Fungsi dan Situasi Danseigo oleh Tokoh Wanita dalam...

13
JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 FEBRUARI 2017 : 90 - 102 90 Fungsi dan Situasi Danseigo oleh Tokoh Wanita dalam Anime Genshiken Nidaime Second Season Irma Widya Yulinda Dwi Anggoro Hadiutomo Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286 Email: [email protected] Email: [email protected] Abstrak Dalam bahasa Jepang terdapat pula variasi bahasa terkait jenis kelamin penggunanya, yakni biasa disebut dengan bahasa wanita (joseigo) dan bahasa laki-laki (danseigo). Dalam perkembangannya implementasi penggunaan variasi bahasa tersebut mengalami perubahan. Dalam kesehariannya, penggunaan variasi bahasa tersebut saling dipertukarkan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis situasi dan penyebab wanita menggunakan bahasa laki-laki (danseigo) di dalam anime “Genshiken Nidaime Second Season”. Peneliti menggunakan teori SPEAKING dari Hymes dan konsep (who speak, to whom, what language, when and what end) dari Fishman Melalui teori ini, dapat dilakukan analisa terhadap tiap tuturan yang mengandung danseigo dengan cara membuat klasifikasi kategori tindak tutur dan peristiwa tutur terhadap tuturan tersebut. Pada akhirnya banyak ditemukan penyimpangan dalam kategori tindak tutur daripada peristiwa tutur dikarenakan memiliki lebih banyak kalimat satu arah. Kalimat tersebut dapat berupa kalimat perintah, memberikan arahan, dan juga sindiran atau pujian. Pada peristiwa tutur ditemukan fungsi dan situasi penggunaannya, yakni menunjukkan adanya penekanan, ketegasan, naik turunnya emosi, perintah, keputusan, penunjukkan solidaritas dan kesan persuasi. Tujuan penggunaan danseigo yang dapat dipahami antara lain untuk menegur, mengejek, mengungkapkan kekesalan, mengungkapkan rasa semangat dan mengungkapkan pendapat. Kata kunci: danseigo, joseigo, peristiwa tutur, tindak tutur, variasi bahasa Abstract Japanese also has distinction in language user. This language variation divided into 'women language' (joseigo) and 'man language' (danseigo). Nowadays, the implementation of those language use has changed. Japanese are showing different experiences toward it, and becomes twisted. This research analyze the causes of Japanese women using danseigo or man language within scenes in the serial “Genshiken Nidaime Second Season”. The theory of SPEAKING by Hymes and Fishman (who speak, to whom, what language, when and what end) was choosen for analyzing a speech that had danseigo, and classify it into speech act and speech event as two big categories. As the result, it was found that the speech act category has higher result than speech event, because speech act shows more message within their speakers. The messages could be, showing their support; giving commands; and even mocking or complementing. In the speech event we can found the function and situation of its use, which shows the existence of emphasis, assertiveness, emotions, orders, decisions, the solidarity and the impression of persuasion. The purpose of using danseigo that can be understood was to reprimand, mock, express irritation, express a sense of spirit and express opinions. Keywords: danseigo, joseigo, speech event. speech act, language variation

Transcript of Fungsi dan Situasi Danseigo oleh Tokoh Wanita dalam...

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

90

Fungsi dan Situasi Danseigo oleh Tokoh Wanita dalam

Anime Genshiken Nidaime Second Season

Irma Widya Yulinda

Dwi Anggoro Hadiutomo

Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan, Surabaya 60286

Email: [email protected]

Email: [email protected]

Abstrak

Dalam bahasa Jepang terdapat pula variasi bahasa terkait jenis kelamin penggunanya, yakni biasa

disebut dengan bahasa wanita (joseigo) dan bahasa laki-laki (danseigo). Dalam perkembangannya

implementasi penggunaan variasi bahasa tersebut mengalami perubahan. Dalam kesehariannya,

penggunaan variasi bahasa tersebut saling dipertukarkan. Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis

situasi dan penyebab wanita menggunakan bahasa laki-laki (danseigo) di dalam anime “Genshiken

Nidaime Second Season”. Peneliti menggunakan teori SPEAKING dari Hymes dan konsep (who

speak, to whom, what language, when and what end) dari Fishman Melalui teori ini, dapat dilakukan

analisa terhadap tiap tuturan yang mengandung danseigo dengan cara membuat klasifikasi kategori

tindak tutur dan peristiwa tutur terhadap tuturan tersebut. Pada akhirnya banyak ditemukan

penyimpangan dalam kategori tindak tutur daripada peristiwa tutur dikarenakan memiliki lebih

banyak kalimat satu arah. Kalimat tersebut dapat berupa kalimat perintah, memberikan arahan, dan

juga sindiran atau pujian. Pada peristiwa tutur ditemukan fungsi dan situasi penggunaannya, yakni

menunjukkan adanya penekanan, ketegasan, naik turunnya emosi, perintah, keputusan, penunjukkan

solidaritas dan kesan persuasi. Tujuan penggunaan danseigo yang dapat dipahami antara lain untuk

menegur, mengejek, mengungkapkan kekesalan, mengungkapkan rasa semangat dan

mengungkapkan pendapat.

Kata kunci: danseigo, joseigo, peristiwa tutur, tindak tutur, variasi bahasa

Abstract

Japanese also has distinction in language user. This language variation divided into 'women

language' (joseigo) and 'man language' (danseigo). Nowadays, the implementation of those language

use has changed. Japanese are showing different experiences toward it, and becomes twisted. This

research analyze the causes of Japanese women using danseigo or man language within scenes in

the serial “Genshiken Nidaime Second Season”. The theory of SPEAKING by Hymes and Fishman

(who speak, to whom, what language, when and what end) was choosen for analyzing a speech that

had danseigo, and classify it into speech act and speech event as two big categories. As the result,

it was found that the speech act category has higher result than speech event, because speech act

shows more message within their speakers. The messages could be, showing their support; giving

commands; and even mocking or complementing. In the speech event we can found the function

and situation of its use, which shows the existence of emphasis, assertiveness, emotions, orders,

decisions, the solidarity and the impression of persuasion. The purpose of using danseigo that can

be understood was to reprimand, mock, express irritation, express a sense of spirit and express

opinions.

Keywords: danseigo, joseigo, speech event. speech act, language variation

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

91

1. Pendahuluan

Keberagaman bahasa muncul berdasarkan perbedaan sosial menyangkut

perbedaan tingkatan sosial, daerah, maupun gender. Bahasa Jepang juga memiliki

keberagaman atau variasi bahasa yang dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin

pengguna bahasanya, yaitu ragam lisan untuk laki-laki dan wanita yang disebut 男

性語 danseigo (bahasa laki-laki) dan 女性語 joseigo (bahasa wanita). Tetapi seiring

dengan berjalannya waktu, laki-laki maupun wanita di Jepang saling

mempertukarkan kedua variasi bahasa tersebut, banyak wanita yang menggunakan

danseigo dan tidak jarang pula laki-laki menggunakan joseigo.

Danseigo dan joseigo termasuk dalam kelompok yakuwarigo (bahasa peran).

Kinsui dalam“yakuwarigo shojiten” (2014:6) menjelaskan bahwa variasi bahasa

laki-laki dan wanita merupakan kelompok役割語 (yakuwarigo) yaitu bahasa peran

yang terbentuk dari stereotipe masyarakat Jepang. Penggunaan kosakata, frasa, dan

intonasi dalam variasi bahasa berhubungan dengan spesifikasi penutur mengenai

umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkatan dalam masyarakat, umur, dan bahkan

sifatnya seperti apa, hal ini yang dimaksud dengan yakuwarigo.

Stereotipe yang ada di masyarakat membentuk suatu pengelompokan dan

ciri-ciri pada penggunaan variasi bahasa sehingga dapat memerikan dan menebak

petutur secara spesifik berdasarkan perbedaan umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.

Yakuwarigo tersebut pada dasarnya identik dengan karya fiksi yang kerap

memunculkan banyak stereotipe dalam pengklasifikasian variasi bahasa, karya fiksi

yang banyak menonjolkan yakuwarigo adalah karya fiksi visual seperti manga

ataupun anime. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menjadikan anime

sebagai objek penelitian. Batasan penelitian hanya dilakukan pada penggunaan

danseigo oleh wanita, hal ini dikarenakan penggunaan tersebut lebih berdampak

negatif dalam kehidupan bermasyarakat karena wanita yang menggunakan

danseigo akan dipandang tidak wajar, tidak santun dan terkesan arogan.

Menurut Shigeko Okamoto(1992) dalam penelitiannya yang berjudul

“Less Feminine Speech Among Young Japanese Women” penggunaan danseigo

didominasi oleh wanita rata-rata umur 18-23 yang merupakan rentang umur ideal

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

92

seorang mahasiswi. Anime “Genshiken Nidaime Second Season” dipilih sebagai

sumber data karena memenuhi kriteria tersebut, yakni memiliki banyak tokoh

wanita dan penggunaan danseigo oleh wanita dengan rata-rata umur 18-23 yang

merupakan sekelompok mahasiswa dan mahasiswi. Genshiken Nidaime merupakan

sekuel dari serial Genshiken yang menceritakan tentang keseharian perkumpulan

para mahasiswa dan mahasiswi otaku (penggemar berat) dari manga, anime, dan

cosplayyang sedang menempuh studi di Universitas Shiiou. Genshiken sendiri

adalah kependekan dari 現代視覚文化研究 (gendai sikaku bunka kenkyuu) yang

berarti studi tentang budaya visual modern.

Season dua ini terdiri dari 13 episode yang menceritakan tentang perekrutan

anggota baru yang diketuai oleh seorang wanita bernama Ogiue. Hasil dari

perekrutan tersebut didominasi oleh anggota wanita yaitu Yajima, Yoshitake, Sue

dan salah satu tokoh utama dalam season kali ini yakni Hato yang ternyata adalah

seorang laki-laki senang berdandan layaknya wanita. Season ini tidak hanya

menampilkan tokoh baru saja, ada beberapa tokoh yang telah muncul di season

sebelumnya yakni para senior dari Genshiken selain Ogiue ada juga Ohno,

Kasukabe, Madarame, Kosaka, Sasahara, Kuchiki, Tanaka, Kugapi dan Keiko.

Anggota tertua dari perkumpulan Genshiken adalah Ohno, Madarame, Tanaka,

Kugapi lalu disusul dengan keberadaan Sasahara, Kasukabe, Kosaka dan Kuchiki

kemudian junior mereka adalah Ogiue.

Penggunaan danseigo oleh tokoh wanita muncul dalam situasi tertentu dan

memiliki fungsi dan tujuan tertentu pula. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan

mengetahui penyebab penggunaan danseigo oleh wanita dengan melihat danseigo

apa saja yang muncul dalam setiap tuturan dan pada situasi bagaimana danseigo

tersebut digunakan. Selain itu dilihat pula penggambaran karakter tokoh wanita

pengguna danseigo tersebut.

Penelitian ini menerapkan teori kajian dan prinsip-prinsip sosiolinguistik

berupa teori tentang peristiwa tutur dan tindak tutur yang digunakan untuk mengkaji

situasi dalam sebuah tuturan. Teori tersebut dikemukakan oleh Hymes dalam Chaer

(2004) berupa teori SPEAKING dan Fishman dalam Chaer (2004) meliputi teori

who speak, to whom, what language, when and what ends. Melalui penerapan teori

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

93

tersebut dianalisa tentang penyebab penggunaan danseigo dalam situasi tertentu

oleh kaum wanita. Adapun pengelompokan dan fungsi danseigo yang dijabarkan

dianalisa dengan menggunakan teori dari Kinsui (2009).

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi dalam

penelitian kali ini. Pertama, “Penyimpangan pemakaian danseigo dan joseigo

dalam Film Drama Televisi Gokusen” oleh Annisa Laila Khaled. Dalam penelitian

ini dilakukan analisis letak penyimpangan dan terjadinya penyimpangan danseigo

serta joseigo menggunakan metode deskriptif. Klasifikasi variasi bahasa dilakukan

berdasarkan sudut pandang fonologi, leksikon, morfologi, sintaksis. Dalam

penelitian ini dianalisis kedua jenis bahasa yaitu danseigo serta joseigo, namun

terdapat kekurangan pada pembagian analisis tokoh dalam analisis tersebut. Kedua,

“Analisis setting tuturan pada ujaran yang menggunakan wakamono kotoba dalam

komik conan vol. 4 file 8-10” oleh Alien Maulida Nurtaqwim. Penelitian ini

membahas mengenai fungsi dan setting tuturan dengan teori Hymes dan Fishman.

Dalam penelitian ini tidak terdapat pembahasan danseigo melainkan hanya

berfokus pada wakamono kotoba. Ketiga, “Less Feminime Speech Among Japanese

Young Woman” oleh Okamoto Shigeko. Dilakukan klasifikasi dalam bentuk variasi

bahasa laki-laki dan wanita, kemudian dilakukan pencatatan pada jumlah

penyimpangan yang terjadi. Metode yang digunakan merupakan observasi yang

mengkaji hubungan antara pemilihan bahasa dalam hubungannya dengan

penunjukan identitas diri. Keempat, “大学生の雑談に表れるジェンダー表現の

機能”oleh Chin Yeyen yang membahas tentang penggunaan danseigo serta joseigo

pada pria dan wanita. Metode yang digunakan merupakan observasi yang dilakukan

pada mahasiswa dan mahasiswi umur 20 tahun.Penelitian ini lebih condong pada

perbedaan variasi bahasa laki-laki dan wanita, pencarian fungsi situasi pemilihan

bahasa yang dilihat dari aspek intonasi bahasa, ekspresi ekspresi kata, kata ganti

orang, kata seru, serta ekspresi bully.

2. Metode Penelitian

Kinsui, Takubo dan Tanaka menjelaskan apa saja partikel akhiran, kata

ganti orang, dan kata seru yang merupakan variasi bahasa laki-laki mencakup

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

94

pengelompokan shujoshi (partikel yang berada di akhir kalimat)(終助詞) ,

ninshoo daimeishi (kata ganti orang)(人称代名詞), kandoushi (kata seru) (感

動詞 . Kinsui mengkalisifikasikan kelompok shujoshi, ninshoo daimeishi, dan

kandoushi sebagai bentuk kata yang umumnya digunakan oleh laki-laki dan

dianggap sebagai danseigo (bahasa laki-laki). Shujoshi, ninshoo daimeishi dan

kandoushi yang muncul sebagai danseigo akan peneliti jabarkan fungsinya menurut

teori Kinsui dan Takubo. Pengertian dari masing-masing danseigo dilihat dalam

kamus Daijirin yang ditulis oleh Akira Matsumura (1990).

“Sosiolinguistik Perkenalan Awal” yang ditulis oleh Abdul Chaer dan

Leonie Agustina menjelaskan bahwa menurut Fishman, sosiolinguistik adalah studi

yang mempelajari tentang who speak, what language to whom, when and what ends.

Dari keempat komponen itulah kita bisa melihat tujuan serta perihal penggunaan

beberapa variasi bahasa. Dalam menganalisis sebuah situasi tuturan, peneliti

menggunakan teori analisis situasi tuturan menurut Hymes (dalam Chaer dan

Agustin 2004,50) meliputi SPEAKING yaitu S (setting and scene), P (Participants),

E (Ends), A (Act sequences), K (Key : tone or spirit of act), I (Instrumentalities), N

(Norms of interaction and interpretation), G (Genres). Terjadinya proses

komunikasi atau percakapan tersebut dibedakan menjadi peristiwa tutur dan tindak

tutur, peristiwa tutur (speech event) pada dasarnya merupakan rangkaian dari

sejumlah tindak tutur (speech act) yang terorganisasi untuk mencapai satu tujuan.

Sebuah percakapan baru dapat disebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau

memenuhi syarat seperti pokok percakapan yang menentu, terdapat tujuan,

dilakukan oleh orang-orang yang memang saling kenal, dan menggunakan ragam

bahasa yang tetap. Dalam batasan mengenai norma, peneliti menggunakan batasan

kebudayaan Jepang yakni mengenai konsep meue-meshita (atasan-bawahan) yang

membahas tentang tingkatan dan kedudukan sosial dalam masyarakat lalu konsep

uchi-soto (dalam-luar) yang membahas tentang hubungan kekerabatan.

Pada penelitian ini, peneliti memilih metode kualitatif deskriptif. Metode ini

dipilih guna mengkaji data secara sistematis dan terstruktur dalam klasifikasi

pengambilan data yang berupa percakapan. Peneliti melakukan pengamatan dan

pencatatan data penelitian agar dapat dilakukan penjabaran sesuai dengan rencana

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

95

analisa data. Data yang telah diambil, diklasifikasikan dan dianalisis sesuai dengan

teori SPEAKING dan konsep who speak,what language to whom, when, and what

ends. Data tersebut kemudian dijadikan data utama dalam penelitian ini.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini awalnya dilakukan dengan

mencari penggunaan danseigo pada setiap percakapan oleh setiap tokoh wanita.

Data yang telah terkumpul berjumlah 216 tuturan yang kemudian diklasifikasikan

lagi menjadi 26 penyimpangan berdasarkan dengan validitas kriteria yang

diinginkan oleh peneliti. Dari 26 data utama yang didapat oleh peneliti, kemudian

dilakukan analisis awal mengenai situasi dan fungsi penggunaan danseigo lalu

dikelompokkan menjadi peristiwa tutur dan tindak tutur.

3. Hasil dan Pembahasan

Sesuai dengan teori Hymes peristiwa tutur merupakan kondisi dimana

terjadi percakapan aktif antara satu sama lain dalam topik bahasan tertentu. Dalam

26 data utama yang telah dipilih oleh peneliti berdasarkan dengan analisis fungsi

dan situasi maka ditemukan 10 data dimana terjadi percakapan secara aktif antar

tokoh. Data tuturan yang tidak memenuhi prasyarat peristiwa tutur, yakni meliputi

teori SPEAKING, dikelompokkan menjadi tindak tutur karena tuturan terjadi hanya

berdasarkan oleh faktor psikologis penutur dan tidak memiliki topik bahasan

tertentu. Data tersebut lalu dianalisis dengan menggunakan teori Fishman.

Danseigo adalah variasi bahasa Jepang yang digunakan oleh laki-laki, dan

memiliki kesan maskulin. Takubo (dalam Senko K Maynard 2005,3) menjelaskan

bahwa ekspresi maskulin umumnya menunjukkan adanya persuasi, klaim, penuh

ketegasan dan kata-kata perintah. Dengan kata lain,danseigo berperan sebagai

bahasa yang penuh dengan ketegasan, sedangkan sebaliknya gaya bahasa joseigo

tidak memiliki banyak penekanan dan kesan ketegasan.

Pengelompokkan bentuk bahasa danseigo menurut Kinsui yakni partikel

akhiran/shujoshi(終助詞;だぜ、だぞ、だな、だね、だよ、さ、ぜ、ぜえ、

ぞ、な、や), kata ganti orang/ninshoo daimeishi (人称代名詞;おれ、ぼ

く、おいら、わし、おまえ、きみ), dan kata seru/kandoushi(感動詞;おい、

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

96

こら、おお). Fungsi penggunaan danseigo menurut Kinsui (2004) antara lain

untuk mengungkapan adanya penekanan, perintah, keputusan dan memaksa lawan

tutur untuk mendengarkan pendapatnya yang bersifat persuasif. Selain itu fungsi

penggunaan danseigo menurut Takubo (1992) adalah menunjukkan adanya

persuasi, klaim, penuh ketegasan dan kata-kata perintah serta digunakan untuk

percakapan dengan teman dekat.

Tuturan yang mengandung danseigo lebih sering muncul sebagai tindak tutur

daripada peristiwa tutur. Hal ini disebabkan oleh faktor bahwa danseigo banyak

memiliki fungsi untuk menunjukkan penekanan dan ketegasan yang muncul di

dalam suatu tuturan, mencakup ciri-ciri tindak tutur seperti kata-kata perintah atau

suatu pernyataan yang dipengaruhi oleh faktor psikologis dan bersifat satu arah. Pada

data di bawah ini terdapat tiga danseigo yang merupakan peristiwa tutur karena

memiliki topik tuturan, di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu seperti yang

terlihat di bawah ini:

Analisis Danseigo pada Data 2 (Episode 1)

スエ : ええ、大開はとちゃん、それは“犯罪だよ”会議。

Ee, daikai Hato chan, sore ha “hanzai dayo” kaigi.

大濃 : 本当にそうですよ、はと君。

Hontouni sou desuyo, Hato kun.

波戸 : はい。

Hai.

大濃 : ただでさえ、トイレで着替えるのはれいあとしてごはっとな

のに。。

Tada de sae, toire de kigaeru no ha reia toshite gohatto na no ni..

矢島 : そこなのか。

Soko nano ka.

大濃 : それは女子トイレとなれば、警察サタはひっしですよ!

Sore ha jyoshi toire to nareba, keisatsu sata ha hissi desu yo!

波戸 : はい、女子トイレなら入る時さえ気をつければいいかなって

男性トイレは出る時外の様子がわからないし。

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

97

Hai, Jyoshi toire nara hairu toki sae ki wo tsukereba ii ka natte,

dansei toire ha hairu kigai no yousu ga wakaranai shi.

大濃 : そういう問題じゃありません。家では着替えられないんです

か?

Sou iu mondai jya arimasen. Ie de ha kigaerarenaindesuka?

波戸 : 最初はそうだったんですけど、片道三十分だから往復で一時

間、それに方化粧とか服きれい時間を合わせると部室に来る

のがかなり遅くなる時もあって。。

Saisho wa sōdatta ndesukedo, katamichi san jūbundakara ōfuku de

ichijikan, soreni hō keshō toka fuku kirei jikan o awaseru to bushitsu

ni kuru no ga kanari osoku naru toki mo atte..

吉武 : ここで着替えればいいじゃないですか?ちょっとぐらい外で

待っててもいいっすよね。

Koko de kigaereba ī janaidesu ka? Chotto gurai soto de mattete mo

īssu yo ne

大濃 : もちろんですよ!スエはここにコスープレイしてますから。

Mochirondesu yo! Sue wa koko ni kosūpurei shitemasukara.

波戸 : できるだけ男だってことを皆さんに意識してほしいがないの

で。

Dekirudake otoko datte koto o minasan ni ishiki shite hoshī ga

nainode.

大濃 : うんんん。。

Unnn..

吉武 : そういう意識はすでに吹っ飛んでる気がするっす。

Sōiu ishiki wa sudeni futton deru ki ga surussu.

矢島 : いいそう逆にさ、最初から男の格好でくらいいいんじゃない

の?女将なんか知ってるからよやこしんだよ。ふだんしとか

ってまだ正直よくわかんないけどよ、でもむしろそっちにな

れたほうが、かんがう考えたらお互いに楽なんじゃないの?

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

98

Ī-sō gyaku ni sa, saisho kara otoko no kakkō de kurai ī n janai no?

Okami nanka shitterukara yo yakoshin dayo. Fudan shi toka tte

mada shōjiki yoku wakan'naikedo yo, demo mushiro sotchi ni nareta

hō ga, kan ga u kangaetara otagai ni rakuna n janai no?

スエ : 着替える場所ならあるぞ!

Kigaeru bashonara aru zo!

Sue : Yaa inilah sidang terhadap tindakan kriminal Hato!

Ohno : Beneran loo Hato..

Hato : Iya..

Ohno : Lagian cosplayer1 itu ga boleh berganti di toilet!

Yajima : Ooh jadi itu masalahnya.

Ohno : Dan jika kamu melakukannya di toilet perempuan nanti kalau

ketahuan bisa-bisa kamu dilaporkan ke polisi loh

Hato : Iya..

Hato : Aku kira akan lebih baik jika berganti pakaian di dalam toilet

perempuan, kalau berganti di toilet laki-laki nanti pada saat keluar

ada apa-apa kan gatau

Ohno : Sebenarnya ga masalah sih ... kenapa kamu ga ganti dirumah saja?

Hato : Awalnya begitu ... tetapi ternyata jadinya buru-buru, belum make up

dan menggunakan baju lalu dari rumah ke kampus juga sekitar 30

menit

Yoshitake : Kenapa tidak ganti disini saja? Kita kan bisa nunggu diluar sebentar

Ohno : Iya boleh-boleh saja, Sue kan juga biasanya cosplay dan berganti

pakaian disini

Hato : Mmm … sebisa mungkin aku tidak mau menunjukkan aku sebagai

laki-laki di depan kalian

Ohno : Hmmm…

Yoshitake : Hmmmm kalau itu kan juga sudah tau dari dulu

1 “Cosplayer: One who takes part in cosplay” “seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan

cosplay”.. (http://www.yourdictionary.com/cosplay#websters)

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

99

Yajima : Kenapa sih kamu ga dandan seperti laki-laki normal saja? Masalah

ini hanya gara-gara hal sepele kan? Aku sebenarnya juga kurang

paham bagaimana fujoshi 2 laki-laki tapi apakah tidak sebaiknya

berubah demi kebaikan bersama?

Sue : Kalau tempat buat ganti baju sih ada!

Dalam percakapan diatas terdapat tiga danseigo yaitu “sa”,”dayo” dan “zo”

yang merupakan bagian dari shujoshi dan memiliki klasifikasi sebagai peristiwa

tutur karena mencakup teori SPEAKING. Shujoshi “sa” dan “dayo” diucapkan oleh

penutur Yajima untuk menegur Hato bahwa sebaiknya Hato tidak lagi melakukan

crossdressing3 karena itu hanya akan mempersulit diri sendiri dan orang disekitar.

Sedangkan shujoshi “zo” digunakan Sue untuk memberikan jalan keluar dalam

perdebatan mengenai tempat Hato berganti pakaian. Karena Sue sudah muak

dengan perdebatan tersebut, maka Sue lalu dengan santai mengutarakan

pendapatnya bahwa ada tempat berganti pakaian yang cocok dengan Hato. Fungsi

danseigo pada tuturan di atas antara lain untuk menekankan, menegaskan pendapat

dan dengan tujuan untuk memerintah lawan tutur agar mengikuti pendapat yang

telah disampaikan penutur.

Pada data dibawah ini terdapat dua danseigo yang merupakan klasifikasi

dari tindak tutur karena tidak memenuhi rumusan dalam teori SPEAKING dan tidak

memiliki topik bahasan tertentu.

Analisis Danseigo pada Data 8 (Episode 3)

惠子 : あは、もういや、疲れた!帰る。

Aha, mō iya, tsukareta! Kaeru.

斑目 : ああ、帰れ!帰れ!

Aa, kaere! Kaere!

2 Fujoshi adalah istilah untuk perempuan yang menyukai tindakan yang unik dan menyimpang

yakni ekspresi hubungan romantic antara laki-laki.

(http://journal.transformativeworks.org/index.php/twc/article/view/462/386) 3 “Crossdressing: The act of one dressing up as the gender that they do not normally find

themselves living as” “Kegiatan berpakaian yang tidak sesuai dengan gender”.

(http://www.urbandictionary.com/define.php?term=cross-dressing)

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

100

惠子 : お前ちゃんと失礼できてねえんだよ!だからいつまでもこの

とこでいつもぐだぐだやってんだ。

Omae chanto shitsurei deki tenēndayo! Dakara itsu made mo kono

toko de itsumo gudaguda yattenda.

斑目 : はああ

Haa

惠子 : 一遍ぐらい現実に濃くってみろ,オタク!

Ippen gurai genjitsu ni kokutte miro, otaku!

Keiko : Ah uda ah capek! Aku pulang.

Madarame : Aaa pulang sana pulang !

Keiko : Kamu tu gabisa sopan ya! Makanya sampe sekarang kamu menyia-

nyiakan waktumu di tempat ini tanpa melakukan apa-apa

Madarame : Haaaa

Keiko : Coba sekali-kali ajak seseorang untuk keluar dalam kehidupan nyata

dasar otaku !braaakk!!(Membanting pintu)

Dalam percakapan di atas penutur memperlihatkan pertengkaran yang terjadi antara

penutur (Keiko) dan lawan tutur (Madarame). Ketika Keiko pamit pulang,

Madarame malah semakin mengusirnya, karena itu Keiko semakin geram pada

Madarame sehingga menggunakan nininsho daimeishi yaitu “omae” dengan tujuan

mengungkapkan rasa kesalnya memanggil Madarame dan menggunakan

shujoshi“dayo” untuk mengejek Madarame. Fungsi danseigo pada kedua ujaran

tersebut adalah untuk menekankan dan menegaskan ejekan atau emosi.

4. Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

Ditemukan danseigo yang lebih sering muncul dalam tindak tutur daripada peristiwa

tutur. Hal ini disebabkan oleh faktor yakni danseigo banyak memiliki fungsi untuk

menunjukkan penekanan dan ketegasan yang rata-rata muncul di dalam suatu tuturan,

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

101

mencakup ciri-ciri tindak tutur seperti kata-kata perintah atau suatu pernyataan yang

dipengaruhi oleh faktor psikologis penutur seperti ungkapan kekesalan. Fungsi

digunakannya danseigo antara lain meliputi menunjukkan adanya penekanan,

ketegasan, naik turunnya emosi, adanya suatu perintah, keputusan, penunjukkan

solidaritas dan kesan persuasi.Tujuan penggunaan danseigo adalah untuk menegur,

mengejek, mengungkapkan kekesalan, mengungkapkan rasa semangat dan

mengungkapkan pendapat.

Daftar Pustaka

Buku:

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Chaer, Abdul dan Agustin, Leonie. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal,

Jakarta: Rineka Cipta

Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metoda Linguistik. Bandung: Refika Aditama

Satoshi, Kinsui. 2009. Visual Nihongo Yakuwarigo No Nazo. Tokyo: Iwanami

Satoshi, Kinsui. 2014. Yakuwarigo (shojiten). Tokyo: Kenkyusha

Lindsey, Linda L. 1990. Gender Roles: A Sociological Perspective. New Jersey:

Prentice Hall-inc

Maynard, Senko K. 2005. Danwa Hyogen Handbook. Tokyo: Kuroshioshuppan

Akira, Mutsumura. 1990. Daijirin. Tokyo: Sanshogyo

Nababan, P.W.J. 1993 Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Natsuko, Tsujimura.1996.An introduction to Japanese Linguistics. United

Kingdom: Blackwell Publishing Company

Sasaki Mizue, 2006, Nihongo to Jenda,Tokyo: Hitsuji.

Sudjianto, Dahidi Ahmad. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta:

Kesaint Blanc

Sumarsono. 2013. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA

Toshiko, Tanaka. 1990,Nihongo no Bunpou. Tokyo: Kindai Bungeisha

Johnson, Toni.Woods. 2010. Manga: An Anthology of Global and

CulturalPerspectives.USA:Bloomsbury

JAPANOLOGY, VOL. 5, NO. 1, SEPTEMBER 2016 – FEBRUARI 2017 : 90 - 102

102

Jurnal dan skripsi:

Khaled, Annisa Laila. 2005. “Penyimpangan Pemakaian Danseigo dan Joseigo

Dalam Film Drama Televisi GOKUSEN”. Skripsi. Jakarta. Program Studi S1

Jepang Universitas Indonesia. (Diakses pada 30 Januari 2017)

Nurtaqwim, Alien Maulida. “Analisis SettingPertuturan pada Ujaran yang

Menggunakan Wakamonono Kotoba dalam Komik Conan Vol.4 File 8-10”.

Skripsi. Surabaya. Program Studi S1 Sastra Jepang Universitas Airlangga.

Website:

Macwilliams Mark. W, 2006, “Japanese Visual Culture”.

(https://books.google.co.id/books/about/Japanese_Visual_Culture.html?id=

MknfBQAAQBAJ&redir_esc=y ) diakses pada 13 Agustus 2016.

Mchugh, Charles. Uenishi, Koji. Li Liping. “Nakama Consciousness and Social

Behavior Reported by Adult Japanese Males and

Females”.(http://web.uri.edu/iaics/files/13CharlesMcHughKojiUenishiLipin

gLi.pdf) diakses pada 13 Agustus 2016.

Okamoto, Shigeko. “Tasteless Japanese: Less Feminine Speech Among Japanese

Women”. (http://web.stanford.edu/~eckert/PDF/okamoto1995.pdf) diakses

pada 13 Agustus 2016.

Suzuki, Midori. “The possibilities of research on fujoshi in Japan”.

(http://journal.transformativeworks.org/index.php/twc/article/view/462/386)

diakses pada 30 Januari 2017.

Yiyin, Chen. 2001. “Daigakusei no zatsudan ni arawareru jenda hyogen no kino”.

(http://www.gender.jp/journal/no10/12_chin.html) diakses pada 13 Agustus

2016.

Suzuki, Midori. “The possibilities of research on fujoshi in Japan”.

(http://journal.transformativeworks.org/index.php/twc/article/view/462/38

6) diakses pada 30 Januari 2017.

Definisi “cosplayer”. (http://www.yourdictionary.com/cosplay#websters) diakses

pada 30 Januari 2017.

Definisi“crossdressing”. (http://www.urbandictionary.com/define.php?term=

cross-dressing) diakses pada 30 Januari 2017.