Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

35
Fungsi Sosial Hak atas Tanah D I S U S U N Oleh : Laurensiah M. Lumban Tobing (130200357) Dermawan Sitorus (130200459) Helen Modesty Pasaribu (130200348) Sheren Murni Utami (130200453) Desyara Firanda (130200153) Damaskus Situmeang (130200069) Riskar Stevanus Tarigan (130200356) Randy Say Jovita (130200070) Fernando Situmorang (130200461)

Transcript of Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Page 1: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Fungsi Sosial Hak atas TanahDISUSUN

Oleh :Laurensiah M. Lumban Tobing (130200357)

Dermawan Sitorus (130200459)Helen Modesty Pasaribu (130200348)

Sheren Murni Utami (130200453)Desyara Firanda (130200153)

Damaskus Situmeang (130200069)Riskar Stevanus Tarigan (130200356)

Randy Say Jovita (130200070)Fernando Situmorang (130200461)

Universitas Sumatera Utara Fakultas Hukum

Page 2: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

2014/20151. PENGANTAR

Tanah adalah sesuatu yang sangat langkah saat ini, tanah begitu istimewa

sehingga seseorang yang memiliki tetangga yang jemurannya melewati batas

patokan tanahnya dapat menimbulkan perdebatan yang luar biasa walaupun

hanya lewat sedikit, hal ini selaras dengan falsafah yang berkembang di tengah

masyarakat “Sedumuk batuk senyari bumi, yen perlu ditohi pati (Jawa) :

meskipun sejengkal tanah kalau perlu dibela sampai mati”.

Perdebatan mengenai tanah kian semarak karena urgensi tanah dalam

kehidupan manusia yang semakin meningkat dan bahkan dapat dinyatakan

bahwa tidak ada aktivitas manusia yang tidak berhubungan dengan tanah.

Lahirnya Hukum Agraria Nasional pada tanggal 24 September 1960 yaitu

Undang-Undangn No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria yang populer disebut Undan-Undang Pokok Agraria (UUPA)

merupakan suatu terang bagi masyarakat yang selama ini mengalami

permasalahan yang terkait dengan tanah.Sesuai dengan landasan hukum Agraria

Nasional yaitu yang tercantum pada pasal 33 (3) UUD NRI 1945 “Bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Setelah lahirnya UUPA, yang menjadi masalah adalah apakah

kemakmuran rakyat yang diamanatkan oleh pasal 33 (3) UUD NRI 1945 telah

terlaksana dengan baik? , jawabannya belum. Satu pasal yang begitu mulia yaitu

Pasal 6 UUPA, menyatakan bahwa “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi

sosial”. Rumusan Pasal tersebut mendapat penjelasan dalam Penjelasan Umum,

Angka Romawi II Angka 4 UUPA, yaitu hak atas tanah apapun yang ada pada

seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya akan dipergunakan atau

tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau

hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus

disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat

bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat

pula bagi masyarakat dan Negara.

Page 3: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Tanah merupakan komponen yang sangat vital bagi kelangsungan sosial,

khususnya tanah publik kaitannya dengan fungsi sosial tanah yang dimilikinya.

Dalam hal ini, tak jarang fungsi sosial tersebut memiliki konsekuensi logis.

Misalnya saja permasalahan yang berhubungan dengan pelepasan tanah pribadi

untuk kemudian dimanfaatkan bagi kepentingan sosial. Untuk memperoleh tanah

ini peranan pemerintah sangat diperlukan karena terkadang tanah yang akan

didirikan atau bangunan tersebut adalah milik rakyat, sehingga untuk

memperolehnya harus melalui pemerintahan yaitu dengan cara pencabutan hak

atas tanah dan pembebasan hak atas tanah.

Peranan pemerintah atas tanah dalam rangka pembangunan sangat

penting sekali sehingga dalam hal ini pemerintah harus dapat menjalankan

fungsinya dengan baik dan benar.

Pembangunan ini dilaksanakan untuk kemakmuran rakyat. Pemerintah

dalam memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan tanah, bukan saja

harus mengindahkan prinsip – prinsip hukum akan tetapi juga harus

memperhatikan kesejahteraan sosial, azas ketertiban dan azas kemanusiaan agar

masalah pertanahan tersebut tidak berkembang menjadi keresahan yang

mengganggu stabilitas masyarakat.

Namun, fungsi sosial hak atas tanah sering dimaanfaatkan oleh oknum-

oknum penguasa yang mempunyai kepentingan-kepentingan tertentu. Dimana

dalam menjalankan fungsi sosial tersebut, khususnya dari pihak pemerintah

sering kali ditunggangi oleh oknum tertentu disadari maupun tidak disadari oleh

pemerintah sehingga rakyat selalu terkorbankan haknya, dan bahkan dipoles

sedemikian rupa izinnya supaya dianggap tidak melanggar hak atas tanah rakyat

dengan menjadikan fungsi sosial sebagai tameng, bahkan hak rakyat yang ada

diposisikan sebagai hak yang tidak mendukung fungsi sosialnya tanah.

Page 4: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

2. PERMASALAHAN

2.1. Bagaimana pengertian fungsi sosial hak atas tanah?

2.2. Hak atas tanah apa saja yang mempunyai fungsi sosial?

2.3. Apa saja pasal yang berkaitan dengan fungsi sosial hak atas tanah?

2.4. Bagaimana implementasi fungsi sosial hak atas tanah di Indonesia serta

upaya Pemerintah di dalam menyelesaikan permasalahan tanah berkaitan dengan

pembangunan nasional?

3.PEMBAHASAN

3.1. Pengertian fungsi sosial hak atas tanah

3.1.1. Pendapat para ahli :

Prof. Dr. A.P. Parlindungan, S.H.Dalam komentar Atas Undang-undang Pokok Agraria (1991:60-61) menyatakan “pengertian fungsi social daripada tanah adalah jalan kompromis antara hak mutlak dari tanah dengan sistem kepentingan umum dari tanah”“Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan saling imbang mengimbangi haruslah sebagai dwi tunggal”“Pencantuman fungsi social dalam perundang-undangan dengan itu adalah merupakan penegasan dari hakekat hukum adat tanah kita sendiri”

Prof. Boedi Harsono S.H.Dalam buku Agraria Indonesia (1994: 198,229-231) menegaskan bahwa : Hak atas tanah yang individual dan bersifat pribadi mengandung dalam dirinya unsur kekuasaan atau unsur kemasyarakatan. Unsur ini ada pada setiap hak atas tanah karena semua hak atas tanah secara langsung atau tidak langsung bersumber pada hak bangsa yang merupakan hak bersama. Tanah yang dihaki seseorang bukan hanya mempunyai fungsi bagi yang empunya hak itu saja,tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya.

Prof. Notonagoro“Hak milik mempunyai fungsi social itu mendasarkan diri atas individu,mempunyai dasar yang individualistis,ditempelkan kepadanya itu sifat yang social,sedangkan berdasarkan Pancasila, hukum tidak berdasarkan atas corak individualistis tetapi bercorak dwi tunggal itu.

Prof. Mr. Sudargo Gautama

Page 5: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Dalam bukunya Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria (1986: 20-21) menyatakan bahwa ketentuan mengenai semua hak atas tanah mempunyai fungsi social itu bukan hanya merupakan suatu pernyataan demonstratif belaka. Seorang pemilik tanah pertanian tak dapat dibenarkan bilamana tidak mengerjakan tanahnya dan membiarkannya terlantar dalam waktu serba kekurangan bahan makanan bagi rakyat.

3.1.2. Menurut Hukum Perdata Barat dan UUPAFungsi Sosial dikonsepsi hukum barat merupakan sesuatu yang timbul

kemudian dalam rangka dan sebagai hasil pemikiran kembali haknya individu dan masyarakat. Semula bersangkut pada konsep liberal-individualistis semata-mata, kemudian mengalami proses sosialisasi. Dalam konsep hukum barat tersbut pengertian fungsi social pada hakikatnya berupa pengurangan atau pembatasan individu bagi kepentingan bersama.

Konsep fungsi social dalam hukum adat dan pertanahan nasonal Indonesia adalah merupakan bagian dari alam pikirn asli orang Indonesia,yaitu manusia Indonesia adalah manusia pribadi yang sekaligus makhluk social yang mengusahakan terwujudnya keseimbangan,keserasian dan keselarasan antara kepentingan pribadi dan kepentingan bersama(masyarakat).

Intinya,bahwa berdasarkan UUPA tanah itu dipergunakan atau tidak,diusahai atau tidak, harus didasarkan kepada 2 kepentingan sekaligus yaitu kepentingan individu si pemilik dan kepentingan social masyarakat secara berkeseimbangan yang bersifat dwi tunggal. Sedangkan pada hukum perdata barat lebih mengutamakan kepentingan individu dan tidak bersifat dwi tunggal atas kepentingan sipemilik dan kepentinagn masyarakat itu.

Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana dimaksud Pasal 6 UUPA

mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain :

1. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang

merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas

tanah menurut prinsip Hukum Tanah Nasional. Dalam Konsep Hukum Tanah

Nasional memiliki sifat komunalistik religius, yang mengatakan bahwa seluruh

bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang

Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa, bangsa Indonesia dan merupakan

kekayaan nasional.

2. Tanah yang dihaki seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang

mempunyai hak itu saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya. Sebagai

Page 6: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

konsekuensinya, dalam mempergunakan tanah yang bersangkutan tidak hanya

kepentingan individu saja yang dijadikan pedoman, tetapi juga harus diingat dan

diperhatikan kepentingan masyarakat. Harus diusahakan adanya keseimbangan

antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.

3. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai hak untuk

mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan keadaannya, artinya

keadaan tanah, sifatnya dan tujuan pemberian haknya. Hal tersebut dimaksudkan

agar tanah harus dapat dipelihara dengan baik dan dijaga kualitas kesuburan

serta kondisi tanah sehingga kemanfaatan tanahnya dinikmati tidak hanya oleh

pemilik hak atas tanah saja tetapi juga masyarakat lainya. Oleh karena itu

kewajiban memelihara tanah itu tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau

pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan juga menjadi beban bagi setiap

orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum

dengan tanah.

Dengan prinsip ini kepentingan pribadi atas tanah tidak dibiarkan

merugikan kepentingan banyak orang (umum). Apalagi ditambah dengan

peraturan baru yaitu Perpres Nomor 40 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Begitu juga

dengan pihak pemerintah, harus memperhatikan jumlah kerugian yang wajar,

layak dan adil untuk pemegang tanah. Dengan begitu tujuan UUPA untuk

mencari keseimbangan antara dua kepentingan yaitu kepentingan rakyat

(pembangunan) dan kepentingan individu dapat segera terwujud dengan baik.

3.2. Hak atas tanah yang mempunyai fungsi sosial

3.2.1. Hak Milik berfungsi Sosial

Pengertian Hak Milik menurut Pasal 20 UUPA bahwa:

“Hak milik adalah Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat

dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”

Terkuat dan terpenuh dalam kandungan pengertian hak milik merupakan

hak mutlak tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Ini dimaksudkan

untuk membedakan dengan hak atas tanah lainnya. Akan tetapi di dalam

Page 7: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

kemutlakan hak milik tersebut melekat sebuah ikatan hukum yang bersifat

umum dengan segala kepentingannya yang seimbang, yaitu fungsi sosial tanah.

Pasal 6 : Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Seseorang tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan

hak miliknya (atas tanah) semata hanya untuk kepentingan pribadinya, apalagi

jika hal itu dapat merugikan kepentingan masyarakat karena sesuai dengan asas

fungsi sosial ini hak milik dapat hapus jika kepentingan umum menghendakinya.

Arti hak milik mempunyai fungsi sosial ini ialah hak milik yang dipunyai

oleh seseorang tidak boleh digunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi

atau perseorangan, melainkan juga harus memperhatikan kepentingan

masyarakat umum. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hak milik

atas tanah tersebut perlu dibatasi dengan fungsi sosial dalam rangka mencegah

penggunaan hak milik yang tidak sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

UUPA menjamin hak milik pribadi atas tanah tersebut tetapi

penggunaannya yang bersifat untuk kepentingan pribadi maupun kelompok

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Sehingga timbul

keseimbangan, kemakmuran, keadilan, kesejahteraan bagi masyarakat maupun

pribadi yang memiliki tanah. Jadi pemilik tanah tidak akan kehilangan haknya

dalam memiliki tanah akan tetapi dalam pelaksanaan untuk kepentingan umum

maka haknya akan berpindah untuk kepentingan umum.

3.3. Pasal yang berkaitan dengan fungsi sosial hak atas tanah

Berkaitan dengan perwujudan dan pengembangan fungsi social dari hak-hak atas tanah

itu di dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara maka pada pasal-pasal

lain dalam UUPA terutama pasal 7 (larangan latifundia), pasal 10 (larangan absentee),

pasal 17 (penetapan ceiling), pasal 15(kewajiban menjaga kesuburan tanah), pasal 14

(perencanaan peruntukkan dan penggunaan tanah), pasal 18 (pencabutan ha katas

tanah), dan pasal-pasal lainnya yang masih memerlukan penjabaran lebih lanjut adalah

merupakan konsrp pokok (azas) dalam UUPA yang wajib dilaksanakan.

Page 8: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

3.4. Implementasi fungsi sosial hak atas tanah di Indonesia serta upaya Pemerintah

di dalam menyelesaikan permasalahan tanah berkaitan dengan pembangunan

nasional.

3.4.1. Implementasi fungsi sosial hak atas tanah di Indonesia

Salah satu contoh bentuk implementasi dari asas fungsi sosial hak atas

tanah adalah Sebidang tanah milik salah satu warga yang mana didepan halaman

rumahnya terkena pelebaran jalan, jadi pemilik tanah harus merelakan sebagian

tanahnya untuk diberikan guna pelebaran jalan untuk kepentingan umum.

Namun dari tanah yang direlakan untuk digunakan pelebaran jalan tersebut

pemilik tanah mendapatkan uang ganti rugi dari pemerintah. Dari contoh

tersebut seharusnya pemilik tanah memiliki kesadaran menerapkan asas fungsi

sosial atas tanah bagi kepentingan umum.

Pada masa pembangunan sekarang ini sering terlihat adanya masalah,

yaitu jika pemerintah membutuhkan tanah yang dimiliki penduduk untuk

keperluan pembangunan. Konflik itu bisa timbul karena pemerintah di satu

pihak memerlukan tanah itu dan di pihak lainya penduduk juga ingin

mempertahankan tanah miliknya sebagi sumber mata pencaharian (lahan

pertanian misalnya) dan tempat pemukiman.

Menurut ketentuan hukum yang berlaku di indonesia pemerintah

memang di berikan wewenang untuk mengambil allih tanah penduduk guna

keperluan pembangunan, tetapi pengambilan itu tidak boleh di lakukan dengan

sewenang –wenang. Pasal 6 UUPA menegaskan  bahwa semua hak atas tanah.

Jadi pasal tersebut menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk melakukan

ambil alih atas tanah-tanah masyarakat untuk keperluan pembangunan.

Dan juga menurut hukum yang berlaku di indonesia ada dua cara yang di

tempuh pemerintah untuk melakukan pengambilan atas tanah yang dimiliki oleh

warga masyarakat, yaitu cara pembebasan/pelepasan hak atas tanah (prijsgeving)

dan cara pencabutan hak atas tanah (onteigening).

Pembebasan/pelepasan hak atas tanah adalah pelepasan hubungan hukum

antara seseorang dengan tanah yang dimilikinya dengan cara pemberian ganti

Page 9: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

rugi yang besarnya di dasarkan pada musyawarah antara kedua pihak sedangkan

pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara

atas tanah milik seseorang yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi

hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau kelalaian dalam

memenuhi kewajiban hukumnya.

Ada perbedaan dalam pembebasan dan pencabutan hak atas tanah baik

mengenai dasr hukumnya maupun mengenai prosedur dan penyelesaianya.

Secara yuridis tentang pencabutan hak atas tanah di atur dalam UU No. 20 tahun

1961, PP No. 39 tahun 1973 , PMDN No. 15 tahun 1975, PMDN No. 2 tahun

1976, surat edaran dritjen agraria No. 12/108/12/75, surat edaran agraria No.

BTU 2/268/2/76 dan lain-lain.

Contoh kasus:

1. Banyak proyek jalan menjadi bancakan pemangku jabatan dan

kontraktor. Proyek peleberan jalan maupun pemeliharaan berkala rentan

dijadikan proyek siluman oleh mereka. Salah satu contohnya adalah proyek

pelebaran jalan nasional dalam kota Muntok,kab.Bangka Barat. Proyek yang

menggunakan dana APBN tahun 2014 sebesar Rp. 22 M, yang dikerjakan PT.

Arga Makmur Mandiri itu dipertanyakan banyak pihak termasuk oleh anggota

DPRD Bangka Belitung. Pasalnya pengerjaan proyek tersebut terkesan asal jadi

tanpa memperhatikan kualitas proyek. Selain itu tidak terlihat adanya pengawas

dari Dinas Pekerjaan Umum yang seharusnya mengawasi proyek tersebut.

2. Pembangunan Pelebaran Jalan Ngaliyan – Mijen aturan kerjanya

Keppres No.55/1993, akan tetapi dalam pelaksanaan pembebasan tanahnya tidak

melalui/memakai proses pelaksanaan pengadaan tanah tidak melalui panitia

pengadaan tanah sebagaimana yang diatur dalam peraturan yang berlaku yaitu

Keppres No.55/1993, tetapi melalui tim yang dibentuk Pemerintah Kotamadya

Semarang, Panitia Pembebasan Tanah dan cara penetapan ganti ruginya tidak

memakai dasar NJOP. Besarnya ganti rugi uang yang diberikan kepada warga

yang tanahnya terkepras sebesar Rp.20.000,-/m2, dengan perincian Rp.15.000,-

sebagai uang ganti rugi dan Rp.5.000,- sebagai uang tali asih, ditambah tanah

pengganti berlokasi di Jatisari. Pelaksanaan Pembangunan Pelebaran Jalan

Page 10: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Ngaliyan – Mijen sampai sekarang belum selesai karena terbatasnya dana yang

tersedia di Pemkot melalui APBD dan masih adanya masyarakat yang belum

mengambil ganti rugi sehingga tanahnya tidak dapat dibebaskan sehingga

Pembangunan Pelebaran Jalan Ngaliyan – Mijen tidak sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

3. Jalan Tol Semarang-Solo adalah jalan tol di provinsi Jawa Tengah,

Indonesia. Jalan Tol Semarang-Solo menghubungkan kota Semarang dengan

Surakarta. Tol ini mulai dibangun tahun 2009 oleh Jasa Marga dan diperkirakan

akan selesai tahun 2012. Panjang jalan tol ini adalah 75,7 km. Adapun jalan tol

ini terbagi menjadi lima seksi.Pembangunan Tol Semarang-Solo membutuhkan

biaya investasi sebesar 6,1 triliun rupiah, biaya konstruksi 2,4 triliun rupiah, dan

biaya pengadaan tanah 800 miliar rupiah (inilah.com, 2009). Konstruksi tol seksi

I Semarang (Tembalang)-Ungaran dimulai pada awal tahun 2009. Ditargetkan

tol Semarang-Ungaran dapat diselesaikan dalam 13 bulan konstruksi. Tol seksi

II Ungaran-Bawen akan mulai dibangun pada November 2009 (ANTARA,

2009).Walaupun telah didukung penuh oleh pemerintah daerah maupun

pemerintah pusat, namun pengerjaan jalan tol tersebut tidak menjamin menemui

kendala, bahkan terkesan proyek jalan tol tersebut terindikasi korupsi serta

perbedaan rencana antar berbagai pihak mengenai proyek tersebut. Menurut

berita ANTARA 14 Juni 2010, pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo rute

Kota Semarang hingga Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, terancam

tidak selesai sesuai target waktu yang ditentukan. Indikasi itu terlihat dari

permohonan kontraktor yang meminta perpanjangan waktu pengerjaan lima

bulan lagi terhitung sejak Juni 2010. Banyak berbagai faktor penghambat proyek

tersebut selesai tepat waktu, adapun faktor-faktor tersebut adalah pembebasan

dan pembayaran ganti rugi lahan, masih ada bangunan milik penduduk yang

belum dibongkar, musim hujan yang masih terjadi.

4. Permasalahan yang lebih besar dihadapi adalah adanya kasus di Desa

Jatirunggo, Kabupaten Semarang yang terindikasi adanya korupsi serta negosiasi

fiktif harga tanah antara warga desa dengan Tim Pengadaan Tanah. Kasus yang

memprihatinkan di Desa Jatirunggo adalah pada tanggal 30 April 2010 tabungan

senilai Rp 13,2 miliar yang disimpan di Bank Mandiri milik warga Desa

Page 11: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Jatirunggo hilang. Uang tersebut merupakan pembayaran atas tanah warga yang

dibeli untuk mengganti lahan PT. Perhutani yang terkena proyek Jalan tol

Semarang-Solo.Pengadaan tanah di Desa Jatirunggo dinailai merugukan

keuangan negara sekitar Rp 8,1 miliar karena pemerintah membayar

penggantian lahan Rp 50.000 per meter persegi namun warga hanya menerima

Rp 20.000 per meter persegi. Kasus transaksi pemindahbukuan rekening tersebut

dinilai Komisi D DPRD Jateng berpindah ke rekening diduga milik broker.

Kejadian tersebut semakin tidak wajar karena pihak bank tidak mengklarifikasi

pemindahbukuan itu ke warga. Kejati Jateng juga menemukan bukti awal

adanya rekayasa musyawarah penentuan harga tanah serta menemukan bukti

keterlibatan Agus Sekmaniharto sebagai broker.

Jika dilihat dari permasalahan pembangunan proyek Jalan Tol Solo-

Semarang tersebut menunjukkan bahwa lemahnya birokrasi serta semakin

besarnya peluang melakukan korupsi di daerah. Rencana pembanguangan yang

simpang siur arahnya tersebut menunjukkan bahwa koordianasi antara

pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota lemah.

Lemahnya koordinasi ini terlihat dari keinginan dari Kota Salatiga untuk

meminta interchange berada di pusat Salatiga, padahal interchange di pusat Kota

Salatiga tidak ada dalam rencana awal. Hal ini menunjukkan bahwa konsistensi

pemerintah dalam menjalankan proyek sangat rendah.

Faktor dominan penghambat pelaksanaan pengadaan lahan Jalan Tol

Ruas Semarang-Solo Seksi Semarang-Ungaran adalah nilai lahan dan sumber

pembiayaan. Faktor nilai lahan disebabkan oleh perbedaan dasar pemikiran

antara pemilik lahan dengan panitia dalam penentuan besarnya ganti rugi.

Sedangkan faktor sumber pembiayaan disebabkan karena swasta enggan untuk

mencairkan dana pengadaan lahan. Adanya risiko pengadaan lahan yaitu tidak

adanya kepastian mengenai besaran biaya yang harus dibayar investor dan

kepastian waktu kapan lahan dapat dibebaskan menyebabkan investor tidak

dapat melanjutkan investasinya karena lahan belum bebas.

Kasus inidikasi korupsi yang berupa perbedaan antara harga tanah yang

disepakati negara serta jumlah yang diterima warga menunjukkan bahwa Tim

Pengadaan Tanah yang dibentuk pemerintah tidak memiliki intergritas yang

Page 12: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

baik. Tim tersebut juga diniliai tidak bekerja secara profesional karena

ditemukannya kasus negosiasi harga fiktif. Belum lagi adanya peran dari bank

yang memindahbukukan renening warga kepada salah satu rekening yang

diduga broker semakin menunjukkan bahwa kinerja Tim rendah.

Kasus yang melibatkan perbankan juga memberi sinyal negatif bagi

pemberantasan korupsi, padahal perbankan dituntut untuk hati-hati serta

profesional dalam menjalankan bisnisnya. Peranperbankan dalam dugaan

korupsi semakin meyakinkan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia telah

berjalan sistematis. Kejadian ini semakin menguatkan kegagalan pemerintah

dalam membagun fasilitas publik yang bersih dari korupsi dan profesional dalam

menjalankan proyek publik.

3.4.2. Upaya Pemerintah di dalam menyelesaikan permasalahan tanah berkaitan

dengan pembangunan nasional

1. Pencabutan Hak atas Tanah

Pencabutan hak atas tanah merupakan suatu sarana yang

diselenggarakan oleh pemerintah untuk mengambil hak atas tanah warga

negara demi kepentingan umum, yang di dalamnya terdapat kepentingan

bersama rakyat, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan

pembangunan. Dalam pasal 1 UU nomor 20 tahun 1961 dinyatakan bahwa:

“Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara

serta kepentingan bersama rakyat, demikian pula kepentingan

pembangunan, maka Presiden dalam keadaan memaksa setelah

mendenangar menteri agraria, kehaiman dan mentri yang bersangkutan

dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya”

            Memperhatikan ketentuan yang ada pada pasal 1 UU nomor 20

tahun 1961 di atas, maka sebelum presiden mengeluarkan keputusan

terhadap tanah yang akan di cabut hak-hak atasnya, terlebih dahulu mesti

dilakukan suatu permohonan yang di ajukan kepada yang berkepentingan

seperti yang telah tertuang di dalam pasal 2 UU nomor 20 tahun 1961

            Dan dasar pokok dari UU No 20 tahun 1961 tentang

pencabutan hak atas tanah itu adalah ketentuan pasal 18 UU No. 5 tahun

Page 13: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

1960 (UUPA) yang menggariskan untuk kepentingan umum negara dapat

melakukan pencabutan  hak atas tanah. Pada pasal 18 UUPA tersebut

selengkapnya sebagai berikut:

“untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bersama dari rakyat

hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang

layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”

Terhadap salah satu hak atas tanah yaitu hak milik, maka berlaku

ketentuan Pasal 27 ayat 1 UUPA yang menyebutkan bahwa, “hak milik

hapus jika tanahnya jatuh kepada negara karena pencabutan hak berdasarkan

Pasal 18 UUPA”.           

Untuk melaksanakan ketentuan pasal 18 UUPA tentang Ontiegening

tersebut dituntut persayaratan tegas dan ketat sebagai berikut:

1. Pencabutan hak hanya dapat dilaksanakan bilamana kepentingan umum

benar-benar menghendaki. Unsur kepentingan umum ini harus tegas

menjadi dasar dalam pencabutan hak ini;

2. Sesuai dengan ketentuan UU No. 20 tahun 1961 pencabutan hak atas

tanahnya dapat dilakukan atas izin presiden.

3. Pencabuatan hak atas tanah tersebut harus di sertai ganti rugi yang

layak.

Pencabutan hak yang dilakukan oleh pemerintah tanpa mengindahkan

persyaratan tersebut adalah merupakan perbuatan melanggar  hukum atau

menyalahgunakan wewenang oleh pemerintah.

Prosedur pencabutan hak atas tanah, pencabutan hak atas tanah untuk

kepentingan umum sebagaimana diatur di dalam UU No. 20 tahun 1961

dapat dilakukan dengan baik acara biasa (pasal 2 sampai dengan 5 UU No.

20 tahun 1961) maupun dengan acara luar biasa (pasal 6 sampai dengan 8

UU No. 20 tahun1961)

1. Dengan acara biasa

Dalam acara biasa pihak pemohon (instansi yang membutuhkan

tanah) menyampaikan permohonan kepada Presiden RI dengan

perantara Menteri Dalam negeri /drijen Agraria setempat dengan

Page 14: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

disertai alasan-alasan dan syarat-syarat seperti ditentukan pasal 2 ayat

2 UU No. 20 tahun 1961 yaitu:

a. rencana peruntukannya dan alasan-alasannya, bahwa untuk

kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu.

b. keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta letak,

luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta

benda-benda yang bersangkutan.

c. rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu

dan kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau

menempati rumah yang bersangkutan.

2. Dengan acara luar biasa.

Dalam keadaan mendesak pencabutan hak atas tanah dapat

dilakuakan dengan acara luar biasa atau acara khusus yang

memungkinkanya dilakukan secara lebih cepat. Keadaan mendesak ini

misalnya dalam hal berjangkitnya wabah penyakit dan timbulnya alam

dimana di perluakan tempat penampungan segera. (Lihat pasal 6 UU

No. 20 tahun1961)

1. Menyimpang dari ketentuan pasal 3, maka dalam keadaan yang

sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan/ atau

benda-benda yang bersangkutan dengan segera, atas permintaan yang

berkepentingan Kepala Inspeksi Agraria menyampaikan permintaan

untuk melakukan pencabutan hak tersebut pada pasal 2 kepada

Menteri Agraria, tanpa disertai taksiran gantn ikerugian Panitya

Penaksir dan kalau perlu juga dengan tidak menunggu diterimanya

pertimbangan Kepala Daerah.

2. Dalam hal tersebut pada ayat 1 pasal ini, maka Menteri Agraria dapat

mengeluarkan surat keputusan yang memberi perkenan kepada yang

berkepentingan untuk menguasai tanah dan/atau benda-benda yang

bersangkutan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti

dengan keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya

permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu.

Page 15: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

3. Jika telah dilakukan penguasaan atas dasar surat keputusan tersebut

pada ayat 2 pasal ini,maka bilamana kemudian permintaan

pencabutan haknya tidak dikabulkan, yang berkepentingan harus

mengembalikan tanah dan/atau bendabenda yang bersangkutan

dalam keadaan semula dan/atau memberi gantikerugian yang sepadan

kepada yang mempunyai hak.

2. Pembebasan Hak atas Tanah

Salah satu cara berakhirnya hak atas tanah adalah apabila terjadinya

pembebasan hak atas tanah tersebut. Masalah pembebasan tanah sekarang

ini dapat di jumpai aturanya di dalam berbagai peraturan, surat edaran atau

intruksi yang di keluarkan oleh Dapertemen Dalam Negeri. Beberapa di

antartaranya:

1) Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 15 tahun 1975 (tanggal 13

Desember 1975) tentang ketentuan-ketentuan mengenai tata cara

pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah.

2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1976 tentang penggunaan

acara pembebasan tanah untuk swasta.

3) Surat edaran Direktorat jendral agraria tanggal 28 februari 1978 No.

BTU  2/268/1979 tentang PMDN No. 15 tahun 1975 tentang ketentuan-

ketentuan mengenai tata cara pembebasan tanah.

Prosedur pembebasan tanah, menurut PMDN No. 15 tahun 1975

pembebasan tanah hanya dapat dilakukan apabila telah diperoleh kata

sepakat antara pemegang kesepakatan itu menyangkut baik teknis dan

pelaksanaanya maupun mengenai besar dan bentuk ganti rugi. Kesepakatan

itu dilakukan atas dasar sukarela dengan cara musyawarah. Jika upaya

pembebasan tanah menurut prosedur tersebut tidak di capai maka dapat di

tempuh prosedur pencabutan seperti diatur dalam UU No. 20 tahun 1961

dengan ketentuan bahwa keperluan atau penggunaan atas tanah itu sangat

mendesak.

Pembebasan tanah tidak saja dapat dilakukan untuk kepentingan

instansi pemerintahan sja namun intansi swasta juga yaitu dalam hal proyek-

Page 16: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

proyek yang bersifat menunjang kepentingan umum atau dalam bidang

kepentinganpembangunan secara umum seperti di atur dalam PMDN No. 15

tahun 1975 dan PMDN No 2 tahun1976

Dan bila dalam musyawarah tidak di temui kata sepakat maka dan di

dalam UPDN No 15 tahun 1975 juga tidak di jelaskan bagaimana kah jiga

tidak ditemui kata sepakat dalam musyawarah untuk pembebasan tanah,

maka untuk menguasai tanah tersebut dapat ditempuh prosedur

“pencabuatan” sesuai dengan undang-undang no 20 tahun 1961 dengan

konsukwensi bahwa prosenya akan berjalan lebih lama.

Tata cara penetapan ganti rugi, apabila penetapan bentuk dan

besarnya ganti kerugian atas tanah tidak diterimah oleh pemegang hak atas

tanah akibat pencabutan sesuai ketentuan dalam pasal 8 UU No 20 tahun

1961, pengadilan berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan kasus

tersebut. Hal ini diatur dalam peraturan pemerintah dalam Nomor 39 tahun

1973 tentang acara penetapan ganti kerugian oleh pengadilan tinggi

sehubungan denagan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di

atasnya. Dalam pasal 1 PP Nomor 39 tahun 1973 dinyatakan sebagai

berikut: “permintaan banding tersebut pada pasal 1 peraturan pemerintah ini

diajukan kepada pengadilan tinggi yang daerah kekuasanya meliputi tanah

dan benda-benda yang haknya di cabut, selambat-lambatnya dalam waktu 1

(bulan) terhitung sejak tanggal keputusan presiden itu di maksud dalam

pasal 5 dan 6 UU Nomor 20 tahun 1961 tersebut di sampaikan kepada yang

bersangkutan”

Dalam kaitanya dengan ketentuan dalam pasal 2 di atas, maka

pemohon banding mengajukan permohonan baik tertulis maupun secara

lisan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 3 PP Nomor 39 Tahun

1973 dinyatakan sebagai berikut:

“permintaan banding disampaikan dengan surat atau dengan lisan kepada

panitera pengadilan tinggi dimaksud dalam pasal 1 peraturan pemerintah

yang diajukan oleh yang bersangkutan yang disampaikan secara lisan

permintaan banding diterimah apabila terlebih dahulu dibayar biaya perkara

yang di tetapkan oleh ketua pengadilan tinggi apakah pemita banding tidak

Page 17: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

mampu, maka atas pertimbangan ketua pengadilan tinggi ia dapat

dibebaskan dari pembayaran biaya perkara tersebaut pada pasal( 2) ayat ini.

Untuk kelancaran dan kecepatan pemeriksaan terhadap

permohonan banding tersebut, maka pengadilan tinggi menentukan jangka

waktu lamanya pemeriksaan. Dalam pasal 4 dinyatakan bahwa selambat-

lambatnya dalam waktu satu (1) bulan setelah diterimahnya banding,

perkara tersebut harus sudah di periksa oleh pengadilan tinggi yang

berwsangkutan. Pemeriksaan dan putusan di jatuhkan dalam waktu yang

sesingkat-singakatnya.

Berkaitan dengan perkara tersebut, untuk memperlancar jalannya

pemeriksaan, maka pengadilan tinggi dapat memanggil para pihak untuak

di dengar keterangannya masing masaing (pasal 5 ayat (1)). Selanjutnya

permintaan keterangan dari para pihak dapat di limpahkan oleh pengadilan

tinggi ke pengadilan negeri, di mana tanah dan benda-benda tersebut

terletak (ayat (2)).

Pertimbangan pemerintah memberikan kesempatan kepada para

pemegang hak atas tanah, tidak mau menerima besarnya ganti kerugian

walaupun sudah mendapat keputusan dari presiden, dimaksudkan agar

pelaksanaan pencabutan ini dilakukan secara bijak dan hati-hati. Sebab

dengan dilakukanya pencabutan, maka para pemegang hak atas tanah

semula telah melepaskan haknya tersebut. Prinsip kehati-hatian ini

membuat Presiden mengeluarkan intruksi nomor 9 tahun 1973

pelaksanaan pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda diatasnya.

Dalam intruksi tersebut di tujukan kepada kepada semua mentri dan

gubernur di seluruh indonesia, bahwa:

“Pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya

supaya hanya dilaksanakan benar-benar untuk kepentingan umum dan

dilakukan dengan hati-hati serta denangan hati-hati serta dengan cara-cara

yang adil dan bijaksana, segala sesuatunya sesuai dengan ketentuan-

ketentuan perundang-perundangan yang berlaku.”

Page 18: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Dalam instrusi presiden ini telah di tentukan bawa pembangunan

yang bersifat kepentingan umum, yaitu apabila kegiatan tersebut

menyangkut:

a) Kepentingan bangsa dan negara, dan/atau

b) Kepentingan masyarakat luas, dan/atau

c) Kepentingan rakyat banyak, dan/atau

d) Kepentingan pembangunan.

Berkaitan dengan poin di atas, menyangkut kegiatan yang dapat

dikategorikan sebagi kepentingan umum, maka dalam intruksi presiden

tersebut telah di tetapkan biidang bangunan yang masuk dalam kategori

sifat kepentingan umum sebagai berikut:

a) Pertahanan;

b) Pekerjaan umum;

c) Jasa umum;

d) Keagamaan;

e) Ilmu pengetahaun dan seni budaya;

f) Kesehatan;

g) Olahraga;

h) Perlengkapan umum;

i) Keselamatan umum terhadap bencana;

j) Kesejahteraan sosial;

k) Makam/kuburan

l) Pariwisata dan rekriasi;

m) Usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum.

Suatu hal yang dapat di salut dari adanaya instruksi presiden ini

menyangkut mengenai penghargaan terhadap pemegang hak atas tanah

yang akan dicabut dengan alasan demi kepentingan umum, karena alasan

sangat mendesak. Hal ini di atur dalam pasal 4 intruksi Presiden ini

sebagai berikut:

Page 19: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

Dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang hak atas

tanah yang bersangkutan, naka penguasaan atas tanah dalam keadaan

yang sangat mendesak sebagai di maksud dalam pasal 6 UU Nomor 20

tahun 1961 (lembaran negara tahun 1961 nomor 288) hanya dapat

dilakukan apabila kepentingan umum menghendaki keadaan sangat

mendesak, di mana penundaan pelaksanaanya dapat menimbulkan

bencana alam yang dapat menimbulkan bencana alam yang mengancam

keselamatan umum; (b) penyediaan tanah tersebut sangat di perlukan

dalam suatu suatu kegiatan pembangunan yang oleh pemerintah dan atau

pemerintah daerah maupun masyarakat luas pelaksanaanya di anggap

tidak dapat di tunda-tunda lagi.

Menelaah ketentuan dalam intruksi Presiden di atas, maka

pencabutan hak atas tanah dengan alasan dalam keadaan yang sangat

mendesak merupakan persyaratan yang sangat berat. Sebab dengan

adanya persyaratan mengenai dapat dilakukan dengan alasan

menimbulkan bencana alam akan mengancam keselamatan umum

merupakan persyaratan kedua yang mensyaratkan agar pencabutan dapat

dilakukan dengan dalih suatu pembangunan yang sangat sulit untuk di

buktikan. Oleh kerena itu, kesimpulannya bahwa pelaksanaan yang

sangat sulit di buktikan. Oleh karena itu, kesimpulannya bahwa

pelaksanaan pencabutan hak atas tanah meruoakan instrumen hukum

yang sangat melindungi kepentingan pemegang hak atas tanah.

4.KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka adapun kesimpulan yang dapat diambil

adalah:

1. Berdasarkan UUPA tanah itu dipergunakan atau tidak,diusahai atau tidak,

harus didasarkan kepada 2 kepentingan sekaligus yaitu kepentingan individu

si pemilik dan kepentingan social masyarakat secara berkeseimbangan yang

bersifat dwi tunggal. Sedangkan pada hukum perdata barat lebih

mengutamakan kepentingan individu dan tidak bersifat dwi tunggal atas

kepentingan sipemilik dan kepentinagn masyarakat itu.

Page 20: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

2. Setiap hak atas tanah memiliki fungsi sosial sebagaimana termuat di dalam

Pasal 6 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

Pokok Agraria. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap hak milik sebagai

salah satu dari jenis hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh dalam

kandungan pengertian sebagai hak mutlak tidak terbatas dan tidak dapat

diganggu gugat. Sekalipun demikian, hak milik tetap memiliki fungsi sosial

karena di dalam Pasal 20 UUPA mengenai pengertian daripada hak milik

tetap merujuk pada Pasal 6 UUPA.

3. Terkait dengan masalah pembangunan yang bertujuan untuk kepentingan

umum, hak-hak atas tanah termasuk juga hak milik dapat diupayakan

pencabutan hak maupun pembebasan hak atas tanah oleh pemerintah daerah

setempat yang nantinya akan diberikan ganti rugi atau kompensasi.

4. Berkaitan dengan perwujudan dan pengembangan fungsi social dari hak-

hak atas tanah itu di dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan

bernegara maka pada pasal-pasal lain dalam UUPA terutama pasal 7

(larangan latifundia), pasal 10 (larangan absentee), pasal 17 (penetapan

ceiling), pasal 15(kewajiban menjaga kesuburan tanah), pasal 14

(perencanaan peruntukkan dan penggunaan tanah), pasal 18 (pencabutan ha

katas tanah), dan pasal-pasal lainnya yang masih memerlukan penjabaran

lebih lanjut adalah merupakan konsrp pokok (azas) dalam UUPA yang

wajib dilaksanakan.

5. Implementasi pasal 6 UUPA belum terlaksana dengan baik

5. SARAN

1. Dengan seringnya masalah pencabutan maupun pembebasan hak atas tanah yang terjadi di masyarakat lebih karena penerapan dari aturan-aturan ini yang tidak efektif. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, dimana salah satunya adalah prosedur pelaksanaan maupun ganti kerugian yang terbilang ketat sehingga menimbulkan banyaknya keluhan di masyarakat. Oleh karena itu, dapat disarankan agar di dalam pelaksanaan baik itu pencabutan ataupun pembebasan hak atas tanah yang dilakukan demi kepentingan umum memperhatikan pula hak-hak masyarakat yang dirugikan dalam hal ini agar nantinya tidak menimbulkan masalah-masalah baru di kemudian hari.

Page 21: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

2.Hendaknya pasal 6 UUPA ini dapat benar-benar menjadi pasal yang sesuai dengan amanat pasal 33 (3) UUD NRI 1945 yang mengutamakan kemakmuran rakyat, semoga pemerintah dapat lebih baik lagi dalam melindungi hak-hak masyarakat agar tidak diperkosa oleh oknum-oknum yang berkepentingan yang bergerak dengan tameng fungsi social ha katas tanah

1.

Page 22: Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Kalo, Syafruddin. 2004. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Jakarta: Pustaka Bangsa Press.

Parlindungan, A.P. 1998. Komentar atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju.

Siregar, Tanpil Anshari. 2004. Undang-Undang Pokok Agraria dalam Bagan. Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU.

Yamin, Muhammad. 2003. Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Perundang-Undangan:

UUD NRI 1945

UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UU No 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas Tanah

Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDP) No. 15 tahun 1975 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah

Majalah:

Muktar, Romli. 2014. “ProyekAsal Jadi Muntok”. Forum Keadilan. XXIV.

Internet:

Aminoto, Nirmala.”Hak atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial”.03 November2014.http://www.academia.edu/7703311/HAK_ATAS_TANAH_MEMPUNYAI_FUNGSI_SOSIAL