full paper
-
Upload
dhini-kartika-sari -
Category
Documents
-
view
71 -
download
2
description
Transcript of full paper
ASAM AMINO PROLIN CONCENTRATED YOGHURT PER ORAL
MENINGKATKAN KEPADATAN KOLAGEN PASCA INSISI FLAP GINGIVA
Dini Kartikasari, Agung Prabowo Dhartono, Catur Aditya RamadhanyKedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto - Jawa Tengah
email : [email protected], nomor handphone : 081393014538
ABSTRAK
Proses penyembuhan luka diperlukan untuk memulihkan kembali fungsi jaringan.
Kolagen sebagai salah satu penyusun jaringan ikat gingiva berperan penting dalam proses
penyembuhan luka. Kandungan asam amino arginin, prolin, dan vitamin C dalam
concentrated yoghurt diketahui dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian concentrated yoghurt terhadap
kepadatan kolagen pasca insisi flap gingiva tikus Rattus norvegicus galur Sprague dawley.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratoris dengan rancangan the
postest only control design group. Penelitian ini menggunakan 27 ekor tikus jantan Rattus
norvegicus galur Sprague dawley yang terdiri dari 3 kelompok yaitu kelompok perlakuan
(9 ekor), kelompok kontrol positif (9 ekor) dan kelompok kontrol negatif (9 ekor).
Perlakuan insisi flap dibuat pada gingiva labial mandibula, dibawah kedua gigi insisivus
sentralis menggunakan blade dan scalpel dengan ukuran ± 5 mm. Aplikasi diberikan per-
oral sebanyak 1 kali/hari. Pada kelompok perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif
tikus didekapitasi masing-masing 9 ekor pada hari ke-3, hari ke-8 dan hari ke-14, kemudian
daerah perlukaan dibuat sediaan histologi dengan pewarnaan Mallory Trichrom. Data diuji
dengan Kruskall-Wallis-H test dan Mann-Whitney-U test. Hasil menunjukkan ada pengaruh
pemberian concentrated yoghurt per oral terhadap kepadatan kolagen pasca insisi flap
gingiva tikus putih (Rattus norvegicus galur Sprague dawley).
Kata kunci: Concentrated Yoghurt, Kepadatan Kolagen, Penyembuhan Luka.
PENDAHULUAN
Luka adalah terputusnya integritas kulit atau jaringan1. Gingiva menjadi bagian dari
rongga mulut yang sering mengalami perlukaan, seperti akibat trauma. Trauma dapat
disebabkan oleh benda tajam atau tumpul yang merusak jaringan2. Jenis trauma yang
disebabkan karena benda tajam dalam bidang medis adalah tindakan pembedahan.
Tindakan pembedahan dalam bidang kedokteran gigi contohnya bedah prepostetik, operasi
periodontal, ekstraksi, odontektomi, perawatan dan endodonsia. Setiap prosedur bedah pada
dasarnya selalu melibatkan proses insisi untuk pembuatan flap3.
Perlukaan insisi flap ini akan menyebabkan rusaknya jaringan yang selanjutnya akan
sembuh melalui proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka normal digambarkan
dalam 3 fase yang overlap: fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling4. Fase
proliferasi berlangsung 3-21 hari setelah terjadi luka, dan melalui 3 proses yakni granulasi
yang meliputi produksi kolagen dan angiogenesis kontraksi luka dan re-epiteliasasi5.
Pada hari ke-3 sel-sel neutrofil akan digantikan oleh makrofag, kemudian muncul
jaringan granulasi. Hari ke-5 ruang bekas insisi terisi oleh jaringan granulasi,
neovaskularisasi maksimal, serabut kolagen mulai timbul dan proliferasi epitel terjadi
maksimal2. Sintesis kolagen mencapai puncaknya pada hari ke-5 hingga ke-76. Sumber lain
menyebutkan beberapa jam setelah perlukaan fase proliferasi mulai berlangsung dan
mencapai puncaknya pada hari ke-6 sampai ke-164.
Fase proliferasi bertujuan membangun jaringan baru untuk mengisi ruang pada luka.
Selama perkembangan fase proliferasi, terdapat akumulasi kolagen dan proliferasi fibroblas
yang terus menerus. Fibroblas merupakan sel jaringan ikat yang bertanggung jawab pada
deposisi kolagen yang diperlukan untuk pembentukan jaringan7. Kolagen mempunyai
susunan amino yang unik, dua pertiga (67%) dari kolagen terdiri dari empat asam amino
yaitu prolin, lisin, hidroksiprolin dan hidroksilisin. Sisanya terdiri dari alanin, valin,
arginin, asam aspartat, asam glutamat dan asam amino lainnya8. Hidroksiprolin merupakan
kandungan terbesar dalam pembentukan kolagen.
Yoghurt mengandung asam amino antara lain, alanin, arginin, asam aspartat, glisin,
asam glutamate, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, prolin, serin, treonin,
triptofan, tirosin dan valin. Asam amino arginin dan prolin dalam yoghurt berpengaruh
terhadap penyembuhan luka. Asam amino yang banyak, dapat diperoleh dari produk semi
padat yang diperoleh dari yoghurt yang disebut concentrated yoghurt. Selain asam amino,
asam askorbat/vitamin C juga berpengaruh terhadap penyembuhan luka9.
Prolin dalam yoghurt merupakan kandungan paling tinggi jika dibandingkan asam
amino lain8. Prolin merupakan asam amino yang berperan penting dalam proses biosintesis
kolagen. Kandungan asam amino arginin, prolin dan asam laktat yang diproduksi kultur
yoghurt diduga dapat mengaktifkan enzim prolin hidroksilase. Enzim ini berperan dalam
hidroksilasi prolin yang berguna dalam pembentukan kolagen10.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai manfaat yoghurt di bidang perawatan kedokteran gigi dengan melakukan
penelitian tentang pengaruh pemberian concentrated yoghurt yang mengandung asam
amino prolin per oral terhadap kepadatan kolagen pasca insisi flap gingiva tikus putih
(Rattus norvegicus galur Sprague dawley).
METODE
Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorium dengan post test
only control group design. Tahapan pertama didahului dengan pembuatan yoghurt dengan
media susu skim 10% dibuat dengan menimbang 100 gram susu skim, kemudian dilarutkan
dengan aquades sampai volume 1000 ml. Media disterilkan dengan menggunakan autoklaf
pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian suhu diturunkan sampai suhu 40°C. Susu
dimasukan kedalam toples kaca dengan ditambahkan 5% starter L.bulgaricus,
S.thermophilus dengan perbandingan 1:1. Susu yang ditambah starter kemudian,
dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37°C selama 7 jam. Setelah diinkubasi
disimpan pada ruang pendingin bersuhu 5°C8. Setelah menjadi yoghurt, tahapan
selanjutnya adalah pembuatan concentrated yoghurt dengan metode sentifuge separator.
Yoghurt diaduk dengan mixer kemudian dituangkan ke kain saring. Yoghurt disaring whey-
nya dengan alat sentifuge separator selama 30 menit. Concentrated yoghurt ditimbang
sehingga diketahui bobot akhir11.
Pada penelitian ini menggunakan hewan coba tikus sebanyak 36 ekor yang terbagi
menjadi 3 kelompok. Setiap kelompok tersebut dibagi menjadi 3 sub kelompok
berdasarkan hari pengamatan yaitu pada hari ke-3, hari ke-8 dan hari ke-14. Jumlah sampel
pada masing-masing sub kelompok 4 ekor tikus. Pengelompokan sampel dilakukan secara
simple random sampling12. Hewan coba diberi tanda dengan pewarna, kemudian dipilih
secara acak dan dikelompokan sebagai berikut:
1. Kelompok perlakuan setelah perlukaan gingiva, kemudian per oral diberi
concentrated yoghurt sebesar 1,26 g/kg BB/hari sesuai masing-masing berat
badan tikus13.
2. Kelompok kontrol positif setelah perlukaan gingiva, kemudian per oral diberi
protein sebesar 1,26 g/kg BB/hari sesuai masing-masing berat badan tikus.
3. Kelompok kontrol negatif setelah perlukaan gingiva, kemudian per oral diberikan
aquades sebesar 1,26 g/kg BB/hari sesuai masing-masing berat badan tikus.
Tiga puluh enam ekor tikus dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok perlakuan,
kontrol positif dan kontrol negatif. Tikus yang telah dipilih sesuai kriteria sebagai subjek
penelitian dianestesi menggunakan ketamin. Dosis ketamin yang digunakan sesuai
perhitungan adalah sebesar 39 ml/gr BB14. Tikus yang telah teranestesi dibuat perlukaan
berupa insisi flap horizontal pada gingiva anterior bawah sepanjang dua gigi insisif sentralis
(± 5 mm ) rahang bawah tikus. Dilanjutkan dengan insisi flap vertikal/serong dengan
ukuran panjang ± 5 mm dan kedalaman hingga mencapai mukoperiosteum (full thickness
flap). Tikus yang telah diinsisi diberi concentrated yoghurt untuk kelompok perlakuan,
protein untuk kelompok kontrol positif dan aquades untuk kelompok kontrol negatif. Pada
hari ke-3, hari ke-8 dan hari ke-14 dilakukan dekapitasi dengan eter, rahang bawah tikus
diambil kemudian dilakukan pewarnaan Trichom Mallory untuk melihat kepadatan
kolagen.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kepadatan kolagen merupakan data
kualitatif dengan skala ordinal. Skala ordinal merupakan data yang diperoleh dalam
pengamatan yang dibedakan menjadi beberapa katagori dengan memperhatikan urutan
tertentu, seperti pada kolagen dibedakan menjadi 5 kategori dengan pemberian nilai pada
masing-masing kategori sesuai dengan urutan kategori. Asdar (2001) mengkategorikan
penilaian kepadatan serabut kolagen sebagai berikut15:
skor 0 : tidak tampak serabut kolagen
skor 1 : serabut kolagen terlihat sangat tipis atau sedikit
skor 2 : serabut kolagen menyebar sangat tipis/ sedikit
skor 3 : serabut kolagen menyebar sedang dan
skor 4 : serabut kolagen menyebar padat atau tebal.
Analisis hasil pengamatan dilihat dari 10 lapang pandang oleh dua orang observer
kemudian dilakukan uji Kappa untuk mengetahui tingkat reliabilitas data. Analisis univariat
ditampilkan dalam tabel dan histogram distribusi frekuensi. Analisis bivariat dilakukan
untuk mengetahui beda antara kelompok perlakuan dari variabel yang diukur. Uji hipotesis
yang digunakan untuk mengukur kepadatan kolagen dianalisis dengan menggunakan uji
non parametrik Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji Mann-Whitney. Uji Kruskal-Wallis
merupakan salah satu uji nonparametrik untuk mengolah data ordinal tidak berpasangan
lebih dari 2 kelompok dengan data berskala ordinal atau biasa digunakan pada data tidak
terdistribusi normal. Uji Kruskal-Wallis dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya peningkatan kepadatan kolagen yang signifikan pada waktu pengujian,
sedang uji Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui signifikansi kepadatan kolagen
antar 2 kelompok pada masing-masing waktu pengujian dan untuk mengetahi ada tidaknya
peningkatan kepadatan kolagen yang signifikan pada hari yang diuji.
HASIL
Hasil perhitungan pada hari ke-3 rerata kepadatan serabut kolagen yang paling tinggi
adalah kelompok perlakuan dengan rerata sebesar 2,23; sedangkan kelompok kontrol
positif memiliki rerata kepadatan serabut kolagen yang lebih rendah yaitu 1,73. Kelompok
kontrol negatif memiliki rerata kepadatan serabut kolagen yang paling rendah sebesar 0,90.
Pada hari ke-8, kelompok perlakuan merupakan kelompok dengan rerata kepadatan
serabut kolagen yang paling tinggi, yaitu 2,97. Kelompok kontrol positif memiliki
kepadatan serabut kolagen yang lebih rendah yaitu 2,00. Kelompok kontrol negatif tetap
memiliki kepadatan serabut kolagen yang paling rendah dengan rerata sebesar 1,50. Pada
hari ke-14, dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan merupakan kelompok dengan rerata
kepadatan serabut kolagen yang paling tinggi, yaitu 3,13. Kelompok kontrol positif
memiliki kepadatan serabut kolagen yang lebih rendah yaitu 2,17; sedangkan kelompok
kontrol negatif memiliki rerata kepadatan serabut kolagen yang paling rendah sebesar 1,63
(Tabel 1). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin lama hari pasca
insisi flap gingiva menunjukkan semakin banyak kepadatan serabut kolagen, hal ini sesuai
dengan besarnya rerata yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok pada hari yang
berbeda-beda. Secara jelas hasil rerata kepadatan serabut kolagen dapat dilihat pada grafik
(Gambar 5) dan secara histologist dapat dilihat pada preparat histologist (Gambar 1, 2, 3
dan 4).
Berdasarkan hasil uji Kruskall-Wallis H (Tabel 2), dapat diketahui bahwa parameter
kelompok yang diinteraksikan dengan parameter hari memiliki nilai signifikansi sebesar
0,000 (p<0,05) yang membuktikan adanya perbedaan bermakna (signifikan) dari kepadatan
kolagen pasca insisi flap gingiva pada hari ke-3, hari ke-8 dan hari ke-14 antara ketiga
kelompok perlakuan, kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif. Selanjutnya
uji Kruskal-Wallis H dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U untuk mengetahui
signifikansi antar kelompok (2 sampel independen). Hasil uji Mann-Whitney U (Tabel 3) ,
menunjukan pada hari ke-3, terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05) baik antara kelompok
perlakuan concentrated yoghurt dengan kontrol positif protein, kontrol positif protein
dengan kontrol negatif aquades dan kelompok perlakuan concentrated yoghurt dengan
kelompok kontrol negatif aquades. Pada hari ke-8, terdapat perbedaan bermakna (p < 0,05)
baik antara kelompok perlakuan concentrated yoghurt dengan kontrol positif protein,
kontrol positif protein dengan kontrol negatif aquades dan kelompok perlakuan
concentrated yoghurt dengan kontrol negatif aquades. Pada hari ke-14, terdapat perbedaan
bermakna (p < 0,05) baik antara kelompok perlakuan concentrated yoghurt dengan kontrol
positif protein, kelompok perlakuan concentrated yoghurt dengan kontrol negatif aquades
dan kelompok kontrol positif protein dengan kontrol negatif aquades.
DISKUSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian concentrated yoghurt
yang mengandung asam amino prolin terhadap kepadatan kolagen pasca insisi flap gingiva
tikus putih (Rattus norvegicus galur Sprague dawley). Ketika jaringan terganggu karena
luka, kolagen diperlukan untuk mengembalikan struktur dan fungsinya oleh karena itu
adanya kepadatan serabut kolagen yang lebih baik pada penyembuhan luka dapat
menunjukkan proses penyembuhan luka yang lebih baik7.
Gambar 2 menunjukkan bahwa masing-masing kelompok yang diuji mengalami
peningkatan kepadatan serabut kolagen baik pada hari ke-3 ke hari ke-8, maupun dari hari
ke-8 ke hari ke-14. Setelah diuji menggunakan Kruskal-Wallis H (Tabel 2), terdapat
perbedaan bermakna kepadatan serabut kolagen (p < 0,05) baik pada kelompok perlakuan
concentrated yoghurt, kelompok kontrol positif protein dan kelompok kontrol negatif
aquades pada hari yang berbeda-beda. Peningkatan yang terjadi ini dikarenakan pada
kelompok kontrol positif protein dan kelompok perlakuan concentrated yoghurt terdapat
beberapa senyawa yang berperan dalam mempercepat proses penyembuhan bekas insisi.
Senyawa-senyawa tersebut berasal dari concentrated yoghurt yang mengandung asam
amino essensial (arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin,
triptofan dan valin) dan non essensial (alanin, aspartat, asam glutamate, glisin, prolin, serin
dan tirosin)8. Selain asam amino yang terkandung dalam concentrated yoghurt, rasa masam
dalam concentrated yoghurt mengandung asam askorbat atau vitamin C yang diduga dapat
mempengaruhi proses penyembuhan luka16.
Berdasarkan uji Mann-Whitney U (Tabel 3), pada hari ke-3 terdapat perbedaan
bermakna (p < 0,05) antara kelompok perlakuan dengan kontrol positif, kontrol negatif
dengan kontrol positif dan perlakuan dengan kontrol negatif. Hasil tersebut menandakan
concentrated yoghurt yang mengandung asam amino arginin, prolin dan asam askorbat atau
vitamin C dapat berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka. Asam amino dalam
concentrated yoghurt terdiri dari asam amino essensial dan non essensial.
Salah satu jenis asam amino essensial yang terdapat dalam yoghurt adalah arginin.
Konsumsi makanan yang banyak mengandung arginin dapat meningkatkan penyembuhan,
yang akan terukur melalui deposisi kolagen17. Arginin berperan dalam fungsi metabolis dan
fisiologis tubuh serta dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka18. Arginin kaya akan
nitrogen, rata-rata kandungan nitrogen dalam asam amino adalah 16%, sedang pada L-
arginin mengandung 32% nitrogen18.
Arginin merupakan precursor prolin yang akan dikonversi menjadi hydroxyproline
lalu menjadi kolagen. L-arginin dalam tubuh oleh arginase akan dikonversi menjadi L-
ornithin dan urea. Jalur arginase ini dikendalikan oleh sel Th2 yang dimediasi dengan
melepas IL-4, IL-10, dan TGF-β. L-Ornithine akan digunakan dalam sintesis poliamin,
yang nantinya poliamin akan terlibat dalam proses deposisi hydroxyproline, kolagen dan
jaringan ikat dalam penyembuhan luka18. Selain itu ornithin juga akan dikonversi menjadi
prolin yang merupakan salah satu asam amino penyusun kolagen. Prolin oleh enzim prolin
hidroksilase dihidroksilasi menjadi hidroksiprolin yang juga merupakan salah satu asam
amino penyusun kolagen.
Kandungan 32% nitrogen dalam arginin apabila bereaksi dengan oksigen pada
jaringan yang mengalami perlukaan, maka arginin akan mensintesis nitric-oxide (NO)
untuk proses penyembuhan luka. Sintesis kolagen berkorelasi dengan sintesis NO, selama
proses penyembuhan NO berperan dalam aktivasi TGF-β18. TGF-β berperan penting karena
memberikan multi efek yang menyokong deposisi jaringan fibrosa. TGF-β dihasilkan oleh
kebanyakan sel dalam jaringan granulasi. TGF-β menyebabkan migrasi dan proliferasi
fibroblas, meningkatkan sintesis kolagen dan fibronektin serta meningkatkan degradasi
ECM dengan metalloproteinase19.
NO berperan penting dalam proses penyembuhan luka, selama proses inflamasi,
angiogenesis, proliferasi sel, diferensiasi sel, apoptosis, deposisi matrix maupun
remodeling20. Perawatan dengan donor NO dapat meningkatkan formasi kolagen dalam
fibroblas yang berasal baik dari kulit normal maupun kulit yang luka, yang akan diikuti
oleh penurunan penghambatan NOS. NO berperan dalam pengaturan senyawa kimia yang
dapat menarik sitokin termasuk interleukin (IL)-8, TGF-β1, monosit dan neutrofil yang
berperan dalam penyembuhan luka. Monosit dan neutrofil tertarik menuju daerah luka, lalu
diaktifkan dan memulai untuk memproduksi TNF-α dan IL-1, yang berpengaruh pada
penyembuhan luka. IL-1 merupakan suatu kemoatraktan poten untuk keratinosit, proliferasi
dan diferensiasi. Modulasi NO oleh sitokin inflamasi dapat berpengaruh pada fase inflamasi
penyembuhan luka20.
Hasil uji Mann-Whitney U (Tabel 3 ) menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif
dan kelompok perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan terhadap kelompok kontrol
negatif. Perbedaan yang signifikan ini dikarenakan pada proses penyembuhan luka terdapat
dua faktor yang berpengaruh, yaitu faktor sistemik dan faktor lokal21. Faktor sistemik terdiri
dari nutrisi, status metabolik misalnya diabetes mellitus, status sirkulasi darah dan hormon
glukokortikoid yang mempunyai pengaruh anti inflamasi dapat mempengaruhi komponen
inflamasi dan fibroplasi, sehingga dapat mengganggu sintesis kolagen.
Nutrisi mempunyai pengaruh penting, defisiensi protein dan vitamin C dapat
mengganggu sintesis kolagen dan memperlama penyembuhan22. Kontrol negatif aquades
yang mengandung antiseptik, tidak berpengaruh terhadap proses penyembuhan bekas insisi.
Proses penyembuhan luka dapat berjalan cepat apabila konsumsi makanan pada saat luka
mengandung protein dan vitamin C yang akan mempercepat proses penyembuhan.
Antiseptik dalam aquades hanya sebagai larutan pembersih, sehingga tidak berpengaruh
terhadap proses penyembuhan.
Disamping itu pada kelompok kontrol negatif aquades, tikus mengalami peradangan
yang hebat karena pengaruh insisi sehingga kadar β-endorfin yang disekresi kelenjar
pituitaria meningkat. Peningkatan kadar β-endorfin ini akan mensupresi makrofag,
sehingga aktivitas makrofag yang dipengaruhi IFN γ menurun. Penurunan aktivitas
makrofag akan berakibat aktivitas sitokin yang dilepaskan makrofag seperti TNF α, IL-1,
IL-6, IL-8, TGF β menurun. TGF β mempunyai peran dalam meningkatkan matrik
ekstraseluler ( ECM ) dan meningkatkan kolagenasi, sehingga apabila TGF β menurun
sintesa kolagen akan terhambat21. Faktor lokal yang berpengaruh terhadap hasil rerata
paling rendah kontrol negatif aquades antara lain infeksi pada area luka, macam, lokasi dan
ukuran besarnya luka, masuknya benda asing seperti benang jahitan yang tidak diserap,
fragmen baja, pecahan tulang semua itu akan menyebabkan keterlambatan proses
penyembuhan luka pasca insisi22.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney U pada Tabel 3, antara kelompok perlakuan
dengan kontrol positif, kontrol positif dengan kontrol negatif dan kontrol negatif dengan
perlakuan mempunyai perbedaan bermakna. Kelompok perlakuan dengan concentrated
yoghurt memiliki grafik penyembuhan luka yang selalu meningkat dan selalu paling tinggi,
jika dibandingkan dengan kelompok kontrol positif dan kontrol negatif.
Senyawa asam amino arginin dan prolin yang berpengaruh terhadap penyembuhan
luka telah dijelaskan pada hasil uji analisis hari ke-3. Berikut akan dijelaskan bagaimana
pengaruh vitamin C atau asam askorbat terhadap penyembuhan luka pasca insisi flap
gingiva. Peran vitamin C terhadap pembentukan kolagen adalah dengan melakukan
hidroksilasi prolin dan lisin di dalam prokolagen, yang diperlukan untuk pelepasan dan
perubahan prokolagen yang selanjutnya menjadi kolagen. Vitamin C merupakan vitamin
yang dibutuhkan dalam hidroksilasi prolin dan lisin. Prolin dan lisin berada dalam rantai
polipeptida, kemudian enzim yang spesifik menambah hidroksil (-OH) pada masing-masing
prolin atau pada lisin, sehingga membentuk hidroksiprolin dan hidroksilisin. Hidroksiprolin
dan hidroksilisin adalah molekul asam amino yang banyak terkandung dalam protein
kolagen. Hidroksiprolin dapat menstabilkan struktur triple helix kolagen yang nantinya
menjadi kolagen23. Tanpa hidroksiprolin, kolagen yang baru tersintesis tidak dapat keluar
dari sel dan membentuk cross-linking.
Peranan vitamin C dalam proses ini berkaitan dengan mineral besi. Besi (Fe) berada
dalam dua bentuk ion yaitu ion fero (Fe3+) dan feri (Fe3-). Enzim yang menghidroksilasi
prolin selama proses pembentukan kolagen membutuhkan vitamin C untuk
mempertahankan besi dalam bentuk fero, sehingga dapat mengaktifkan enzim tersebut24.
Hidroksilasi lisin menjadi hidroksilisin terjadi dengan proses yang sama. Dengan demikian,
dengan hidroksilasi prolin dan lisin yang lebih cepat dengan bantuan vitamin C, semakin
cepat pula pembentukan konfiguasi tripel helix kolagen. Selain itu, vitamin C dapat
meningkatkan komponen serabut kolagen dan serabut elastin yang dibutuhkan untuk
kekuatan tarik struktur mukosa baru yang terbentuk saat penyembuhan luka serta memberi
sinyal pada molekul khusus yang disebut integrin. Integrin berperan penting pada re-
epitelisasi dan pembentukan jaringan selama berlangsungnya proses penyembuhan luka25.
SIMPULAN
Pemberian concentrated yoghurt per oral pasca insisi flap gingiva pada hari ke-3, hari
ke-8 dan hari ke-14 berpengaruh terhadap meningkatnya kepadatan kolagen, hal ini
disebabkan adanya kandungan asam amino arginin, prolin dan vitamin C.
REFERENSI
(1) Kalangi, S.J.R., 2004, Peran Kolagen pada Penyembuhan Luka, Dexa Media, 17 (4): 168-174.
(2) Robbins, S.L., Kumar, V., 2008, Buku Ajar Patologi, edisi 1, EGC, Jakarta.
(3) Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, EGC, Jakarta.
(4) Close, L.G., Larson, DL., 1998, Essential of Head and Neck Oncology, Thieme Medical Publishers, New York.
(5) Mulder, M., Small, N., Botma, Y., Mackenzie, J., Ziady, L., 2002, Basic Principles of Wound Care, Maskew Miller Longman, Cape Town Pearson Education of Sourh Africa.
(6) Porth, C.M., 1994, Pathophysiology: Concept of Altered Health Sates, edisi 4, J.B Lippincott Company, Philadelphia.
(7) Dipietro, L.A., dan Guo, S., 2010, Factor Affecting Wound Healing, J Dent Res, 89(3): 219-22.
(8) Yossa, I., 2001, Pengaruh Yogurt Terhadap Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi pada Tikus Putih Galur Sprague dawley, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Tidak dipublikasikan).
(9) Edwin., Martin, A., Eithel, A., 2002, Nutrition in Action, Rinehart Inc., New York.
(10) Murray, C., dan Linder, 2003, Biokimia Nutrisi and Metabolisme, Universitas Indonesia Ul-Press, Jakarta.
(11) Abu-Jdayil, B. dan H. Mohameed., 2002, Experimental and Modelling Studies of the Flow Properties of Concentrated Yogurt As Affected by The Storage Time, Journal of Food Engineering 52(4): 359-365.
(12) Kemas, A.H., 2003, Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi, edisi 3, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
(13) MacKay, D.M., Miller, A.L., Ungke, N.D., 2003, Nutritional Support for Wound Healing, Journal Alternatife Medicine Wound Healing, 8 (4): 359-377.
(14) Juwita, R., Yana, S., Maulana, E., 2009, Pengaruh Pemberian Ketamin Dosis Induksi dan Analgesi terhadap Kapasitas Fagositosis Makrofag Intraperitoneal Mencit Balb/c yang Terpapar Lipopolisakarida, Majalah Farmasi Indonesia 20(2): 55-61.
(15) Asdar, 2001, Pengaruh Propolis terhadap Kolagenisasi pada Proses Penyembuhan Luka Subkutan Punggung Mencit yang Diinduksi Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan).
(16) Edwin., Martin, A., Eithel, A., 2002, Nutrition in Action, Rinehart Inc., New York.
(17) Rizk., 2008, Arginine Metabolism and Wound Healing, Wound Healing Sourthern Africa, 1(1): 48-50.
(18) Collins, N., 2001, Advances in Skin & Wound Care, The Journal for Prevention and Healing, 14 (1): 16-17.
(19) Philips, R., 2001, Wound Healing In: Subiston, Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice, 16th edition, W. B. Saunders Inc, Philadelphia.
(20) Luo, R.H., dan Chen, S., 2005, L-Arginine Improves Vascular Function by Overcoming the Deleterious Effects of ADMA, a Novel Cardiovascular Rish Factor, Alternative Medicine Review, 10(1): 14-20.
(21) Triyono, B., 2005, Perbedaan Tampilan Kolagen Di Sekitar Luka Insisi Pada Tikus Wistar yang Diberi Infiltrasi Penghilang Nyeri Leuvobupivakain dan yang Tidak Diberi Levobupivakain Suatu Studi Histokimia, Thesis, Universitas Diponegoro, Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
(22) Novriansyah, R., 2008, Perbedaan Kepadatan Kolagen Di Sekitar Luka Insisi Tikus Wistar yang Dibalut Kasa Konvensional dan Penutup Oklusif Hisrokoloid Selama 2 dan 14 Hari, Thesis, Universitas Diponegoro, Semarang. (Tidak Dupublikasikan).
(23) MacKay, D.M., Miller, A.L., Ungke, N.D., 2003, Nutritional Support for Wound Healing, Journal Alternatife Medicine Wound Healing, 8 (4): 359-377.
(24) Hakkinen, L., Uitro, J., Lanava, H., 2000, Cell Biology of Gingival Wound Healing, Periodontology, 24: 127-152.
(25) Falanga, V., 2008, Wound Healing, American Academy of Dermatology, Terdapat dalam http://www.aad.org/education/students/woundhealing.htm, diakses 30 Desember 2012.
LAMPIRANLampiran Gambar
Gambar 1. Foto Daerah Insisi Flap Gingiva yang Sedang Mengalami Proses Penyembuhan. Pengecetan Mallory Pembesaran 40x.
Keterangan:1. Lapisan otot polos2. Pembuluh darah3. Serabut elastin4. Perkembangan kolagen yang ditunjukkan melalui ketebalan kolagen5. Perkembangan fibrogenesis6. Endothelium 7. Serabut kolagen yang mengumpul8. Bekas perlukaan9. Daerah kosong batas mukosa bergerak dan tidak bergerak
1
2
3
4
5
7
6
8
9
Gambar 2. Kepadatan Kolagen (Anak Panah) Hari ke-3 dengan Pewarnaan Mallory Pembesaran 400x. Skor 2 untuk Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt (K1P1), Skor 1 untuk Kelompok Kontrol Positif Protein (K1P2) dan Skor 0 untuk Kelompok Kontrol Negatif Aquades (K1P3).
Gambar 3. Kepadatan Kolagen (Anak Panah) Hari Ke-8 dengan Pewarnaan Mallory Pembesaran 400x. Skor 4 untuk Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt (K2P1), Skor 3 untuk Kelompok Kontrol Positif Protein (K2P2) dan Skor 2 untuk Kelompok Kontrol Negatif Aquades (K2P3).
Gambar 4. Kepadatan Kolagen (Anak Panah) Hari Ke- 14 dengan Pewarnaan Mallory Pembesaran 400x. Skor 4 untuk Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt (K3P1), Skor 3 untuk Kelompok Kontrol Positif Protein (K3P2) dan Skor 2 untuk Kelompok Kontrol Negatif Aquades (K3P3).
K1P2
K2P1 K2P K2P
K3P1
K1P K1P3
K3P2 K3P3
Hari ke 3
Hari ke 8
Hari ke 14
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
2.23
2.973.13
1.73000000000001
22.17
0.9
1.5 1.63 Concentrated Yogurt
Protein
Aquades
Gambar 5. Grafik Perbandingan Rerata Kepadatan Serabut Kolagen Hari Ke-3, Hari Ke-8 dan Hari Ke-14 pada Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt, Kontrol Positif Protein dan Kontrol Negatif Aquades.
Sumber: data primer diolah (2012)
Lampiran Tabel
Tabel 1. Rerata Kepadatan Kolagen Hari ke-3, ke-8 dan ke-14 pada Kelompok Perlakuan, Kelompok Kontrol Positif dan Kelompok Kontrol Negatif.
Kepadatan serabut kolagenX ± SD
Kelompok N Hari ke-3 Hari ke-8 Hari ke-14Perlakuan Concentrated Yoghurt (K1)
90 2,23 ± 0,774 2,97 ± 0,718 3,13 ± 0,434
Kontrol Positif Protein (K2)
90 1,73 ± 0,868 2,00 ± 0,069 2,17 ± 0,592
Kontrol Negatif Aquades (K3)
90 0,90 ± 0,885 1,50 ± 0,572 1,63 ± 0,556
Sumber: data primer diolah (2012)
Tabel 2. Signifikansi Kepadatan Serabut Kolagen pada Hari ke-3, ke-8 dan ke-14 Terhadap Kelompok Uji Berdasarkan Hasil Uji Kruskal-Wallis H
Waktu UjiKelompok
Concentrated Yoghurt(K1) Protein (K2) Aquades (K3)Hari ke-3 (H3) 0,000Hari ke-8 (H8) 0,000Hari ke-14 (H14) 0,000
Sumber: data primer diolah (2012)
Tabel 3. Signifikansi Kepadatan Serabut Kolagen Kelompok Perlakuan, Kelompok Kontrol Positif dan Kelompok Kontrol Negatif Berdasarkan Hasil Uji Mann-Whitney U
K1P2 K1P3 K2P2 K2P3 K3P2 K3P3K1P1 0,038* 0,000*K1P2 0,001*K2P1 0,000* 0,000*K2P2 0,000*K3P1 0,000* 0,000*K3P2 0,001*
Sumber: data primer diolah (2012) Keterangan: K1P1: Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt hari ke-3 K1P2: Kelompok Kontrol Positif (protein) hari ke-3 K1P3: Kelompok Kontrol Negatif (aquades) hari ke-3 K2P1: Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt hari ke-8 K2P2: Kelompok Kontrol Positif (protein) hari ke-8
K2P3: Kelompok Kontrol Negatif (aquades) hari ke-8K3P1: Kelompok Perlakuan Concentrated Yoghurt hari ke-14K3P2: Kelompok Kontrol Positif (protein) hari ke-14K3P3: Kelompok Kontrol Negatif (aquades) hari ke-14*terdapat perbedaan bermakna