Full page photo - repo.apmd.ac.id

73

Transcript of Full page photo - repo.apmd.ac.id

Page 1: Full page photo - repo.apmd.ac.id
Page 2: Full page photo - repo.apmd.ac.id
Page 3: Full page photo - repo.apmd.ac.id
Page 4: Full page photo - repo.apmd.ac.id

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Daniel Rato

NIM : 14520022

Program studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa dalam skripsi ini benar benar karya saya sendiri, dan saya

tidak melakukan penjiblakan atau pengutipan atas karya karya atau tulisan lain

dengan cara cara yang tidak sesuai dengan sistematika akademik yang berlaku.

Yang Menyatakan

DANIEL RATO

Page 5: Full page photo - repo.apmd.ac.id

iv

MOTTO

MENERANGI KEGELAPAN

Page 6: Full page photo - repo.apmd.ac.id

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

SKRIPSI INI AKU PERSEMBAHKAN

UNTUK

BAPAKKU NGARA RINA

DAN

MAMAKU MARGARETA SANGU

Terimah kasih atas doa dan dukungan kalian, terimah kasih untuk sengalanya yang

kalian berikan. .

Page 7: Full page photo - repo.apmd.ac.id

vi

KATA PENGANTAR

Pujih dan syukur kehadirat Tuhan Yesus yang maha Esa karena atas

berkat Rahmat dan peyertaan serta anugrahnya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini, penulis sadari kemurahan Tuhan Yesus yang begitu luar biasa melalui

keluarga sahabat orang tersayang yang selalu dengan iklas menemani selama

proses Peyusunan skripsi ini sampai selesai.

Setulus hati yang besar penulis menyadari bahwa skripsi ini masi sangat

jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis dalam mengkaji masalah ini,

Namun demikian, skipsi ini hasil kerja serta upaya yang maksimal,tidak sedikit

hambatan,rintagan,cobaan,kesulitan yang di temui penulis. Atas kekurangan dan

ketidaksempurnaan,Penulis mengharapkan kritik dan saran sehingga dapat

memperbaiki tulisan ini menjadi lebih baik lagi. Namun patut di syukuri karena

banyak pengalaman yang dapat di ambil dalam penulisan skripsi ini.

Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa

terimaksih tak terhingga kepada :

1. Bapak Habib Muhsin, S.sos,M.Si selaku Rektor Sekolah Tinggi

Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.

2. Bapak Gregorius Sahdan, S.IP, M.A selaku ketua prodi Ilmu Pemerintahan

dan sekaligus pembimbing skripsi yang dengan tulus hati membantu

mengarahkan dalam penulisan skripsi ini.

3. Kepada Bapak/ibu Dosen yang telah memberikan perkuliahan di kelas yang

pernah penulis ikuti sejak semester satu hingga akhir perkuliahan.

4. Pemerintah dan masyarakat kota yogyakarta yang telah memberikan izin

kepada penulis sehingga penulis tidak mendapkan kendalah dalam penelitian.

5. Kepada seluru kawan kawan seperjuangan yang tidak bisa sebutkan satu

persatu terimah kasih atas dukungan kalian semua dalam penyelesaian skripsi

ini.

Page 8: Full page photo - repo.apmd.ac.id

vii

6. Kepada keluarga besar yang berada di pulau Sumba, Bapak, mama, kakak,

adik serta semua keluarga yang penulis tidak bisa sebut satu persatu.

Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat berguna bagi banyak orang.

Dan semoga apa yang semua pihak berikan dalam penyelesaiam skripsi ini

mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Yogyakarta, 4 September 2018

Penyusun

DANIEL RATO

Page 9: Full page photo - repo.apmd.ac.id

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ x

ABSTRAK ................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 12

D. Kerangka Teori .......................................................................... 13

E. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 37

F. Metode Penelitian ...................................................................... 37

1. Jenis Penelitian .................................................................... 37

2. Unit analisis ......................................................................... 38

3. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 38

4. Teknik Analisis Data............................................................ 40

Page 10: Full page photo - repo.apmd.ac.id

ix

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ......................... 43

A. Kota Yogyakarta ........................................................................ 43

1. Sejarah Kota Yogyakarta ..................................................... 43

2. Visi dan Misi Kota Yogyakarta ............................................ 45

3. Demografi Kota Yogyakarta ................................................ 45

4. Geografi Kota Yogyakarta ................................................... 47

5. Struktur dan Pola Ruang Kota Yogyakarta ........................... 49

6. Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Sosial, dan Budaya ............. 54

B. Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Yogyakarta................... 56

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 63

A. Deskripsi Penelitian ................................................................... 63

B. Hasil Penelitian.......................................................................... 64

1. Identitas Informan ................................................................ 64

2. Pembangunan Kota Berwawasan Lingkungan ...................... 65

3. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Pembangunan

kota Berwawasan Lingkungan ............................................. 85

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 91

A. Kesimpulan ............................................................................... 91

B. Saran ......................................................................................... 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: Full page photo - repo.apmd.ac.id

x

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Identitas Informan ..................................................................... 64

Page 12: Full page photo - repo.apmd.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan berwawasan lingkungan hidup sering pula dikemukakan

sebagai pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, pentingnya

pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian

lingkungan hidup. Pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang

berkelanjutan, setidaknya terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan, yakni;

pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana, pembangunan

berkesinambungan sepanjang masa, dan peningkatan kualitas hidup generasi.

Munculnya isu pembangunan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan seiring dengan gagasan pembangunan berkelanjutan.

Munculnya strategi pembangunan berkelanjutan (sustainable development),

sekitar tahun 1970-an seiring dengan merebaknya masalah lingkungan. Hal ini

ditandai dengan paradigma pembangunan ekonomi konvensional dengan

mengejar pertumbuhan ekonomi semata, namun melahirkan kerusakan

lingkungan dan Sumber Daya Alam (SDA). Karena itu, pembangunan

berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan menjadi penting untuk

dikaji.

Page 13: Full page photo - repo.apmd.ac.id

2

Menurut Von Stoker (Sugandhy & Hakim, 2007:22) menekankan

perlunya koordinasi dan integrasi SDA, SDM, dan sumber daya buatan dalam

setiap pembangunan nasional, dengan pendekatan kependudukan,

pembangunan, dan lingkungan sampai dengan integrasi aspek sosial, ekonomi,

dan lingkungan. Dengan demikian, 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan

adalah masyarakat (society), lingkungan (environment), dan ekonomi

(economy). Dalam pembangunan berkelanjutan, SDA tidak hanya sekedar

dieksploitasi untuk mengejar nilai ekonomis saja, melainkan harus

memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup. Artinya, dalam konsep

pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang berwawasan

lingkungan, memerlukan upaya yang sadar dan terencana, yang memadukan

lingkungan hidup termasuk sumber daya proses pembangunan untuk

menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan

masa yang akan datang.

Perhatian yang lebih besar terhadap lingkungan hidup sebenarnya

adalah bagian dari perjalanan ke arah pembangunan yang berkualitas suatu

pembangunan yang tidak hanya mengejar jumlah, tetapi menuju mutu, bukan

hanya seberapa besar kemakmuran material bisa dicapai, tetapi bagaimana

mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Iklim pembangunan yang

demikianlah kelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup mampu

menjelma dalam kemauan politik yang kuat dan didukung oleh semua

kalangan. Seiring dengan perkembangan dan perubahan tatanan kehidupan

bangsa yang sesuai dengan tuntutan rakyat Indonesia, telah memunculkan arus

Page 14: Full page photo - repo.apmd.ac.id

3

perubahan yang bernama reformasi. Reformasi mengharuskan pemerintah

melakukan perubahan dan penyesuaian kebijaksanaan, salah satunya

kebijaksanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Kebijaksanaan itu

mengarahkan kepada perkembangan yang berkelanjutan, mewujudkan

integritas dan sinergi dalam pelaksanaan pembangunan pada kelestarian

ekologi, ekonomi, sosial dan budaya dengan mengintegralkan semua

komponen.

Aktivitas masyarakat sendiri menjadi salah satu faktor yang signifikan

yang mempengaruhi keberlangsungan hidup suatu ekosistem. Oleh karena itu

sering dikatakan bahwa manusia (penduduk) memiliki fungsi ganda. Di satu

sisi, sebagai pendukung/pendorong pembangunan (dalam artian insan

lingkungan) yang bertindak memperhatikan lingkungan dan keberlangsungan

hidupnya, dan sisi lain manusia adalah beban dari pembangunan itu sendiri.

Artinya, jumlah penduduk yang besar semakin membebani pembangunan

khususnya pembangunan lingkungan hidup. Upaya untuk mengatasi hal

tersebut diperlukan upaya-upaya pemberdayaan yang berbasis pada

masyarakat di suatu daerah secara sistematis dan terencana dengan baik dalam

rangka meningkatkan kemandirian dan kemitraan di dalam masyarakat itu

sendiri, menumbuhkembangkan kemampuan dalam lingkungan masyarakat di

sekitar, meningkatkan daya tanggap masyarakat untuk melakukan pengawasan

sosial terhadap lingkungannya dan memberikan kontribusi saran dan pendapat

juga informasi lingkungan yang bermanfaat bagi kelestarian lingkungan hidup

setempat. Pentingnya keterlibatan masyarakat bukan sekadar objek, melainkan

Page 15: Full page photo - repo.apmd.ac.id

4

sekaligus subjek dalam mencapai kelestarian lingkungan hidup. Artinya,

masyarakat berhak untuk berperanserta dan ambil bagian dalam pengelolaan

lingkungan hidup, sebagaimana tercermin dalam Pasal 5, ayat 1, 2 dan 3, UU

Nomor 23 Tahun 1997 tentang lingkungan.

Keterlibatan masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup sejalan

dengan pendekatan dalam pembangunan dengan pendekatan pembangunan

yang berpusat pada manusia (people-centered development). Pendekatan

initelah mengundang kebangkitan kembali dengan semangat baru yang lebih

bersifat partisan pembangunan masyarakat. Pendekatan pembangunan seperti

ini merupakan suatu elemen dasar dari suatu strategi pembangunan yang lebih

luas, bertujuan untuk mencapai suatu transformasi berdasarkan nilai-nilai yang

berpusat pada manusia dan potensi-potensi yang ditawarkan oleh teknologi

maju berdasarkan informasi.Pembangunan yang berpusat pada manusia,

memandang manusia sebagai warga masyarakat, sebagai fokus utama maupun

sumber utama pembangunan, dan nampaknya dapat dipandang sebagai suatu

strategi alternatif pembangunan masyarakat yang menjamin komplementaritas

dengan pembangunan bidang-bidang lain, khususnya bidang ekonomi.

Paradigma ini memberikan peranan kepada individu bukan sebagai

obyek, tetapi sebagai subyek yang menentukan tujuan yang hendak dicapai,

menguasai sumber-sumber, mengarahkan proses yang menentukan hidup dan

perilakunya (Moeljarto, 2007). Paradigma ini adalah suatu perspektif atau

pandangan environment development dalam konteks pemberdayaan

masyarakat yang memberikan ruang gerak yang sangat penting sebagai

Page 16: Full page photo - repo.apmd.ac.id

5

kekuatan di luar Negara, dalam hal ini masyarakat dan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) untuk proaktif dalam proses pembangunan lingkungan

hidup. Peran masyarakat baik secara individu maupun kelompok perlu

diberdayakan. Adapun organisasi masyarakat yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah organisasi yang berpotensi sebagai wadah informasi dan program

pembangunan yang berwawasan lingkungan, yaitu kelompok tani, LSM yang

ada, satuan-satuan masyarakat adat, dan kelompok masyarakat konservasi. Hal

ini dikarenakan organisasi tersebut selain membantu pemerintah, dapat pula

berfungsi sebagai agen pembaharu dalam pemberdayaan masyarakat.

Dalam usaha pemberian peran secara nyata oleh pemerintah terhadap

masyarakat dan keterlibatannya terhadap proses pembangunan lingkungan

dapat diwujudkan dengan cara dilibatkannya masyarakat mulai dari proses

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan hingga evaluasi

pembangunan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai kepedulian

dan rasa memiliki atas setiap program pembangunan terutama yang

berorientasi terhadap pembangunan ekonomi masyarakat dan lingkungan.

Maksud yang lain adalah agar ketergantungan masyarakat terhadap sumber

daya alam yang tidak dapat diperbaharui dapat dikurangi karena tingkat

kesadaran lingkungan yang tinggi. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat

merupakan faktor yang sangat penting dalam menjamin kesuksesan,

kesinambungan dan pengembangan program yang dibuat oleh pemerintah.

Dalam kaitan ini peran masyarakat secara individu dan kelompok adalah

perpanjangan tangan pemerintah sebagai agen pembaharu, yang pada akhirnya

Page 17: Full page photo - repo.apmd.ac.id

6

melalui kelompok inilah dimulai perubahan budaya dan perilaku masyarakat

dari yang acuh tak acuh menjadi masyarakat yang peduli dan sadar

lingkungan.

Kota merupakan pusat pemukiman penduduk yang melibatkan

berbagai kegiatan. Baik kegiatan yang bersifat ekonomi, industri, teknologis

dan kegiatan sosial. Berdasarkan aktivitas tersebut banyak menimbulkan

ketimpangan, seperti pembangunan industri yang menimbulkan berbagai

dampak lingkungan (pencemaran air limbah dan pencemaran air bersih).

Banyaknya kendaraan bermotor, padatnya lalu lintas menimbulkan populasi

udara dan kesemrawutan lalu lintas serta berbagai benturan sosial lainnya.

Upaya untuk pengaturan lingkungan perkotaan, maka pola pembangunan

perkotaan yang berwawasan lingkungan ialah konsep yang harus ditempuh

melalui proses jangka panjang. Sebab kota merupakan arena kegiatan manusia

yang serba kompleks melibatkan berbagai aspek ativitas. Baik aspek

manusianya, sumber daya alam dan buatan manusia. Pembangunan perkotaan

dapat berdampak pada lingkungan, yaitu merusak ekosistem perkotaan.

Seperti disebutkan dalam UULH Pasal 1 angka 13 menyebutkan bahwa

pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana

menggunakan dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam

pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.

Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu proses pembangunan

berwawasan lingkungan, berasumsi bahwa setiap kegiatan akan menimbulkan

dampak terhadap lingkungan hidup (Salim, 1993:109).

Page 18: Full page photo - repo.apmd.ac.id

7

Tingginya perkembangan ekonomi di Yogyakarta ini kemudian

menjadi paradoksa tersendiri bagi masyarakat Yogyakarta, yaitu masyarakat

menerima keuntungan ekonomi yang semakin maju, akan tetapi kenyamanan

dan keamanan wilayah menjadi isu tersendiri. Salah satu efek dari

pembangunan yang tiada henti di Yogyakarta adalah semakin sempitnya lahan

lepas di Yogyakarta. Hal ini seperti yang dituangkan dalam Laporan Status

Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) (2014) yang mengungkapkan bahwa

kemajuan pembangunan di Yogyakarta tidak hanya membawa keuntungan

bagi masyarakat, akan tetapi juga efek domino yang pada akhirnya menjalar

keberbagai aspek kehidupan masyarakat. Efek domino yang dimaksudkan di

sini adalah seperti perkembangan pembangunan membawa dampak pada

sempitnya ruang gerak untuk masyarakat, dimana pada akhirnya akan semakin

mempersempit lahan, perkembangan pembangunan juga membawa

peningkatan dalam jumlah penduduk dan banyaknya wisatawan yang

kemudian mengharuskan wilayah untuk dapat menyediakan lahan, udara dan

pengelolaan ruang yang baik agar dapat tetap menjaga keseimbangan

lingkungan.

Masalah-masalah yang kemudian muncul adalah pencemaran

lingkungan dalam bentuk sampah. Hingga saat ini Yogyakarta masih

berkecimpung dalam persoalan pembenahan sampah. Permasalahan sampah

yang dimaksud termasuk juga dalam pembuangan limbah, dimana limbah

yang dihasilkan dalam bentuk padat dan cair. Mengacu pada permasalahan

yang disampaikan dalam laporan SLDH 2014, pencemaran lingkungan (baik

Page 19: Full page photo - repo.apmd.ac.id

8

sampah dan limbah) ini kemudian menjadi meningkat ketika sudah mencemari

sungai-sungai di wilayah Yogyakarta. Selain itu, permasalahan lainnya yang

muncul adalah ketika angka kepadatan penduduk yang cukup tinggi

menyebabkan masyarakat kesulitan untuk membuat tangki septik, sehingga

memilih solusi untuk membuang secara langsung ke sungai bagi masyarakat

yang tinggal di pinggiran sungai. Pemantauan kualitas air sungai yang

dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta

menunjukkan bahwa semua sungai yang ada di wilayah Kota Yogyakarta telah

tercemar dan sebagian parameter yang dianalisis telah melewati baku mutu

yang ditentukan. Kesadaran sebagian masyarakat terhadap fungsi sungai

masih rendah sehingga menyebabkan kondisi ini masih terjadi sampai

sekarang.

Masalah-masalah migrasi penduduk ke Kota Yogyakarta dan

beriringan dengan perkembangan industri, teknologi yang mencemari

lingkungan dengan asap knalpot kendaraan bermotor (polusi), jelaga dari

cerobong pabrik, air buangan pabrik dan segala buangan produk obat-obatan

anti hama seperti DDT dan lain-lain. Sampah plastik juga turut menambah

permasalahan bagi lingkungan hidup karena tidak hancur lebur dengan tanah

seperti sampah daun atau sampah lainnya yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Akibat dari pembangunan kota dan perkembangan teknologi di Kota

Yogyakarta ini adalah timbulnya pencemaran lingkungan yang berupa

pencemaran sungai, udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan

kebisingan. Akibat atau bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran

Page 20: Full page photo - repo.apmd.ac.id

9

lingkungan secara garis besar merugikan manusia, terutama orang yang

tinggal di pusat Kota Yogyakarta. Bahaya pencemaran lingkungan hidup di

Kota Yogyakarta semakin hari semakin serius dan akan memberi dampak

yang berbahaya pada jangka panjang, jika tidak segera diambil langkah-

langkah konkrit Pemerintah DIY dalam menanggulangi masalah lingkungan

hidup.

Akibat migrasi penduduk, muncul permasalahan terkait pembangunan

kota berwawasan lingkungan di Kota Yogyakarta adalah permukiman di Kota

Yogyakarta yang telah tumbuh berkembang menjadi padat karena karena tata

ruang yang kurang terkoordinasi dengan baik. Akibat tata ruang yang kurang

terkoodinasi, titik kelemahan dalam proses perencanaan yang terletak pada

penekanan perencanaan yang cenderung lebih diutamakan pada aspek

lingkungan buatan daripada mengoptimalkan aspek lingkungan alaminya.

Salah satu permasalahan tersebut adalah kawasan tepian sungai telah berubah

fungsi lahan menjadi area permukiman. Hal ini merupakan akibat dari

kebutuhan ruang hunian yang meningkat sehingga mendesak arah

pemanfaatan ruang untuk permukiman ke daerah-daerah konservasi seperti

kawasan tepian sungai. Kondisi ini sangat bertentangan dengan Peraturan

Republik Indonesia No 26 Tahun 2008 pasal 56 ayat 2 tentang sempadan

sungai yang menyebutkan bahwa kawasan tepian sungai merupakan kawasan

perlindungan setempat. Selain itu pelanggaran yang terjadi yaitu banyak

ditemui permukiman yang berdekatan dengan tanggul sungai dan tidak

memenuhi aturan jarak sempadan minimal dari bibir tanggul berdasarkan

Page 21: Full page photo - repo.apmd.ac.id

10

peraturan yang telah ditetapkan. Situasi yang terjadi pada kawasan

permukiman tepian Sungai Winongo di Kota Yogyakarta yaitu terjadinya

kepadatan bangunan yang tinggi di area sempadan memunculkan berbagai

permasalahan seperti lingkungan yang kumuh, keterbatasan ruang terbuka

hijau, mulai berkurangnya vegetasi di area sempadan karena dibangunnya

tanggul permanen. Dalam pelestarian lingkungan hidup, masih lemahnya

sistem pemantauan dan pengendalian atas pencemaran udara dan air serta

terbatasnya ruang terbuka hijau kota.

Laju urbanisasi dan pembangunan kota di Kota Yogyakarta yang

tinggi akan membawa dampak tersendiri bagi lingkungan hidup di dalam

maupun di sekitar kota. Perkembangan aktivitas ekonomi, sosial, budaya dan

jumlah penduduk Kota Yogyakarta membawa perubahan besar dalam

keseimbangan lingkungan hidup di kota. Aktivitas kota, pertumbuhan

penduduk, dan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk Kota Yogyakarta

ini telah menyita areal taman, tanah kosong, hutan ladang di sekelilingnya

untuk tempat tinggal, tempat usaha, tempat pendidikan, kantor, ataupun

tempat berolahraga dan untuk jalan. Hal ini otomatis memperburuk

keseimbangan lingkungan mulai dari menciutnya areal tanaman, merosotnya

daya absorbsi tanah yang kemudian sering berakibat banjir apabila hujan,

sampai masalah sampah dengan segala akibatnya.

Penyebab permasalahan terkait pembangunan kota berwawasan

lingkungan di Kota Yogyakarta adalah kebijakan pembangunan Kota

Yogyakarta dan di berbagai daerah di Indonesia masih bersifat konvensional

Page 22: Full page photo - repo.apmd.ac.id

11

dan “top down”, yang didominasi peran pemerintah dan lebih berorientasi

pada pendekatan fisik dan ekonomi. Pendekatan fisik terkait dengan

pembangunan prasara dan infra struktur kota, seperti pembutan dan perbaikan

jalan, drainase, gedung perkantoran, sekolah pasar, terminal, rumah sakit dan

lain-lain. Hambatan-hambatan dalam pembangunan kota berwawasan

lingkungan Kota Yogyakarta adalah terkait dengan permasalahan lingkungan

hidup yang diakibatkan oleh faktor manusia adalah terkait dengan perilaku

masyarakat yang kurang memperhatikan aspek kelestarian dan kebersihan

lingkungan, antara lain kurangnya disiplin masyarakat dan dunia usaha dalam

membuang sampah, limbah industri, pendirian rumah hunian di bantaran

sungai dan pendirian bangunan liar yang kurang mentaati peraturan

perundang-undangan (RPJDP, 2007:23).

Kota Yogyakarta adalah kota yang berawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan merupakan keharusan bagi pemerintah

daerah setempat Kota Yogyakarta ataupun masyarakat Kota Yogyakarta.

Dalam penelitian ini, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki peran sangat

penting untuk menciptakan pembangunan berwawasan lingkungan.

Pentingnya peran pemerintah Kota Yogyakarta tersebut sejalan dengan

kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta, yang sebagian besar

memanfaatkan dan menggantungkan pada Sumber Daya Alam (SDA) yang

tersedia. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan potensi SDA sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi bagi pemerintah daerah, sekaligus sumber kehidupan

masyarakat, pemerintah dan masyarakat harus membangun komitmen bersama

Page 23: Full page photo - repo.apmd.ac.id

12

untuk menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan agar sesuai

dengan prinsip-prinsip keseimbangan lingkungan dan ekologis.

Bagaimanapun, peran pemerintah daerah yang diberikan mandat oleh

rakyatnya, menjadi kunci dalam menginisiasi dan mempromosikan kepada

masyarakat tentang pengelolaan lingkungan dan SDA yang tersedia. Artinya,

kebijakan pemerintah daerah dalam mewujudkan pembangunan berwawasan

lingkungan, akan sulit tercapai jika tidak melibatkan masyarakat itu sendiri.

Berkaitan dengan masalah yang diraikan di atas, peneliti berkeinginan

untuk melakukan penelitian dengan judul “Pembangunan Kota Berwawasan

Lingkungan (Studi di Kota Yogyakarta)”.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pembangunan kota berwawasan lingkungan di Kota

Yogyakarta?

2. Bagaimanakah faktor penghambat dan faktor pendukung Pemerintah Kota

Yogyakarta dalam upaya pembangunan berwawasan lingkungan di Kota

Yogyakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Adapun tujuan dari penelitian adalah:

a. Untuk menggambarkan pembangunan kota berwawasan lingkungan di

Kota Yogyakarta.

Page 24: Full page photo - repo.apmd.ac.id

13

b. Untuk menggambarkan faktor pendukung dan penghambat Pemerintah

Kota Yogyakarta dalam upaya pembangunan berwawasan lingkungan

di Kota Yogyakarta.

2. Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat

memperluas pengetahuan bidang ilmu pemerintahan dan dijadikan

khasanah kepustakaan sebagai pedoman dalam penelitian yang

berkaitan dengan gambaran pembangunan kota berwawasan

lingkungan di Kota Yogyakarta.

b. Manfaat Praktis

Hasil tersebut secara praktis gambaran faktor pendukung dan

penghambat Pemerintah Kota Yogyakarta dalam upaya pembangunan

berwawasan lingkungan di Kota Yogyakarta ini diharapkan dapat

memberikan informasi dan masukan bagi Pemerintah Kota Yogyakarta

dalam melaksanakan program pembangunan kota berwawasan

lingkungan.

D. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini merupakan serangkaian teori-teori

yang melandasi penelitian tentang pembangunan kota berwawasan lingkungan

di Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, konsep yang dipaparkan dalam

penelitian ini meliputi; konsep pembangunan, konsep lingkungan, konsep

Page 25: Full page photo - repo.apmd.ac.id

14

pembangunan berwawasan lingkungan, konsep kota, dan faktor yang

mempengaruhi perkembangan pembangunan perkotaan.

1. Konsep Pembangunan

Menurut Siagian (1998:47) pembangunan adalah suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan

dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju

modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building). Dalam

pembangunan kota bahwa kekuatan perkembangan ekonomi dan beberapa

hal demikian hebatnya sehingga pemukiman tumbuh mencapai batas

kemampuan lingkungannya. Dapat disaksikan bahwa beberapa kota

melampaui kapasitas lahannya menghasilkan penggunaan yang tak

sebanding antara lahan dan lingkungan, terutama tanah, topografi, dan

drainase.

Dalam perencanaan konsep pembangunan yang modern saat ini

membutuhkan pendekatan tim dari berbagai disiplin. Upaya untuk

memecahkan persoalan dengan baik dibutuhkan berbagai perspektif.

Sebagaimana Marsh (1991:362) mengidentifikasi keterlibatan para ahli

dalam perencanaan konsep pembangunan yang modern antara lain:

a. Perencana pembangunan bertugas membuat proyeksi penduduk dan

ekonomi.

b. Insinyur bertugas mengevaluasi sistem pengangkutan dan

pembuangan.

Page 26: Full page photo - repo.apmd.ac.id

15

c. Ahli kualitas udara yang bertugas melakukan analisis dampak

pembakaran dan kebisingan terhadap lingkup atmosfer.

d. Ahli tanah dan air yang bertugas melakukan analisis dampak kegiatan

manusia terhadap kemurnian air, air tanah dan tata guna lahan.

e. Ahli kesehatan lingkungan yang mengkaji dampak potensial dari

konterminasi udara dan air terhadap kesehatan manusia.

f. Ahli ekonomi menghitung biaya untuk masing-masing alternatif.

Selain itu, dalam perencanaan konsep pembangunan yang modern

diperlukan tanggung jawab dan ketelibatan berbagai ahli dalam

penanganan lingkungan hidup, maka dirangkum tugas-tugas antara lain:

a. Para teknisi dapat melakukan pemetaan, pengambilan sampel

lapangan, pengamatan dan pembentukan model.

b. Pengambilan keputusan, mencakup perumusan dan penilaian berbagai

alternatif dan penetapan kebijakan lingkungan.

c. Desain, yang menghendaki perumusan rencana fisik dan skema desain

untuk fasilitas dan pertahanan daerah perkotaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan konsep

pembangunan merupakan rangkaian proses untuk perubahan fisik dan

sosial yang terencana dan dilakukan secara sadar oleh pemerintah atau

masyarakat.

2. Konsep Lingkungan

Supardi (2003:2) mengemukakan lingkungan juga disebut

lingkungan hidup yang berarti jumlah semua benda hidup dan mati serta

Page 27: Full page photo - repo.apmd.ac.id

16

seluruh kondisi yang ada di dalam ruang yang ditempati. Lingkungan

hidup disini berarti segala sesuatu yang berada di sekeliling manusia yang

sifatnya mempengaruhi kelangsungan hidupnya (Soemartono, 2004:37).

Pada dasarnya lingkungan dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok dasar, yaitu:

a. Lingkungan Fisik (Physical Environment)

b. Lingkungan Biologis (Biological Environment)

c. Tumbuh-tumbuhan dari yang terbesar sampai terkecil

Pengelolaan lingkungan hidup menurut Undang-Undang No 32

Tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu

untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan

penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,

pengawasan dan pengendalian. Menurut Soemarwoto (2004:76)

pengelolaan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai usaha secara sadar

untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan

dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya.

Peranan pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan

hidup peran masyarakat, setiap orang adalah bagian dari masyarakat dan

masyarakat memiliki hak, kewajiban dan peran yang sama dalam

pengelolaan lingkungan, tanpa terkecuali masyarakat desa, pelosok

maupun kota, karena ruang lingkup lingkungan bukan hanya di tempat-

tempat tertentu saja namun seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Keberadaan masyarakat akan efektif sekali, jika peranya dalam

mengontrol pengelolaan lingkungan yang ada. Peran Pemerintah dalam

Page 28: Full page photo - repo.apmd.ac.id

17

pengelolaan lingkungan, pemerintah sebagai lembaga tertinggi dalam

suatu Negara berwenang untuk mengatur ataupun mengendalikan apa saja

yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup, dan untuk

mengimplementasikannya, maka pemerintah mengatur dan

mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan

hidup.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep

lingkungan merupakan segala sesuatu yang berada di sekeliling manusia

yang terbagi menjadi lingkungan fisik (physical environment), lingkungan

biologis (biological environment), dan tumbuh-tumbuhan dari yang

terbesar sampai terkecil.

3. Konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu proses

pembangunan berwawasan lingkungan, berasumsi bahwa setiap kegiatan

akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup (Salim, 1993:109).

Pola pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan ialah konsep

yang harus ditempuh melalui proses jangka panjang. Sebab kota

merupakan arena kegiatan manusia yang serba kompleks melibatkan

berbagai aspek ativitas. Baik aspek manusianya, sumber daya alam dan

buatan manusia. Oleh karenanya, pembangunan perkotaan dampak

lingkungan yang ditimbulkan merusak ekosistem perkotaan. Pembangunan

berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan berencana dalam

Page 29: Full page photo - repo.apmd.ac.id

18

pembangunan sekaligus pengelolaan sumber daya secara bijaksana dalam

pembangunan (Agustina, 2008:21).

Menurut Yakin (2004:26) pembangunan berwawasan lingkungan

menghendaki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Pembangunan itu sarat dengan nilai, dalam arti bahwa pembangunan

harus diorientasikan untuk mencapai tujuan ekologis, sosial, dan

ekonomi.

b. Pembangunan itu membutuhkan perencanaan dan pengawasan yang

seksama pada semua tingkat.

c. Pembangunan itu menghendaki pertumbuhan kualitatif setiap individu

dan masyarakat

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 dalam pasal 13

tercantum bahwa pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan

hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup PROPENAS

merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumber daya

alam dan lingkungan hidup. Program itu mencangkup:

a. Program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya

alam dan lingkungan hidup.

b. Program peningkatan efektifita pengelolaa, konservasi dan rehabilitas

sumber daya alam.

c. Program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran

lingkungan hidup.

Page 30: Full page photo - repo.apmd.ac.id

19

Dalam pembangunan kota yang wawasan lingkungan, maka

diperlukan pengelolaan AMDAL. Amdal dilakukan untuk menjamin

tujuan proyek-proyek pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan

masyarakat tanpa merusak kualitas lingkungan hidup. AMDAL bukanlah

suatu proses yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari proses

Amdal yang lebih besar dan lebih penting sehingga AMDAL merupakan

bagian dari beberapa hak berikut:

a. Pengelolaan Lingkungan. Dalam melakukan kegiatan pengelolaan

lingkungan diperlukan adanya susunan rencana pengelolaan

lingkungan. Susunan rencana pengelolaan lingkungan baru dapat

dilakukan setelah diketahui dampak-dampak yang akan terjadi akibat

proyek yang akan dilakukan. Di sinilah peranan penting AMDAL agar

proyek pembangunan yang dilakukan tidak memberikan dampak buruk

bagi lingkungan.

b. Pengelolaan Proyek. Dalam pengelolaan proyek, peranan AMDAL

adalah terlebih dahulu melakukan fase-fase berikut:

1) Fase identifikasi

2) Fase studi kelayakan

3) Fase desain kerekayasaan (engineering design) atan fase rancangan

4) Fase pembangunan proyek

5) Fase proyek berjalan atau fase proyek beroperasi

6) Fase proyek telah berhenti beroperasi atau pasca opeasi (post

operation)

Page 31: Full page photo - repo.apmd.ac.id

20

c. Pengambilan Keputusan. Dari hasil AMDAL, dapat diketahui apakah

suatu aktivitas pembangunan akan berdampak baik atau buruk pada

lingkungan. Pemerintah pun akan mengambil keputusan dari hasil

AMDAL tersebut. Jika berdampak baik, maka pembangunan akan

dilanjutkan secara berkesinambungan. Akan tetapi, jika kegiatan

pembangunan tersebut berdampak buruk pada lingkungan, maka

kegiatan tersebut tidak akan dilakukan atau dilakukan alternatif-

alternatif lain yang dapat menghilangkan atau meminimalisasi dampak

negatif tersebut.

d. Dokumen yang Penting. Laporan AMDAL merupakan dokumen

penting yang merupakan sumber informasi yang sangat bermanfaat

untuk berbagai keperluan:

1) Sebagai informasi pembanding dalam hasil analisis

2) Sebagai sumber informasi yang penting untuk proyek yang akan

dilaukan di daerah dekat lokasi tersebut.

3) Dokumen penting yang dapat digunakan di pengadilan dalam

menghadapi tuntutan proyek lain, masyarakat atau instansi

pengawas.

Secara umum, kegunaaan AMDAL adalah :

1) Mencegah agar potensi sumberdaya alam yang dikelola tidak

rusak.

2) Menghindari efek samping dari pengelolaan sumber daya alam.

Page 32: Full page photo - repo.apmd.ac.id

21

3) Mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat pencemaran,

sehingga tidak mengganggu kesehatan, kenyamanan, dan

keselamatan masyarakat.

4) Mengetahui manfaat yang berdaya guna dan berhasil guna bagi

bangsa, negara, dan masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep

pembangunan berwawasan lingkungan merupakan suatu pembangunan

yang mengedepankan wawasan lingkungan dengan pengendalian

pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian

fungsi lingkungan hidup.

4. Konsep Kota

Menurut Amos Rapoport (Zahnd, 2006:71), kota adalah suatu

pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok

individu yang heterogen dari segi sosial. Kota merupakan tempat

bergabungnya berbagai hal dan merupakan kumpulan keanekaragaman

banyak hal. Berbagai strata masyarakat bergabung dalam satu tempat yang

dinamakan kota. Begitu juga dengan kegiatan ekonomi saling melengkapi

dan saling bergantung. Kota juga merupakan simbol dari kesejahteraan,

kesempatan berusaha dan dominasi terhadap wilayah sekitarnya. Namun

kota juga merupakan sumber polusi, kemiskinan dan perjuangan untuk

berhasil (Zahnd, 2006:75).

Menurut Amos Rapoport (Zahnd, 2006:81), ada sepuluh kriteria

yang secara lebih spesifik untuk merumuskan kota, yaitu sebagai berikut:

Page 33: Full page photo - repo.apmd.ac.id

22

a. Ukuruan dan jumlah penduduknya yang besar terhadap massa dan

tempat

b. Bersifat permanen

c. Kepadatan minimum terhadap massa dan tempat

d. Struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan oleh jalur

jalan dan ruang-ruang perkotaan yang nyata

e. Tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja

f. Fungsi perkotaan minimum yang terperinci, yang meliputi sebuah

pasar, sebuah pusat administratif atau pemerintahan, sebuah pusat

militer, sebuah pusat keagamaan atau sebuah psuat aktivitas intelektual

bersama dengan kelembagan yang sama

g. Heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarki pada masyarakat

h. Pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah

pertanian ditepi kota dan memproses bahan mentah untuk pemasaran

yang lebih luas

i. Pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat

j. Pusat penyebaran, memiliki suatu falsafah hidup perkotaan pada masa

dan tempat itu.

Selain itu sebuah pemukiman dapat dirumuskan sebagai sebuah

kota bukan dari segi ciri-ciri morfologi tertentu, atau bahkan kumpulan

ciri-cirinya saja, melainkan dari segi suatu fungsi khusus yaitu menyusun

sebuah wilayah dan menciptakan ruang-ruang efektif melalui

pengorganisasian sebuah daerah pedalaman yang lebih besar berdasarkan

Page 34: Full page photo - repo.apmd.ac.id

23

hirarki-hirarki tertentu (Rapoport dalam Zahnd, 2006:89). Artinya ciri-ciri

morfologi, bentuk dan wujud suatu kota dapat sangat berbeda antara suatu

wilayah dengan wilayah lainnya, namun beberapa prinsip dan elemen

arsitektur perkotaan tetap dapat diamati dimanapun terkait dalam

susunannya.

Struktur Ruang Kota. Teori-teori yang melandasi struktur ruang

kota yang paling dikenal yaitu:

a. Teori Konsentris, yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK)

atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya

tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat

kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona

dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD

tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau

Retail Business District (RBD) dengan kegiatan dominan pertokoan,

perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau Wholesale

Business District (WBD) yang ditempati oleh bangunan dengan

peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan

(warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama

(storage buildings) (Burgess dalam Zahnd, 2006:102).

b. Teori Sektoral, menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki

pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris

(Hoyt dalam Zahnd, 2006:103).

Page 35: Full page photo - repo.apmd.ac.id

24

c. Teori Pusat Berganda, menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat

kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan

berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung

sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di

dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing”

distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain (Harris dan Ullman

dalam Daldjoeni, 1992:172). Namun, ada perbedaan dengan dua teori

yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda

terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah

kota dan tidak selalu berbentuk bundar.

Kota yang Ideal. Kota ideal adalah kota yang mempu

mengakomodasi dan menyelaraskan antara aktivitas masyarakat dan

bentuk penggunaan lahannya. Pada perkembanganya di masa sekarang,

kita mengenal istilah-istilah baru tentang perwujudan kota ideal yaitu

livable city, compact city, eco-city, dan konsep perkembangan kota lainnya

yang muncul untuk menjawab kebutuhan manusia akan tempat tinggal

yang baik dan mengatasi persoalan-persoalan yang muncul pada saat

sekarang (Imanda, 20015:2). Untuk itu banyak pemikiran tentang konsep

kota ideal yang diwujudkan dalam teori-teori kota ideal. Struktur ruang

kota cenderung berkembang berdasarkan sektor-sektor dari pada

berdasarkan lingkaran-lingkaran konsentrik. Susunan kota menurut teori

sektor adalah sebagai berikut (Holmer Hoyt dalam Daldjoeni, 1992:153):

Page 36: Full page photo - repo.apmd.ac.id

25

a. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan

kontor, hotel, bank, bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.

b. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.

c. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman

kaum buruh.

d. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.

e. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan

atas yang terdiri dari para eksekutif dan pejabat.

Kota ideal yang menjadi impian paling sering dikaitkan pada dua

hal. Yang pertama adalah dikaitkan dengan pengertian kota sebagai sebuah

sistem ekologis perkotaan yang berkelanjutan, dan yang kedua adalah

dengan pengertian kota yang mampu berkembang secara berkelanjutan

bukan hanya dalam pengertian ekologis (eco-city), tetapi juga yang

berkembang secara berkeadilan (just-city), dan kota yang ekonominya

tumbuh secara berkelanjutan (growth-city) dan yang secara kultural

mampu mengembangkan identitas lokal yang kuat (urban cultural

identity). Sebagai kesimpulan pertama dapat ambil adalah sebagai berikut:

Ide garden city dari Howard berhasil bukan karena ide itu diikuti oleh

banyak kota, tetapi karena contoh garden city seperti yang dibangun di

Letchworth berhasil menjadi inspirasi bagi sebuah gerakan yang

memperjuangkan peningkatan dari Livability dari kota-kota di Eropa pada

umumnya. Dalam skala yang lebih kecil ide Tropical Garden City dari

Thomas Karsten menjadi inspirasi bagi kota-kota di Hindia Belanda untuk

Page 37: Full page photo - repo.apmd.ac.id

26

meningkatkan kualitas lingkungan urban secara menyeluruh (Santoso,

2015:1).

Kota dengan pembangunan berkelanjutan (suitainable development

city). Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris,

sustainable development. Istilah pembangunan berkelanjutan

diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi

Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme

(UNEP), International Union for Conservation of Nature andNatural

Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980.

Menurut Brundtland Report dari PBB, pembangunan berkelanjutan adalah

proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat dan sebagainya)

yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan

pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Konsep Pembangunan

Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul

“Our Common Future” (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada

Tahun 1987.

Laporan ini mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai

pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa

mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan

mereka sendiri. Di dalam konsep tersebut terkandung dua gagasan penting.

Pertama, gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin

sedunia yang harus diberi prioritas utama. Kedua, gagasan keterbatasan,

yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap

Page 38: Full page photo - repo.apmd.ac.id

27

kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan.

Jadi, tujuan pembangunan ekonomi dan sosial harus dituangkan dalam

gagasan keberlanjutan di semua negara, baik negara maju maupun negara

berkembang. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang

didefinisikan oleh Lele (Nasdian, 2010), terbagi menjadi dua definisi yaitu

keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan (development). Adapun

pembagian definisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. Dalam Gambar

8, Lele membagi konsep keberlanjutan dan pembangunan menjadi lima

konotasi. Adapun konotasi keberlanjutan terbagi menjadi keberlanjutan

secara harfiah/literal, keberlanjutan secara ekologis dan keberlanjutan

secara sosial. Sedangkan konotasi pembangunan terbagi menjadi

pembangunan sebagai proses dan pembangunan sebagai obyektifitas.

Kota yang berawasan humanis (human city). Humanis adalah

konsep kota yang mempertimbangkan faktor kemanusiaan, dengan konsep

kota kompak, terproyeksi (smart growth) yang mengikuti konsep hemat

energi, ekologis, transportasi humanis, ramah lingkungan hidup, dan Iayak

huni. Kota humanis mempunyai visi yang serupa dengan kota

berkeIanjutan, kota komprehensif, kota ekologis, kota ramah lingkungan,

kota sehat, dan banyak istilah lainnya. Aspek ruang perkotaan tidak hanya

berhubungan dengan ruang terbuka hijau atau Iingkungan hidup, tetapi

merupakan rencana fisik dan ekologi kota yang sesuai dengan kebutuhan

sosial, ekonomi, dan budaya dan masyarakatnya, dengan

mempertimbangkan kebutuhan pengembangan politik serta Ilmu

Page 39: Full page photo - repo.apmd.ac.id

28

Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), mewujudkan keberlanjutan dalam

bangunan ekologis, penggunaan sumberdaya alam, dan meningkatkan

kualitas Iingkungan hidup.

Saat ini perkembangan atau perembetan kota-kota besar Indonesia

Iebih mengutamakan pembangunan fungsional, cenderung dengan pola

kota yang tidak terstruktur (urban sprawl) di wilayah suburban.

Perkembangan kelompok perumahan permukiman terpisah dengan

fasilitas puklik, seperti sarana perbelanjaan, sarana kesehatan, pendidikan

dan sarana perdagangan dan jasa lainnya, sehingga penghuni harus

memenuhi kebutuhan tersebut dengan kendaraan bermotor, dengan jarak

capai lebih dari 2.000 meter yang seharusnya tersedia dalam radius

pelayanan 500-1.000 meter. Kota secara keseluruhan menjadi tidak

nyaman bagi penghuni, karena jarak capai lebih panjang dan lebih lama

untuk aktivitas sosial dan ekonomi. Pola perkembangan kota tersebut

memberi dampak pada pemborosan energi, pemborosan dana transportasi,

dan pencemaran lingkungan hidup.

Emisi karbon dari transportasi dapat dihindari sejak dini melalui

konsep perencanaan kota baru yang berintegrasi dengan sistem

transportasi khususnya di wilayah suburban. beberapa metode pendekatan

yang tepat untuk merenvanakan kota-kota humanis seperti konsep

peencanaan penggunaan lahan multifungsi (mixedland use), yang

mendekatkan fasilitas umum di sekitar perumahan, sehingga akan

mengurangi kemacetan lalulinlas. Konsep perencanaan tersebut mencakup

Page 40: Full page photo - repo.apmd.ac.id

29

konsep kota ramping dan kompak (compacv city), merencanakan kota

yang terprediksi pertumbuhannya (smart growth), ramah terhadap pejalan

kaki dan pesepeda (walkable city), dengan jaringan jalan yang layak,

dilengkapi dengan tempat transit (transit oriented development/TOP).

Kota hijau (green city). Green City (Kota hijau) adalah konsep

pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan yang dicapai

dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan ekonomi,

kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi

tempat yang layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga

generasi berikutnya. Green city bertujuan untuk menghasilkan sebuah

pembangunan kota yang berkelanjutan dengan mengurangi dampak

negatif pembangunan terhadap lingkungan dengan kombinasi strategi tata

ruang, strategi infrastruktur dan strategi pembangunan sosial. Green city

terdiri dari delapan elemen, yaitu:

1. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan hijau).

Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang

berprinsip pada konsep pembangunan kota berkelanjutan. Green city

menuntut perencanaan tata guna lahan dan tata bangunan yang ramah

lingkungan serta penciptaan tata ruang yang atraktif dan estetik.

2. Green open space (Ruang terbuka hijau). Ruang terbuka hijau adalah

salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau berguna

dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan

Page 41: Full page photo - repo.apmd.ac.id

30

iklim mikro yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan

lahan taman, koridor hijau dan lain-lain.

3. Green Waste (Pengelolaan sampah hijau). Green waste adalah

pengelolaan sampah hijau yang berprinsip pada reduce (pengurangan),

reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). Selain itu,

pengelolaan sampah hijau juga harus didukung oleh teknologi

pengolahan dan pembuangan sampah yang ramah lingkungan.

4. Green transportation (Transportasi hijau). Green transportation

adalah transportasi umum hijau yang fokus pada pembangunan

transportasi massal yang berkualitas. Green transportation bertujuan

untuk meningkatkan penggunaan transportasi massal, mengurangi

penggunaan kendaraan pribadi, penciptaan infrastruktur jalan yang

mendukung perkembangan transportasi massal, mengurangi emisi

kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi pejalan

kaki dan pengguna sepeda.

5. Green water (manajemen air yang hijau). Konsep green water

bertujuan untuk penggunaan air yang hemat serta penciptaan air yang

berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa diperluas

hingga penggunaan hemat blue water (air baku/ air segar), penyediaan

air siap minum, penggunaan ulang dan pengolahan grey water (air

yang telah digunakan), serta penjagaan kualitas green water (air yang

tersimpan di dalam tanah).

Page 42: Full page photo - repo.apmd.ac.id

31

6. Green energy (Energi hijau). Green energi adalah strategi kota hijau

yang fokus pada pengurangan penggunaan energi melalui

penghemetan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi

terbaharukan, seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik

dari emisi methana TPA dan lain-lain.

7. Green building (Bangunan hijau). Green building adalah struktur dan

rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan pembangunannya

bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi

bahkan dalam perubuhan. Green building harus bersifat ekonomis,

tepat guna, tahan lama, serta nyaman. Green building dirancang untuk

mengurangi dampah negatif bangunan terhadap kesehatan manusia dan

lingkungan dengan penggunaan energi, air, dan lain-lain yang efisien,

menjaga kesehatan penghuni serta mampu mengurangi sampah, polusi

dan kerusakan lingkungan.

8. Green Community (Komunitas hijau). Green community adalah

strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan pemerintah,

kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota

hijau. Green community bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata

stakeholder dalam pembangunan kota hijau dan membangun

masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang ramah

lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah dan

partisipasi aktif masyarakat dalam program-program kota hijau

pemerintah.

Page 43: Full page photo - repo.apmd.ac.id

32

Kota ekologis dan ramah lingkungan (eco-city). Konsep

perencanaan kota (guna lahan) yang integral dengan sistem transportasi

dapat mencapai visi kota humanis yang ramah lingkungan (eco city), serta

ramah terhadap pengguna jalan, baik pengguna jalan bermotorisasi

ataupun non-motorisasi. Menurut King et al., (Uniaty, 2008), kota

berkelanjutan atau eco-city adalah kota yang memiliki konsep

berkelanjutan yang melibatkan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya dari

suatu kota. Saat ini konsep kota berkelanjutan banyak diterapkan dalam

konsep perencanaan lanskap permukiman baru. Hal tersebut membuktikan

para pengembang kawasan permukiman mulai menyadari pentingnya

keberlanjutan lingkungan dengan mengutamakan perencanaan lanskap

yang berbasis ekologi. Perencanaan lanskap yang berbasis ekologi

memiliki pengertian yang berbeda pada setiap orang. Thompson & Steiner

(1997) mendefinisikan perencanaan sebagai integrasi dari pengetahuan

ilmiah dan teknik yang menyediakan pilihan untuk membuat keputusan

tentang alternatif masa depan.

Perencanaan tidak hanya terfokus kepada pengetahuan ilmiah atau

pengambilan keputusan saja, tetapi telaah dari integritas keduanya.

Definisi perencanaan dalam konteks lanskap adalah keputusan tentang

alternatif masa depan yang terfokus pada kebijakan dan keberlanjutan

penggunaan dari suatu lanskap dalam mengakomodasi kebutuhan manusia.

Hal ini berarti sumberdaya alam yang tersedia pada suatu lanskap tetap

Page 44: Full page photo - repo.apmd.ac.id

33

terlindungi. Dengan terlindunginya suatu sumberdaya alam, berarti juga

menjaga sumberdaya alam tersebut untuk generasi yang akan datang.

Jadi kota ideal yang diimpikan oleh sebagian (tokoh) masyarakat

pada sebuah jaman di sebuah tempat adalah wujud dari sebuah harapan

akan kehidupan yang lebih baik yang menjadi acuan bagi orang yang

menginginkan perbaikan. Bila wujud itu dapat terlaksana pada sebuah

lokasi, maka walaupun tidak selalu sempurna, dia kemudian tetap bisa

menjadi acuan bagi yang lainnya. Hal yang aneh adalah bahwa gambaran

mengenai kota ideal itu bisa saja lalu ditiru oleh orang yang berada di luar

konteks asal ide tersebut. Walaupun sebenarnya di negara asalnya pun dia

sudah tidak berhasil, ide itu selalu diulang-ulang kembali. Ide

pembangunan sebuah ibukota baru yang ideal merupakan contoh semacam

itu. Walaupun dalam pelaksanaannya ide itu selalu gagal, karena pada

kenyataannya ibukota baru seperti Chandigarh, Islamabad, atau Brasilia

tidak berkembang menjadi kota ideal yang diharapkan, tetapi ide

membangun sebuah ibukota baru seolah-olah tidak pernah mati (Santoso,

2015:2).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan konsep kota

merupakan tempat interaksi dari kumpulan keanekaragaman banyak hal

dan pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari

kelompok individu yang heterogen dari segi sosial kegiatan ekonomi yang

lengkap, kompleks, dan saling melengkapi dan saling bergantung.

5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pembangunan Perkotaan

Page 45: Full page photo - repo.apmd.ac.id

34

Selanjutnya dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi

perkembangan perkotaan antara lain sebagai berikut (Marsh, 1989:348):

a. Faktor Pembangunan Lahan dan Daerah Banjir

Setiap perkampungan yang tumbuh menjadi kota biasanya

diawali dengan sumber air. Perumahan yang biasanya tumbuh

disepanjang daerah strategis, seperti di persimpangan jalan, hulu

sungai, atau lokasi bendungan. Diusahakan memilih lokasi untuk

pembangunan perumahan yang bebas bahaya banjir. Berbagai

kebijakan dan rencana dirumuskan untuk menurunkan dampak bahaya

banjir terhadap desa dan kota. Menurut Marsh (1989:348) pendekatan

yang biasa digunakan di Amerika Serikat, terutama berdasarkan

struktur, membangun bendungan, terusan pembagi, dan pengerukan.

Namun demikian, bahaya banjir tetap menimbulkan dampak yang

membahayakan, karena pembuangan air limbah tetap meningkat akibat

perkembangan penduduk dan kota itu sendiri. Olehnya itu, bukan

hanya kota yang telah berkembang melampaui kapasitas lahan yang

layak, tetapi lahan yang telah menyusut, menyebabkan banjr lebih

besar dan sering terjadi sesuai pertumbuhan kota. Pendekatan lain yang

digunakan untuk menanggulangi banjir adalah pendekatan bersifat

tradisional yaitu, mengandalkan perubahan fisik dengan cara lebih

mengutamakan rencana yang bersifat pencegahan.

Dalam UULH pasal 5 disebutkan bahwa setiap orang

mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan setiap

Page 46: Full page photo - repo.apmd.ac.id

35

orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan mencegah serta

melindungi kerusakan dan pencemarannya (Jayadinata, 1992:225).

Perumusan dan perbaikan kembali atas sungai-sungai perkotaan,

merupaka suatu alternative untuk menghindari atau berusaha

mengurangi peristiwa banjir yang dapat mengancam kehidupan

penduduk kota. Karena itu, para perencana telah menemukan rumusan

yang tepat bagi perbaikan kembali daerah pusat kota yang mencakup

penggunaan program pengembangan secara langsung pada daerah hulu

sungai, namun memerlukan modal yang besar untuk mengubah jalan

atau pelabuhan sungai dari yang pasif menjadi aktif.

b. Faktor Tanah dan Pembuangan Limbah

Sebagian daerah perkotaaan memilih lokasi pembuangan

limbah sebagai dasar perencanaan. Ditentukan adanya pertimbangan

antara lain (Marsh, 1989:348):

1) Biaya sangat berkaitan dengan tanah dan jarak angkut.

2) Tata guna lahan dan lingkungan di sekitarnya dan rute angkut.

3) Kondisi tapak, merupakan fungsi tanah, air limbah, dan drainase

permukaan.

Hampir semua daerah pembuangan limbah, masalah lokasi

yang utama adalah penampungan cairan yang berasal dari limbah yang

membusuk. Hal semacam ini perlu penanggulangan dengan

berpedoman pada UULH.

c. Faktor Ekologi dan Ekosistem

Page 47: Full page photo - repo.apmd.ac.id

36

Kepekaan organisme terhadap proses perkembangan kota

berkaitan dengan berbagai faktor. Bukan faktor tertentu yang spesifik

dimana manusia dan sebagian besar organisme darat menggunakan

ruang landscape yang hampir sama. Ketika urbanisasi terjadi sungguh-

sungguh hanya sedikit ruang yang tersisa bagi organisme lainnya.

Menurut Gallion & Eisner (1994:108) ekologi berkenaan dengan

saling hubungan antagonisme dan antara organisme tersebut dengan

lingkungannya dan kaitannya dengan sebab akibat material dan sosial.

Pengaruh urbanisasi terhadap kota menghasilkan kerusakan

lingkungan serius, menjadikan pokok perencanaan yang penting dan

pengaruhnya mencakup:

1) Kemunduran dan pengurangan peran komunitas ekologi dalam

lingkungan.

2) Pengurangan persediaan sumber-sumber yang bernilai seperti

pengurangan persediaan air tanah dengan hilangnya daerah

penampungan, apabila rawa-rawa dan hutan dihilangkan.

3) Hilangnya tumbuh-tumbuhan berharga dan spesies binatang yang

semakin membesar kecenderungan kearah kepunahan binatang.

4) Hilangnya kualitas landscape berkaitan dengan kehdupan manusia.

d. Faktor Perubahan Iklim dan Kualitas Udara

Atmosfir selalu dipengaruhi oleh dampak pemukiman manusia,

tetapi besarnya pengaruh ini telah sangat meningkat pada abad yang

lalu dengan meningkatnya pertumbuhan daerah perkotaan.

Page 48: Full page photo - repo.apmd.ac.id

37

Industrialisasi dan perubahan teknologi terutama karena hadirnya

kendaraan bermotor. Terdapat 2 (dua) dampak atmosfir terhadap kota

yaitu:

1) Perubahan sifat fisik iklim daerah perkotaan

2) Perubahan kualitas udara

Perubahan iklim yang disebabkan oleh kota-kota sangat

berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Salah

satu perubahan penting adalah pembentukan panas terik disekitar

pemukiman padat.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup masalah pembangunan kota berwawasan lingkungan

yang akan diteliti dalam penelitian ini dilihat dari 9 konsep kota ideal sebagai

berikut:

1. Kota dengan pembangunan berkelanjutan (suitainable development city)

2. Kota yang berawasan humanis (human city)

3. Kota hijau (green city)

4. Kota ekologis dan ramah lingkungan (eco-city).

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yakni pengamatan

dan penyelidikan secara kritis untuk mendapatkan keterangan yang tepat

Page 49: Full page photo - repo.apmd.ac.id

38

terhadap suatu persoalan dan obyek tertentu di daerah kelompok

komunitas atau lokasi tertentu akan ditelaah atau menggambaran atau

uraian atas sesuatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap

objek yang diteliti (Ruslan, 2008:55).

2. Unit analisis

a. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah Pemerintah Kota Yogyakarta yang

terdiri dari 1 orang Kepala Bidang Pengembangan dan Kapasitas Dinas

Lingkungan Hidup dan 1 orang Kepala Bidang Pertanahan dan Tata

Ruang Kota Dinas Bappeda serta 5 orang masyarakat Kota

Yogyakarta. Total subjek penelitian ini adalah 7 orang.

Subjek penelitian ini diambil secara purposive sampling, yaitu

subjek dari dinas yang mengelola dan berkompeten dengan

pembangunan kota berwawasan lingkungan.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah Dinas Lingkungan Hidup dan Bappeda.

c. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Dinas Perencanaan dan

Pembangunan Kota, Dinas Lingkungan Hidup, dan Bappeda.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam setiap penelitian, disamping menggunakan metode yang

tepat diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun

teknik pengumpulan data yang relevan. Kecermatan dalam memilihi dan

Page 50: Full page photo - repo.apmd.ac.id

39

menyusun teknik pengumpulan data ini akan sangat mempengaruhi

objektivitas hasil penelitian (Nawawi, 2007:100). Teknik pengumpulan

data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,

observasi, dan studi pustaka.

a. Wawancara (Interview)

Peneliti melakukan wawancara terstruktur terhadap responden

yang merupakan sumber data primer yang terkait dengan penelitian ini,

yaitu; Dinas Perencanaan dan Pembangunan Kota, Dinas Pengelolaan

Lingkungan Hidup, dan instansi terkait terkait dengan peran

pemerintah desa dalam pembangunan infrastruktur di Desa Potorono

Banguntapan Bantul.

b. Observasi

Observasi dilakukan secara langsung, yaitu penulis melakukan

pengamatan ke obyek pembangunan kota berwawasan lingkungan di

Dinas Perencanaan dan Pembangunan Kota, Dinas Pengelolaan

Lingkungan Hidup, dan instansi terkait untuk mengamati kondisi serta

mengambil foto-foto dokumentasi pembangunan wilayah kota di Dinas

Perencanaan dan Pembangunan, Dinas Pengelolan Lingkungan Hidup,

dan instansi terkait, sehingga diperoleh data yang akurat.

c. Dokumentasi

Sugiyono (2017:329) menjelaskan bahwa dokumen merupakan

catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,

gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Studi

Page 51: Full page photo - repo.apmd.ac.id

40

dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara

mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentasi dalam

penelitian ini adalah dengan meminta data-data dari pihak Dinas

Perencanaan dan Pembangunan, Dinas Pengelolan Lingkungan Hidup,

dan instansi terkait, misalnya mengenai data dokumentasi

pembangunan wilayah kota, program-program pembangunan

berwawasan lingkungan pada saat penelitian. Hal ini dilakukan agar

informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari objek yang

dijadikan sebagai tempat penelitian. Teknik dokumentasi juga dapat

dilakukan dalam bentuk memotret semua kejadian yang berlangsung

selama peneliti melakukan kegiatan penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data dapat dilakukan dengan model analisis

deskriptif kualitatif di mana intinya adalah interaksi antar komponen

penelitian maupun proses pengumpulan data selama proses penelitian.

Analisa data dilakukan untuk menganalisis bagaimanakah pembangunan

kota berwawasan lingkungan di Kota Yogyakarta. Analisis pada data

kualitatif yang dilakukan meliputi (Sugiyono, 2017:67).

a. Keabsahan Data (Triangulasi)

Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi.

Triangulasi adalah teknik memeriksa keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu lain (Moelong, 2017:330). Penelitian ini

Page 52: Full page photo - repo.apmd.ac.id

41

menggunakan triangulasi sumber, dimana peneliti membandingkan

dan mengoreksi ulang drajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif (Moelong, 2017:331). Hal itu dicapai dengan jalan

membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang

berkaitan.

b. Reduksi Data

Reduksi data diartikan proses pemilihan, pemusatan, atau

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

mengacu dari catatan lapangan, reduksi data berlangsung terus

menerus selama penelitian berlangsung. Reduksi data merupakan suatu

bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,

membuang data yang tidak perlu, mengorganisasi data sedemikian

rupa sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.

c. Penyajian Data

Penyajian data merupakan upaya penyusunan, pengumpulan

informasi kadalam suatu matriks atau konfigurasi yang mudah

dipahami. Konfigurasi semacam ini akan memudahkan dalam

penarikan kesimpulan atau penyerderhanaan informasi yang komplek

kedalam suatu bentuk yang dapat dipahami. Penyajian data yang

sederhana dan mudah dipahami adalah cara utama untuk menganalisis

data deskriptif kualitatif yang valid.

Page 53: Full page photo - repo.apmd.ac.id

42

d. Menarik Kesimpulan

Berawal dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai

mencari makna dari data-data yang terkumpul. Selanjutnya peneliti

mencari arti dan penjelasannya kemudian menyusun pola-pola

hubungan tertentu ke dalam suatu kesatuan yang mudah dipahami dan

ditafsirkan.

Page 54: Full page photo - repo.apmd.ac.id

43

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

A. Kota Yogyakarta

1. Sejarah Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup

panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh

Perjanjian Giyanti yang membagi wilayah Kerajaan Mataram menjadi

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Raja Kasultanan

Yogyakarta yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I membangun

kompleks kerajaan yang selesai pada tanggal 7 Oktober 1756. Lintasan

sejarah ini apabila ditarik ke belakang lagi berasal dari kawasan yang berada

di tenggara Yogyakarta yang telah berkembang terlebih dahulu dan

merupakan cikal bakal dari Kerajaan Mataram Islam yaitu kawasan Kota

Gede yang didirikan oleh Ki Gede Pemanahan yang kemudian dilanjutkan

oleh Panembahan Senopati, sang raja Mataram Islam yang pertama.

Sedangkan apabila ditarik maju ternyata banyak sekali peristiwa sejarah

yang terjadi di Yogyakarta, mulai dari pemindahan ibu kota Republik

Indonesia ke Yogyakarta pada tahun 1947 hingga salah satu tempat

terjadinya awal reformasi pemerintahan pada tahun 1998

(https://www.jogjakota.go.id/about/sejarah-kota-yogyakarta., diakses 27

April 2018).

Page 55: Full page photo - repo.apmd.ac.id

44

Kekayaan sejarah ini juga disertai oleh kekayaan pusaka sebagai bentuk

peradaban yang tumbuh berkembang seiring dengan waktu baik pusaka

ragawi maupun pusaka tidak ragawi. Pusaka ragawi berupa bangunan-

bangunan bersejarah mulai dari era Mataram Islam pertama, Mataram Islam

pasca Perjanjian Giyanti, bangunan pemerintah kolonial Belanda hingga era

perjuangan dan pasca kemerdekaan maupun alat transportasi berupa

Andong, kain dan motif batik serta masih banyak lagi. Sedangkan pusaka

tidak ragawi berupa bahasa, tarian, seni musik karawitan, tembang hingga

nilai-nilai budaya yang melekat erat di masyarakat.

Kesemuanya adalah sebuah modal yang sangat berharga dalam

kehidupan di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta secara geografis memiliki

luas wilayah 3.250 Hektar dan jumlah penduduk de jure sebesar 388.000

jiwa. Namun demikian jumlah penduduk ini berlipat dua pada siang hari

untuk bekerja dan belajar, atau bahkan menembus jumlah satu juta orang

pada masa liburan karena aktivitas wisata. Kota Yogyakarta adalah sebuah

kota yang ekonominya bergantung kepada sektor ekonomi tersier, terutama

pada sektor yang berbasis jasa, yaitu pariwisata dan pendidikan. Kebijakan

pembangunan di Kota Yogyakarta telah menyadari arti pentingnya pusaka

ini sebagai bagian tidak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri.

Hal ini tercermin dari visi pembangunan jangka panjang Kota

Yogyakarta yang termuat dalam RPJPD tahun 2005-2025 yaitu

“Mewujudkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan yang Berkualitas,

Kota Pariwisata yang Berbasis Budaya, dan Kota Pusat Perdagangan dan

Page 56: Full page photo - repo.apmd.ac.id

45

Jasa, yang Berwawasan Lingkungan”. Fakta bahwa perekonomian Kota

Yogyakarta digerakkan oleh tiga sektor utama yaitu pendidikan, pariwisata

dan pelayanan jasa terlihat secara jelas dalam proporsinya pada PDRB Kota

Yogyakarta dimana sektor hotel dan restoran memiliki kontribusi sekitar

30% dan sektor jasa memiliki kontribusi 25% juga menjadi faktor penguat

kebijakan tersebut (Pemerintah Kota Yogyakarta, 2015).

2. Visi dan Misi Kota Yogyakarta

Visi pembengunan Kota Yogyakarta yang ingin dicapai selama lima

tahun mendatang adalah sebagai berikut: “Terwujudnya Kota Yogyakarta

sebagai Kota Pendidikan Berkualitas,Berkarakter dan Inklusif, Pariwisata

Berbasis Budaya, dan Pusat Pelayanan Jasa, yang Berwawasan Lingkungan

dan Ekonomi Kerakyatan”.

Misi Kota Yogyakarta adalah untuk mewujudkan visi tersebut ditempuh

melalui empat misi pembangunan daerah sebagai berikut:

a) Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih

b) Mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas

c) Mewujudkan pemberdayaan masyarakat dengan gerakan segoro amarto

d) Mewujudkan daya saing daerah yang kuat.

3. Demografi Kota Yogyakarta

Berdasarkan data dalam Kota Yogyakarta Dalam Angka bahwa Jumlah

penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2013 sebanyak 402.679 jiwa dengan

rincian sebanyak 195.712 jiwa penduduk laki-laki dan 206.967 jiwa

penduduk perempuan, pada tahun 2014 mengalami penurunan sebanyak

Page 57: Full page photo - repo.apmd.ac.id

46

400.467 jiwa terdiri dari 194.828 jiwa penduduk laki-laki dan sebanyak

205.639 jiwa penduduk perempuan. Pada tahun 2015 mengalami kenaikan

sebanyak 412.704 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 201.082

jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 211.622 jiwa. Samapi tahun 2016

penduduk Kota Yogyakarta mengalami kenaikan sebanyak 417.744 jiwa

dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 203.845 jiwa dan penduduk

perempuan sebanyak 213.899. Karena itu kepadatan penduduk Kota

Yogyakarta juga mengalami kenaikan menjadi 12.740 jiwa/km2. Dengan

luas wilayah 32,50km2, kepadatan penduduk Kota Yogyakarta tahun 2013

sebesar 12.390 jiwa/km2.

Jumlah penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh faktor kelahiran,

kematian dan migrasi/perpindahan penduduk. Perkembangan jumlah

penduduk Kota Yogyakarta mengalami perubahan setiap tahunnya.

Perubahan struktur dan komposisi penduduk dapat dilihat dari perbandingan

piramida penduduk dimana penduduk Kota Yogyakarta didominasi oleh

penduduk usia muda. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010 jumlah

penduduk tahun 2010 tercatat 388.627 jiwa. Komposisi penduduk

berdasarkan jenis kelamin adalah 48,67% laki-laki dan 51,33% perempuan.

Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih tinggi dibanding

penduduk laki-laki seperti tampak dari rasio jenis kelamin penduduk yang

lebih kecil dari 100, dimana pada tahun 2010 sebesar 94,81. Rasio jenis

kelamin adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dengan

penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Biasanya

Page 58: Full page photo - repo.apmd.ac.id

47

dinyatakan dengan banyaknya penduduk laki-laki untuk 100 penduduk

perempuan.

Kepadatan penduduk dapat dihitung berdasarkan jumlah penduduk untuk

setiap kilometer persegi. Penduduk yang paling padat berada di Kecamatan

Ngampilan yaitu sebesar 20.361 jiwa/ km2, dan paling jarang penduduknya

di Kecamatan Umbulharjo yakni 9.984 jiwa/km2 (BPS, 2014). Bila

dibandingkan antara laki-laki dan perempuan, jumlah penduduk Kota

Yogyakarta dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 lebih banyak yang

perempuan, walaupun tidak terpaut banyak. Pada tahun 2014 ini, dari

seluruh penduduk, jumlah perempuan mencapai 51,12 %, sedangkan jumlah

laki-laki hanya 48,87 % yang berarti terdapat selisih sebesar 2,1 % atau

sebanyak 9.344 jiwa.

4. Geografi Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi DIY dan

merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4

daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Kota Yogyakarta

terletak antara 110o24'19"-110o28'53" Bujur Timur dan antara 07

o49'26"-

07o15'24" Lintang Selatan dengan luas sekitar 32,5km2 atau 1,02% dari luas

wilayah Provinsi DaerahIstimewa Yogyakarta.

Jarak terjauh dari utara ke selatan kurang lebih 7,5 km dan dari barat ke

timur kurang lebih 5,6km. Kota Yogyakarta yang terletak di daerah dataran

lereng aliran Gunung Merapi memiliki kemiringan lahan yang relatif datar

antara 0-2% dan berada pada ketinggian rata-rata 114m dari permukaan air

Page 59: Full page photo - repo.apmd.ac.id

48

laut (dpa). Sebagian wilayah dengan luas 1.657 hektar terletak pada

ketinggian kurang dari 100 meter dan sisanya (1.593 hektar) berada pada

ketinggian antara 100-199 meter dpa. Sebagian besar jenis tanahnya adalah

regosol. Terdapat tiga sungai yang mengalir dari arah utara ke selatan yaitu :

Sungai Gajah Wong yang mengalir di bagian timur kota, Sungai Code di

bagian tengah, dan Sungai Winongo di bagian barat kota (BPS, 2014).

Secara administratif Kota Yogyakarta dengan luas 32,50 km2 yangterdiri

dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan, 615 RW, dan 2.529 RT dengan luas

wilayah 32,5 km 2 dengan batas wilayah sebagai berikut (BPS, 2014):

a. Batas utara : Kecamatan Mlati dan Kecamatan Depok, Kabupaten

Sleman.

b. Batas timur: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, dan Kecamatan

Banguntapan, Kabupaten Bantul.

c. Batas Selatan: Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, dan

Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.

d. Batas Barat: Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, dan Kecamatan

Kasihan, Kabupaten Bantul

Berikut ini merupakan peta administrasi Kota Yogyakarta yang

tercantum dalam Gambar II.1 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota

Yogyakarta.

Page 60: Full page photo - repo.apmd.ac.id

49

Gambar II.1. Peta Administrasi Kota Yogyakarta

Sumber: Raperda Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029.

Kecamatan Umbulharjo merupakan kecamatan yang wilayahnya paling

luas yaitu, dengan luas 8,12 km2 atau sebesar 25%, sedangkan kecamatan

yang wilayahnya paling sempit yaitu Kecamatan Pakualam dengan luas 0,63

km2 atau sebesar 1,9%. Berikut ini merupakan luas wilayah menurut

kecamatan di Kota Yogyakarta.

5. Struktur dan Pola Ruang Kota Yogyakarta

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah darimana

dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki

kemiringan 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota

Yogyakarta, yaitu

Page 61: Full page photo - repo.apmd.ac.id

50

a. Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong

b. Bagian tengah adalah Sungai Code

c. Sebelah barat adalah Sungai Winongo.

Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan

ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh

letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot

plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis

muda. Sejalan dengan perkembangan perkotaan dan pemukiman yang pesat,

lahan pertanian kota setiap tahun mengalami penyusutan. Data tahun 1999

menunjukan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75)

karena beralih fungsi, (lahan pekarangan). Karakteristik tata ruang internal

Yogyakarta ditandai tingginya kebutuhan ruang untuk kegiatan budidaya

namun dilain pihak menghadapi keterbatasan daya dukung maupun daya

tampung lingkungan. Wilayah Yogyakarta seluas 318.580 Ha, dengan

47,188% (150.332 Ha) merupakan kawasan lindung (belum termasuk rawan

gempa).

Rencana tata ruang wilayah Kota Yogyakarta. Struktur ruang daerah

bertujuan untuk mengakomodasi fungsi sebagai Pusat Kegiatan Nasional

(PKN) sebagaimana telah ditetapkan dalam RTRW Nasional serta

melaksanakanpengembangan dan pembangunan Daerah sebagaimana

diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)

Kota Yogyakarta. Rencana struktur ruang meliputi (Raperda Kota Yogyakarta

Tahun 2010):

Page 62: Full page photo - repo.apmd.ac.id

51

a. Sistem perkotaan.

b. Sistem jaringan transportasi.

c. Sistem jaringan energi.

d. Sistem jaringan telekomunikasi.

e. Sistem prasarana pengelolaan lingkungan.

f. Sitem jaringan penerangan jalan.

Pengembangan sistem perkotaan diwujudkan berdasarkan:

a. Pengembangan struktur ruang kota.

b. Sistem pusat-pusat pelayanan kota.

c. Fungsi pusat permukiman kota.

Pengembangan struktur ruang kota dimaksudkan untuk memeratakan

pertumbuhan pembangunan diseluruh wilayah kota Yogyakarta yang meliputi:

a. Kawasan pusat kota di wilayah Kecamatan Danurejan, Kecamatan

Gedongtengen, dan Kecamatan Gondomanan.

b. Kawasan wisata budaya dikembangkan di kecamatan kraton, kecamatan

pakualaman dan Kecamatan Kotagede.

c. Kecamatan Umbulharjo merupakan kawasan prioritas yang harus

dikembangkan dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain yang

relatif sudah berkembang. Pembagian Kawasan Kota akan dibagi

berdasarkan karakter kawasan dan kondisi kawasan fisik alami dan

wilayah administrasi kota. Sistem pusat-pusat pelayanan kota diwujudkan

dalam: Pusat pelayanan primer diarahkan untuk melayani masyarakat kota

dan sekitarnya serta untuk mengarahkan perkembangan kota dan pusat

Page 63: Full page photo - repo.apmd.ac.id

52

pelayanan sekunder diarahkan untuk melayani masyarakat kota dalam

lingkup skala lokal.

Sistem pusat-pusat pelayanan kota direncanakan membentuk pusat kota,

subpusat kota, pusat pelayanan lingkungan dan subpusat pelayanan

lingkungan. Sistem pusat-pusat pelayanan kota meliputi:

a. Pusat pelayanan kota dengan skala pelayanan tingkat kota, kegiatan yang

dikembangkan adalah kegiatan jasa dan perdagangan skala kota, regional

dan internasional, kegiatan pemerintahan kota serta fasilitas umum dan

fasilitas sosial dengan skala pelayanan tingkat kota terutama untuk budaya

dan pariwisata.

b. Sub pusat pelayanan kota untuk menciptakan pusat orientasi bagi

penduduk kota setingkat kecamatan, yang terdiri dari komponen-

komponen yang berpotensi untuk menjadi struktur pengikat, seperti

kegiatan perdagangan, jasa, fasilitas umum, dan fasilitas sosial dengan

skala pelayanan tingkat kecamatan.

c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dengan skala pelayanan lingkungan

permukiman setingkat kelurahan, fasilitas yang ditampung berupa fasilitas

pelayanan umum skala lingkungan permukiman, seperti Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA),

puskesmas kelurahan dan masjid lingkungan.

d. Subpusat pelayanan lingkungan dengan skala pelayanan lebih kecil dari

PPL setingkat rukun warga. Sistem pusat-pusat pelayanan kota berlokasi

di Kecamatan Danurejan, Kecamatan Gedongtengen dan Kecamatan

Page 64: Full page photo - repo.apmd.ac.id

53

Gondomanan, subpusat kota tersebar di masing-masing kecamatan,

sedangkan pusat pelayanan lingkungan tersebar di seluruh kelurahan dan

sekitar kawasan permukiman.

Fungsi pusat permukiman kota disesuaikan dengan kemampuan pusat

permukiman baik sebagai pusat kegiatan dalam wilayah lokal, regional atau

wilayah yang lebih luas antar kabupaten, provinsi, nasional maupun secara

internasional. Fungsi pusat permukiman kota terdapat pada pusat permukiman

yang terdiri dari:

a. Pusat administrasi provinsi.

b. Pusat administrasi kota/kecamatan.

c. Pusat perdagangan dan jasa.

d. Pusat perhubungan dan komunikasi.

e. Pusat budaya dan pariwisata.

f. Pusat pelayanan sosial (kesehatan, pendidikan, agama).

g. Pusat pendidikan.

h. Pusat kegiatan pariwisata.

Di bawah ini akan disajikan informasi mengenai rencana pemanfaatan pola

ruang Kota Yogyakarta:

Page 65: Full page photo - repo.apmd.ac.id

54

Gambar II.2. Peta Rencana Pemanfaatan Pola Ruang Kota Yogyakarta

Sumber: Raperda Kota Yogyakarta Tahun 2010-2029.

6. Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Sosial, dan Budaya

Perekonomian Kota Yogyakarta bertumpu pada beberapa sektor,

diantaranya jasa-jasa, perdagangan, hotel dan restoran serta pertanian.

Faktor inilah yang memicu Kota Yogyakarta lebih maju dibandingkan kota

lain di DIY. Sarana dan prasarana yang lebih moderen dan lengkap

dibanding dengan kota sekitarnya dan dengan perekonomian yang lebih

maju pula. Semakin bertambah banyaknya jumlah penduduk Yogyakarta

menyebabkan persaingan dalam mencari pekerjaan lebih sulit. Pekerjaan di

sektor formal memiliki persyaratan pendidikan, keahlian dan pengalaman

dan dilakukan dengan proses seleksi. Sedangkan untuk orang pendidikan

Page 66: Full page photo - repo.apmd.ac.id

55

rendah dan tidak memiliki keahlian, mereka memilih untuk bekerja di sektor

informal. Rata-rata pekerjaan informal lebih mengutamakan pada kekuatan

fisik.

Pendidikan merupakan fakta penting dalam upaya meningkatkan kualitas

sumber daya manusia. Tingkat pendidikan masyarakat yang lebih baik dapat

berpengaruh pada peningkatan derajat kesehatan. Dalam profil ini juga

disajikan data tingkat pendidikan masyarakat dan jumlah melek huruf pada

usia >10 tahun. Jumlah penduduk melek huruf di Kota Yogyakarta

dilaporkan sudah mencapai 100 % dari seluruh jumlah penduduk berusia >

10 tahun (DinKes DIY, 2015). Adapun jumlah penduduk berusia 10 tahun

ke atas adalah sebanyak 355,921 jiwa, atau 85,98 % dari seluruh penduduk.

Bila dilihat pendidikannya menunjukkan bahwa perempuan mempunyai

tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Jumlah

penduduk perempuan yang tamat universitas lebih banyak, sedangkan

jumlah penduduk yang tamat SMA lebih banyak pada laki-laki (DinKes

DIY, 2015).

Budaya dan kesenian jawa sangat dijunjung tinggi di Kota Yogyakarta.

Orang tua dan guru mengenalkannya kepada anak-anak sejak diusai belita.

Candi dan tempat wisata di Kota Yogyakarta dilakukan pemugaran supaya

warisan nenek moyang dapat dinikmati oleh anak cucunya kelak.

Pemugaran dilakukan maksimal 30% dengan bahan material baru dan 70%

dari bangunan sebelumnya. Langkah ini dilakukan agar tidak

menghilangkan identitas aslinya. Supaya kelestariannya tetap terjaga. Selain

Page 67: Full page photo - repo.apmd.ac.id

56

di Kraton dan Candi, budaya dan kesenian jawa dapat kita lihat di beberapa

tempat, seperti pertunjukan wayang kulit di Museum Sonobuoyo, Pendopo-

pendopo, pertunjukan tari klasik di Prambanan dan juga pertunjukan oleh

seniman-seniman lokal. Tidak hanya kesenian jawa yang dikenalkan oleh

seniman lokal, banyak mural di tembok-tembok yang dihasilkan oleh

tangan-tangan ahli seniman.

B. Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Yogyakarta

Gambar II.3. Gambar Struktur Organisasi Pemerintahan Kota Yogyakarta

Sumber: Pemerintahan Kota Yogyakarta, 2018.

Page 68: Full page photo - repo.apmd.ac.id

57

C. Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

Sebelum di bentuknya Dinas Lingkungan Hidup, instansi ini pernah

mengalami beberapa perubahan antara lain : Dinas kebersihan dan pertamanan

(DKP) pada tahun 1998. Kemudian pada tahun 2000 menjadi Dinas

Kebersihan, Keindahan dan Pertamanan (DKKP) diubah menjadi Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) pada tahun 2005 sampai tahun 2008. Kemudian

pada tahun 2008 Dinas Lingkungan Hidup berganti nama lagi menjadi Badan

Lingkungan Hidup (BLH), kemudian tahun 2016 berubah lagi menjadi Dinas

Lingkungan Hidup (DLH) hingga sekarang. (Buku Profil Dinas Lingkungan

Hidup Kota Yogyakarta, 2017).

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta telah menetapkan Visi

Pembangunan Lingkungan Kota Yogyakarta “Menjadi Unsur Pelaksana

Pemerintah Daerah di Bidang Lingkungan Hidup yang Handal dalam

Mewujudkan Kota Yogyakarta yang Berwawasan Lingkungan“. Dinas

Lingkungan Hidup adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Yogyakarta di

bidang kebersihan, pengendalian dampak lingkungan, dan penanggulangan

pencemaran. Dari visi di atas bahwa yang ingin dicapai oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta melalui pembangunan lingkungan adalah

membangun Kota Yogyakarta dengan mewujudkan Kota yang memiliki

lingkungan yang bersih, indah, nyaman, dan segar dengan lingkungan yang

diharapkan adalah lingkungan yang bersih, hijau, bebas dari polusi sehingga

Kota Yogyakarta dapat menjadi kota yang berwawasan lingkungan (Lakip

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, 2016). Berdasarkan Laporan

Page 69: Full page photo - repo.apmd.ac.id

58

Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta bahwa

untuk dapat mewujudkan visi Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta

menetapkan misi pembangunan yang akan dicapai adalah, sebagai berikut:

1. Mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan pengelolaan

sumber daya alam,

2. Mewujudkan ruang terbuka hijau kota yang fungsional dan estetik,

3. Mewujudkan sistem pengelolaan sampah handal untuk meningkatkan

kinerja pengelolaan sampah.

Berdasarkan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Lingkungan

Hidup Kota Yogyakarta Tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh Dinas

Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, meliputi:

1. Meningkatkan pengawasan dan pemulihan kualitas lingkungan hidup

sesuai daya dukung dan daya tamping lingkungan dalam rangka

pelestarian lingkungan hidup.

2. Mengembangkan kapasitas sumber daya lingkungan hidup secara optimal.

3. Meningkatkan penyediaan dan pengelolaan taman kota dan perindang

jalan.

4. Meningkatkan kebersihan kota dan kinerja pengelolaan sampah.

Adapun sasaran yang ingin dicapai sebagai berikut :

1. Terwujudnya lingkungan hidup yang berkualitas sesuai peraturan

perundangan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha,

serta penataan regulasi dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Page 70: Full page photo - repo.apmd.ac.id

59

2. Terpeliharanya kualitas sumber daya alam melalui pengendalian dan

pemanfaatan sumber daya alam.

3. Meningkatnya kapasitas sumber daya lingkungan hidup dan kelembagaan

masyarakat serta meningkatnya akses informasi dalam pengawasan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

4. Meningkatnya ruang terbuka hijau melalui pengembangan dan

peningkatan taman kota, jalut hijau dan ruang terbuka kawasan lingkungan

perkotaan.

5. Meningkatnya kualitas layanan kebersihan dan pengelolaan sampah.

D. Bappeda Kota Yogyakarta

Peningkatan akan keserasian pembangunan di setiap daerah diperlukan

adanya, karena setiap daerah memerlukan adanya peningkatan dalam

pembangunan daerahnya, peningkatan keselarasan antara pembangunan

sektoral dan pembangunan kewilayahan. Tindakan sebagai upaya dalam

menjamin roda perkembangan, keseimbangan, dan kesinambungan

perkembangan daerah diperlukan perencanaan yang menyeluruh., terarah,

terpadu, dan berkelanjutan. Dalam hal ini manajemen perencanaan sangat

diperlukan sebagai upaya dalam melakukan koordinasi perencanaan

pembangunan daerah melalui aspek penguatan kelembagaan.

Berdasarkan kepada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15

Tahun 1974 jo Kepmendagri Nomor 142 Tahun 1974 diamatkan mengenai

Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sebagai badan

Page 71: Full page photo - repo.apmd.ac.id

60

koordinasi dalam perencanaan di daerah. Untuk perkembangan selanjutnya,

dalam rangka memantapkan atau menegaskan kedudukan, tugas, dan fungsi

Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) sebagai bagian dari

organ yang dimana bertugas membantu tugas Gubernur pada aspek

perencanaan, diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 27

Tahun 1980 tentang Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

yang dimana pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 185 Tahun 1980 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I dan Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Tingkat II. Sebagaimana Keputusan Presiden tersebut,

Badan Perencanaan Pembangunan daerah di Provinsi Tingkat I disebut

Bappeda Tingkat I, seperti halnya pada Pemerintah Provinsi/Tingkat I Daerah

Istimewa Yogyakarta.

Bappeda Tingkat I merupakan badan staf yang berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Gubernur yang merupakan istilah penyebutan bagi

Kepala daerah di Tingkat I atau Provinsi. Susunan organisasi Bappeda Tingkat

I terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretariat, bidang penelitian, bidang

ekonomi, bidang sosial budaya, bidang fisik dan prasarana, bidang statistik

dan laporan. Adapaun selanyang pandang mengenai perkembangan

kelembagaan Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta. Pegawai Bappeda saat

ini tercatat sejumlah 145 orang termasuk dengan pimpinan Bappeda dan para

pejabat fungsional.

Page 72: Full page photo - repo.apmd.ac.id

61

Adapun visi dari Biro Bappeda Daerah Istimewa Yogyakarta 2012-2017

adalah terwujudnya perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah yang

berkualitas. Sebagai upaya dalam mewujudkan visi Bappeda Daerah Istimewa

Yogyakarta 2012-2017 tersebut, maka disusunlah misi yang dimana bisa

dikatakan sebagai kompetensi pendukung karena misi ini akan menajdi

tanggung jawab institusi, yakni sebagai berikut:

1. Peningkatan kualitas perencanaan pembangunan daerah merupakan upaya

dalam menghasilkan dokumen perencanaan yang benar-benar berkualitas

serta dapat diimplementasikan oleh SKPD teknis. Oleh karena itu dalam

mewujudkan perencanaan yang berkualitas diperlukan tindakan-tindakan

yang terbaik disetiap bagiannya yakni kordinasi, sinergi, dan integrasi

perencanaan pembangunan serta menjalankan konsultasi dan

pendampingan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

2. Dalam proses pelaksanaan pembangunan daerah, selain koordinasi juga

diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan proses pelaksanaan

pembangunan daerah sebagai bagian dari pengendalian terpadu. Arah

kegiatan tersebut memiliki manfaat mengenai dinamika proses

pembangunan yang berjalan telah sesuai dengan yang direncakan dan

hasilnya dapat dievaluasi untuk menjadi masukan dalam perencanaan

pembangunan selanjutnya dan perencanaan pembangunan yang akan

datang.

3. Untuk mewujudkan perencanaan pembangunan yang baik, maka

diperlukan pengelolaan data yang baik pula dengan memastikan data

Page 73: Full page photo - repo.apmd.ac.id

62

tersebut valid/akurat/dapat dipertanggungjawabkan/update/aktual dan

tersedia serta mudah diakses. Oleh karenanya kualitas manajemen data

sangat mempengaruhi proses perencanaan pembangunan maupun hasil

perencanaan itu sendiri.