Fraktur Femur Supracondylar

11
Fraktur femur supracondylar memerlukan fiksasi internal yang stabil untuk hasil terbaik, yang biasanya perlu dioperasi. Fraktur ini biasanya dialami oleh pasien-pasien usia tua, dengan komorbiditas multiple dan tulang yang osteoporotic; sehingga tingkat komplikasi tinggi. Fraktur kominutif femur distal berat (parah) khususnya sulit ditangani dengan baik. (Johnson, 1988; Moore, 1987; Olerud, 1972; Pritchett, 1984; Rabin, 1995; Schatzker, 1979; Shahcheraghi, 1993; Wu, 1992; Zehntner, 1992). Untuk memperoleh fiksasi yang adekuat terbilang menantang secara teknis, khususnya bila terdapat multiple fragemen. Tiap device (alat) memiliki keterbatasan. Fiksasi stabil tergantung pada ketepatan penempatan hardware. Bila kominusi dan pola fraktur mengkompromise (mengganggu/menghalangi) penggunaan implant, ahli bedah harus fleksibel dan memilih device yang terbaik yang cocok. Masalah Tujuan penanganan fraktur femur supracondylar, sebagaimana fraktur periartikuler lainnya pada tulang yang menahan beban (weight-bearing bone), adalah restorasi tungkai yang stabil untuk ambulasi fungsional yang bebas nyeri. Awalnya, fiksasi dan, akhirnya penyembuhan tulang akan mengembalikan stabilitas. Mempertahankan panjang dan alignment anatomis serta mencegah kekakuan akan mengembalikan/memperbaiki fungsi. Mencegah arthritis, yang memerlukan restorasi dari permukaan sendi kongruen anatomis dan mempertahankan mekanisme aksis tungkai yang

description

orthopedy

Transcript of Fraktur Femur Supracondylar

Page 1: Fraktur Femur Supracondylar

Fraktur femur supracondylar memerlukan fiksasi internal yang stabil untuk hasil terbaik, yang

biasanya perlu dioperasi. Fraktur ini biasanya dialami oleh pasien-pasien usia tua, dengan

komorbiditas multiple dan tulang yang osteoporotic; sehingga tingkat komplikasi tinggi. Fraktur

kominutif femur distal berat (parah) khususnya sulit ditangani dengan baik. (Johnson, 1988;

Moore, 1987; Olerud, 1972; Pritchett, 1984; Rabin, 1995; Schatzker, 1979; Shahcheraghi, 1993;

Wu, 1992; Zehntner, 1992). Untuk memperoleh fiksasi yang adekuat terbilang menantang

secara teknis, khususnya bila terdapat multiple fragemen. Tiap device (alat) memiliki

keterbatasan. Fiksasi stabil tergantung pada ketepatan penempatan hardware. Bila kominusi dan

pola fraktur mengkompromise (mengganggu/menghalangi) penggunaan implant, ahli bedah

harus fleksibel dan memilih device yang terbaik yang cocok.

Masalah

Tujuan penanganan fraktur femur supracondylar, sebagaimana fraktur periartikuler lainnya pada

tulang yang menahan beban (weight-bearing bone), adalah restorasi tungkai yang stabil untuk

ambulasi fungsional yang bebas nyeri. Awalnya, fiksasi dan, akhirnya penyembuhan tulang akan

mengembalikan stabilitas. Mempertahankan panjang dan alignment anatomis serta mencegah

kekakuan akan mengembalikan/memperbaiki fungsi. Mencegah arthritis, yang memerlukan

restorasi dari permukaan sendi kongruen anatomis dan mempertahankan mekanisme aksis

tungkai yang normal akan mencegah nyeri. Komplikasi sering dijumpai dan dapat devastating.

(Rabin, 1995).

Keterlibatan permukaan artikuler memerlukan reduksi anatomis kongruen untuk mencegah atau

pun meminimalisasi posttraumatic arthritis dan memberi bone stock untuk

replacement/penggantian atau fusi lutut nantinya (Olerud, 1972; Schatzker, 1979). Kominusi

yang berat sering memerlukan fiksasi fragmen multiple independen dengan satu alat (device)

untuk minimalisasi kerusakan jaringan lunak (Johnson, 1988). Daya/forces signifikan diberikan

pada daerah ini, bahkan juga selama aktivitas-aktivitas terbatas (restricted) pasien, memerlukan

implant yang kuat; tetapi, fiksasi sulit dilakukan karena lebarnya canal, korteks yang tipis, dan

kualitas tulang distal femur yang relatif buruk (Pritchett, 1984; Wu, 1992; Yang, 1990). Sebagian

besar operasi gagal karena fiksasi fragmen fraktur yang tidak adekuat. (Mize, 1982). Tidak ada

implant yang dapat menstabilisasi setiap jenis fraktur (Johnson, 1988); tetapi, alat/device yang

Page 2: Fraktur Femur Supracondylar

dipilih harus memberikan fiksasi yang cukup rigid untuk memungkinkan pergerakan dini untuk

hasil terbaik (Halpenny, 1984; Newman, 1990; Schatzker, 1979).

Fraktur femur supracondylar yang terjadi setelah penggantian lutut total juga lebih sulit

ditangani dengan adekuat karena penggantian prosthesis lutut dapat mengganggu fiksasi implant.

Frekuensi

Fraktur femur supracondylar menjadi makin sering dijumpai seiring dengan makin bertambahnya

usia populasi.

Etiologi

Fraktur femur supracondylar biasanya terjadi akibat trauma low energy pada tulang yang

osteoporotic pada orang-orang usia lanjut atau akibat trauma high energy pada pasien-pasien usia

muda. Fraktur proksimal dari penggantian lutut dapat disebabkan oleh notching cortex anterior

pada saat ahli bedah menempatkan prosthesis atau dapat sekunder akibat pengaruh meningkatnya

stress pada interface antara rigid metal dan tulang lunak. Dokter yang menangani juga harus

sadar akan potensi fraktur patologis akibat lesi metastasis atau tumor tulang primer pada daerah

ini.

Patofisiologi

Femur distal berbentuk funnel, dan daerah di mana tulang diafisis yang lebih kuat bertemu

dengan tulang metafisis yang lebih tipis dan lebih lemah rentan terhadap fraktur dengan trauma

langsung atau pun tidak langsung.

Clinical

Pasien datang dengan nyeri, deformitas, kelemahan, dan ketidakmampuan menggunakan kaki.

Paseien-pasien usia tua biasanya memiliki riwayat jatuh. Pasien-pasien yang lebih muda

biasanya mengalami trauma high-energy. Khusus untuk pasien-pasien usia muda, di mana

mungkin juga terdapat cedera jaringan lunak yang signifikan, keseluruhan tungkai perlu

Page 3: Fraktur Femur Supracondylar

diperiksa seksama. Cari gejala-gejala compartment syndrome, cedera vaskuler, dan adanya luka

terbuka. Fraktur pada daerah lainnya juga perlu dicatat.

INDICATIONS

Pada dasarnya, semua fraktur femur supracondylar memerlukan intervensi operatif karena

beratnya potensi risiko bedrest yang diperpanjang.

RELEVANT ANATOMY

Femur distal berbentuk funnel, dan ahli bedah perlu berhati-hati terhadap bentuk tulang sebelum

merencanakan operasi agar implant dapat cocok/match/sesuai dengan tulang. Pendekatan

terhadap paha adalah pendekatan latelar, dengan insisi melalui fascia lata dan akses tulang

sepanjang intermuscular septum di bawah vasts lateralis. Arteri femoris terletak medial, dan

struktur-struktur neurovaskuler lainnya terletak posterior, sehingga tidak akan ditemui

sepanjang/selama operasi.

Kontraindikasi

Pasien yang dikontraindikasikan untuk operasi termasuk pasien yang bedridden atau

nonambulatory dengan fraktur nondisplaced atau fraktur displaced minimal di mana brace dapat

memberikan ckup stabilitas dan alignment bukanlah suatu masalah. (fraktur displaced yang tidak

stabil dalam kelompok ini mungkin masih memerlukan operasi untuk memperbaiki perawatan,

menurunkan nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut oleh fragmen-fragmen

tulang yang mobile.) Pasien-pasien yang terancam jiwanya, atau memiliki masalah medis lainnya

di mana risiko anestesinya tinggi, juga dapat ditangani non-operatif.

WORKUP

Lab Studies

Tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium khusus.

Imaging Studies

Pasien dengan fraktur femur supracondyler memerlukan foto femur anteroposterior (AP)

dan lateral untuk memeriksanya adanya fraktur lain dan ada tidaknya deformitas;

bagaimanapun, pandangan yang dipusatkan pada lutut juga penting untuk memeriksa

pola-pola fraktur spesifik.

Staging

Page 4: Fraktur Femur Supracondylar

Tidak ada system staging spesifik yang tersedia; tetapi, sisitem klasifikasi Association for the

Study of Internal Fixation (AO-ASIF) dan Orthopaedic Trauma Association (OTA) membantu

ahli bedah dalam menentukan pilihan terapi yang layak/cocok/pantas.

Klasifikasi fraktur femur supracondyler AO-ASIF adalah sebagai berikut:

Fraktur extra-articular

o A1 - Simple

o A2 - Metaphyseal, wedge

o A3 - Metaphyseal, complex

Fracture articular parsial

B1 - Lateral condyle (sagittal fracture line)

B2 - Medial condyle (sagittal fracture line)

B3 - Frontal (coronal fracture line)

Fracture articular komplit

C1 - Articular and metaphyseal segments, simple fractures

C2 - Articular simple, but metaphyseal multifragmentary fractures

C3 - Articular and metaphyseal segments, multifragmentary fractures

TREATMENT

Medical therapy

Tidak ada terapi medis spesifik untuk fraktur femr supracondyler. Bila pasien tidak dapat

menerima operasi, traksi temporer/sementara dapat digunakan untuk mempertahankan panjang

tungkai dan alignment (gambar 1). Untuk fraktur nondisplaced dan stabil, bracing dapat member

cukup stabilitas untuk mengontrol nyeri dan memungkinkan penyembuhan; tetapi, bracing tidak

dapt mengontrol alignment maupun panjang karena tidak mungkin untuk melakukan imobilisasi

sendi di atas dan di bawahnya.

Surgical therapy

Terapi bedah memerlukan reduksi yang diikuti oleh fiksasi untuk mempertahankan alignment.

Pilihannya termasuk fiksasi eksternal atau fiksasi internal. Fiksasi internal dilakukan dengan alat-

alat (device) intrameduler (misalnya, flexible rod, rod retrograde atau antegrade yang lebih rigid)

atau menggunakan extramedullary plates dan sekrup.

Page 5: Fraktur Femur Supracondylar

Preoperative details

Klasifikasi AO-ASIF (juga OTA classification) memungkinkan pilihan terapi yang rasional

(Miller, 1991).

Untuk extra-articular distal femur fractures (A1, A2, A3) atau mereka dengan condylar

fragmentation (C1, C2), fiksasi standarnya adalah dynamic condylar screw (DCS) atau dengan

condylar blade plates 95° (Benirschke, 1993; Schatzker, 1987; Tscherne, 1991) (gambar 2-3).

Untuk fraktur condylar (B1, B2, B3) dianjurkan memakai sebuah T buttress plate 4.5-mm

(Tscherne, 1991). Blade plate memberikan fiksasi yang baik, tetapi DCS lebih mudah

dimasukkan, dan member kompresi interfragmenter yang lebih baik di sepanjang fraktur

intercondylar dan lebih mudah mengoreksi malalignement sagittal (Halpenny, 1984; Merchan,

1992; Newman, 1990; Yang, 1990; Mize, 1982; Pritchett, 1984; Giles, 1982; Tscherne, 1991;

Schatzker, 1987; Zehntner, 1992).

Untuk fraktur-fraktur yang letaknya sangat distal, condylar buttress plate, yang dapat dibentuk

agar cocok/sesuai dengan femur distal sudah cukup kuat untuk memungkinkan pergerakan awal

sering dianjurkan, meskipun kadang-kadang T plate atau straight plates dapat digunakan

(Shelton, 1974; Zehntner, 1993; Benirschke, 1993; Schatzker, 1987; Sileski,1989; Zehntner,

1992) (gambar 4). Peralatan intrameduller bisa digunakan, termasuk locked nails standar;

supracondylar dan retrograde nails; atau rod Rush, Ender, dan Zickel (gambar 5-6) (Benirschke,

1993; Lucas, 1993; Kolmert, 1983; Shelbourne, 1982; Pryor, 1988; Tullock, 1988). Fiksator

external Wagner juga telah digunakan (Seligson, 1978). Pada fraktur terbuka yang

terkontaminasi berat, fiksasi eksternal dengan fiksasi internal minimal adalah pilihan yang dapat

dilakukan (gambar 7) (Moore, 1987; Rabin, 1995; Seligson, 1978).

Guideline ini berguna pada sebagian besar fraktur femur supracondylar; tetapi, pada fraktur

kominutif kompleks (C3) yang berat/severe, fiksasi rigid fragmen multiple adalah suatu

tantangan atau tidak mungkin dilakukan dengan implant standar. Ketika menggunakan blade

plate, DCS plates, supracondylar rods, atau standard interlocking rods, daerah untuk sekrup

distal harus sesuai/cocok dengan lubang pada plate atau rod dan tidak bisa dibengkokkan untuk

mencari tulang yang paling baik atau menghindari fracture line. Fraktur multiple anterior atau

pun posterior terhadap plane alat/device tidak dapat diamankan.

Page 6: Fraktur Femur Supracondylar

Condylar buttress plate adalah pilihan biasa karena tidak ada portal entry, sekrup dapat

dibengkokkan (be angled), dan dapat dengan mudah molded disesuaikan agar cocok (Tscherne,

1991).

Cobra plates, dirancang untuk fusi pinggul, adalah implant yan gkuat yang dapat memberi sekrup

yang solid pada tulang yang ada, atau tibial buttress plates sebetulnya dirancang untuk tibia telah

dipakai (gambar 8-9). Plate-plate nonstandard ini dapat memberi fiksasi pada situasi-situasi di

mana implant standar tidak cocok dengan pola fraktur. Plate periarticular dan plate fixed angled

yang lebih baru menggantikan condylar buttress plate dan membuat kegunaan implant-implant

non-standar menjadi lebih kurang dibutuhkan.

Fraktur di atas replacement lutut mungkin memerlukan revisi prosthesis lutut, khususnya apabila

longgar. Pilihan yang ada lebih terbatas karena ahli bedah harus merencanakan untuk menghidari

prosthesis tersebut ketika memasang implant fiksasi. Implant revisi kadang dapat digunakan

untuk menggantikan sendi di samping juga stabilisasi fraktur. Rencana preoperative dan

templating radiograf penting untuk memilih implant yang cocok/sesuai untuk digunakan dalam

fiksasi dan paling baik dilakukan sebelum prosedur.

Intraoperative details

Semua device yang digunakan untuk stabilisasi fraktur femur supracondylar memerlukan

ketepatan penempatan hardware untuk fiksasi rigid maksimal. Apabila garis fraktur sagital dan

coronal berpotongan pada entry point blade, lag screw, atau pun intramedullary device, fiksasi

tidaklah kuat. Penempatan blade pada jarak 1.5cm dari permukaan articular adalah sangat

penting (Schatzker, 1987; Mize, 1982).

Lag screw DCS juga memerlukan ketepatan penempatan sekitar 2.5 cm proksimal dari

permukaan articular (Markel, 1992; Giles, 1982). Sekrupnya lebih tebal 0.5 mm daripada blade,

sehingga harus diletakkan lebih ke arah proksimal (Benirschke, 1993). Dengan DCS dan blade

plate, letakkan satu lagi sekrup melalui lubang distal ke fragmen distal untuk stabilitas rotasi

(Schatzker, 1987). Sebuah interlocking nail standar tidak memungkinkan bila fraktur terletak

terlalu distal ( <7 cm dari sendi) atau dengan fraktur intra-articular displaced kecuali sendi dapat

direkonstruksi dengan lag screw terkanulasi (cannulated lag screws) karena kominusi

intercondylar luas mencegah fiksasi dengan alat-alat tersebut (Johnson, 1988; Newman, 1990;

Wu, 1992; Zickel, 1986; Leung, 1991).

Page 7: Fraktur Femur Supracondylar

Supracondylar nails juga memerlukan restorasi kondilus sebelum pemasangan nail (Lucas,

1993). Alat Rush dan Zickel harus dimasukkan pada proksimal permukaan artikular (Shelbourne,

1982; Pryor, 1988; Zickel, 1986). Alat-alat intramedullary yang fleksibel ini mungkin tidak akan

member fiksasi yang cukup (Johnson, 1988; Kolmert, 1983; Shelton, 1974; Wu, 1992; Zickel,

1986).

Penggunaan plate untuk fraktur femur supracondylar pertama harus sesuai dengan teknik AO-

ASIF, termasuk kompresi interfragmenter, reduksi indirek, mempertahankan perlekatan jaringan

lunak, dan bone grafting. Ahli bedah harus sadar dengan bentuk femur distal dan meletakkan

plate dengan tepat. Plate yang tidak sesuai/tidak cocok dengan metaphyseal flare harus ditekuk

agar cocok. Saat memperbaiki fraktur kompleks ini, ahli bedah memilih alat/device yang sesuai.

Ahli bedah tidak boleh mencoba menyesuaikan bentuk fraktur dengan alatnya.

Postoperative details

Selama fiksasi supracondylar femur fractures, ahli bedah harus memeriksa stabilitas fiksasi dan

kualitas tulang. Jika fiksasi solid dan kualitas tulang baik, beberapa pasien dapat diijinkan

mengangkat beban dan bergerak lebih cepat, khususnya jika menggunakan fiksasi intramedular.

Bila kualitas tulang baik, tapi tidak cukup baik untuk menerima beban (weight bearing), pasien

dapat ditempatkan padasebuah hinged knee brace untuk memugkinkan pergerakan dini, tanpa

weight bearing sampai pemeriksaan radiografi menunjukkan penyembuhan tulang (sekitar 12

minggu). Bila kualitas tulang buruk, splinting yang lebih rigid/kaku mungkin diperlukan sekitar

6 minggu lalu diganti dengan hinged brace. Terapi fisik postoperative biasanya dibutuhkan.

Follow-up

Pasien perlu terus dimonitor sampai tulang sembuh.

COMPLICATIONS

Komplikasi dari Fraktur femur supracondylar termasuk nonunion, sering dengan pengangkatan

hardware, malunion, infeksi, dan komplikasi medis (misalnya penyakit thromboembolic).

OUTCOME AND PROGNOSIS

Dengan fiksasi stabil, anatomic alignment, dan restorasi kongruensi intra-articular, sebagian

besar pasien baik-baik saja. Makin kominutif sifat faktur, dan makin bkurk kualitas tulang,

fiksasis, ataupun reduksi, makin buruk pula prognosisnya. Fraktur kominutif berat tipe C3

kemungkinan akan menyebabkan kekakuan yang signifikan dan posttraumatic arthritis. Pasien

dengan fraktur terbuka lebih buruk dibandung fraktur tertutup.

Page 8: Fraktur Femur Supracondylar