FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

10

Click here to load reader

Transcript of FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

Page 1: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

CATATAN KECIL

ISTRI KARYAWAN

[Sebuah Karya Tulis untuk Merayakan HUT RI 67]

Oleh:

Linda C. Aritonang

V115908

RT V No. 79 Kuala Kencana

Page 2: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

Freeport di Mata Awam

“You can fall in love at first sight with a place as with a person”

- Alec Waugh

Mungkin ada yang sudah pernah membaca atau mendengar sepenggal kalimat

diatas mungkin juga belum pernah sama sekali. Jatuh cinta pada pandangan pertama

pada seorang wanita atau pria karena parasnya yang menarik terdengar klise namun

hal itu lumrah terjadi pada setiap orang. Akan tetapi jatuh cinta pada pandangan

pertama kepada sebuah tempat, ada yg pernah mengalaminya? Disini saya mau

berbagi cerita pengalaman jatuh cinta saya pada pandangan pertama pada sebuah kota

kecil bernama Kuala Kencana.

Sampai pertengahan tahun 2011 lalu tidak pernah sekalipun saya mendengar kata

Kuala Kencana, satu-satunya kata kencana yang pernah saya dengar dan kunjungi

adalah Taman Kencana yang ada di Kuala Lumpur, Malaysia. Hingga akhirnya saya

bertemu dengan suami saya yang tepatnya saat itu masih calon suami, akhirnya

mengetahui ada sebuah kota bernama Kuala Kencana. Suami saya tidak banyak

menceritakan kota ini secara detail. Mungkin dia tidak mau cerita panjang lebar

karena ingin saya melihat langsung atau mungkin juga takut kalau terlalu banyak

cerita malah saya takut menikahinya dan tidak mau pindah ke sana. Jadi, pengetahuan

saya tentang Kuala Kencana hanyalah sebatas kota kecil yang dibangun oleh

Freeport, berada di Papua dekat dengan kota Timika. Dalam imajinasi saya kala itu

Kuala Kencana adalah kota kecil di kawasan pertambangan di tengah hutan belantara

lalu ada pemukiman-pemukiman penduduk, ada kantor kecil dibangun dan jalanan

penuh lumpur dan berbatu. Saya tidak pernah membayangkan Kuala Kencana sebagai

kota yang indah.

Imajinasi itupun semakin diperburuk dengan maraknya pemberitaan di berbagai

media komunikasi yang melaporkan betapa tidak kondusif-nya suasana di area kerja

Freeport. Banyak konflik terjadi mulai demonstrasi mogok kerja sampai penembakan

Page 3: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

misterius. Bagi saya berita seperti itu sudah cukup untuk menempatkan area kerja

Freeport di urutan kedua setelah Afghanistan dalam “tujuh tempat yang layak

dikunjungi apabila sudah putus asa dengan kehidupan” versi on my spot. Namun saya

sedikit penasaran karena setiap kali berbicara lewat telepon dengan calon suami saya

tidak pernah terdengar nada takut atau tidak nyaman darinya. Hanya ada satu hal

yang menjadi persoalan penting setiap hari yakni lapar tengah malam. Di satu sisi

saya merasa tenang, namun di sisi lain curiga mungkin pasangan saya ini sudah

sedemikian putus asanya dengan kondisi yang tidak aman sehingga menjadi terbiasa

dan memilih menikmati indomie goreng tiap malam daripada stress dan ketakutan.

Tetapi saya memilih berpikir positif dan menyingkirkan kekhawatiran yang

berlebihan. Kuala Kencana pun masih tetap kota yang absurd dalam imajinasi saya.

Seiring roda waktu terus berputar, pemberitaan mengenai Papua khususnya

Freeport dan konfliknya pun semakin memanas. Hampir semua televisi nasional

menjadikannya sebagai headline news, bahkan mengalahkan rating berita Gayus

Tambunan atau Briptu Norman. Freeport sungguh fenomenal dan banyak menuai

respon negatif dari masyarakat umum walaupun mereka belum tahu jelas duduk

perkaranya. Sama seperti Raul Lemos yang banyak dibenci tanpa mau tahu perosalan

sebenarnya antara Krisdayanti dan Anang. Memang agak menyimpang tetapi kira-

kira begitulah gambarannya. Di daerah asal saya sebagai contohnya, orang-orang

banyak berspekulasi yang aneh-aneh dan terkesan dibumbui sehingga terdengar lucu

bagi saya. Saya pernah mendengar perbincangan beberapa lelaki paruh baya di

Rumah Sakit membahas penembakan di Freeport yang begitu misteriusnya sampai

sampai semua pekerja diharuskan menggunakan baju anti peluru pada saat bekerja,

semua kendaraan menggunakan kaca anti peluru dan teror diduga dilakukan oleh

sekelompok ninja bayaran. Saya tidak bisa menahan tawa membayangkan

sekelompok ninja Jepang berlari-lari di hutan Papua lengkap dengan kostum serba

hitam dan menteror siapapun yang menolak makan Kacang Mayasi seperti di iklan-

iklan televisi. Ditambah ekspresi serius mereka dalam bercerita yang menyiratkan

seolah mereka telah melihat langsung apa yang terjadi di Papua cukup untuk

Page 4: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

membuat saya tertawa terpingkal-pingkal dan guling-guling di lantai. Yah tapi

begitulah, setiap orang berhak memiliki opini masing-masing. Bagaimana dengan

saya? Datar cenderung pasrah.

Mengapa datar cenderung pasrah? Alasan pertama, saya tidak tahu pasti

persoalan yang ada dalam Freeport, bahkan kala itu tahu Freeport dari namanya saja.

Jauh sebelum ada berita mengenai konflik di Papua dan mengenal suami, saya hanya

tahu Freeport adalah satu perusahaan tambang. Itu juga karena suami Bu

Tampubolon, tetangga saya di Medan, bekerja di perusahaan ini dan hampir setiap

hari suaminya memakai baju bertuliskan Freeport ketika pulang cuti. Karena begitu

banyaknya baju mereka bertuliskan Freeport sempat terbersit di pikiran saya bahwa

Freeport selain tambang emas juga punya pabrik tekstil penghasil baju. Tidak pernah

menduga bahwa kelak akan memiliki suami yg bekerja di Freeport dan tentu saja

sekarang lemari saya dipenuhi baju serupa. Who knows…?

Alasan kedua, menikahi suami saya berarti mau tidak mau harus tinggal di Kuala

Kencana dan harus pasrah apapun keadaannya. Kecuali kalau saya berubah pikiran

untuk tidak menikahnya, tetapi resikonya akan lebih besar karena pasti suami saya

akan mengirim santet paling ampuh sejagad raya kalau saya batal menikahinya.

Menikah tapi tinggal terpisah? Sama saja dengan pesan nasi goreng spesial tapi yang

datang nasi goreng biasa tanpa telur, seenak-enaknya nasi goreng biasa tetap saja

tidak spesial karena tidak pakai telur. Sungguh perumpamaan yang absurd tapi

begitulah adanya. Dalam benak saya, suami saya sudah bertahan hampir 4 tahun,

kenapa saya tidak bisa? Saya sedikit pasrah dan kalau situasinya nanti memang tidak

nyaman masih ada suami di rumah untuk dicerewetin sebagai objek pelampiasan

kekesalan.

Alasan ketiga, lihat kembali pada alasan pertama dan kedua. Kesimpulannya

saya siap tinggal di Kuala Kencana walaupun ada kekhawatiran mengenai kondisi

keamanan dan kenyamanan. Untungnya suami saya berpikiran terbuka. Sebelum

menikah dia meminta saya untuk datang ke Kuala Kencana, boleh dikatakan

semacam site visit untuk lebih mengenal Kuala Kencana sebelum tinggal di sana.

Page 5: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

Cukup fair karena bisa mengenal langsung dulu tempatnya, bukan hanya melalui

cerita. Ibarat hendak berperang, pelajari dahulu medan perang dan kekuatan lawan

agar lebih siap bertempur. Entah mengapa perumpamaan saya dari awal cukup

absurd. Tapi sudahlah, yang pasti saya akan melakukan perjalanan pertama kali ke

ujung timur Indonesia tepatnya ke Kuala Kencana. Walaupun saat itu di berbagai

berita dikabarkan situasi belum kondusif, saya malah semangat berkemas-kemas,

walaupun hanya untuk kunjungan 4 hari saja, tetapi rasanya excited luar biasa.

Freeport sebagai Rumah Kedua

Tibalah hari keberangkatan menuju Timika. Karena waktu itu belum jadi

dependent suami, saya belum diperbolehkan menggunakan maskapai Airfast yaitu

maskapai penerbangan yang bekerja sama dengan Freeport, jadi saya menaiki Garuda

Air lines. Ketika transit di Bali, beberapa penumpang keberangkatan dari Bali masuk

dan kebanyakan mereka adalah suku Papua, hal ini membuat saya merasa tempat

tujuan saya semakin dekat. Saya akan menginjakkan kaki di tempat kelahiran teman-

teman yg baru naik ini. Walaupun waktu sudah larut malam saya malah susah tidur,

deg-degan ingin cepat tiba di Timika. Sambil mendengar alunan musik saya pun

berusaha memejamkan mata.

Kala itu rasanya baru beberapa menit tertidur ketika pramugari membangunkan

untuk sarapan. Ternyata sudah pagi. Saya melihat keluar jendela pesawat dan

tertegun. Sejauh mata memandang hamparan pepohonan hijau yang tumbuh begitu

rapat. Saya sudah berada di langit hutan belantara tepatnya di atas bumi Cendrawasih.

Ribuan kilometer dari kota asal saya, Medan, jauh dari padatnya suasana perkotaan,

dari mayoritas menjadi minoritas, rasanya luar biasa . Saya tersenyum mendengar

pembicaraan beberapa Papuan di belakang kursi saya yang berbicara dengan bahasa

mereka sendiri. Biasanya yang saya dengan horas, bah, lae, ito dan seterusnya

Page 6: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

lengkap dengan logat batak yang kental, kini saya mendengar kata-kata yang

sedikitpun tidak saya mengerti. Namun sungguh ini pengalaman yang indah dalam

kebhinekaan Indonesia.

Pesawat pun mendarat. Ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki dan

menghirup udara Papua. Saya pun melayangkan pandangan ke sekeliling bandara

Moses Kilangin. Sama seperti kalau kita menyaksikan pertandingan olah raga, di

hampir semua dinding lapangan ada tulisan Reebok, Adidas dan berbagai merek

lainnya, maka di sini hampir pada setiap sisi ada tulisan PT. Freeport Indonesia.

Ternyata bandara udara ini dibangun oleh Freeport, cukup terkesan karena walaupun

tidak sebesar bandara udara lain namun rapi dan pastinya cukup membantu untuk

transportasi dan distribusi di Papua ini. Di kejauhan saya melihat beberapa chopper

dan sebuah pesawat kecil terparkir manis. Transportasi udara benar-benar sangat

dibutuhkan disini.

Suami sudah tiba setengah jam lalu untuk menjemput maka perjalanan ke Kuala

Kencana dari Timika pun dimulai. Perjalanan Timika ke Kuala Kencana akan

ditempuh sekitar 30 menit. Begitu keluar dari Bandara, hal menarik yang pertama

saya perhatikan adalah hampir semua mobil disini warnanya sama dan memiliki

nomer seri dan nama departemen di pintunya. Hal yang cukup unik karena di kota

asal saya walaupun mobil perusahaan tidak ada tanda mencolok seperti ini.

Memasuki kota Timika suasananya sama seperti memasuki daerah Kabupaten

yang ada di daerah asal saya. Sepanjang jalan banyak anak dengan seragam

sekolahnya masing-masing mengingatkan saya pada beberapa iklan di telivisi yang

menampilkan anak-anak Papua, senang rasanya sekarang bisa melihat langsung. Saya

memperhatikan keadaan sekitar sambil mendengar penjelasan suami saya mengenai

tempat-tempat di Timika. Hal menarik berikutnya ternyata tulisan Freeport Indonesia

hampir ada disetiap tempat, mulai dari fasilitas umum di pinggir jalan, sampai

spanduk-spanduk bertuliskan acara-acara yang diselenggarakan perusahaan. Dan

terjawablah sudah mengapa tetangga saya dulu memiliki banyak baju bertuliskan

Freeport Indonesia. Di Timika sendiri banyak orang memakai baju dengan nama

Page 7: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

Freeport, bahkan topi dan juga jaket. Pastilah ini dari acara-acara yang

diselenggarakan atau disponsori oleh Freepot. Hal ini membuat saya cukup terkesan

karena selama ini saya tidak pernah menduga Freeport turut campur tangan dengan

kehidupan sosial masyarakat di sini. Suami saya yang bekerja di local purchasing

Freeport menambahkan kalau banyak aspek kegiatan di Timika dibantu oleh Freeport,

termasuk pembinaan UMKK. Menarik, jauh dari yang saya duga dan mungkin masih

banyak orang di luar sana berpikiran sama.

Tanpa terasa kami memasuki gerbang Kuala Kencana dan saya melihat ada pos

pemeriksaan. Ternyata yang bukan penduduk Kuala Kencana harus melapor terlebih

dahulu jika memasuki daerah ini. Baru kali ini saya memasuki kota yang ada pos

pemeriksaannya, menarik. Mobil melaju dan saya merasakan atmosfir yang berbeda

dibandingkan dengan Timika. Sepanjang kiri-kanan jalan terlihat hutan perawan

namun jalannya diaspal hot mix bukan bebatuan dan lumpur seperti yang dalam

pemikiran saya selama ini. Semakin ke tengah pusat kota semakin saya tertegun.

Seakan tidak percaya di Indonesia ada kota kecil yang tertata rapi seperti ini. Dan

benar, saya pun jatuh cinta pada pandangan pertama kepada kota ini. Dimana lagi di

Indonesia saya akan menemukan pemandangan seperti ini? Sebuah kota kecil

ditengah hutan yang jauh dari kategori terpencil, malah seperti berada di luar negeri.

Jalanan, bangunan, taman, semuanya tertata rapi dan bersih. Sungguh pemandangan

yang menyegarkan mata apalagi tempat ini dikelilingi hutan alami, kebersihan dan

kesegaran udaranya sungguh terasa berbeda.

Bagi orang seperti saya yang setiap harinya menghabiskan waktu di tengah

padatnya kesibukan kota besar, jalan raya yang macet, polusi udara dan bisingnya

kendaraan, ini adalah tempat menjernihkan pikiran yang sempurna. Melihat suasana

seperti ini saya tidak perlu berpikir panjang lagi, saya mau tinggal di kota ini.

Walaupun tidak ada mall ataupun pusat-pusat hiburan seperti yang ada di kota besar,

saya pribadi lebih memilih di sini. Disini, jalan kaki beratus meter tidak menjadi

masalah, di Medan jalan kaki jarak lebih dari 10 meter saja rasanya sungkan. Hal

menarik lainnya ketika berkeliling di komplek perumahan, semua rumah memiliki

Page 8: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

rumah utama dengan tipe yang sama, terbagi atas RW A dan RW B selanjutnya

dibagi beberapa RT. Sejauh ini ada enam RT, namun kabarnya masih dalam proses

penambahan lagi. Notification Board di setiap jalan masuk RT cukup menarik:

“dilarang bercocok tanam dan beternak.” Seketika terlintas di benak saya: “wah

kasihan penduduk Kuala Kencana tidak pernah dibangunkan oleh kokok ayam.”

Syukurlah berarti disini rejeki tidak pernah dipatok ayam sekalipun bangun

kesiangan.

Di pusat kota ternyata ada shopping centre, coffee shop dan beberapa tempat

makan dan salon. Namun yang paling menyenangkan adalah public library.

Perpustakaan umum yang kecil tapi nyaman untuk menyalurkan hobby saya

membaca buku. Koleksi buku yang tersedia lumayan lengkap. Edisi terbaru dari

berbagai majalah dan tabloid cukup lengkap disini bahkan buku-buku terbitan luar

negeri. Office Building (OB) terdapat di seberangnya. Ada dua OB dengan bentuk

dan model yang sama. Namun hal paling penting yang saya amati adalah

kebersihannya karena semewah apapun bangunan kalau tidak bersih rasanya tidak

menyenangkan. Di sini fasilitas umum sangat bersih, rapih dan teratur. Semoga saja

selamanya seperti itu.

Kota Kuala Kencana yang tidak besar namun memiliki fasilitas pendidikan yang

lumayan lengkap. Di sini terdapat sekolah dari tingkat taman kanak-kanak hingga

tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Biasanya anak-anak dari keluarga yang

tinggal disini melanjutkan pendidikan SLTA dan perkuliahan di luar Papua. Namun

disini ada juga Sekolah Menengah Kejuruan dan Institut Nemangkawi yang dibangun

Freeport bagi putra-putri daerah yang ingin melanjutkan jenjang pendidikan. Saya

cukup senang karena Freeport memperhatikan dan sangat concern dengan pendidikan

untuk warga local. Semoga putra-putri Papua semuanya bisa mengecap dunia

pendidikan dan tidak kalah dengan putra-putri daerah lain untuk mencetak prestasi

dalam dunia pendidikan. Untuk pusat rekreasi dan Olahraga tersedia gymnastic dan

kolam renang yang pada hari libur dibuka untuk umum. Ada juga Rimba Golf, tempat

bagi karyawan yang ingin menyalurkan hobby bermain golf ataupun sekedar

Page 9: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

berkumpul dan makan-makan. Disini terdapat juga ISOS clinic, fasilitas kesehatan

bagi karyawan dan keluarganya, juga pusat penanggulangan malaria. Dan tidak lupa

juga beberapa tempat Ibadah yang dibangun oleh Freeport. Good job Freeport,

semoga kota ini bisa menginspirasi pemerintah Indonesia untuk menata kota-kota

lainnya menjadi kota yang lebih baik.

Saya bertemu dan berkenalan dengan rekan kerja suami saya yang selama ini

saya kenal hanya dari cerita maupun media sosial. Mereka berasal dari berbagai suku

dan daerah di Indonesia. Jawa, Sunda, Bali, Menado, Batak, Flores, Padang, juga

warga negara asing dan semuanya berbaur disini. Sepertinya Kuala Kencana menjadi

melting point kebudayaan Indonesia, bisa dikatakan Freeport Indonesia is a truly

Indonesia. Hal ini tentunya baru bagi saya karena sejak kecil tinggal di daerah dengan

dengan Batak sebagai mayoritasnya. Pluralitas sosiokultural yang sangat menarik dan

tentu saja sangat berdampak positif bagi satu sama lain.

Saya menghabiskan 4 hari untuk mengenal kota ini dan segala isinya. Tidak lupa

saya tambahkan di sini saya menginap di hotel yang sangat nyaman dan lengkap

fasilitasnya bernama Hotel Rimba Papua yang letaknya bersebelahan dengan bandara

Moses Kilangin. Waktu yang singkat namun cukup untuk memastikan bahwa saya

tidak akan ragu untuk pindah ke sini. Saya sudah mengenal wajah kota ini, pola

hidupnya dan saya cukup menikmatinya. Saya kembali ke Medan dengan segudang

cerita untuk disampaikan kepada orang-orang yang belum mengenal Freeport ataupun

bagi yang salah mengenal Freeport sebagai perusahaan besar yang menyeramkan dan

berdampak negative bagi masyarakat sekitar. Pengalaman yang cukup menarik.

Agustus 2012

Waktu berlalu sangat cepat dan sekarang saya sudah resmi menjadi warga Kuala

Kencana sejak Juli 2012. Perumahan RT yang dulu hanya saya lihat, sekarang saya

menjadi penghuninya. Pola hidup yang saya saksikan dahulu sekarang saya sendiri

Page 10: FREEPORTKU_Linda Christin Aritonang

telah masuk di dalamnya. Semakin banyak lagi hal-hal baru yang saya pelajari

semenjak pindah ke sini. Tidak sulit untuk beradaptasi dengan kota ini. Sejak

kepindahan saya kesini banyak event-event menarik yang diselenggarakan oleh

perusahaan, dinamika kehidupan kota kecil yang cukup menarik. Saya senang

menjadi bagian dari Kuala Kencana ini dan tentu saja menjadi bagian dari Freeport.

Bukan lagi menyebutnya Kota Kuala Kencana atau Perusahaan Freeport, tetapi sudah

menjadi Kuala Kencanaku dan Freeportku. Sesuatu yang dulu asing kini menjadi

bagian diri saya, persis seperti kata pepatah: tak kenal maka tak sayang. Itu jugalah

yang saya rasakan.

Jatuh cinta kepada Freeport, jatuh cinta kepada kota Kuala Kencana, dan jatuh

cinta pada suami juga pada pandangan pertama. Siapa bilang jatuh cinta pada

pandangan pertama itu mustahil. Mau buktinya? Saya buktinya. Ini tahun pertama

saya merayakan 17 Agustus di Kuala Kencana, dan masih ada tahun kedua,

ketiga,dan seterusnya. DIRGAHAYU RI ke-67, Damai menyelimuti ujung Barat

sampai ujung Timur Nusantara, MERDEKA!!