Frktur

67
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR I. KONSEP DASAR TEORI FRAKTUR A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 1995). Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi (Soelarto, Reksoprodjo. ?) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya 1

description

asuhan keperawatan fraktur

Transcript of Frktur

Page 1: Frktur

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

I. KONSEP DASAR TEORI FRAKTUR

A. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

(Price, 1995).

Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang

rawan sendi (Soelarto, Reksoprodjo. ?)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat dari

trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,

yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,

pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges,

2000).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak

langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada

jenis, kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 1993; Rasjad,

1998; Armis, 2002).

.

B. Klasifikasi

1. Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikan fraktur dalam beberapa keadaan

berikut :

a. Fraktur Trumatik terjadi karena trauma yang tiba tiba mengenai tulang

dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma

tersebut sehingga terjadi patah.

b. Fraktur Patologis. Terjadi karena kelemahan tulang sebleumnya akibat

kelainan patologis di dalam tulang seperti tumor primer maupun tumor

metastasis. Tulang seringkali menunnjukan penurunan densitas.

1

Page 2: Frktur

c. Fraktur Stres terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatau

tempat tertentu.

2. Klasifikasi Fraktur secara umum antara lain :

a. Fraktur tertututp (simpl fracture): adalah fraktur yang fragmen tulangnya

tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh

lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (compound fracture): adalah frakytur yang mempunyai

hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak,

dapat berbentuk fro within (dari dalam ) atau from wtthout (dari luar).

Komplikasi pada fraktur terbuka antara lain : perdarahan, syok hipovolemik

sampai kematian, septikemia, toksemia karena infeksi piogenik, tetanus,

gangren, perdarahan sekunder, osteomelitis kronik, delayed union, non

union dan mal union, kekakuan sendi.

Fraktur terbuka di gradasi menjadi :

1) Grade 1 dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, biasanya

karena luka tusukan dari dalam kulit yang menembus keluar. Ada sedikit

kerusakan jaringan dan tidak ada tanda-tanda trauma tulang hebat pada

jaringan lunak. Frakktur yang terjadi biasanya bersifat simpel,

transversal, obik pendek, dan sedikit kominutif.

2) Grade II : Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang

ekstensif. Laserasi kulit melebihi 1 cm, tetapi tidak ada kerusakan

jaringan yang parah atau avulsi kulit. ada kerusakan yang sedang pada

jaringan dengan sedikit kontaminasi fraktur.

2

Page 3: Frktur

3) Grade III A : Ada kerusakan yang parah padajaringan lunak termasuk

otot, kulit, dan struktur neurovaskular dengan kontaminasi yang berat.

Tipe ini biasanya disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi.

4) Grade IIIB : Fraktur disertai trauma hebat dengan kerusakan dengan

kehilangan jaringan, terdapat pendorongan atau (stripping) periosteum,

tulang terbuka, kontaminasi yang berat, fraktur kominutif yang hebat.

5) Grade IIIC : Tipe ini merupakan fraktur terbuka yang disertai dengan

kerusakan arteri yang memerlukan perbaikan tanpa memperhatikan

tingkat kerusakan jaringan lunak).

c. Fraktur dengan komplikasi (Complicated Fracture) : ad;ah fraktur yang

disertai dengan komplikasi misalnya mal union, delayed union, non union,

infeksi tulang.

3. Charles A. Rockwood mengklasifikasikan fraktur secara radiologis antara lai :

a. Lokasi atau letak fraktur : diafisis, metafisis, intra artikular, dan fraktur

dengan dislokasi

b. Konfigurasi atau sudut panah dari fraktur :

1) Fraktur Transversal : fraktur yang garis patahannya tegak lurus terhadap

sumbu panjang tulang. Jika segmen segmen tulang yang patah di

3

Page 4: Frktur

reposisi ata direduksi akan kembali ke tempat semulanya. Segmen

segmen itu akan stabil dn biasanya dikontrol dengan bidai gips.

2) Fraktur Oblik :fraktur yang garis patahannya membentuk sudut terhadap

tulang, tidak stabil dan sulit diperbaiki.

3) Fraktur spiral : timbul akibat torsi pada ekstremitas. Contohnya pada

cedera main ski ketika ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski

berputar sampai tulang patah.

4) Fraktur Kominutif : serpihan serpihan atau terputusnya keutuhan

jaringan tempat adanya lebih dari dua fragmen tulang

4

Page 5: Frktur

5) Fraktur Segmental adalah dua fraktur yang berdekatan pada satu tulang

yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya,

sulit di tangani karena bisanya satu ujung yang tidak memiliki

pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh. Keadaan ini mungkin

membutuhkn pengbatan melalui pembedahan

6) Fraktur Impaksi atau Kompresi : terjadi ketika dua tulang menumbuk

tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua

vertebra lainnya. Fraktur pada kopus vertebra ini dapat di diagnosis

dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan

pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu atau

bebrapa vertebra. Pada orang muda, fraktur kompresi dapat disertai

perdarahan retroperitoneal yang cukup berat. Seperti pada fraktur pelvis,

klien dapat secara cepat menjadi syok hipovolemik dan meninggal jika

tidak segera dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah,

pernapasan secara akurat dan berulang dalam 24 sampai 48 jam pertama

setelah cedera. ileus atau retensi kemih juga dapat terjadi pada cedera

ini.

5

Page 6: Frktur

4. Menurut Ekstensi :

a. Fraktur total (komplet) : patah pada seluruh garis tulang dan biasanya

mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal)

b. Fraktur tidak komplet (fraktur crack /tidak total) : patah hanya terjadi pada

sebagian garis tengah tulang

c. Green stick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya

bengkok

d. Avulsi : tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada

perlekatannya

C. Etiologi

Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang.  2 faktor mempengaruhi terjadinya

fraktur.

1. Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah

dan kekuatan trauma.

2. Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,

kekuatan, dan densitas tulang.

D. Manifestasi Klinik

1. Nyeri : Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di

imobilisasi. Spasme otot yang menyerti fraktur merupakan bentuk bidai alamiah

yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

2. Hilangnya Fungsi : stelah terjadi fraktur, bagian bagian tidak dapat digunakan

dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya

tetap rigid seperti normalnya. 6

Page 7: Frktur

3. Deformitas: Pergesera fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan

deformmitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan

membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi

dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat

melengketnya otot.

4. Pemendekan ekstremitas: pada fraktur panjang terjadi pemendekan yulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat

fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5

cm (i-2 inchi)

5. Krepitus: Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan

yang lainnya( uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang

lebih berat)

6. Pembengkakan lokal dan perubahan warna : Terjadi pda kulit sebagai akibat

trauma an perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru bisa terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah cedera.

7

Page 8: Frktur

E. Pathway

8

Page 9: Frktur

F. Pathofisiologi

Tulang memiliki kekuatan untuk melindungi organ penting di dalam tubuh.

Meskipun demikian bila terjadi tekanan dari luar ynag datang lebih besar yang di

luar kemampuan tulang untuk menyerapnya, maka akn terjadi trauma. Trauma ini

akan mengakibatkan terjadinya diskontinuitas dari tulang dan terjadilah fraktur

tulang. Apabila fraktur tulang terjadi maka periosteom dan sekalian pembuluh darah

akan rusak.

Syaraf pada cortex, jarinagn morrow dan jaringan lunak akan mengalami

kerusakan. Kerusakan ini akan mengakibatkan perdarahan yang pada akhirnya akan

terjadi hematoma pada rongga tulang Jaringan tulang ynag telah patah akan terjadi

neksosis yang merangsang terjadinya inflamasi. Pada proses inflamasi akan terjadi

peningkatan plasma dan leukosit dan juga masuknya sel darah putih.

G. Faktor Penyembuhan Fraktur (Menurut Chairudin Rasjad, 1999)

1. Usia penderita : waktu penyembuhan anak anak lebih cepat dri pada orang

dewasa. Hal ini disebabkan aktivitas proses osteogenesis pada eriosteum dan

endosteum serta proses pembetukan tulang pada bayi sangat aktif. Apabila usia

bertambah, proses tersebut semaki berkurang.

2. Lokalisasi dan Konfiguras Fraktur. Penyembuhan fraktur metafisis lebih cepat

daripada fraktur diafisis. Konfigurasi fraktur seperti fraktur transversal lebih

lambat penyembuhannya dibandingkan dengan fraktur oblik karena kontak yang

lebih banyak.

3. Pergeseran Awal Fraktur. Pada fraktur yang yang periosteumnya tidak bergeser,

penyembuhannya dua kali lipat pada fraktur yang tidak bergeser.

4. Vaskularisasi pada kedua fragmen. Apabila kedua fragmen mempnyai

vaskularisasi yang baik, penyembuhannya tanpa komplikasi. Bila salah satu sisi

fraktur memiliki vaskularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian,

pembentukan union akan terhambat atau mungkin terjadi non union.

5. Reduksi serta Imobilisasi. Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan

untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Imobilisasi yang

sempurna akan mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang

mengganggu penyembuhan fraktur.

6. Waktu Imobilisasi. Bila imobilisasi tidak dilakuka sesuai waktu penyembuhan

sebelum terjadi union, kemungkinan terjadi non-union sangat besar.

9

Page 10: Frktur

7. Ruangan diantara fragmen dan interposisi oleh jaringan lunak. Adanya

interposisi jarimgan, baik berupa periosteum amupun otot atau jaringan fibrosa

lainnya akan menghambat kedua faskularisasi kedua ujung fraktur

8. Faktor adanya infeksi atau keganasan lokal

9. Cairan Sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam

penyembuhan fraktur

10. Gerakan aktif dan Pasif pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularsasi

akan tetapi gerakan yang dilakukan pada daerh fraktur tanpa imobilisasi yang

baik juga akan mengganggu vaskularisasi.

11. Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan. Waktu

penyembuhan pada anak ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Faktor lain yang

mempercepat penyembuhan fraktur adalah

a. Nutrisi

b. hormon hormon pertumbuhan

c. tiroid

d. kalsitoin

e. vitamin D

f. steroid anabolik seperti kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

H. Komplikasi Fraktur

1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi,

CRT menurun (capilarry refill time), sianosis pada bagian distal, hematoma

melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat

splinting, perubahan posisi pada yang sakit, reduksi dan pembedahan.

b. Sindrom Kompartemen

Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang,

saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh

edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau

karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom(FES).

Sering terjadi pada fraktur tulang panjang. Terjadi karena sel sel lemak yang

dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan mengakibatkan

10

Page 11: Frktur

kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan

gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi, takepnea dan demam.

d. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Hal ini

biasa terjadi pada kasus fraktur terbuka atau karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan sperti pin (ORIFdan OREF) dan plat.

e. Nekrosis Avaskular

Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu sehingga

menyebabkan nekrosis tulang. biasanya diawali dengan terjadinya iskemia

volkman.

f. Syok

Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas

kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Pada beberapa kondisi,

syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang

hebat pada klien.

2. Komplikasi Lama

a. Delayed Union

Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang

dibutuhkan tulang untuk menyambung karena suplai darah ke tulang

menurun atau fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (3

buln untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah.

Gambaran klinisnya antara lain :

1) nyeri anggota gerak pada pergerakan dan waktu berjalan

2) terdapat pembengkakan

3) nyeri tekan

4) terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur

5) pertambahan deformitas

b. Non Union

Fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan

konsolidasi sehingga terdapat pseudoarthrosis (sendi ppalsu). Peudoarthrosis

dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama –sama infeksi

yang disebut infected pseudoarthrosis. Beberapa jenis non union terjadi

menurut keadaan ujung ujung fragmen tulang sebagai berikut:

11

Page 12: Frktur

1) Hipertrofik. Ujung ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari

keadaan normal yang disebut gambaran elephnt’s foot. Gariis fraktur

tampak dengan jelas. Ruangan antartulang diisi dengan tulang rawan dan

jaringan ikat fibrosa. pada jenis ini vaskularisai baik sehingga hanya

dibutuhkan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.

2) Atrofik (Oligotrofik)

Tidak ada tanda-tanda aktivitas selular pada ujung fraktur. Ujung tulang

lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini,

disamping melalkukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone

graft. Gambaran klinis dari atopik antara lain :

a) nyeri ringan atau sama sekali tidak ada

b) gerakan abnormal pada daerah fraktur membentuk sendi plasu

(psedoarthrosis)

c) nyeri tekan sedkit atau sama sekali tidak ada

d) pembengkakan dapat ditemukan dan dapat juga tidak terdapat

pembengkakan sama sekali

e) saat diraba perawat dapat menemukan rongga diantara kedua

fragmen

Berikut ini adalah penyebab non union dan delayed union :

a) vaskularisasi yang kurang pada ujung ujung fragmen

b) reduksi yang tidak adekuat

c) imobilisasi yang tidak adekuat sehingga terjadi gerakan pada kedua

fragmen

d) waktu imobilisasi yang tidak cukup

e) infeksi

f) distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan

g) interpoosisi jaringan lunak diantara kedua fragmen

h) terdapat jarak yang cukup besar diantara kedua fragmen

i) destruksi tulang misalnya karena tumor atau osteomilitis (fraktur

patologis)

j) dissolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur

intrakapsular)

k) kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi

12

Page 13: Frktur

l) fiksasi internal yang tidak sempurna

m) delayed union yang tidak diobati

n) pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan

o) terdapat benda asing antara kedua fraktur, misal : pemasangan screw

diantara kedua fragmen

c. Mal Union

Adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat

deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, pemendekan, atau

union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia –fibula. Etiologi mal

union antara lain : fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat,

reduksi, imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta tehnik

yang salah pada awal pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis

karena adanya trauma. Gambaran klinis Mal union antara lain :

1) Deformitas dengan bentuk yang bervariasi

2) Gangguan fungsi anggota gerak

3) Nyeri dan Keterbatasan gerak sendi

4) Ditemukan komplikasi seperti paralisis tardi nervus ulnaris

5) Osteorarthritis apabila terjadi pada daerah sendi

6) bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas

I. Penatalaksanaan

1. Metode pengobatan pada fraktur tertutup :

13

Page 14: Frktur

a. Penatalaksanaan Konservatif merupakan penatalaksanaaan non

pembedahan agar imobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.

1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi). Hal ini untuk mencegah trauma

lebih lanjut dengan memberikan sling (mitela ) pada anggota gerak atas

atau tongkat untuk anggota gerak bawah. Tindakan ini diindikasikan

untuk fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan

metakarpal atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lainnya yaitu

fraktur kompresi tulang belakang, fraktur impaksi pada humerus

proksimal, serta fraktur yang sudah mengalami union secara klinis tetapi

belum mencapai konsolidasi radiologis.

2) Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi) . Hal ini hanya akan

memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan plester of Paris

(Gips) atau dengan bermacam macam bidai dari plastik atau metal.

Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan posisinya

dalam proses penyembuhan.

3) Reduksi Tertutupdengan manipulasi da imobilisasi eksterna yang

menggunaka gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan

dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakuka melawan

kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi

merupakan alat utama pada tehnik ini. Indikasi tindakan ini antara lain :

a) sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama

b) imobilisasi sbagai pengobatan definitif pada fraktur

c) pada fraktur yang bergeser diperlukan manipulasi dan diharapkan

dapat dilakukan reduksi tertututp serta dipertahankan

d) fraktur yang tidak stabil atau bersifat kominutif bergerak

e) imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis

f) sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi internal yang kurang kuat

g) reduksi tertututp dengan traksi berlanjut yang diikuti dengan

imobilisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu

traksi kulit dan traksi tulang.Traksi adalah pemasangan gaya tarikan

kebagian tubuh yang digunakan untuk meminimalkan spasme otot,

untuk mereduksi, untuk mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur,

untuk mengurangi deformitas dan unutk menambah ruangan di

14

Page 15: Frktur

antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan

dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek

terapiutik. Faktor faktor yang dapat mengganggu keefektifan tarikan

traksi harus dihilangkan. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi

dengan sinar X dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan

jaringan lunak sudah relaks, berat yang digunakan harus diganti

untuk memperolah gaya tarikan yang diinginkan. Kadang, traksi

harus dipasanga dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan

garis tarikan yang diinginkan kan. Dengan cara ini, bagian garis

tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya.

Garis garis tarikan tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultan

gaya tarikan yang sebenarnya terletak diantara kedua garis tarikan

tersebut.

Prinsip Traksi Efektif Implikasi Keperawatan

1. Pada setiap pemasangan traksi harus

dipikirkan adanya kontraksi. Kontraksi

adalah gaya yang bekerja dengan arah

berlawanan(Hukum newton yang ke III

mengenai gerak menyebutkan bahwa

bila ada aksi, akan terjadi reaksi dengan

besar yang sama namun arah

berlawanan)

2. Umumnya BB klien dan pengaturan

posisi tempat tidur dapat memberikan

kontraksi

3. Kontraksi harus tetap dipertahankan

agar traksi tetap efektif

4. Traksi harus berkesinambungan agar

reduksi dan imobilisasi fraktur efektif

5. traksi kulit pelvis dan serviks sering

digunakan untuk mengurangi spasme

otot dan biasanya diberikan sebagai

traksi intermitten

1. dampak psikologis dan fisiologis

masalah muskuluskeletal, alat

traksi, dan imobilitas harus

diperhitungkan. Masalah

keperawatan yang sering sebagai

berikut :

a. ansietas

b. defisiensi pengetahuan

mengenai program terapi

c. nyeri dan ketidaknyamanan

d. defisit perawatan diri

e. hambatan mobilitas fisik

2. Masalah kolaborasi dan

komplikasi risiko yang yang harus

diperhatikan

a. Dekubitus pada daerah tekanan

bidai

b. infeksi kulit superfisial dan

reaksi alergi

15

Page 16: Frktur

6. traksi skelet tidak boleh terputus

7. pemberat tidak boleh di ambil kecuali

bila traksi yang dimaksudkan

intermitten

8. setiap faktor yang dapat mengurangi

tarikan atau mengubah garis resultan

tarikan harus dihilangkan

9. tubuh klien harus dalam keadaan sejajar

dengan pusat tempat tidur ketika traksi

dipasang

10. tali tidak boleh macet

11. pemberat harus tergantung bebas dan

tidak boleh terletak pada tmpat tidur

atau lantai

12. simpul pada tali atau telapak kaki tidak

boleh menyentuh katrol atau kaki

tempat tidur

c. kongesti paru dan pneumonia

penyakit tromboemboli

d. konstipasi karena penurunan

aktivitas

e. anoreksia

f. stasis dan infeksi kemih

g. trombosis vena dalam

4) Reduksi tertututp dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini

memiliki 2 tujuan utama yaitu berupa reduksi yang beratahap dan

imobilisasi. Indikasi tindakan ini antara lain:

a) reduksi tertututp dengan manipulasi dan imobilisasi tidak

memungkinkan serta mencegah tindakan operatif, misalnya pada

fraktur batang femur dan fraktur vertebra servikalis

b) terdapat otot yang dapat menimbulkan mal union, non union, atau

delayed union.

c) terdapat fraktur yang tidak stabil dan oblik, fraktur spiral atau

kominutif pada tulang panjang.

Berikut ini adalah gambar berbagai traksi traksi :

16

Page 17: Frktur

b. Penatalaksaan pembedahan pasien fraktur antara lain:

1) reduksi tertututp dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkuatan dengan

K-Wire. Setelah dilakukan reduksi terttutup pada fraktur yang bersifat

tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukan K-Wire

Perkutan, misalnya pada fraktur jari.

2) Fraktur terbuka dan fiksasi internal/ORIF (Open Reduction Internal

Fixation) atau fiksasi eksternal tulang / OREF ORIF (Open Reduction

External Fixation). Dalam hal ini implikasi keperawatan yang harus

dikenal oleh perawat adalah adanya nyeri dan risiko infeksi. Beberapa

17

Page 18: Frktur

indikasi keadaan klien yang mengalami fraktur dan dislokasi perlu

diketahui untuk menjelaskan kemungkinan tindakan medis dan masalah

keperawatan yang akan timbul dari tiindakan medis ORIF dan OREF.

Tindakan tersebut meliputi hal berikut :

a) Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF)

Indikasi tindakan ini antara lain :

fraktur intra artikular misalnya fraktur maleolus, kondilus dan

olekranon patela

reduksi terttutup yang mengalami kegagalan, misal fraktur radius

dan ulna disertai malposisi yang hebat (fraktur yang tidak stabil)

bila terdapat interposisi jaringan diantara kedua fragmen

bila diperlukan fiksasi rigid misal pada fraktur leher femur

bila terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sedangkan

diperlukan imobilisasi yang cepat misalnya fraktur pada orang tua

fraktur avulsi misalnya pada kondilus humeri

b) Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal (OREF) . Digunakan untuk

mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak Alat ini

memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur

atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap posisinya.

kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Pemasangan OREF akan

memerluka waktu yang lama dengan waktu penyembuhan antara 6-

8 bulan. Perawatan luka steril dilakukan perawat setiap hari untuk

mencegah timbulnya infeksi karena adanya benda asing dari luar

masuk kedalam tubuh. Setiap tempat pemasangan pin perlu dikaji

18

Page 19: Frktur

mengenai adanya kemerahan, keluhan nyeri tekan, nyeri pada daerah

sekitar tususkan fiksasi eksternal dan longgarnya pin.

Indikasi pembedahan dengan reduksi dan fiksasi eksternal antara

lain:

Fraktur terbuka grade II dan III

fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang

parah

fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoarthrosis

fraktur yang miskin jaringan ikat

kadang pada fraktur tungkai bawah penderita diabetes mellitus

Komplikasi dari pembedahan dengan pemasangan fiksasi eksternal

adalah infeksi (osteomelitis), kerusakan pembuluh darah dan saraf,

kekakuan sendi bagian proksimal dan distal, kerusakan perosteum

yang parah sehingga terjadi delayed atau non union atau emboli

lemak.

19

Page 20: Frktur

c) Eksisi fragmen tulang atau penggantian dengan prostesis. Pada

fraktur leher femur dan sendi siku orang tua, biasanya terjadi

nekrosis avaskular dari fragmen atau non union. Oleh karena itu,

dilakukan pemsangan prostesis alat dengan komposisi metal tertentu

untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Prostesis juga sering

digunakan setelah klien diamputasi.

Beberapa hal penting yang perlu dilakukan dalam penatalaksanaan

fraktur terbuka dengan operasi yaitu dilakukan dengan segera, hati-

hati, debridemen luka berulangulang, stabilisasi fraktur, penutupan

kulit, bone grafting yang dini, serta pemberian antibiotik yang

adekuat.

Pada fraktur terbuka (yang berhubungan dengan terbuka memanjang

sampai permukaan kulit dan ke arah cedera tulang ) terdapat risiko

infeksi osteo gas gangren dan tetanus. Klien dibawa ke ruang operasi

tempat luka dibersihkan dan didebridemen (benda asing dan jaringan

diangka) dan dirigasi. Fragmen tulang mati di angkat. Munkin perlu

dilakukan graft tulang untuk menjembatani defek, namun harus

yakin bahwa resipien masih sehat dan mampu memfasilitasi

penyatuan.

20

Page 21: Frktur

Fraktur direduksi dengan hati hati dan distabilisasi dengan fiksasi.

Setiap kerusakan pada pembuluh darah, jaringan lunak, otot, daraf

dan tendo diperbaiki. Ekstremitas di tinggikan untuk meminimalkan

kan terjadinya edema. Status neurovaskular di kaji sesering

mungkin. Suhu tubuh diperiksa dengan interval teratur, kemudian

klien dipantau untuk mengetahui adanya tanda tanda infeksi.

Penutupan primer mungkin tidak dapat dicapai karena adanya edema

dan potensial iskemia, cairan luka yang tidak dapat keluar, dan

infeksi anaerob. Luka yang sangat terkontaminasi sebaiknya tidak

dijahit, dibalut dengan balutan steril, dan tidak ditutup sampai

diketahui bahwa daerah luka tersebut tidak mengalami infeksi.

Pada tahapp awal penatalaksanaan, sebaiknya klien diberikan

profilaksis tetanus serum yang bertujuan untuk menghindari risiko

tetanus karena kuman tetanus sangat menyukai keadaan seperti luka

pada fraktur terbuka. Biasanya klien diberi antibiotik intravena untuk

untuk mencegah atau menangani infeksi serius. Luka ditutup dengan

jahitan atau skin graft atau flap kulit autogen pada hari ke 5 sampai

ke 7 atau pada saat lukadalam keadaan baik.

J. Tahap-Tahap Penyembuhan Fraktur

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom :

a. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh

darah yang robek

b. Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)

c. Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam

2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :21

Page 22: Frktur

a. Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur

b. Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast

c. Sel-sel ini aktif tumbuh ke arah fragmen tulang

d. Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang

e. Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus :

a. Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)

b. Kallus memberikan rigiditas pada fraktur

c. Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu

d. Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi

4. Stadium Konsolidasi :

a. Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah

menyatu

b. Secara bertahap menjadi tulang mature

c. Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan

5. Stadium Remodeling :

a. Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur

b. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast

c. Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda

penebalan tulang.

22

Page 23: Frktur

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR DAN DISLOKASI

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses

keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk

itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga

dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses

keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan

darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. 23

Page 24: Frktur

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien

digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang

menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan

terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut

sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian

tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme

terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. 24

Page 25: Frktur

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt

beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan

kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga

ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,

pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan

obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,

25

Page 26: Frktur

pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya

dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius,

Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan

lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi

terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab

masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi

yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar

matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,

warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan

atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,

sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.

Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana

26

Page 27: Frktur

lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan

obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002).

(4) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang

lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(5) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

(6) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D,

1995).

(7) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.

begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu

juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995). 27

Page 28: Frktur

(8) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu

juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinannya (Ignatavicius, Donna D, 1995).

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini

bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih

mendalam.

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-

28

Page 29: Frktur

tanda, seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat

dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena

tidak terjadi perdarahan)

(f) Telinga29

Page 30: Frktur

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

atau nyeri tekan.

(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan

lainnya.

(4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan

lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k) Jantung

30

Page 31: Frktur

(1) Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

(3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

(m)Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

BAB.

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama

mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P

31

Page 32: Frktur

yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada

sistem muskuloskeletal adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti

bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini

merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik

pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

Capillary refill time à Normal 3 – 5 “

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 32

Page 33: Frktur

proksimal, tengah, atau distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang

terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga

diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat

benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,

pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan

ukurannya.

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan

dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan

nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi

dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari

titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini

menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.

Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3

dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu

diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk

33

Page 34: Frktur

memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu

disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan

pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.

Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya

seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur

yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan

kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur

saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak

karena ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara

transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang

yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

34

Page 35: Frktur

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-

5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat

pada tahap penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi

pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

2 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai

berikut:

35

Page 36: Frktur

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan

lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma

jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d

kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,

kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada(Doengoes, 2000)

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan

lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan

santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan

tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas

trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

36

Page 37: Frktur

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital)

Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi.

Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.

Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.

Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.

Menilai perkembangan masalah klien.

b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral

hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL37

Page 38: Frktur

1. Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.

4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.

Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.

Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria

klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal

38

Page 39: Frktur

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.

3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral

Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase sekret dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan darah pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 menunjukkan gangguan pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.

39

Page 40: Frktur

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling

tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional

meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian

tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan

40

Page 41: Frktur

7. Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik

untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai

indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi

terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif

41

Page 42: Frktur

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal

4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma

jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang

Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen

atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan

42

Page 43: Frktur

4. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan sensitivitas luka/serum/tulang)

5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada luka.

peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah klien.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d

kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan

kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien

mengerti dan memahami tentang penyakitnya

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerluka evaluasi medik (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda/gejala dini yang memerulukan intervensi lebih

43

Page 44: Frktur

4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.

lanjut.

Upaya pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi klien.

4 Evaluasi

o Nyeri berkurang atau hilang

o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer

o Pertukaran gas adekuat

o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit

o Infeksi tidak terjadi

o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialam

44

Page 45: Frktur

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC :

Jakarta

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa

Keperawatan, EGC : Jakarta.

Pamela L.swearingen , (2000) Keperawatan Medikal –Bedah .E/2, jakarta : egc 

Muttaqin.A , (2008) , Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskletal,Jakarta :EGC

45