BAB III revisi -...
Transcript of BAB III revisi -...
30
BAB III
KETENTUAN ASURANSI JIWA TAKAFUL DALAM
KUH Dagang Pasal (302-308)
A. Dasar Hukum Asuransi Jiwa dalam KUH Dagang Pasal (302-308)
Asuransi jiwa adalah suatu bentuk asuransi paling penting untuk keluarga,
yang jumlah ganti ruginya telah ditentukan oleh penanggung sesuai dengan
kesepakatan dengan penanggung sesuai dengan kesepakatan dengan tertanggung
ketika menutup asuransi, tanpa didasarkan pada kerugian tertentu. Untuk itu
asuransi jiwa yang merupakan asuransi sejumlah uang, berupa pertanggungan
dengan peserta berupa premi yang jumlahnya telah ditentukan oleh penanggung,
yang harus dibayar oleh tertanggung berupa pertanggungan (premi verzekering).1
Pada hakekatnya asuransi jiwa dibutuhkan untuk menghindari kerugian
yang disebabkan oleh kematian orang yang dipertanggungkan dengan
menggunakan prinsip probabilitas, karena tidak mungkin memperkirakan kapan
seseorang itu meninggal dunia, meskipun cepat atau lambat kematian itu akan
terjadi. Dalam asuransi jiwa kepentingan tertanggung terhadap hidup atau
matinya seseorang yang di pertangungkan di jadikan syarat bagi tertanggung
untuk menerima jaminan asuransi dari penanggung akibat adanya kerugian
finansial dari biaya pemakaman, yang lebih lanjut adanya kerugian karena
1 Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta: ,Djambatan 1990 hlm. 18-19
31
hilangnya penghasilan (nafkah) dari almarhum untuk kelanjutan hidup
keluarganya atau ahli waris yang ditinggalkanya.2
Menurut Radik Purba, selain untuk menghindari kerugian yang
diakibatkan oleh kematian , asuransi jiwa juga untuk menghindari kerugian yang
disebabkan oleh adanya resiko hari tua yang mengakibatkan kekurangan maupun
untuk memperoleh penghasilan yang akan menimbulkan kesulitan bagi diri dan
keluarganya. Kesulitan ekonomi ini juga bisa disebabkan oleh kekurangmampuan
seseorang karena merosotnya kondisi kesehatan atau cacat seumur hidup karena
kecelakaan.3 Untuk itu menurutnya hidup manusia itu mempunyai nilai
ekonomis ( economic velue of human life) yang diukur kemampuannya dalam
memperoleh penghasilan setiap berkala untuk penghidupan keluarganya.4
Adapun kepentingan di dalam asuransi jiwa tidak bisa dinilai dengan uang
karena tidak mungkin diadakan suatu penilaian terhadap jiwa seseorang. Hal ini
bertentangan dengan pasal 268 KUH Dagang yang menyatakan kepentingan
harus dapat dinilai dengan uang. Karena menurut Emmi Pangaribuan kepentingan
ini merupakan syarat yang tidak diharuskan, karena di dalam asuransi jiwa selain
adanya pihak tertanggung atau penanggung, ada kepentingan. Untuk itu asuransi
jiwa merupakan pertanggungan yang sifatnya tidak merupakan pertanggungan.5
2 Santanoe Kertonegoro, Asuransi Jiwa dan Pensiun, Jakarta: Agung S, 19991, hlm. 154 3 Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, PT. Pustaka Binama Pressindo,1995, hlm. 226. 4 Ibid, hlm. 73 5 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan, Pokok-pokok Pertanggungan
Kerugian, Kebakaran dan Jiwa, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM, 1990, hlm. 92-93
32
KUH Dagang yang berlaku di Indonesia, termuat peraturan-peraturan
mengenai asuransi yaitu, dalam buku I Bab ke -9 dan 10 dan buku II Bab ke-9
dan 10 dengan perinciabn sebagi berikut :
1) Buku I Bab ke-9 mengatur asuransi kerugian pada umumnya (pasal 246-
286)
2) Buku I Bab ke-10 bagian pertama mengtur asuransi bahaya kebakaran
pasal (287-289), bagian ke dua mengatur asuransi bahaya yang
mengancam hasil-hasil peertanian di sawah pasal (299-301), dan bagian
ke tiga mengatur asuransi jiwa pasal (302-308)
3) Buku II Bab ke-9, bagian pertama mengatur asuransi pasal (592-618),
bagian kedua mengatur perkiraan barang-barang yang di asuransikan,
pasal (624-634), bagian ke empat mengatur hak dan kewajiban dalam
suransi pasal ( 635-662), bagian ke lima mengatur Abandon (melepaskan
hak milik atas barang yang di asuransikan) pasal (663-680) dan baian
keenam mengtur kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam
asuransi laut pasal (681-685)
4) Buku II Bab ke-10 tentang asuransi bahaya dalam pengangkutan di darat
dan di sungai pasal (686-690)6
Masih juga terdapat jenis-jenis asuransi di dalam praktek yang tak di atur
di dalam KUH Dagang itu misalnya, asuransi pencurian dan pembongkaran,
6 Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial , dari soal lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah,
Jakrta . Mizan, Cet. Ke-III, 1995, hlm. 205-206
33
asuransi kerugian perusahaan; asuransi kecelakaan; asuransi atas pertanggung
jawab seseorang atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga karena perbuatan
melawan hukum sendiri atau orang, bahwasannya; asuransi kredit (maksudnya
menanggung kerugian kerugian yang timbul atau diderita berhubung debitur tidak
dapat mengembalikan kredit yang diambilnya dari bank) asuransi wajib
kecelakaan penumpang (UU No. 33/1964).7
Dalam WvK :
1. Buku I, Bab IX : Asuransi pada umumnya.
2. Buku I, Bab X : asuransi kebakaran, Asuransi Pertanian dan Asuransi
Jiwa.
3. Buku II, Bab IX : Asuransi Laut , Asuransi Bahaya Perbudakan.
4. Buku II, Bab X : Asuransi Pengangkutan darat, Sungai dan Perairan,
Daratan.
Dalam Perundang-undangan baru Republik Indonesia :
1) Dana Kecelakaan Penumpang, UU-1964-33;
2) Dana Kecelakaan Lalu-Lintas Jalan, UU-1964-34;
3) Tabungan dan asuransi Pegawai Negeri, PP No. 10 Tahun 1963;
4) Pendirian PN Asuransi Bendasaraya, PP No. 4 Tahun 1965;
5) Penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan
Perseroan dalam bidang perasuransian kredit, PP No. 1 Tahun 19718
7 Ibid, hlm. 208. 8 Mashudi dan Chidir Ali, Hukum Asuransi, Bandung ; Mandar Manu, Cet. II, 1998, hlm. 1-2.
34
Dalam undang-undang No. 2 Tahun 1992 terdiri dari 13 bab dan 28 pasal,
diatur hal-hal yang berkaitan dengan usaha perasuransian dengan rincian
substansi sebagai berikut:9
a. Bidang Usaha perasuransian:
1) Usaha asuransi
2) Usaha penunjang perasuransian
b. Jenis usaha Perasuransian.
1) Usaha asuransi terdiri dari : asuransi kerugian, asuransi jiwa dan
reasuransi.
2) Usaha penunjang asuransi yang terdiri dari : pialang asuransi, penilai
kerugian, konsultasi aktuaria, dan agen asuransi.
c. Perusahaan perasuransian :
1) Perusahaan Asuransi Kerugian
2) Perusahaan Asuransi Jiwa
3) Perusahaan Reasuransi
4) Perusahaan Pialang Asuransi
5) Perusahaan Pialang Reasuransi
6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi
7) Perusahaan Konsultan Aktuaria
8) Perusahaan Agen Asuransi
9 Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundangan-undangan Perasuransian di Indonesia
Th.1992-1997, Jakarta: Harvarindo , 1998 hlm.251-252
35
d. Bentuk Hukum usaha perasuransian terdiri dari:
1) Perusahaan Persero (Persero)
2) Koperasi
3) Perseroan Terbatas
4) Usaha Bersama (Mutual)
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh;
1) Warga Negara Indonesia dan atau Badan hukum Indonesia
2) Warga negara indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
f. Perjanjian usaha perasuransian oleh Menteri Keuangan.
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri
Keuangan mengenai:
1) Kesehatan keuangan perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan Asuransi
Jiwa dan Perusahaan Reasuransi
2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha
h. Kepailitan dan likuidasi perusahaan asuransi melalui keputusan Pengadilan
Negeri
i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administrasi
36
Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No.2 Tahun 1992, program
asuransi sosial diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Perundang yang mengatur asuransi sosial adalah sebagai berikut:10
a. Asuransi Kecelakaan Penumpang (Jasa raharja)
1) Undang-undang No. 33 Tahun 1964 Tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan
Pemerintah No. 17 Tahun 1965.
2) Undang-undang No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan Lalu lintas
Jalan. Peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah No. 18
Tahun 1965.
b. Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK):
1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial
Pegawai Negeri Sipil (ASPN).
2) Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 Tentang Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata RI (ASABRI)
3) Peraturan Pemerintah No. 128 Tahun 1990 Tentang Penyelenggaraan
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perubahan Peraturan Pemerintah No. 33
Tahun 1997)
4) Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK)
10 Ibid, hlm. 252-253
37
c. Asuransi Sosial Pemeliharaan Kesehatan (ASKES)
1) Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Permeliharaan
Kesehatan PNS, Penerima Pensiun, Veteran, Perintis Kemerdekaan
beserta keluarganya..
B. Syarat dan Sahnya Asuransi Jiwa Takaful dalam KUHD Pasal (302-308)
Secara umum, sahnya suatu perjanjian diatur dan harus menemui
ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Pasal 1320 KUHD Perdata beserta pasal-
pasal yang melindungi pasal tersebut, ialah 1321 – 1329.11
Setiap perjanjian, termasuk perjanjian asuransi harus memenuhi syarat-
syarat umum sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal12
Keempat hal tersebut di atas tidak boleh dilakukan karena adanya
kekhilafan, paksaan ataupun karena tipuan.
Sedangkan untuk syarat khusus bagai perjanjiana asuransi harus
memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku I Bab IX KUH Dagang, ialah:13
11 R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata, Jakarta: PT Pradya Paramitra,
2001, hlm. 339-341 12 Ibid, hlm. 339. 13 R Subekti dan R Tjitrosudibio, KUH Dagang Dan UU Kepailitan, Jakarta: PT Pradnya
Paratama, 2002, hlm. 74-76
38
a. Asas Indemnitasi
Asas Indemnitasi adalah satu asas utama dalam perjanjian asuransi,
karena merupakan asas yang mendasari mekanisme kerja dan memberi arah
tujuan dari perjanjian asuransi itu sendiri. Perjanjian asuransi mempunyai
utama dan spesifik ialah untuk memberi suatu kerugian kepada pihak
tertanggung oleh pihak penanggung.
Asas ini dapat dijumpai sejak awal pengaturan perjanjian asuransi,
yaitu pada Pasal 246 KUH Dagang.
Asas indemnitasi ini ialah sebagai landasan dasar sebagaimana
dimaksud di atas pada hakekatnya mengandung dua aspek, yaitu:
1) Aspek Pertama ialah berhubungan dengan tujuan dari perjanjian, harus
ditujukan kepada ganti kerugian, yang tidak boleh diarahkan bahwa pihak
tertanggung karena pembayaran ganti rugi jelas akan menduduki posisi
yang lebih menguntungkan. Jadi bila terdapat klausala yang bertentangan
dengan tujuan ini menyebabkan batalnya perjanjian.
2) Aspek kedua ialah berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian asuransi
sebagai keseluruhan yang sah. Untuk keseluruhan atau sebagian tidak
boleh bertentangan dengan aspek pertama.
Hal ini sangat penting artinya karena tujuan yang hendak dicapai oleh
perjanjian asuransi dan dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat
tertentu, yaitu bahwa pihak tertanggung karena memperoleh ganti rugi tidak
dapat menjadi mempunyai posisi keuangan yang lebih menguntungkan.
39
b. Asas kepentingan yang dapat diasuransi
Setiap pihak yang bermaksud mengadakan perjanjian asuransi, harus
mempunyai kepentingan yang dapat diasuransikan, maksud ialah bahwa pihak
tertanggung mempunyai keterlibatan sedemikian rupa dengan akibat dari
suatu peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan menjadi
menderita kerugian.14
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, mengenai kepentingan,
mengaturnya dalam dua pasal yaitu Pasal 250 dan Pasal 268.15
Pasal 250 :
Apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk
diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu
pertanggungan, pada saat diadakannya pertanggungan itu tidak mempunyai
suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si
penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi.
Pasal 268 :
Suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat
dinilaikan dengan uang, diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan
oleh undang-undang.
Jadi pada kakekatnya, setiap kepentingan itu dapat diasuransikan /
dipertanggungkan, baik kepentingan yang bersifat kebedaan atau kepentingan
14 Arif Djohan Tunggal, Op .Cit hlm. 254 15 R Subekti R Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm. 74 - 77
40
yang bersifat hak; sepanjang memenuhi syarat yang diminta oleh Pasal 268
tersebut di atas, yaitu bahwa kepentingan itu dapat dinilai dengan uang, dapat
diancam bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang.
c. Asas kejujuran yang sempurna
Untuk istilah kejujuran yang sempurna dalam perjanjian asuransi,
lazim juga dipakai istilah-istilah lain yaitu: itikad baik yang sebaik-baiknya,
principle of utmost good atau uberrimae fidei.16
Asas kejujuran ini sebenarnya merupakan asas bagi setiap perjanjian,
sehingga harus dipenuhi oleh para pihak yang mengadakan perjanjian. Tidak
dipenuhi asas akan menutup suatu perjanjian akan menyebabkan adanya cacat
kehendak, sebagaimana makna dari seluruh ketentuan-ketentuan dasar yang
diatur oleh pasal-pasal 1320-1329 KUH Perdata.17 Bagaimana juga itikad baik
merupakan satu dasar utama dan kepercayaan yang melandasi setiap
perjanjian dan hukum pada dasarnya juga tidak melindungi pihak yang
beritikad buruk. Meskipun secara umum itikad baik sudah di atur
sebagaimana ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata khusus perjanjian
asuransi, masih dibutuhkan penekanan asas itikad baik sebagaimana diminta
pasal 251 KUH Dagang,
Pasal 251: Setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun
setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung,
16 AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam, Suatu Tinjauan Analisis
Historis, teoritis, dan Praktis Jakarta: Prenada Media, 2004, hlm. 63 17 R Subekti, R Tjitrosudibio, Op. Cit, hlm. 339
41
betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga
seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya,
perjanjian itu tidak akan ditutupi atau tidak dengan syarat-syarat yang sama,
mengakibatkan batalnya pertanggungan.
Secara umum, itikad yang sempurna dapat di tarik bahwa masing-
masing pihak dalam suatu perjanjian yang akan disepakati, menurut hukum
mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang
selengkap-lengkapnya, yang akan dapat mempengaruhi keputusan pihak yang
lain memasuki perjanjian atau tidak, baik keterangan yang demikian itu
diminta atau tidak.
d. Asas Subrogasi Bagi Penanggung
Di dalam KUH Dagang, asas ini secara tegas di atur dalam Pasal 284;
“Seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesutau barang yang
dipertanggungkan, menggantikan sitertanggung dalam segala hak yang
diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan
kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk
setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-
orang ketiga itu”.18
Subrogasi dalam asuransi adalah subrogasi berdasarkan Undang-
undang. Oleh karena itu asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila
memenuhi dua syarat berikut:
18 R Subekti dan R Tjitrosudibio KHUD dan Kepailitan, OP. Cit, hlm. 80
42
1) Apabila tertangung disamping mempunyai hak terhadap penanggung
masih mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.
2) Hak tersebut timbul, karena terjadinya suatu kerugian.
Pada umumnya asas subrogasi ini secara tegas diatur pula sebagai
syarat polis, dengan perumusan sebagai berikut:
Sesuai dengan pasal 284 KUHD, setelah pembayaran ganti rugi atas
benda yang dipertanggungkan dalam polis ini maka penanggung
menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperoleh terhadap pihak
ketiga sehubung dengan kerugian tersebut.
C. Pihak dan Jenis Asuransi Jiwa Takaful dalam KUH Dagang Pasal (302-308)
Pihak-pihak yang berhak menerima premi dengan berjanji akan
memberikan jaminan asuransi atas kerugian yang diakibatkan oleh kematian
seseorang disebut sebagai pihak penanggung .Sedangkan pihak yang mengadakan
perjanjian dengan penanggung terdapat beberapa istilah beberapa yang
digunakan, seperti istilah pemegang polis (polis holder). Dalam asuransi jiwa
seperti halnya diatur dalam pasal 302 dan 303 KUHD, yang mengadakan
perjanjian asuransi dapat mengasuransikan jiwa orang lain, sehingga orang yang
mengadakan perjanjian itulah yang mempunyai kepentingan asuransi. Dan orang
43
yang jiwanya dipertanggungkan ini berkeddudukan ini berkedudukan sebagai
pihak ketiga.19
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam perjanjian
asuransi jiwa terhadap tiga pihak yaitu:
1. Penangung
2. Tertanggung yang apabila mengasuransikan jiwa sendiri dan meninggal
dalam masa kontrak.
3. Orang yang menerima jaminan asuransi yang bisa berupa ahli waris atau
orang yang ditunjuk apabila tidak memiliki ahli waris. Tetapi apabila
tertanggung mengasuransikan jiwa orang lain, maka pihak ketiga adalah
orang yang dipertanggungkan dan jika tersebut meninggal dalam masa
kontrak maka tertanggung yang akan menerima jaminan asuransinya karena
dia sebagai orang yang berkepentingan.
Pada dasarnya Asuransi jiwa dibedakan dalam dua jenis berdasarkan
jangka waktu pertanggungannya, yaitu asuransi jiwa berjangka dan asuransi
jiwa seumur hidup. Pembagian asuransi jiwa seperti ini bisa dilihat dalam
pasal 302 KUHD.20
1. Asuransi Jiwa Berjangka
Asuransi jiwa berjangka menjadi dua jenis asuransi jiwa
berdasarkan hidup matinya orang yang dipertanggungkan ketika
19 Siti Soemarti Hartono, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Peraturan Kepailitan,
Yogyakartan Seksin Hukum Dagang Fakultas UGM, 1983, hlm. 92 20 Ibid, hlm. 92
44
perjanjian itu berlangsung yang dikaitkan dengan kewajiban penanggung
untuk memberikan jaminan asuransi tertanggung.
Pertama, asuransi jiwa eka waktu (term insurance) yaitu asuransi
jiwa yang dalam jangka waktu tertentu dan penanggung berjanji akan
memberikan jaminan asuransi (benefit atau manfaat asuransi) apabila
tertanggung atau orang yang dipertangungkan meninggal dunia dalam
masa kontrak. Apabila masa kontrak berakhir dan orang tersebut masih
hidup, maka tidak ada jaminan asuransi dari pihak penanggung. Tetapi
pihak tertanggung bisa memperbaharui polis dengan masa premi yang
lebih tinggi setiap periode nya karena bertambah usia seseorang setiap
tahunnya, semakin tinggi pula probabilitas kematiannya. 21
Kedua, asuransi jiwa dwi guna (endowmen insurance), yaitu
perjanjian asuransi yang merupakan kebalikan dari term insurance, yang
apabila tertanggung atau orang yang di asuransi kan meninggal dalam
masa kontrak pertanggungan, maka ahli waris tidak mendapat manfaat
apa-apa dari perusahan asuransi. Tetapi apabila tertanggung masih hidup
sampai akhir masa kontrak, maka ia memperoleh benefit atau uang premi
dari perusahan.22 Dengan kata lain jaminan asuransinya akan diberikan
apabila sampai akhir masa kontrak pertanggungan pemegang polis masih
21 Sentanoe Kartonegoro, Op. Cit. hlm. 58-59 22 Radik Purba, Op. Cit, hlm. 296
45
hidup.23 Disamping itu ada asuransi jiwa dwi guna yang mengandung
unsur tabungan yaitun asuransi nya diberikan oleh penanggung bukan
saja ketika orang yang dipertanggungkan meninggal, tapi juga ketika
orang tersebut masih hidup sampai masa kontrak berakhir. 24
2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup
Yaitu jenis asuransi jiwa dimana penanggung memberikan
jaminan asuransi kepada tertanggung jika orang yang dipertanggungkan
meninggal dunia kapan saja, dengan pembayaran premi yang tetap setiap
tahunnya.
Djoko Prakoso menegaskan bahwa asuransi jiwa menurut KUHD
berbeda dengan bunga untuk selama hidup seorang yang terdapat dalam
pasal 1775 B.W. karena dalam hubungan untuk selama hidup terdapat
hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang masing-masing
mengikatkan dirinya terhadap yang lain dengan kewajiban masing-masing
membayar sejumlah uang kepada peserta lain pada setiap waktu tertentu.
Kewajiban ini berhenti ketika yang lain itu meninggal. Sedangkan dalam
asuransi jiwa, penanggung akan rugi dengan mengeluarkan jaminan
asuransi jika orang yang di pertanggungkan meninggal.25
23Agus Prawoto, MA. SH. Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahan Asuransi, Yogyakarta:
BPFEE. Cet. II 1995 hlm. 70 24 Radik Purba, Op .Cit. hlm. 297 25 Djoko Prakoso, Asuransi di Indonesia, Semarang: Dara Prize, 1989, hlm. 15
46
3. Asuransi Jiwa Berjangka
Bisnis asuransi dalam prakteknya tidak lepas dari pihak
penanggung yang menjanjikan jaminan asuransi atas kerugian yang di
derita tertanggung, pihak tertanggung atau pemegang polis yang
berkewajiban untuk membayar premi kepada penanggung sesuai dengan
ketentuan yang telah disepakati atas kepentingan yang dipertanggungkan,
dan adanya peristiwa yang merugikan entah kapan terjadinya.
Pembayaran premi asuransi jiwa pada dasarnya merupakan premi
tahunan dibayar pada tahun pertama mulai dari diberlakukan nya polis dan
pembayaran selanjutnya pada setiap ulang tahun polis. Namun demikian
pembayaran premi ini bisa juga dibayar dengan cicilan setiap semester,
triwulan, atau bahkan dibayar tiap bulan yang lazim dalam prakteknya
jumlah premi ini di hitung secara berbeda berdasarkan prosentase.
Sedangkan contoh apabila premi tahunan nya sebesar Rp. 60. 000,- ,
maka:
- Premi satu semester : 0, 52 x Rp. 60.000,- = Rp. 31.000,- (Rp. 62.
400,- setahun ).
- Premi satu tri wulan : 0, 27 x Rp. 60.000,- = Rp. 16.000,- (Rp. 64.
800,- setahun)
47
- Premi satu bulan : 0,095 x Rp. 60.000,- = Rp. 6.700,- ( Rp. 68. 400,-
setahun).26 Dengan adanya prosentase pembayaran premi cicilan
tersebut, maka jumlah premi setahunnya berbeda dari masing-masing
pembayarannya.
Untuk lebih jelasnya, operasionalnya asuransi jiwa ini dibahas
sesuai dengan jenisnya.
a. Asuransi Jiwa Eka waktu ( term insurance)
Asuransi ini merupakan jenis berjangka sehingga masa
pertanggungannya terbatas, misalnya 1 tahun, 2 tahun, 5 tahun, 10
tahun dan seterusnya sesuai dengan perjanjian. Dan jumlah
pembayaran preminya terus bertambah besar setiap periodenya
disesuaikan dengan semakin tingginya tingkat kematian orang yang
diansuransikan. Sedangkan jaminan (benefit) asuransinya dari
perusahaan akan diberikan kepada ahli waris yang bersangkutan
sebesar uang premi yang telah dibayarkan yang tertuang di dalam
polis apabila orang yang dipertanggungkan itu meninggal dalam masa
kontrak.
Sebagai contoh : bila seorang menutup asuransinya dengan
term insurance selama masa pertanggungan 5 tahun dengan
pembayaran premi pertahun sebesar Rp. 100.000,- untuk benefit (UP)
sebesar Rp. 500.000,-, maka apabila pada tahun kedua tertanggung
26 Radik Purba, Op.Cit. hlm. 309
48
meninggal, ahli waris nya akan menerima benefit sebesar Rp.
500.000,- . Tetapi bila sampai akhir masa kontrak terjadi kematian
orang yang dipertanggungkan, maka ahli waris nya ataupun orang
yang jiwa nya di pertangungkan tersebut tidak mendapat manfaat apa-
apa dari perusahan dari perusahaan asuransi.27 Dengan kata lain
tertanggung tidak dapat bisa menarik kembali uang premi yang telah
disetorkan nya kepada perusahan asuransi karena tidak adanya nilai
tunai (cash velue),28 terkecuali ia merubah polis asuransi nya misalnya
menjadi polis asuransi seumur hidup dengan tanpa persyaratan baru.29
Melihat kelemahan jenis asuransi ini, maka dapat digunakan jaminan
yang berjangka panjang ( Long term ) seperti obligasi, hipotik dan
lain sebagainya.30
b. Asuransi Jiwa Dwi Guna
Masa pertanggungan asuransi jiwa inipun dibatasi misalnya 5
tahun, 10 tahun, 15 tahun, atau 60 tahun. Untuk asuransi jiwa dwi
guna murni, yang merupakan kebalikan asuransi jiwa yang pertama,
operasionalnya sama dengan term insurance, kecuali dalam hal
penanggung harus memberikan jaminan asuransi atau benefit kepada
27 Ibid, hlm. 294-295 28 Abas Salim, Dasar –Dasa Asuransi, Bandung: Transito, 1985, hlm. 30 29 Radik Purba, Loc. Cit, hlm.295 30 Abas Salim, Loc. Cit
49
tertanggung hanya apabila tertanggung masih hidup sampai akhir
masa kontrak.31
Mengingat bahwa pada dasarnya manusia itu tidak ingin
kehilangan sesuatu yang diperoleh, maka menurut Wirjino
Prodjokoro, pada akhirnya asuransi berjangka ini (term insurance dan
endomen insurancei) di serupa kan dengan tabungan sehingga ketika
yang di asuransi kan tidak terjadi selama kontrak, perusahan akan
mengembalikan premi yang telah dibayar tertanggung dengan jumlah
lebih sedikit dari yang pernah disetorkan kepada perusahan.32
Sedangkan menurut Agus Prawoto dengan berlandaskan pada PP No.
73 tahun 1993 tentang perasuransian, asuransi itu harus dapat
memberikan jaminan pada hidup atau matinya seorang yang di
asuransi kan. Karena nilai tunai (cash value) harus sudah ada pada
tahun pertama atau awal tahun kedua pertangungan, dan produk
asuransi semacam itu Indonesia diperkenalkan dengan Asuransi Dwi
Guna yang mengandung unsur tabungan, yang dikembangkan dalam
program asuransi jiwa aneka guna dan lain sebagainya,33 dengan
pembayaran premi yang lebih tinggi dibanding dengan asuransi
berjangka yang tidak mengandung tabungan. Hal ini dikarenakan
31 Radik Purba, Op.Cit. hlm. 296 32 Wirjino Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Jakarta: PT. Intermasa, 1994, hlm.
162 33 Agus Prawoto, Loc.Cit. hlm. 70-71
50
secara matematis merupakan pengkombinasian dari polis term
insurance dengan polis endo wment insurance murni. Oleh karena itu,
bila orang yang dipertanggungkan meninggal dalam masa kontrak
maka para ahli warisnya akan menerima jaminan asuransi sebesar
uang premi yang tercantum dalam polis ketika penutupan perjanjian.
Namun bila orang tersebut masih hidup sampai akhir kontrak, maka ia
sebagai tertanggung akan menerima benefit sebesar uang premi.34 Jadi
ada atau tidak adanya jaminan asuransi ketika tidak terjadinya
peristiwa yang diasuransikan, tergantung kepada ada atau tidak
adanya nilai tunai. Berdasarkan pernyataan ini di Eropa sendiri
hampir semua asuransi jiwa mengandung unsur tabungan.35
Untuk mengetahui keuntungan memakai asuransi ini, sebagai
contoh Radiks Purba mengeluarkan : misalnya si A menutup asuransi
Dwi Guna ketika berusia 30 tahun dengan benefit sebesar Rp.
5.000.000,- dengan masa kontrak selama 25 tahun maka premi yang
dibayar nya adalah Rp. 157. 250,- setahun, dengan perhitungan:
( Rp. 5.000.000,- ) 31,45 = Rp. 157. 250,- setahun
Rp. 1.000,-
34 Radik Purba, Loc. Cit hlm. 297 35 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, alih bahasa : Soeroyo dan Nastangin, Jakarta:
Bina Bakti Wakaf, 1996, hlm. 163
51
Sehingga jumlah premi yang dibayar si A selama 25 tahun
sebesar Rp. 3. 931.250,- .jadi si A beruntung dengan menerima
benefit sebesar Rp. 5.000.000,- kalau dia masih hidup sampai masa
kontrak berakhir. Kalau meninggal dalam masa kontrak ahli waris nya
akan menerima santunan sebesar benefit secara kontan.36 Sebagai
manfaat dari compound interest, jumlah benefit nya lebih besar di
banding dengan jumlah premi yang dibayar tertanggung. Hal ini di
karena kan premi tersebut oleh perusahan asuransi dimanfaatkan oleh
deposito bank-bank kredit ber bunga, perseroan, hipotik dan lapangan
bisnis lain yang memungkinkan memperoleh keuntungan dari hasil
investasinya.37
c. Asuransi Jiwa Seumur Hidup
Pembayaran preminya terbagi dua cara berdasarkan
karekteristik asuransi yang merupakan perlindungan permanen karena
sampai tertanggung meninggal dengan premi tiap tahunnya tidak
bertambah walaupun probabilitasi kematiannya semakin tinggi, dan
akumulasi dana berlangsung terus-menerus setiap tahun sampai
bersangkutan meninggal.
Pertama, premi dibayar tiap tahunnya terus menerus sampai
orang tersebut meninggal sehingga ahli waris nya menerima benefit.
36 Ibid. hlm. 302 - 303 37 Ibid. hlm. 304
52
Kedua, bila pemegang polis nya bukan pihak ketiga maka
pembayaran premi nya bisa dibatasi sampai waktu tertentu dan
setelahnya tidak di wajib kan membayar premi lagi walau tertanggung
masih hidup. Dan ahli waris tetap menerima benefit setelah
tertanggung meninggal.38
38 Ibid. hlm. 295-296