
seterusnya.19
2. Pasal 38 Peraturan Jabatan Notaris
Hanya notaris yang dihadapannya dibuat suatu akta, penggantinya
sementara atau pemegang sah dari minut yang berhak mengeluarkan grosse
salinan dan kutipan dari padanya. Tiap-tiap notaris berhak mengeluarkan
salinan dan kutipan dari akta yang diletakkan pada akta lainnya yang
disimpan dalam kantornya.
Notaris juga boleh membuat salinan dan kutipan dari akta-akta dan
surat-surat yang ditujukan kepadanya sesudah dicocokkan dengan salinan
atau kutipannya diserahkan kembali kepada yang berkepentingan. Selain
dalam perkecualian-perkecualian yang ditetapkan dalam perundang-
undangan umum, maka kutipan harus sama mengenai nama, jabatan dan
kedudukan orang –orang yang bertindak.
Pada penutupannya harus disebutkan : ”Dikeluarkan sebagaimana
kutipan yang sama bunyinya sekata demi sekata”. Atas kelainan mana
19 R. Soesilo, Op.Cit., hlm. 160
p g
Pada pasal dalam ayat pertama ini menyebutkan, bahwa hanya notaris
yang membuat minuta dari sesuatu akta yang berhak mengeluarkan grosse,
salinan atau kutipan dari akta itu. Jadi jika seandainya akta tersebut dibuat
oleh notaris A, maka notaris B tidak berhak mengeluarkan grosse, salinan
atau kutipannya.20
3. Pasal 41 Peraturan Jabatan Notaris
Kepada setiap orang yang berkepentingan langsung pada suatu akta
notaris, para ahli waris atau penerima haknya dapat diberikan satu grosse dari
akta itu.
Grosse ini, seperti halnya dengan arrest dan putusan hakim, harus
memuat di atasnya kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa” dan sebagai penutup, “Diberikan sebagai grosse pertama” dengan
menyebut nama dari orang yang atas permintaannya dilakukan pemberian itu.
Kutipan atau bagian dari akta tidak boleh dikeluarkan sebagai grosse
kecuali dalam hal pembagian warisan dan berita acara mengenai penjualan,
sewa menyewa, pengupahan, pemborongan pekerjaan di pelelangan. Di mana
diperbolehkan bahwa untuk tiap-tiap bagian pembelian, persewaan,
20 G.H.S. Lumban Tobing, Op.Cit., hhlm. 250
g j g
sebabnya mengenai tidak dapatnya menandatangani, syarat-syarat penjualan,
persewaan, pengupahan atau pemborongan pekerjaan. Seluruh ha-hal tersebut
dimasukkan dalam kutipan.
4. Pasal 42 Peraturan Jabatan Notaris
Pemberian grosse kedua atau selanjutnya kepada orang yang sama
yang berkepentingan tidak boleh dilakukan dengan cara lain selain yang
ditentukan dalam Burgerlijke Reslusordering dengan ancaman hukuman
pemberhentian sementara dari jabatan selama tiga sampai enam bulan atau
denda sebanyak 500 sampai 1000 golden.
Ketentuan tersebut diatur dalam pasal 856 Rechtsvordering yang
berbunyi sebagai berikut :
“Pihak (partij) yang menghendaki grosse kedua atau selanjutnya harus mengajukan permohonan kepada pengadilan (Raad van justite) yang di dalam wilayahnya penyimpanan dari minutanya bertempat tinggal, pengadilan itu dengan surat permintaan kepada penyimpan, memerintahkan untuk mengeluarkan grosse pada hari dan jam yang ditentukan, dan kepada pihak yang bersangkutan untuk hadir pada waktu pengeluaran itu, pada penghabisan grosse kedua atau selanjutnya harus disebutkan tentang surat perintah itu, dan jumlah uang yang ditagih untuk mana grosse itu dapat dilaksanakan, jika tagihan itu sebagian telah lunas dan dibayar”.21
21 Ibid., hlm. 283
y y g y p y g
bersangkutan berdomisili. Pengadilan akan memeriksa permohonan itu dan
apabila dikabulkan, maka pengadilan mengeluarkan surat perintah kepada
notaris yang bersangkutan untuk mengeluarkan grosse kedua atau
selanjutnya pada hari dan jam yang ditentukan. Kepada pihak-pihak yang
berkepentingan pengadilan memerintahkan pula untuk hadir pada waktu
pengeluaran grosse kedua atau selanjutnya itu. Kemudian ditentukan pula
bahwa pada bagian akhir grosse yang dikeluarkan itu disebutkan perintah
pengeluaran grosse akta itu dan jumlah yang ditagih. Apabila jumlah
pinjamannya sebagian sudah dibayar, sehingga jumlah yang dicantumkan itu
merupakan sisa yang harus dibayar harus dicantumkan juga.
5. Pasal 43 Peraturan Jabatan Notaris
Semua akta, grosse, kutipan yang dibuat oleh notaris dibubuhi cap
dari segel yang dimaksud dalam pasal 19 Preaturan Jabatan Notaris.
Sedangkan semua surat yang diletakkan pada akta harus diberi segel tersebut,
semuanya itu dengan ancaman hukuman denda sebanyak 25 gulden untuk
tiap-tiap pelanggaran.
6. Pasal 45 Peraturan Jabatan Notaris
Notaris wajib mengadakan register tentang berlakunya dan
pemindahan kepada perundang-undangan baru, dan dalam pasal-pasal 143 C
g g g y g g g , g
nomor yang berjalan terus, dengan menyebutkan tanggal, sifat dan nama-
nama dari orang-orang yang menghadap dalam rangka itu dan tentang nomor
dari masing-masing minut dalam bendel minut tersebut.
Akta-akta yang dikeluarkan sebagai asli yang pada waktu sama
dikeluarkan dalam rangkap dua, tiga atau lebih, dicatat dalam repertorium ini
di bawah satu nomor. Halaman dari reportusi harus diberi nomor dan diparaf
oleh ketua Pengadilan Negeri atau salah satu anggota pengadilan yang di
dalam wilayahnya notaris tersebut menjalankan jabatannya.22
22 Ibid., hlm. 287.