G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di...
Transcript of G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di...
14
model baru. Model gabungan telah mengalami pengurangan jumlah parameter akibat
adanya peubah-peubah yang digabungkan karena kedekatan nilai kemiringan/slope.
Untuk menguji kebaikan diantara kedua model, maka harus di lihat dengan uji Cp
Mallow. Uji Cp Mallow digunakan untuk menganalisa kebaikan diantara dua model yang
dihasilkan dari regresi dummy, yaitu antara model secara keseluruhan (Full model) dan
model gabungan (Reduce Model). Rumus yang digunakan dalam perhitungan Cp Mallow
adalah:
(
)
dimana:
p = jumlah observasi
n = jumlah parameter
s2dan σ
2 = ragam reduce dan full model
Model yang baik adalah yang memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan
banyaknya parameter.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Lokasi Penelitian
Gambaran lokasi penelitian yang diuraikan adalah kondisi geografis masing-
masing lokasi. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing lokasi penelitian, yaitu :
a. Kelompok Ternak Pondok Ranggon-Jakarta Timur
Kelompok Ternak Pondok Ranggon merupakan kumpulan peternak sapi perah di
Jakarta Timur yang berada di Kelurahan Pondok Ranggon diatas ketinggian 80 mdpl dan
letak geografis 6⁰21.4242LS dan 106⁰54.3702BT dengan kondisi geografis merupakan
dataran rendah. Kelompok ternak pondok berada dekat dengan kantor kelurahan Pondok
Ranggo-Jakarta Timur serta berhadapan dengan TPU Pondok Ranggon.
b. Kelompok Ternak Kebon Pedes-Kota Bogor
Kelompok Ternak Kebon Pedes-Bogor merpakan kelompok ternak yang letaknya
menyebar, merupakan kumpulan peternak sapi perah di Kota Bogor yang berada di
Kelurahan Kebon Pedes diatas ketinggian 250 mdpl dan letak geografis 6⁰34.0217LS dan
106⁰47.8698BT dengan kondisi geografis merupakan dataran rendah.
c. BPPT Bunikasih-Cianjur
Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa
Bunikasih, Kecamatan Cugenang. BPPT Bunikasih berada pada ketinggian 936 mdpl dan
letak geografis pada 06⁰50.007LS dan 107o03.056BT. Kondisi geografis merupakan
daerah perbukitan bergelombang dan berada jauh dari pemukiman penduduk.
d. Cisarua Integrated Farming-Cisarua-Kabupaten Bogor
Cisarua Integrated Farming atau disingkat CIF merupakan peternakan skala sedang
milik swasta yang berada di Kelurahan Cisarua diatas ketinggian 1111 mdpl dan letak
geografis 6⁰42.0070LS dan 106o.56.0158BT dengan kondisi geografis merpakan
perbukitan bergelombang serta dekat dengan hutan lindung milik Kementrian
Kehutanan. letak peternakan persis didekat kebun binatang Taman Safari-Cisarua.
15
e. BPPT Cikole-Lembang, Bandung
BPPT Cikole, Lembang-Bandung adalah salah satu balai penelitian peternakan
milik Provinsi Jawa Barat yang terletak di jalan raya Tangkubang Perahu Km.21. Desa
Cikole, Kecamatan lembang Kabupaten Bandung Utara diatas ketinggian 1225 mdpl.
Posisi geografis terletak di 06⁰48.1644LS dan 107⁰39.0906BT dengan kondisi geografis
sedikit berbukit dan menurun.
Eksplorasi Data secara Deskriptif
Eksplorasi data secara desktiptif bertujuan untuk gambaran masing-masing peubah
dan visualisasi secara grafis mengenai hubungan peubah-peubah bebas terhadap produksi
susu. Pola hubungan yang ditunjukkan melalui gambar ini dibuat berdasarkan data rataan
masing-masing wilayah/kelompok. Hasil analisis deskriptif dari data penelitian secara
lebih detail dijelaskan dalam dua bagian.
Hubungan Peubah Fisiologis terhadap Produksi Susu
Peubah fisiologis seperti umur dan bobot badan merupakan peubah yang secara
langsung berpengaruh terhadap produktivitas sapi dalam menghasilkan susu. Hubungan
antara masing-masing peubah terhadap produksi susu sebagai berikut:
a. Hubungan Umur Sapi dengan Produksi Susu
Umur sapi secara teori dan konseptual menunjukkan hubungan yang kuadratik,
dimana terjadi peningkatan produksi pada usia tertentu lalu kemudian akan turun
kembali, hal ini karena pada usia tertentu kemampuan organ untuk memproduksi susu
sapi telah menurun mengikuti pola kuadratik. Menurut Basya (1983), puncak produksi
sapi FH dicapai pada usia 6-8 tahun. Hubungan umur dengan produksi susu disajikan
pada Gambar 3.
Gambar 3 Hubungan umur terhadap produksi susu
Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa puncak produksi dicapai pada umur 7
tahun (bulan ke 85-95) kiri ke kanan, akan tetapi ada terjadi kenaikan produksi setelah
laktasi melewati masa puncaknya. Hal ini karena manajemen yang baik dari peternak
hingga dapat meningkatkan produksi. Sapi FH mengalami peningkatan laktasi pertama
02468
101214161820
Pro
du
ksi S
usu
rat
a-r
ata
(lit
er/
har
i)
Umur (bulan)
16
ke laktasi selanjutnya, dan meningkat terus hingga umur 6-8 tahun, setelah periode ini
produksinya akan turun secara perlahan sampai usia tua. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Anggraeni (2007) bahwa puncak produksi susu sapi dicapai pada laktasi
ke empat, yaitu pada usia 6-7 tahun.
b. Hubungan Bobot Badan terhadap Produksi Susu
Bobot badan sapi yang tinggi menandakan bahwa sapi sehat, dengan konsumsi
pakan yang tinggi diiringi dengan produksi dan reproduksi yang baik. Sapi FH yang
memiliki pertumbuhan bobot badan yang baik cenderung memiliki produksi susu yang
tinggi, hal ini karena ini karena adanya cadangan energi yang dapat digunakan untuk
memproduksi susu selain dari pakan. Hasil pengamatan hubungan bobot badan terhadap
produksi susu sapi disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Hubungan bobot badan terhadap produksi susu
Pertumbuhan bobot badan sapi FH tidak diperkenankan terlalu gemuk, hal ini
karena lemak yang terlalu banyak akan menghambat sekresi air susu sehingga berpotensi
mengurangi produksi susu. Selanjutnya Waltner et al. (1993) menyatakan bahwa
produksi susu meningkat pada saat bobot badan mencapai optimal dan akan menurun
apabila bobot badan melebihi standar optimal. Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan
bahwa pertambahan bobot badan akan meningkatkan produksi susu. Hal ini sesuai
dengan dengan Wright et al. (1989) bahwa energi yang tersedia dalam tubuh sapi (dalam
bentuk lemak) digunakan untuk metabolisme, laktasi dan aktivitas.
Hubungan Peubah Lingkungan (THI) terhadap Produksi Susu
Sapi FH adalah sapi yang berasal dari Eropa dengan suhu dan kelembaban tinggi.
Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi
susu. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan cekaman stress ternak, begitupun
kelembaban yang berkorelasi dengan penurunan produksi susu. Silva et al (2007)
menyatakan bahwa studi ilmiah telah menetapkan bahwa peristiwa stress panas
berhubungan dengan kombinasi faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban,
radiasi matahari dan kecepatan angin. Indeks THI merupakan kombinasi yang
dirumuskan untuk menentukan tingkat cekaman suhu dan kelembaban yang dialami oleh
sapi. Menurut Bohmanova et al (2007) indeks suhu kelembaban (THI) telah digunakan
sebagai sarana untuk kuantifikasi tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan oleh stres
panas. Hubungan indeks THI dengan produksi susu disajikan pada Gambar 5.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
400-435 436-470 471-505 506-540 541-570
Pro
du
ksi S
usu
rat
a-r
ata
(Lit
er/
har
i)
Bobot Badan (Kg)
17
Gambar 5 Hubungan Indeks THI terhadap produksi susu
Gambar 5 menunjukkan bahwa indeks THI berbanding terbalik dengan produksi
susu. Tingkat produksi yang lebih baik pada THI lebih rendah menunjukkan pengaruh
yang kuat dari faktor iklim (suhu dan kelembangan) sekitar yang ditunjang manajemen
adaptasi sapi yang lebih baik terhadap cekaman panas. Model regresi produksi
berdasarkan THI memberikan nilai R2 sebesar 94.2%, yang artinya sebanyak 94.2%
keragaman produksi susu dijelaskan oleh THI. Igono et al (1992) dan Frank et al (2009)
suhu yang tinggi akan menyebabkan penurunan produksi susu. Selanjutnya ditegaskan
oleh Nesamvuni et al (2012) bahwa sapi di bawah tekanan berat akan mengalami
penurunan produktivitas susu sekitar 10-25% dan juga penurunan kinerja reproduksi
mereka.
Gambar 5 menunjukkan bahwa indeks THI cenderung menyebabkan pengaruh
negatif terhadap produksi susu. Tingkat produksi yang lebih baik dibandingkan pada
peternakan yang memiliki indeks THI lebih rendah menunjukkan bahwa pengaruh suhu
dan kelembaban sangat besar terhadap produksi susu.
Hubungan Peubah Nutrisi Pakan terhadap Produksi Susu
Protein Kasar, Energi dan Bahan Kering adalah beberapa unsur gizi utama yang
dibutuhkan oleh sapi untuk produksi dan reproduksi serta pertumbuhan sapi. Protein
kasar adalah semua zat makanan yang mengandung nitrogen. Dalam protein rata-rata
mengandung nitrogen 10%. Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan kering
merupakan salah satu zat gizi yang terdapat pada bahan pangan susu selain air.
Komponen yang terdapat dalam bahan kering susu, antara lain laktosa, protein, lemak
dan abu. Energy adalah salah satu zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak. Energy oleh
ternak didapatkan dari Karbohidrat (95%), Protein (70%) dan Lemak. Kandungan energy
didalam lemak mempunyai kandungan energy yang paling tinggi yaitu 2.25 kali
karbohidrat dan protein. Hubungan antara Protein Kasar, Energi (TDN) dan Bahan
Kering terhadap produksi susu disajikan pada Gambar 6.
S = 0.84173890
r = 0.96583466
69.0 71.3 73.6 76.0 78.3 80.6 82.9 85.27.00
8.21
9.4110.6211.8313.0414.2415.4516.6617.8719.0720.28
Y=58.288-0.5777THI
R2 = 96.5 %
19
Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran umur sapi di lokasi Jakarta Timur berada
pada 24-82 bulan dengan rata-rata umur sapi 48 bulan. Sedangkan untuk bobot badan
sapi antara 408-449 kg dengan rataan 431 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK
berturut-turut sekitar 1.87 kg/ekor, 8.7 kg/ekor dan 22.52 kg/ekor. Kisaran umur sapi di
lokasi Kota Bogor berada pada 27-65 bulan dengan rata-rata umur sapi 46 bulan.
Sedangkan untuk bobot badan sapi antara 400-470 kg dengan rataan 432 kg. Rataan
konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.38 kg/ekor, 6.48 kg/ekor dan 16.66
kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi BPPT Bunikasih-Cianjur berada pada 41-56 bulan
dengan rata-rata umur sapi 49 bulan. Sedangkan untuk bobot badan sapi antara 426-530
kg dengan rataan 478 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 2.11
kg/ekor, 10.48 kg/ekor dan 24.04 kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi Cisarua-
Kabupaten Bogor berada pada 24-120 bulan dengan rata-rata umur sapi 76 bulan.
Sedangkan untuk bobot badan sapi antara 487-570 kg dengan rataan 506 kg. Rataan
konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.95 kg/ekor, 8.22 kg/ekor dan 16.16
kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi BPPT BPPT Cikole-Lembang berada pada 60-88
bulan dengan rataan umur sapi 76 bulan. Untuk bobot badan sapi antara 426-530 kg
dengan rataan 458 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 3.21
kg/ekor, 12.24 kg/ekor dan 29.12 kg/ekor.
Tabel 4 Kondisi Iklim Lokasi
Ketinggian
Produksi
(lt/hari)
Umur
(Bln)
Suhu
(oC)
RH
(%)
Indeks
THI
---------------------rata-rata--------------
Pondok Ranggon-Jakarta Timur
(80mdpl) 11 48 30 75 82
Kebon Pedes-Kota Bogor
(215mdpl) 11 46 30 80 83
Cugenang-Cianjur
(936mdpl) 14 49 27 75 77
Cisarua-Kab.Bogor
(1111mdpl) 17 76 22 93 72
Lembang-Bandung
(1225 mdpl) 18 76 23 88 73
Berdasarkan Tabel 4 hasil pengamatan dan pengukuran variabel-variabel amatan
di lapangan secara deskriptif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara ketingggian, suhu dan produksi susu. Semakin tinggi ketinggian (semakin rendah
suhu) lokasi studi akan semakin meningkatkan produksi susu. Suhu dan kelembaban erat
kaitannya dengan produksi susu sapi. Sapi yang mengalami cekaman panas cenderung
akan terganggu produksi dan reproduksinya. Saat keadaan suhu telah mencapai tingkat
stress, sapi akan menambah minum dan akibatnya asupan makanan akan berkurang,
bobot badanpun akan berkurang akibatnya produksi susu akan menurun. Silva et al.
(2007) menyatakan bahwa peristiwa stress panas berhubungan dengan kombinasi faktor-
faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, radiasi matahari dan kecepatan angin.
Menurut Igono et al. (1992) dan Frank et al. (2009), suhu yang tinggi akan menyebabkan
penurunan produksi susu. Selanjutnya ditegaskan oleh Nesamvuni et al. (2012) bahwa
sapi di bawah tekanan berat akan mengalami penurunan produktivitas susu sekitar 10-
25% dan juga penurunan kinerja reproduksi mereka. Sebaliknya Darwin (2001)
menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan global peternak harus meningkatkan
20
produksinya sekitar 2% pertahun. Korelasi antara ketinggian dan suhu cenderung negatif,
artinya semakin tinggi letak suatu wilayah maka suhu akan semakin rendah. Akan tetapi
hal ini tidak berlaku pada lokasi Cisarua dan Bandung. Hal ini disebabkan lokasi di
bandung sangat dekat dengan pemukiman padat dan jalan raya, yang merupakan daerah
terbuka, akibatnya sinar matahari akan dipantulkan sehingga terjadi peningkatan suhu
lokasi studi.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu
Pengaruh Umur terhadap Produksi Susu
Pemodelan fungsi produksi dari data-data amatan dilakukan dengan analisis
regresi untuk mengetahui peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu.
Regresi adalah suatu persamaan matematik yang memungkinkan kita untuk meramalkan
suatu nilai-nilai peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole,
1992).
Umur merupakan faktor fisiologis dari suatu individu, dalam hal ini adalah sapi
perah. Kemampuan sapi untuk menghasilkan susu umumnya saat sapi telah mencapai
umur tertentu (2 tahun) atau setelah laktasi pertama. Setiap pertambahan umur, rataan
total produksi susu yang dihasilkan sapi akan turut berubah. Hal ini karena menyangkut
kematangan fisiologis sapi dan kemampuannya menghasilkan susu yang optimal.
Sehingga, peubah umur dianggap sebagai peubah yang paling berpengaruh terhadap
produksi susu sapi. Oleh karena itu, sebelum melihat faktor-faktor lain yang
mempengaruhi produksi susu, langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah menguji
pengaruh umur terhadap produksi susu.
Menurut Sudono et al. (1999), umur sapi perah adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi produksi susu. Peningkatan umur seiring dengan peningkatan rataan
produksi dengan mengikuti pola kuadratik, dimana apabila produksi telah mencapai
puncaknya pada umur tertentu, maka produksi akan menurun mengikuti pertambahan
umur. Plot pencaran antara umur dengan produksi susu menunjukkan pola kuadratik
yang mencerminkan hubungan antara keduanya disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hubungan kuadratik umur terhadap produksi susu
Gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan umur terhadap produksi mengikuti pola
kuadratik, dimana terjadi peningkatan produksi hingga mencapai puncak pada umur
12010080604020
22.5
20.0
17.5
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
Umur
PR
OD
UK
SI
S 3.34855
R-Sq 26.0%
R-Sq(adj) 24.1%
Fitted Line PlotPRODUKSI = 5.618 + 0.1940 Umur
- 0.000888 Umur**2
21
tertentu lalu akan turun kembali. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Basya (1983),
dimana puncak produksi akan terjadi pada umur sapi sekitar 6-8 tahun dan setelah itu
akan turun kembali.
Hasil uji signifikansi koefesien regresi dari persamaan (1) disajikan pada Tabel 5.
Nilai P untuk semua koefesien regresi lebih kecil dari α = 0.1, dengan demikian umur
memberikan pengaruh yang nyata secara kuadratik terhadap produksi susu.
Tabel 5 Taraf nyata regresi umur terhadap produksi
Prediktor Koefisien S.E Koefisien P (α=0.1)
Umur 0.194 0.074 0.011
Umur2 -0.00089 0.001 0.095
Konstanta 5.618 2.325 0.018
Pengaruh Bobot Badan, Pakan dan Lingkungan terhadap Produksi Susu
Model regresi kuadratik dari produksi susu berdasarkan umur memberikan nilai
R2 sebesar 26%. Hal ini berarti, baru 26% faktor umur dapat menjelaskan keragaman
produksi susu. Dengan demikian, masih ada faktor lain yang dapat menjelaskan
keragaman produksi susu. Secara matematis, model produksi berdasarkan umur dapat
dituliskan dalam persamaan (1).
Produksi = 5.618 + 0.194 umur - 0.00089 umur2+ error(1) ………….(1)
Error(1) pada persamaan (1) adalah sisaan (galat) yang merupakan komponen
penjelas keragaman produksi susu yang belum diketahui. Jika sisaan tersebut diuraikan
lagi menjadi sebuah model, maka akan diketahui faktor-faktor lain yang dapat
menjelaskan keragaman produksi susu. Hasil penguraian sisaan tersebut melalui regresi
linier berganda disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil penguraian sisaan pada persamaan (1)
Prediktor Koefisien SE.Koefisien T P VIF
Constant -12.73 39.67 -0.32 0.749
BB 0.01987 0.01148 1.73 0.088 2.423
PK 24.26 13.13 1.85 0.069 717.92
TDN -2.194 2.683 -0.82 0.416 309.58
BK -1.4741 0.6657 -2.21 0.03 117.435
Suhu 0.2193 0.7365 0.3 0.767 92.507
Ketinggian -0.0091 0.00679 -1.34 0.185 130.408
Kelembaban 0.0481 0.1723 0.28 0.781 32.159
Analisis regresi linier memiliki beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi, yaitu
galat menyebar normal, ragam homogen (homoskedastisitas), tidak terjadi autokorelasi
pada sisaan (non-autokorelasi), dan khusus pada regresi linier berganda mensyaratkan
tidak terjadi multikolinier. Multikolinier adalah terjadinya korelasi antar peubah bebas.
Pendeteksian adanya multikolinier ini dapat dilihat dari nilai VIF. Jika VIF bernilai lebih
besar dari 5, maka dianggap ada multikolinier antar peubah bebas.
Tabel 6 menunjukkan terjadi multikolinier yang kuat antar peubah bebas, kecuali
bobot badan (BB). Artinya, faktor kandungan pakan (PK, TDN, BK) dan faktor
lingkungan (suhu, ketinggian, kelembaban) satu sama lain saling berkorelasi kuat. Hal ini
juga mengindikasikan adanya peubah-peubah yang saling mempengaruhi satu sama lain.
22
Sehingga, peubah-peubah yang dimasukkan kedalam model regresi untuk pendugaan
produksi susu dapat dipilih beberapa peubah bebas saja.
Hasil analisis korelasi dan regresi turut memperkuat dugaan adanya multikolinier
pada peubah bebas (Tabel 6). Korelasi antara peubah bebas dengan peubah respon pada
Tabel 6 semuanya tinggi. Besarnya R2 juga semuanya tinggi (diatas 0.6). Hal ini
mengindikasikan bahwa peubah bebas pada Tabel 6 yang dipilih dapat mewakili peubah
respon. Artinya, untuk melihat peubah-peubah yang berpengaruh terhadap produksi susu,
cukup diambil beberapa peubah saja yang dapat mewakili peubah lainnya.
Nilai R2 menunjukkan besarnya keragaman peubah respon yang dapat dijelaskan
oleh peubah bebas. Berdasarkan nilai R2, PK dapat menjelaskan TDN sebesar 96.6%
dan dapat menjelaskan BK sebesar 69.5%, artinya PK dianggap dapat mewakili TDN
dan BK. Sehingga, untuk faktor pakan dapat diambil PK sebagai peubah yang masuk ke
dalam model regresi. Kemudian, suhu dapat menjelaskan ketinggian sebesar 86.8%,
artinya suhu dapat mewakili ketinggian. THI dapat menjelaskan suhu sebesar 98.3% dan
dapat menjelaskan kelembaban sebesar 68%. Dengan demikian, THI dapat mewakili
suhu dan kelembaban. Hal ini juga sesuai dengan rumus THI yang merupakan fungsi dari
suhu dan kelembaban. Sehingga, untuk faktor lingkungan dapat dipilih THI sebagai
peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi.
Tabel 7 Korelasi dan regresi antar faktor penjelas produksi susu
Peubah bebas Peubah respon P Korelasi R2
PK TDN 0.000 0.983 0.966
BK 0.000 0.833 0.695
Suhu Ketinggian 0.000 0.932 0.868
THI Suhu 0.000 0.991 0.983
Kelembaban 0.000 0.825 0.680
Selain itu, besarnya korelasi antara peubah bebas dengan produksi susu juga
menjadi alasan penguat pemilihan peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi
(Tabel 8). Faktor pakan yang berkorelasi paling tinggi dengan produksi susu adalah PK,
yaitu 0.549. Sehingga sangat baik bila PK dipilih sebagai peubah bebas yang masuk ke
dalam model regresi. Faktor lingkungan, THI dipilih sebagai peubah bebas karena
besarnya korelasi terhadap produksi juga menunjukkan korelasi yang tinggi (-0.732).
Tabel 8 Korelasi antara peubah bebas dengan produksi susu
Peubah
Respon
Faktor Kandungan
Pakan Faktor Lingkungan
PK TDN BK Suhu Ketinggian Kelembaban THI
Produksi 0.549 0.459 0.153 -0.752 0.727 0.698 -0.732
Protein Kasar merupakan zat makanan hasil penguraian dari Bahan Kering
melalui analisa Proksimat. Ditinjau dari asal ilmu pakan tentang zat makanan dan
hubungan antar masing-masing zat makanan, protein kasar juga merpakan salah satu
bentuk energi yang diserap oleh tubuh ternak, sedangkan TDN merupakan gabungan
energi yang terserap kedalam tubuh ternak, artinya peran TDN dalam hal sebagai peubah
pakan dapat diwakili oleh PK, selain itu keberadaan TDN sebagai energi dapat
digantikan oleh protein, karena protein dapat berubah menjadi energi, sedangkan energi
tidak dapat berubah menjadi protein. Total Digestible Nutrien (TDN) atau total nutrient
23
tercerna adalah jumlah nutrisi tercerna atau jumlah zat makan dari bahan makanan yang
dapat dicerna. Nilai TDN merupakan nilai energy dari protein, serat kasar, Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen (BETA-N) dan nilai energy dari lemak yang terserap kedalam tubuh
sapi.
Menurut Bohmanova et al.(2007) indeks suhu kelembaban (THI) telah banyak
digunakan sebagai sarana untuk kuantifikasi tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan
oleh stres panas. THI adalah fungsi dari suhu udara dan kelembaban. Secara umum
dianggap bahwa sapi perah menunjukkan tanda-tanda stres panas ringan hingga berat dan
produksi susu berkurang ketika THI melewati ambang batas kritis dari 72.
Setelah dilakukan seleksi peubah yang tidak multikolinier, maka peubah yang
masuk ke dalam model regresi pada penguraian sisaan dari persamaan (1) adalah bobot
badan, PK, dan THI. Hasil analisis regresi ulang terhadap peubah-peubah terpilih
tersebut disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai VIF sudah lebih
kecil dari 5, sehingga asumsi tidak terjadi multikolinier antar peubah bebas sudah
terpenuhi.
Tabel 9 Uji parsial penguraian sisaan pada persamaan (1) dengan peubah terpilih
Prediktor Koefisien SE Koefisien T P VIF
Constant 0.990 11.95 0.08 0.934
BB 0.021 0.011 1.87 0.065 1.990
PK 1.166 0.631 1.85 0.068 1.493
THI -0.163 0.095 -1.71 0.092 2.651
Hasil analisis regresi menunjukkan peubah bebas terpilih yaitu BB, PK, dan THI
berpengaruh nyata (α=0.1) terhadap sisaan (error 1). Hal ini berarti bahwa sisaan dari
model pada persamaan (1) dapat diuraikan menjadi bobot badan, protein kasar, dan THI,
melalui model pada persamaan (2). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa selain umur
yang berpengaruh nyata secara kuadratik, faktor lain yang turut berpengaruh terhadap
produksi susu adalah bobot badan, protein kasar, dan THI. Selain uji parsial seperti
ditampilkan pada Tabel 9, uji simultan menggunakan anova juga dapat dilihat pada Tabel
10.
Error (1) = 0.990 + 0.021 BB + 1.166 PK – 0.163 THI + error (2)…...…..(2)
Sehingga fungsi regresi keseluruhan adalah:
Y= 6.608+0.1940 Umur - 0.000888 Umur2 + 0.021BB+1.166PK- 0.163 THI........(3)
Tabel 10 Anova hasil uji simultan penguraian sisaan pada persamaan (1)
Sumber
keragaman
Derajat
bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F P
Regresi 3 300.70 100.23 13.45 0.000
Galat 77 573.90 7.45
Total 80 874.60 Keterangan : S = 2.73
R-square dari regresi secara keseluruhan adalah 75.9%, yang artinya sebesar
75.9% keragaman produksi susu dijelaskan oleh umur, bobot badan, PK dan THI.
Pengujian asumsi selain masalah multikolinier dalam analisis regresi yang melibatkan
24
peubah bebas bobot badan, protein kasar, dan THI ditampilkan pada Gambar 8. Asumsi
normalitas dapat dilihat dari normal probability plot. Pada gambar tampak bahwa plot
sisaan (residual) telah mengikuti garis lurus, yang berarti bahwa sisaan telah menyebar
normal. Asumsi homoskedastisitas dapat dilihat dari plot antara residual dengan dugaan
produksi (fitted value). Pada gambar terlihat titik-titik pada plot pencaran tidak
menunjukkan pola tertentu, yang berarti bahwa ragam sisaan homogen. Artinya, asumsi
homoskedastisitas telah terpenuhi. Asumsi non-autokorelasi dapat dilihat dari plot sisaan
pada setiap pengamatan (residual versus observation order). Pada gambar tampak bahwa
plot sisaan tidak membentuk pola tertentu, artinya tidak terdapat autokorelasi pada
sisaan. Sehingga, asumsi non-autokorelasi telah terpenuhi.
Gambar 8 Hasil uji normalitas, homogenitas dan autokorelasi antar peubah
Dalam analisis regresi, sisaan harus menyebar normal dan bebas satu sama lain.
Dengan kata lain, sisaan pada pengamatan ke-i tidak tergantung pada sisaan pengamatan
lain. Apabila sisaan telah menyebar bebas dengan rataan nol dan ragam σ2, maka sisaan
tersebut dikatakan sebagai white noise. Nilai keragaman white noise yang menyebar
normal dengan nilai tengah sama dengan nol dan keragaman σ2ω, yang biasanya ditulis
dalam bentuk ω(i) ~ N (0, σ2ω).
Untuk melihat kebebasan sisaan antar pengamatan dapat dilihat melalui plot
pencaran dan regresi antara sisaan ke-i dengan sisaan ke-(i-1), dalam hal ini adalah
error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1), dimana i = 1, …, n dan n adalah banyaknya
pengamatan. Gambar 9 menunjukkan plot pencaran antara error(2) ke-i dengan error(2)
ke-(i-1) tidak mengikuti pola apapun atau sudah menyebar acak. Hal ini berarti bahwa
sisaan dalam model yang dibentuk melalui persamaan (2) telah menyebar bebas.
1050-5-10
99.9
99
90
50
10
1
0.1
Residual
Pe
rce
nt
420-2-4
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
Fitted ValueR
esid
ua
l
6420-2-4
12
9
6
3
0
Residual
Fre
qu
en
cy
80706050403020101
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
Observation Order
Re
sid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for E_U
25
Gambar 9 Plot pencaran antara error (2) ke-i dengan error (2) ke-(i-1)
Analisis regresi antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1) memberikan nilai P =
0.494 > α = 0.1 pada uji parsial (Tabel 11). Hal ini berarti bahwa sisaan dari pengamatan
yang satu tidak mempengaruhi sisaan pada pengamatan yang lain. Sehingga, sisaan
(galat) dari model pada persamaan (2) telah menyebar normal bebas dengan rataan 0 dan
ragam = 2.732 , atau ditulis dengan ω(i) ~ N (0, 2.73
2). Dengan demikian, pembentukan
model pendugaan produksi susu sudah cukup dengan dua model yang dinyatakan dalam
persamaan (1) dan persamaan (2).
Tabel 11 Hasil analisis regresi antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1)
Prediktor Koefisien SE Koefisien T P
error(2) ke-(i-1) 0.077 0.1121 0.69 0.494
Koefesien regresi dari THI bertanda negatif, hal ini berarti bahwa THI
memberikan pengaruh yang berbanding terbalik dengan produksi. Artinya, semakin
tinggi THI maka produksi susu akan menurun. Sapi perah akan nyaman pada nilai THI
dibawah 72. Jika THI melebihi 72 maka sapi perah Fries Holland akan mengalami stress
ringan (72≤THI≤79), stress sedang (80≤THI≤89) dan stress berat (90≤THI≤97)
(Wierema 1990). Hasil penukuran suhu dan kelembaban (indeks THI) berdasarkan nilai-
nilai yang digunakan oleh Wierema dapat dinyatakan bahwa sapi di Jakarta Timur dan
Kota Bogor mengalami stress sedang (keadaan bahaya) sedangkan sapi didaerah Cisarua,
Cianjur dan Bandung mengalami stress ringan (keadaan waspada).
Sapi FH adalah sapi yang berasal dari negara beriklim sedang, dengan temperatur
udara berkisar dari -5oC hingga 21
oC (Jhonson, 1987). Suhu dan kelembaban merupakan
dua faktor iklim yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi, karena dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air,
keseimbangan energy dan tingkah laku ternak, (Esmay, 1982). Untuk kehidupan dan
produksinya, ternak memerlukan suhu yang optimum. Suhu ideal untuk sapi perah jenis
FH Menurut McDowell (1972) adalah 13-19oC; 4-25 Yousef (1985); 5-25
oC Jones &
Stallings (1999) dengan kelembaban relative (RH) sekitar 55% (Esmay 1982). Menurut
Sutardi (1981), sapi FH dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lingkungan
dengan suhu udara sekitar ±18oC. Hubungan antara suhu dan kelembaban disebut
Temperature Humidity Index (THI). Sapi FH akan menunjukkan penampilan produksi
terbaiknya apabila berada pada suhu 18.3oC dengan kelembaban 55%, Suhu dan
kelembaban di Indonesia berkisar dari 24-34oC dan 60-90%, (Yani & Purwanto 2006).
Hasil perhitungan nilai THI dari tabel yang digunakan maka dapat dinyatakan bahwa
sapi di Jakarta Timur dan Kota Bogor mengalami stress sedang (keadaan bahaya)
7.55.02.50.0-2.5-5.0
7.5
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
lag_RESI2R
ES
I2
Scatterplot of RESI2 vs lag_RESI2
26
sedangkan sapi didaerah Cisarua, Cianjur dan Bandung mengalami stress ringan
(keadaan waspada).
Pendugaan produksi susu
Pendugaan Produksi Susu berdasarkan Indeks Iklim
Peningkatan umur sapi dan indeks THI secara teori dan konseptual akan
mengakibatkan penurunan produksi susu secara perlahan, hal ini karena peningkatan
indeks THI akan berkorelasi dengan peningkatan cekaman panas (stress) sapi, untuk itu
dilakukan suatu upaya untuk menduga dampak cekaman panas terhadap produksi susu
dan upaya adaptasinya. Untuk melihat secara lebih detail dampak dari cekaman panas
dan adaptasinya terhadap tingkat produksi susu sapi dilakukan penghitungan laju
perubahan produksi susu berdasarkan fungsi regresi yang melibatkan peubah bebas
umur, PK dan indeks THI.
Pendugaan perubahan produksi susu terhadap perubahan indeks THI dilakukan
dengan dua (2) tahap, yaitu 1. Membuat model produksi berdasarkan umur, yang
memberikan sisaaan / error (1), Kedua, menguraikan error (1) kedalam fungsi dari THI,
yang menghasilkan error (2). Secara matemastis, pembentukan model pendugaan
produksi susu terhadap THI disajikan pada persamaan berikut:
Model 1: produksi = f (umur) +error (1)
Model 2: error (1) = f (THI) + error (2)
Hasil analisa data memberikan model dugaan produksi sebagai berikut:
Produksi = 5.618 +0.1940 Umur – 0.000888 Umur2 + error (1)
Error (1) = 26.7 - 0.344 THI + error (2)
Sehingga model dugaan produksi secara keseluruhan adalah:
– ..................(4)
Peningkatan suhu dan kelembaban secara langsung akan meningkatkan cekaman
panas terhadap sapi perah, hal ini akan berdampak terhadap peningkatan minum sapi dan
mengurangi intake pakan sehingga akan berdampak terhadap penurunan rataan produksi
susu harian.
Berdasarkan dugaan error dari umur dan indeks THI maka dapat dilakukan
pengujian dugaan perubahan produksi susu akibat dari peubah umur dan indeks THI
dengan mencoba satu kelompok umur misal umur 108 bulan (9 tahun) akan didapatkan
dugaan produksi susu pada keadaan asumsi bobot badan dan asupan PK tetap adalah 16.2
liter/hari, dan dugaan produksi pada suhu dan kelembaban tertentu disajikan pada tabel
12.
27
Tabel 12 Tabel dugaan persentase perubahan produksi susu pada sapi umur 108 bulan
terhadap berbagai tingkat THI
Secara lebih detail perubahan produksi susu disajikan Berdasarkan indeks THI
(Tabel Wierema) dan tabel dugaan persentase perubahan produksi susu untuk sapi
berumur 108 bulan (Tabel 12) maka dapat disimpulkan bahwa produksi susu sapi perah
pada umur 108 bulan (9 tahun) pada keadaan normal mempunyai peningkatan produksi
diatas 14.04%, pada keadaan stress ringan akan terjadi perubahan produksi sebanyak -
2.94% hingga 11.92%, pada saat stress sedang sapi akan mengalami penurunan produksi
berkisar dari 5.06% hingga 24.26%, dan pada keadaan stress berat penurunan
produksinya lebih dari -26.28%.pada Tabel 13.
Tabel 13 Dugaan tingkat produksi susu terhadap tingkat THI
Hasil penghitungan produksi susu pada Tabel 12 dan Tabel 13 dapat dilihat
peningkatan produksi terbaik tercapai pada suhu 21⁰C, hal ini sesuai dengan yang
dikatakan oleh Yousef (1985) suhu efektif untuk sapi perah berkisar dari 4-25⁰C dan
menurut Jones & Stallings (1999) berkisar dari 5-25⁰C, semakin rendah suhu dan
kelembaban maka produksi susu akan semakin tinggi dan juga sesuai dengan hasil kajian
IPCC, dimana akan terjadi penurunan produksi susu dunia sebanyak 1.39% di Asia
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
21 28.90 28.90 28.90 26.77 26.77 26.77 24.65 24.65 24.65 22.53 22.53 22.53 20.41 20.41 20.41 18.29 18.29 18.29 16.16 16.16
22 26.77 26.77 26.77 24.65 24.65 22.53 22.53 22.53 20.41 20.41 18.29 18.29 18.29 16.16 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 11.92
23 24.65 24.65 22.53 22.53 22.53 20.41 20.41 18.29 18.29 16.16 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 11.92 9.80 9.80 7.67 7.67
24 22.53 22.53 20.41 20.41 18.29 18.29 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 11.92 9.80 9.80 7.67 7.67 5.55 5.55 3.43 3.43
26 20.41 20.41 18.29 18.29 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 9.80 9.80 7.67 7.67 5.55 5.55 3.43 3.43 1.31 1.31 -0.81
27 18.29 18.29 16.16 16.16 14.04 11.92 11.92 9.80 9.80 7.67 5.55 5.55 3.43 3.43 1.31 -0.81 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06
28 18.29 16.16 14.04 14.04 11.92 9.80 9.80 7.67 5.55 5.55 3.43 1.31 1.31 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06 -7.18 -7.18 -9.30
29 16.16 14.04 11.92 9.80 9.80 7.67 5.55 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -11.43 -13.55
30 14.04 11.92 9.80 7.67 7.67 5.55 3.43 1.31 -0.81 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -13.55 -15.67 -17.79
31 11.92 9.80 7.67 5.55 3.43 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -17.79 -19.91 -22.04
32 9.80 7.67 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28
33 7.67 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52
34 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52 -32.65 -34.77
36 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52 -32.65 -34.77 -36.89 -39.01
37 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -34.77 -36.89 -39.01 -41.14 -43.26
38 -0.81 -2.94 -5.06 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -26.28 -28.40 -30.52 -32.65 -34.77 -36.89 -41.14 -43.26 -45.38 -47.50
39 -2.94 -5.06 -7.18 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52 -34.77 -36.89 -39.01 -41.14 -43.26 -47.50 -49.62 -51.75
40 -5.06 -7.18 -9.30 -13.55 -15.67 -17.79 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -34.77 -36.89 -39.01 -43.26 -45.38 -47.50 -49.62 -53.87 -55.99
41 -7.18 -9.30 -13.55 -15.67 -17.79 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -34.77 -36.89 -41.14 -43.26 -45.38
42 -9.30 -11.43 -15.67 -17.79 -19.91 -24.16 -26.28 -30.52 -30.52 -34.77 -39.01 -41.14 -43.26 -47.50 -49.62
43 -11.43 -13.55 -17.79 -19.91 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -32.65 -39.01 -41.14 -45.38 -47.50 -49.62 -53.87
Kelembaban Relatif (%)T
emp
era
tur,
⁰C
Stress ringan
Stress sedang
Stress berat
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
21 20.89 20.89 20.89 20.55 20.55 20.55 20.21 20.21 20.21 19.86 19.86 19.86 19.52 19.52 19.52 19.17 19.17 19.17 18.83 18.83
22 20.55 20.55 20.55 20.21 20.21 19.86 19.86 19.86 19.52 19.52 19.17 19.17 19.17 18.83 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 18.14
23 20.21 20.21 19.86 19.86 19.86 19.52 19.52 19.17 19.17 18.83 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 18.14 17.80 17.80 17.45 17.45
24 19.86 19.86 19.52 19.52 19.17 19.17 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 18.14 17.80 17.80 17.45 17.45 17.11 17.11 16.77 16.77
26 19.52 19.52 19.17 19.17 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 17.80 17.80 17.45 17.45 17.11 17.11 16.77 16.77 16.42 16.42 16.08
27 19.17 19.17 18.83 18.83 18.49 18.14 18.14 17.80 17.80 17.45 17.11 17.11 16.77 16.77 16.42 16.08 16.08 15.73 15.73 15.39
28 19.17 18.83 18.49 18.49 18.14 17.80 17.80 17.45 17.11 17.11 16.77 16.42 16.42 16.08 15.73 15.73 15.39 15.05 15.05 14.70
29 18.83 18.49 18.14 17.80 17.80 17.45 17.11 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.73 15.39 15.39 15.05 14.70 14.36 14.36 14.01
30 18.49 18.14 17.80 17.45 17.45 17.11 16.77 16.42 16.08 16.08 15.73 15.39 15.05 15.05 14.70 14.36 14.01 14.01 13.67 13.33
31 18.14 17.80 17.45 17.11 16.77 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 13.33 12.98 12.64
32 17.80 17.45 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95
33 17.45 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 11.26
34 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 11.26 10.92 10.57
36 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 11.26 10.92 10.57 10.23 9.89
37 16.42 16.08 15.73 15.39 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 10.92 10.57 10.23 9.89 9.54 9.20
38 16.08 15.73 15.39 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.64 11.95 11.61 11.26 10.92 10.57 10.23 9.54 9.20 8.85 8.51
39 15.73 15.39 15.05 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.29 11.95 11.61 11.26 10.57 10.23 9.89 9.54 9.20 8.51 8.17 7.82
40 15.39 15.05 14.70 14.01 13.67 13.33 12.64 12.29 11.95 11.61 10.92 10.57 10.23 9.89 9.20 8.85 8.51 8.17 7.48 7.13
41 15.05 14.70 14.01 13.67 13.33 12.64 12.29 11.95 11.61 10.92 10.57 10.23 9.54 9.20 8.85
42 14.70 14.36 13.67 13.33 12.98 12.29 11.95 11.26 11.26 10.57 9.89 9.54 9.20 8.51 8.17
43 14.36 14.01 13.33 12.98 12.29 11.95 11.61 10.92 10.92 9.89 9.54 8.85 8.51 8.17 7.48
Kelembaban Relatif (%)
Tem
per
atu
r, ⁰
C
Stress ringan
Stress sedang
Stress berat
29
Tingkat Optimal Produksi Susu berdasarkan PK dan Indeks THI
Pada pembahasan sebelumnya telah diperoleh hasil bahwa PK dan THI
berpengaruh nyata terhadap produksi susu. Untuk selanjutnya pembahasan difokuskan
untuk mengetahui optimalisasi produksi susu berdasarkan PK dan indeks THI.
Hubungan PK terhadap Produksi susu
Protein kasar (PK) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi susu
harian. Penambahan PK pada kondisi tertentu berpotensi meningkatkan produksi susu,
hal ini karena protein merupakan salah satu zat makanan berupa energi yang dapat
digunakan untuk memproduksi susu. Siregar (2001) menyatakan bahwa peningkatan
konsumsi PK berpengaruh terhadap peningkatan produksi susu rata-rata harian. akan
tetapi walaupun PK terbukti berpengaruh terhadap peningkatakan produksi susu hal ini
perlu ditunjang dengan faktor lain yang mempengaruhi produksi susu seperti tingkat
kenyamanan ternak. Tingkat kenyamanan ternak di lima lokasi dengan ketinggian
berbeda memiliki indeks THI yang berbeda. Plot pencaran produksi susu berdasarkan
lokasi dan tingkat PK yang berbeda disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Plot Pencaran Produksi Susu terhadap PK di berbagai lokasi
Gambar 11 Menunjukkan bahwa penggunaan PK berdasarkan berbagai lokasi
ketinggian menujukkan pengaruh PK tiap lokasi cenderung berargam, sangat tergantung
kondisi iklim lokasi. Sebagai contoh pemberian PK pada lokasi dengan ketinggian
1225mdpl sangat berbeda jauh dengan jumlah PK yang diberikan pada peternakan yang
berada di ketinggian 1111mdpl, akan tetapi produksi susu yang dihasilkan tidak berbeda
jauh, hal ini karena rataan suhu diLembang kebih tinggi dibanding rataan suhu di daerah
Cisarua. Hal ini memperkuat dugaan bahwa faktor iklim paling berpengaruh terhadap
produksi susu sapi FH (Fries Holland). Rahadja, (2007) menyatakan bahwa faktor iklim,
khususnya suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi pakan.
Suhu lingkungan yang naik sampai ±27oC bagi sapi FH menyebabkan produksi susu
menurun. Menurunnya produksi ini disebabkan oleh rendahnya nafsu makan. Hubungan
yang tidak efektif dari penggunaan PK berdasarkan Gambar 11 menyebabkan
3.53.02.52.01.51.0
22.5
20.0
17.5
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
PK
PR
OD
UK
SI
80
215
936
1111
1225
Ketinggian
Scatterplot of PRODUKSI vs PK
30
ketidakefisienan penggunaan PK pada kondisi tertentu, untuk itu perlu dijelaskan
pengaruh PK terhadap indeks THI. Hubungan PK dan THI disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Hubungan PK berdasarkan THI
Gambar 12 merupakan ilustrasi selera makan sapi perah FH (Fries Holland) pada
berbagai kondisi THI. Hubungan PK dengan THI membentuk pola kuadratik, artinya
selera makan sapi juga akan mengikuti pola kuadratik seiring peningkatan THI. Selera
makan akan meningkat seiring peningkatan THI sampai kondisi tertentu dan setelah itu
selera makan akan menurun meskipun THI meningkat, hal ini karena pada saat THI
melebihi titik kenyamanan sapi lebih banyak minum sehingga konsumsi pakan yang
diberikan menurun.
Pengaruh PK untuk Setiap Lokasi
Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pengaruh PK terhadap produksi susu
berbeda-beda, sangat tergantung pada lokasi (suhu dan kelembaban) masing-masing
lokasi. Pengaruh PK pada setiap lokasi dapat diketahui melalui analisis regresi dummy.
Hasil analisis regresi dummy disajikan pada persamaan (5):
..................(5)
Hasil uji parsial koefisien regresi dari persamaan 5 menunjukkan pengaruh PK
terhadap produksi susu tidak selalu nyata pada setiap wilayah. Wilayah-wilayah yang
tidak berpengaruh nyata dan memiliki koefisien regresi relatif sama dilakukan
penggabungan. Pada persamaan 5 tampak bahwa koefisien pengaruh lokasi dan pengaruh
PK untuk Cianjur dan Cisarua relatif sama sehingga kedua wilayah tersebut
digabungkan. Hasil analisis regresi dummy dari data penggabungan ini memberikan
model dugaan seperti disajikan pada persamaan (6).
S = 0.00000000
r = 1.00000000
THI
Fo
od
In
tak
e /
PK
(K
g)
70.0 72.3 74.6 77.0 79.3 81.6 83.91.00
1.23
1.47
1.70
1.94
2.17
2.40
2.64
2.87
PK = -144.8+3.890THI-0.02565THI^2
R2 = 56.9%
31
Untuk menguji apakah model gabungan (full model) sama baiknya dengan model parsial
(reduce model) maka dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria Cp Mallow.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Cp Mallow untuk Full Model adalah 8.73 (p=10) dan
untuk reduce model adalah 8.69 (p=8). Model yang baik adalah model yang memiliki
nilai Cp Mallow lebih kecil atau sama dengan banyaknya paramater (p), sehingga model
yang digunakan adalah model secara keseluruhan pengaruh PK terhadap produksi susu
pada tiap lokasi. Grafik Cp mallow disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Grafik Cp mallow
Nilai Maksimum Penambahan PK Terhadap Indeks THI untuk Produksi Susu
PK dan THI didapatkan sebagai variabel yang berkaitan erat dan bersifat kudratik
dengan produksi susu, oleh karena itu perlu ditemukan PK maksimal yang dikaitkan
dengan THI yang dapat diberikan pada THI tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hubungan PK dan THI dapat dinyatakan dalam fungsi berikut :
.......................................(7)
Hubungan antara PK dan indeks kenyamanan (THI) bersifat kudratik (Gambar
12). Dengan melakukan turunan pertama dari persamaan (7) diperoleh nilai PK
maksimum pada saat THI = 75.82. Hal ini berarti bahwa pada kondisi THI<75.82, PK
dapat ditambahkan semaksimal mungkin sesuai kemampuan konsumsi ternak sebagai
upaya peningkatan produksi susu. Setelah THI lebih dari 75.82, konsumsi PK akan
semakin menurun, yang mengakibatkan produksi susu juga akan menurun. Namun,
dengan memberikan toleransi +1 dari nilai THI=75.82 masih diperoleh nilai PK yang
penurunannya tidak terlalu tajam, sehingga pada kisaran THI = 75.82 s.d. 76.82 masih
dapat diperoleh PK yang optimal. Dengan demikian, penambahan PK masih dapat
dilakukan dalam upaya peningkatan produksi susu. Sedangkan, pada saat THI>75.82
konsumsi PK akan semakin menurun tajam, sehingga penambahan PK bukan merupakan
upaya yang tepat untuk meningkatkan produksi susu.
32
Berdasarkan interpretasi persamaan (7) tersebut dapat dibuat indeks kenyamanan
konsumsi pakan pada sapi perah FH (Fries Holland). Indeks kenyamanan ini dibagi
dalam tiga keadaan, yaitu :
Keadaan pertama : Sangat nyaman, terjadi pada THI≤75.82. Pada keadaan ini ternak
merasa sangat nyaman untuk mengkonsumsi pakan sehingga PK dapat ditambahkan
semaksimal mungkin dalam upaya peningkatan produksi susu.
Keadaan kedua : Nyaman, terjadi pada 75.82<THI≤76.82. Pada keadaan ini sapi masih
merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan, sehingga masih dapat dilakukan upaya
penambahan PK seoptimal mungkin dalam rangka peningkatan produksi susu.
Keadaan ketiga : Tidak nyaman, terjadi pada THI>76.82. Pada keadaan ini sapi tidak
merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan karena keadaan sapi sedang dalam cekaman
panas, sehingga konsumsi pakan menurun. Dalam keadaan ini upaya penambahan PK
dalam bentuk pakan tidak perlu dilakukan. Sehingga diperlukan upaya lain untuk
merubah keadaan lingkungan ternak menjadi nyaman.
Gambaran lebih detail mengenai indeks kenyamanan konsumsi pakan disajikan pada
Tabel 14.
Tabel 14 Indeks Optimal penggunaan PK untuk produksi susu pada lima lokasi
Opsi-Opsi Adaptasi
Berdasarkan dugaan indeks kenyamanan sapi dalam mengkonsumsi PK, maka
dapat dilakukan suatu perkiraaan status/kondisi kenyamanan lingkungan kandang ternak
setiap lokasi penelitian dengan menggunakan data hasil pengukuran suhu dan
kelembaban yang dilakukan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) setempat.
Hasil penghitungan indeks kenyamanan tersebut selanjutnya digunakan untuk membuat
kesimpulan waktu yang tepat bagi peternak dalam pemberian pakan optimal sebagai
upaya peningkatan produksi susu. Hal ini dilakukan berdasarkan dugaan indeks THI
setiap bulan dalam satu tahun. Hasil pengukuran indeks THI setiap lokasi disajikan pada
Gambar 14.
Berdasarkan Tabel 14 dan Gambar 14 maka didapatkan irisan waktu yang nyaman
bagi sapi untuk makan dan menghasilkan susu. Untuk Wilayah Jakarta Timur, dari bulan
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
21
22 71.25 71.60
23 71.39 71.79 72.20 72.60 73.00 73.40
24 71.14 71.59 72.04 72.49 72.95 73.40 73.85 74.30 74.75 75.20
25 71.49 72.00 72.50 73.00 73.50 74.00 74.50 75.00 75.50 76.00 76.50 77.00
26 71.10 71.65 72.20 72.75 73.30 73.85 74.40 74.95 75.50 76.05 76.60 77.15 77.70 78.25 78.80
27 71.01 71.61 72.21 72.81 73.41 74.01 74.61 75.20 75.80 76.40 77.00 77.60 78.20 78.80 79.40 80.00 80.60
28 71.37 72.02 72.67 73.31 73.96 74.61 75.26 75.91 76.56 77.21 77.86 78.51 79.16 79.80 80.45 81.10 81.75 82.40
29 71.63 72.33 73.02 73.72 74.42 75.12 75.82 76.52 77.22 77.91 78.61 79.31 80.01 80.71 81.41 82.10 82.80 83.50
30 71.79 72.54 73.28 74.03 74.78 75.53 76.28 77.02 77.77 78.52 79.27 80.02 80.76 81.51 82.26 83.01 83.76
31 72.65 73.45 74.24 75.04 75.84 76.64 77.43 78.23 79.03 79.83 80.62 81.42 82.22 83.02 83.81
32 73.51 74.35 75.20 76.05 76.90 77.74 78.59 79.44 80.28 81.13 81.98 82.82 83.67
33 74.37 75.26 76.16 77.06 77.95 78.85 79.75 80.64 81.54 82.44 83.33
34 75.23 76.17 77.12 78.06 79.01 79.96 80.90 81.85 82.79 83.74
35 76.09 77.08 78.08 79.07 80.07 81.06 82.06 83.05
36 76.95 77.99 79.04 80.08 81.13 82.17 83.22
37 77.80 78.90 79.99 81.09 82.18 83.28
38 78.66 79.81 80.95 82.10 83.24
39 79.52 80.72 81.91 83.10
40 80.38 81.63 82.87
41 81.24 82.54 83.83
42 82.10 83.44
Su
hu
, ⁰C
Kelembaban Relative, (%)
Nyaman
Sangat Nyaman
Tidak Nyaman
33
80.00
81.00
82.00
83.00
84.00
85.00
86.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
t
Okt
No
p
Des
Ind
eks
TH
I
Jakarta Timur
80.00
81.00
82.00
83.00
84.00
85.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
t
Okt
No
p
Des
Ind
eks
TH
I
Kota Bogor
75.50
76.00
76.50
77.00
77.50
78.00
78.50
79.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
t
Okt
No
p
Des
Ind
eks
THI
Cianjur
70.00
70.50
71.00
71.50
72.00
72.50
73.00
73.50
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
t
Okt
No
p
Des
Ind
eks
THI
Cisarua
69.00
70.00
71.00
72.00
73.00
74.00
75.00
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
t
Okt
No
p
Des
Ind
eks
THI
Lembang
Januari sampai Desember nilai THI berkisar antara 82 sampai 85. Kisaran THI ini berada
di atas ambang kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi pakan, yaitu 76.82. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Wilayah Jakarta Timur bukanlah wilayah yang tepat
untuk dilakukan peningkatan pemberian pakan pada ternak sapi perah FH (Fries
Holland). Sehingga, diperlukan upaya lain dalam peningkatan produksi susu. Wilayah
Kota Bogor pun demikian, nilai THI di atas ambang batas kenyamanan ternak dalam
mengkonsumsi pakan. Sehingga, upaya yang sama dengan Wilayah Jakarta Timur perlu
dilakukan. Untuk Wilayah Cianjur, nilai THI berkisar antara 76.5 sampai 78.5. Dengan
demikian, masih terdapat waktu-waktu yang tepat untuk penambahan pakan dalam upaya
peningkatan produksi susu, yaitu pada bulan Juli sampai September (Gambar 14).
Kemudian, untuk Wilayah Lembang dan Cisarua, nilai THI pada setiap bulan selama
satu tahun berada di bawah ambang batas kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi
pakan (76.82). Sehingga, pada kedua wilayah ini penambahan PK dapat dilakukan
semaksimal mungkin sesuai kemampuan konsumsi ternak dalam rangka peningkatan
produksi susu.
Sumber: Data suhu dan Kelembaban BMG (2013)
Gambar 14 Indeks THI tiap lokasi
Dari uraian mengenai indeks kenyamanan ternak dalam konsumsi pakan pada
berbagai keadaan lingkungan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa opsi
adaptasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi susu. Ada tiga aspek
yang dapat diupayakan dalam hal ini, yaitu aspek pakan, lingkungan, dan fisiologi
ternak. Penjabaran opsi adaptasi ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pakan
Pakan yang menjadi perhatian dari hasil penelitian ini adalah PK. Untuk
mengingkatkan produksi susu dapat dilakukan adaptasi dengan cara peningkatan
pemberian PK, misalnya dengan penambahan kuantitas hijauan dan bahan pakan
lainnya yang mengandung protein.
34
b. Lingkungan
Opsi adaptasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi susu
ditinjau dari aspek lingkungan yang menjadi fokus perhatian adalah suhu dan
kelembaban kandang, sirkulasi udara, dan suhu tubuh sapi. Adaptasi yang dapat
dilakukan diantaranya :
Pertama, modifikasi kandang. Kandang harus dibuat senyaman mugkin sehingga
membuat ternak merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan. Hal yang dapat
dilakukan diantaranya adalah dengan menambah ketinggian kandang,
menggunakan atap dari bahan yang dapat menyerap panas, memperluas ventilasi
udara, memperlancar sirkulasi udara di dalam kandang, dan memastikan saluran
limbah di kandang berfungsi maksimal.
Kedua, pemberian naungan di lingkungan kandang sapi. Naungan diperlukan
untuk menahan panas yang dipancarkan oleh sinar matahari sehingga tidak
langsung mengenai kandang sapi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
penambahan jumlah tanaman atau pepohonan di sekitar kandang.
c. Fisiologi ternak
Selain pakan dan lingkungan, aspek fisiologi ternak juga penting diperhatikan
dalam rangka peningkatan produksi susu. Fisiologi ternak yang dimaksud adalah
suhu tubuh sapi. Adaptasi untuk peningkatan produksi susu melalui aspek ini
yaitu dengan cara memodifikasi suhu tubuh sapi. Upaya yang dapat dilakukan
diantaranya dengan melakukan penyiraman suhu tubuh sapi secara berkala dan
pemberian air minum secara ad libitum (tak terbatas).
Opsi-opsi adaptasi yang telah dijabarkan tersebut, sesuai dengan yang dinyatakan
oleh beberapa peneliti sebelumnya. Ismail (2006) menyatakan bahwa penyiraman dan
penganginan tubuh dapat meningkatkan konsumsi PK harian. Velasco et al. (2002)
menyebutkan bahwa cekaman panas dapat dikurangi dengan perbaikan pakan, perbaikan
konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan pemberian air minum secara ad
libitum. Hal ini diperkuat oleh Yani & Purwanto (2006) Perbedaan ketinggian atap
sangat mempengaruhi respon fisiologis sapi perah dan produksi susu yang dihasilkan.
Selanjutnya dikatakan oleh Yani & Purwanto (2006) bahwa untuk mengurangi suhu
kandang dapat digunakan bahan atap yang mampu memantulkan dan menyerap radiasi
sehingga dapata mengurangi penghantaran panas kedalam kandang.
Penerapan opsi-opsi adaptasi tersebut tidak dilakukan pada semua lokasi dan
waktu. Untuk wilayah yang memiliki indeks kenyamanan konsumsi PK “sangat nyaman”
(THI ≤ 75.82), dapat dilakukan adaptasi dalam aspek pakan. Untuk wilayah dengan
indeks kenyamanan konsumsi PK “nyaman” (75.82 < THI ≤ 76.82), dapat dilakukan
adaptasi dalam aspek pakan, lingkungan, dan fisiologi ternak secara maksimal.
Selanjutnya, untuk wilayah yang memiliki keadaan “tidak nyaman” bagi ternak dalam
mengkonsumsi PK (THI > 76.82), maka perlu dilakukan adaptasi dalam aspek
lingkungan dan fisiologi ternak.
SIMPULAN
1. Keragaman produksi susu didaerah Jakarta, Bogor, Cisarua, Cianjur dan Bandung
dipengaruhi oleh Umur, Bobot badan, Protein Kasar, Suhu dan Kelembaban yang
disusun sebagai fungsi produksi dalam bentuk persamaan berikut:
35
Y= 6.608+0.1940 Umur - 0.000888 Umur2 + 0.021BB+1.166PK- 0.163 THI
2. Secara umum kondisi sapi perah di lima lokasi bervariasi dari kondisi stress ringan
hingga stress sedang.
3. Penurunan produksi susu sapi pada kondisi stress sedang berkisar dari 5.06% hingga
24.16%.
4. Penurunan produksi susu sapi dengan asumsi kenaikan suhu 2oC adalah sekitar 3
liter.
5. Nilai maksimum penambahan PK yang dapat dilakukan berdasarkan indek THI untuk
memaksimalkan produksi susu adalah pada THI≤75.82.
6. Opsi adaptasi dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu adaptasi pakan, adaptasi
lingkungan, dan adaptasi fisiologi ternak.