G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di...

22
14 model baru. Model gabungan telah mengalami pengurangan jumlah parameter akibat adanya peubah-peubah yang digabungkan karena kedekatan nilai kemiringan/slope. Untuk menguji kebaikan diantara kedua model, maka harus di lihat dengan uji Cp Mallow. Uji Cp Mallow digunakan untuk menganalisa kebaikan diantara dua model yang dihasilkan dari regresi dummy, yaitu antara model secara keseluruhan (Full model) dan model gabungan (Reduce Model). Rumus yang digunakan dalam perhitungan Cp Mallow adalah: ( ) dimana: p = jumlah observasi n = jumlah parameter s 2 dan σ 2 = ragam reduce dan full model Model yang baik adalah yang memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan banyaknya parameter. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Lokasi Penelitian Gambaran lokasi penelitian yang diuraikan adalah kondisi geografis masing- masing lokasi. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing lokasi penelitian, yaitu : a. Kelompok Ternak Pondok Ranggon-Jakarta Timur Kelompok Ternak Pondok Ranggon merupakan kumpulan peternak sapi perah di Jakarta Timur yang berada di Kelurahan Pondok Ranggon diatas ketinggian 80 mdpl dan letak geografis 6 21.4242LS dan 106 54.3702BT dengan kondisi geografis merupakan dataran rendah. Kelompok ternak pondok berada dekat dengan kantor kelurahan Pondok Ranggo-Jakarta Timur serta berhadapan dengan TPU Pondok Ranggon. b. Kelompok Ternak Kebon Pedes-Kota Bogor Kelompok Ternak Kebon Pedes-Bogor merpakan kelompok ternak yang letaknya menyebar, merupakan kumpulan peternak sapi perah di Kota Bogor yang berada di Kelurahan Kebon Pedes diatas ketinggian 250 mdpl dan letak geografis 6 34.0217LS dan 106 47.8698BT dengan kondisi geografis merupakan dataran rendah. c. BPPT Bunikasih-Cianjur Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. BPPT Bunikasih berada pada ketinggian 936 mdpl dan letak geografis pada 06 50.007LS dan 107 o 03.056BT. Kondisi geografis merupakan daerah perbukitan bergelombang dan berada jauh dari pemukiman penduduk. d. Cisarua Integrated Farming-Cisarua-Kabupaten Bogor Cisarua Integrated Farming atau disingkat CIF merupakan peternakan skala sedang milik swasta yang berada di Kelurahan Cisarua diatas ketinggian 1111 mdpl dan letak geografis 6 42.0070LS dan 106 o .56.0158BT dengan kondisi geografis merpakan perbukitan bergelombang serta dekat dengan hutan lindung milik Kementrian Kehutanan. letak peternakan persis didekat kebun binatang Taman Safari-Cisarua.

Transcript of G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di...

Page 1: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

14

model baru. Model gabungan telah mengalami pengurangan jumlah parameter akibat

adanya peubah-peubah yang digabungkan karena kedekatan nilai kemiringan/slope.

Untuk menguji kebaikan diantara kedua model, maka harus di lihat dengan uji Cp

Mallow. Uji Cp Mallow digunakan untuk menganalisa kebaikan diantara dua model yang

dihasilkan dari regresi dummy, yaitu antara model secara keseluruhan (Full model) dan

model gabungan (Reduce Model). Rumus yang digunakan dalam perhitungan Cp Mallow

adalah:

(

)

dimana:

p = jumlah observasi

n = jumlah parameter

s2dan σ

2 = ragam reduce dan full model

Model yang baik adalah yang memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan

banyaknya parameter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Lokasi Penelitian

Gambaran lokasi penelitian yang diuraikan adalah kondisi geografis masing-

masing lokasi. Berikut ini adalah uraian dari masing-masing lokasi penelitian, yaitu :

a. Kelompok Ternak Pondok Ranggon-Jakarta Timur

Kelompok Ternak Pondok Ranggon merupakan kumpulan peternak sapi perah di

Jakarta Timur yang berada di Kelurahan Pondok Ranggon diatas ketinggian 80 mdpl dan

letak geografis 6⁰21.4242LS dan 106⁰54.3702BT dengan kondisi geografis merupakan

dataran rendah. Kelompok ternak pondok berada dekat dengan kantor kelurahan Pondok

Ranggo-Jakarta Timur serta berhadapan dengan TPU Pondok Ranggon.

b. Kelompok Ternak Kebon Pedes-Kota Bogor

Kelompok Ternak Kebon Pedes-Bogor merpakan kelompok ternak yang letaknya

menyebar, merupakan kumpulan peternak sapi perah di Kota Bogor yang berada di

Kelurahan Kebon Pedes diatas ketinggian 250 mdpl dan letak geografis 6⁰34.0217LS dan

106⁰47.8698BT dengan kondisi geografis merupakan dataran rendah.

c. BPPT Bunikasih-Cianjur

Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa

Bunikasih, Kecamatan Cugenang. BPPT Bunikasih berada pada ketinggian 936 mdpl dan

letak geografis pada 06⁰50.007LS dan 107o03.056BT. Kondisi geografis merupakan

daerah perbukitan bergelombang dan berada jauh dari pemukiman penduduk.

d. Cisarua Integrated Farming-Cisarua-Kabupaten Bogor

Cisarua Integrated Farming atau disingkat CIF merupakan peternakan skala sedang

milik swasta yang berada di Kelurahan Cisarua diatas ketinggian 1111 mdpl dan letak

geografis 6⁰42.0070LS dan 106o.56.0158BT dengan kondisi geografis merpakan

perbukitan bergelombang serta dekat dengan hutan lindung milik Kementrian

Kehutanan. letak peternakan persis didekat kebun binatang Taman Safari-Cisarua.

Page 2: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

15

e. BPPT Cikole-Lembang, Bandung

BPPT Cikole, Lembang-Bandung adalah salah satu balai penelitian peternakan

milik Provinsi Jawa Barat yang terletak di jalan raya Tangkubang Perahu Km.21. Desa

Cikole, Kecamatan lembang Kabupaten Bandung Utara diatas ketinggian 1225 mdpl.

Posisi geografis terletak di 06⁰48.1644LS dan 107⁰39.0906BT dengan kondisi geografis

sedikit berbukit dan menurun.

Eksplorasi Data secara Deskriptif

Eksplorasi data secara desktiptif bertujuan untuk gambaran masing-masing peubah

dan visualisasi secara grafis mengenai hubungan peubah-peubah bebas terhadap produksi

susu. Pola hubungan yang ditunjukkan melalui gambar ini dibuat berdasarkan data rataan

masing-masing wilayah/kelompok. Hasil analisis deskriptif dari data penelitian secara

lebih detail dijelaskan dalam dua bagian.

Hubungan Peubah Fisiologis terhadap Produksi Susu

Peubah fisiologis seperti umur dan bobot badan merupakan peubah yang secara

langsung berpengaruh terhadap produktivitas sapi dalam menghasilkan susu. Hubungan

antara masing-masing peubah terhadap produksi susu sebagai berikut:

a. Hubungan Umur Sapi dengan Produksi Susu

Umur sapi secara teori dan konseptual menunjukkan hubungan yang kuadratik,

dimana terjadi peningkatan produksi pada usia tertentu lalu kemudian akan turun

kembali, hal ini karena pada usia tertentu kemampuan organ untuk memproduksi susu

sapi telah menurun mengikuti pola kuadratik. Menurut Basya (1983), puncak produksi

sapi FH dicapai pada usia 6-8 tahun. Hubungan umur dengan produksi susu disajikan

pada Gambar 3.

Gambar 3 Hubungan umur terhadap produksi susu

Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa puncak produksi dicapai pada umur 7

tahun (bulan ke 85-95) kiri ke kanan, akan tetapi ada terjadi kenaikan produksi setelah

laktasi melewati masa puncaknya. Hal ini karena manajemen yang baik dari peternak

hingga dapat meningkatkan produksi. Sapi FH mengalami peningkatan laktasi pertama

02468

101214161820

Pro

du

ksi S

usu

rat

a-r

ata

(lit

er/

har

i)

Umur (bulan)

Page 3: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

16

ke laktasi selanjutnya, dan meningkat terus hingga umur 6-8 tahun, setelah periode ini

produksinya akan turun secara perlahan sampai usia tua. Hal ini sesuai dengan yang

dinyatakan oleh Anggraeni (2007) bahwa puncak produksi susu sapi dicapai pada laktasi

ke empat, yaitu pada usia 6-7 tahun.

b. Hubungan Bobot Badan terhadap Produksi Susu

Bobot badan sapi yang tinggi menandakan bahwa sapi sehat, dengan konsumsi

pakan yang tinggi diiringi dengan produksi dan reproduksi yang baik. Sapi FH yang

memiliki pertumbuhan bobot badan yang baik cenderung memiliki produksi susu yang

tinggi, hal ini karena ini karena adanya cadangan energi yang dapat digunakan untuk

memproduksi susu selain dari pakan. Hasil pengamatan hubungan bobot badan terhadap

produksi susu sapi disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Hubungan bobot badan terhadap produksi susu

Pertumbuhan bobot badan sapi FH tidak diperkenankan terlalu gemuk, hal ini

karena lemak yang terlalu banyak akan menghambat sekresi air susu sehingga berpotensi

mengurangi produksi susu. Selanjutnya Waltner et al. (1993) menyatakan bahwa

produksi susu meningkat pada saat bobot badan mencapai optimal dan akan menurun

apabila bobot badan melebihi standar optimal. Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan

bahwa pertambahan bobot badan akan meningkatkan produksi susu. Hal ini sesuai

dengan dengan Wright et al. (1989) bahwa energi yang tersedia dalam tubuh sapi (dalam

bentuk lemak) digunakan untuk metabolisme, laktasi dan aktivitas.

Hubungan Peubah Lingkungan (THI) terhadap Produksi Susu

Sapi FH adalah sapi yang berasal dari Eropa dengan suhu dan kelembaban tinggi.

Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap produksi

susu. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan cekaman stress ternak, begitupun

kelembaban yang berkorelasi dengan penurunan produksi susu. Silva et al (2007)

menyatakan bahwa studi ilmiah telah menetapkan bahwa peristiwa stress panas

berhubungan dengan kombinasi faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban,

radiasi matahari dan kecepatan angin. Indeks THI merupakan kombinasi yang

dirumuskan untuk menentukan tingkat cekaman suhu dan kelembaban yang dialami oleh

sapi. Menurut Bohmanova et al (2007) indeks suhu kelembaban (THI) telah digunakan

sebagai sarana untuk kuantifikasi tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan oleh stres

panas. Hubungan indeks THI dengan produksi susu disajikan pada Gambar 5.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

400-435 436-470 471-505 506-540 541-570

Pro

du

ksi S

usu

rat

a-r

ata

(Lit

er/

har

i)

Bobot Badan (Kg)

Page 4: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

17

Gambar 5 Hubungan Indeks THI terhadap produksi susu

Gambar 5 menunjukkan bahwa indeks THI berbanding terbalik dengan produksi

susu. Tingkat produksi yang lebih baik pada THI lebih rendah menunjukkan pengaruh

yang kuat dari faktor iklim (suhu dan kelembangan) sekitar yang ditunjang manajemen

adaptasi sapi yang lebih baik terhadap cekaman panas. Model regresi produksi

berdasarkan THI memberikan nilai R2 sebesar 94.2%, yang artinya sebanyak 94.2%

keragaman produksi susu dijelaskan oleh THI. Igono et al (1992) dan Frank et al (2009)

suhu yang tinggi akan menyebabkan penurunan produksi susu. Selanjutnya ditegaskan

oleh Nesamvuni et al (2012) bahwa sapi di bawah tekanan berat akan mengalami

penurunan produktivitas susu sekitar 10-25% dan juga penurunan kinerja reproduksi

mereka.

Gambar 5 menunjukkan bahwa indeks THI cenderung menyebabkan pengaruh

negatif terhadap produksi susu. Tingkat produksi yang lebih baik dibandingkan pada

peternakan yang memiliki indeks THI lebih rendah menunjukkan bahwa pengaruh suhu

dan kelembaban sangat besar terhadap produksi susu.

Hubungan Peubah Nutrisi Pakan terhadap Produksi Susu

Protein Kasar, Energi dan Bahan Kering adalah beberapa unsur gizi utama yang

dibutuhkan oleh sapi untuk produksi dan reproduksi serta pertumbuhan sapi. Protein

kasar adalah semua zat makanan yang mengandung nitrogen. Dalam protein rata-rata

mengandung nitrogen 10%. Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan kering

merupakan salah satu zat gizi yang terdapat pada bahan pangan susu selain air.

Komponen yang terdapat dalam bahan kering susu, antara lain laktosa, protein, lemak

dan abu. Energy adalah salah satu zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak. Energy oleh

ternak didapatkan dari Karbohidrat (95%), Protein (70%) dan Lemak. Kandungan energy

didalam lemak mempunyai kandungan energy yang paling tinggi yaitu 2.25 kali

karbohidrat dan protein. Hubungan antara Protein Kasar, Energi (TDN) dan Bahan

Kering terhadap produksi susu disajikan pada Gambar 6.

S = 0.84173890

r = 0.96583466

69.0 71.3 73.6 76.0 78.3 80.6 82.9 85.27.00

8.21

9.4110.6211.8313.0414.2415.4516.6617.8719.0720.28

Y=58.288-0.5777THI

R2 = 96.5 %

Page 5: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan
Page 6: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

19

Berdasarkan hasil pengamatan, kisaran umur sapi di lokasi Jakarta Timur berada

pada 24-82 bulan dengan rata-rata umur sapi 48 bulan. Sedangkan untuk bobot badan

sapi antara 408-449 kg dengan rataan 431 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK

berturut-turut sekitar 1.87 kg/ekor, 8.7 kg/ekor dan 22.52 kg/ekor. Kisaran umur sapi di

lokasi Kota Bogor berada pada 27-65 bulan dengan rata-rata umur sapi 46 bulan.

Sedangkan untuk bobot badan sapi antara 400-470 kg dengan rataan 432 kg. Rataan

konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.38 kg/ekor, 6.48 kg/ekor dan 16.66

kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi BPPT Bunikasih-Cianjur berada pada 41-56 bulan

dengan rata-rata umur sapi 49 bulan. Sedangkan untuk bobot badan sapi antara 426-530

kg dengan rataan 478 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 2.11

kg/ekor, 10.48 kg/ekor dan 24.04 kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi Cisarua-

Kabupaten Bogor berada pada 24-120 bulan dengan rata-rata umur sapi 76 bulan.

Sedangkan untuk bobot badan sapi antara 487-570 kg dengan rataan 506 kg. Rataan

konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 1.95 kg/ekor, 8.22 kg/ekor dan 16.16

kg/ekor. Kisaran umur sapi di lokasi BPPT BPPT Cikole-Lembang berada pada 60-88

bulan dengan rataan umur sapi 76 bulan. Untuk bobot badan sapi antara 426-530 kg

dengan rataan 458 kg. Rataan konsumsi PK, TDN dan BK berturut-turut sekitar 3.21

kg/ekor, 12.24 kg/ekor dan 29.12 kg/ekor.

Tabel 4 Kondisi Iklim Lokasi

Ketinggian

Produksi

(lt/hari)

Umur

(Bln)

Suhu

(oC)

RH

(%)

Indeks

THI

---------------------rata-rata--------------

Pondok Ranggon-Jakarta Timur

(80mdpl) 11 48 30 75 82

Kebon Pedes-Kota Bogor

(215mdpl) 11 46 30 80 83

Cugenang-Cianjur

(936mdpl) 14 49 27 75 77

Cisarua-Kab.Bogor

(1111mdpl) 17 76 22 93 72

Lembang-Bandung

(1225 mdpl) 18 76 23 88 73

Berdasarkan Tabel 4 hasil pengamatan dan pengukuran variabel-variabel amatan

di lapangan secara deskriptif menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

antara ketingggian, suhu dan produksi susu. Semakin tinggi ketinggian (semakin rendah

suhu) lokasi studi akan semakin meningkatkan produksi susu. Suhu dan kelembaban erat

kaitannya dengan produksi susu sapi. Sapi yang mengalami cekaman panas cenderung

akan terganggu produksi dan reproduksinya. Saat keadaan suhu telah mencapai tingkat

stress, sapi akan menambah minum dan akibatnya asupan makanan akan berkurang,

bobot badanpun akan berkurang akibatnya produksi susu akan menurun. Silva et al.

(2007) menyatakan bahwa peristiwa stress panas berhubungan dengan kombinasi faktor-

faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, radiasi matahari dan kecepatan angin.

Menurut Igono et al. (1992) dan Frank et al. (2009), suhu yang tinggi akan menyebabkan

penurunan produksi susu. Selanjutnya ditegaskan oleh Nesamvuni et al. (2012) bahwa

sapi di bawah tekanan berat akan mengalami penurunan produktivitas susu sekitar 10-

25% dan juga penurunan kinerja reproduksi mereka. Sebaliknya Darwin (2001)

menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan global peternak harus meningkatkan

Page 7: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

20

produksinya sekitar 2% pertahun. Korelasi antara ketinggian dan suhu cenderung negatif,

artinya semakin tinggi letak suatu wilayah maka suhu akan semakin rendah. Akan tetapi

hal ini tidak berlaku pada lokasi Cisarua dan Bandung. Hal ini disebabkan lokasi di

bandung sangat dekat dengan pemukiman padat dan jalan raya, yang merupakan daerah

terbuka, akibatnya sinar matahari akan dipantulkan sehingga terjadi peningkatan suhu

lokasi studi.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu

Pengaruh Umur terhadap Produksi Susu

Pemodelan fungsi produksi dari data-data amatan dilakukan dengan analisis

regresi untuk mengetahui peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap produksi susu.

Regresi adalah suatu persamaan matematik yang memungkinkan kita untuk meramalkan

suatu nilai-nilai peubah tak bebas dari nilai-nilai satu atau lebih peubah bebas (Walpole,

1992).

Umur merupakan faktor fisiologis dari suatu individu, dalam hal ini adalah sapi

perah. Kemampuan sapi untuk menghasilkan susu umumnya saat sapi telah mencapai

umur tertentu (2 tahun) atau setelah laktasi pertama. Setiap pertambahan umur, rataan

total produksi susu yang dihasilkan sapi akan turut berubah. Hal ini karena menyangkut

kematangan fisiologis sapi dan kemampuannya menghasilkan susu yang optimal.

Sehingga, peubah umur dianggap sebagai peubah yang paling berpengaruh terhadap

produksi susu sapi. Oleh karena itu, sebelum melihat faktor-faktor lain yang

mempengaruhi produksi susu, langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah menguji

pengaruh umur terhadap produksi susu.

Menurut Sudono et al. (1999), umur sapi perah adalah salah satu faktor yang

mempengaruhi produksi susu. Peningkatan umur seiring dengan peningkatan rataan

produksi dengan mengikuti pola kuadratik, dimana apabila produksi telah mencapai

puncaknya pada umur tertentu, maka produksi akan menurun mengikuti pertambahan

umur. Plot pencaran antara umur dengan produksi susu menunjukkan pola kuadratik

yang mencerminkan hubungan antara keduanya disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Hubungan kuadratik umur terhadap produksi susu

Gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan umur terhadap produksi mengikuti pola

kuadratik, dimana terjadi peningkatan produksi hingga mencapai puncak pada umur

12010080604020

22.5

20.0

17.5

15.0

12.5

10.0

7.5

5.0

Umur

PR

OD

UK

SI

S 3.34855

R-Sq 26.0%

R-Sq(adj) 24.1%

Fitted Line PlotPRODUKSI = 5.618 + 0.1940 Umur

- 0.000888 Umur**2

Page 8: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

21

tertentu lalu akan turun kembali. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Basya (1983),

dimana puncak produksi akan terjadi pada umur sapi sekitar 6-8 tahun dan setelah itu

akan turun kembali.

Hasil uji signifikansi koefesien regresi dari persamaan (1) disajikan pada Tabel 5.

Nilai P untuk semua koefesien regresi lebih kecil dari α = 0.1, dengan demikian umur

memberikan pengaruh yang nyata secara kuadratik terhadap produksi susu.

Tabel 5 Taraf nyata regresi umur terhadap produksi

Prediktor Koefisien S.E Koefisien P (α=0.1)

Umur 0.194 0.074 0.011

Umur2 -0.00089 0.001 0.095

Konstanta 5.618 2.325 0.018

Pengaruh Bobot Badan, Pakan dan Lingkungan terhadap Produksi Susu

Model regresi kuadratik dari produksi susu berdasarkan umur memberikan nilai

R2 sebesar 26%. Hal ini berarti, baru 26% faktor umur dapat menjelaskan keragaman

produksi susu. Dengan demikian, masih ada faktor lain yang dapat menjelaskan

keragaman produksi susu. Secara matematis, model produksi berdasarkan umur dapat

dituliskan dalam persamaan (1).

Produksi = 5.618 + 0.194 umur - 0.00089 umur2+ error(1) ………….(1)

Error(1) pada persamaan (1) adalah sisaan (galat) yang merupakan komponen

penjelas keragaman produksi susu yang belum diketahui. Jika sisaan tersebut diuraikan

lagi menjadi sebuah model, maka akan diketahui faktor-faktor lain yang dapat

menjelaskan keragaman produksi susu. Hasil penguraian sisaan tersebut melalui regresi

linier berganda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil penguraian sisaan pada persamaan (1)

Prediktor Koefisien SE.Koefisien T P VIF

Constant -12.73 39.67 -0.32 0.749

BB 0.01987 0.01148 1.73 0.088 2.423

PK 24.26 13.13 1.85 0.069 717.92

TDN -2.194 2.683 -0.82 0.416 309.58

BK -1.4741 0.6657 -2.21 0.03 117.435

Suhu 0.2193 0.7365 0.3 0.767 92.507

Ketinggian -0.0091 0.00679 -1.34 0.185 130.408

Kelembaban 0.0481 0.1723 0.28 0.781 32.159

Analisis regresi linier memiliki beberapa asumsi dasar yang harus dipenuhi, yaitu

galat menyebar normal, ragam homogen (homoskedastisitas), tidak terjadi autokorelasi

pada sisaan (non-autokorelasi), dan khusus pada regresi linier berganda mensyaratkan

tidak terjadi multikolinier. Multikolinier adalah terjadinya korelasi antar peubah bebas.

Pendeteksian adanya multikolinier ini dapat dilihat dari nilai VIF. Jika VIF bernilai lebih

besar dari 5, maka dianggap ada multikolinier antar peubah bebas.

Tabel 6 menunjukkan terjadi multikolinier yang kuat antar peubah bebas, kecuali

bobot badan (BB). Artinya, faktor kandungan pakan (PK, TDN, BK) dan faktor

lingkungan (suhu, ketinggian, kelembaban) satu sama lain saling berkorelasi kuat. Hal ini

juga mengindikasikan adanya peubah-peubah yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Page 9: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

22

Sehingga, peubah-peubah yang dimasukkan kedalam model regresi untuk pendugaan

produksi susu dapat dipilih beberapa peubah bebas saja.

Hasil analisis korelasi dan regresi turut memperkuat dugaan adanya multikolinier

pada peubah bebas (Tabel 6). Korelasi antara peubah bebas dengan peubah respon pada

Tabel 6 semuanya tinggi. Besarnya R2 juga semuanya tinggi (diatas 0.6). Hal ini

mengindikasikan bahwa peubah bebas pada Tabel 6 yang dipilih dapat mewakili peubah

respon. Artinya, untuk melihat peubah-peubah yang berpengaruh terhadap produksi susu,

cukup diambil beberapa peubah saja yang dapat mewakili peubah lainnya.

Nilai R2 menunjukkan besarnya keragaman peubah respon yang dapat dijelaskan

oleh peubah bebas. Berdasarkan nilai R2, PK dapat menjelaskan TDN sebesar 96.6%

dan dapat menjelaskan BK sebesar 69.5%, artinya PK dianggap dapat mewakili TDN

dan BK. Sehingga, untuk faktor pakan dapat diambil PK sebagai peubah yang masuk ke

dalam model regresi. Kemudian, suhu dapat menjelaskan ketinggian sebesar 86.8%,

artinya suhu dapat mewakili ketinggian. THI dapat menjelaskan suhu sebesar 98.3% dan

dapat menjelaskan kelembaban sebesar 68%. Dengan demikian, THI dapat mewakili

suhu dan kelembaban. Hal ini juga sesuai dengan rumus THI yang merupakan fungsi dari

suhu dan kelembaban. Sehingga, untuk faktor lingkungan dapat dipilih THI sebagai

peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi.

Tabel 7 Korelasi dan regresi antar faktor penjelas produksi susu

Peubah bebas Peubah respon P Korelasi R2

PK TDN 0.000 0.983 0.966

BK 0.000 0.833 0.695

Suhu Ketinggian 0.000 0.932 0.868

THI Suhu 0.000 0.991 0.983

Kelembaban 0.000 0.825 0.680

Selain itu, besarnya korelasi antara peubah bebas dengan produksi susu juga

menjadi alasan penguat pemilihan peubah bebas yang masuk ke dalam model regresi

(Tabel 8). Faktor pakan yang berkorelasi paling tinggi dengan produksi susu adalah PK,

yaitu 0.549. Sehingga sangat baik bila PK dipilih sebagai peubah bebas yang masuk ke

dalam model regresi. Faktor lingkungan, THI dipilih sebagai peubah bebas karena

besarnya korelasi terhadap produksi juga menunjukkan korelasi yang tinggi (-0.732).

Tabel 8 Korelasi antara peubah bebas dengan produksi susu

Peubah

Respon

Faktor Kandungan

Pakan Faktor Lingkungan

PK TDN BK Suhu Ketinggian Kelembaban THI

Produksi 0.549 0.459 0.153 -0.752 0.727 0.698 -0.732

Protein Kasar merupakan zat makanan hasil penguraian dari Bahan Kering

melalui analisa Proksimat. Ditinjau dari asal ilmu pakan tentang zat makanan dan

hubungan antar masing-masing zat makanan, protein kasar juga merpakan salah satu

bentuk energi yang diserap oleh tubuh ternak, sedangkan TDN merupakan gabungan

energi yang terserap kedalam tubuh ternak, artinya peran TDN dalam hal sebagai peubah

pakan dapat diwakili oleh PK, selain itu keberadaan TDN sebagai energi dapat

digantikan oleh protein, karena protein dapat berubah menjadi energi, sedangkan energi

tidak dapat berubah menjadi protein. Total Digestible Nutrien (TDN) atau total nutrient

Page 10: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

23

tercerna adalah jumlah nutrisi tercerna atau jumlah zat makan dari bahan makanan yang

dapat dicerna. Nilai TDN merupakan nilai energy dari protein, serat kasar, Bahan Ekstrak

Tanpa Nitrogen (BETA-N) dan nilai energy dari lemak yang terserap kedalam tubuh

sapi.

Menurut Bohmanova et al.(2007) indeks suhu kelembaban (THI) telah banyak

digunakan sebagai sarana untuk kuantifikasi tingkat ketidaknyamanan yang disebabkan

oleh stres panas. THI adalah fungsi dari suhu udara dan kelembaban. Secara umum

dianggap bahwa sapi perah menunjukkan tanda-tanda stres panas ringan hingga berat dan

produksi susu berkurang ketika THI melewati ambang batas kritis dari 72.

Setelah dilakukan seleksi peubah yang tidak multikolinier, maka peubah yang

masuk ke dalam model regresi pada penguraian sisaan dari persamaan (1) adalah bobot

badan, PK, dan THI. Hasil analisis regresi ulang terhadap peubah-peubah terpilih

tersebut disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai VIF sudah lebih

kecil dari 5, sehingga asumsi tidak terjadi multikolinier antar peubah bebas sudah

terpenuhi.

Tabel 9 Uji parsial penguraian sisaan pada persamaan (1) dengan peubah terpilih

Prediktor Koefisien SE Koefisien T P VIF

Constant 0.990 11.95 0.08 0.934

BB 0.021 0.011 1.87 0.065 1.990

PK 1.166 0.631 1.85 0.068 1.493

THI -0.163 0.095 -1.71 0.092 2.651

Hasil analisis regresi menunjukkan peubah bebas terpilih yaitu BB, PK, dan THI

berpengaruh nyata (α=0.1) terhadap sisaan (error 1). Hal ini berarti bahwa sisaan dari

model pada persamaan (1) dapat diuraikan menjadi bobot badan, protein kasar, dan THI,

melalui model pada persamaan (2). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa selain umur

yang berpengaruh nyata secara kuadratik, faktor lain yang turut berpengaruh terhadap

produksi susu adalah bobot badan, protein kasar, dan THI. Selain uji parsial seperti

ditampilkan pada Tabel 9, uji simultan menggunakan anova juga dapat dilihat pada Tabel

10.

Error (1) = 0.990 + 0.021 BB + 1.166 PK – 0.163 THI + error (2)…...…..(2)

Sehingga fungsi regresi keseluruhan adalah:

Y= 6.608+0.1940 Umur - 0.000888 Umur2 + 0.021BB+1.166PK- 0.163 THI........(3)

Tabel 10 Anova hasil uji simultan penguraian sisaan pada persamaan (1)

Sumber

keragaman

Derajat

bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F P

Regresi 3 300.70 100.23 13.45 0.000

Galat 77 573.90 7.45

Total 80 874.60 Keterangan : S = 2.73

R-square dari regresi secara keseluruhan adalah 75.9%, yang artinya sebesar

75.9% keragaman produksi susu dijelaskan oleh umur, bobot badan, PK dan THI.

Pengujian asumsi selain masalah multikolinier dalam analisis regresi yang melibatkan

Page 11: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

24

peubah bebas bobot badan, protein kasar, dan THI ditampilkan pada Gambar 8. Asumsi

normalitas dapat dilihat dari normal probability plot. Pada gambar tampak bahwa plot

sisaan (residual) telah mengikuti garis lurus, yang berarti bahwa sisaan telah menyebar

normal. Asumsi homoskedastisitas dapat dilihat dari plot antara residual dengan dugaan

produksi (fitted value). Pada gambar terlihat titik-titik pada plot pencaran tidak

menunjukkan pola tertentu, yang berarti bahwa ragam sisaan homogen. Artinya, asumsi

homoskedastisitas telah terpenuhi. Asumsi non-autokorelasi dapat dilihat dari plot sisaan

pada setiap pengamatan (residual versus observation order). Pada gambar tampak bahwa

plot sisaan tidak membentuk pola tertentu, artinya tidak terdapat autokorelasi pada

sisaan. Sehingga, asumsi non-autokorelasi telah terpenuhi.

Gambar 8 Hasil uji normalitas, homogenitas dan autokorelasi antar peubah

Dalam analisis regresi, sisaan harus menyebar normal dan bebas satu sama lain.

Dengan kata lain, sisaan pada pengamatan ke-i tidak tergantung pada sisaan pengamatan

lain. Apabila sisaan telah menyebar bebas dengan rataan nol dan ragam σ2, maka sisaan

tersebut dikatakan sebagai white noise. Nilai keragaman white noise yang menyebar

normal dengan nilai tengah sama dengan nol dan keragaman σ2ω, yang biasanya ditulis

dalam bentuk ω(i) ~ N (0, σ2ω).

Untuk melihat kebebasan sisaan antar pengamatan dapat dilihat melalui plot

pencaran dan regresi antara sisaan ke-i dengan sisaan ke-(i-1), dalam hal ini adalah

error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1), dimana i = 1, …, n dan n adalah banyaknya

pengamatan. Gambar 9 menunjukkan plot pencaran antara error(2) ke-i dengan error(2)

ke-(i-1) tidak mengikuti pola apapun atau sudah menyebar acak. Hal ini berarti bahwa

sisaan dalam model yang dibentuk melalui persamaan (2) telah menyebar bebas.

1050-5-10

99.9

99

90

50

10

1

0.1

Residual

Pe

rce

nt

420-2-4

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

Fitted ValueR

esid

ua

l

6420-2-4

12

9

6

3

0

Residual

Fre

qu

en

cy

80706050403020101

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

Observation Order

Re

sid

ua

l

Normal Probability Plot Versus Fits

Histogram Versus Order

Residual Plots for E_U

Page 12: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

25

Gambar 9 Plot pencaran antara error (2) ke-i dengan error (2) ke-(i-1)

Analisis regresi antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1) memberikan nilai P =

0.494 > α = 0.1 pada uji parsial (Tabel 11). Hal ini berarti bahwa sisaan dari pengamatan

yang satu tidak mempengaruhi sisaan pada pengamatan yang lain. Sehingga, sisaan

(galat) dari model pada persamaan (2) telah menyebar normal bebas dengan rataan 0 dan

ragam = 2.732 , atau ditulis dengan ω(i) ~ N (0, 2.73

2). Dengan demikian, pembentukan

model pendugaan produksi susu sudah cukup dengan dua model yang dinyatakan dalam

persamaan (1) dan persamaan (2).

Tabel 11 Hasil analisis regresi antara error(2) ke-i dengan error(2) ke-(i-1)

Prediktor Koefisien SE Koefisien T P

error(2) ke-(i-1) 0.077 0.1121 0.69 0.494

Koefesien regresi dari THI bertanda negatif, hal ini berarti bahwa THI

memberikan pengaruh yang berbanding terbalik dengan produksi. Artinya, semakin

tinggi THI maka produksi susu akan menurun. Sapi perah akan nyaman pada nilai THI

dibawah 72. Jika THI melebihi 72 maka sapi perah Fries Holland akan mengalami stress

ringan (72≤THI≤79), stress sedang (80≤THI≤89) dan stress berat (90≤THI≤97)

(Wierema 1990). Hasil penukuran suhu dan kelembaban (indeks THI) berdasarkan nilai-

nilai yang digunakan oleh Wierema dapat dinyatakan bahwa sapi di Jakarta Timur dan

Kota Bogor mengalami stress sedang (keadaan bahaya) sedangkan sapi didaerah Cisarua,

Cianjur dan Bandung mengalami stress ringan (keadaan waspada).

Sapi FH adalah sapi yang berasal dari negara beriklim sedang, dengan temperatur

udara berkisar dari -5oC hingga 21

oC (Jhonson, 1987). Suhu dan kelembaban merupakan

dua faktor iklim yang dapat mempengaruhi produksi susu sapi, karena dapat

menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air,

keseimbangan energy dan tingkah laku ternak, (Esmay, 1982). Untuk kehidupan dan

produksinya, ternak memerlukan suhu yang optimum. Suhu ideal untuk sapi perah jenis

FH Menurut McDowell (1972) adalah 13-19oC; 4-25 Yousef (1985); 5-25

oC Jones &

Stallings (1999) dengan kelembaban relative (RH) sekitar 55% (Esmay 1982). Menurut

Sutardi (1981), sapi FH dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada lingkungan

dengan suhu udara sekitar ±18oC. Hubungan antara suhu dan kelembaban disebut

Temperature Humidity Index (THI). Sapi FH akan menunjukkan penampilan produksi

terbaiknya apabila berada pada suhu 18.3oC dengan kelembaban 55%, Suhu dan

kelembaban di Indonesia berkisar dari 24-34oC dan 60-90%, (Yani & Purwanto 2006).

Hasil perhitungan nilai THI dari tabel yang digunakan maka dapat dinyatakan bahwa

sapi di Jakarta Timur dan Kota Bogor mengalami stress sedang (keadaan bahaya)

7.55.02.50.0-2.5-5.0

7.5

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

lag_RESI2R

ES

I2

Scatterplot of RESI2 vs lag_RESI2

Page 13: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

26

sedangkan sapi didaerah Cisarua, Cianjur dan Bandung mengalami stress ringan

(keadaan waspada).

Pendugaan produksi susu

Pendugaan Produksi Susu berdasarkan Indeks Iklim

Peningkatan umur sapi dan indeks THI secara teori dan konseptual akan

mengakibatkan penurunan produksi susu secara perlahan, hal ini karena peningkatan

indeks THI akan berkorelasi dengan peningkatan cekaman panas (stress) sapi, untuk itu

dilakukan suatu upaya untuk menduga dampak cekaman panas terhadap produksi susu

dan upaya adaptasinya. Untuk melihat secara lebih detail dampak dari cekaman panas

dan adaptasinya terhadap tingkat produksi susu sapi dilakukan penghitungan laju

perubahan produksi susu berdasarkan fungsi regresi yang melibatkan peubah bebas

umur, PK dan indeks THI.

Pendugaan perubahan produksi susu terhadap perubahan indeks THI dilakukan

dengan dua (2) tahap, yaitu 1. Membuat model produksi berdasarkan umur, yang

memberikan sisaaan / error (1), Kedua, menguraikan error (1) kedalam fungsi dari THI,

yang menghasilkan error (2). Secara matemastis, pembentukan model pendugaan

produksi susu terhadap THI disajikan pada persamaan berikut:

Model 1: produksi = f (umur) +error (1)

Model 2: error (1) = f (THI) + error (2)

Hasil analisa data memberikan model dugaan produksi sebagai berikut:

Produksi = 5.618 +0.1940 Umur – 0.000888 Umur2 + error (1)

Error (1) = 26.7 - 0.344 THI + error (2)

Sehingga model dugaan produksi secara keseluruhan adalah:

– ..................(4)

Peningkatan suhu dan kelembaban secara langsung akan meningkatkan cekaman

panas terhadap sapi perah, hal ini akan berdampak terhadap peningkatan minum sapi dan

mengurangi intake pakan sehingga akan berdampak terhadap penurunan rataan produksi

susu harian.

Berdasarkan dugaan error dari umur dan indeks THI maka dapat dilakukan

pengujian dugaan perubahan produksi susu akibat dari peubah umur dan indeks THI

dengan mencoba satu kelompok umur misal umur 108 bulan (9 tahun) akan didapatkan

dugaan produksi susu pada keadaan asumsi bobot badan dan asupan PK tetap adalah 16.2

liter/hari, dan dugaan produksi pada suhu dan kelembaban tertentu disajikan pada tabel

12.

Page 14: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

27

Tabel 12 Tabel dugaan persentase perubahan produksi susu pada sapi umur 108 bulan

terhadap berbagai tingkat THI

Secara lebih detail perubahan produksi susu disajikan Berdasarkan indeks THI

(Tabel Wierema) dan tabel dugaan persentase perubahan produksi susu untuk sapi

berumur 108 bulan (Tabel 12) maka dapat disimpulkan bahwa produksi susu sapi perah

pada umur 108 bulan (9 tahun) pada keadaan normal mempunyai peningkatan produksi

diatas 14.04%, pada keadaan stress ringan akan terjadi perubahan produksi sebanyak -

2.94% hingga 11.92%, pada saat stress sedang sapi akan mengalami penurunan produksi

berkisar dari 5.06% hingga 24.26%, dan pada keadaan stress berat penurunan

produksinya lebih dari -26.28%.pada Tabel 13.

Tabel 13 Dugaan tingkat produksi susu terhadap tingkat THI

Hasil penghitungan produksi susu pada Tabel 12 dan Tabel 13 dapat dilihat

peningkatan produksi terbaik tercapai pada suhu 21⁰C, hal ini sesuai dengan yang

dikatakan oleh Yousef (1985) suhu efektif untuk sapi perah berkisar dari 4-25⁰C dan

menurut Jones & Stallings (1999) berkisar dari 5-25⁰C, semakin rendah suhu dan

kelembaban maka produksi susu akan semakin tinggi dan juga sesuai dengan hasil kajian

IPCC, dimana akan terjadi penurunan produksi susu dunia sebanyak 1.39% di Asia

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

21 28.90 28.90 28.90 26.77 26.77 26.77 24.65 24.65 24.65 22.53 22.53 22.53 20.41 20.41 20.41 18.29 18.29 18.29 16.16 16.16

22 26.77 26.77 26.77 24.65 24.65 22.53 22.53 22.53 20.41 20.41 18.29 18.29 18.29 16.16 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 11.92

23 24.65 24.65 22.53 22.53 22.53 20.41 20.41 18.29 18.29 16.16 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 11.92 9.80 9.80 7.67 7.67

24 22.53 22.53 20.41 20.41 18.29 18.29 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 11.92 9.80 9.80 7.67 7.67 5.55 5.55 3.43 3.43

26 20.41 20.41 18.29 18.29 16.16 16.16 14.04 14.04 11.92 9.80 9.80 7.67 7.67 5.55 5.55 3.43 3.43 1.31 1.31 -0.81

27 18.29 18.29 16.16 16.16 14.04 11.92 11.92 9.80 9.80 7.67 5.55 5.55 3.43 3.43 1.31 -0.81 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06

28 18.29 16.16 14.04 14.04 11.92 9.80 9.80 7.67 5.55 5.55 3.43 1.31 1.31 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06 -7.18 -7.18 -9.30

29 16.16 14.04 11.92 9.80 9.80 7.67 5.55 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -11.43 -13.55

30 14.04 11.92 9.80 7.67 7.67 5.55 3.43 1.31 -0.81 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -13.55 -15.67 -17.79

31 11.92 9.80 7.67 5.55 3.43 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -17.79 -19.91 -22.04

32 9.80 7.67 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28

33 7.67 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52

34 5.55 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52 -32.65 -34.77

36 3.43 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -7.18 -9.30 -11.43 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52 -32.65 -34.77 -36.89 -39.01

37 1.31 -0.81 -2.94 -5.06 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -34.77 -36.89 -39.01 -41.14 -43.26

38 -0.81 -2.94 -5.06 -9.30 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -22.04 -26.28 -28.40 -30.52 -32.65 -34.77 -36.89 -41.14 -43.26 -45.38 -47.50

39 -2.94 -5.06 -7.18 -11.43 -13.55 -15.67 -17.79 -19.91 -24.16 -26.28 -28.40 -30.52 -34.77 -36.89 -39.01 -41.14 -43.26 -47.50 -49.62 -51.75

40 -5.06 -7.18 -9.30 -13.55 -15.67 -17.79 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -34.77 -36.89 -39.01 -43.26 -45.38 -47.50 -49.62 -53.87 -55.99

41 -7.18 -9.30 -13.55 -15.67 -17.79 -22.04 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -34.77 -36.89 -41.14 -43.26 -45.38

42 -9.30 -11.43 -15.67 -17.79 -19.91 -24.16 -26.28 -30.52 -30.52 -34.77 -39.01 -41.14 -43.26 -47.50 -49.62

43 -11.43 -13.55 -17.79 -19.91 -24.16 -26.28 -28.40 -32.65 -32.65 -39.01 -41.14 -45.38 -47.50 -49.62 -53.87

Kelembaban Relatif (%)T

emp

era

tur,

⁰C

Stress ringan

Stress sedang

Stress berat

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

21 20.89 20.89 20.89 20.55 20.55 20.55 20.21 20.21 20.21 19.86 19.86 19.86 19.52 19.52 19.52 19.17 19.17 19.17 18.83 18.83

22 20.55 20.55 20.55 20.21 20.21 19.86 19.86 19.86 19.52 19.52 19.17 19.17 19.17 18.83 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 18.14

23 20.21 20.21 19.86 19.86 19.86 19.52 19.52 19.17 19.17 18.83 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 18.14 17.80 17.80 17.45 17.45

24 19.86 19.86 19.52 19.52 19.17 19.17 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 18.14 17.80 17.80 17.45 17.45 17.11 17.11 16.77 16.77

26 19.52 19.52 19.17 19.17 18.83 18.83 18.49 18.49 18.14 17.80 17.80 17.45 17.45 17.11 17.11 16.77 16.77 16.42 16.42 16.08

27 19.17 19.17 18.83 18.83 18.49 18.14 18.14 17.80 17.80 17.45 17.11 17.11 16.77 16.77 16.42 16.08 16.08 15.73 15.73 15.39

28 19.17 18.83 18.49 18.49 18.14 17.80 17.80 17.45 17.11 17.11 16.77 16.42 16.42 16.08 15.73 15.73 15.39 15.05 15.05 14.70

29 18.83 18.49 18.14 17.80 17.80 17.45 17.11 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.73 15.39 15.39 15.05 14.70 14.36 14.36 14.01

30 18.49 18.14 17.80 17.45 17.45 17.11 16.77 16.42 16.08 16.08 15.73 15.39 15.05 15.05 14.70 14.36 14.01 14.01 13.67 13.33

31 18.14 17.80 17.45 17.11 16.77 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 13.33 12.98 12.64

32 17.80 17.45 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95

33 17.45 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 11.26

34 17.11 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 11.26 10.92 10.57

36 16.77 16.42 16.08 15.73 15.39 15.05 14.70 14.36 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 11.26 10.92 10.57 10.23 9.89

37 16.42 16.08 15.73 15.39 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.64 12.29 11.95 11.61 10.92 10.57 10.23 9.89 9.54 9.20

38 16.08 15.73 15.39 14.70 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.64 11.95 11.61 11.26 10.92 10.57 10.23 9.54 9.20 8.85 8.51

39 15.73 15.39 15.05 14.36 14.01 13.67 13.33 12.98 12.29 11.95 11.61 11.26 10.57 10.23 9.89 9.54 9.20 8.51 8.17 7.82

40 15.39 15.05 14.70 14.01 13.67 13.33 12.64 12.29 11.95 11.61 10.92 10.57 10.23 9.89 9.20 8.85 8.51 8.17 7.48 7.13

41 15.05 14.70 14.01 13.67 13.33 12.64 12.29 11.95 11.61 10.92 10.57 10.23 9.54 9.20 8.85

42 14.70 14.36 13.67 13.33 12.98 12.29 11.95 11.26 11.26 10.57 9.89 9.54 9.20 8.51 8.17

43 14.36 14.01 13.33 12.98 12.29 11.95 11.61 10.92 10.92 9.89 9.54 8.85 8.51 8.17 7.48

Kelembaban Relatif (%)

Tem

per

atu

r, ⁰

C

Stress ringan

Stress sedang

Stress berat

Page 15: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan
Page 16: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

29

Tingkat Optimal Produksi Susu berdasarkan PK dan Indeks THI

Pada pembahasan sebelumnya telah diperoleh hasil bahwa PK dan THI

berpengaruh nyata terhadap produksi susu. Untuk selanjutnya pembahasan difokuskan

untuk mengetahui optimalisasi produksi susu berdasarkan PK dan indeks THI.

Hubungan PK terhadap Produksi susu

Protein kasar (PK) adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi susu

harian. Penambahan PK pada kondisi tertentu berpotensi meningkatkan produksi susu,

hal ini karena protein merupakan salah satu zat makanan berupa energi yang dapat

digunakan untuk memproduksi susu. Siregar (2001) menyatakan bahwa peningkatan

konsumsi PK berpengaruh terhadap peningkatan produksi susu rata-rata harian. akan

tetapi walaupun PK terbukti berpengaruh terhadap peningkatakan produksi susu hal ini

perlu ditunjang dengan faktor lain yang mempengaruhi produksi susu seperti tingkat

kenyamanan ternak. Tingkat kenyamanan ternak di lima lokasi dengan ketinggian

berbeda memiliki indeks THI yang berbeda. Plot pencaran produksi susu berdasarkan

lokasi dan tingkat PK yang berbeda disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11 Plot Pencaran Produksi Susu terhadap PK di berbagai lokasi

Gambar 11 Menunjukkan bahwa penggunaan PK berdasarkan berbagai lokasi

ketinggian menujukkan pengaruh PK tiap lokasi cenderung berargam, sangat tergantung

kondisi iklim lokasi. Sebagai contoh pemberian PK pada lokasi dengan ketinggian

1225mdpl sangat berbeda jauh dengan jumlah PK yang diberikan pada peternakan yang

berada di ketinggian 1111mdpl, akan tetapi produksi susu yang dihasilkan tidak berbeda

jauh, hal ini karena rataan suhu diLembang kebih tinggi dibanding rataan suhu di daerah

Cisarua. Hal ini memperkuat dugaan bahwa faktor iklim paling berpengaruh terhadap

produksi susu sapi FH (Fries Holland). Rahadja, (2007) menyatakan bahwa faktor iklim,

khususnya suhu lingkungan sangat berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi pakan.

Suhu lingkungan yang naik sampai ±27oC bagi sapi FH menyebabkan produksi susu

menurun. Menurunnya produksi ini disebabkan oleh rendahnya nafsu makan. Hubungan

yang tidak efektif dari penggunaan PK berdasarkan Gambar 11 menyebabkan

3.53.02.52.01.51.0

22.5

20.0

17.5

15.0

12.5

10.0

7.5

5.0

PK

PR

OD

UK

SI

80

215

936

1111

1225

Ketinggian

Scatterplot of PRODUKSI vs PK

Page 17: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

30

ketidakefisienan penggunaan PK pada kondisi tertentu, untuk itu perlu dijelaskan

pengaruh PK terhadap indeks THI. Hubungan PK dan THI disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Hubungan PK berdasarkan THI

Gambar 12 merupakan ilustrasi selera makan sapi perah FH (Fries Holland) pada

berbagai kondisi THI. Hubungan PK dengan THI membentuk pola kuadratik, artinya

selera makan sapi juga akan mengikuti pola kuadratik seiring peningkatan THI. Selera

makan akan meningkat seiring peningkatan THI sampai kondisi tertentu dan setelah itu

selera makan akan menurun meskipun THI meningkat, hal ini karena pada saat THI

melebihi titik kenyamanan sapi lebih banyak minum sehingga konsumsi pakan yang

diberikan menurun.

Pengaruh PK untuk Setiap Lokasi

Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa pengaruh PK terhadap produksi susu

berbeda-beda, sangat tergantung pada lokasi (suhu dan kelembaban) masing-masing

lokasi. Pengaruh PK pada setiap lokasi dapat diketahui melalui analisis regresi dummy.

Hasil analisis regresi dummy disajikan pada persamaan (5):

..................(5)

Hasil uji parsial koefisien regresi dari persamaan 5 menunjukkan pengaruh PK

terhadap produksi susu tidak selalu nyata pada setiap wilayah. Wilayah-wilayah yang

tidak berpengaruh nyata dan memiliki koefisien regresi relatif sama dilakukan

penggabungan. Pada persamaan 5 tampak bahwa koefisien pengaruh lokasi dan pengaruh

PK untuk Cianjur dan Cisarua relatif sama sehingga kedua wilayah tersebut

digabungkan. Hasil analisis regresi dummy dari data penggabungan ini memberikan

model dugaan seperti disajikan pada persamaan (6).

S = 0.00000000

r = 1.00000000

THI

Fo

od

In

tak

e /

PK

(K

g)

70.0 72.3 74.6 77.0 79.3 81.6 83.91.00

1.23

1.47

1.70

1.94

2.17

2.40

2.64

2.87

PK = -144.8+3.890THI-0.02565THI^2

R2 = 56.9%

Page 18: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

31

Untuk menguji apakah model gabungan (full model) sama baiknya dengan model parsial

(reduce model) maka dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria Cp Mallow.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Cp Mallow untuk Full Model adalah 8.73 (p=10) dan

untuk reduce model adalah 8.69 (p=8). Model yang baik adalah model yang memiliki

nilai Cp Mallow lebih kecil atau sama dengan banyaknya paramater (p), sehingga model

yang digunakan adalah model secara keseluruhan pengaruh PK terhadap produksi susu

pada tiap lokasi. Grafik Cp mallow disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13 Grafik Cp mallow

Nilai Maksimum Penambahan PK Terhadap Indeks THI untuk Produksi Susu

PK dan THI didapatkan sebagai variabel yang berkaitan erat dan bersifat kudratik

dengan produksi susu, oleh karena itu perlu ditemukan PK maksimal yang dikaitkan

dengan THI yang dapat diberikan pada THI tertentu. Hasil analisis menunjukkan bahwa

hubungan PK dan THI dapat dinyatakan dalam fungsi berikut :

.......................................(7)

Hubungan antara PK dan indeks kenyamanan (THI) bersifat kudratik (Gambar

12). Dengan melakukan turunan pertama dari persamaan (7) diperoleh nilai PK

maksimum pada saat THI = 75.82. Hal ini berarti bahwa pada kondisi THI<75.82, PK

dapat ditambahkan semaksimal mungkin sesuai kemampuan konsumsi ternak sebagai

upaya peningkatan produksi susu. Setelah THI lebih dari 75.82, konsumsi PK akan

semakin menurun, yang mengakibatkan produksi susu juga akan menurun. Namun,

dengan memberikan toleransi +1 dari nilai THI=75.82 masih diperoleh nilai PK yang

penurunannya tidak terlalu tajam, sehingga pada kisaran THI = 75.82 s.d. 76.82 masih

dapat diperoleh PK yang optimal. Dengan demikian, penambahan PK masih dapat

dilakukan dalam upaya peningkatan produksi susu. Sedangkan, pada saat THI>75.82

konsumsi PK akan semakin menurun tajam, sehingga penambahan PK bukan merupakan

upaya yang tepat untuk meningkatkan produksi susu.

Page 19: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

32

Berdasarkan interpretasi persamaan (7) tersebut dapat dibuat indeks kenyamanan

konsumsi pakan pada sapi perah FH (Fries Holland). Indeks kenyamanan ini dibagi

dalam tiga keadaan, yaitu :

Keadaan pertama : Sangat nyaman, terjadi pada THI≤75.82. Pada keadaan ini ternak

merasa sangat nyaman untuk mengkonsumsi pakan sehingga PK dapat ditambahkan

semaksimal mungkin dalam upaya peningkatan produksi susu.

Keadaan kedua : Nyaman, terjadi pada 75.82<THI≤76.82. Pada keadaan ini sapi masih

merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan, sehingga masih dapat dilakukan upaya

penambahan PK seoptimal mungkin dalam rangka peningkatan produksi susu.

Keadaan ketiga : Tidak nyaman, terjadi pada THI>76.82. Pada keadaan ini sapi tidak

merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan karena keadaan sapi sedang dalam cekaman

panas, sehingga konsumsi pakan menurun. Dalam keadaan ini upaya penambahan PK

dalam bentuk pakan tidak perlu dilakukan. Sehingga diperlukan upaya lain untuk

merubah keadaan lingkungan ternak menjadi nyaman.

Gambaran lebih detail mengenai indeks kenyamanan konsumsi pakan disajikan pada

Tabel 14.

Tabel 14 Indeks Optimal penggunaan PK untuk produksi susu pada lima lokasi

Opsi-Opsi Adaptasi

Berdasarkan dugaan indeks kenyamanan sapi dalam mengkonsumsi PK, maka

dapat dilakukan suatu perkiraaan status/kondisi kenyamanan lingkungan kandang ternak

setiap lokasi penelitian dengan menggunakan data hasil pengukuran suhu dan

kelembaban yang dilakukan oleh BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) setempat.

Hasil penghitungan indeks kenyamanan tersebut selanjutnya digunakan untuk membuat

kesimpulan waktu yang tepat bagi peternak dalam pemberian pakan optimal sebagai

upaya peningkatan produksi susu. Hal ini dilakukan berdasarkan dugaan indeks THI

setiap bulan dalam satu tahun. Hasil pengukuran indeks THI setiap lokasi disajikan pada

Gambar 14.

Berdasarkan Tabel 14 dan Gambar 14 maka didapatkan irisan waktu yang nyaman

bagi sapi untuk makan dan menghasilkan susu. Untuk Wilayah Jakarta Timur, dari bulan

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

21

22 71.25 71.60

23 71.39 71.79 72.20 72.60 73.00 73.40

24 71.14 71.59 72.04 72.49 72.95 73.40 73.85 74.30 74.75 75.20

25 71.49 72.00 72.50 73.00 73.50 74.00 74.50 75.00 75.50 76.00 76.50 77.00

26 71.10 71.65 72.20 72.75 73.30 73.85 74.40 74.95 75.50 76.05 76.60 77.15 77.70 78.25 78.80

27 71.01 71.61 72.21 72.81 73.41 74.01 74.61 75.20 75.80 76.40 77.00 77.60 78.20 78.80 79.40 80.00 80.60

28 71.37 72.02 72.67 73.31 73.96 74.61 75.26 75.91 76.56 77.21 77.86 78.51 79.16 79.80 80.45 81.10 81.75 82.40

29 71.63 72.33 73.02 73.72 74.42 75.12 75.82 76.52 77.22 77.91 78.61 79.31 80.01 80.71 81.41 82.10 82.80 83.50

30 71.79 72.54 73.28 74.03 74.78 75.53 76.28 77.02 77.77 78.52 79.27 80.02 80.76 81.51 82.26 83.01 83.76

31 72.65 73.45 74.24 75.04 75.84 76.64 77.43 78.23 79.03 79.83 80.62 81.42 82.22 83.02 83.81

32 73.51 74.35 75.20 76.05 76.90 77.74 78.59 79.44 80.28 81.13 81.98 82.82 83.67

33 74.37 75.26 76.16 77.06 77.95 78.85 79.75 80.64 81.54 82.44 83.33

34 75.23 76.17 77.12 78.06 79.01 79.96 80.90 81.85 82.79 83.74

35 76.09 77.08 78.08 79.07 80.07 81.06 82.06 83.05

36 76.95 77.99 79.04 80.08 81.13 82.17 83.22

37 77.80 78.90 79.99 81.09 82.18 83.28

38 78.66 79.81 80.95 82.10 83.24

39 79.52 80.72 81.91 83.10

40 80.38 81.63 82.87

41 81.24 82.54 83.83

42 82.10 83.44

Su

hu

, ⁰C

Kelembaban Relative, (%)

Nyaman

Sangat Nyaman

Tidak Nyaman

Page 20: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

33

80.00

81.00

82.00

83.00

84.00

85.00

86.00

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

t

Okt

No

p

Des

Ind

eks

TH

I

Jakarta Timur

80.00

81.00

82.00

83.00

84.00

85.00

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

t

Okt

No

p

Des

Ind

eks

TH

I

Kota Bogor

75.50

76.00

76.50

77.00

77.50

78.00

78.50

79.00

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

t

Okt

No

p

Des

Ind

eks

THI

Cianjur

70.00

70.50

71.00

71.50

72.00

72.50

73.00

73.50

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

t

Okt

No

p

Des

Ind

eks

THI

Cisarua

69.00

70.00

71.00

72.00

73.00

74.00

75.00

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agt

Sep

t

Okt

No

p

Des

Ind

eks

THI

Lembang

Januari sampai Desember nilai THI berkisar antara 82 sampai 85. Kisaran THI ini berada

di atas ambang kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi pakan, yaitu 76.82. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa Wilayah Jakarta Timur bukanlah wilayah yang tepat

untuk dilakukan peningkatan pemberian pakan pada ternak sapi perah FH (Fries

Holland). Sehingga, diperlukan upaya lain dalam peningkatan produksi susu. Wilayah

Kota Bogor pun demikian, nilai THI di atas ambang batas kenyamanan ternak dalam

mengkonsumsi pakan. Sehingga, upaya yang sama dengan Wilayah Jakarta Timur perlu

dilakukan. Untuk Wilayah Cianjur, nilai THI berkisar antara 76.5 sampai 78.5. Dengan

demikian, masih terdapat waktu-waktu yang tepat untuk penambahan pakan dalam upaya

peningkatan produksi susu, yaitu pada bulan Juli sampai September (Gambar 14).

Kemudian, untuk Wilayah Lembang dan Cisarua, nilai THI pada setiap bulan selama

satu tahun berada di bawah ambang batas kenyamanan ternak dalam mengkonsumsi

pakan (76.82). Sehingga, pada kedua wilayah ini penambahan PK dapat dilakukan

semaksimal mungkin sesuai kemampuan konsumsi ternak dalam rangka peningkatan

produksi susu.

Sumber: Data suhu dan Kelembaban BMG (2013)

Gambar 14 Indeks THI tiap lokasi

Dari uraian mengenai indeks kenyamanan ternak dalam konsumsi pakan pada

berbagai keadaan lingkungan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa opsi

adaptasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi susu. Ada tiga aspek

yang dapat diupayakan dalam hal ini, yaitu aspek pakan, lingkungan, dan fisiologi

ternak. Penjabaran opsi adaptasi ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pakan

Pakan yang menjadi perhatian dari hasil penelitian ini adalah PK. Untuk

mengingkatkan produksi susu dapat dilakukan adaptasi dengan cara peningkatan

pemberian PK, misalnya dengan penambahan kuantitas hijauan dan bahan pakan

lainnya yang mengandung protein.

Page 21: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

34

b. Lingkungan

Opsi adaptasi yang dapat dilakukan sebagai upaya peningkatan produksi susu

ditinjau dari aspek lingkungan yang menjadi fokus perhatian adalah suhu dan

kelembaban kandang, sirkulasi udara, dan suhu tubuh sapi. Adaptasi yang dapat

dilakukan diantaranya :

Pertama, modifikasi kandang. Kandang harus dibuat senyaman mugkin sehingga

membuat ternak merasa nyaman untuk mengkonsumsi pakan. Hal yang dapat

dilakukan diantaranya adalah dengan menambah ketinggian kandang,

menggunakan atap dari bahan yang dapat menyerap panas, memperluas ventilasi

udara, memperlancar sirkulasi udara di dalam kandang, dan memastikan saluran

limbah di kandang berfungsi maksimal.

Kedua, pemberian naungan di lingkungan kandang sapi. Naungan diperlukan

untuk menahan panas yang dipancarkan oleh sinar matahari sehingga tidak

langsung mengenai kandang sapi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara

penambahan jumlah tanaman atau pepohonan di sekitar kandang.

c. Fisiologi ternak

Selain pakan dan lingkungan, aspek fisiologi ternak juga penting diperhatikan

dalam rangka peningkatan produksi susu. Fisiologi ternak yang dimaksud adalah

suhu tubuh sapi. Adaptasi untuk peningkatan produksi susu melalui aspek ini

yaitu dengan cara memodifikasi suhu tubuh sapi. Upaya yang dapat dilakukan

diantaranya dengan melakukan penyiraman suhu tubuh sapi secara berkala dan

pemberian air minum secara ad libitum (tak terbatas).

Opsi-opsi adaptasi yang telah dijabarkan tersebut, sesuai dengan yang dinyatakan

oleh beberapa peneliti sebelumnya. Ismail (2006) menyatakan bahwa penyiraman dan

penganginan tubuh dapat meningkatkan konsumsi PK harian. Velasco et al. (2002)

menyebutkan bahwa cekaman panas dapat dikurangi dengan perbaikan pakan, perbaikan

konstruksi kandang, pemberian naungan pohon dan pemberian air minum secara ad

libitum. Hal ini diperkuat oleh Yani & Purwanto (2006) Perbedaan ketinggian atap

sangat mempengaruhi respon fisiologis sapi perah dan produksi susu yang dihasilkan.

Selanjutnya dikatakan oleh Yani & Purwanto (2006) bahwa untuk mengurangi suhu

kandang dapat digunakan bahan atap yang mampu memantulkan dan menyerap radiasi

sehingga dapata mengurangi penghantaran panas kedalam kandang.

Penerapan opsi-opsi adaptasi tersebut tidak dilakukan pada semua lokasi dan

waktu. Untuk wilayah yang memiliki indeks kenyamanan konsumsi PK “sangat nyaman”

(THI ≤ 75.82), dapat dilakukan adaptasi dalam aspek pakan. Untuk wilayah dengan

indeks kenyamanan konsumsi PK “nyaman” (75.82 < THI ≤ 76.82), dapat dilakukan

adaptasi dalam aspek pakan, lingkungan, dan fisiologi ternak secara maksimal.

Selanjutnya, untuk wilayah yang memiliki keadaan “tidak nyaman” bagi ternak dalam

mengkonsumsi PK (THI > 76.82), maka perlu dilakukan adaptasi dalam aspek

lingkungan dan fisiologi ternak.

SIMPULAN

1. Keragaman produksi susu didaerah Jakarta, Bogor, Cisarua, Cianjur dan Bandung

dipengaruhi oleh Umur, Bobot badan, Protein Kasar, Suhu dan Kelembaban yang

disusun sebagai fungsi produksi dalam bentuk persamaan berikut:

Page 22: G - repository.ipb.ac.id · Merupakan balai penelitian milik Provinsi Jawa-Barat yang terletak di desa Bunikasih, Kecamatan Cugenang. ... Menurut Prahara dan Masturi (2008) Bahan

35

Y= 6.608+0.1940 Umur - 0.000888 Umur2 + 0.021BB+1.166PK- 0.163 THI

2. Secara umum kondisi sapi perah di lima lokasi bervariasi dari kondisi stress ringan

hingga stress sedang.

3. Penurunan produksi susu sapi pada kondisi stress sedang berkisar dari 5.06% hingga

24.16%.

4. Penurunan produksi susu sapi dengan asumsi kenaikan suhu 2oC adalah sekitar 3

liter.

5. Nilai maksimum penambahan PK yang dapat dilakukan berdasarkan indek THI untuk

memaksimalkan produksi susu adalah pada THI≤75.82.

6. Opsi adaptasi dapat dilakukan melalui tiga aspek, yaitu adaptasi pakan, adaptasi

lingkungan, dan adaptasi fisiologi ternak.