Fraktur Femur

download Fraktur Femur

If you can't read please download the document

description

boleh liat

Transcript of Fraktur Femur

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

THE CORRELATION BETWEEN EDUCATION LEVELS TOWARD ANXIETY LEVEL OF FRACTURE FEMUR PRE-OPERATED PATIENT AT PROF. Dr.MARGONO SOEKARJO HOSPITAL OF PURWOKERTO

Makmuri1, Handoyo2, Ridlwan Kamaludin31 Mahasiswa Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman2,3Program sarjana Keperawatan, Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRACT

Fracture femur is a case that mostly found in daily orthopaedic practice. Caused by fracture femur healing process after the surgery take quiet long time, so that why the patient life style perhaps become stress or scare having permanent incapability that causing them can not do their work, sport, learn or recreation. From the observation held by the author resulted, several patients with fracture femur having anxiety.

The aim of this study was to measure the correlation between education levels toward anxiety level of the pre-operated fracture femur patient, which being take care at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto.

Descriptive with a correlation study approach (Correlation Study). Population were all of the patient fracture femur that would undergone operation in orthopaedic ward at Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital Purwokerto. Research conduct at October 1st December 25th 2006, with purposive sample amount were 40 respondents. The variables were education level as independent variable and anxiety level of the pre-operated patient fracture femur as dependent variable. Research instrument used was questioner about anxiety level with HRS-A (Hamilton Rate Scale for Anxiety) adopted from Nursalam (2003). Data analyzing was using Spearman Rank correlation statistic test.

Anxiety level of patient fracture femur that would undergone operation, mostly had a moderate anxiety, followed with mild anxiety, severe anxiety and no anxiety. There was no significant correlation between education levels with patient anxiety level of the patient fracture femur who would undergone operation.

Keywords : Fracture femur, education levels, anxiety level.

PENDAHULUAN

Dari berbagai jenis fraktur akibat kecelakaan, fraktur femur merupakan kasus yang banyak ditemukan dalam praktek orthopaedi sehari-hari. Dalam kurun waktu 6 tahun (1985 1990) didapatkan 142 kasus fraktur batang femur yang telah mendapat tindakan reduksi terbuka dan fiksasi internal di rumah sakit rujukan di Bandung, terdiri dari 117 kasus laki-laki dan 25 kasus perempuan dengan ratio

4,68 : 1. Usia penderita yang termuda 17 tahun dan yang tertua 64 tahun, dengan frekuensi tertinggi terdapat pada usia antara 17 20 tahun sebanyak 67 kasus (47,18%).

Proses penyambungan fraktur batang femur ditentukan baik klinis maupun radiologis. Waktu yang dibutuhkan untuk proses penyambungan menurut Thomas (1981) adalah 13 minggu, sedangkan

108Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

menurut Nichols (1963) memerlukan waktu 19 minggu. Djojosugito, dkk (1975) mengemukakan tindakan untuk penanganan fraktur batang femur yang tidak stabil (oblik panjang, 1/3 distal, 1/3 proksimal) dengan menggunakan kombinasi K-Nail dengan Neutralization Plate. Ditemukan bahwa penyambungan terjadi antara 4 12 bulan dengan rata-rata 7,5 bulan, Manurung (1988) mengemukakan bahwa tindakan yang dapat dilakukan untuk menangani fraktur yang tidak stabil dengan menggunakan Intramedullary Nail yang dikombinasikan dengan Cercagle Wiring, dengan memerlukan waktu penyambungan rata-rata 34 minggu. Hal ini bersesuaian dengan hasil yang ditemukan oleh peneliti lain. Gross dengan pengalamannya dalam menangani fraktur batang femur dengan Intramedullary Nail selama 20 tahun mengemukakan bahwa penyambungan terjadi antara 3,3 3,6 bulan pasca pembedahan (Lubis dan Djojosugito, 1991).

Oleh karena proses penyambungan fraktur femur dapat memakan waktu yang cukup lama, dengan demikian perubahan gaya hidup yang seperti ini pasien mungkin akan mengalami stress atau takut mengalami ketidakmampuan permanen yang membuatnya tidak dapat bekerja, olah raga, belajar atau rekreasi (Prasetyo, 2004).

Jika seorang pasien menderita stress atau kehilangan yang berat (misal akibat perkosaan, kecelakaan yang parah, kekerasan pada anak atau pasangan, bencana alam, perang, dipenjara dan sebagainya), maka pasien tersebut dapat menderita sindrome klinis yang dikenal dengan gangguan stress pasca trauma (PTSD, Post-Traumatic

Stress Disorder). Gabungan dari gejala-gejala berikut ini timbul pada tahap awal : adanya kecemasan yang jelas, perubahan kepribadian dengan iritabilitas dan sulit berkonsentrasi, respon terkejut yang berlebihan, pikiran yang mengganggu tentang suatu peristiwa, perasaan seakan kejadian traumatis terulang kembali, penghindaran terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan trauma, penumpukan emosional yang dapat mengganggu hubungan interpersonal dan fungsi sehari-hari.

Di ruang orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari data 10 besar fraktur, fraktur femur menempati urutan teratas dengan rata-rata 13 kasus per bulan pada tahun 2005. Sedangkan pada bulan Juni 2006 terdapat 14 kasus fraktur femur dari jumlah 65 kasus fraktur yang dirawat (21,53%). Mereka berasal dari wilayah di sekitar Banyumas dengan tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan yang berbeda.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien fraktur femur yang akan menjalani tindakan operasi. Respon pasien terhadap tindakan operasi pun berbeda untuk tiap-tiap individu tergantung bagaimana proses adaptasi individu terhadap proses operasi yang merupakan salah satu sumber stressor bagi individu tersebut (Luckman dan Sorensens 1993).

Dari berbagai macam respon yang ditunjukkan pasien atau keluarga pasien tentang kondisinya, dan pasien berasal dari berbagai tingkat pendidikan, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini yaitu: adakah hubungan tingkat pendidikan terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi

109Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

fraktur femur yang dirawat di rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Tujuan penelitian ini mengetahui hubungan tingkat pendidikan terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi fraktur femur yang dirawat di rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Penulis belum pernah menemukan penelitian terdahulu tentang gambaran tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi fraktur femur yang dirawat di rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian yang pernah dilakukan adalah: Tingkat Kecemasan Individu Keluarga Pasien ICU/ICCU RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta (Fitri Arofiati, 1999). Hasil yang didapat adalah tingkat kecemasan sedang, diikuti dengan tingkat kecemasan luar biasa, tingkat kecemasan berat dan tingkat kecemasan ringan.

Penelitian lain tentang kecemasan adalah penelitian yang dilakukan oleh Dewi Nilamsari (1997) dengan judul Minat Wanita Melakukan Mammography Ditinjau Dari Kecemasan Terdiagnose dan Tingkat Pendidikan. Hasil penelitian tersebut menyatakan ada hubungan antara kecemasan terdiagnose dan tingkat pendidikan dengan minat melakukan mammography dan semakin tinggi kecemasan terdiagnose maka semakin rendah minat wanita untuk melakukan mammography.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Lulut Handayani (2003) dengan judul: Pengaruh Keberadaan Support System Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Dalam Proses Persalinan Di RB Ny. Sudariyah Murangan Sleman Yogyakarta,

menunjukkan bahwa keberadaan support system tidak mempengaruhi tingkat kecemasan responden dalam proses persalinan.

Dengan melihat telaah teoritis yang sudah diuraikan dalam latar belakang dan tinjauan teori maka hipotesis penelitian yang ditetapkan adalah : Ada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien fraktur femur.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan studi korelasi (Correlation study). Studi korelasi pada hakikatnya merupakan penelitian atau penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek (Notoatmojo, 2002). Metode ini digunakan peneliti untuk mengetahui hubungan antara faktor tingkat pendidikan sebagai variabel bebas dengan tingkat kecemasan pada pasien fraktur femur sebagai variabel terikat.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien fraktur femur yang dirawat di ruang orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu penetapan sampel dengan cara memilih diantara populasi yang sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (Arikunto, 2002). Ukuran sampel yang digunakan untuk analisis statistik adalah 30 orang (Cohen dan Manion, 1989).

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas tingkat pendidikan dan variabel terikat adalah tingkat

110Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

kecemasan pada pasien pre-operasi fraktur femur Kriteria inklusi adalah pasien fraktur femur akibat trauma atau kecelakaan, usia 17 50 tahun, belum menjalani operasi, pendidikan minimal Sekolah Dasar dan pasien kooperatif. Sedangkan kriteria eksklusinya meliputi pasien yang menolak ikut penelitian, pasien tidak sadar dan pasien fraktur femur patologis

Jenis data pada penelitian ini adalah data ordinal, sedangkan instrumen penelitian sebagai alat pengumpulan data yang digunakan adalah daftar pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Pertanyaan yang diberikan berupa pertanyaan tertutup dan dijawab langsung oleh responden tanpa diwakilkan kepada orang lain.

Kuesioner tentang tingkat kecemasan, peneliti menggunakan skala HRS-A (Hamilton Rate Scale for Anxiety) dari Nursalam (2003) sebagai instrumen penelitian yang terdiri dari 14 pertanyaan dengan berbagai alternatif jawaban dan diisi oleh responden.Data hasil penelitian diolah menggunakan uji statistik Korelasi Spearman Rank dengan rumus :

P 1- 6 d2 N(N2 -1)

P = koefisien korelasi Spearman Rank

d = beda ranking variabel pertama dengan variabel keduaN= banyaknya sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RespondenPopulasi dalam penelitian ini adalah semua pasien fraktur femur yang dirawat di ruang orthopaedi rumah sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Dari populasi

tersebut diambil 40 orang sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar sampel penelitian berusia antara 17

25 tahun, yaitu sebanyak 17 orang atau 42,5 %, responden yang berusia antara 26 35 tahun sebanyak 14 orang atau 35,0 %, sedangkan responden yang berusia lebih dari 35 tahun sebanyak 9 orang atau 22,5 %.

Jenis kelamin sebagian besar responden penelitian adalah laki laki, yaitu sebanyak 33 orang atau 82,5 % sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang atau 17,5 %.

Pada penelitian ini untuk masing masing tingkat pendidikan diambil sama besar yaitu 10 orang untuk tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat 16 orang atau 40,0 % yang memiliki tingkat kecemasan dalam kategori sedang, 15 orang atau 37,5 % dalam kategori ringan, responden dengan tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang atau 17,5 % dan responden yang tidak merasa cemas sebanyak 2 orang atau 5 %.

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre-operasi Fraktur Femur

Untuk meneliti ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi fraktur femur, digunakan uji korelasi Spearman Rank. Dengan kriteria pengujian, variabel dianggap berpengaruh apabila nilai hitung lebih besar dari

tabel.

Dari 40 responden terdapat 2 orang yang tidak merasa cemas

111Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

dengan proporsi 1 orang berpendidikan perguruan tinggi dan 1 orang berpendidikan SLTA. Terdapat 15 orang dengan tingkat kecemasan dalam kategori ringan dengan proporsi SD sebanyak 3 orang, SLTP sebanyak 4 orang, SLTA sebanyak 2 orang, dan perguruantinggi 6 orang.

Terdapat 16orangdengantingkatkecemasandalamkategorisedangdenganproporsi SDsebanyak 5 orang, SLTP sebanyak 4 orang, SLTA sebanyak 4 orang, dan perguruan tinggi 3 orang. Terdapat 7 orang dengan tingkat kecemasan dalam kategori berat dengan proporsi SD sebanyak 2 orang, SLTP sebanyak 2 orang, dan SLTA sebanyak 3 orang.

Berdasarkan pengujian dengan korelasi Spearman Rank diperoleh nilai hitung = -0,271, dengan nilai Assymp. Sign = 0,091 nilai ini lebih besar dari = 0,05 yang berarti secara statistik tidak terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien fraktur femur, dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi fraktur femur, ditolak.

Hasil penelitian menunjukkan sebagaian sampel penelitian berusia antara 17-25 tahun yaitu sebnyak 17 orang dengan proporsi 1 orang tidak merasa cemas, 4 orang dengan kecemasan ringan, 7 orang dengan kecemasan sedang dan 5 orang dengan cemas berat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wholey dan Wong (1996) yang menyatakan bawa respon remaja pada usia remaja akhir (17-22 tahun) berefek pada ancaman terhadap karier dan masa depan. Dan didukung oleh Ann

(1996) yang menyatakan bahwa kemampuan individu dalam merespon terhadap kecemasan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, status kesehatan, jenis kelamin, pengalaman dirawat, sistem pendukung, besar kecilnya stresor dan tahap perkembangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin sebagian besar responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 33 orang atau 82,5 % dengan proporsi 2 orang tidak mengalami kecemasan, 12 orang cemas ringan, 15 orang cemas sedang dan 4 orang dalam kecemasan berat. Sedangkan responden perempuan sebanyak 7 orang atau 17,5 % dengan proporsi 3 orang dalam kecemasan ringan, 1 orang cemas sedang dan 3 orang dalam kecemasan berat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wholey dan Wong (1996) yang menyatakan bahwa laki-laki mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami stress hospitalisasi selain faktor temperamen yang sulit, intelegensi yang kurang dan usia.

Perbedaan lama hari perawatan pada responden dapat memberikan respon kecemasan yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada prosentase yang menunjukkan bahwa kecemasan berat terjadi pada responden dengan lama rawat antara 1-7 hari yaitu 7 orang tatau 17,5 %. Sedangkan kecemasan ringan dialami responden dengan lama rawat lebih dari 7 hari yaitu 9 orang atau 22,5 %. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan Smet (1994) yang menyatakan bahwa tinggal terpisah di rumah sakit dalam jangka waktu yang lama dan jauh dari teman-teman, sekolah dan kehidupan sehari-hari ternyata meruapakan pengalaman yang

112Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

traumatis bagi remaja. Sedangkan penelitian yang dilakukan Cincinnanti (2003) menyatakan bahwa ada perbedaaan signifikan antara perawatan akut dengan perawatan yang dilakukan dalam jangka waktu lama.

Berdasarkan pengujian dengan korelasi Spearman Rank

diperoleh nilai hitung = -0,271, dengan nilai Assymp. Sign = 0,091nilai ini lebih besar dari = 0,05 yang berarti secara statistik tidak terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre-operasi fraktur femur. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan Priyono (2000) dikutip dari Nilamsari (2002) , yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan memperluas pandangan dan ruang lingkup pergaulan, sehinggta tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempermudah responden untuk menerima informasi tentang kesehatan sehingga akan menurunkan tingkat kecemasan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan. Penuruna tingkat kecemasan pada penelitian ini lebih dipengaruhi oleh faktor lain seperti jenis kelamin, lama rawat, pengalaman dirawat, adanya penyakit penyerta, serta sistem pendukung.

SIMPULAN DAN SARAN

Tingkat kecemasan pasien fraktur femur yang akan menjalani operasi ORIF (Open Reduction Internal Fixation) sesuai dengan HRS

A (Hamilton Rate Scale for Anxiety) yang paling banyak adalah tingkat kecemasan sedang, didikuti kecemasan ringan, kecemasan berat

dan tidak ada kecemasan. Secara statistik terdapat hubungan yang tidak signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan pada pasien fraktur femur yang akan menjalani operasi. Tingkat hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat kecemasan pada pasien fraktur femur dalam kategori lemah dan bertanda negatif, yang berati semakin tinggi tingkat pendidikan akan menyebabkan tingkat kecemasan semakin rendah.

Berdasarkan kesimpulan diatas maka bebarapa saran yang dapat diusulkan adalah keluarga atau orang orang terdekat pasien perlu dilibatkan, untuk memberikan dorongan moral atau mengurangi kecemasan. Bagi pemberi jasa pelayanan keperawatan (rumah sakit) hendaknya memperhatikan faktor usia dalam penempatan kamar perawatan terutama bagi remaja, dengan tidak menempatkan remaja bersama orang dewasa dan anak-anak yang terpaut jauh usianya. Bagi peneliti berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan menggunakan instrumen yang lebih lengkap untuk mendukung data dan dilakukan penelitian perbandingan pada tiap sub-variabel penelitian dan tempat penelitian. Bagi perawat perlu memberi dukungan berupa pendidikan kesehatan yang cukup kepada pasien fraktur femur yang akan menjalani operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ann, I.(1996).Mental Health and Psychiatric Nursing. Lippincotts Review Series. 2 th Ed. New York : Lippincott

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan

113Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

Praktek. Edisi Revisi. Jakarta : PT Rineka Cipta

Arofiati, F. (2001). Tingkat Kecemasan Individu Keluarga Pasien ICU/ICCU RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan).

Yogyakarta : UGM

Brunner & Suddarths. (1996). Texbook of Medical Nursing. 9 th Ed, J.B. Philadelpia : Lippincott Company

Gross, H.P. (1986). Twenty Years Experience With Closed Nailing of The Femur Coventy Mark B. The Years Book of Orthopaedic. London : Year Book Medical Publisher inc. pp 77-88Handayani, L. (2003). Pengaruh Keberadaan Support System Terhadap Kecemasan Ibu Dalam Proses Persalinan di RB Ny. SudariyahMurangan Sleman Yogyakarta, Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : UGM

Harold, Kaplan, Sadock. (1994). Buku Saku Psikatri Klinik. Jakarta : Binarupa Aksara

Hawari, D. (1997). Manajemen Stress, Kecemasan dan Depresi, Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh, Jilid dua, Jakarta : Binarupa aksara

Hernawan, W. (2004). Asuhan Keperawatan Trauma Muskuloskeletal. Purwokerto : Seminar Keperawatan Penatalaksanaan Pasien Dengan Patah Tulang dan Cedera Sendi

Idris, Z. (1986). Dasar-Dasar Kependidikan. Padang : Angkasa Raya

Kaplan, Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jakarta : Binarupa Aksara

Lubis, N. R & Djojosugito, A. (1991).

FaktorYangMempengaruhiUnion PadaFraktur FemurPascaFiskasiInterna,MajalahOrtopediIndonesiaVolumeXIX. Nomor 2.Desember

Luckman & Sorensens. (1993).Medical Surgical Nursing : APsychophysiologicApproach.4 th Ed. Philadelpia : WBSoders Company

Manurung, H. (1988). IntramedullaryNailingdenganCercagleWiring PadaFraktur Femur.MajalahOrtopediIndonesia.Ed. Juni (1) pp 27-31Nichols, J.R.(1963). RehabilitationAfter Fracture of The Shaft of

The Femur. The Journal of

Bone and Joint Surgery. Ed.

February (1).vol.45-B

Nilamsari, D. (2002). Minat WanitaMelakukanMammographyDitinjauDariKecemasanTerdiagnosadanTingkatPendidikan.Skripsi

(tidakditerbitkan)

Semarang:UniversitasKatolikSoegijapranata

Notoatmojo,S.(2002).MetodologiPenelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nursalam.(2003).KonsepdanPenerapan

MetodologiPenelitianIlmu Keperawatan.Surabaya : Salemba MedikaPrastyo,U.B.(2004).FrakturCollumnFemur.BuletinOrthopaedi Edisi 2 OktoberPurwodarminto,W.J.S.(1988).Kamus

Umum

BahasaIndonesia.Jakarta:BalaiPustaka

Sjahriati,E.(1990).BeberapaKonsepTentangAnxietydalamAnxietyPendekatanKlinik.

Biokimia

dan

114Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 3, No. 2, Juni 2007

Farmakologi.Jakarta:Thomas, T.L. (1981). A ComparativeYayasan Darma Husada

Study For Treating Fracture ofSmet,B. (1994). Psikologi Kesehatan.The Distal Half of The Femur.Jakarta : Grasindo

The Journal of Bone JointStruat, G. W & Sundeen, S. J. BukuSurgery. No 1. vol 63-BSaku Keperawatan Jiwa. EdisiTomb, D, A. (2004). Gangguan3. Alih Bahasa : Akhir YaniAnsietas.BukuSakuHamid. Jakarta : EGC

Psikiatri. Alih bahasa Martina.Sugiono. (2005). Statistik UntukJakarta : EGC

Penelitian. Bandung : AlfabetaUndang-Undang Republik IndonesiaSupardan, S. (1994). KumpulanNomor 2 Tahun 1989. SistemKuliah Ilmu Bedah. Jakarta :Pendidikan

Nasional.FKUI

Surakarta : PT PabelanSupriyati, I & Rochman. (2004).Wong, D. L. (1996). Whaley & WongsTahap-TahapPenyembuhanNursing Care of Infant andTulang. Surakarta: BuletinChildren. USA : Mosby YearRSO Orthopaedi.Edisi1.Book

Agustus

115