Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

12
Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VII Surabaya, 25 – 26 Oktober 2010 PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITIES (MRF) DI KOTA TANAH GROGOT, KABUPATEN PASER, KALIMANTAN TIMUR Abdul Kahar 1 , Firmansyah Wijaya 1 , Nor Handayani 2 1 Dosen FT Unmul 2 Mahasiswa PS T.Lingkungan FT Unmul Jl. Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda – 75119 Telp./Faks: (0541) 736834 / (0541) 749315 e-mail: [email protected] ABSTRAK Proses produksi sampah merupakan proses berkesinambungan, semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk, maka volume sampah yang dihasilkan oleh suatu wilayah akan semakin besar. Suatu paradigma yang harus dipahami bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali, dan didaur ulang, dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dengan memaksimalkan pemanfaatan sampah biodegradable sebagai bahan kompos, dan material non biodegradable sebagai bahan daur ulang, maka efisiensi pengelolaan sampah di Kota Tanah Grogot dapat meningkat dengan signifikan. Sebagai implementasi peningkatan efisiensi tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan fasilitas pengelolaan sampah yang terpadu dan bernilai ekonomis atau disebut sebagai Material Recovery Facilities (MRF). Berdasarkan hasil penelitian, laju timbulan sampah masyarakat di Kota Tanah Grogot sebesar 1,97 lt/org/hr dengan komposisi sampah organik 69,71% dan sampah non organik 30,29%. Analisis dilakukan dengan menganalisa timbulan dan komposisi sampah yang digunakan untuk merencanakan MRF yang berfungsi sebagai fasilitas daur ulang barang lapak dan fasilitas pengomposan dengan menggunakan metode open windrow. Pada perencanaan pembangunan MRF, sampah yang akan dikelola sebesar 50% dari volume sampah eksisting, yaitu 18,87 m³/hari dengan menghasilkan produksi kompos 2,35 m³/hari dan barang lapak 11,83 m³/hari. Lahan yang tersedia untuk kegiatan MRF seluas 1900 m² dengan total keseluruhan lahan yang dibutuhkan seluas 564,93 m² terdiri dari lahan pengolahan sampah organik, lahan pengolahan sampah non organik dan komponen penunjang fasilitas MRF. Kata kunci: Material Recovery Facilities, Kota Tanah Grogot, dan Kabupaten Paser. A. PENDAHULUAN Persampahan telah menjadi suatu agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia dan merupakan sebuah tantangan yang akan menentukan sustainaibility lingkungan suatu kota. Permasalahan sampah di Kota Tanah Grogot semakin kompleks baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, estetika maupun kesehatan. Pengolahan sampah saat ini lebih pada prinsip “sampah harus dibuang”. Pemikiran ini harus diperbaiki 1

Transcript of Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Page 1: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

PERENCANAAN MATERIAL RECOVERY FACILITIES (MRF) DI KOTA TANAH GROGOT, KABUPATEN PASER,

KALIMANTAN TIMUR

Abdul Kahar1, Firmansyah Wijaya1, Nor Handayani2

1Dosen FT Unmul 2Mahasiswa PS T.Lingkungan FT UnmulJl. Sambaliung No.9 Kampus Gunung Kelua, Samarinda – 75119

Telp./Faks: (0541) 736834 / (0541) 749315e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Proses produksi sampah merupakan proses berkesinambungan, semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk, maka volume sampah yang dihasilkan oleh suatu wilayah akan semakin besar. Suatu paradigma yang harus dipahami bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali, dan didaur ulang, dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dengan memaksimalkan pemanfaatan sampah biodegradable sebagai bahan kompos, dan material non biodegradable sebagai bahan daur ulang, maka efisiensi pengelolaan sampah di Kota Tanah Grogot dapat meningkat dengan signifikan. Sebagai implementasi peningkatan efisiensi tersebut, maka perlu dilakukan perencanaan fasilitas pengelolaan sampah yang terpadu dan bernilai ekonomis atau disebut sebagai Material Recovery Facilities (MRF).Berdasarkan hasil penelitian, laju timbulan sampah masyarakat di Kota Tanah Grogot sebesar 1,97 lt/org/hr dengan komposisi sampah organik 69,71% dan sampah non organik 30,29%. Analisis dilakukan dengan menganalisa timbulan dan komposisi sampah yang digunakan untuk merencanakan MRF yang berfungsi sebagai fasilitas daur ulang barang lapak dan fasilitas pengomposan dengan menggunakan metode open windrow. Pada perencanaan pembangunan MRF, sampah yang akan dikelola sebesar 50% dari volume sampah eksisting, yaitu 18,87 m³/hari dengan menghasilkan produksi kompos 2,35 m³/hari dan barang lapak 11,83 m³/hari. Lahan yang tersedia untuk kegiatan MRF seluas 1900 m² dengan total keseluruhan lahan yang dibutuhkan seluas 564,93 m² terdiri dari lahan pengolahan sampah organik, lahan pengolahan sampah non organik dan komponen penunjang fasilitas MRF.Kata kunci: Material Recovery Facilities, Kota Tanah Grogot, dan Kabupaten Paser.

A. PENDAHULUANPersampahan telah menjadi suatu

agenda permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia dan merupakan sebuah tantangan yang akan menentukan sustainaibility lingkungan suatu kota. Permasalahan sampah di Kota Tanah Grogot semakin kompleks baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial, estetika maupun kesehatan. Pengolahan sampah saat ini lebih pada prinsip “sampah harus dibuang”. Pemikiran ini harus diperbaiki menjadi “sampah harus dikelola”. Pengelolaan sampah yang kini dilakukan belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang sampah.

Penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% merupakan sampah organik, dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (Outerbridge,1991). Paradigma baru dengan memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat

dimanfaatkan melalui sebuah proses orientasi pembuangan sampah ke orientasi daur-ulang dan pengomposan. Melalui paradigma baru ini pengelolaan sampah tidak lagi merupakan satu rangkaian yang hanya berakhir di TPA, tetapi lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Cara penanganan sampah yang baik dan efektif harus bertumpu pada upaya pengurangan dan pemanfaatan sampah melalui pendekatan 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan merencanakan fasilitas pengelolaan sampah terpadu, terintegrasi dan bernilai ekonomis disebut sebagai Material Recovery Facilities (MRF).

Rumusan masalah dari perencanaan ini adalah:1. Berapa laju timbulan dan komposisi sampah

yang dihasilkan masyarakat Kota Tanah Grogot.

2. Bagaimana desain lay out MRF sebagai fasilitas daur ulang di Kota Tanah Grogot.

1

Page 2: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah:1. Menganalisis laju timbulan dan komposisi

sampah yang dihasilkan masyarakat Kota Tanah Grogot.

2. Merencanakan desain lay out MRF sebagai fasilitas daur ulang di Kota Tanah Grogot.

B. LANDASAN TEORI2.1 Sampah

Sampah merupakan limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kain bekas, kaleng, debu sisa penyapuan, dan sebagainya (SNI No.19-2454-2002).

Menurut Tchobanoglous (1993) sampah dapat diklasifikasikan menurut asal dan sumbernya. Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu sampah organik (Biodegradable) dan sampah anorganik (Non degradable). Sedangkan sampah berdasarkan sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi 9 macam, yaitu sampah dari perumahan, sampah dari perdagangan, sampah institusi, sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung, sampah pelayanan masyarakat, sampah fasilitas pengolahan, sampah permukiman, sampah industri dan sampah pertanian.

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang.

Pengelolaan persampahan mempunyai beberapa tujuan mendasar meliputi: (1) meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat (2) melindungi sumber daya alam/air (3) melindungi fasilitas sosial ekonomi (4) Menunjang pembangunan sektor strategis (Program Pelatihan Jurusan Teknik Lingkungan ITS, 2006).

2.2. Material Recovery Facilities (MRF)Material recovery facilities merupakan

komponen utama dari sistem pengelolaan manajemen sampah. MRF merupakan sebuah fasilitas yang menerima bahan berupa material sampah yang berasal dari sumber sampah baik dalam keadaan tercampur maupun sudah mengalami proses pemilahan sebagai proses berkelanjutan dari pengelolaan sampah untuk dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku pada proses selanjutnya (Tchobanoglous, 1993).

2.3. Pengomposan SampahMurbandono (2000) menyatakan bahwa

kompos adalah hasil proses pengomposan, yaitu suatu cara untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang mengalami perombakan dengan lebih sederhana menggunakan aktivitas mikrobia didalam tanah. Sedangkan menurut Soeyanto (2002) pengomposan adalah suatu perombakan zat organik menjadi suatu zat kimia yang terjadi secara biologis melalui aktivitas mikroorganisme untuk menjadi humus dimana zat-zat tersebut berasosiasi didalam tanah menjadi mineral-mineral.

2.4. Daur Ulang SampahDaur ulang sampah adalah salah satu

strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk bekas pakai agar dapat lebih dimanfaatkan kembali menjadi barang berdaya guna dan memiliki nilai ekonomi (Santoso, 2009).

C. METODE PENELITIAN3.2 Waktu dan Tempat Penelitian3.2.1 Waktu Penelitian

Pengambilan dan pengukuran contoh sampah rumah tangga (domestik) dilakukan selama 8 hari berturut-turut pada tanggal 28 Februari hingga 7 Maret 2010 dalam lokasi dan waktu yang sama, dan dilanjutkan dengan analisis data dan perencanaan desain lay out MRF.3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur. Sedangkan lokasi pengambilan dan pengukuran contoh sampah rumah tangga (domestik) merupakan daerah yang terlayani pelayanan sampah yaitu Kelurahan Tanah Grogot dan

2

Page 3: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

sebagian desa yang terlayani, yaitu Desa Tepian Batang, Desa Tanah Periuk dan Desa Janju, serta sebagian wilayah Kecamatan Pasir Belengkong yaitu Desa Sangkuriman dan Desa Tanah Periuk.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian Peralatan dan perlengkapan yang

diperlukan untuk pengambilan dan pengukuran sampel timbulan dan karakteristik sampah domestik, antara lain sarung tangan, masker, kantong plastik (volume 40 L), timbangan dacin ukuran 50 - 100 kg, alat pengukur volume berupa kotak triplek yang berukuran 20 x 20 x 20 cm dan berukuran 1,0 x 0,5 x 1,0 m, penggaris, sekop, stiker untuk identitas sampel yang ditempelkan di kantong plastik, spidol, bolpoint serta kertas form pengisian data sampah.

3.4. Prosedur Penelitian Tata cara pengambilan dan pengukuran

sampel timbulan dan komposisi sampah domestik dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Persampahan 19-3964-1995 mengenai metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan yang meliputi lokasi, cara, pengambilan, jumlah contoh, frekuensi pengambilan, serta pengambilan dan perhitungan.1. Penentuan Jumlah Sampel

a) Perhitungan jumlah jiwa menggunakan persamaan berikut:

Jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 2009 = 14801 jiwa, maka:

, jadi jumlah jumlah contoh jiwa (S) = 122b) Perhitungan jumlah keluarga yang

disampling mengunakan persamaan berikut:

Maka jumlah keluarga yang disampling sebanyak 24 titik sampling. Pengambilan sampel sampah domestik dilakukan berdasarkan beberapa faktor antara lain:

Pendekatan pada setiap jalan yang terdapat di Kota Tanah Grogot yaitu meliputi 56 jalan yang merupakan daerah terlayani pelayanan sampah.

Stratifikasi pengambilan sampel dilakukan dengan cara pengambilan data kuisioner yang disajikan pada lampiran 45, antara lain berdasarkan tingkat perekonomian

penduduk dengan klasifikasi penduduk tingkat pendapatan relatif tinggi, sedang dan rendah.

Maka untuk lebih mewakili pengambilan sampel jumlah keluarga yang disampling sebanyak 168 rumah.

2. Metode pengukuran dan perhitungana) Menghitung berat jenis sampah

Dalam perhitungan berat jenis sampah menggunakan rumus sebagai berikut:

b) Rumus yang digunakan mengukur volume sampah dalam kotak sampling:

c) Menghitung persentase komposisiKomposisi sampah dihitung dengan menggunakan rumus:

3. Tata cara pengambilan dan pengukuran contoh sampah domestik. Metode pengambilan dan pengukuran contoh sampah domestik meliputi:a) Menentukan lokasi pengambilan contoh dan

membagikan kuisioner pada masing-masing lokasi pengambilan yang telah ditentukan.

b) Menyiapkan peralatan dan melakukan sampling dan pengukuran sebagai berikut: membagikan kantong plastik yang sudah

diberi tanda kepada sumber sampah satu hari sebelum pengumpulan, selanjutnya mengumpulkan kantong plastik yang sudah terisi sampah dan mengangkutnya ke tempat pengukuran

mencampur sampah yang telah diambil dari rumah penduduk terpilih, kemudian sampah tersebut dicampur menjadi satu dan ditimbang hingga diperoleh berat 100 kg. Selanjutnya menimbang kotak pengukur dan menuangkan secara bergiliran kedalam kotak pengukur dan menghentak kotak pengukur sebanyak 3 kali dengan ketinggian kotak 20 cm. Kemudian sampah dipilah berdasarkan komponen sampah.

c) Menghitung komponen komposisi sampah dengan cara menimbang sampah total kemudian memilah sampah sesuai karakteristik serta menimbang dan menghitung komposisi sampah. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kuantitas dan jenis sampah yang akan diolah di MRF.

3

Page 4: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

4.1 Gambaran Umum Daerah Perencanaan4.1.1 Batas Geografi

Lokasi perencanaan terdapat di Kota Tanah Grogot.Kota Tanah Grogot merupakan salah satu kecamatan dan Ibu Kota dari Kabupaten Paser. Secara astronomi Kota Tanah Grogot terletak pada koordinat:

1o52’ Lintang Selatan -  1o56’ Lintang Selatan

116o10’ Bujur Timur -  116o13’ Bujur Timur

4.1.2 Batas AdministrasiSecara administrasi Kota Tanah Grogot

memiliki luas wilayah keseluruhan ± 335,53 km². Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Kecamatan Tanah Grogot berada pada batas wilayah administrasi:

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kuaro

Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Paser Belengkong

Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kuaro

Sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar

4.1.3 Teknik Pengelolaan SampahTeknik pengelolaan sampah di Kota

Tanah Grogot antara lain meliputi:1) Sistem Pewadahan

Sistem pewadahan sampah di Kota Tanah Grogot menggunakan sistem komunal langsung. Jenis wadah yang digunakan ada 2 macam yaitu pewadahan tetap dan pewadahan tidak tetap. Pewadahan tetap memiliki volume ±2 m³. Sedangkan pewadahan semi permanen ±0,5 m³.

2) Sistem PengumpulanPengumpulan merupakan proses pengangkutan dari sumber sampah menuju Tempat Pembuangan Sampah Komunal (TPK). Sistem pengumpulan sampah di Kota Tanah Grogot pada umumnya menggunakan pola pengumpulan secara komunal langsung.

4.2 Hasil Penelitian4.2.1 Timbulan Sampah

Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan dari semua kategori, maka laju timbulan sampah per orang per hari di Kota Tanah Grogot sebesar 1,97 lt/org/hr. Persentase

komposisi sampah yang dihasilkan di Kota Tanah Grogot dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Komposisi Fisik Sampah Kota Tanah Grogot

4.3.2 Recovery Factor EksistingTabel 1. Recovery FactorKondisi Eksisting

Komposisi sampahFaktor

Recovery (%)

Sampah basah -Plastik total    - gelas air mineral 100  - botol air mineral 100  - plastik bening (PP) -  - plastik PP warna 29  - plastik kresek -  - bak plastik 60  - plastik lain-lain 7Logam total    - logam aluminium 90  - besi / kaleng 80  - tembaga 95  - logam lain-lain 14Kertas total    - kertas putih (HVS) 86  - kertas berwarna -  - kertas koran 84  - kardus 90  - kertas lain-lain 6Karet total    - ban -  - karet lain-lain -Kayu -Kaca    - botol kaca kecil 30  - botol kaca besar 90  - kaca lain-lain -Kain -Spon -

4.3 Perhitungan Jumlah Sampah Domestik yang akan Di Kelola di MRF

4.3.1 Volume dan Berat SampahBerdasarkan hasil pengukuran, volume

sampah yang dihasilkan di Kota Tanah Grogot

4

Page 5: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

sebesar 37,74 m³/hari dengan berat sampah sebesar 9196 kg/hari. Pada perencanaan awal pembangunan MRF, sampah yang akan dikelola di MRF hanya 50% dari jumlah seluruh total sampah pada tahun perencanaan, yaitu berat sampah yang akan dikelola sebesar 4598 kg/hari dengan volume sebesar 18,87 m³/hari.

4.3.2 Recovery Factor Rencana MRF4.3.2.1 Recovery Factor Sampah Plastik

Berdasarkan hasil observasi lapangan, sampah plastik pada kondisi eksisting yang diambil oleh pemulung berupa botol air mineral sebesar 100%, gelas air mineral 100%, plastik warna 29%, bak plastik 60% dan plastik lain-lain sebesar 7%. Sedangkan jenis sampah plastik yang masih memiliki potensi daur ulang yaitu botol air mineral sebesar 0%, gelas air mineral 0%, plastik bening 23%, plastik warna 19%, bak plastik 20% dan plastik lain-lain sebesar 9%.

Jumlah persen recovery sampah yang diambil pemulung dan persen recovery jenis sampah yang berpotensi daur ulang merupakan persen recovery rencana yang digunakan untuk menghitung jumlah sampah plastik yang dapat didaur ulang di MRF berupa botol air mineral sebesar 100%, gelas air mineral 100%, plastik bening 23%, plastik warna 48%, plastik keresek 20%, bak plastik 80% dan plastik lain-lain sebesar 16%.

4.3.2.2 Recovery Factor Sampah LogamSampah logam yang didaur ulang pada

kondisi eksisting oleh pemulung dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi berupa logam aluminium 90%, besi/kaleng 80%, tembaga 95%, logam lain-lain 14%. Sedangkan jenis sampah plastik yang masih memiliki potensi daur ulang berupa logam aluminium 1,5%, besi/kaleng 0,33%, tembaga 0,15%, logam lain-lain 11,46%.

Jumlah persen recovery sampah yang diambil pemulung dan persen recovery jenis sampah yang berpotensi daur ulang merupakan persen recovery rencana yang digunakan untuk menghitung jumlah jenis sampah logam yang dapat didaur ulang di MRF berupa logam aluminium 91,5%, besi/ kaleng 80,33%, tembaga 95,15% dan logam lain-lain 25,46%.

4.3.2.3 Recovery Factor Sampah KertasSampah kertas yang didaur ulang di

MRF adalah sampah kertas yang bernilai ekonomi.Sampah kertas dapat dijual kembali maupun diolah kembali menjadi kertas dengan menggunakan teknologi mesin. Berdasarkan

hasil perhitungan bahwa jenis sampah kertas pada kondisi eksisting yang diambil oleh pemulung pada saat ini berupa kertas HVS putih sebesar 86%, kardus sebesar 90%, kertas koran sebesar 84%, kertas lain-lain sebesar 6%.

Sedangkan jenis sampah kertas yang masih memiliki potensi daur ulang berupa kertas HVS putih sebesar 1,75%, kertas warna sebesar 23,47%, kertas koran sebesar 3,48%, kardus sebesar 6,09% dan kertas lain-lain 9,28%.Jumlah persen recovery sampah yang diambil pemulung dan persen recovery jenis sampah yang berpotensi daur ulang merupakan persen recovery rencana yang digunakan untuk menghitung jumlah sampah kertas yang dapat didaur ulang di MRF berupa kertas HVS putih sebesar 87,75%, kertas warna sebesar 23,47%, kertas koran sebesar 87,48%, kardus sebesar 96,09% dan kertas lain-lain 15,28%.

4.3.2.4 Recovery Factor Sampah KacaSampah kaca yang didaur ulang pada

kondisi eksisting oleh pemulung berupa botol kaca kecil sebesar 30% dan botol kaca besar sebesar 90%. Sedangkan sampah kaca yang masih memiliki potensi daur ulang berupa botol kaca kecil sebesar 23,53%, botol kaca besar sebesar 0,73% dan kaca lain-lain 5,4%.Berdasarkan hasil perhitungan, maka jumlah jenis sampah kaca yang dapat didaur ulang di MRF berupa botol kaca kecil sebesar 53,53%, botol kaca besar sebesar 90.73% dan kaca lain-lain 5,4%.

4.4. Kesetimbangan Massa SampahKesetimbangan massa sampah

ditentukan berdasarkan timbulan sampah dan komposisi sampah agar dapat diketahui jumlah sampah yang akan direduksi dengan dilakukan pengolahan pengomposan dan daur ulang barang lapak dan jumlah sampah yang menjadi residu. Hasil perhitungan kesetimbangan massa sampah eksisting dan rencana MRF digunakan untuk membuat diagram alir kesetimbangan massa yang menggambarkan jumlah total sampah yang akan diolah di MRF, jumlah sampah organik yang dapat dikomposkan, jumlah sampah non organik yang memiliki potensi daur ulang, jumlah barang lapak yang dapat dijual, dan jumlah residu yang dibuang ke TPA.

Berat timbulan sampah rencana MRF = 4598 kg. Berat komponen sampah basah = 3205,26 kg% Recovery factor = 69,71 %Berat Sampah Basah setelah recovery :

5

Page 6: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

= %Recovery xBerat sampah basah= 69,71 % x3205,26 kg= 2234,4 kgResidu = Berat awal – Beart Recovery = 970,8 kg

4.4.1 Volume Komponen Sampah Yang Akan Diolah

Berdasarkan hasil perhitungan jenis sampah yang akan didaur ulang dapat dihitung volume masing-masing komponen yang akan diolah dengan membagi berat sampah yang akan didaur ulang untuk rencana MRF dengan berat spesifik tipikal sampah.

Hasil perhitungan menunjukkan volume total untuk seluruh komponen sampah yang akan diolah adalah sebesar 11,83 m³. Komponen sampah yang direncanakan di MRF yaitu komponen sampah akan didaur ulang, meliputi sampah basah, plastik, logam, kertas dan kaca.

4.4.2 Volume Residu Sampah Hasil Pengolahan

Berdasarkan hasil perhitungan dengan cara yang sama dapat dihitung volume residu sampah dari hasil pengolahan dengan membagi berat residu masing-masing komponen dengan berat spesifik sampah,maka volume total residu seluruh komponen sampah adalah sebesar 10,92 m³.

4.5 Rancangan Teknis MRF di Kota Tanah Grogot

4.5.1 Dasar Perencanaan MRFPerencanaan Material Recovery

Facilities (MRF) berupa fasilitas pengomposan dan daur ulang barang lapak didasarkan pada prinsip pengurangan (reduksi) sampah dan memberikan manfaat nilai ekonomi.

Kriteria perencanaan MRF di Kota Tanah Grogot meliputi:a) Fasilitas MRF direncanakan mengolah

sampah domestik masyarakat Kota Tanah Grogot untuk daerah yang terlayani pelayanan sampah.

b) Pada perencanaan awal pembangunan MRF, sampah yang akan dikelola berkapasitas 50% dari volume sebesar 18,87 liter/hari dan berat sebesar 4598 kg/hari.

c) Model rancangan MRF dapat dijadikan alternatif untuk mengurangi beban subsidi pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah dengan penekanan mengurangi beban kerja pada fungsi TPA dan mengoptimalkan peran dan fungsi TPS.

d) Fasilitas MRF direncanakan untuk unit pengomposan dan daur ulang barang lapak.

4.5.2 Lokasi MRFLokasi MRF direncanakan akan

dibangun pada lahan kosong di areal TPA Sampah, Desa Janju dengan lahan seluas 1900 m². Lokasi perencanaan dialokasikan secara khusus dengan pertimbangan dapat meminimalisasi akibat/dampak dari pengoperasian MRF serta memudahkan mobilitas bagi sarana transportasi sampah.

4.5.3 Penataan Lingkungan dan Sanitasi Bangunan MRF

Pada perencanaan bangunan MRF penataan lingkungan dan sanitasi bertujuan untuk memberi kesan bahwa kegiatan pengelolaan sampah tidak selalu kotor dan bau akan tetapi bila dikelola dengan baik akan bersih dan asri. Penataan lingkungan disekitar bangunan MRF akan ditanami oleh beberapa jenis tanaman yang berfungsi sebagai penyangga untuk mengurangi bau seperti glodokan, pohon tanjung dan bambu.

4.5.4 Perencanaan Komponen MRFPada bangunan MRF terdapat komponen

yang mendukung proses daur ulang, antara lain:1. Komponen utama

Komponen utama merupakan komponen yang berfungsi untuk pengolahan sampah mulai dari sampah yang masuk hingga sampah hasil pengolahan. Komponen utama pengolahan sampah terdiri dari:

Lokasi penyortiran sampah Lokasi pengemasan barang lapak Lokasi penyimpanan barang lapak Lokasi pengomposan barang lapak Lokasi pengemasan barang lapak Lokasi penyimpanan barang lapak

2. Komponen penunjangKomponen penunjang merupakan komponen yang berfungsi untuk menunjang kegiatan pengelolaan sampah baik bagi pekerja maupun tenaga ahli yang mengawasi semua kegiatan pengelolaan sampah.Komponen penunjang terdiri dari:

Ruangan perkantoran Ruang registrasi truk masuk Ruang registrasi truk keluar Laboratorium uji kualitas produk

kompos Gudang peralatan Toilet Mushola

6

Page 7: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

Ruangan penjaga

Tabel 2. Luas Total Lahan untuk Lokasi MRF

No KomponenLuas (m²)

1Lokasi pengolahan sampah organik  

    Lokasi penyortiran sampah 48

  

Lokasi penampungan sementara

9

    Lokasi fermentasi 180    Lokasi pematangan 45    Lokasi penampungan lindi 5,18    Lokasi penyimpanan kompos 16

  

Lokasi pengayakan dan pengemasan

15

2Lokasi pengolahan sampah non organik  

  

Lokasi pengemasan barang lapak

9,25

  

Lokasi penyimpanan barang lapak

30

3 Komponen penunjang  

  

Ruangan perkantoran dan administrasi

49

    Ruang registrasi truk masuk 6    Ruang registrasi truk keluar 6

  

Laboratorium uji kualitas kompos

16

    Lokasi penyimpanan peralatan 8    Mushola 16    Toilet umum 12    Ruangan penjaga 12    Area Parkir 82,5

Total 564,93

Tabel 3. Jumlah Tenaga Kerja di Lokasi MRF

No PekerjaanJumlah Pekerja

1 Penyortiran sampah 22 Pengemasan barang lapak 2

3Pengayakan & pengemasan kompos 2

4 Penampungan sementara 15 Fermentasi 26 Pematangan 27 Administrasi 38 Laboratorium 19 Petugas Registrasi 2

Total 17

4.6 Standar Prosedur Pelaksanaan (SPP)Standar prosedur pelaksanaan adalah

mekanisme kerja operasional seluruh kegiatan dilokasi MRF. Proses pelaksanaan kegiatan pengolahan sampah berlangsung secara kontinyu. SPP meliputi pekerjaan penyortiran

sampah, pekerjaan pengemasan sampah non organik, pekerjaan fermentasi dan pematangan sampah, pekerjaan pengemasan kompos.

4.7 Kebutuhan Tenaga KerjaUntuk tenaga kerja yang dibutuhkan

pada perencanaan MRF ini, seperti terlihat pada Tabel 4.3.

5. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan beberapa kesimpulan antara lain:1. Laju timbulan sampah per orang per hari di

Kota Tanah Grogot sebesar 1,97 lt/org/hr dengan komposisi sampah organik 69,71% dan sampah non organik 30,29%.

2. Pada perencanaan pembangunan MRF, sampah yang akan dikelola sebesar 18,87 m³/hari dengan menghasilkan produksi kompos 2,35 m³/hari dan barang lapak 11,83 m³/hari. Lahan yang dibutuhkan pada pembangunan MRF terdiri dari lahan pengolahan sampah organik 314,18 m², lahan pengolahan sampah non organik 42,75 m² dan komponen penunjang 207,5 m². Lahan yang tersedia untuk kegiatan MRF 1900 m² dengan lahan yang dibutuhkan untuk bangunan MRF 564,93 m² dan tenaga kerja sebanyak 17 orang.

5.2 SaranSaran untuk perbaikan pada

perencanaan adalah:1. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai

Rencana Anggaran Bangunan (RAB) untuk pembangunan MRF.

2. Perlu adanya pengolahan lebih lanjut sampah non organik yaitu bijih plastik.

6. DAFTAR PUSTAKA1. Anonim, 2006. Program Pelatihan Sistem

Pengelolaan Sampah. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

2. Al’Amri, Evy F.,. 2007. Perencanaan Instalasi Pengolahan Sampah di Kelurahan Tanah Grogot, Kalimantan Timur. Laporan Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan ITS. Surabaya.

3. Damanhuri. E. dan Tri. P, 1996. Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Pengelolaan Sampah. Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

4. Departemen Pekerjaan Umum. 2002. Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan

7

Page 8: Full Paper SEMNASTEKLING_ITS Surabaya_

Makalah Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VIISurabaya, 25 – 26 Oktober 2010

Sampah Perkotaan. SK SNI Tahun 2002. No. 19-2454-2002. Badan Litbang PU. Jakarta

5. Departemen Pekerjaan Umum. 1994. Tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman. SK SNI Tahun 1994. No. 19-3242-1994. Badan Litbang PU. Jakarta

6. Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. SK SNI Tahun 1995. No. 19-3964-1995. Badan Litbang PU. Jakarta

7. Departemen Pekerjaan Umum. 1995. Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia. SK SNI Tahun 1995. No. 19-3983-1995. Badan Litbang PU. Jakarta

8. Giatman, M. 2003. Ekonomi Teknik. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

9. Kastaman, R., dan Ade M.K. 2007. Rancangan Teknis Operasional Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat. Universitas Padjadjaran. Bandung.

10. Outerbridge, T. 1991. Limbah Padat di Indonesia :Masalah atau Sumber Daya. Yayasan OborIndonesia, Jakarta.

11. Santoso. U., 2009. Jurnal Penanganan Sampah Untuk Menuju Kota Bersih dan Sehat. Jakarta.

12. Soeyanto. T, 2002. Cara Membuat Sampah Jadi Arang dan Kompos. Jakarta Timur.

13. Tchobanoglous, G., Theissen, H. dan Vigil, S. 1993. Integrated Solid Iste Management; Engineering Principles and Management Issues. McGraw-Hill, Inc. Singapore.

8